Professional Documents
Culture Documents
Khutbah Idul Fitri 1428 H
Khutbah Idul Fitri 1428 H
9 ×هللا أكبر
ُ هللاُ اَ ْك َب ُر ِوهللِ ْال َح ْم ُدْْهللاُ ا َ ْك َب ُر َك ِبيْرا ً َو ْال َح ْم ُد ِهللِ َك ِثيْرا ً َو، الَإلَهَ اِالَّ هللاُ َوهللاُ اَ ْك َب ُر،ًال.
ِ َس ْب َحانَ هللاِ بُ ْك َرةً َّوأ
صي
ت ِمنَ ْال ُه َدى ِ َون ََّز َل ْالقُ ْرآنَ ُهدًى ِلل َّن،الصيا َ َم
ٍ َ اس َو َب ِينا ِ ي َج َع َل ْال َي ْو َم ِعيْدا ً ِل ْل ُم ْس ِل ِميْنَ َو َح َّر َم َع َل ْي ِه ْم ِف ْي ِه
ْ ا َ ْل َح ْم ُد ِهللِ الَّ ِذ
ْ ْ ُ
سانِ ِه َوه َُو ذو ال َجالَ ِل َوا ِإل ْكراَ ِم َ ْ
ِ َ َوالفُ ْرق.
َ ْ نَحْ َم ُدهُ َونَ ْش ُك ُرهُ َعلى َك َما ِل إِح،ان
ْئٍ ي الَ َي ُم ْوتُ َوه َُو بِ ُك ِل َشي ٌّ لَهُ ْال ُم ْلكُ َولَهُ ْال َح ْم ُد َوه َُو يُحْ يِ ْي َوي ُِميْتُ َوه َُو َح.ُأ َ ْش َه ُد ا َ ْن الَ اِلَهَ اِالَّ هللاُ َوحْ َدهُ الَ ش َِريْكَ لَه
صحاَبِ ِهْ َ س ِل ُم َعلَى ْالقَائِ ِد َو ْالقُد َْوةِ ُم َح َّم ٍد ب ِْن َع ْب ِد هللاِ َو َعلَى آ ِل ِه َوأ
َ ُ ي َوا َ ُ وأ.ُس ْولُه
ْ ص ِل ُ َوأ َ ْش َه ُد ا َ َّن ُم َح َّمدا ً َع ْب ُدهُ َو َر.قَ ِدي ٌْر
َ
ِ ان اِلى يَ ْو ِم
الدي ِْن َ
َ ْسبِ ْي ِل هللاِ َح َّق ِجها ِد ِه َو َم ْن تَبِعَهُ بِإِح
ٍ س َ َو َم ْن َدعا َ اِلَى هللاِ بِ َدع َْوتِ ِه َو َم ْن جا َه َد فِ ْي، َوذُ ِريَّتِ ِه.
َ
Shalawat dan salam kita haturkan pada junjungan kita Nabi besar Muhammad
saw yang telah membimbing kita menuju risalah Allah, yakni dienul Islam. Beliau
tidak hanya menyampaikan ajaran tetapi juga memberikan ketauladanan
paripurna pada kita: bagaimana menjadi hamba Allah yang taat, bagaimana
menjadi suami dan kepala keluarga yang bertanggungjawab, bagaimana menjadi
pejabat publik yang amanah, bagaimana menjadi pemimpin yang adil dan
bijaksana. ”Laqad kaana lakum fii rasulillahi uswatun khasanah” (Sungguh dalam
diri Rasulullah terdapat keteladanan yang baik). Saat kita menghadapi krisis
1
keteladanan, saat kita kehilangan pemimpin yang layak dicontoh, saat kita tidak
menemukan tokoh idola yang bisa dijadikan model, nilai-nilai keteladanan
Rasululullah saw 15 abad silam sangat relevan kita hadirkan di era kontemporer
dewasa ini.
Hari ini kita merayakan Iedul Fithri 1428 H. Kita berkumpul di tempat yang mulia
ini, untuk bertaqarrub, mendekatkan diri kepada Allah, bersujud di altar
kekuasaan-Nya, serta berulangkali membesarkan Asma-Nya dengan gema
takbir yang membahana. Allahu Akbar 3x Walillahilhamd.
Marilah kita melihat ke kiri dan ke kanan kita. Marilah kita periksa orang-orang
yang kita cintai: ayah-bunda, saudara, istri, suami, tetangga, sahabat, dan
handai taulan. Adakah di antara mereka yang tak lagi berada di tengah-tengah
kita? Adakah di antara mereka yang sudah meninggalkan kita kembali kepada
Yang Maha Suci? Ke manakah ayah atau Ibu yang tahun lalu menyambut uluran
tangan kita dengan tetesan air mata kasih sayang? Ke mana kakak atau adik kita
yang pada Lebaran lalu masih berbagi bahagia bersama kita? Ke manakah
tetangga atau sahabat dekat yang dulu pernah memeluk kita dan mengucapkan
selamat Hari Raya Idul Fitri? Ya Allah, mereka telah kembali kepada-Mu. Mereka
telah "mudik" ke kampung halaman yang abadi memenuhi panggilan Ilahi Rabbi.
Kita tidak tahu, apakah Ramadhan dan Idul Fitri kali ini merupakan Ramadhan
dan Idul Fitri kita yang terakhir. “Kullu nafsin dzaa iqatul maut”, Setiap yang
berjiwa pasti akan menghadapi kematian.”
Itu semua kita mafhum. Yang jadi persoalan adalah, apakah kita telah siapkan
pundi-pundi amal yang akan menjadi bekal saat kita mudik ke akhirat, kampung
halaman kita yang abadi? Andaikan, setelah Idul Fitri ini, Malaikat maut datang
menjemput, sudah cukupkah perbekalan kita yang kelak akan menyelamatkan
kita dari semua prosedur pemeriksaan di akhirat yang pasti kita lewati?
2
Bagaimana dengan shalat kita, bagaimana dengan tahajud kita, bagaimana
dengan puasa kita, bagaimana dengan amal sholeh kita, bagaimana dengan
bakti kita pada orang tua, bagaimana menutup aurat kita, bagaimana kontribusi
kita pada dakwah dan syiar agama Allah ? Hari ini, di Idul Fitri ini, saatnya kita
melakukan instropeksi, koreksi diri dengan hati yang tulus dan jujur, untuk
bersama-sama memperbaiki diri guna meraih ridha Ilahi Rabbi.
“Barang siapa yang menegakkan puasa karena iman dan penuh keikhlasan,
maka Allah akan ampuni dosa-dosanya yang telah lalu.“
Inilah saatnya kita kembali pada fitrah kita, kembali pada kesucian kita. Kita
dilahirkan dalam keadaan fitrah, suci dan cenderung pada kebenaran yang
hakiki. Akan tetapi, setelah kita menginjak dewasa, pergaulan kita semakin luas,
kebutuhan hidup kita semakin banyak, angan-angan kita semakin menerawang,
jiwa yang suci tadi terkontaminasi dengan virus-virus kemaksiyatan, dengan
debu-debu dosa kepada Allah. Semua anggota tubuh kita memberikan kontribusi
dalam berbuat dosa. Lisan kita, berapa banyak orang yang telah tersakiti oleh
lidah kita ? Mata kita, berapa banyak pendangan haram yang telah dilakukan
oleh mata kita? Hati kita, berapa banyak penyakit hati telah bersemayam dalam
hati kita, seperti iri, dengki, buruk sangka, sombong, dsb? Tangan kita, berapa
banyak dosa yang telah dilakukan akibat tangan kita.
3
Allahu Akbar 3 X walillahi alhamd
Dr. Yusuf al-Qardhawy, ulama Timur Tengah yang disegani dunia Islam dan
pernah beberapa kali berkunjung ke Indonesia, menyebut Ramadhan sebagai
madrasah mutamaiyyizah atau lembaga pendidikan istimewa bagi orang
beriman. Bagi orang beriman, Ramadhan merupakan training center atau kawah
candradimuka, tempat penggemblengan jiwa agar menjadi pribadi yang
paripurna. Selama satu bulan, kita dilatih untuk melakukan tazkiyatun nafs,
pensucian jiwa melalui tarbiyah dengan nilai-nilai Ramadhan yang diharapkan
dapat kita jadikan bekal untuk memasuki 11 bulan yang akan datang. Otak kita
dibersihkan, emosi kita dicerdaskan, spiritual kita dicerahkan, dan religiusitas kita
dimantapkan. Hal itu tidak lain untuk mengantarkan kita sebagai insan muttaqin
(manusia bertaqwa), sebagaimana dinyatakan Allah dalam Qs Al Baqarah: 183
yang sudah sangat popular setiap bulan Ramadhan.
Dalam agama kita, taqwa adalah ultimate goal seluruh rangkaian peribadatan:
perintah shalat, ujungnya adalah taqwa, perintah zakat ujungnya adalah taqwa,
perintah puasa ujungnya adalah taqwa, perintah haji ujungnya adalah taqwa.
Taqwalah yang menentukan posisioning kita di hadapan Allah Yang Maha
Agung, bukan harta kita—seberapa banyak pun harta yang kita miliki, bukan
gelar akademik kita, seberapa hebat dan panjang pun gelar kita, bukan jabatan
kita, seberapa tinggi pun kedudukan kita, bukan pula afiliasi kepartaian kita,
apapun partai yang kita anut. “Inna aqramakum ‘indallahi atqaa kum”
(Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang-orang yang
bertaqwa” (QS Al Hujurat: 13). Begitu pentingnya taqwa, sampai Nabi berwasiat
agar kita menjaga ketaqwaan, di manapun kita berada “Ittaqullah, khaitsumma
kunta” (Bertaqwalah kepada Allah, di manapun kalian berada).”
4
Muslimah yang biasanya di luar bulan Ramadhan tidak pernah peduli menutup
aurat tubuhnya, seketika dengan semangat menampilkan dirinya ber-jilbab tiap
kali berjumpa dengan lelaki yang bukan muhrimnya di bulan penuh rahmat
tersebut.
Bulan ramadhan boleh berlalu, tetapi satu hal tidak boleh meninggalkan kita dan
harus tetap bersama kita, yaitu spirit dan moralitas shiyamu ramadhan. Inilah
yang harus mangisi sebelas bulan ke depan dalam perjalanan hidup kita,
sebagai pribadi, keluarga, warga masyarakat, ummat dan bangsa. Prestasi yang
kita capai dengan ‘ibadat ramadhan hendaklah kita jadikan modal untuk meraih
“shiyamuddahri” , yakni nilai, pahala serta kebaikan puasa sepanjang masa.
Agar hidup kita tidak pernah lepas dari keberkahan, dari maghfirah dan rahmat
Allah SWT.
Dalam rangka meraih nilai shiyauddahri itu maka Rasulullah saw menganjurkan
ummatnya untuk melanjutkan shiyamu ramadhan dengan puasa sepekan di
bulan syawal. Sebagaimana sabda beliau:
( َص َي ِام ال َّد ْهر ِ ُ) َم ْن صَا َم َر َمضَان ث ُ َّم أَتْ َب َعه
ِ ستًّا ِم ْن ش ََّوا ٍل كَانَ ك
“Barang siapa menunaikan shiyamu ramadhan dan diikuti puasa enam hari pada
bulan syawal, maka nilainya seperti puasa sepanjang masa” (HR Muslim)
Adapun akhlaqiyah atau nilai-nilai moralitas Ramadhan yang penting untuk tetap
dipertahankan pasca ramadhan adalah sbb:
5
1. Suasana Religius
Saat kita sendirian di suatu tempat yang tidak ada orang lain melihat, kita
sebenarnya bisa saja makan atau minum dan kemudian berpura-pura
puasa kembali. Tidak ada orang yang tahu. Akan tetapi hal itu tidak
dilakukan karena orang-orang yang berpuasa sadar akan kebersamaan
Allah dalam hidupnya (ma’iyatullah). Meskipun orang lain tidak melihat,
tetapi kita sadar bahwa Allah melihat kta. Berbagai penyelewengan yang
terjadi dalam masyarakat, termasuk korupsi dan kolusi, dikarenakan tidak
adanya kesadaran pelakunya bahwa Allah melihat perbuatan dan tingkah
lakunya. Mereka merasa aman dapat merekayasa agar orang lain tidak
tahu, agar terbebas dari pemeriksaan auditor. Padahal ada auditor Yang
Maha Agung dan Maha Melihat yang mengawasi dan mengetahui seluruh
perbuatan mereka.
6
“Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian
Dia bersemayam di atas ´arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam
bumi dan apa yang keluar darinya dan apa yang turun dari langit dan apa
yang naik kepadanya. Dan dia bersama kamu di mana saja kamu berada,
dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (Al-Hadid: 4)
Inilah sikap ikhsan. Kalau sikap ini kita lestarikan pasca Ramadhan,
khususnya oleh politisi, pejabat public dan pelaku bisnis, insya Allah
berbagai penyimpangan yang terjadi akan bisa diminimalisir.
Penghasilan yang sudah halal dan thayyib jangan sampai kita campuri
lagi dengan yang remang-remang (syubhat) apalagi yang jelas-jelas
haram. Puasa ramadhan melatih kita bersabar dan kuat menahan lapar,
dan menegaskan bahwa kita tidak akan pernah kuat menahan panasnya
api neraka.
7
6. Al mujahadah, membanting tulang
8
Marilah kita akhiri pertemua kita kali ini dengan berdoa kepada Allah SWT agar
amal ibadah kita selama bulan Ramadhan diterima di sisi Allah SWT, dan kita
berhasil meraih derajat takwa.
ُ ص َحا ِب ِه َو َم ْن َد َعا إِلَى هللاِ ِب َدع َْو ِة اْ ِإل ْسالَ ِم َو َم ْن ت َ َمسَّكَ ِب
ُ س َّن ِة َر
س ْو ِل ِه َو َم ْن ْ َ س ِل ْم َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى آ ِل ِه َو ا َ اَلل ُه َّم
َ ص ِلى َو
َ
ِ تبِعَهُ بِإِح ْسا ٍن اِلى يَ ْو ِم
الدي ِْن َ
صيَا َمنَا َوقِيَا َمنَا َو ُر ُك ْو َعنَا ِ اَللَّ ُه َّم تَ َقبَّ ْل ِم َّنا ُد َعائَنَا َو، َسنَا َوا ِْن لَ ْم ت َ ْغ ِف ْرلَنَا َوت َْر َح ْمنَا لَنَ ُك ْونَنَّا ِمنَ ْالخَا ِس ِريْن
َ ُظلَ ْمنَا أ َ ْنف
َ َربَّنَا
الر ِح ْي ُم
َّ ُاب و
َّ َّ تال َتنْ َ ا َكَّ نِ ا َا نيْ َ ل ع
َ ْبُ تو م ي
ْ ل ع
َ ُ َِ ُ ِْ
ال ع ي
ْ َّمس ال َتنْ َ ا م ه
َّ ُ َّ ل لَ ا ،َا ند وج س و
َ ُْ ُ َ
َص ًرا َك َما َح َم ْلتَهُ َعلَى ا َّل ِذيْنَ ِم ْن قَ ْب ِلنَا َربَّنَا َوالَ ت ُ َح ِم ْلنَا َماال ْ ِطأْنَا َربَّنَا َوالَ تَحْ ِم ْل َعلَ ْينَآ ا
َ اخ ْذنَا ا ِْن نَّ ِس ْينَآ ا َ ْو ا َ ْخ
ِ َربَّنَا الَ ت ُ َؤ
ْ ْ َ
َص ْرنَا َعلى القَ ْو ِم ال َك ِافِ ِريْن ُ ار َح ْمنَا ا َ ْنتَ َم ْوالَنَا فَا ْن َ
ْ ْف َعنَّا َوا ْغ ِف ْرلنَا َو َ َ
ُ طاقَة لنَا بِ ِه َواع َ
سالَ ٌم َعلَى َ صفُ ْونَ َو ِ َب ْال ِع َّزةِ َع َّما ي ِ س ْب َحانَ َربِكَ َر َ َسنَةً َوقِنَا َعذ
ِ َّاب الن
ُ َو،ار ِ ْسنَةً َوفِي ا
َ آلخ َرةِ َح َ َربَّنَا آتِنَا فِي ال ُّد ْنيَا َح
َب ْال َعالَ ِميْنِ س ِليْنَ َو ْال َح ْم ُد هللِ َر ْ
َ ال ُم ْر،
Yaa Allah, Maha Agung asma-MU. Wahai Dzat yang Maha Adil dan Maha luas
kasih sayang-Nya. Maha tinggi kemuliaan-Mu yaa ‘Aziiz, wahai Dzat yang
senantiasa mencurahkan rahmat dan nikmat kepada para hamba-Nya. Maha
besar kekuasaan-Mu yaa Maalik.
Yaa Rahman, inilah kami para hamba-Mu. Kami datang bersimpuh di hadapan
kebesaran-Mu. Inilah kami, yaa ‘Aziiz, makhluk-Mu yang lemah dan tak berdaya,
kini duduk di hadapan altar kemuliaan dan keagungan-Mu. Ya Rahiim, inilah
kami hamba-Mu yang tak pernah luput dari kesalahan dan dosa, sering lalai dan
alpa, yang acapkali bertengkar untuk memperebutkan bangkai-bangkai dunia;
kini kami hadir menyerahkan segenap jiwa dan raga di depan pintu kekuasaan-
Mu. Yaa Ghaani, inilah kami, orang-orang fakir yang menundukkan kepala
karena malu kepada-Mu, kini kami menengadahkan tangan-tangan kami untuk
memohon belas kasih-Mu.
Yaa Allah, Yaa Rahman, yaa Rahiim. Kami yang berkumpul di tempat ini, pada
pagi ini, adalah para hambu-Mu. Saat Ramadhan kami tertatih-tatih
mendekatkan diri kepada-Mu karena berharap kasih sayang-Mu. Yaa Allah,
setiap saat kami berusaha mengetuk pintu-Mu dengan rasa lapar dan dahaga.
Yaa Allah, setiap malam kami berusaha membaca al-Quran untuk memahami
petunjuk-Mu. Setiap saat kami menyeru-Mu dengan dzikir dan doa. Semua itu,
yaa Rahman, hanya untuk menggapai ridla dan janji-Mu. Engkaulah Dzat yang
maha mengetahui apa yang telah kami lakukan.