Professional Documents
Culture Documents
OLEH :
FEBI PRAMITA LESTARI
P07120012048
TINGKAT 2.2 REGULER
KEMENTRIAN KESEHATAN RI
JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES DENPASAR
TAHUN 2014
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN HIPOSPADIA
B. ETIOLOGI
Penyebabnya sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang
belum diketahui penyebab pasti dari hipospadia. Namun, ada beberapa factor
yang oleh para ahli dianggap paling berpengaruh antara lain :
1. Gangguan dan ketidakseimbangan hormone
Hormone yang dimaksud di sini adalah hormone androgen yang mengatur
organogenesis kelamin (pria). Atau biasa juga karena reseptor hormone
androgennya sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga
walaupun hormone androgen sendiri telah terbentuk cukup akan tetapi
apabila reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan memberikan suatu efek
yang semestinya. Atau enzim yang berperan dalam sintesis hormone
androgen tidak mencukupi pun akan berdampak sama.
2. Genetika
Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena
mutasi pada gen yang mengode sintesis androgen tersebut sehingga
ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi.
3. Prematuritas
Faktor non-genetik utama yang dihubungkan dengan hipospadia adalah
pemberian hormon sexual; peningkatan insiden hipospadia ditemukan
pada bayilahir yang ibunya terpapar terapi estrogen selama kehamilan.
Prematuritas juga memiliki kejadian yang lebih besar dengan hipospadia
dibandingkan dengan populasi umum (Fabio dan Grippaudo, 2010).
4. Lingkungan
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat
yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi. Bahan
teratogenik adalah bahan-bahan yang dapat menimbulkan terjadinya
kecacatan pada janin selama dalam kehamilan ibu. Misalnya alcohol, asap
rokok, polusi udara, dll.
C. PATOFISOILOGI
Fusi dari garis tengah dari lipatan uretra tidak lengkap terjadi sehingga
meatus uretra terbuka pada sisi ventral dari penis. Ada berbagai derajat
kelainan letak meatus ini, dari yang ringan yaitu sedikit pergeseran pada glans,
kemudian disepanjang batang penis, hingga akhirnya di perineum. Prepusium
tidak ada pada sisi ventral dan menyerupai topi yang menutup sisi dorsal dari
glans. Pita jaringan fibrosa yang dikenal sebagai chordee, pada sisi ventral
menyebabkan kurvatura (lengkungan) ventral dari penis (Muscari, 2007 :
357).
Hipospadia terjadi dari pengembangan tidak lengkap uretra dalam
rahim. Penyebabpasti cacat diperkirakan terkait dengan pengaruh lingkungan
dan hormonal genetik (Sugar, 1995). Perpindahan dari meatus uretra biasanya
tidak mengganggu kontinensia kemih.Namun, stenosis pembukaan dapat
terjadi, yang akan menimbulkan obstruksi parsialoutflowing urin. Hal ini
dapat mengakibatkan ISK atau hidronefrosis (Kumor, 1992). Selanjutnya,
penempatan ventral pembukaan urethral bisa mengganggu kesuburan padapria
dewasa, jika dibiarkan tidak terkoreksi (Jean Weiler Ashwill, 1997, p. 1)
D. MANIFESTASI KLINIK
1. Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di bagian
bawah penis yang menyerupai meatus uretra eksternus.
2. Preputium (kulup) tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di bagian
punggung penis.
3. Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan
membentang hingga ke glans penis, teraba lebih keras dari jaringan
sekitar.
4. Kulit penis bagian bawah sangat tipis.
5. Tunika dartos, fasia Buch dan korpus spongiosum tidak ada.
6. Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar dari glans penis.
7. Chordee dapat timbul tanpa hipospadia sehingga penis menjadi bengkok.
8. Sering disertai undescended testis (testis tidak turun ke kantung skrotum).
9. Kadang disertai kelainan kongenital pada ginjal.
10. Pancaran air kencing pada saat BAK tidak lurus, biasanya kebawah,
menyebar,mengalir melalui batang penis, sehingga anak akan jongkok
pada saat BAK.
11. Pada Hipospadia grandular/ koronal anak dapat BAK dengan berdiri
denganmengangkat penis keatas.
12. Pada Hipospadia peniscrotal/ perineal anak berkemih dengan jongkok.
13. Penis akan melengkung kebawah pada saat ereksi
E. EPIDEMIOLOGI
Hipospadia terjadi kurang lebih pada 1 dari 250 kelahiran bayi laki-laki
di Amerika Serikat. Pada beberapa negara insiden hipospadia semakin
meningkat. Laporan saat ini, terdapat peningkatan kejadian hipospadia pada
bayi lakilaki yang lahir premature, kecil untuk usia kehamilan, dan bayi
dengan berat badan rendah. Hipospadia lebih sering terjadi pada kulit hitam
daripada kulit putih, dan pada keturunan Yahudi dan Italia.
F. KLASIFIKASI
Hipospadia adalah keadaan dimana lubang kencing terletak dibawah
batang kemaluan / penis.
Ada beberapa type hipospadia :
1. Hipospadia type Perenial, lubang kencing berada di antara anus dan buah
zakar (skrotum).
2. Hipospadia type Scrotal, lubang kencing berada tepat di bagian depan
buah zakar (skrotum).
3. Hipospadia type Peno Scrotal, lubang kencing terletak di antara buah zakar
(skrotum) dan batang penis.
4. Hipospadia type Peneana Proximal, lubang kencing berada di bawah
pangkal penis.
5. Hipospadia type Mediana, lubang kencing berada di bawah bagian tengah
dari batang penis.
6. Hipospadia type Distal Peneana, lubang kencing berada di bawah bagian
ujung batang penis.
7. Hipospadia type Sub Coronal, lubang kencing berada pada sulcus
coronarius penis (cekungan kepala penis).
8. Hipospadia type Granular, lubang kencing sudah berada pada kepala penis
hanya letaknya masih berada di bawah kepala penisnya.
Tipe hipospadia berdasarkan letak orifisium uretra eksternum/ meatus
:
1. Tipe sederhana/ Tipe anterior
Terletak di anterior yang terdiri dari tipe glandular dan coronal.
Pada tipe ini, meatus terletak pada pangkal glands penis. Secara klinis,
kelainan ini bersifat asimtomatik dan tidak memerlukan suatu tindakan.
Bila meatus agak sempit dapat dilakukan dilatasi atau meatotomi.
2. Tipe penil/ Tipe Middle
Middle yang terdiri dari distal penile, proksimal penile, dan pene-escrotal.
Pada tipe ini, meatus terletak antara glands penis dan skrotum. Biasanya
disertai dengan kelainan penyerta, yaitu tidak adanya kulit prepusium
bagian ventral, sehingga penis terlihat melengkung ke bawah atau glands
penis menjadi pipih. Pada kelainan tipe ini, diperlukan intervensi tindakan
bedah secara bertahap, mengingat kulit di bagian ventral prepusium tidak
ada maka sebaiknya pada bayi tidak dilakukan sirkumsisi karena sisa kulit
yang ada dapat berguna untuk tindakan bedah selanjutnya.
3. Tipe Posterior
Posterior yang terdiri dari tipe scrotal dan perineal. Pada tipe ini,
umumnya pertumbuhan penis akan terganggu, kadang disertai dengan
skrotum bifida, meatus uretra terbuka lebar dan umumnya testis tidak
turun
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosis dilakukan dengan dengan pemeriksaan fisik pada bayi baru
lahir atau bayi. Jarang dilakukan pemeriksaan tambahan untuk mendukung
diagnosis hipospadi. Namun karena kelainan lain dapat menyertai hipospadia,
dianjurkan pemeriksaan yang menyeluruh, termasuk pemeriksaan kromososm
(Corwin, 2009).
1. Rontgen
2. USG sistem kemih kelamin
3. BNO – IVP karena biasanya pada hipospadia juga disertai dengan kelainan
kongenital ginjal
H. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama dari penatalaksanaan bedah hipospadia adalah
merekomendasikan penis menjadi lurus dengan meatus uretra ditempat yang
normal atau dekat normal sehingga aliran kencing arahnya ke depan dan dapat
melakukan coitus dengan normal (Anak-hipospadia).
1. Koreksi bedah mungkin perlu dilakukan sebelum usia anak 1 atau 2 tahun.
Sirkumsisi harus dihindari pada bayi baru lahir agar kulup dapat dapat
digunakan untuk perbaikan dimasa mendatang (Corwin, 2009).
2. Informasikan orang tua bahwa pengenalan lebih dini adalah penting
sehingga sirkumsisi dapat dihindari, kulit prepusium digunakan untuk
bedah perbaikan (Muscari, 2005).
3. Ada banyak variasi teknik, yang populer adalah tunneling Sidiq-Chaula,
Teknik Horton dan Devine.
a. Teknik tunneling Sidiq-Chaula dilakukan operasi 2 tahap:
1) Tahap pertama eksisi dari chordee dan bisa sekaligus dibuatkan
terowongan yang berepitel pada glans penis. Dilakukan pada usia 1
½ -2 tahun. Penis diharapkan lurus, tapi meatus masih pada tempat
yang abnormal. Penutupan luka operasi menggunakan preputium
bagian dorsal dan kulit penis
2) Tahap kedua dilakukan uretroplasti, 6 bulan pasca operasi, saat
parut sudah lunak. Dibuat insisi paralel pada tiap sisi uretra
(saluran kemih) sampai ke glans, lalu dibuat pipa dari kulit
dibagian tengah. Setelah uretra terbentuk, luka ditutup dengan flap
dari kulit preputium dibagian sisi yang ditarik ke bawah dan
dipertemukan pada garis tengah. Dikerjakan 6 bulan setelah tahap
pertama dengan harapan bekas luka operasi pertama telah matang.
b. Teknik Horton dan Devine, dilakukan 1 tahap, dilakukan pada anak
lebih besar dengan penis yang sudah cukup besar dan dengan kelainan
hipospadi jenis distal (yang letaknya lebih ke ujung penis). Uretra
dibuat dari flap mukosa dan kulit bagian punggung dan ujung penis
dengan pedikel (kaki) kemudian dipindah ke bawah.
Mengingat pentingnya preputium untuk bahan dasar perbaikan
hipospadia, maka sebaiknya tindakan penyunatan ditunda dan
dilakukan berbarengan dengan operasi hipospadi.
I. KOMPLIKASI
1. Pseudohermatroditisme (keadaan yang ditandai dengan alat-alat kelamin
dalam 1 jenis kelamin tetapi dengan satu beberapa ciri sexsual tertentu )
2. Psikis ( malu ) karena perubahan posisi BAK.
3. Kesukaran saat berhubungan sexsual, bila tidak segera dioperasi saat
dewasa.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya pasien dengan hipospadia ditemukan adanya lubang
kencing yang tidak pada tempatnya sejak lahir dan tidak diketahui
dengan pasti penyebabnya.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Biasanya pasien dengan hipospadia ditemukan adanya penis yang
melengkung kebawah adanya lubang kencing tidak pada tempatnya
sejak lahir.
4. Riwayat Kongenital
a. Penyebab yang jelas belum diketahui.
b. Dihubungkan dengan penurunan sifat genetik.
c. Lingkungan polutan teratogenik (Muscari, 2005:357)
7. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem kardiovaskuler
Tidak ditemukan kelainan
b. Sistem neurologi
Tidak ditemukan kelainan
c. Sistem pernapasan
Tidak ditemukan kelainan
d. Sistem integumen
Tidak ditemukan kelainan
e. Sistem muskuloskletal
Tidak ditemukan kelainan
f. Sistem Perkemihan
1) Palpasi abdomen untuk melihat distensi vesika urinaria atau
pembesaran pada ginjal.
2) Kaji fungsi perkemihan
3) Dysuria setelah operasi
g. Sistem Reproduksi
1) Adanya lekukan pada ujung penis
2) Melengkungnya penis ke bawah dengan atau tanpa ereksi
3) Terbukanya uretra pada ventral
4) Pengkajian setelah pembedahan : pembengkakan penis,
perdarahan, drinage.
(Nursalam, 2008: 164)
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
NO Diagnosa Keperawatan
1. PRE OPERASI
a. Ansietas (anak dan orang tua) yang behubungan dengan
proses pembedahan (uretroplasti).
2. POST OPERASI
1. a. Nyeri berhubungan dengan pembedahan.
b. Defisit pengetahuan berhubungan dengan perawatan di
rumah.
2. c. Resiko infeksi (traktus urinarius) yang berhubungan dengan
3. pemasangan kateter.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. PRE OPERASI
a. Ansietas (anak dan orang tua) yang behubungan dengan proses
pembedahan (uretroplasti)
Tujuan: anak dan orang tua mengalami penurunan rasa cemas yang
ditandai oleh ungkapan pemahaman tentang prosedur bedah
Intervensi:
1) Jelaskan pada anak dan orang tua tentang prosedur bedah dan
perawatan pasca operasi yang diharapkan. Gunakan gambar dan
boneka ketika menjelaskan prosedur kepada anak. Jelaskan bahwa
pembedahan dilakukan dengan cara memperbaiki letak muara
uretra. Jelaskan juga kateter urine menetap akan dipasang, dan
bahwa anak perlu direstrein untuk mencegah supaya anak tidak
berusaha melepas kateter. Beri tahu mereka bahwa anak mungkin
dipulangkan dengan keadaan terpasang kateter.
Rasional :
Menjelaskan rencana pembedahan dan pasca operasi membantu
meredakan rasa cemas dan takut, dengan membiarkan anak dan
orang tua mengantisipasi dan mempersiapkan peristiwa yang akan
terjadi. Simulasi dengan mempergunakan gambar dan boneka
untuk menjelaskan prosedur dapat membuat anak memahami
konsep yang rumit.
2) Beri anak kesempatan untuk mengekspresikan rasa takut dan
fantasinya dengan menggunakan boneka dan wayang.
Rasional :
Mengekspresikan rasa takut memungkinkan anak menghilangkan
rasa takutnya, dan memberi anda kesempatan untuk mengkaji
tingkat kognitif dan kemampuan untuk memahami kondisi, serta
perlunya pembedahan. (Speer,2007:168)
2. POST OPERASI
a. Nyeri berhubungan dengan pembedahan
Tujuan: anak akan memperlihatkan peningkatan rasa nyaman yang
ditandai oleh menangis,gelisah, dan ekspresi nyeri berkurang.
Intervensi:
1) Kolaborasi dalam pemberian analgesic sesuai program
R: pemberian obat analgesik untuk meredahkan nyeri
2) Pastikan kateter anak dipasang dengan benar,serta bebas dari
simpul
R: penempatan kateter yang tidak tepat dapat menyebabkan nyeri
akibat drainase yang tidak adekuat,atau gesekan akibat tekanan
pada balon yang digembungkan. (Speer,2007:169)
NIP. NIM.
Mengetahui
Pembimbing Akademik
NIP.