You are on page 1of 17

MAKALAH KELOMPOK

PERAN TENAGA KESEHATAN DALAM KESIAPSIAGAAN BENCANA


Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Bencana

Yang diampu oleh Dr.Agung S,M.Kes.

Oleh:
Kelompok 4
Kelas 3A

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA
JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN
MAGETAN
2018
MAKALAH KELOMPOK
PERAM PETUGAS KESEHATAN DALAM KESIAPSIAGAAN BENCANA
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Bencana

Yang diampu oleh Dr.Agung S,M.Kes.

Oleh:
Kelompok 4
1. Ulfa Afista P27824216007
2. Amalia Firdayanti P27824216013
3. Ainul Purnama P27824216015
4. Muti'atul Hasanah P27824216020
5. Ayu Ambarwati P27824216021
6. Vilia Tri Erlina P27824216023
7. Ananda Yoja A P27824216024
8. Giyar Tinsiana P27824216030
9. Vivi Pebristy Putri P27824216034
10. Mar'ah Istigfarini P27824216036

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA
JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN
MAGETAN
2018

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas semua berkat dan rahmat-
Nya, sehingga dapat terselesaikannya Laporan Kelompok Mata kuliah manajemen
Bencana dengan judul “tantangan peran tenaga kesehatan dalam kesiapsiagaan
bencana” untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Bencana Program
Studi DIII Kebidanan Kampus Magetan Politeknik Kesehatan Kemenkes
Surabaya.
Dalam penyusunan Laporan Asuhan Kebidanan ini, penulis banyak
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, karena itu pada kesempatan kali ini
penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada:
1. Ibu Teta Puji Rahayu, SSiT, M.Keb, selaku Ketua Program Studi D III
Kebidanan Kampus Magetan Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya
2. Bapak DR.Agung S,M.Kes. Selaku Dosen Pengampu mata Kuliah
Manajemen Bencana Program Studi D III Kebidanan Kampus Magetan
Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya
3. Rekan seangkatan dan semua pihak yang telah membantu, memberikan
dukungan dalam penyelesaian laporan tugas akhir ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan pahala atas segala amal
baik yang telah diberikan dan semoga laporan praktik ini berguna bagi semua
pihak yang memanfaatkan.

Magetan, 24 September 2018

Penulis

DAFTAR ISI

ii
HALAMAN JUDUL................................................................................................i
KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................4
1.3 Tujuan........................................................................................................4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................6
2.1 Kesiapsiagaan Petugas dalam Menghadapi Bencana................................6
2.2 Definisi Kesiapsiagaan...............................................................................6
2.3 Kesiapsiagaan Bencana.............................................................................8
2.4 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kesiapsiagaan...................................10
BAB 3 PENUTUP.................................................................................................13
3.1. Kesimpulan..............................................................................................13
3.2. Saran........................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................14

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bencana dan keadaan gawat darurat telah mempengaruhi aspek kehidupan
masyarakat secara signifikan, terutama yang berhubungan dengan kesehatan.
Berdasarkan data dunia yang dihimpun oleh WHO, pada 10 dekade terakhir
ini, bencana telah menyebabkan kematian lebih dari 1,1 juta orang pada 4000
kasus bencana alam berskala besar.
Data Annual Disaster Statistical Review pada tahun 2014 menyebutkan
bahwa kasus bencana alam dan bencana akibat kesalahan manusia terjadi
sebanyak 13.500 kasus dan 8.000 kasus dalam kurun tahun 1900 – 2014.
Bencana di dunia akibat kesalahan manusia dilaporkan pada tahun 2015
terjadi sebanyak 115 kasus bencana dengan total kematian sebanyak 6.994
kematian dan kerugian asuransi sebesar 8.983 dollar. Negara China, Amerika
Serikat, Filipina, Indonesia dan India merupakan 5 negara teratas yang paling
banyak terkena bencana alam dari tahun 2000 – 2014 dimana tahun 2005
merupakan tahun dengan banyak kasus bencana alam yakni sebanyak 428
kasus bencana dan tahun 2002 merupakan tahun dengan jumlah korban jiwa
(luka dan meninggal) terbanyak akibat bencana alam, yakni sebanyak 671
juta jiwa. Total kerugian materil dari bencana alam pada tahun 2014 tercatat
sebesar 99.2 miliar
Indonesia merupakan wilayah rawan bencana, baik terhadap bencana
alam, maupun bencana akibat ulah manusia. Rangkaian berbagai bencana di
Indonesia seperti Bom Bali, Tsunami di Aceh dan Nias, Kecelakaan Pesawat
di Yogyakarta atau Medan, Gempa Bumi di Yogyakarta maupun di Padang
serta bencana lainnya telah menempatkan Indonesia sebagai negara yang
paling rentan mengalami bencana di dunia. Beberapa faktor yang
menyebabkan terjadinya bencana ini adalah kondisi geografis, iklim, geologis
dan faktor-faktor lain seperti keragaman sosial budaya dan politik.

1
2

Secara geografis, Indonesia merupakan negara kepulauan yang


terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik. Selain itu, 130 gunung api
aktif serta lebih dari 5.000 sungai besar dan kecil yang 30% diantaranya
melewati kawasan padat penduduk turut serta menjadi faktor yang
meletakkan Indonesia sebagai negara rawan bencana.
Provinsi Sumatera Barat merupakan salah satu wilayah kepulauan
yang terletak pada daerah tumbukan 2 lempeng tektonik besar yang ditandai
dengan adanya pusat-pusat gempa tektonik di Kabupaten Kepulauan
Mentawai dan sekitarnya. Kota Padang dengan total populasi sebanyak
850.000 jiwa berada langsung diatas area subduksi lempeng Sunda, dimana
terdapat lempeng Hindia yang menghujam sehingga menyebabkan patahan
besar (megathrust).
Hasil penelitian dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan
Earth Observational Singapore (EOS) menyatakan bahwa patahan
(megathrust) yang terdapat di sekitar Kepulauan Mentawai (Mentawai
Megathrust) diperkirakan akan menyebabkan gempa besar dengan magnitudo
8,8 SR, dimana terjadinya gempa tersebut melalui serangkaian gempa besar
lainnya. Gempa besar yang terjadi pada tanggal 30 September 2009 lalu
dengan korban jiwa lebih dari 700 orang bukanlah merupakan gempa yang
disebabkan oleh Mentawai Megathrust. Berdasarkan hasil penelitian LIPI-
EOS tersebut, disimpulkan bahwa potensi gempa Mentawai Megathrust tetap
ada, bahkan harus diwaspadai mengingat tekanan dari megathrust ini nantinya
akan menyebabkan serangkaian gempa besar.
Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menjelaskan
bahwa rumah sakit sebagai fasilitas pelayanan kesehatan, baik RS Pemerintah
maupun RS Swasta wajib memberikan pelayanan kesehatan kebencanaan
yang bertujuan untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah kecacatan lebih
lanjut. Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit juga
menjelaskan bahwa setiap rumah sakit wajib berperan aktif dalam
memberikan pelayanan kesehatan pada bencana, sesuai dengan kemampuan
pelayanannya, memberikan fasilitas pelayanan pasien korban bencana, serta
memiliki sistem pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana. Selain
3

itu, berdasarkan pedoman akreditasi Rumah Sakit tahun 2012 mengemukakan


bahwa menyusun dan memelihara rencana manajemen kedaruratan dan
program tanggap bila terjadi kedaruratan komunitas demikian, wabah dan
bencana alam atau bencana lain merupakan salah satu standar Manajemen
Fasilitas dan Keselamatan Rumah Sakit
Dalam mekanisme penanggulangan bencana, kesiapsiagaan sumber
daya kesehatan atau tenaga kesehatan merupakan salah satu upaya
peningkatan produktivitas tenaga kesehatan yang dilakukan sebelum kejadian
bencana.
Kesiapsiagaan petugas kesehatan merupakan bentuk gambaran
produktivitas dan sikap mental sumber daya manusia kesehatan dalam
mengantisipasi kejadian bencana (tahap pra bencana). Untuk meningkatkan
kualitas non fisik seseorang diperlukan upaya pendidikan guna meningkatkan
pengetahuan dan sikap yang timbul karena adanya rangsangan dari
pengetahuan itu sendiri dan pelatihan yang terkait dengan penanggulangan
masalah kesehatan akibat bencana termasuk pula simulasi/gladi. Selain itu,
kondisi organisasi atau unit kerja sumber daya manusia kesehatan itu bekerja
berhubungan dengan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan.
Dukungan sumber daya yang ada di unit kerja terkait penanggulangan
bencana harus dapat digunakan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan
tugas. Pengorganisasian dalam upaya penanggulangan masalah kesehatan
akibat bencana di setiap Dinas Kesehatan Provinsi tentunya mempunyai
peranan yang penting dalam memperkuat kapasitas sumber daya manusia
kesehatan dalam melaksanakan kegiatannya seperti yang telah diatur dalam
suatu Keputusan Menteri Kesehatan No. 145/Menkes/SK/I/2007 tentang
Pedoman Penanggulangan Bencana Bidang Kesehatan. Sampai saat ini masih
ada daerah baik Dinas Kesehatan Provinsi maupun Kabupaten/Kota baik yang
pengorganisasiannya dalam pengelolaan program penanggulangan masalah
kesehatan akibat bencana masih belum optimal. Pedoman keterlibatan
institusi/lembaga non pemerintahan dalam penanggulangan krisis kesehatan
masih kurang yaitu 91.2%, lalu sebesar 70,6% kabupaten/kota belum
memiliki perencanaan peningkatan kapasitas SDM terkait PKK yang rutin
4

dan berkesinambungan. Kemudian belum seluruh Dinas Kesehatan Provinsi


memiliki persediaan penyangga obat (buffer stock) dan bahan habis pakai
serta emergency kit. Dinas Kesehatan Provinsi yang memiliki informasi
kesiapsiagaan yang selalu diperbarui hanya 66,7% dari seluruh dinas
kesehatan yang ada.
Dalam menghadapi bencana, sudah seharusnya tenaga puskesmas
harus memiliki sikap kesiapsiagaan tersendiri seperti: siap dan bersedia
bekerja di luar jam kerja rutin dengan perintah atasan yang datang secara
mendadak, bersedia bekerja dengan sarana dan biaya operasional yang
tersedia di unit kerja untuk kegiatan penanggulangan bencana, mengikuti
program pelatihan kesiapsiagaan bencana, siap dengan dampak yang akan
timbul dari bencana seperti penyakit menular. Adapun permasalahan yang
muncul apabila tenaga puskesmas tidak siaga adalah timbul banyaknya
korban jiwa akibat bencana dan juga karena reruntuhan fasilitas umum,
munculnya berbagai penyakit, trauma kejiwaan, dan ancaman bahaya lainnya
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini, adalah sebagai berikut:
1. Apa kesiapsiagaan petugas dalam menghadapi bencana ?
2. Apa definisi dari kesiapsiagaan?
3. Apa definisi dari kesiapsiagaan bencana?
4. Apa faktor-faktor yang memengaruhi kesiapsiagaan?
5. Apa upaya dilakukan kesiapsiagaan?
1.3 Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kesiapsiagaan
tenaga kesehatan dalam menghadapi bencana.

2. Tujuan khusus
1. Menjelaskan kesiapsiagaan petugas dalam menghadapi bencana
2. Menjelaskan definisi dari kesiapsiagaan
3. Menjelaskan definisi dari kesiapsiagaan bencana
4. Menjelaskan faktor-faktor yang memengaruhi kesiapsiagaan
5. Menjelaskan upaya dilakukan kesiapsiagaan
5
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kesiapsiagaan Petugas dalam Menghadapi Bencana


Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba tanpa di ketahui datangnya.
Peristiwa bencana selalu membawa dampak kejutan dan merugikan baik harta
benda maupun jiwa. Resiko bencana yang timbul mungkin saja terjadi karena
kurangnya kesiapsiagaan maupun kewaspadaan masyarakat dalam
menghadapi bencana. Dengan mengenal kondisi dan potensi wilayah maka
diharapkan akan lebih waspada peduli lingkungannya (BNPB, 2012).
Membangun kesiapsiagaan adalah unsur penting, namun tidak mudah
dilakukan karena menyangkut sikap mental dan budaya serta disiplin di
tengah masyarakat. Kesiapsiagaan adalah tahapan paling strategis karena
sangat menentukan ketahanan anggota masyarakat dalam menghadapi
datangnya suatu bencana (Ramli,
2.2 Definisi Kesiapsiagaan
Pengertian kesiapsiagaan berdasarkan UU RI No. 24 Tahun
2007, International Federation Red Cross (IFCR) dan UN-ISDR (United
Nation- International Strategy for Disaster Reduction) yaitu: “Segala upaya
untuk menghadapi situasi darurat serta mengenali berbagai sumber daya
untuk memenuhi kebutuhan saat itu. Hal ini bertujuan agar masyarakat
memiliki persiapan yang baik saat menghadapi bencana” (IFRC, 2000).

6
7

“Segala upaya untuk menghadapi situasi darurat serta mengenali


berbagai sumber daya untuk memenuhi kebutuhan saat itu” (UU RI No.24 Tahun
2007). “Pengetahuan dan kapasitas yang dikembangkan oleh pemerintah,
profesional kebencanaan, komunitas dan individu untuk secara efektif
mengantisipasi, merespon dan mengatasi kejadian bencana” (UN-ISDR, 2007).
Kesiapsiagaan bisa diartikan sebagai: “Kesiapan masyarakat di semua
lapisan untuk mengenali ancaman yang ada di sekitarnya serta mempunyai
mekanisme dan cara untuk menghadapi bencana”. Kesiapsiagaan dilakukan tahapan
PB dan bertujuan untuk membangun kapasitas yang diperlukan untuk secara efektif
mampu mengelola segala macam keadaan kedaruratan dan menjembatani masa
transisi dari respon ke pemulihan yang berkelanjutan (Nugroho, 2012).
Bagan Tahapan Penanggulangan Bencana , kesiapsiagaan akan ada
dalam posisi sebagaimana terlihat berikut :

Pra bencana Saat bencana Pasca bencana

Pencegahan Tanggap Rehabili


dan Mitigasi darurat tasi dan
Kesiapsiagaan rekonstruksi

Gambar 2.1. Tahap Penanggulangan Bencana


Sumber : Nugroho (2012)
8

2.3 Kesiapsiagaan Bencana


Kesiapsiagaan bencana (preparedness) adalah upaya-upaya yang memungkinkan
masyarakat (individu, kelompok, organisasi) dapat mengatasi bahaya peristiwa alam,
melalui pembentukan struktur dan mekanisme tanggap darurat yang sistematis. Tujuan :
1. Untuk meminimalkan korban jiwa dan kerusakan sarana-sarana umum.
2. Kesiapsiagaan bencana meliputi upaya mengurangi tingkat resiko.
Formulasi Rencana Darurat Bencana (Disasters Plan), pengolahan sumber daya
masyarakat, pelatihan warga di lokasi bencana ( Deutsche Humanitare, 2015).
Kesiapsiagaan tahap pra bencana memerlukan perencanaan skenario atas berbagai
kemungkinan tidak terduga, seperti: gempa bumi, vulkano, tsunami, banjir, longsor,
gunung TPA sampah longsor, topan, angin puyuh, kebakaran (hutan), perubahan iklim,
kecelakaan pesawat, kerusuhan, bencana kompleks, bencana industri, kontaminasi
kimia, nuklir, KLB penyakit menular, serangan teroris, bom, biologis, kimia, fisik (Pusat
Kajian Pembangunan Kesehatan SekJen Depkes, 2009).
Upaya kesiapsiagaan bencana meliputi: rencana kontigensi, penyiapan sarana dan
prasarana kesehatan, penyiapan dana operasional, pembentukan tim reaksi cepat (brigade
siaga bencana), pengembangan sistem peringatan dini, penyebaran informasi masalah
kesehatan akibat bencana, upaya penyelamatan, cara menolong, rencana bantuan, cara
bertahan sebelum bantuan datang (Pusat Kajian Pembangunan Kesehatan SekJen Depkes,
2009).
Unsur kegiatan PRB (Pengurangan Resiko Bencana) dalam hal
kesiapsiagaan menghadapi bencana sebagai berikut:
1. Keperluan untuk keadaan darurat, seperti barang pasokan kebutuhan dasar untuk
darurat bencana
2. Pengetahuan tentang prosedur tetap dalam keadaan darurat yang meliputi:
a. Lokasi evakuasi, jalur ke lokasi evakuasi, papan tanda menuju lokasi
evakuasi, dan peta jalan menuju lokasi evakuasi serta komponen evakuasi lainnya
b. Perlengkapan dan fasilitas di lokasi evakuasi
c. Prosedur evakuasi pada saat bencana
d. Tim SAR
e. Sistem keamanan pada saat bencana
f. Layanan medis di lokasi evakuasi
g. Kendaraan transportasi menuju lokasi evakuasi
h. Sarana mandi, cuci, kakus (MCK) di lokasi evakuasi
i. Air bersih di lokasi evakuasi
j. Makanan di lokasi evakuasi
k. Pertolongan pertama, pengobatan darurat dan obat-obatan penting di lokasi
evakuasi
3. Peringatan dini yang meliputi:
9

a. Pengelolaan peringatan dini


b. Pengamatan gejala bencana secara sederhana
c. Penyebaran informasi peringatan dini
d. Ketersediaan alat penyebaran informasi peringatan dini (telepon, radio baterai,
handy talky)
e. Uji coba dan latihan sistem peringatan dini c. Manajemen informasi bencana yang
meliputi:
1) Sistem informasi yang mudah diakses, dimengerti dan disebarluaskan dimana
informasinya akurat, tepat waktu, dapat dipercaya dan mudah
dikomunikasikan
2) Informasi penting terkini berkaitan dengan kesiapsiagaan bencana,
seperti daftar nama, alamat, nomor telepon orang-orang penting dan
keluarga, lembaga, Kantor Polisi, Tim SAR, Palang Merah, Rumah Sakit,
Pemadam Kebakaran, relawan yang bisa dihubungi pada saat bencana
4. Geladi atau Simulasi (simulation)
Khususnya tentang peringatan dini dan evakuasi yang dilakukan secara berkala
dan rutin di lapangan untuk menguji tingkat kesiapsiagaan dan membiasakan diri
para petugas dan masyarakat (Pusat Kajian Pembangunan Kesehatan SekJen Depkes,
2009).
Unsur kegiatan PRB dalam hal kesiapsiagaan menghadapi bencana bagi
pemerintah daerah sebagai berikut:
a. Pemerintah daerah yang melakukan, mempunyai, menyediakan dan menyebarkan
data dan informasi
b. Penilaian resiko bencana dengan memperhatikan kearifan lokal yang
meliputi: pengidentifikasian ancaman bencana, penentuan tingkat resiko
bencana, dan pemetaan wilayah resiko bencana
c. Penilaian kemampuan dan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat di daerah
rentan bencana
d. Pemerintah daerah yang melakukan, membentuk dan mempunyai :

1) Perencanaan siaga (contigency planning) dengan membuat skenario


kejadian untuk tiap jenis bencana yang dibuat kebijakan penanganannya,
dikaji kebutuhannya, diinventarisasi sumber dayanya di mana setiap
sektor membuat perencanaan masing-masing yang kemudian diuji kaji dan
selalu dimutakhirkan
10

2) Mobilisasi sumber daya di mana setiap sektor melakukan inventarisasi


sumber daya yang dimilikinya dan siap digunakan serta sumber daya dari
luar yang bisa dimobilisasi untuk keperluan darurat, seperti: barang pasokan
kebutuhan dasar untuk darurat bencana dan bahan, barang, perlengkapan dan
peralatan untuk pemulihan rumah, sarana dan prasarana publik
3) Pendidikan di sekolah-sekolah dan pelatihan manajerial dan teknis
operasional kebencanaan secara berkelanjutan. Forum koordinasi yang
menyelenggarakan pertemuan berkala secara rutin, saling bertukar informasi
dan menyusun rencana terpadu
4) Manajemen Darurat (response mechanism) yang menyiapkan posko dan
pemimpinnya, menyiapkan tim reaksi cepat dan prosedur tetap evakuasi

2.4 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kesiapsiagaan


Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
disebutkan bahwa penyelenggaraan penanggulangan bencana merupakan tanggung
jawab pemerintah dan pemerintah daerah yang dilaksanakan secara terencana,
terpadu, terkoordinasi dan menyeluruh pada tahapan pra bencana, saat tanggap
darurat dan pasca bencana (BNPB, 2008).
Menurut UU Nomor 24 Tahun 2007, bencana dibedakan menjadi 3 yaitu bencana
alam, bencana non alam, dan bencana sosial. Bencana-bencana ini dipengaruhi oleh
kerentanan pada masyarakat, bahaya bencana, kapasitas dan resiko bencana tersebut.
Untuk itu diperlukan sebuah sistem nasional untuk menanggulangi bencana, sehingga
pemerintah melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana membuat sebuah sistem
nasional penanggulangan bencana yang mempunyai komponen legislasi, kelembagaan,
perencanaan, pendanaan, IPTEK, dan penyelenggaraan penanggulangan bencana.
Upaya penanggulangan bencana merupakan kegiatan yang mempunyai fungsi-fungsi
manajemen seperti perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian
dalam lingkup “Siklus Penanggulangan Bencana”.
2.5 Upaya Dilakukan Kesiapsiagaan
Kesiapsiagaan dalam penanggulangan bencana sangat penting dilakukan untuk
memastikan terlaksananya tindakan yang cepat dan tepat pada saat terjadi bencana.
Pelaksanaan kegiatan kesiapsiagaan dilakukan oleh instansi atau lembaga yang
berwenang, baik secara teknis maupun administratif, yang dikoordinasikan oleh BNPB
dan BPBD ( Kadamek, 2014 ).
11

Upaya kesiapsiagaan dapat dilakukan dengan melakukan suatu rencana aksi yang
diimplementasikan dalam suatu kegiatan yang bertujuan untuk pengurangan resiko
bencana guna menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda dan berubahnya
tata kehidupan masyarakat (BNPB, 2008). Upaya kegiatan kesiapsiagaan dapat berupa :
1. Penyusunan dan uji coba rencana penanggulangan kedaruratan bencana
2. Pengorganisasian, pemasangan, dan pengujian sistem peringatan dini
3. Penyediaan dan penyiapan barang pasokan pemenuhan kebutuhan dasar
4. Pengorganisasian, penyuluhan, pelatihan, dan gladi tentang mekanisme tanggap
darurat
5. Penyiapan lokasi evakuasi
6. Penyusunan data akurat, informasi, dan pemutakhiran prosedur tetap tanggap
darurat Bencana dan
7. Penyediaan dan penyiapan bahan, barang, dan peralatan untuk pemenuhan
pemulihan prasarana dan sarana
Upaya kesiapsiagaan dilakukan pada saat bencana mulai teridentifikasi akan
terjadi kegiatan yang dilakukan antara lain:
1. Pengaktifan pos-pos siaga bencana dengan segenap unsur pendukungnya
2. Simulasi atau geladi teknis bagi setiap sektor penanggulangan bencana (SAR,
sosial, kesehatan, prasarana dan pekerjaan umum)
3. Inventarisasi sumber daya pendukung kedaruratan
4. Penyiapan dukungan dan mobilisasi sumber daya dan logistic
5. Penyiapan sistem informasi dan komunikasi yang cepat dan terpadu guna
mendukung tugas kebencanaan
6. Penyiapan dan pemasangan instrumen sistem peringatan dini (early warning)
7. Penyusunan rencana kontigensi (contigency plan)
8. Mobilisasi sumber daya (personil dan sarana)
Upaya kesiapsiagaan dapat dilakukan dengan melakukan suatu rencana aksi yang
diimplementasikan dalam suatu kegiatan yang bertujuan untuk Pengurangan Resiko
Bencana (PRB) guna menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda dan
berubahnya tata kehidupan masyarakat (BPBD, 2008). Menurut LIPI-UNESCO/ISDR
(2006) memaparkan faktor-faktor kritis parameter kesiapsiagaan dalam menghadapi
bencana yaitu:
1. Pengetahuan dan Sikap terhadap resiko bencana (Knowledge and Attitude)
merupakan pengetahuan dasar dan sikap petugas mengenai bencana seperti jenis dan
faktor bencana, bencana banjir, serta prosedur, lokasi dan jalur evakuasi bencana
2. Kebijakan dan Panduan (Policy Statement) yang berkaitan dengan kesiapsiagaan
dalam menghadapi bencana seperti tersedianya draft, renstra, protap, tempat
evakuasi, panduan pemenuhan kebutuhan dasar
12

3. Rencana Tanggap Darurat (Emergency Planning) adalah rencana/ tindakan yang


diperlukan untuk menangani keadaan darurat dalam hal kesiapsiagaan
menghadapi bencana seperti pembuatan peta, penampungan sementara, nomor
hotline informasi, posko, geladi pelatihan/ simulasi, analisis resiko, perencanaan
kontijen
4. Sistem Peringatan Bencana (Warning System) merupakan serangkaian sistem
untuk memberitahukan akan timbulnya kejadian alam, dapat berupa bencana
meupun tanda-tanda alam lainnya. Dalam hal ini berkaitan dengan sistem informasi,
penyampaian informasi, pengembangan sistem peringatan dini, pelatihan dan
simulasi
BAB 3

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Pengertian kesiapsiagaan berdasarkan UU RI No. 24 Tahun 2007,
International Federation Red Cross (IFCR) dan UN-ISDR (United Nation-
International Strategy for Disaster Reduction) yaitu: “Segala upaya untuk
menghadapi situasi darurat serta mengenali berbagai sumber daya untuk memenuhi
kebutuhan saat itu. Jadi dapat kita simpulkan bahwa, Kesiapsiagaan tenaga kesehatan
dalam penanggulangan bencana yaitu segala upaya tenaga kesehatan yang dapat
mengatasi bahaya peristiwa alam, melalui pembentukan struktur dan mekanisme
tanggap darurat yang sistematis.
Menurut Peraturan Kepala BNPB No. 4 Tahun 2008, faktor-faktor yang
mempengaruhi kesiapsiagaaan petugas dalam menghadapi bencana, didasarkan dari
upaya kesiapsiagaan yang dilakukan antara lain: Pengaktifan pos-pos siaga bencana
dengan segenap unsur pendukungnya, pelatihan simulasi atau geladi teknis bagi
setiap sektor penanggulangan bencana (SAR, sosial, kesehatan, prasarana dan
pekerjaan umum), inventarisasi sumber daya pendukung kedaruratan, penyiapan
dukungan dan mobilisasi sumber daya, penyiapan sistem informasi dan
komunikasi yang cepat dan terpadu guna mendukung tugas kebencanaan,
penyiapan dan pemasangan instrumen sistem peringatan dini (early warning),
penyusunan rencana kontigensi (contigency plan), mobilisasi sumber daya (personil
dan sarana).

3.2. Saran
Setelah membaca makalah ini diharapkan pembaca lebih mengetahui
mengenai apa yang dimaksud dengan kesiapsiagaan, faktor-faktor yang
mempengaruhi kesiapsiagaan, serta upaya yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
dalam penanggulangan bencana.

DAFTAR PUSTAKA

13

You might also like