You are on page 1of 37

ALAT PENGOLAH LIMBAH MINYAK GORENG MENJADI

BAHAN BAKAR ALTERNATIF (BIODIESEL)

LAPORAN

Oleh:
KELOMPOK V

PRAKTIKUM ENERJI DAN LISTRIK PERTANIAN


PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2016
ALAT PENGOLAH LIMBAH MINYAK GORENG MENJADI
BAHAN BAKAR ALTERNATIF (BIODIESEL)

LAPORAN

Oleh:
Kelompok V

PURWENI HARDIANA 130308002


HANDYMAN JEREMIA 130308015
M.MARASHOKY HRP 130308013
FAHRIJAL NASUTION 130308017
ANGGITA 130308027
RIKA MARTINEZA 130308040
SRI AYU FEBRIANI 130308064
M. ALVISYAHRI HRP 130308070
SANDI WILMANSYAH 130308080
EVI TRI ULINA 130308090

Usulan praktikum sebagai salah satu syarat untuk melakukan praktikum


di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara

Disetujui Oleh:

(Riswanti Sigalingging, STP, M.Si, Ph.D) (Sulastri Panggabean, STP, M.Si)

PRAKTIKUM ENERJI DAN LISTRIK PERTANIAN


PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2016
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas berkat dan

anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal dengan judul “Alat

Pengolah Limbah Minyak Goreng menjadi Bahan Bakar Alternatif (Biodiesel)”

yang merupakan salah satu syarat untuk membuat usulan praktikum di Program

Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Riswanti

Sigalingging, STP, M.Si dan Ibu Sulastri Panggabean, STP, M.Si selaku dosen

pengampu praktikum yang banyak membimbing penulis sehingga dapat

menyelesaikan proposal ini dengan baik.

Penulis menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari sempurna. Oleh

karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat

membangun untuk kesempurnaan pada masa yang akan datang.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih, semoga proposal ini

bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, Mei 2016

Penulis

i
DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i


PENDAHULUAN
Latar Belakang .................................................................................................... 1
Tujuan Praktikum ................................................................................................ 2
TINJAUAN PUSTAKA
Bahan Bakar Minyak............................................................................................. 3
Biodiesel ................................................................................................................ 4
Tanaman kelapa .................................................................................................... 6
Kelapa sawit .......................................................................................................... 7
Minyak jelantah ..................................................................................................... 7
Proses minyak jelantah menjadi biodiesel ............................................................ 9
Proses transesterifikasi ................................................................................... 10
Proses esterifikasi asam-basa ......................................................................... 10
Tahap-tahapan pembuatan biodiesel ..................................................................... 12
METODOLOGI
Waktu dan Tempat Praktikum ............................................................................ 13
Bahan dan Alat .................................................................................................... 13
Prosedur Praktikum ............................................................................................. 13
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil ................................................................................................................... 15
Tahapan Proses............................................................................................ 16
Pembahasan ......................................................................................................... 21
KESIMPULAN ................................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 28
LAMPIRAN

ii
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Terjadinya krisis energi, khususnya bahan bakar minyak (BBM) yang

diinduksi oleh meningkatnya harga BBM dunia telah membuat Indonesia perlu

mencari sumber-sumber bahan bakar alternatif yang mungkin dikembangkan.

Sumber daya energi yang berasal dari minyak bumi akan semakin menipis

persediannya seiring dengan bertambahnya industri yang akan mengakibatkan

peningkatan konsumsi bahan bakar minyak. Indonesia memiliki beragam sumber

untuk dimanfaatkan menjadi energi alternatif terbarukan. Salah satu sumber energi

alternatif yang terbarukan adalah biodiesel. Biodiesel dapat dibuat dari minyak

nabati,atau minyak hewani. Salah satu pemanfaatan bahan dari minyak nabati

adalah limbah minyak goring bekas (minyak jelantah) (Akbar, 2011).

Biodiesel merupakan salah satu jenis biofuel (bahan bakar cair dari

pengolahan tumbuhan) di samping bioetanol. Biodiesel adalah senyawa alkil ester

yang diproduksi melalui proses alkoholisis (transesterifikasi) antara trigliserida

dengan metanol atau etanol dengan bantuan katalis basa menjadi alkil ester dan

gliserol atau esterifikasi asam-asam lemak (bebas) dengan metanol atau etanol

dengan bantuan katalis basa menjadi senyawa alkil ester dan air. Biodiesel dapat

dibuat dari bahan baku berbagai jenis minyak dan lemak (Pramono, 2012).

Indonesia berpeluang besar untuk mengembangkan penggunaan bioenergi

dari tumbuhan, misalnya biodiesel dari minyak kelapa sawit palm biodiesel, sebab

bahan bakunya tersedia melimpah, yakni kelapa sawit. Kelapa sawit

(elaeis guinensis JACQ) merupakan salah satu dari beberapa tanaman golongan

palm yang dapat menghasilkan minyak. Berbekal lahan perkebunan kelapa sawit

1
2

seluas 3,5 juta hektar, Indonesia dapat menghasilkan minyak sawit 7,0 juta

ton/tahun. Sebagian besar produksi minyak kelapa sawit ini diekspor, dan sebagian

lagi digunakan untuk memenuhi kebutuhan akan minyak goreng dalam negeri

(Sibuea dan Posman, 2003).

Biodiesel dapat menggantikan minyak solar maupun sebagai campuran

minyak solar tanpa modifikasi mesin. Biodiesel sebagai bahan campuran solar

memiliki beberapa keuntungan diantaranya yaitu mempunyai kadar belerang yang

jauh lebih kecil dibandingkan bahan bakar lain yaitu kurang dari 15 ppm yang

artinya hanya mengeluarkan sedikit emisi buang dan juga biodiesel dapat

meningkatkan daya pelumasan yang membuat mesin menjadi lebih awet dan juga

bersih (Pramono, 2012).

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan praktikum ini adalah untuk membuat alat pengolah limbah

minyak goreng menjadi bahan bakar alternatif (Biodiesel).


TINJAUAN PUSTAKA

Bahan Bakar Minyak

Bahan bakar fosil atau bahan bakar mineral, adalah sumber daya alam yang

mengandung hidrokarbon seperti batu bara, petroleum, dan gas alam. Bahan bakar

fosil tidak dianggap sebagai sumber energi terbarukan, tapi sering dibandingkan dan

dikontraskan dengan energi terbarukan dalam konteks pengembangan energi masa

depan. Pembakaran bahan bakar fosil oleh manusia merupakan sumber utama dari

karbon dioksida yang merupakan salah satu gas rumah kaca yang dipercayai

menyebabkan pemanasan global. Sejumlah kecil bahan bakar hidrokarbon adalah

bahan bakar bio yang diperoleh dari karbon dioksida di atmosfer dan oleh karena itu

tidak menambah karbon dioksida di udara (Syarief, 2004).

Cadangan minyak bumi yang berasal dari fosil ini terus menurun, sehingga

perlu dicari bahan bakar alternatif dari bahan bakar lain yang memiliki sifat dapat

diperbaharui (renewable) dan ramah lingkungan. Salah satu energi terbarukan

adalah bahan bakar bio cair, bahan bakar bio cair biasanya adalah bioalkohol seperti

metanol, etanol dan biodiesel. Salah satunya adalah biodiesel untuk menggantikan

minyak solar. Biodiesel dapat digunakan pada kendaraan diesel modern dengan

sedikit atau tanpa modifikasi dan dapat diperoleh dari limbah minyak sayur dan

minyak hewani serta lemak. Di beberapa daerah, jagung, tebu dan rumput yang

tumbuh secara khusus untuk menghasilkan etanol (juga dikenal sebagai alkohol)

suatu cairan yang dapat digunakan pada motor pembakaran dalam dan bahan bakar

minyak (Syarief, 2004).

3
4

Biodiesel

Biodiesel merupakan salah satu bahan bakar yang dapat diperbaharui yang

terbuat dari minyak tubuh-tumbuhan (nabati) atau lemak hewan. Biodiesel

merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran monoalkil ester dari rantai

panjang asam lemak, yang dipakai sebagai alternatif bagi bahan bakar dari motor

diesel. Bahan bakar biodiesel mempunyai potensi besar untuk diaplikasikan sebagai

bahan bakar pengganti solar dan flash point dari biodiesel lebih rendah dari pada

solar. Biodiesel dapat dicampur dengan minyak solar ataupun dengan minyak

diesel. Biodiesel dapat disintetis dari minyak jelantah kelapa sawit melalui dua

tahapan reaksi yaitu reaksi esterifikasi dan transesterifikasi (Amin, 2007).

Dibandingkan dengan bahan bakar fosil, bahan bakar biodiesel mempunyai

kelebihan diantaranya bersifat biodegradable (dapat terurai), cetane number nya

lebih tinggi sehingga efisiensi pembakaran lebih baik dibandingkan dengan minyak

kasar, mempunyai angka emisi CO2 dan gas sulfur yang rendah dan sangat ramah

terhadap lingkungan. Salah satu cara untuk mempro-duksi biodiesel adalah dengan

esterifika-si asam lemak yang terkandung dalam minyak nabati. Komponen terbesar

pada minyak nabati adalah trigliserida yang merupakan ikatan asam lemak jenuh

dan tak jenuh. Tiap jenis minyak nabati mengandung komposisi asam lemak yang

berbeda (Sari, 2011).

Biodiesel merupakan bahan bakar ideal untuk industri transportasi karena

dapat digunakan pada berbagai mesin diesel, termasuk mesin-mesin pertanian. Jika

0.4% - 5% biodiesel dicampur dengan bahan bakar diesel minyak bumi otomatis

akan meningkatkan daya lumas bahan bakar. Biodiesel mempunyai rasio

keseimbangan energi yang baik. Rasio keseimbangan energi biodiesel minimum 1

sampai 2.5. Artinya, untuk setiap satu unit energi yang digunakan pada
5

pupuk,minimum terdapat 2.5 unit energi dalam biodiesel berbagai rasio. Campuran

20% biodiesel dan 60% bahan bakar diesel minyak bumi disebut dengan B2O.

Campuran B2O merupakan bahan bakar alternatif yang terkenal di Amerika Serikat,

terutama untuk bus dan truk. B2O mengurangi emisi, harganya relatif murah dan

tidak memerlukan modifikasi mesin (Syah, 2005).

Dapat dilihat kenaikan angka penyabunan terjadi karena penggunaan katalis

yang berlebih dan suhu tinggi. Dalam reaksi transesterifikasi penggunaan katalis

basa yang berlebih dan suhu tinggi akan menyebabkan terjadinya reaksi

penyabunan pada pembuatan biodiesel. Hal ini terjadi karena minyak (trigliserida)

telah tersabunkan pada saat penggunaan konsentrasi katalis dan suhu tinggi

(Soerawidjaja, 2005).

Menurut Peterson (2001), penggunaan katalis basa yang berlebih akan

menyebabkan reaksi penyabunan. Hal ini memungkinkan adanya zat pengotor

seperti sabun kalium dan gliserol hasil reksi penyabunan, asam-asam lemak yang

tidak terkonversi menjadi metil ester (biodiesel), air, kalium hidroksida sisa, kalium

metoksida sisa ataupun sisa metanol yang menyebabkan massa jenis biodiesel

menjadi lebih besar begitu sebaliknya jika penggunaan katalis basa kecil

menyebabkan massa jenis biodiesel menjadi rendah.

Perbedaan jumlah gliserol yang dihasilkan dari masing-masing proses

berkaitan dengan jumlah asam lemak yang terkandung. Semakin banyak lapisan

yang mengandung asam lemak (fraksi padat), maka jumlah gliserol yang dihasilkan

juga semakin banyak. Sebaliknya semakin sedikit lapisan yang mengandung asam

lemak (fraksi cair), maka jumlah gliserol yang dihasilkan juga semakin sedikit.

Semakin banyak gliserol yang dihasilkan, maka viskositas akan semakin rendah.

Keuntungan jika gliserol yang dihasilkan sedikit, maka produksi Methyl Ester akan
6

meningkat. Sedangkan apabila gliserol yang dihasilkan banyak, maka biodiesel

yang dihasilkan juga akan semakin sedikit. Banyak sedikitnya gliserol yang dapat

dihasilkan juga sangat erat kaitannya dengan karakteristik fisik yang dihasilkan.

Dengan kualitas bahan baku yang sama, apabila gliserol yang dihasilkan sedikit dan

warna ester cenderung gelap, maka diperoleh viskositas yang tinggi (Akbar, 2011).

Biodiesel ini dapat langsung digunakan pada mesin diesel tanpa

memerlukan modifikasi mesin, karena biodiesel ini mempunyai sifat fisik dan sifat

kimia yang hampir sama dengan bahan bakar diesel konvensional

(Anonim, 2014).

Tanaman Kelapa

Tanaman kelapa tumbuh didaerah tropis dan dapat dijumpai di dataran

rendah atau dataran tinggi. Daging buahnya tebal dan keras dengan kadar minyak

yang tinggi. Daging buahnya dapat dijadikan minyak goreng dan minyak kelapa

murni, daging buah dapat pula diproses menjadi kopra. Kopra bila diproses lebih

lanjut dapat menghasilkan minyak goreng atau bila diproses lebih lanjut sebagai

bahan baku produk oleokimia seperti asam lemak (fatty acid), fatty alcohol dan
7

gliserin. Minyak goreng dengan proses transesterfikasi dapat juga diproses menjadi

minyak biodiesel (Pramono, 2012).

Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis) berasal dari Guinea di pesisir

Afrika Barat, kemudian diperkenalkan ke bagian Afrika lainnya, Asia Tenggara dn

Amerika Latin. Kelapa sawit juga cocok dikembangkan di Indonesia, hingga kini

kelapa sawit telah diusahakan dalam bentuk perkebunan dan pabrik kelapa sawit

oleh sekitar tujuh negara produsen terbesarnya. Kelapa sawit menghasilkan dua

macam minyak yaitu minyak sawit (CPO) dan minyak inti sawit (CPKO)

(Tambun, 2006).

Minyak sawit tersusun dari unsur-unsur C, H dan O. Minyak sawit ini terdiri

dari fraksi padat dan fraksi cair dengan perbandingan yan seimbang. Penyusun

fraksi padat terdiri dari asam lemak jenuh, antara lain asam miristat (1%), asam

palmiat (45%) dan asam stearat. Sedangkan fraksi cair tersusun dari asam lemak

tidak jenuh yang terdiri dari asam oleat (39%) dan asam linoleat (11%). Dalam

penggunaannya minyak sawit digunakan sebagai bahan minyak goreng. Limbah

dari proses pembuatan minyak goreng juga dapat dimanfaatkan sebagai biosolar

seperti dikenal sebagai minyak sawit kasar kualitas jelek (CPO off grade), minyak

sisa proses yang terbawa air (CPO fond) dan palm stearin. Manfaat minyak sawit

tahan oksidasi dengan tekanan tinggi, maupun melarutkan bahan kimia yang tidak

larut oleh bahan pelarut lainnya (Tim Penyusun PS, 1993).

Minyak Jelantah

Minyak goreng sering kali dipakai untuk menggoreng secara berulang-

ulang, bahkan sampai warnanya coklat tua atau hitam dan kemudian dibuang.

Penggunaan minyak goreng secara berulang-ulang akan menyebabkan oksidasi


8

asam lemak tidak jenuh yang kemudian membentuk gugus peroksida dan monomer

siklik. Hal tersebut dapat menimbulkan dampak negatif bagi yang

mengkonsumsinya, yaitu menyebabkan berbagai gejala keracunan. Beberapa

penelitian pada binatang menunjukkan bahwa gugus peroksida dalam dosis yang

besar dapat merangsang terjadinya kanker kolon. Karena itu, maka penggunaan

minyak jelantah secara berulang-ulang sangat berbahaya bagi kesehatan (Birowo,

2000).

Dalam penggunaannya, minyak goreng mengalami perubahan kimia akibat

oksidasi dan hidrolisis, sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada minyak

goreng tersebut. Melalui proses-proses tersebut beberapa trigliserida akan terurai

menjadi senyawa-senyawa lain, salah satunya Free Fatty Acid (FFA) atau asam

lemak bebas. Kandungan asam lemak bebas inilah yang kemudian akan

diesterifikasi dengan metanol menghasilkan biodiesel. Sedangkan kandungan

trigliseridanya ditransesterifikasi dengan metanol, yang juga menghasilkan

biodiesel dan gliserol. Dengan kedua proses tersebut maka minyak jelantah dapat

bernilai tinggi (Ketaren, 1996).

Dari semua pernyataan yang muncul maka yang menjadi permasalahan

utama ialah pengumpulan minyak jelantah yang tidak mudah, selain karena

persebarannya cukup luas dan tidak merata, tapi juga tidak sedikitnya pengumpul

minyak jelantah dari restoran-restoran yang nantinya akan mereka olah kembali,

bisa juga tidak, untuk kemudian dijual ke pedagang kecil maupun untuk keperluan

lain. Disatu sisi berdasarkan pengamatan, para pedagang kecil yang menggunakan

minyak goreng untuk dagangannya akan membuang minyak jelantah sisa

menggoreng ke selokan yang terdekat yang bermuara pada sungai, sehingga dapat

menjadi salah satu sumber polusi pada perairan sungai. Oleh karena itu,
9

pemanfaatan minyak jelantah sebagai bahan bakar motor diesel merupakan suatu

cara pembuangan limbah (minyak jelantah) yang menghasilkan nilai ekonomis serta

menciptakan bahan bakar alternatif pengganti bahan bakar solar yang bersifat ethis,

ekonomis, dan sekaligus ekologis (Ekky, 2008).

Proses Minyak Kasar Menjadi Biodiesel

Minyak yang berasal dari tumbuhan dan hewani disebut minyak atau lemak

(fatty oil). Minyak atau lemak adalah trigliserida yang terbentuk dari terikatnya 3

gugus asam lemak (fatty acid) oleh senyawa gliserol. Minyak/ lemak mentah secara

alami selalu mengandung asam-asam lemak bebas (free fatty acids atau FFA). FFA

adalah asam lemak yang terpisah dari trigliserida dan meninggalkan digliserida,

monogliserida dan gliserin bebas. Terpisahnya FFA dari trigliserida disebabkan

oleh panas, air, oksidasi atau dengan enzim lipase (Istadi, 2011).

Untuk memproses minyak kasar menjadi biodiesel sangat tergantung pada

kadar FFA. Makin tinggi kadar FFA-nya, makin tinggi biaya untuk memproses

menjadi biodiesel. Oleh karena itu orang harus berusaha agar minyak yang diproses

mempunyai kandungan FFA serendah mungkin. Minyak sawit jika diproses dengan

baik, akan menghasilkan FFA yang rendah, tetapi jika terlambat memprosesnya dari

tandan buah segar menjadi minyak kasar, akan berakibat meningkatnya asam lemak

bebas (Istadi, 2011).

Biodiesel dapat disintesis melalui esterifikasi asam lemak bebas atau

transesterifikasi trigliserida dari minyak nabati dengan metanol sehingga dihasilkan

metal ester. Proses ini umum digunakan untuk minyak tumbuhan seperti minyak

rapeseed, canola oil, kelapa sawit, bahkan yang telah dikembangkan untuk skala

industri (Elisabeth, dkk., 2001 ).


10

a. Proses Transesterifikasi

Proses transesterifikasi adalah proses konversi dari trigliserida

(minyak nabati) menjadi alkali ester dan gliserol dengan proses alkoholisis yaitu

penggantian alkohol lain dalam sebuah proses yang hampir sama dengan hidrolisis.

Alkohol menggantikan air dalam hidrolisis. Diantara alkohol-alkohol yang biasa

digunakan adalah metanol, karena harganya yang murah dan reaktifitasnya paling

tinggi, jika metanol digunakan dalam proses maka dinamakan metanolisis. Dalam

proses transesterfikasi ini juga membutuhkan katalis yang pada umumnya bersifat

basa, karena reaksi ini dapat mempercepat reaksi (Syarief, 2004).

Transesterifikasi (biasa disebut alkoholisis) adalah tahap konversi dari

trigliserida (minyak nabati) menjadi alkil ester, melalui reaksi dengan alkohol, dan

menghasilkan produk samping yaitu gliserol. Reaksi transesterifikasi trigliserida

dengan metanol untuk menghasilkan metil ester (biodiesel) dapat dilihat,

(Muryanto 2009).

b. Proses Esterifikasi Asam-Basa

Esterifikasi adalah mengkonversi non ester menjadi ester. FFA adalah non

ester dirubah menjadi ester dengan proses esterifikasi asam pada tahap awal dan

dilanjutkan tahap kedua yaitu esterifikasi basa. Dalam proses ini, FFA harus

dikeluarkan dari proses, sebab bila tidak, akan membuat kualitas biodiesel akan

menjadi rendah dan tidak sesuai dengan standar. Katalis-katalis yang pada

umumnya dipakai adalah yang berkarakter asam kuat seperti asam sulfat
11

(Syarief, 2004).
12

Tahap-Tahap Pembuatan Biodiesel

Dalam pembuatan biodiesel ada beberapa tahap-tahap yang harus dilakukan,


antara lain :

Mulai

Minyak Jelantah 2000 ml


Methanol 50% dari minyak
Katalis NaOH 0.35 % dari minyak

Proses Mixing

Proses Settling

Proses Washing

Proses Drying

Biodiesel

Selesai

Gambar 1. Flowchart Pembuatan Biodiesel


METODOLOGI

Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum ini dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2015/2016 di

Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Utara.

Bahan dan Alat Praktikum

Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah Minyak jelantah

sebanyak 2000 ml atau 2 liter sebagai bahan yang akan diolah, Metanol dengan

kemurnian 98 % sebanyak 1000 ml, katalis NaOH (natrium hidroksida) sebanyak 7

gr, air.

Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah wadah palstik,

kompor listrik (hot plate), panci alumunium, pengaduk, selang, keran, pemanas

listrik (heater), thermometer, gelas ukur, botol kaca.

Prosedur praktikum

1. Disiapkan bahan dan alat yang diperlukan dalam praktikum

2. Disaring minyak jelantah untuk mengilangkan endapan pada minyak tersebut

3. Dipanaskan minyak jelantah hingga suhu 550 C menggunakan heater

4. Dibuat larutan metoksid ini dibuat dari campuran antara metanol sekitar 50 % dari

berat minyak dan katalis NaOH sekitar 0,35% dari jumlah minyak jelantah yang

digunakan. Larutan diaduk menggunakan pengaduk sampai katalis sempurna

terlarut dan homogen

5. Dicampurkan minyak yang telah dipanaskan dengan larutan metoksid dan

diaduk menggunakan pengaduk. Selama proses mixing berlangsung, temperatur

harus dijaga konstan sekitar 60 0C- 75 0C selama 1 jam

13
14

6. Didiamkan selama 1 jam, agar tampak terjadi reaksi pemisahan antara gliserin

dan biodiesel

7. Dilakukan pemisahan antara gliserin dan biodiesel dengan cara didiamkan

dalam tabung pengendapan selama 8 jam hingga 12 jam

8. Dilakukan proses pencucian menggunakan air sebanyak 10% - 90%,

penambahan air dilakukan secara bertahap dan dilakukan dengan hati-hati

9. Diambil minyak biodiesel hasil pencucian (washing) dan kemudian dituang

kedalam panci alumunium

10. Dikeringan dengan cara dipanaskan sampai suhu 105 0C diatas kompor listrik

11. Didapatkan hasil biodiesel murni


HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Data Proses Pembuatan Biodiesel

Data proses pembuatan biodiesel dengan komposisi berikut ini :

1. Kapasitas minyak jelantah 2 liter atau 2000 ml

2. Katalis NaOH sebanyak 0,35% per 1000 ml jumlah minyak sebanyak 3,5 gram

maka jumlah katalis untuk 2000 ml minyak jelantah adalah 0,35% x 2000 ml = 7

gram NaOH

3. Metanol sebanyak 50% per 1000 ml jumlah minyak sebanyak 500ml maka di

dapat jumlah metanol per 2000 ml sebanyak 50% x 2000 = 1000 ml.

15
Tahapan Proses

a. Perakitan alat

Pembuatan tanda untuk Melubangi toples


lubang pada masing- menggunakan solder
masing toples m
e
n
g
g
u
n
a
k
a
n

s
Pemberian lem pada Pemasangan kran o
kran pada toples l
d
e
r

Pengukuran dan
pemotongan kayu Perakitan rak

16
Perakitan alat yang
sudah selesai

b. Proses Pembuatan Biodiesel

- Pembersihan dan Pemanasan minyak jelantah

Pembersihan minyak jelantah dilakukan dengan cara disaring untuk

menghilangkan deposit atau endapan dari minyak jelantah yang

menyebabkan minyak jelantah menjadi lebih pekat/ kental dan juga

menghilangkan kotoran dari sisa penggorengan. Setelah dibersihkan dari

endapan dan kotoran, minyak jelantah dipanaskan hingga suhu 55 0C.

17
- Pembuatan Larutan Metoksid
Pembuatan larutan metoksid ini dibuat dari campuran antara metanol

sekitar 50 % dari berat minyak dan katalis NaOH yang telah dipersiapkan

dan dilakukan didalam wadah plastik (tangki) yang tertutup rapat dari udara

luar.

- Proses Mixing dan Transesterifikasi

Proses transesterifikasi yaitu minyak yang akan diproses dipanaskan

sampai 55 0C agar tidak terlalu kental dan mudah bercampur dengan larutan

metoksid proses pemanasannya menggunakan pemanas listrik didalam

wadah plastik (tangki). Disaat bersamaan dituang pula larutan metoksid

yang telah dibuat sebelumnya, kemudian minyak jelantah yang dipanaskan

tersebut dicampur dengan larutan metoksid lalu dimulai pengadukan.

Selama proses mixing berlangsung, temperatur harus dijaga konstan sekitar

60 0C - 75 0C, agar metanol menguap caranya dengan mengaktifkan heater

18
elektrik pada wadah plastik (tangki), proses mixing berlangsung sekitar 1

jam agar terjadi reaksi transesterifikasi.

- Proses Settling (Proses Pemisahan)

Settling adalah proses pemisahan antara gliserin dan biodiesel

dengan cara didiamkan dalam tabung pengendapan selama 8 jam hingga 12

jam. Gliserin akan mengendap sedangkan minyak biodiesel berada

diatasnya. Gliserin akan berwarna lebih gelap dibanding biodiesel.

Pemisahan antara gliserin dan biodiesel terjadi secara otomatis karena

perbedaan density diantara keduanya.

- Proses Washing (Proses Pencucian)

Biodiesel yang diperoleh dari tangki pengendapan (settling tank) atau

wadah plastik kemudian dimasukkan kedalam wadah plastik yang lain dan

19
terpisah dari gliserin. Washing adalah proses pencucian yang diperlukan untuk

menghilangkan dan membersihkan sisa-sisa katalis yang masih ada. Cara

pencucian yang dilakukan menggunakan dua proses yaitu pencucian dengan

gelembung udara dan dikombinasikan proses pencucian dengan pengadukan.

Cara pencucian menggunakan air sebanyak 10%- 90%, penambahan air

dilakukan secara bertahap dan dilakuakan dengan hati-hati, air akan turun ke

dasar wadah plastik dan dilanjutkan dengan proses pencucian. Proses washing

dilakukan sampai 5 kali atau bahkan boleh lebih tergantung hasil biodiesel

yang telah mengalami pencucian.

- Proses pengeringan (Drying)

Drying adalah proses pengeringan dari sisa-sisa air pencucian dan metanol

yang dihilangkan dengan cara pemanasan sehingga menguap, suhu pemanasan

hingga 1050C sampai benar - benar bersih dari sisa- sisa air dan sisa metanol

dari proses pencucian.

20
Pembuatan biodiesel dari limbah minyak jelantah pada praktikum kali ini

dilakukan 3 kali ulangan dengan komposisi bahan yang sama, maka didapatkan

hasil:

Percobaan Ulangan I Ulangan II Ulangan III

Hasil biodiesel 1800 mL 1600 mL 1950 mL


setelah
dipisahkan dari
gliserol
(settling)
Hasil biodiesel 1160 mL 1230 mL 1600 mL
setelah proses
pencucian
(washing)
Hasil biodiesel 1150 mL 1210 mL 1580 mL
dari proses
drying

Pembahasan

Dari hasil praktikum didapatkan hasil biodiesel murni pada ulangan I yaitu

1150 mL, ulangan II sebanyak 1210 mL, dan ulangan III sebanyak 1580 mL, hasil

yang didapat berbeda-beda walaupun dengan komposisi bahan dan perlakuan yang

sama, hal ini terjadi karena beberapa faktor yaitu minyak jelantah yang digunakan,

hasil dari proses pemisahan antara biodiesel dengan gliserol, hasil dari proses

pencucian yang sangat sulit untuk memisahkan antara minyak dengan air, serta hasil

dari proses drying yang harus dijaga konstan suhunya agar yang menguap hanya

sisa-sisa air.

Pada pembuatan biodiesel ulangan I dan ulangan II hasil yang didapatkan

setelah proses pemisahan antara biodiesel dengan gliserol yaitu 1800 mL dan 1600

mL, dapat dilihat bahwa banyak kehilangan minyak yang terjadi. Hal ini

dikarenakan pada ulangan I dan ulangan II digunakan minyak jelantah yang

berwarna hitam pekat dan sudah cukup mengental dari minyak bekas limbah

21
industri yang sudah digunakan berulang-ulang, sehingga pada saat proses

pengendapan terdapat banyak endapan dari sisa-sisa kotoran bekas penggorengan

walaupun sudah dipanaskan terlebih dahulu diawal. Sedangkan pada ulangan III

didapatkan hasil biodiesel dari proses settling yaitu 1950 mL, hal ini sangat berbeda

dari hasil ulangan lainnya. Hal ini karena pada ulangan III digunakan minyak

jelantah dari limbah rumah tangga yang warna minyaknya cukup cerah dan tidak

terlalu kental sehingga tidak banyak endapan yang terjadi. Hal ini sesuai dengan

literatur Akbar (2011) yang menyatakan bahwa perbedaan jumlah gliserol yang

dihasilkan dari masing-masing proses berkaitan dengan jumlah asam lemak yang

terkandung. Banyak sedikitnya gliserol yang dapat dihasilkan juga sangat erat

kaitannya dengan karakteristik fisik yang dihasilkan. Dengan kualitas bahan baku

yang sama, apabila gliserol yang dihasilkan sedikit dan warna ester cenderung

gelap, maka diperoleh viskositas yang tinggi.

Menurut Wiradiestia (2015) Faktor utama yang mempengaruhi rendemen

metil ester yang dihasilkan pada reaksi transesterifikasi adalah rasio molar antara

trigliserida dan alkohol, jenis katalis yang digunakan, suhu reaksi, waktu reaksi,

kandungan air, dan kandungan asam lemak bebas.

Pada ulangan II pada saat proses settling dan transesterifikasi terjadi proses

penyabunan sehingga biodiesel yang dihasilkan 1600 mL, proses penyabunan

terjadi karena jumlah NaOH yang digunakan sedikit lebih banyak dari komposisi

awal dan suhu yang digunakan pada proses mixing cukup tinggi. Hal ini disebabkan

karena ada kesalahan pada saat penentuan atau menimbang NaOH yang digunakan

dan pada proses mixing dilakukan dengan kompor listrik yang suhunya tidak

konstan sehingga ada kemungkinan melebihi 750 C dari suhu yang telah ditentukan.

Hal ini sesuai dengan literatur Soerawidjaja dkk (2005) yang menyatakan bahwa

22
kenaikan angka penyabunan terjadi karena penggunaan katalis yang berlebih dan

suhu tinggi. Dalam reaksi transesterifikasi penggunaan katalis basa yang berlebih

dan suhu tinggi akan menyebabkan terjadinya reaksi penyabunan pada pembuatan

biodiesel.

Setelah melalui proses settling biodiesel yang dihasilkan akan memasuki

proses pencucian (washing) menggunakan air sebanyak 10-90 % volume biodiesel.

Pada praktikum ini digunakan air 50% dari volume biodiesel dengan 5-6 kali

ulangan pencucian. Proses pencucian menggunakan air dimaksudkan untuk

melarutkan sisa-sisa garam dan sabun yang terbentuk serta masih tertinggal dalam

ester. Cara pencuciannya dapat dilakukan dengan cara dipompakan udara melalui

pompa udara akuarium atau dengan menuangkan air secara perlahan dan biarkan

beberapa saat sehingga muncul warna putih susu. Setelah itu didiamkan selama

kurang lebih satu jam hingga air dan ester terpisah, kemudian pisahkan crude

biodiesel dengan air warna putih melalui selang. Hasil dari pencucian pada ulangan

I II dan III beturut-turut yaitu 1160 mL, 1230 mL dan 1600 mL.

Proses pengeringan (drying) dilakukan untuk menghilangkan sisa-sisa air

pada biodiesel selama proses pencucian. Kandungan air yang tersisa dihilangkan

dengan cara dipanaskan hingga temperaturnya mencapai 105°C agar air yang masih

terkandung didalam metil ester tersebut dapat menguap sambil dilakukan

23
pengadukan. Biodiesel yang dihasilkan tidak akan ikut menguap saat dipanaskan

karena diketahui bahwa titik didihnya < 105 °C. Hal ini sesuai dengan literatur

Anonim (2014) yang menyatakan bahwa sifat fisik biodiesel berupa titik didihnya

itu 182- 3380 C.

Setelah proses drying maka didapatkan hasil biodiesel murni pada ulangan I

II dan III berturut-turut yaitu 1150 mL, 1230 mL dan 1580 mL.

Hasil ulangan I Hasil ulangan II Hasil ulangan III

Biodiesel murni yang dihasilkan berbeda-beda hasilnya dilihat dari warna

dan volume yang dihasilkan. Hal ini disebabkan beberapa faktor yaitu bahan baku

minyak jelantah yang digunakan seperti halnya pada percobaan I dan II

menggunakan minyak jelantah dari limbah industri yang berwarna hitam pekat dan

cukup kental. Biodiesel yang dihasilkan berwarna kemerahan. Berbeda dengan

percobaan III yang menggunakan minyak jelantah dari limbah rumah tangga yang

warna minyaknya lebih cerah kekuningan, sehingga menghasilkan biodiesel dengan

warna yang lebih cerah. Proses pencucian juga mempengaruhi biodiesel yang

dihasilkan, semakin berulang kali kita melakukan pencucian, maka biodiesel yang

dihasilkan lebih bersih dan warnanya lebih cerah.

24
Pegujian hasil dari biodiesel pada praktikum ini hanya dibuktikan dengan

cara membakar biodiesel 50 mL dari masing-masing ulangan menggunakan kapas.

Lama waktu yang didapat pada pengujian pembakaran dari biodiesel ulangan I, II

dan III berturut-turut yaitu 20 menit 15 detik, 11 menit 18 detik dan 24 menit 17

detik.

Pembakaran I Pembakaran II Pembakaran III

Biodiesel yang dihasilkan pada praktikum ini dapat dikatakan belum bisa

memasuki standar SNI biodiesel, hal ini dikarenakan adanya proses yang belum

sempurna, khususnya dalam proses pengeringan yang mana seharusnya berfungsi

untuk menghilangkan sisa air yang masih terkandung didalam metil ester selama

proses pencucian berlangsung, akan tetapi dikarenakan adanya kesalahan dan

penggunaan alat yang tidak memadai menyebabkan pencapaian nilai dari

kandungan air biodiesel masih jauh dari standard. Serta tidak adanya pengujian

lanjutan terhadap viskositas, indeks setana, densitas realatif dan kandungan air, hal

ini dikarenakan alat-alat yang tidak ada dan kurang memadai. Oleh karena itu, maka

biodiesel hasil praktikum masih belum sesuai standard dan belum dapat digunakan

sebagai bahan bakar diesel.

Penggunaan katalis NaOH dengan kadar 0.35% dari berat minyak pada

praktikum ini diikuti dari penelitian yang sudah ada dari Pramono (2012) dengan

25
judul “Unjuk Kerja Motor Diesel Tipe S-1110 Dengan Bahan Bakar Biodiesel M20

Dari Minyak Jelantah Dengan Katalis 0,35% NaOH’’, setelah penelitian ini

dilakukan maka didapatkan data spesifikasi biodioesel dari hasil pengujian biodiesel

berbahan dasar minyak jelantah dengan katalis NaOH 0,35 % di BPPT berupa

Maka dari itu pada praktikum ini kami menggunakan katalis NaOH sebanyak

0.35% dari berat minyak atau setara dengan 7 gr.

Dalam pembuatan biodiesel ini yang harus diperhatikan adalah jumlah

katalis yang digunakan karena penggunaan katalis akan lebih baik jika jumlahnya

dibatasi sebab jika jumlah katalis yang ditambahkan terlalu banyak maka proses

akan kurang efektif karena banyak katalis yang akan terbuang. Penggunaan katalis

dengan jumlah yang berlebihan akan mengahambat proses tarnsesterifikasi itu

26
27

sendiri dan dapat menyebabkan terjadinya proses penyabunan. Dari literatur Cahaya

(2013) menyatakan bahwa penggunaan katalis yang maksimum yaitu 0.5 – 1.5 %.

“Alkali katalis (katalis basa) akan mempercepat reaksi transesterifikasi bila

dibandingkan dengan katalis asam. Katalis basa yang paling banyak digunakan

untuk reaksi transesterifikasi adalah natrium hidroksida (NaOH) dan kalium

metoksida (KOCH3). Reaksi transesterifikasi akan menghasilkan konversi yang

maksimum dengan jumlah katalis 0.5 – 1.5 % dari berat minyak nabati”.

27
KESIMPULAN

1. Biodiesel merupakan salah satu bahan bakar yang dapat diperbaharui yang

terbuat dari minyak tubuh-tumbuhan (nabati) atau lemak hewan. Biodiesel

merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran monoalkil ester dari rantai

panjang asam lemak, yang dipakai sebagai alternatif bagi bahan bakar dari

motor diesel.

2. Dari hasil praktikum didapatkan hasil biodiesel murni pada ulangan I yaitu 1150

mL, ulangan II sebanyak 1210 mL, dan ulangan III sebanyak 1580 mL.

3. Faktor utama yang mempengaruhi rendemen metil ester yang dihasilkan pada

reaksi transesterifikasi adalah rasio molar antara trigliserida dan alkohol, jenis

katalis yang digunakan, suhu reaksi, waktu reaksi, kandungan air, dan

kandungan asam lemak bebas.

4. Pada ulangan II pada saat proses settling dan transesterifikasi terjadi proses

penyabunan sehingga biodiesel yang dihasilkan 1600 mL, proses penyabunan

terjadi karena jumlah NaOH yang digunakan sedikit lebih banyak dari

komposisi awal dan suhu yang digunakan pada proses mixing cukup tinggi.

5. Proses pencucian (washing) menggunakan air sebanyak 10-90 % volume

biodiesel. Hasil dari pencucian pada ulangan I II dan III beturut-turut yaitu

1160 mL, 1230 mL dan 1600 mL.

6. Proses pengeringan (drying) dilakukan untuk menghilangkan sisa-sisa air pada

biodiesel selama proses pencucian. Kandungan air yang tersisa dihilangkan

dengan cara dipanaskan hingga temperaturnya mencapai 105°C agar air yang

masih terkandung didalam metil ester tersebut dapat menguap.

28
29

7. Hasil biodiesel murni pada ulangan I II dan III berturut-turut yaitu 1150 mL,

1230 mL dan 1580 mL.

8. Lama waktu yang didapat pada pengujian pembakaran dari biodiesel ulangan I,

II dan III berturut-turut yaitu 20 menit 15 detik, 11 menit 18 detik dan 24 menit

17 detik.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2014. Biodiesel dari minyak nabati. http://che.unsyiah.ac.id/wp-


content/uploads/sites/4/2014/01/Biodiesel-Dari-Minyak-Nabati.pdf
[25 Februari 2015].

Akbar, R., 2011. Karakteristik Biodiesel dari Minyak Jelantah dengan


Menggunakan Metil Asetat Sebagai Pensuplai Gugus Metil.
http://digilib.its.ac.id [25 Februari 2016].

Amin S, 2007. Cara Memproduksi Biodiesel dari Berbagai Bahan Baku Nabati.
BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi). BPPT Press, Jakarta.

Birowo, A., 2000. Minyak Jelantah Berbahaya. http://www.also.as/anands.co.id


[25 Februari 2016].

Cahaya, N., 2013. Makalah Pembuatan Biodiesel Dari Biji Jarak Dan Minyak
Jelantah.https://www.academia.edu/8790880/Makalah_Pembuatan_Biodies
el_Dari_Biji_Jarak_Dan_Minyak_Jelantah [14 juni 2015].

Ekky, 2008. Reaksi interesterifikasi minyak jelantah dengan metil asetat


menggunakan biokatalis candida rugosa lipase untuk memproduksi
biodiesel. Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas
Indonesia.

Elisabeth, J. dan Haryati, T., 2001, Biodiesel Sawit: Bahan Bakar Alternatif Ramah
Lingkungan. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Ketaren, S., 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI- Press,
Jakarta.

Istadi, 2011. Teknologi Katalis untuk Konversi Energi (Fundamental dan Aplikasi).
Graha Ilmu, Yogyakarta.

Muryanto. 2009. Bahan Baku Biodiesel. Berita IPTEK Tahun ke-47,Nomor 1, hal.72-77,
LIPI Tangerang. http: //isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/471097277.pdf

Pramono, E., 2012. Unjuk Kerja Motor Diesel Tipe S-1110 dengan Bahan Bakar
Biodiesel M20 dari Minyak Jelantah dengan Katalis 0,35% NaOH.
http:// publication.gunadarma.ac.id [25 Februari 2016].

Peterson GR, Scarrah WP., 1984. Rapeseed Oil Transesterification by


Heterogeneous Catalysis. Journal of the American Oil Chemists Society.

Sari, F.A. 2011. Pembuatan Biodiesel dari Minyak Biji Ketapang


(Terminalia catappa L.)dengan Katalis KOH. Universitas Negeri Semarang.

Soerawidjaja, T., 2005, Mendorong Upaya Pemanfaatan dan Sosialisasi Biodiesel


Secara Nasional, LP3E KADIN Indonesia, Jakarta.

30
31

Sibuea dan Posman, 2003. Pengembangan Industri Biodisel Sawit. http://.kcm.com


[25 Februari 2016].

Syah , 2005. Biodiesel Jarak Pagar. PT Agromedia Pustaka, Tangerang.

Syarief E, 2004. Melawan Ketergantungan pada Minyak Bumi (Bahan Bakar


Nabati & Biodiesel Sebagai Alternatif dan Gerakan). INSIST Press,
Yogyakarta.

Tambun, R., 2006. Buku Ajar Teknologi Oleokimia. USU-Press, Medan.

Tim Penulis PS, 1993. Kelapa Sawit (Usaha Budidaya, Pemanfaatan Hasil, dan
Aspek Pemasaran). Penebar Swadaya, Jakarta.
32

Rincian Biaya

Nama Barang Harga


3 buah Heater Rp. 90.000
2 buah wadah Plastik Rp. 40.000
6 buah Keran Rp. 30.000
3 meter Selang Rp. 25.000
3 liter Metanol 98 % Rp. 39.000
NaOH Rp. 10.000

1 buah elemen pemanas Rp. 30.000


Total Rp. 264.000
33

You might also like