You are on page 1of 4

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN


IV.1 Hasil
IV.1.1 Uji Iodium

Gambar IV.1.1
Uji Iodium

IV.1.2 Uji Sianida

Gambar IV.1.2
Uji Sianida

IV.2 Pembahasan
IV.2.1 Uji Iodium
Iodium adalah jenis elemen mineral mikro kedua sesudah besi yang
dianggap penting bagi kesehatan manusia walaupun jumlah kebutuhan
tidak sebanyak zat-zat gizi lainnya. Manusia tidak dapat membuat iodium
dalam tubuhnya seperti membuat protein atau gula, tetapi harus
mendapatkannya dari luar tubuh (secara alamiah) melalui serapan iodium
yang terkandung dalam makanan serta minuman. Iodium merupakan
mineral yang termasuk unsur gizi esensial walaupun jumlahnya sangat
sedikit di dalam tubuh, yaitu hanya 0,00004% dari berat tubuh atau sekitar
15-23 mg. Itulah sebabnya iodium sering disebut sebagai mineral mikro
atau trace element (Vogel,1994).
Pada praktikum ini dilakukan uji iodium pada 3 garam yang
berbeda yang beredar di pasaran. Menurut Depkes RI (2001), tujuan
dilakukannya uji iodium pada garam untuk mengetahui kandungan atau
kadar yodium pada garam yang dikonsumsi sehari-hari. Uji iodin
digunakan untuk mengetahui ada tidaknya kandungan yodium dalam suatu
garam. Pelaksanaan uji iodium test ini masih tergolong mudah dan praktis
dari pada uji titrasi karena menurut Kartinisutrisna (2008), dalam bidang
farmasi uji ini dilakukan untuk menentukan kadar zat secara langsung,
dibandingkan dengan titrasi, merupakan uji tidak langsung dimana
komponen zat lama untuk direduksi.
Garam yang akan diuji garam Lumbung Garem, garam Kerapan
Sapi dan garam Ikan Terbang, masing-masing garam lalu dimasukkan ke
dalam cawan porselin yang telah diberi label. Selanjutnya, ditetesi dengan
larutan iodin sebanyak 2-3 tetes ke permukaan masing-masing garam.
Garam yang telah ditetes kemudian diamati perubahan yang terjadi,
pada garam Lumbung Garem garam berubah menjadi warna ungu tua
artinya iodium cukup dan dianjurkan untuk dikonsumsi karena menurut
Purawisastra (1995), warna yang pekat menunjukkan adanya iodium pada
garam tersebut dengan mutu yang semakin baik. Sedangkan pada garam
Kerapan Sapi dan garam Ikan Terbang warna yang berubah hanya ungu
muda dan ungu pudar, hal ini berarti garam Kerapan Sapi dan garam Ikan
Terbang tidak dianjurkan untuk dikonsumsi. Karena menurut Purawisastra
(1995) hal ini menunjukkan garam tersebut mengandung iodium tetapi
dengan mutu yang rendah.
Dari percobaan yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa
sampel dari 3 merek garam yang berbeda terjadi perubahan warna yang
berbeda-beda ketika ditetesi dengan iodin. Hal ini menunjukkan bahwa
sampel garam dari 3 merek tersebut mengadung iodium dengan kadar
yang berbeda-beda.
IV.2.2 Uji Sianida
Asam sianida (HCN) adalah zat molekular yang kovalen , namun
mampu terdisosiasi dalam larutan air, merupakan gas yang sangat beracun
(meskipun kurang beracun dari H2S), tidak berwarna dan terbentuk bila
sianida direaksikan dengan sianida. HCN adalah suatu racun kuat yang
menyebabkan asfiksia. Asam ini akan mengganggu oksidasi
(pengangkutan O2) ke jaringan dengan jalan mengikat enzim sitokrom
oksidasi (Cotton dan Wikinson, 1989).
Pada praktikum kali ini dilakukan uji sianida dengan tujuan untuk
mengetahui kandungan HCN pada singkong hutan dan snack kripik
singkong yang beredar di pasaran. Karena menurut Sukarsono (2006),
HCN sangat berbahaya dan beracun, perlu diketahui kandungan HCN
dalam suatu makanan supaya dapat mengetahui kelayakan makanan
tersebut untuk dikonsumsi.
Langkah pertama yang dilakukan adalah singkong hutan di kupas
dan digerus terlebih dahulu dan dimasukan ke dalam erlemeyer lalu
ditambahkan aqudest sebanyak 50 mL dan 10 mL larutan asam tartrat 5%,
begitupun dengan sampel snek singkong, dihancurkan terlebih dahulu
kemudian dimasukan ke dalam erlemeyer lalu ditambahkan aqudest
sebanyak 50 mL dan 10 mL larutan asam tartrat 5%. Menurut Vogel
(1990), hal ini bertujuan untuk menghasilkan uap HCN. Uap HCN yang
dihasilkan disebabkan oleh hidrogen dari asam tartrat.
Sediakan kertas saring dengan ukuran 1x7 cm dan dicelupkan
dalam laturan aam pikrat jenih kemudian dikeringkan di udara. Setelah
kering, kertas saring dibasahi dengan natrium karbonat. Menurtu Vogel
(1990), kertas saring yang dicelupkan ke dalam asam pikrat ini bertujuan
agar uap HCN terperangkap di dalam asam tersebut sehingga uap HCN
yang dihasilkan dapat mengubah kertas saring yang berwarna kuning
menjadi merah. Menurut Vogel (1990), tujuan dibasahi dengan natrium
karonat untuk memicu perubahan warna pada saat dipanaskan sehingga
dapat diketahui sampel tersebut positif mengandung HCN atau tidak.
Kertas saring yang telah dijenuhkan digantung pada mulut
erlemeyer. Menurut Sukarsono (2006), hal ini bertujuan agar tidak terjadi
kontak langsung dengan cairan yang terdapat pada erlemeyer. Kemudian
ditutup dengan menggunakan aluminium foil. Menurut Sukarsono (2006),
hal ini bertujuan agar gas HCN yang dikeluarkan sampel pada saat
pemanasan tidak keluar dari erlemeyer.
Erlemeyer yang berisi sampel selanjutnya dipanaskan diatas
penangas pada suhu 500C selama 15 menit. Menurut Sudamardji (2010),
tujuan dari pemanasan yaitu untuk menguapkan air yang ada dalam sampel
tersebut sehingga mempermudah terjadinya perubahan warna pada sampel.
Setelah 15 menit, diligat perubahan warna yang terjadi pada kertas saring
masing-masing sampel.
Dari percobaan yang telah dilakukan, hasil pada snek singkong
yang beredar di pasaran tidak mengandung HCN sebab tidak
mengakibatkan perubahan warna pada kertas saring. Sedangkan sampel
singkong hutan mengakibatkan perubahan warna pada kertas saring yang
berwarna kuning kemudian berubah menjadi merah. Sehingga menunjukan
bahwa singkong hutan mengandung HCN. Dimana menurut Riwanto
(2016), singkong hutan mengandung asam sianida (HCN) yan bersifat
toksik yang saat berada pada sistem pencernaan, sianida akan diubah
menjadi asam sianida (HCN) bebas.

You might also like