Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
2. Sindroma nefrotik sekunder yang penyebabnya berasal dari ekstra
renal (diluar ginjal). Penyebab SN sekunder adalah sangat banyak,
diantaranya ialah:
a. Infeksi yang disebabkan oleh virus hepatitis B (HBV), HIV,
infeksi streptococcal, serta endokardtitis.
b. Neoplasma seperti limfoma, leukemia, serta karsinoma (kanker).
c. Obat-obatan seperti penicillamine, captopril, heroin.
d. Penyakit sistemik, contohnya SLE, amiloidosis, kencing manis
(Diabetes), dll
e. Obesitas dan penyakit-penyakit metabolik serta penyakit-penyakit
multisistem lainnya.
3. SN bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi
maternofetal. Resisten terhadap suatu pengobatan. Gejala edema pada
masa neonatus. Pernah dicoba pencangklokan ginjal pada neonatus
tetapi tidak berhasil. Prognosis buruk biasanya pasien meninggal
pada bulan-bulan pertama kehidupannya.
2.2.3 Patofisiologi dan Pathway
Kondisi dari sindrom nefrotik adalah hilangnya plasma potein,
terutama albumin ke dalam urine. Meskipun hati mampu meningkatkan
produksi albumin, namun organ ini tidak mampu untuk terus
mempertahankannya jika albumin terus-menerus hilang melalui ginjal
sehingga terjadi hipoalbuminemia. Terjadinya penurunan tekanan
onkotik menyebabkan edema generalisata akibat cairan yang berpindah
dari sistem vaskular ke dalam ruang cairan ekstraseluler. Penurunan
sirkulasi volume darah mengaktifkan sistem renin-angiotensin
menyebabkan retensi natrium dan edema lebih lanjut.
Manifestasi dari hilangnya protein dalam serum akan menstimulasi
sintesis lipoprotein di hati dan terjadi peningkatan konsentrasi lemak
dalam darah (hiperlipidemia). Sindrom nefrotik dapat terjadi di hampir
setiap penyakit renal intrinsik atau sistemik yang mempengaruhi
glomerulus. Meskipun secara umum penyakit ini dianggap menyerang
3
anak-anak, namun sindrom nefrotik juga terjadi pada orang dewasa
termasuk lansia. Penyebab sindrom nefrotik mencakup glomerulonefritis
kronis, dibetes mellitus disertai glomerulosklerosis interkapiler,
amiloidosis ginjal, penyakit lupus erythematosus sistemik, dan trombosis
vena renal.
Respons perubahan patologis pada glomerulus secara fungsional
akan memberikan berbagai masalah keperawatan pada pasien yang
mengalami glomerulus progresif cepat. (Arif Muttaqin, 2011).
2.2.4 Manifestasi Klinik
1. Manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya
bervariasi dari bentuk ringan sampai berat (anasarka). Edema biasanya
lunak dan cekung bila ditekan (pitting), dan umumnya ditemukan
disekitar mata (periorbital) dan berlanjut ke abdomen daerah genitalia
dan ekstermitas bawah.
2. Penurunan jumlah urin : urine gelap, berbusa
3. Pucat
4. Hematuri
Hematuria mikroskopik kadang-kadang terlihat pada sindrom nefrotik,
namun tidak dapat dijadikan petanda untuk membedakan berbagai tipe
sindrom nefrotik.
5. Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus.
6. Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan meningkat dan
keletihan umumnya terjadi.
7. Gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang), (Betz, Cecily
L.2002 )
2.2.5 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Urin
2. Darah
a. Albumin serum – menurun
b. Kolesterol serum – meningkat
c. Hemoglobin dan hematokrit – meningkat (hemokonsetrasi)
d. Laju endap darah (LED) – meningkat
4
e. Elektrolit serum – bervariasi dengan keadaan penyakit perorangan
3. Pemeriksaan Diagnostik
a. Rontgen dada bisa menunjukkan adanya cairan yang berlebihan.
b. USG ginjal dan CT Scan ginjal atau IVP menunjukkan
pengkisutan ginjal.
c. Biopsi ginjal bisa menunjukkan salah satu bentuk
glomerulonefritis kronis atau pembentukkan jaringan parut yang
tidak spesifik pada glomeruli. (Betz, 2002)
2.2.6 Diagnosis / kriteria diagnosis
Masalah yang lazim muncul:
1. Kelebihan volume cairan
2. Ketidakefektifan pola napas
3. Resiko infeksi
4. Kerusakan integritas kulit
5. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload,
kontraktilitas dan frekuensi jantung.
6. Ketidakefektifan bersihan jalan napas.
7. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer.
8. Hambatan mobilitas fisik
9. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan
2.2.7 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan sindrom nefrotik hanya bersifat simptomatik, untuk
mengurangi atau menghilangkan proteinuria dan memperbaiki
keadaan hipoalbuminemia, mencegah dan mengatasi komplikasinya,
yaitu:
1) Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium
sampai kurang lebih 1 gram/hari secara praktis dengan
menggunakan garam secukupnya dan menghindari makanan yang
diasinkan. Diet protein 2-3 gram/kgBB/hari.
2) Bila edema berkurang dapat diberi garam sedikit.
3) Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat
digunakan diuretik, biasanya furosemid 1 mg/kgBB/hari.
5
Bergantung pada beratnya edema dan respon pengobatan. Bila
edema refrakter, dapat digunakan hididroklortiazid (25-50
mg/hari) selama pengobatan diuretik perlu dipantau kemungkinan
hipokalemi, alkalosis metabolik dan kehilangan cairan
intravaskuler berat.
4) Dengan antibiotik bila ada infeksi.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Pasien sindrom nefrotik perlu dirawat di rumah sakit, karena
memerlukan pengawasan dan pengobatan yang khusus. Masalah
pasien yang perlu diperhatikan adalah edema yang berat (anasarka),
diet, resiko komplikasi, pengawasan mengenai pengobatan atau
gangguan rasa aman, nyaman dan kurangnya pengetahuan orang tua
mengenai penyakit pasien.
Pasien sindrom nefrotik dengan anasarka perlu istirahat di tempat
tidur, karena dengan keadaan edema yang berat menyebabkan pasien
kehilangan kemampuannya untuk bergerak. Selama edema masih
berat semua keperluan harus ditolong di atas tempat tidur.
Bila edema telah berkurang diperbolehkan pasien melakukan
kegiatan sesuai kemampuannya, tetapi tetap didampingi atau dibantu
oleh keluarga atau perawat dan pasien tidak boleh kelelahan. Untuk
mengetahui berkurangnya edema pasien perlu ditimbang setiap hari,
di ukur lingkar perut pasien. Selain itu perawatan pasien dengan
sindroma nefrotik, perlu dilakukan pencatatan masukan dan
pengeluaran cairan selama 24 jam. Pada pasien dengan sindroma
nefrotik diberikan diet rendah protein yaitu 1,2-2,0 gram/kgBB/hari
dan cukup kalori yaitu 35 kal/kgBB/hari serta rendah garam (1
gram/hari). Bentuk makanan disesuaikan dengan keadaan pasien, bisa
makanan biasa atau lunak. (Ngastiyah, 2005)
2.2.8 Komplikasi
1. Infeksi sekunder mungkin karena kadar imunoglobulin yang rendah
akibat hipoalbuminemia.
2. Shock : terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (< 1
gram/100ml) yang menyebabkan hipovolemia berat sehingga
menyebabkan shock.
6
3. Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan sistem koagulasi
sehingga terjadi peninggian fibrinogen plasma.
4. Komplikasi yang bisa timbul adalah malnutrisi atau kegagalan ginjal.
(Rauf, .2002)
A. Pengkajian
1. Identitas.
2. Riwayat Kesehatan.
Karena kelainan gen autosom resesif. Kelainan ini tidak dapat ditangani
dengan terapi biasa dan bayi biasanya mati pada tahun pertama atau dua
tahun setelah kelahiran.
7
7. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
8. Riwayat nutrisi.
8
9. Pengkajian persistem.
10. Persepsi orang tua : Kecemasan orang tua terhadap kondisi anaknya.
9
Intervensi :
3) Timbang berat badan tiap hari dalam skala yang sama. Rasional :
Estimasi penurunan edema tubuh
Intervensi :
10
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh yang menurun.
Kriteria hasil : Tanda-tanda infeksi tidak ada, tanda vital dalam batas
normal, ada perubahan perilaku keluarga dalam melakukan perawatan.
Intervensi :
Intervensi :
11
3) Upayakan ada keluarga yang menunggu. Rasional : Dukungan yang
terus menerus mengurangi ketakutan atau kecemasan yang dihadapi.
C. Implementasi
Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan, dimana
tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang
diperkirakan dari asuhan keperawatan yang dilakukan dan diselesaikan.
Implementasi mencakup : melakukan, membantu dan mengarahkan kinerja
aktivitas sehari - hari, memberikan arahan keperawatan untuk mencapai
tujuan yang berpusat pada klien dan mengevaluasi kinerja anggota staf dan
mencatat serta melakukan pertukaran informasi yang relevan dengan
perawat kesehatan berkelanjutan dari klien. Komponen implementasi dari
proses keperawatan mempunyai lima tahap yaitu : mengkaji ulang klien,
menelaah dan memodifikasi rencana asuhan yang sudah ada,
mengidentifikasi area bantuan, mengimplementasikan intervensi
keperawatan.
D. Evaluasi
Evaluasi merupakan proses keperawatan yang mengukur respon klien
terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan klien kearah pencapaian
tujuan. Perawat mengevaluasi apakah prilaku atau respon klien
mencerminkan suatu kemunduran atau kemajuan dalam diagnosa
keperawatan atau pemeliharaan status yang sehat.
1) Volume cairan tubuh akan seimbang
2) Kebutuhan nutrisi akan terpenuhi
3) Tidak terjadi infeksi
4) Kecemasan anak menurun atau hilang
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan sangat penting
karena pada pasien syndrome nefrotic sering timbul berbagai masalah yang
berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan manusia. Perawat diharapkan
memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang memadai.
13
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/8384915/AUHAN_KEPERAWATAN_PADA_PASIE
N_SYNDROM_NEFROTIK
Doengoes et. al, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan, alih bahasa Made
Kariasa, EGC, Jakarta
14