Professional Documents
Culture Documents
Dr ISKANDAR JAPARDI
Fakultas Kedokteran
Bagian Bedah
Universitas Sumatera Utara
I. PENDAHULUAN
II. PATOGENESA
1. Faktor mekanis
Perubahan fungsi mekanik pada atrium setelah gangguan irama (atrial
fibrilasi), mungkin mempunyai korelasi erat dengan timbulnya emboli.
Terjadinya emboli di serebri setelah terjadi kardioversi elektrik pada
pasien atrial fibrilasi. Endokardium mengontrol jantung dengan mengatur
kontraksi dan relaksasi miokardium, walaupun rangsangan tersebut
berkurang pada endokardium yang intak. Trombus yang menempel pada
endokardium yang rusak (oleh sebab apapun), akan menyebabkan reaksi
inotropik lokal pada miokardium yang mendasarinya, yang selanjutnya
akan menyebabkan kontraksi dinding jantung yang tidak merata,
sehingga akan melepaskan material emboli.
Luasnya perlekatan trombus berpengaruh terahadap terjadinya emboli.
Perlekatan trombus yang luas seperti pada aneurisma ventrikel
mempunyai resiko (kemungkinan) yang lebih rendah untuk terjadi emboli
dibandingkan dengan trombus yang melekat pada permukaan sempit
seperti pada kardiomiopati dilatasi, karena trombus yang melekat pada
oermukaan sempit mudah lepas.
Trombus yang mobil, berdekatan dengan daerah yang hiperkinesis,
menonjol dan mengalami pencairan di tengahnya serta rapuh seperti pada
endokarditis trombotik non bakterial cenderung menyebabkan emboli.
Emboli yang keluar dari ventrikel kiri, akan mengikuti aliran darah dan masuk
kearkus aorta, 90% akan menuju ke otak, melalui. A.karotis komunis (90%)
dan a.veterbalis (10%). Emboli melalui a.karotis jauh lebih banyak
dibandingkan dengan a.veterbalis karena penampang a.karotis lebih besar
dan perjalanannya lebih lurus, tidak berkelok-kelok, sehingga jumlah darah
yang melalui a.karotis jauh lebih banyak (300 ml/menit), dibandingkan
dengan a.veterbalis (100 ml/menit).
Emboli mempunyai predileksi pada bifurkatio arteri, karena diameter arteri
dibagian distal bifurkasio lebih kecil dibandingkan bagian proksitelnya,
terutama pada cabang a.serebrimedia bagian distal a.basilaris dan a.serebri
posterior
Emboli kebanyakan terdapat di a.serebri media, bahkan emboli ulang pun
memilih arteri ini juga, hal ini disebabkan a.serebri media merupakan
percabangan langsung dari a. karotis interna, dan akan menerima darah 80%
darah yang masuk a.karotis interna.
Emboli tidak menyumbat cabang terminal korteks ditempat watershead
pembuluh darah intrakranial, karena ukurannya lebih besar dari diameter
pembuluh darah ditempat itu. Berdasarkan ukuran emboli, penyumbatan bisa
terjadi di a.karotis interna, terutama di karotis sipon. Emboli mungkin
meyumbat satu atau lebih cabang arteri.
selain keadaan diatas, emboli juga menyebabkan obstrupsi aliran darah, yang
dapat menimbulkan hipoksia jaringan dibagian distalnya dan statis aliran
darah, sehingga dapat membentuk formasi rouleaux, yang akan membentuk
klot pada daerah stagnasi baik distal maupun proksimal. Gangguan fungsi
neuron akan terjadi dalam beberapa menit kemudian, jika kolateral tidak
segera berfungsi dan sumbatan menetap.
Bagian distal dari obstrupsi akan terjadi hipoksia atau anoksia, sedangkan
metabolisme jaringan tetap berlangsung, hal ini akan menyebabkan
akumulasi dari karbondiaksida (CO2) yang akan mengakibatkan dilatasi
maksimal dari arteri, kapiler dan vena regional. Akibat proses diatas dan
tekananaliran darah dibagian proksimal obstrupsi, emboli akan mengalami
migrasi ke bagian distal.
C. Oedem serebri
D. Infark berdarah
Disebut Infark berdarah bila ditemukan sejumlah sel darah merah diantara
jaringan nekrotik. Pada otopsi ditemukan fokus berupa perdarahan petkhial
yang menyebar sampai perdarahan petkhial yang berkumpul sehingga hampir
meyerupai hematoma yang masif. Seperti yang telah diuraikan diatas bahwa
Dalam kasus yang jarang, Infark berdarah bisa terletak didistal dari Infark,
hal ini terjadi karena sirkulasi dari kolateral yang terbuka.
A. Kardiomiopati dilatasi
Pada kardiomiopati dilatasi terjadi ganguan kontraksi ventrikel secara
menyeluruh. Manifestasi penyakit ini menjadi gagal jantung progresif, dan
aritmia. Aritmia yang timbul biasanya sebagai ventrikel takhicardia dan 20-
30% menjadi atrial fibrilasi kronik.
Patogenesa terjadinya trombus dipercaya karena adanya aliranyg statis di
intrakavitas. Trombus yang terjadi cendrung kecil dan menyebar diseluruh
kapitas dengan predileksi di apeks, tempat statis aliran maksima. Deteksi
trombus dengan ekhokardiografi ditemukan antara 11-58% pada penderita
kardiomiopati dilatasi, tetapi deteksi trombus ini tidak berkolerasi dengan
emboli yang terjadi.
B. Infark miokrdium
Komplikasi stroke kardioemboli pada Infark miokardim akut (IMA) mencapai
2,5% dari pasien dalam waktu 2-4 minggu. Hasil otopsi menunjukkan,
bahwa prevalensi trombus ventrikel kiri dengan emboli lebih tinggi dari yang
bermanifestasi klinik.
Faktor resiko terbentuknya trombus ventrikel kiri adalah segmen ventrikel
yang hipokinetik atau akinetik (yang menyebabkan statis aliran darahI dan
kerusakan dari permukaan endokardim (sebagai faktor trombogenik). Pada
pemeriksaan EEG pada 24 jam pertama setelah awitan dari IMA biasanya
tidakditemukantrombus ventrikel kiri. Pembentukan trombus mulai terjadi
pada hari 1- 7, dan berkembang sampai minggu ke-2. kurang lebih 1/3 dari
trombus akan menonjol ke dalam rongga ventrikel dan sisanya berbentuk
mural atau datar. Trombus yang bergerak (mobil) dan /atau menonjol ke
rongga ventrikel mempunyai resiko emboli lebih tinggi dibandingkan bentuk
nural.
D. Miksoma atrium
Tumor primer jantung, jinak, biasanya di atrium kiri, insidensi jarang,
biasanya mengenai dewasa muda dan pertengahan dan sangat jarang
menyebabkan stroke. Gejala yang umum timbul sebagai sekunder dari
obstruksi aliran jantung, manifestasi emboli hanya 20-45%, dan emboli yang
E. Defek septum
Kelainan atau defek pada septum mencakup paten foramen ovale, defek
atrio septal dan fistula pulmonal arteriovenosus, yang menyebabkan aliran
sistem vena langsung memasuki aliran arteri dengan membawa material
emboli, disebut sebagai emboli paradoksikal.
Pada otopsi didapatkan 30-35% menderita paten foramen ovale, sedangkan
pada pemeriksaan ekhocardiografi dengan kontras pada orang normal,
didapatkan 10-18%. Emboli paradoksikal sering diduga sebagai penyebab
stroke yang tidak jelas penyebabnya.
G. Katup Protesis
Katup protesis meningkatkan trombogenik, sehingga tromboemboli menjadi
komplikasi morbiditas dan mortalitas yang utama. Rata-rata embolip[enderita
dengan katup protesis mitral 3-4% pertahun, sedangkan pada katup aorta
protesis lebih rendah, yaitu 1,2-2,2% pertahun.
Komplikasi lain endokarditis katup protesis, yang mempunyai insidensi 2,4%
pertahun, menjadi sumber yang sangat potensial untuk terjadi emboli.
H. Endokarditis bakterial
Insidensi endokarditis bakterial menurun sesuai dengan penurunan dari
penyakit jantung rematik,perkembangan antibiotik, dan tindakan operativ,
tetapi insidensi stroke karena endokarditis bakterial (15-20%) tidak menurun.
Keadaan ini dapat diterangkan bahwa mayoritas stroke timbul setelah 48 jam
terjadinya endokarditis bakterial, dan resiko serta berat emboli lebih tinggi
pada infeksi stabilacoccus aureus atau epidermidis dengan katup protesis.
Stroke dapat pula terjadi tanpa manifestasi endokarditis bakterial.
Komplikasi neurologis ke susunan saraf pusat bisa menajdi beberapa bentuk,
yaitu iskemia, hemorrhage, ensefalopati toksik, meningitis, arteritis, biogenik,
aneurisma mikotik, dan perdarahan subarakhnoid, tergantung dari bagian dan
ukuran dari emboliseptik. Prediktif resiko emboli dari deteksi vegetasi katup
dengan echocardiografi tidak sepenuhnya berkorelasi, untuk mengurangi
resiko stroke hanya dengan secepat mungkin menanggulangi infeksi dengan
pemberian antibiotik.
Asinger RW. Cardiogenic brain embolism. The second report of the cerebral
embolism task force. Arc. Neurol. 1989 (46): 727-43
Caplan RL. Stroke a clinical approach. 2nd ed. Boston: Butterworth, 1993: 349-60
Helgason CM. Cardioembolic stroke: topography and pathogenesis in
cerebrovascular and brain metabolism reviews. New York: Raven
Press, 1989: 28-58
Mohr JP. Classification of ischemic stroke, in Barnett. Stroke pathophysiology,
diagnosis and management. 2nd ed. New York: Churcill, 1992: 271-2
Streifler JY. Cardiogenic brain embolism: incidence, varieties treatment, in
Barnett. Stroke pathophysiology, diagnosis and management. 2nd ed.
New York: Churcill, 1992: 967-86
Toole JF. Cerebrovasculer disease. 3th ed. New York: Raven Press, 1984: 187-92
Whisnant et al, Special report from the National Institute of Neurogical disorders
and Stroke Classification of cerebrovascular disease III. stroke 1990
(21): 637-76