Professional Documents
Culture Documents
LAPORAN
Oleh:
KELOMPOK V
LAPORAN
Oleh:
Kelompok V
Disetujui Oleh:
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas berkat dan
yang merupakan salah satu syarat untuk membuat usulan praktikum di Program
Sigalingging, STP, M.Si dan Ibu Sulastri Panggabean, STP, M.Si selaku dosen
Penulis menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat
Penulis
i
DAFTAR ISI
Hal
ii
PENDAHULUAN
Latar Belakang
diinduksi oleh meningkatnya harga BBM dunia telah membuat Indonesia perlu
Sumber daya energi yang berasal dari minyak bumi akan semakin menipis
untuk dimanfaatkan menjadi energi alternatif terbarukan. Salah satu sumber energi
alternatif yang terbarukan adalah biodiesel. Biodiesel dapat dibuat dari minyak
nabati,atau minyak hewani. Salah satu pemanfaatan bahan dari minyak nabati
Biodiesel merupakan salah satu jenis biofuel (bahan bakar cair dari
dengan metanol atau etanol dengan bantuan katalis basa menjadi alkil ester dan
gliserol atau esterifikasi asam-asam lemak (bebas) dengan metanol atau etanol
dengan bantuan katalis basa menjadi senyawa alkil ester dan air. Biodiesel dapat
dibuat dari bahan baku berbagai jenis minyak dan lemak (Pramono, 2012).
dari tumbuhan, misalnya biodiesel dari minyak kelapa sawit palm biodiesel, sebab
(elaeis guinensis JACQ) merupakan salah satu dari beberapa tanaman golongan
palm yang dapat menghasilkan minyak. Berbekal lahan perkebunan kelapa sawit
1
2
seluas 3,5 juta hektar, Indonesia dapat menghasilkan minyak sawit 7,0 juta
ton/tahun. Sebagian besar produksi minyak kelapa sawit ini diekspor, dan sebagian
lagi digunakan untuk memenuhi kebutuhan akan minyak goreng dalam negeri
minyak solar tanpa modifikasi mesin. Biodiesel sebagai bahan campuran solar
jauh lebih kecil dibandingkan bahan bakar lain yaitu kurang dari 15 ppm yang
artinya hanya mengeluarkan sedikit emisi buang dan juga biodiesel dapat
meningkatkan daya pelumasan yang membuat mesin menjadi lebih awet dan juga
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan praktikum ini adalah untuk membuat alat pengolah limbah
Bahan bakar fosil atau bahan bakar mineral, adalah sumber daya alam yang
mengandung hidrokarbon seperti batu bara, petroleum, dan gas alam. Bahan bakar
fosil tidak dianggap sebagai sumber energi terbarukan, tapi sering dibandingkan dan
depan. Pembakaran bahan bakar fosil oleh manusia merupakan sumber utama dari
karbon dioksida yang merupakan salah satu gas rumah kaca yang dipercayai
bahan bakar bio yang diperoleh dari karbon dioksida di atmosfer dan oleh karena itu
Cadangan minyak bumi yang berasal dari fosil ini terus menurun, sehingga
perlu dicari bahan bakar alternatif dari bahan bakar lain yang memiliki sifat dapat
adalah bahan bakar bio cair, bahan bakar bio cair biasanya adalah bioalkohol seperti
metanol, etanol dan biodiesel. Salah satunya adalah biodiesel untuk menggantikan
minyak solar. Biodiesel dapat digunakan pada kendaraan diesel modern dengan
sedikit atau tanpa modifikasi dan dapat diperoleh dari limbah minyak sayur dan
minyak hewani serta lemak. Di beberapa daerah, jagung, tebu dan rumput yang
tumbuh secara khusus untuk menghasilkan etanol (juga dikenal sebagai alkohol)
suatu cairan yang dapat digunakan pada motor pembakaran dalam dan bahan bakar
3
4
Biodiesel
Biodiesel merupakan salah satu bahan bakar yang dapat diperbaharui yang
merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran monoalkil ester dari rantai
panjang asam lemak, yang dipakai sebagai alternatif bagi bahan bakar dari motor
diesel. Bahan bakar biodiesel mempunyai potensi besar untuk diaplikasikan sebagai
bahan bakar pengganti solar dan flash point dari biodiesel lebih rendah dari pada
solar. Biodiesel dapat dicampur dengan minyak solar ataupun dengan minyak
diesel. Biodiesel dapat disintetis dari minyak jelantah kelapa sawit melalui dua
lebih tinggi sehingga efisiensi pembakaran lebih baik dibandingkan dengan minyak
kasar, mempunyai angka emisi CO2 dan gas sulfur yang rendah dan sangat ramah
terhadap lingkungan. Salah satu cara untuk mempro-duksi biodiesel adalah dengan
esterifika-si asam lemak yang terkandung dalam minyak nabati. Komponen terbesar
pada minyak nabati adalah trigliserida yang merupakan ikatan asam lemak jenuh
dan tak jenuh. Tiap jenis minyak nabati mengandung komposisi asam lemak yang
dapat digunakan pada berbagai mesin diesel, termasuk mesin-mesin pertanian. Jika
0.4% - 5% biodiesel dicampur dengan bahan bakar diesel minyak bumi otomatis
sampai 2.5. Artinya, untuk setiap satu unit energi yang digunakan pada
5
pupuk,minimum terdapat 2.5 unit energi dalam biodiesel berbagai rasio. Campuran
20% biodiesel dan 60% bahan bakar diesel minyak bumi disebut dengan B2O.
Campuran B2O merupakan bahan bakar alternatif yang terkenal di Amerika Serikat,
terutama untuk bus dan truk. B2O mengurangi emisi, harganya relatif murah dan
yang berlebih dan suhu tinggi. Dalam reaksi transesterifikasi penggunaan katalis
basa yang berlebih dan suhu tinggi akan menyebabkan terjadinya reaksi
penyabunan pada pembuatan biodiesel. Hal ini terjadi karena minyak (trigliserida)
telah tersabunkan pada saat penggunaan konsentrasi katalis dan suhu tinggi
(Soerawidjaja, 2005).
seperti sabun kalium dan gliserol hasil reksi penyabunan, asam-asam lemak yang
tidak terkonversi menjadi metil ester (biodiesel), air, kalium hidroksida sisa, kalium
metoksida sisa ataupun sisa metanol yang menyebabkan massa jenis biodiesel
menjadi lebih besar begitu sebaliknya jika penggunaan katalis basa kecil
berkaitan dengan jumlah asam lemak yang terkandung. Semakin banyak lapisan
yang mengandung asam lemak (fraksi padat), maka jumlah gliserol yang dihasilkan
juga semakin banyak. Sebaliknya semakin sedikit lapisan yang mengandung asam
lemak (fraksi cair), maka jumlah gliserol yang dihasilkan juga semakin sedikit.
Semakin banyak gliserol yang dihasilkan, maka viskositas akan semakin rendah.
Keuntungan jika gliserol yang dihasilkan sedikit, maka produksi Methyl Ester akan
6
yang dihasilkan juga akan semakin sedikit. Banyak sedikitnya gliserol yang dapat
dihasilkan juga sangat erat kaitannya dengan karakteristik fisik yang dihasilkan.
Dengan kualitas bahan baku yang sama, apabila gliserol yang dihasilkan sedikit dan
warna ester cenderung gelap, maka diperoleh viskositas yang tinggi (Akbar, 2011).
memerlukan modifikasi mesin, karena biodiesel ini mempunyai sifat fisik dan sifat
(Anonim, 2014).
Tanaman Kelapa
rendah atau dataran tinggi. Daging buahnya tebal dan keras dengan kadar minyak
yang tinggi. Daging buahnya dapat dijadikan minyak goreng dan minyak kelapa
murni, daging buah dapat pula diproses menjadi kopra. Kopra bila diproses lebih
lanjut dapat menghasilkan minyak goreng atau bila diproses lebih lanjut sebagai
bahan baku produk oleokimia seperti asam lemak (fatty acid), fatty alcohol dan
7
gliserin. Minyak goreng dengan proses transesterfikasi dapat juga diproses menjadi
Kelapa Sawit
Amerika Latin. Kelapa sawit juga cocok dikembangkan di Indonesia, hingga kini
kelapa sawit telah diusahakan dalam bentuk perkebunan dan pabrik kelapa sawit
oleh sekitar tujuh negara produsen terbesarnya. Kelapa sawit menghasilkan dua
macam minyak yaitu minyak sawit (CPO) dan minyak inti sawit (CPKO)
(Tambun, 2006).
Minyak sawit tersusun dari unsur-unsur C, H dan O. Minyak sawit ini terdiri
dari fraksi padat dan fraksi cair dengan perbandingan yan seimbang. Penyusun
fraksi padat terdiri dari asam lemak jenuh, antara lain asam miristat (1%), asam
palmiat (45%) dan asam stearat. Sedangkan fraksi cair tersusun dari asam lemak
tidak jenuh yang terdiri dari asam oleat (39%) dan asam linoleat (11%). Dalam
dari proses pembuatan minyak goreng juga dapat dimanfaatkan sebagai biosolar
seperti dikenal sebagai minyak sawit kasar kualitas jelek (CPO off grade), minyak
sisa proses yang terbawa air (CPO fond) dan palm stearin. Manfaat minyak sawit
tahan oksidasi dengan tekanan tinggi, maupun melarutkan bahan kimia yang tidak
Minyak Jelantah
ulang, bahkan sampai warnanya coklat tua atau hitam dan kemudian dibuang.
asam lemak tidak jenuh yang kemudian membentuk gugus peroksida dan monomer
penelitian pada binatang menunjukkan bahwa gugus peroksida dalam dosis yang
besar dapat merangsang terjadinya kanker kolon. Karena itu, maka penggunaan
2000).
menjadi senyawa-senyawa lain, salah satunya Free Fatty Acid (FFA) atau asam
lemak bebas. Kandungan asam lemak bebas inilah yang kemudian akan
biodiesel dan gliserol. Dengan kedua proses tersebut maka minyak jelantah dapat
utama ialah pengumpulan minyak jelantah yang tidak mudah, selain karena
persebarannya cukup luas dan tidak merata, tapi juga tidak sedikitnya pengumpul
minyak jelantah dari restoran-restoran yang nantinya akan mereka olah kembali,
bisa juga tidak, untuk kemudian dijual ke pedagang kecil maupun untuk keperluan
lain. Disatu sisi berdasarkan pengamatan, para pedagang kecil yang menggunakan
menggoreng ke selokan yang terdekat yang bermuara pada sungai, sehingga dapat
menjadi salah satu sumber polusi pada perairan sungai. Oleh karena itu,
9
pemanfaatan minyak jelantah sebagai bahan bakar motor diesel merupakan suatu
cara pembuangan limbah (minyak jelantah) yang menghasilkan nilai ekonomis serta
menciptakan bahan bakar alternatif pengganti bahan bakar solar yang bersifat ethis,
Minyak yang berasal dari tumbuhan dan hewani disebut minyak atau lemak
(fatty oil). Minyak atau lemak adalah trigliserida yang terbentuk dari terikatnya 3
gugus asam lemak (fatty acid) oleh senyawa gliserol. Minyak/ lemak mentah secara
alami selalu mengandung asam-asam lemak bebas (free fatty acids atau FFA). FFA
adalah asam lemak yang terpisah dari trigliserida dan meninggalkan digliserida,
oleh panas, air, oksidasi atau dengan enzim lipase (Istadi, 2011).
kadar FFA. Makin tinggi kadar FFA-nya, makin tinggi biaya untuk memproses
menjadi biodiesel. Oleh karena itu orang harus berusaha agar minyak yang diproses
mempunyai kandungan FFA serendah mungkin. Minyak sawit jika diproses dengan
baik, akan menghasilkan FFA yang rendah, tetapi jika terlambat memprosesnya dari
tandan buah segar menjadi minyak kasar, akan berakibat meningkatnya asam lemak
metal ester. Proses ini umum digunakan untuk minyak tumbuhan seperti minyak
rapeseed, canola oil, kelapa sawit, bahkan yang telah dikembangkan untuk skala
a. Proses Transesterifikasi
(minyak nabati) menjadi alkali ester dan gliserol dengan proses alkoholisis yaitu
penggantian alkohol lain dalam sebuah proses yang hampir sama dengan hidrolisis.
digunakan adalah metanol, karena harganya yang murah dan reaktifitasnya paling
tinggi, jika metanol digunakan dalam proses maka dinamakan metanolisis. Dalam
proses transesterfikasi ini juga membutuhkan katalis yang pada umumnya bersifat
trigliserida (minyak nabati) menjadi alkil ester, melalui reaksi dengan alkohol, dan
(Muryanto 2009).
Esterifikasi adalah mengkonversi non ester menjadi ester. FFA adalah non
ester dirubah menjadi ester dengan proses esterifikasi asam pada tahap awal dan
dilanjutkan tahap kedua yaitu esterifikasi basa. Dalam proses ini, FFA harus
dikeluarkan dari proses, sebab bila tidak, akan membuat kualitas biodiesel akan
menjadi rendah dan tidak sesuai dengan standar. Katalis-katalis yang pada
umumnya dipakai adalah yang berkarakter asam kuat seperti asam sulfat
11
(Syarief, 2004).
12
Mulai
Proses Mixing
Proses Settling
Proses Washing
Proses Drying
Biodiesel
Selesai
Utara.
Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah Minyak jelantah
sebanyak 2000 ml atau 2 liter sebagai bahan yang akan diolah, Metanol dengan
gr, air.
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah wadah palstik,
kompor listrik (hot plate), panci alumunium, pengaduk, selang, keran, pemanas
Prosedur praktikum
4. Dibuat larutan metoksid ini dibuat dari campuran antara metanol sekitar 50 % dari
berat minyak dan katalis NaOH sekitar 0,35% dari jumlah minyak jelantah yang
13
14
6. Didiamkan selama 1 jam, agar tampak terjadi reaksi pemisahan antara gliserin
dan biodiesel
10. Dikeringan dengan cara dipanaskan sampai suhu 105 0C diatas kompor listrik
Hasil
2. Katalis NaOH sebanyak 0,35% per 1000 ml jumlah minyak sebanyak 3,5 gram
maka jumlah katalis untuk 2000 ml minyak jelantah adalah 0,35% x 2000 ml = 7
gram NaOH
3. Metanol sebanyak 50% per 1000 ml jumlah minyak sebanyak 500ml maka di
dapat jumlah metanol per 2000 ml sebanyak 50% x 2000 = 1000 ml.
15
Tahapan Proses
a. Perakitan alat
s
Pemberian lem pada Pemasangan kran o
kran pada toples l
d
e
r
Pengukuran dan
pemotongan kayu Perakitan rak
16
Perakitan alat yang
sudah selesai
17
- Pembuatan Larutan Metoksid
Pembuatan larutan metoksid ini dibuat dari campuran antara metanol
sekitar 50 % dari berat minyak dan katalis NaOH yang telah dipersiapkan
dan dilakukan didalam wadah plastik (tangki) yang tertutup rapat dari udara
luar.
sampai 55 0C agar tidak terlalu kental dan mudah bercampur dengan larutan
18
elektrik pada wadah plastik (tangki), proses mixing berlangsung sekitar 1
wadah plastik kemudian dimasukkan kedalam wadah plastik yang lain dan
19
terpisah dari gliserin. Washing adalah proses pencucian yang diperlukan untuk
dilakukan secara bertahap dan dilakuakan dengan hati-hati, air akan turun ke
dasar wadah plastik dan dilanjutkan dengan proses pencucian. Proses washing
dilakukan sampai 5 kali atau bahkan boleh lebih tergantung hasil biodiesel
Drying adalah proses pengeringan dari sisa-sisa air pencucian dan metanol
hingga 1050C sampai benar - benar bersih dari sisa- sisa air dan sisa metanol
20
Pembuatan biodiesel dari limbah minyak jelantah pada praktikum kali ini
dilakukan 3 kali ulangan dengan komposisi bahan yang sama, maka didapatkan
hasil:
Pembahasan
Dari hasil praktikum didapatkan hasil biodiesel murni pada ulangan I yaitu
1150 mL, ulangan II sebanyak 1210 mL, dan ulangan III sebanyak 1580 mL, hasil
yang didapat berbeda-beda walaupun dengan komposisi bahan dan perlakuan yang
sama, hal ini terjadi karena beberapa faktor yaitu minyak jelantah yang digunakan,
hasil dari proses pemisahan antara biodiesel dengan gliserol, hasil dari proses
pencucian yang sangat sulit untuk memisahkan antara minyak dengan air, serta hasil
dari proses drying yang harus dijaga konstan suhunya agar yang menguap hanya
sisa-sisa air.
setelah proses pemisahan antara biodiesel dengan gliserol yaitu 1800 mL dan 1600
mL, dapat dilihat bahwa banyak kehilangan minyak yang terjadi. Hal ini
berwarna hitam pekat dan sudah cukup mengental dari minyak bekas limbah
21
industri yang sudah digunakan berulang-ulang, sehingga pada saat proses
walaupun sudah dipanaskan terlebih dahulu diawal. Sedangkan pada ulangan III
didapatkan hasil biodiesel dari proses settling yaitu 1950 mL, hal ini sangat berbeda
dari hasil ulangan lainnya. Hal ini karena pada ulangan III digunakan minyak
jelantah dari limbah rumah tangga yang warna minyaknya cukup cerah dan tidak
terlalu kental sehingga tidak banyak endapan yang terjadi. Hal ini sesuai dengan
literatur Akbar (2011) yang menyatakan bahwa perbedaan jumlah gliserol yang
dihasilkan dari masing-masing proses berkaitan dengan jumlah asam lemak yang
terkandung. Banyak sedikitnya gliserol yang dapat dihasilkan juga sangat erat
kaitannya dengan karakteristik fisik yang dihasilkan. Dengan kualitas bahan baku
yang sama, apabila gliserol yang dihasilkan sedikit dan warna ester cenderung
metil ester yang dihasilkan pada reaksi transesterifikasi adalah rasio molar antara
trigliserida dan alkohol, jenis katalis yang digunakan, suhu reaksi, waktu reaksi,
Pada ulangan II pada saat proses settling dan transesterifikasi terjadi proses
terjadi karena jumlah NaOH yang digunakan sedikit lebih banyak dari komposisi
awal dan suhu yang digunakan pada proses mixing cukup tinggi. Hal ini disebabkan
karena ada kesalahan pada saat penentuan atau menimbang NaOH yang digunakan
dan pada proses mixing dilakukan dengan kompor listrik yang suhunya tidak
konstan sehingga ada kemungkinan melebihi 750 C dari suhu yang telah ditentukan.
Hal ini sesuai dengan literatur Soerawidjaja dkk (2005) yang menyatakan bahwa
22
kenaikan angka penyabunan terjadi karena penggunaan katalis yang berlebih dan
suhu tinggi. Dalam reaksi transesterifikasi penggunaan katalis basa yang berlebih
dan suhu tinggi akan menyebabkan terjadinya reaksi penyabunan pada pembuatan
biodiesel.
Pada praktikum ini digunakan air 50% dari volume biodiesel dengan 5-6 kali
melarutkan sisa-sisa garam dan sabun yang terbentuk serta masih tertinggal dalam
ester. Cara pencuciannya dapat dilakukan dengan cara dipompakan udara melalui
pompa udara akuarium atau dengan menuangkan air secara perlahan dan biarkan
beberapa saat sehingga muncul warna putih susu. Setelah itu didiamkan selama
kurang lebih satu jam hingga air dan ester terpisah, kemudian pisahkan crude
biodiesel dengan air warna putih melalui selang. Hasil dari pencucian pada ulangan
I II dan III beturut-turut yaitu 1160 mL, 1230 mL dan 1600 mL.
pada biodiesel selama proses pencucian. Kandungan air yang tersisa dihilangkan
dengan cara dipanaskan hingga temperaturnya mencapai 105°C agar air yang masih
23
pengadukan. Biodiesel yang dihasilkan tidak akan ikut menguap saat dipanaskan
karena diketahui bahwa titik didihnya < 105 °C. Hal ini sesuai dengan literatur
Anonim (2014) yang menyatakan bahwa sifat fisik biodiesel berupa titik didihnya
Setelah proses drying maka didapatkan hasil biodiesel murni pada ulangan I
II dan III berturut-turut yaitu 1150 mL, 1230 mL dan 1580 mL.
dan volume yang dihasilkan. Hal ini disebabkan beberapa faktor yaitu bahan baku
menggunakan minyak jelantah dari limbah industri yang berwarna hitam pekat dan
percobaan III yang menggunakan minyak jelantah dari limbah rumah tangga yang
warna yang lebih cerah. Proses pencucian juga mempengaruhi biodiesel yang
dihasilkan, semakin berulang kali kita melakukan pencucian, maka biodiesel yang
24
Pegujian hasil dari biodiesel pada praktikum ini hanya dibuktikan dengan
Lama waktu yang didapat pada pengujian pembakaran dari biodiesel ulangan I, II
dan III berturut-turut yaitu 20 menit 15 detik, 11 menit 18 detik dan 24 menit 17
detik.
Biodiesel yang dihasilkan pada praktikum ini dapat dikatakan belum bisa
memasuki standar SNI biodiesel, hal ini dikarenakan adanya proses yang belum
untuk menghilangkan sisa air yang masih terkandung didalam metil ester selama
kandungan air biodiesel masih jauh dari standard. Serta tidak adanya pengujian
lanjutan terhadap viskositas, indeks setana, densitas realatif dan kandungan air, hal
ini dikarenakan alat-alat yang tidak ada dan kurang memadai. Oleh karena itu, maka
biodiesel hasil praktikum masih belum sesuai standard dan belum dapat digunakan
Penggunaan katalis NaOH dengan kadar 0.35% dari berat minyak pada
praktikum ini diikuti dari penelitian yang sudah ada dari Pramono (2012) dengan
25
judul “Unjuk Kerja Motor Diesel Tipe S-1110 Dengan Bahan Bakar Biodiesel M20
Dari Minyak Jelantah Dengan Katalis 0,35% NaOH’’, setelah penelitian ini
dilakukan maka didapatkan data spesifikasi biodioesel dari hasil pengujian biodiesel
berbahan dasar minyak jelantah dengan katalis NaOH 0,35 % di BPPT berupa
Maka dari itu pada praktikum ini kami menggunakan katalis NaOH sebanyak
katalis yang digunakan karena penggunaan katalis akan lebih baik jika jumlahnya
dibatasi sebab jika jumlah katalis yang ditambahkan terlalu banyak maka proses
akan kurang efektif karena banyak katalis yang akan terbuang. Penggunaan katalis
26
27
sendiri dan dapat menyebabkan terjadinya proses penyabunan. Dari literatur Cahaya
(2013) menyatakan bahwa penggunaan katalis yang maksimum yaitu 0.5 – 1.5 %.
dibandingkan dengan katalis asam. Katalis basa yang paling banyak digunakan
maksimum dengan jumlah katalis 0.5 – 1.5 % dari berat minyak nabati”.
27
KESIMPULAN
1. Biodiesel merupakan salah satu bahan bakar yang dapat diperbaharui yang
merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran monoalkil ester dari rantai
panjang asam lemak, yang dipakai sebagai alternatif bagi bahan bakar dari
motor diesel.
2. Dari hasil praktikum didapatkan hasil biodiesel murni pada ulangan I yaitu 1150
mL, ulangan II sebanyak 1210 mL, dan ulangan III sebanyak 1580 mL.
3. Faktor utama yang mempengaruhi rendemen metil ester yang dihasilkan pada
reaksi transesterifikasi adalah rasio molar antara trigliserida dan alkohol, jenis
katalis yang digunakan, suhu reaksi, waktu reaksi, kandungan air, dan
4. Pada ulangan II pada saat proses settling dan transesterifikasi terjadi proses
terjadi karena jumlah NaOH yang digunakan sedikit lebih banyak dari
komposisi awal dan suhu yang digunakan pada proses mixing cukup tinggi.
biodiesel. Hasil dari pencucian pada ulangan I II dan III beturut-turut yaitu
dengan cara dipanaskan hingga temperaturnya mencapai 105°C agar air yang
28
29
7. Hasil biodiesel murni pada ulangan I II dan III berturut-turut yaitu 1150 mL,
8. Lama waktu yang didapat pada pengujian pembakaran dari biodiesel ulangan I,
II dan III berturut-turut yaitu 20 menit 15 detik, 11 menit 18 detik dan 24 menit
17 detik.
DAFTAR PUSTAKA
Amin S, 2007. Cara Memproduksi Biodiesel dari Berbagai Bahan Baku Nabati.
BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi). BPPT Press, Jakarta.
Cahaya, N., 2013. Makalah Pembuatan Biodiesel Dari Biji Jarak Dan Minyak
Jelantah.https://www.academia.edu/8790880/Makalah_Pembuatan_Biodies
el_Dari_Biji_Jarak_Dan_Minyak_Jelantah [14 juni 2015].
Elisabeth, J. dan Haryati, T., 2001, Biodiesel Sawit: Bahan Bakar Alternatif Ramah
Lingkungan. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Ketaren, S., 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI- Press,
Jakarta.
Istadi, 2011. Teknologi Katalis untuk Konversi Energi (Fundamental dan Aplikasi).
Graha Ilmu, Yogyakarta.
Muryanto. 2009. Bahan Baku Biodiesel. Berita IPTEK Tahun ke-47,Nomor 1, hal.72-77,
LIPI Tangerang. http: //isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/471097277.pdf
Pramono, E., 2012. Unjuk Kerja Motor Diesel Tipe S-1110 dengan Bahan Bakar
Biodiesel M20 dari Minyak Jelantah dengan Katalis 0,35% NaOH.
http:// publication.gunadarma.ac.id [25 Februari 2016].
30
31
Tim Penulis PS, 1993. Kelapa Sawit (Usaha Budidaya, Pemanfaatan Hasil, dan
Aspek Pemasaran). Penebar Swadaya, Jakarta.
32
Rincian Biaya