You are on page 1of 37

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sistem perkemihan merupakan organ vital dalam melakukan ekskresi dan
melakukan eliminasi sisa-sisa hasil metabolisme tubuh. Aktivitas sistem perkemihan
dilakukan secara hati-hati untuk menjaga komposisi darah dalam batas yang bisa diterima
(Muttaqin, Arif 2011).
Penyakit yang terjadi pada sistem perkemihan bervariasi, salah satunya yaitu
Urolitiasis. Urolitiasis adalah suatu keadaan terdapatnya batu dalam saluran kemih baik
dalam ginjal, ureter maupun buli-buli. Kondisi ini memberikan gangguan pada sistem
perkemihan dan memberikan masalah keperawatan pada pasien (Robbins, 2007). Batu
Saluran Kemih (Urolithiasis) merupakan keadaan patologis karena adanya masa keras
seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kencing dan dapat menyebabkan nyeri,
perdarahan, atau infeksi pada saluran kencing. Terbentuknya batu disebabkan karena air
kemih jenuh dengan garam-garam yang dapat membentuk batu atau karena air kemih
kekurangan materi-materi yang dapat menghambat pembentukan batu, kurangnya
produksi air kencing, dan keadaan-keadaan lain yang idiopatik (Dewi, 2007). Lokasi batu
saluran kemih dijumpai khas di kaliks atau pelvis (nefrolitiasis) dan bila akan keluar akan
terhenti di ureter atau di kandung kemih (vesikolitiasis) (Robbins, 2007).
Penyakit ini menyerang sekitar 4% dari seluruh populasi, dengan rasio pria-wanita
4:1 dan penyakit ini disertai morbiditas yang besar karena rasa nyeri. Di Amerika Serikat
5-10% penduduknya menderita penyakit ini, sedangkan di seluruh dunia rata-rata terdapat
1-2% penduduk yang menderita batu saluran kemih. Di Indonesia diperkirakan
insidensinya lebih tinggi dikarenakan adanya beberapa daerahyang termasuk daerah stone
belt dan masih banyaknya kasus batu endemik yang disebabkan diet rendah protein,
tinggi karbohidrat dan dehidrasi kronik. Penyakit ini merupakan tiga penyakit terbanyak
dibidang urologi disamping infeksi saluran kemih dan pembesaran prostat (Purnomo,
2011).
Penyakit batu ginjal merupakan masalah kesehatan yang cukup bermakna, baik di
Indonesia maupun di dunia. Prevalensi penyakit ini diperkirakan 13% pada laki-laki
dewasa dan 7% pada perempuan dewasa, dengan puncak usia dekade ketiga dan keempat.
Angka kejadian batu ginjal berdasarkan data yang dikumpulkan dari rumah sakit di
seluruh Indonesia tahun 2002 adalah sebesar 37.636 kasus baru, dengan jumlah
1
kunjungan sebesar 58.959 orang. Selain itu jumlah pasien yang dirawat mencapai 19.018
orang, dengan mortalitas 378 orang (Rully, M. Azharry 2010).
Berdasarkan hal di atas di dalam makalah ini penulis akan menguraikan konsep
dasar medis batu ginjal beserta asuhan keperawatan pada pasien yang menderita batu
ginjal sehingga diharapkan dapat menambah pengetahuan pembaca mengenai batu ginjal
khususnya bagi pemberi pelayanan kesehatan dan pemberi asuhan keperawatan serta
dapat memberikan pedoman bagi pemberi asuhan keperawatan dalam memberikan
pelayanan asuhan keperawatan.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian urolitiasis dan batu ginjal?
2. Apa etiologi dari batu ginjal?
3. Bagaimana patofisiologi terjadinya urolitiasis dan batu ginjal?
4. Apa manifestasi klinik dari batu ginjal?
5. Apa klasifikasi dari batu ginjal?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang pada urolitiasis dan batu ginjal?
7. Apakah komplikasi dari batu ginjal?
8. Bagaimana penatalaksanaan dari batu ginjal?
9. Bagaimana pencegahan timbulya batu ginjal?
10. Bagaimanakah konsep asuhan keperawatan dari batu ginjal?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian urolitiasis dan batu ginjal.
2. Mengetahui etiologi dari batu ginjal.
3. Mengetahui patofisiologi terjadinya urolitiasis dan batu ginjal.
4. Mengetahui manifestasi klinik dari batu ginjal.
5. Mengetahui klasifikasi dari batu ginjal.
6. Mengetahui pemeriksaan penunjang pada urolitiasis dan batu ginjal.
7. Mengetahui komplikasi dari batu ginjal.
8. Mengetahui penatalaksanaan dari batu ginjal.
9. Mengetahui pencegahan timbulnya batu ginjal.
10. Mengetahui konsep asuhan keperawatan dari batu ginjal.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Batu di dalam saluran kemih (Urinary Calculi) adalah massa keras seperti batu
yang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan,
penyumbatan aliran kemih atau infeksi. Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu
ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu kandung kemih). Proses pembentukan
batu ini disebut urolitiasis (litiasis renalis, nefrolitiasis) ( Elizabeth J. Corwin, 2009)
Batu ginjal atau kalkulus renal (nefrolitiasis) dapat terbentuk dimana saja di dalam
traktus urinarius kendati paling sering ditemukan pada piala ginjal (pelvis renis) atau
kalises. Batu ginjal memiliki ukuran yang beragam dan bias soliter atau multiple. Batu
ginjal lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan pada wanita dan jarang ditemukan
pada anak-anak. Batu kalsium umumnya ditemukan pada laki-laki berusia pertengahan
dengan riwayat pembentukan batu di dalam keluarga (Kowalak, 2011).
Batu ginjal merupakan suatu kondisi terbentuknya material keras yang
menyerupai batu di dalam ginjal. Material tersebut berasal dari sisa zat-zat limbah di
dalam darah yang dipisahkan ginjal yang kemudian mengendap dan mengkristal seiring
waktu (Anonim, 2015).
Dari penjelasan para ahli di atas, dapat disimpulkan batu ginjal adalah suatu
keadaan penyakit pembetukan batu (kalkuli) yang dapat ditemukan di setiap bagian ginjal
yang terjadi akibat endapan zat-zat sisa di ginjal sehingga menyebabkan terganggunya
sistem perkemihan.

Gambar 1: Batu ginjal dalam kalises mayor, kalises minor


ginjal dan dalam ureter

3
B. Etiologi
Meskipun penyebab pasti tidak diketahui, factor predisposisi terjadinya batu ginjal
meliputi (Kowalak, 2011):
1. Dehidrasi
2. Infeksi
3. Perubahan pH urin (batu kalsium karbonat terbentuk pada pH yang tinggi, batu asam
urat terbentuk pada pH yang rendah)
4. Obstruksi pada aliran urin yang menimbulkan stasis di dalam traktus urinarius.
5. Imobilisasi yang menyebabkan kalsium terlepas ke dalam darah dan tersaring oleh
ginjal.
6. Factor metabolic
7. Factor makanan
8. Factor penyakit renal
9. Factor penyakit gout

Penyebab terbentuknya batu saluran kemih diduga berhubungan dengan gangguan


aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan
lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara epidemiologis terdapat beberapa
faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih yang dibedakan sebagai faktor
intrinsik dan faktor ekstrinsik, yaitu (Purnomo, 2011):
a. Faktor intrinsik, meliputi:
1) Herediter; diduga dapat diturunkan dari generasi ke generasi.
2) Umur; paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun karena terjadinya
penurunan kerja organ sistem perkemihan
3) Jenis kelamin; jumlah pasien pria 3 kali lebih banyak dibanding pasien wanita
dapat dikatakan karena perbedaan aktivitas.
b. Faktor ekstrinsik, meliputi:
a. Geografi; pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian yang lebih tinggi
daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt.
b. Iklim dan temperatur
Tempat yang bersuhu dingin (ruang AC) menyebabkan kulit kering dan
pemasukan cairan kurang. Tempat yang bersuhu panas misalnya di daerah tropis,
di ruang mesin menyebabkan banyak keluar keringat, akan mengurangi produksi
urin.
c. Asupan air
Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium dapat meningkatkan
insiden batu saluran kemih.
d. Diet

4
Diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya batu saluran
kemih. Kebiasaan mengkonsumsi makanan tinggi kalsium seperti susu, keju,
kacang polong, kacang tanah dan coklat. Tinggi purin seperti : ikan, ayam, daging,
jeroan. Tinggi oksalat seperti : bayam, seledri, kopi, teh, dan vitamin D.
e. Pekerjaan
Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau
kurang aktivitas fisik (sedentary life). Pekerjaan dengan banyak duduk lebih
memungkinkan terjadinya pembentukan batu dibandingkan pekerjaan seorang
buruh atau petani.
f. Infeksi
Infeksi saluran kemih dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan menjadi
inti pembentukan batu.

C. Patofisiologi
Tipe batu ginjal yang utama adalah kalsium oksalat dan kalsium fosfat yang
menempati 75% hingga 80% dari semua kasus batu ginjal; batu struvit (magnesium,
ammonium, dan fosfat) 15% dan asam urat 7%. Batu sistin relative jarang terjadi dan
mewakili 1% dari semua batu ginjal (Kowalak, 2011).
Batu ginjal terbentuk ketika terjadi pengendapan substansi yang dalam keadaan
normal larut dalam urin, seperti kalsium oksalat dan kalsium fosfat. Dehidrasi dapat
menimbulkan batu ginjal karena peningkatan konsentrasi substansi yang membentuk batu
di dalam urin. Pembentukan batu terjadi di sekeliling suatu nucleus atau nidus pada
lingkungan yang sesuai. Kristal terbentuk dengan adanya substansi yang membentuk batu
(kalsium oksalat, kalsium karbonat, magnesium, ammonium, fosfat atau asam urat) dan
kemudian terperangkap dalam traktus urinarius. Di tempat ini, kristal tersebut menarik
Kristal lain untuk membentuk batu. Urin yang sangat pekat dengan substansi ini akan
memudahkan pembentukan Kristal dan mengakibatkan pembentukan batu (Kowalak,
2011).
Secara teoritis batu dapat terbentuk diseluruh saluran kemih terutama pada
tampat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (statis urine), yaitu pada
sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises (stenosis
uretro-pelvis), divertikel, obstruksi infravesika kronis seperti pada hyperplasia prostate
benigna, striktura, dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang
memudahkan terjadinya pembentukan batu. Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun

5
oleh bahan-bahan organik maupun anorganik yang terlarut di dalam urine. Kristal-kristal
tersebut tetap berada dalam keadaan metastable (tetap terlarut) dalam urine jika tidak ada
keadaan-keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal
yang saling mengadakan presipitasi membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian akan
mengadakan agregasi, dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang lebih
besar. Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan belum cukup
mampu membuntukan saluran kemih. Untuk itu agregat kristal menempel pada epitel
saluran kemih (membentuk retensi kristal), dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan
pada agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran
kemih. Kondisi metastabel dipengaruhi oleh pH larutan, adanya koloid di dalam urine,
konsentrasi solute di dalam urine, laju aliran urine di dalam saluran kemih, atau adanya
korpus alienum di dalam saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu. Lebih dari 80%
batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium, baik yang berikatan dengan oksalat maupan
dengan fosfat, membentuk batu kalsium oksalat dan kalsium fosfat; sedangkan sisanya
berasal dari batu asam urat, batu magnesium ammonium fosfat (batu infeksi), batu
xanthyn, batu sistein, dan batu jenis lainnya. Meskipun patogenesis pembentukan batu-
batu diatas hampir sama, tetapi suasana didalam saluran kemih yang memungkinkan
terbentuknya jenis batu itu tidak sama. Dalam hal ini misalkan batu asam urat mudah
terbentuk dalam asam, sedangkan batu magnesium ammonium fosfat terbentuk karena
urine bersifat basa (Lina, 2008).
Batu ginjal dapat terjadi pada papilla renal, tubulus renal, kalises, piala ginjal,
ureter atau dalam kandung kemih. Banyak batu berukuran kurang dari 5 mm dan biasanya
batu dengan ukuran kecil ini akan keluar sendiri ke dalam urin. Batu staghorn bias terus
tumbuh dalam piala ginjal dan meluas ke dalam kalises sehingga terbentuk batu yang
bercabang-cabang dan akhirnya menimbulkan batu ginjal jika tidak diangkat dengan
pembedahan. Batu kalsium memiliki ukuran paling kecil. Sebagian besar diantaranya
adalah kalsium oksalat atau campuran oksalat dengan fosfat (Kowalak, 2011).
Meskipun 80% kasus bersidat idiopatik, umumnya kasus-kasus tersebut terjadi
bersama hiperurikosuria (keadaan terdapatnya asam urat dengan kadar yang tinggi di
dalam urin). Imobilisasi yang lama dapat menimbulkan dimineralisasi tulang,
hiperkalsiuria, dan pembentukan kalkulus. Disamping itu, hiperparatiroidisme, asidosis
tubulus renal dan asupan vitamin D atau kalsium yang berlebihan dari makanan dapat
menjadi factor predisposisi terbentuknya batu ginjal. Batu struvit secara khas mengendap
karena infeksi, khususnya oleh spesies pseudomonas atau proteus. Mikroorganisme
6
pemecah ureum ini lebih sering dijumpai pada wanita. Batu struvit dapat menghancurkan
parenkim renal (Kowalak, 2011).
Penyakit gout mengakibatkan produksi asam urat yang tinggi, hiperurikosuria, dan
batu asam urat. Diet tinggi purin (seperti daging, ikan, dan unggas) akan menaikkan kadar
asam urat di dalam tubuh. Enteritis regional dan colitis ulserativa dapat memicu
pembentukan batu asam urat. Penyakit ini sering terjadi pada keadaan kehilangan cairan
dan bikarbonat yang dapat menimbulkan asidosis metabolic. Urin yang asam akan
meningkatkan pembentukan batu asam urat (Kowalak, 2011).
Sistinuria merupakan gangguan herediter langka, dan pada kondisi ini terdapat
kekeliriuan metabolic yang menyebabkan penurunan reabsorpsi sistin di dalam tubulus
renal. Keadaan ini menyebabkan peningkatan jumlah sistin dalam urin. Karena sistin
merupakan substansi yang relative insoluble, keberadaannya turut menyebabkan
pembentukan kalkulus atau batu (Kowalak, 2011).
Jaringan parut yang terinfeksi merupakan tempat ideal bagi pembentukan batu.
Disamping itu, kalkulus yang terinfeksi (biasanya batu magnesium ammonium fosfat atau
batu staghorn) dapat terbentuk apabila bakteri menjadi nucleus dalam pembentukan batu.
Stasis urin memudahkan penimbunan unsur-unsur pembentukan batu yang kemudian
saling melekat dan mendorong timbulnya infeksi yang menambah obstruksi. Batu dapat
masuk ke dalam ureter atau tetap tinggal di dalam piala ginjal. Di dalam piala ginjal, batu
tersebut merusak atau menghancurkan parenkim renal dan dapat menimbulkan nekrosis
karena penekanan (Kowalak, 2011).
Di dalam ureter, pembentukan batu menyebabkan obstruksi dalam bentuk
hidronefrosis dan cenderung timbul kembali. Nyeri yang membandel dan perdarahan
serius juga dapat terjadi karena batu ginjal dan kerusakan yang ditimbulkan. Batu yang
besar dan kasar akan menyumbat lubang sambungan uteropelvic dan meningkatkan
frekuensi serta kekuatan kontraksi peristaltic sehingga terjadi hematuria akibat trauma.
Biasanya pasien batu ginjal melaporkan nyeri yang menjalar dari sudut kostovertebral
kebagian pinggang kemudian kearah suprapubik serta genetalia eksterna (kolik renal yang
klasik). Intensitas nyeri berfluktuasi dan dapat luar biasa sakitnya ketika intensitas nyeri
tersebut mencapai puncaknya. Pasien dengan batu ginjal di dalam piala ginjal dan kalises
dapat melaporkan nyeri konstan yang tumpul (rasa pegal). Ia juga dapat melaporkan nyeri
punggung jika batu tersebut menyebabkan sumbatan dalam ginjal dan nyeri abdomen
yang hebat bila batu tersebut berjalan ke bawah disepanjang ureter. Infeksi dapat terjadi
dalam urin yang mengalami stasis atau sesudah trauma jika batu ini menimbulkan
7
mengikis permukaan saluran kemih. Jika batu atau kalkulus terperangkap dan menyumbat
aliran urin maka dapat terjadi hidronefrosis (Kowalak, 2011).
Beberapa teori pembentukan batu adalah (Purnomo, 2011) :
a) Teori Nukleasi
Batu terbentuk di dalam urine karena adanya inti batu (nukleus). Partikel-partikel
yang berada dalam larutan yang terlalu jenuh (supersaturated) akan mengendap di
dalam nukleus itu sehingga akhirnya membentuk batu. Inti batu dapat berupa kristal
atau benda asing di saluran kemih.
b) Teori Matriks
Matriks organik terdiri atas serum/protein urine (albumin, globulin, dan mukoprotein)
yang merupakan kerangka tempat diendapkannya kristal-kristal batu.
c) Penghambatan kristalisasi
Urine orang normal mengandung zat penghambat pembentuk kristal, antara lain :
magnesium, sitrat, pirofosfat, mukoprotein dan beberapa peptida. Jika kadar salah satu
atau beberapa zat itu berkurang, akan memudahkan terbentuknya batu di dalam
saluran kemih.
Pathway (Terlampir)

D. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala batu ginjal yang mungkin meliputi (Kowalak ,2011):
1. Nyeri hebat akibat obstruksi
2. Nausea dan vomitus
3. Demam dan menggigil karena infeksi
4. Hematuria jika batu tersebut menimbulkan abrasi ureter
5. Distensi abdomen
6. Anuria akibat obstruksi bilateral atau obstruksi pada ginjal yang tinggal satu-satunya
dimiliki pasien.
Secara umum pasien urolithiasis datang ke pelayanan kesehatan dengan keluhan
utama nyeri pada pinggang dan hematuria. Keluhan yang disampaikan oleh pasien
tergantung pada posisi atau letak batu, besar batu, dan penyulit yang telah terjadi.
Keluhan yang paling dirasakan oleh pasien adalah nyeri pada pinggang. Nyeri ini
mungkin bisa berupa nyeri kolik maupun bukan kolik. Nyeri kolik terjadi karena aktivitas
peristaltik otot polos sistem kalises ataupun ureter meningkat dalam usaha untuk
mengeluarkan batu dari saluran kemih. Peningkatan peristaltik ini menyebabkan tekanan
intraluminalnya meningkat sehingga terjadi peregangan dari terminal saraf yang
memberikan sensasi nyeri. Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena
terjadi hidonefrosis atau infeksi pada ginjal (Kuntarti, 2009).
Hematuria sering kali dikeluhkan oleh pasien akibat trauma pada mukosa saluran
kemih yang disebabkan oleh batu. Kadang-kadang hematuria didapatkan dari
8
pemeriksaan urinalisis berupa hematuria mikroskopik. Jika didapatkan demam harus
dicurigai suatu urosepsis dan ini merupakan kedaruratan di bidang urologi. Dalam hal ini
harus secepatnya ditentukan letak kelainan anatomik pada saluran kemih yang mendasari
timbulnya urosepsis dan segera dilakukan terapi berupa drainase dan pemberian
antibiotika (Kuntarti, 2009).
Infeksi (pielonefritis dan sistitis yang disertai menggigil, demam dan disuria)
dapat terjadi dari iritasi batu yang terus menerus. Beberapa batu menyebabkan sedikit
gejala namun secara perlahan merusak unit fungsional (nefron) ginjal (Kuntarti, 2009).

E. Klasifikasi Batu Ginjal


Menurut Kowalak (2011) komposisi yang menyusun batu ginjal adalah batu
kalsium (80%) dengan terbesar berbentuk kalsium oksalat dan terkecil berbentuk
kalsium fosfat. Adapun macam-macam batu ginjal dan proses terbentuknya, antara lain:
a. Batu Oksalat/Kalsium Oksalat
Asam oksalat di dalam tubuh berasal dari metabolisme asam amino dan asam
askorbat (vitamin C). Asam askorbat merupakan prekursor oksalat yang cukup besar,
sejumlah 30%, 50% yang lain dikeluarkan sebagai oksalat urine. Manusia tidak dapat
melakukan metabolisme oksalat, sehingga dikeluarkan melalui ginjal. Jika terjadi
gangguan fungsi ginjal dan asupan oksalat berlebih di tubuh (misalkan banyak
mengkonsumsi nenas), maka terjadi akumulasi okalat yang memicu terbentuknya
batu oksalat di ginjal/kandung kemih.
b. Batu Struvit
Batu struvit terdiri dari magnesium ammonium fosfat (struvit) dan kalsium karbonat.
Batu tersebut terbentuk di pelvis dan kalik ginjal bila produksi ammonia bertambah
dan pH urin tinggi, sehingga kelarutan fosfat berkurang. Hal ini terjadi akibat infeksi
bakteri pemecah urea (yang terbanyak dari spesies Proteus dan Providencia,
Peudomonas eratia, semua spesies Klebsiella, Hemophilus, Staphylococus, dan
Coryne bacterium) pada saluran urin. Enzim urease yang dihasikan bakteri di atas
menguraikan urin menjadi amonia dan karbonat. Amonia bergabung dengan air
membentuk amonium sehingga pH urine makin tinggi. Karbon dioksida yang
terbentuk dalam suasana pH basa/tinggi akan menjadi ion karbonat membentuk
kalsium karbonat.Batu struvit (campuran dari magnesium, amoniak dan fosfat) juga
disebut batu infeksi karena batu ini hanya terbentuk di dalam air kemih yang
terinfeksi. Ukuran batu bervariasi, mulai dari yang tidak dapat dilihat dengan mata

9
telanjang sampai yang sebesar 2.5 sentimeter atau lebih. Batu yang besar disebut
kalkulus staghorn. Batu ini mengisi hampir keseluruhan pelvis renalis dan kalises
renalis.
c. Batu Urat
Batu urat terjadi pada penderita gout (sejenis rematik). Batu urat dapat juga terbentuk
karena pemakaian urikosurik (misal probenesid atau aspirin). Penderita diare kronis
(karena kehilangan cairan, dan peningkatan konsentrasi urine) serta asidosis (pH urin
menjadi asam sehingga terjadi pengendapan asam urat) dapat juga menjadi pemicu
terbentuknya batu urat.
d. Batu Sistina
Sistin merupakan asam amino yang kelarutannya paling kecil. Kelarutannya semakin
kecil jika pH urin turun/asam. Bila sistin tak larut akan berpresipitasi (mengendap)
dalam bentuk kristal yang tumbuh dalam sel ginjal/saluran kemih membentuk batu.
e. Batu Kalium Fosfat
Batu ginjal berbentuk batu kalium fosfat dapat terjadi pada penderita hiperkalsiurik
(kadar kalsium dalam urine tinggi). Batu kalium fosfat juga dapat terjadi karena
asupan kalsium berlebih (misal susu dan keju) ke dalam tubuh. Hal ini dikarenakan
adanya endapan kalium di dalam tubuh yang akan menyebabkan timbulnya batu
ginjal.

Batu yang terbentuk di ginjal dapat menetap pada beberapa tempat di bagian
ginjal, seperti di kalix minor atas dan bawah, di kalix mayor, di daerah pyelum, dan di
ginjal bagian atas (up junction). Berikut ini adalah klasifikasi berdasarkan posisi batu
saluran ginjal:
a. Batu di kalix minor atas : batu ini kemungkinan silent stone dengan symptom stone.
b. Batu di kalix monir bawah : batu yang terdapat pada bagian ini biasanya merupakan
batu koral (staghorn stone) dan berbentuk seperti arsitektur dari kalices. Batu ini
makin lama akan bertambah besar dan mendesak pharencim ginjal sehingga
pharencim ginjal semakin menipis. Jadi batu ini potensial berbahaya bagi ginjal.
c. Batu di kalix mayor : jenis batu ini adalah batu koral (staghorn stone), tetapi tidak
menyumbat. Batu pada daerah ini sering tidak menimbulkan gejala mencolok / akut,
tetapi sering ditemukan terjadinya pielonefritis karena infeksi yang berulang-ulang.
Batu ini makin lama akan semakin membesar dan mendesak pharencim ginjal
sehingga pharencim ginjal akan semakin menipis dan berbahaya bagi ginjal.

10
d. Batu di pyelum ginjal : batu-batu ini kadang-kadang dapat menyumbat dan
menimbulkan infeksi sehingga dapat menyebabkan kolik pain dan gejala lain.
Tindakan pengobatannya sebaiknya dilakukan dengan pengangkatan batu ginjal,
karena batu dapat tumbuh terus ke dalam kalix mayor sehingga tindakan operasi
nantinya akan lebih sulit untuk dilaksanakan.
e. Batu di atas Up Junction : daerah up junction merupakan salah satu tempat
penyempitan ureter yang fisiologis, sehingga besarnya batu diperkirakan tidak dapat
melalui daerah tersebut.
f. Batu ureter : tanda dan gejalanya adalah secara tiba-tiba timbul kolik pain mulai dari
pinggang hingga testis pria atau ovarium pada wanita, pada posisi apapun klien
sangat kesakitan, kadang-kadang disertai perut kembung, nausea, muntah, gross
hematuria.
g. Batu buli-buli : batu buli-buli terdapat pada semua golongan umur dari anak sampai
orang dewasa.

F. Komplikasi
Komplikasi meliputi (Kowalak, 2011):
1. Kerusakan atau destruksi parenkim renal
2. Nekrosis tekanan
3. Obstruksi oleh batu
4. Hidronefrosis
5. Perdarahan
6. Rasa nyeri
7. Infeksi

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dapat menunjang diagnostic batu ginjal antara lain (Rasad, Sjahriar.
2010):
a. Urinalisa
Warna normal adalah kekuning-kuningan, sedangkan warna abnormal dalah coklat
gelap, merah, berdarah yang menunjukkan hematuri (kemungkinan obstruksi urine,
kalkulus renalis, tumor,kegagalan ginjal). Secara umum menunjukkan adanya sel
darah merah, sel darah putih dan kristal serta serpihan, mineral, bakteri, pus, pH urine
asam (asam meningkatkan sistin dan batu asam urat). Pada Urine 24 jam didapatkan
kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat atau sistin meningkat.
b. Pemeriksaan hematologi:
1. Sel darah putih : meningkat menunjukkan adanya infeksi.
2. Sel darah merah : biasanya normal.
3. Hb, Ht : abnormal bila pasien dehidrasi berat atau polisitemia.
11
c. Pemeriksaan Imaging
 Urografi
Pemeriksaan radiologis yang digunakan harus dapat memvisualisasikan saluran
kemih yaitu ginjal, ureter dan vesika urinaria (KUB). Tetapi pemeriksaan ini
mempunyai kelemahan karena hanya dapat menunjukkan batu yang radioopaque.
Batu asam urat dan ammonium urat merupakan batu yang radiolucent. Tetapi batu
tersebut terkadang dilapisi oleh selaput yang berupa calsium sehingga gambaran
akhirnya radioopaque. Pelapisan adalah hal yang sering, biasanya lapisan tersebut
berupa sisa metabolik, infeksi dan disebabkan hematuri sebelumnya.
 Cystogram/ intravenous pyelografi
Jika pada pemeriksaan secara klinik dan foto tidak dapat menunjukkan adanya
batu, maka langkah selanjutnya adalah dengan pemeriksaan IVP. Adanya batu
akan ditunjukkan dengan adanya filling defek.
 Ultrasonografi (USG)
Batu akan terlihat sebagai gambaran hiperechoic, efektif untuk melihat batu yang
radiopaque atau radiolucent.

 CT scan
Pemeriksaan ini dilakukan untuk banyak kasus pada pasien yang nyeri perut,
massa di pelvis, suspect abses, dan menunjukkan adanya batu yang tidak dapat
ditunjukkan pada IVP. Batu akan terlihat sebagian batu yang keruh.
 MRI
Pemeriksaan ini akan menunjukkan adanya lubang hitam yang semestinya tidak
ada/yang seharusnya terisi penuh, ini diassosiasikan sebagai batu.

H. Penatalaksanaan
Tujuan dasar penatalaksanaan adalah untuk menghilangkan batu, menentukan
jenis batu, mencegah kerusakan nefron, mengendalikan infeksi dan mengurangi obstruksi
yang terjadi. Untuk Indikasi pengeluaran batu saluran kemih yaitu obstruksi jalan kemih,
infeksi, nyeri menetap atau nyeri berulang-ulang, batu yang akan menyebabkan infeksi
atau obstruksi, batu metabolic yang tumbuh cepat (Kowalak, 2011).
Penatalaksanaan pada batu ginjal, sebagai berikut (Rully, M. Azharry S, 2010):

12
a. Diet
Diet atau pengaturan makanan sesuai jenis batu yang ditemukan :
1) Batu kalsium oksalat
Makanan yang harus dikurangi adalah jenis makanan yang mengandung kalsium
oksalat seperti bayam, daun seledri, kacang-kacangan, kopi, teh, dan coklat serta
mengurangi makanan yang mengandung kalsium tinggi seperti : ikan laut, kerang,
daging, sarden, keju dan sari buah.
2) Batu asam urat
Makanan yang dikurangi adalah daging, kerang, gandum, kentang, tepung-
tepungan, saus dan lain-lain.
3) Batu struvite
Makanan yang dikurangi adalah keju, telur, buah murbai, susu dan daging.
4) Batu cysti
Makanan yang dikurangi adalah sari buah, susu, kentang. Serta menganjurkan
pasien banyak minum yaitu 3-4 liter/hari dan olahraga yang teratur.
b. Pengurangan nyeri
Tujuan segera dari penanganan kolik renal atau ureteral adalah untuk mengurangi
nyeri sampai penyebabnya dapat dihilangkan; morfin atau meperidin diberikan untuk
mencegah syok dan sinkop akibat nyeri yang luar biasa. Mandi air hangat di area
panggul dapat bermanfaat. Cairan diberikan, kecuali pasien mengalami muntah atau
menderita gagal jantung kongestif atau kondisi lain yang memerlukan pembatasan
cairan. Ini meningkatkan tekanan hidrostatik pada ruang di belakang batu sehingga
mendorong pasase batu tersebut ke bawah. Masukan cairan sepanjang hari
mengurangi konsentrasi kristaloid urin, mengencerkan urin dan menjamin haluaran
urin yang besar.
c. Kolaborasi pemmberian antibiotik untuk mengatasi infeksi.
d. ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy)
Alat ESWL adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali oleh Caussy pada
tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter proksimal, atau buli-buli
tanpa melalui tindakan invasif atau tanpa ada pembiusan dengan mengkonsentrasikan
gelombang kejut dari lokasi batu dari luar tubuh. Batu dipecah menjadi fragmen-
fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih. Tidak jarang
pecahan-pecahan batu yang sedang keluar menimbulkan perasaan nyeri kolik dan
menyebabkan hematuria. Setelah batu tersebut pecah menjadi bagian yang kecil
seperti pasir, sisa batu-batu tersebut dikeluarkan secara spontan.
e. Metode Endourologi Pengangkatan Batu
Mengangkat batu renal tanpa pembedahan mayor. Nefrostomi perkutan (atau
nefrolitotomi perkutan) dilakukan dan nefroskop dimasukkan ke traktus perkutan
yang sudah dilebarkan ke dalam parenkim ginjal.

13
f. Ureteroskopi
Mencakup visualisasi dan aksis ureter dengan memasukkan suatu alat ureteroskop
melalui sistoskop. Batu dapat dihancurkan dengan menggunakan laser, lithotripsy
elektrohidraulik atau ultrasound kemudian diangkat.
g. Pelarutan batu
Infus cairan kemolitik (misal: agen pembuat asam dan basa) untuk melarutkan batu
dapat dilakukan sebagai alternative penanganan untuk pasien kurang beresiko
terhadap terapi lain dan menolak metode lain, atau mereka yang memiliki batu yang
mudah larut (struvit).
h. Pengangkatan batu
Jika batu terletak di dalam ginjal, pembedahan dilakukan dengan nefrolitotomi (insisi
pada ginjal untuk mengangkat batu) atau nefrektomi, jika ginjal tidak berfungsi akibat
infeksi atau hidronefrosis. Batu dalam piala ginjal diangkat dengan pielolitotomi.
I. Pencegahan
Untuk pencegahan batu ginjal terdapat makanan dan minuman yang harus
dibatasi (Kowalak, 2011).:
1. Makanan kaya vitamin D harus dihindari (vitamin D meningkatkan reabsorpsi
kalsium).
2. Garam meja dan makanan tinggi natrium harus dikurangi (Na bersaing dengan Ca
dalam reabsorpsinya diginjal).
3. Produk susu: semua keju (kecuali keju yang lembut dan keju batangan); susu dan
produk susu (lebih dari ½ cangkir per hari); krim asam (yoghurt).
4. Daging, ikan, unggas: otak, jantung, hati, ginjal, sardine, sweetbread, telur.
5. Sayuran: bit hijau, lobak, mustard hijau, bayam, lobak cina, buncis kering, kedelai,
seledri.
6. Buah: kelembak, semua jenis beri, kismis, buah ara, anggur.
7. Roti, sereal, pasta: roti murni, sereal, keripik, roti gandum, semua roti yang dicampur
pengembang roti, oatmeal, beras merah, sekam, benih gandum, jagung giling, seluruh
sereal kering (kecuali keripik nasi, com flakes).
8. Minuman: teh, coklat, minuman berkarbonat, bir, semua minuman yang dibuat dari
susu atau produk susu.
9. Lain-lain: kacang, mentega kacang, coklat, sup yang dicampur susu, semua krim,
makanan pencuci mulut yang dicampur susu atau produk susu (kue basah, kue kering,
pie).

14
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN BATU GINJAL

A. Pengkajian
Pengkajan adalah data dasar utama proses keperawatan yang tujuannya adalah untuk
memberikan gambaran secara terus menerus mengenai keadaan kesehatan klien yang
memungkinkan perawat asuhan keperawatan kepada klien.
a. Identitas pasien yaitu: mencakup nama, umur, agama, alamat, jenis kelamin,
pendidikan, perkerjaan, suku, tanggal masuk, no. MR, identitas keluarga, dll.
b. Riwayat Kesehatan
 Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya klien mengeluh nyeri pinggang kiri hilang timbul, nyeri muncul dari
pinggang sebelah kiri dan menjalar ke depan sampai ke penis. Penyebab nyeri
tidak di ketahui.
 Riwayat Penyakit Dahulu
Kemungkinan klien sering mengkonsumsi makanan yang kaya vit D, klien suka
mengkonsumsi garam meja berlebihan, dan mengkonsumsi berbagai macam
makanan atau minuman dibuat dari susu/ produk susu.
 Riwayat Penyakit Keluarga
Dikaji apakah keluarga klien mengalami batu ginjal atau penyakit lainnya.

Berdasarkan klasifikasi Doenges, riwayat keperawatan yang perlu dikaji adalah:


a. Aktivitas/istirahat:
Gejala:
 Riwayat pekerjaan monoton, aktivitas fisik rendah, lebih banyak duduk
 Riwayat bekerja pada lingkungan bersuhu tinggi
 Keterbatasan mobilitas fisik akibat penyakit sistemik lainnya (cedera
serebrovaskuler, tirah baring lama)

15
b. Sirkulasi
Tanda:
 Peningkatan TD, HR (nyeri, ansietas, gagal ginjal)
 Kulit hangat dan kemerahan atau pucat

c. Eliminasi
Gejala:
 Riwayat ISK kronis, obstruksi sebelumnya
 Penrunan volume urine
 Rasa terbakar, dorongan berkemih
 Diare
Tanda:
 Oliguria, hematuria, piouria
 Perubahan pola berkemih
d. Makanan dan cairan:
Gejala:
 Mual/muntah, nyeri tekan abdomen
 Riwayat diet tinggi purin, kalsium oksalat dan atau fosfat
 Hidrasi yang tidak adekuat, tidak minum air dengan cukup
Tanda:
 Distensi abdomen, penurunan/tidak ada bising usus
 Muntah
e. Nyeri/kenyamanan:
Gejala:
Nyeri hebat pada fase akut (nyeri kolik), lokasi nyeri tergantung lokasi batu (batu
ginjal menimbulkan nyeri dangkal konstan)
Tanda:
 Perilaku berhati-hati, perilaku distraksi
 Nyeri tekan pada area ginjal yang sakit
f. Keamanan:
Gejala:
 Penggunaan alkohol
 Demam/menggigil
g. Penyuluhan/pembelajaran:
Gejala:

16
 Riwayat batu saluran kemih dalam keluarga, penyakit ginjal, hipertensi, gout, ISK
kronis
 Riwayat penyakit usus halus, bedah abdomen sebelumnya, hiperparatiroidisme
 Penggunaan antibiotika, antihipertensi, natrium bikarbonat, alopurinul, fosfat,
tiazid, pemasukan berlebihan kalsium atau vitamin.

B. Diagnosa Keperawatan (NANDA)


 Pre-operasi
1. Nyeri (akut) berhubungan dengan peningkatan frekuensi/dorongan kontraksi
ureteral
2. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan stimulasi kandung kemih oleh
batu, iritasi ginjal dan ureter, obstruksi mekanik dan peradangan.
3. Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan
mual/muntah (iritasi saraf abdominal dan pelvis ginjal atau kolik ureter, diuresis
pasca obstruksi.
4. Ansietas berhubungan dengan kurang terpajan informasi tentang penyakit
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi
berhubungan dengan kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi,
keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada.
 Post-operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
2. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan tindakan invasif

C. Intervensi
 Pre-operasi

Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan/
Tujuan dan Kriteria
Masalah Kolaborasi Intervensi
Hasil
Nyeri akut NOC : NIC :
 Pain Level, Pain Management
Definisi :  pain  Lakukan pengkajian nyeri secara
Pengalaman sensori yang control, komprehensif termasuk lokasi,
tidak menyenangkan dan  comfort karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
pengalaman emosional yang level dan faktor presipitasi

17
muncul secara aktual atau Kriteria hasil:  Observasi reaksi nonverbal dari
potensial kerusakan jaringan  Mampu mengontrol ketidaknyamanan
atau menggambarkan nyeri (tahu penyebab Gunakan teknik komunikasi terapeutik
adanya kerusakan (Asosiasi nyeri, mampu untuk mengetahui pengalaman nyeri
Studi Nyeri Internasional): menggunakan tehnik pasien
serangan mendadak atau nonfarmakologi untuk Kaji kultur yang mempengaruhi respon
pelan intensitasnya dari mengurangi nyeri, nyeri
ringan sampai berat yang mencari bantuan)  Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
dapat diantisipasi dengan  Melaporkan bahwa Evaluasi bersama pasien dan tim
akhir yang dapat diprediksi nyeri berkurang dengan kesehatan lain tentang ketidakefektifan
dan dengan durasi kurang menggunakan kontrol nyeri masa lampau
dari 6 bulan. manajemen nyeri  Bantu pasien dan keluarga untuk
 Mampu mengenali nyeri mencari dan menemukan dukungan
Batasan karakteristik : (skala, intensitas, Kontrol lingkungan yang dapat
 Laporan secara verbal frekuensi dan tanda mempengaruhi nyeri seperti suhu
atau non verbal nyeri) ruangan, pencahayaan dan kebisingan
 Fakta dari observasi
 Posisi antalgic untuk  Menyatakan rasa Kurangi faktor presipitasi nyeri

menghindari nyeri nyaman setelah nyeri Pilih dan lakukan penanganan nyeri
 Gerakan melindungi berkurang (farmakologi, non farmakologi dan inter
 Tingkah laku berhati-
 Tanda vital dalam personal)
hati
rentang normal  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
 Muka topeng
 Gangguan tidur (mata  Tidak mengalami menentukan intervensi
sayu, tampak capek, gangguan tidur  Ajarkan tentang teknik non farmakologi
sulit atau gerakan kacau,  Berikan analgetik untuk mengurangi
menyeringai) nyeri
 Terfokus pada diri
 Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
sendiri
 Fokus menyempit  Tingkatkan istirahat

(penurunan persepsi  Kolaborasikan dengan dokter jika ada

waktu, kerusakan proses keluhan dan tindakan nyeri tidak

berpikir, penurunan berhasil

interaksi dengan orang  Monitor penerimaan pasien tentang

dan lingkungan) manajemen nyeri


 Tingkah laku distraksi,

18
contoh : jalan-jalan,
menemui orang lain Analgesic Administration
dan/atau aktivitas,  Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas,
aktivitas berulang-ulang) dan derajat nyeri sebelum pemberian
 Respon autonom (seperti
obat
diaphoresis, perubahan
 Cek instruksi dokter tentang jenis obat,
tekanan darah,
dosis, dan frekuensi
perubahan nafas, nadi
 Cek riwayat alergi
dan dilatasi pupil)
 Perubahan autonomic  Pilih analgesik yang diperlukan atau

dalam tonus otot kombinasi dari analgesik ketika

(mungkin dalam rentang pemberian lebih dari satu

dari lemah ke kaku)  Tentukan pilihan analgesik tergantung


 Tingkah laku ekspresif tipe dan beratnya nyeri
(contoh : gelisah,  Tentukan analgesik pilihan, rute
merintih, menangis, pemberian, dan dosis optimal
waspada, iritabel, nafas  Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk
panjang/berkeluh kesah) pengobatan nyeri secara teratur
 Perubahan dalam nafsu
 Monitor vital sign sebelum dan sesudah
makan dan minum
pemberian analgesik pertama kali
 Berikan analgesik tepat waktu terutama
Faktor yang berhubungan :
saat nyeri hebat
Agen injuri (biologi, kimia,
 Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan
fisik, psikologis)
gejala (efek samping)

Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan/
Tujuan dan Kriteria
Masalah Kolaborasi Intervensi
Hasil

19
Resiko defisit volume NOC: NIC :
cairan  Fluid balance Fluid management
 Hydration
Definisi :  Nutritional Status :  Timbang popok/pembalut jika

Berisiko mengalami Food and Fluid Intake diperlukan


 Pertahankan catatan intake dan output
dehidrasi vaskular,seluler, Kriteria Hasil :
yang akurat
atau intraseluler.  Mempertahankan  Monitor status hidrasi ( kelembaban
urine output sesuai membran mukosa, nadi adekuat,
Faktor risiko: dengan usia dan berat tekanan darah ortostatik ), jika
- Kehilangan cairan aktif badan, BJ urine diperlukan
- Kurang pengetahuan
normal, HT normal  Monitor vital sign
- Penyimpangan yang
 Tekanan darah, nadi,  Monitor masukan makanan / cairan
mempengaruhi absorp
suhu tubuh dalam dan hitung intake kalori harian
cairan  Lakukan terapi IV
- Penyimpangan yang batas normal  Monitor status nutrisi
 Tidak ada tanda tanda  Berikan cairan
mempengaruhi akses
dehidrasi, Elastisitas  Berikan cairan IV pada suhu ruangan
cairan
 Dorong masukan oral
- Penyimpangan yang turgor kulit baik,
 Berikan penggantian nesogatrik
mempengaruhi asupan membran mukosa
sesuai output
cairan lembab, tidak ada rasa  Dorong keluarga untuk membantu
- Kehilangan berlebihan
haus yang berlebihan pasien makan
melalui rute normal  Tawarkan snack ( jus buah, buah
misalnya diare segar )
- Usia lanjut  Kolaborasi dokter jika tanda cairan
- Berat badan ekstrim
- Faktor yang berlebih muncul meburuk
 Atur kemungkinan tranfusi
mempengaruhi
 Persiapan untuk tranfusi
kebutuhan cairan (status
hipermetabolik)
- Kegagalan fungsi
regulator
- Kehilangan cairan
melalui rute abnormal
(misalnya selang
menetap)
- Agen fermasutikal
(misalnya diuretik)

20
Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan/
Tujuan dan Kriteria
Masalah Kolaborasi Intervensi
Hasil

Ketidakseimbangan NOC:  Kaji adanya alergi makanan


nutrisi kurang dari  Nutritional status:  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
kebutuhan tubuh Adequacy of nutrient menentukan jumlah kalori dan nutrisi
 Nutritional Status : yang dibutuhkan pasien
Definisi: Asupan nutrisi
food and Fluid Intake  Yakinkan diet yang dimakan
tidak cukup untuk
 Weight Control mengandung tinggi serat untuk
memenuhi kebutuhan
Kriteria Hasil: mencegah konstipasi
metabolik.
 Adanya peningkatan  Ajarkan pasien bagaimana membuat
Batasan karakteristik: berat badan sesuai catatan makanan harian.
 Kram abdomen dengan tujuan  Monitor adanya penurunan BB dan
 Nyeri abdomen
 Menghindari makanan  Berat badan ideal gula darah
 Berat badan 20% atau sesuai dengan tinggi  Monitor lingkungan selama makan
lebih di bawah berat badan  Jadwalkan pengobatan dan tindakan
badan ideal  Mampu tidak selama jam makan
 Kerapuhan kapiler
mengidentifikasi  Monitor turgor kulit
 Diare
 Kehilangan rambut kebutuhan nutrisi  Monitor kekeringan, rambut kusam,
berlebihan  Tidak ada tanda – total protein, Hb dan kadar Ht
 Bising usus hiperaktif tanda malnutrisi  Monitor mual dan muntah
 Kurang makanan
 Menunjukkan  Monitor pucat, kemerahan, dan
 Kurang informasi
 Kurang minat pada peningkatan fungsi kekeringan jaringan konjungtiva
makanan pengecapan dari  Monitor intake nuntrisi
 Penurunan berat badan menelan
 Informasikan pada klien dan keluarga
dengan asupan makanan  Tidak terjadi
tentang manfaat nutrisi
adekuat penurunan berat
 Kesalahan konsepsi  Kolaborasi dengan dokter tentang
badan yang berarti
 Kesalahan informasi kebutuhan suplemen makanan seperti
 Membran mukosa pucat
NGT/ TPN sehingga intake cairan
 Ketidakmampuan
yang adekuat dapat dipertahankan.
memakan
 Atur posisi semi fowler atau fowler

21
 Tonus otot menurun tinggi selama makan
 Mengeluh gangguan  Kelola pemberan anti emetik:.....
sensasi rasa  Anjurkan banyak minum
 Mengeluh asupan
 Pertahankan terapi IV line
makanan berkurang dari
 Catat adanya edema, hiperemik,
RDA (recommended
hipertonik papila lidah dan cavitas
daily allowance)
 Cepat kenyang setelah oval
makan
 Sariawan rongga mulut
 Steatorea
 Kelemahan otot
pengunyah
 Kelemahan otot untuk
menelan

Faktor-faktor yang
berhubungan:
 Faktor biologis
 Faktor ekonomi
 Ketidakmampuan untuk
mengabsorpsi nutrien
 Ketidakmampuan untuk
mencerna makanan
 Ketidakmampuan untuk
menelan makanan
 Faktor psikologis

Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan/
Tujuan dan Kriteria
Masalah Kolaborasi Intervensi
Hasil

22
Ansietas NOC : NIC :
- Anxiety self control
Definisi: Anxiety Reduction (penurunan
- Anxiety level kecemasan)
Perasaan ketidaknyamanan
- koping
atau kekhawatiran yang  Gunakan pendekatan yang
Kriteria hasil:
samar disertai respon menenangkan
 Klien mampu
autonom (sumber sering kali  Nyatakan dengan jelas harapan
mengidentifikasi dan
tidak spesifik atau tidak terhadap pelaku pasien
mengungkapkan
diketahui oleh individu;  Jelaskan semua prosedur dan apa
gejala cemas
perasaan takut yang yang dirasakan selama prosedur
 Mengidentifikasi,
disebabkan oleh antisipasi
mengungkapkan dan  Temani pasien untuk memberikan
terhadap bahaya. Hal ini
menunjukkan tehnik keamanan dan mengurangi takut
merupakan isyarat
untuk mengontol  Berikan informasi faktual mengenai
kewaspadaan yang
cemas diagnosis, tindakan prognosis
memperingatkan individu
 Vital sign dalam batas  Libatkan keluarga untuk
akan adanya bahaya dan
normal mendampingi klien
memampukan individu
 Postur tubuh, ekspresi  Instruksikan pada pasien untuk
untuk bertindak menghadapi
wajah, bahasa tubuh menggunakan tehnik relaksasi
ancaman.
dan tingkat aktivitas  Dengarkan dengan penuh perhatian
menunjukkan  Identifikasi tingkat kecemasan
Batasan karakteristik: berkurangnya
 Bantu pasien mengenal situasi yang
 Perilaku: kecemasan
menimbulkan kecemasan
- Penurunan
 Dorong pasien untuk
produktivitas
mengungkapkan perasaan, ketakutan,
- Gerakan yang
persepsi
ireleven
 Berikan obat untuk mengurangi
- Gelisah
kecemasan
- Melihat sepintas
- Insomnia
- Kontak mata yang
buruk
- Mengekspresikan
kekhwatiran karena

23
perubahan dalam
peristiwa hidup
- Agitasi
- Mengintai
- Tampak waspada

 Afektif:
- Gelisah,distres
- Kesedihan yang
mendalam
- Ketakutan
- Perasaaan tidak
adekuat
- Berfokus pada diri
sendiri
- Peningkatan
kewaspadaan
- Iritabilitas
- Gugup senang
berlebihan
- Rasa nyeri yang
meningkatkan
ketidakberdayaan
- Peningkatan rasa
ketidakberdayaan
yang persisten
- Bingung, menyesal.
- Ragu atau tidak
percaya diri
- Khawatir

 Fisiologis
- Wajah tegang,

24
tremor tangan
- Peningkatan keringat
- Peningkatan
ketegangan
- Gemetar atau tremor
- Suara bergetar

 Simpatik
- Anoreksia
- Eksitasi
kardiovaskuler
- Diare,mulut kering
- Wajah merah
- Jantung berdebar-
debar
- Peningkatan tekanan
darah
- Peningkatan refleks
- Peningkatan
frekuensi pernafasan
- Pupil melebar
- Kesulitan bernafas
- Vasokontriksi
superfisial
- Lemah, kedutan
pada otot

 Parasimpatik
- Nyeri abdomen
- Penurunan tekanan
darah
- Penurunan denyut
nadi

25
- Diare, mual,vertigo
- Letih, gangguan
tidur
- Kesemutan pada
ekstremitas
- Sering berkemih
- Anyang-anyangan
- Dorongan segera
berkemih

 Kognitif
- Menyadari gejala
fisiologis
- Bloking pikiran,
konfusi
- Penurunan lapang
persepsi
- Kesulitan
berkonsentrasi
- Penurunan
kemampuan untuk
belajar
- Penurunan
kemampuan untuk
memecahkan
masalah
- Ketakutan terhadap
konsekuensi yang
tidak spesifik
- Lupa, gangguan
perhatian
- Khawatir, melamun
- Cenderung

26
menyalahkan orang
lain.

Faktor yang berhubungan:


 Perubahan dalam(status
ekonomi, lingkungan,
status kesehatan, pola
interaksi,fungsi peran,
status peran)
 Pemajanan toksin
 Terkait keluarga
 Herediter
 Infeksi/kontaminan
interpersonal
 Penularan penyakit
interpersonal
 Krisis maturasi
 Krisis situasional
 Stres, ancaman kematian
 Penyalahgunaan zat
 Ancaman pada (status
ekonomi, lingkungan,
status kesehatan, pola
interaksi, fungsi peran,
status peran, konsep
diri)
 Konflik tidak disadari
mengenai tujuan penting
hidup
 Konflik tidak disadari
mengenai nilai yang
esensial atau penting.

27
 Kebutuhan yang tidak
dipenuhi

Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan/
Tujuan dan Kriteria
Masalah Kolaborasi Intervensi
Hasil
Deficit Pengetahuan NOC: NIC :
 Knowledge : disease Teaching: disease process
Definisi: Ketiadaan atau process
 Berikan penilaian tentang tingkat
defisiensi informasi kognitif  Knowledge : health
pengetahuan pasien tentang proses
yang berkaitan dengan topic Behavior
penyakit yang spesifik.
tertentu.
 Jelaskan patofisiologi dari penyakit
Kriteria hasil:
Batasan karakteristik: dan bagaimana hal ini berhubungan
 Pasien dan keluarga
 Perilaku hiperbola dengan anatomi dan fisiologi, dengan
menyatakan
 Ketidakakuratan cara yang tepat.
pemahaman tentang
mengikuti perintah  Gambarkan tanda dan gejala yang
penyakit, kondisi,
 Ketidakakuratan biasa muncul pada penyakit, dengan
prognosis dan program
mengikuti tes cara yang tepat
 Perilaku tidak tepat pengobatan

(mis., hysteria,  Pasien dan keluarga  Gambarkan proses penyakit, dengan

mampu melaksanakan cara yang tepat


bermusuhan, agitasi,
apatis) prosedur yang  Identifikasi kemungkinan penyebab,
 Pengungkapan masalah dijelaskan secara benar dengan cara yang tepat

 Pasien dan keluarga  Sediakan informasi pada pasien


Factor yang berhubungan: mampu menjelaskan tentang kondisi, dengan cara yang
tepat

28
 Keterbatasan kognitif kembali apa yang  Sediakan bagi keluarga informasi
 Salah interpretasi dijelaskan perawat/tim tentang kemajuan pasien dengan cara
informasi kesehatan lainnya yang tepat
 Kurang pajanan
 Kurang minat dalam  Diskusikan perubhan gaya hidup yang

belajar mungkin diperlukan untuk mencegah


 Kurang dapat mengingat komplikasi di masa yang akan dating
 Tidak familier dengan
dan atau proses pengontrolan
sumber informasi.
penyakit.
 Diskusikan pilihan terapi atau
penanganan
 Dukung pasien untuk mengeksplorasi
atau mendapatkan second opinion
dengan cara yang tepat atau
diindikasikan
 Rujuk pasien pada grup atau agensi di
komunitas lokal dengan cara yang
tepat.
 Instruksikan pasien mengenai tanda
gejala untuk melaporkan pada
pemberi perawatan kesehatan dengan
cara yang tepat.

 Post operasi

Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan/
Tujuan dan Kriteria
Masalah Kolaborasi Intervensi
Hasil
Nyeri akut NOC : NIC :
 Pain Level, Pain Management
Definisi :  pain  Lakukan pengkajian nyeri secara
Sensori yang tidak komprehensif termasuk lokasi,

29
menyenangkan dan control, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
pengalaman emosional yang  comfort dan faktor presipitasi
muncul secara aktual atau level  Observasi reaksi nonverbal dari
potensial kerusakan jaringan ketidaknyamanan
atau menggambarkan Kriteria hasil:  Gunakan teknik komunikasi terapeutik
adanya kerusakan (Asosiasi  Mampu mengontrol untuk mengetahui pengalaman nyeri
Studi Nyeri Internasional): nyeri (tahu penyebab pasien
serangan mendadak atau nyeri, mampu Kaji kultur yang mempengaruhi respon
pelan intensitasnya dari menggunakan tehnik nyeri
ringan sampai berat yang nonfarmakologi untuk Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
dapat diantisipasi dengan mengurangi nyeri, Evaluasi bersama pasien dan tim
akhir yang dapat diprediksi mencari bantuan) kesehatan lain tentang ketidakefektifan
dan dengan durasi kurang  Melaporkan bahwa kontrol nyeri masa lampau
dari 6 bulan. nyeri berkurang dengan Bantu pasien dan keluarga untuk
menggunakan mencari dan menemukan dukungan
Batasan karakteristik : manajemen nyeri  Kontrol lingkungan yang dapat
 Laporan secara verbal  Mampu mengenali nyeri mempengaruhi nyeri seperti suhu
atau non verbal (skala, intensitas, ruangan, pencahayaan dan kebisingan
 Fakta dari observasi
 Posisi antalgic untuk frekuensi dan tanda Kurangi faktor presipitasi nyeri

menghindari nyeri nyeri)  Pilih dan lakukan penanganan nyeri


 Gerakan melindungi  Menyatakan rasa (farmakologi, non farmakologi dan inter
 Tingkah laku berhati-
nyaman setelah nyeri personal)
hati
berkurang  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
 Muka topeng
 Gangguan tidur (mata  Tanda vital dalam menentukan intervensi
sayu, tampak capek, rentang normal  Ajarkan tentang teknik non farmakologi
sulit atau gerakan kacau,  Tidak mengalami Berikan analgetik untuk mengurangi
menyeringai) gangguan tidur nyeri
 Terfokus pada diri
 Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
sendiri
 Fokus menyempit  Tingkatkan istirahat

(penurunan persepsi  Kolaborasikan dengan dokter jika ada

waktu, kerusakan proses keluhan dan tindakan nyeri tidak

berpikir, penurunan berhasil

30
interaksi dengan orang  Monitor penerimaan pasien tentang
dan lingkungan) manajemen nyeri
 Tingkah laku distraksi,
contoh : jalan-jalan,
Analgesic Administration
menemui orang lain
 Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas,
dan/atau aktivitas,
dan derajat nyeri sebelum pemberian
aktivitas berulang-ulang)
obat
 Respon autonom (seperti
 Cek instruksi dokter tentang jenis obat,
diaphoresis, perubahan
dosis, dan frekuensi
tekanan darah,
 Cek riwayat alergi
perubahan nafas, nadi
dan dilatasi pupil)  Pilih analgesik yang diperlukan atau
 Perubahan autonomic kombinasi dari analgesik ketika
dalam tonus otot pemberian lebih dari satu
(mungkin dalam rentang  Tentukan pilihan analgesik tergantung
dari lemah ke kaku) tipe dan beratnya nyeri
 Tingkah laku ekspresif
 Tentukan analgesik pilihan, rute
(contoh : gelisah,
pemberian, dan dosis optimal
merintih, menangis,
 Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk
waspada, iritabel, nafas
pengobatan nyeri secara teratur
panjang/berkeluh kesah)
 Perubahan dalam nafsu  Monitor vital sign sebelum dan sesudah

makan dan minum pemberian analgesik pertama kali


 Berikan analgesik tepat waktu terutama

Faktor yang berhubungan : saat nyeri hebat

Agen injuri (biologi, kimia,  Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan

fisik, psikologis) gejala (efek samping)

Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan/
Tujuan dan Kriteria
Masalah Kolaborasi Intervensi
Hasil

31
Kerusakan integritas kulit NOC : NIC : Pressure Management
Definisi: - Tissue Integrity : Skin  Anjurkan pasien untuk menggunakan
Perubahan atau gangguan, and Mucous pakaian yang longgar
epidermis dan/atau dermis Membranes  Hindari kerutan pada tempat tidur
- Hemodialis akses
 Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih
Batasan karakteristik: dan kering
Kriteria hasil:
 Kerusakan lapisan kulit  Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien)
 Integritas kulit yang
atau dermis setiap dua jam sekali
 Gangguan permukaan baik bisa
 Monitor kulit akan adanya kemerahan
kulit atau epidermis dipertahankan
 Invasi struktur tubuh  Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada
(sensasi, elastisitas,
derah yang tertekan
temperatur, hidrasi,
Faktor yang berhubungan:  Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
pigmentasi)
 Eksternal :  Tidak ada luka/lesi  Monitor status nutrisi pasien
- Zat kimia, radiasi pada kulit  Memandikan pasien dengan sabun dan air

- Usia yang ekstrim  Perfusi jaringan baik hangat

- Kelembaban  Menunjukkan  Kaji lingkungan dan peralatan yang

- Hipertermia atau pemahaman dalam menyebabkan tekanan


hipotermia proses perbaikan  Observasi luka : lokasi, dimensi,
- Faktor mekanik kulit dan mencegah kedalaman luka, karakteristik,warna
(misalnya gaya gunting terjadinya sedera cairan, granulasi, jaringan nekrotik,
atau shearing forces) berulang tanda-tanda infeksi lokal, formasi
- Medikasi  Mampu melindungi traktus
- Lembab kulit dan  Ajarkan pada keluarga tentang luka dan
- Imobilitasi fisik mempertahankan perawatan luka
 Internal : kelembaban kulit dan  Kolaburasi ahli gizi pemberian diae
- Perubahan status cairan perawatan alami TKTP, vitamin
- Perubahan pigmentasi  Cegah kontaminasi feses dan urin
- Perubahan turgor  Lakukan tehnik perawatan luka dengan
(elastisitas kulit) steril
- Faktor perkembangan  Berikan posisi yang mengurangi tekanan
- Ketidakseimbangan pada luka
status nutrisi (obesitas,
emasiasi)

32
- Penurunan imunologi
- Penurunan sirkulasi
- Kondisi gangguan
metabolik
- Gangguan sensasi
- Tonjolan tulang

D. Implementasi
Menurut Nursalam (2011), implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi
untuk mencapai tujuan yang spesifi. Tahap implementasi dimulai setelah rencana
intervensi disusun dan ditujukan pada nursing ordersuntuk membantu klien mencapai
tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana intervensi yan spesifik dilaksanakan
utuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien. Tujuan
dari implementasi adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan
yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan
memfasilitasi koping.

E. Evaluasi
Menurut Zaidin Ali (2009) Evaluasi keperawatan adalah suatu proses menentukan nilai
keberhasilan yang diperoleh dari pelaksanaan tindakan keperawatan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Terdapat 3 komponen penting dalam evaluasi keperawatan,
yakni :
1. Pengkajian Ulang
Pengkajian ulang merupakan pemantauan status klien yang konstan dengan melihat
respons klien terhadap intervensi keperawatan dan kemajuan kearah pencapaian hasil
yang diharapkan dan dilaksanakan terus menerus sampai klien pulang dari rumah
sakit/sembuh.
2. Modifikasi rencana keperawatan
Hasil pengkajian ulang merupakan informasi yang sangat penting dalam
memodifikasi rencana keperawatan. Apabila telah terpenuhi kebutuhan fisiologis
dasar, seperti udara, air, makanan, dan keamanan, asuhan keperawatan beralih ke
tingkat yang lebih tinggi, misalnya harga diri. Apabila kebutuhan dasar belum
terpenuhi, kebutuhan dasar dipenuhi dahulu dan kebutuhan yang lebih tinggi ditunda.
3. Penghentian pelayanan
Apabila hasil yang diharapkan telah tercapai dan tujuan yang lebih luas telah
terpenuhi, penghentian pelayanan keperawatan dapat direncanakan. Akan tetapi, hal
33
ini agak sulit bagi pemecah masalah yang lama, misalnya perubahan nutrisi. Apabila
penghentian pelayanan keperawatan selesai, perhatian pelayanan berfokus pada
kemandirian klien dalam mengatasi masalah sendiri.
Ada dua macam evaluasi keperawatan, yakni evaluasi formatif dan evaluasi
sumatif.
a. Evaluasi formatif, yakni hasil observasi/pengamatan dan analisis perawat terhadap
respons klien pada saat pelaksanaan asuhan keperawatan atau sesudahnya.
b. Evaluasi sumatif, yaitu rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisis status
kesehatan klien sesuai dengan kerangka waktu yang telah ditetapkan. Kesimpulan
evaluasi sumatif menunjukkan adanya perkembangan kesehatan klien atau adanya
masalah baru.

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Urolithiasis adalah adanya batu atau kalkulus dalam sistem urinarius.
Urolithiasis mengacu pada adanya batu (kalkuli) ditraktus urinarius. Batu terbentuk
dari traktus urinarius ketika konsentrasi subtansi tertentu seperti kalsium oksalat,
kalsium fosfat, dan asam urat meningkat sedangkan nefrolitiasis adalah adanya batu
pada atau kalkulus dalam velvis renal.
Etiolgi dari urolithiasis dan nefrolitiasis terbagi dua, yaitu faktor instrinsik dan
ekstrinsik. Perjalanan penyakit urolithiasis dan nefrolitiasis hampir sama, yang
berawal dari faktor-faktor pada penyebab pembentukan batu yang dapat
berujung dapat terjadi penyakit ginjal kronis yang dapat menyebabkan kematian.
Penderita urolithiasis dan nefrolitiasis biasanya datang ke pelayanan kesehatan
dengan keluhan nyeri pada pinggang (kolik maupun bukan kolik). Sehingga untuk
memastikan dilakukan pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosa yang
tepat. Dan melaksanakan penatalaksanaan yang bertujuan untuk menghilangkan batu,
menentukan jenis batu, mencegah kerusakan nefron, mengendalikan infeksi dan
mengurangi obstruksi yang terjadi.

34
Tujuan dasar penatalaksanaan batu ginjal adalah untuk menghilangkan batu,
menentukan jenis batu, mencegah kerusakan nefron, mengendalikan infeksi dan
mengurangi obstruksi yang terjadi. Penatalaksanaan batu ginjal dapat dilakukan
secara konservatif yaitu dengan obat-obatan dan diet maupun dilakukan pembedahan.
Diagnose keperawatan pada batu ginjal antara lain:
 Pre-operasi
1. Nyeri (akut) berhubungan dengan peningkatan frekuensi/dorongan kontraksi
ureteral
2. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan stimulasi kandung kemih oleh
batu, iritasi ginjal dan ureter, obstruksi mekanik dan peradangan.
3. Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan
mual/muntah (iritasi saraf abdominal dan pelvis ginjal atau kolik ureter,
diuresis pasca obstruksi.
4. Ansietas berhubungan dengan kurang terpajan informasi tentang penyakit

5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi


berhubungan dengan kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap
informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang
ada.
 Post-operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
2. Kerusakan integritas jaringan/kulit berhubungan dengan tindakan invasif

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penyusun mengambil saran dalam rangka
meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan. Adapun saran-saran adalah sebagai
berikut:
1. Perawat
Bagi seorang perawat sebaiknya harus memahami dan mengerti baik secara
teoritis maupun praktek tentang penyakit batu ginjal agar dapat melakukan
tindakan keperawatan.
2. Rumah Sakit
Bagi rumah sakit hendaknya melengkapi fasilitas rumah sakit sehingga pada
penderita batu ginjal mendapatkan ruangan dan fasilitas medis yang seharusnya

35
ada sehingga dapat melakukan tindakan keperawatan untuk mengurangi dari
gejala dan komplikasi penyakit batu ginjal.
3. Mahasiswa
Untuk mahasiswa sebaiknya memperdalam ilmu dalam perawatan pasien batu
ginjal agar dapat membantu pasien untuk mencapai kesembuhan dan pengobatan
dan agar mahasiswa lebih paham tentang pengertian, pencegahan, pengobatan
serta cara-cara perawatannya sehingga dapat memberikan pendidikan kesehatan
kepada pasien dan keluarganya.
4. Institusi pendidikan
Untuk institusi pendidikan diharapkan dapat melengkapi atau menambah buku-
buku yang berkaitan dengan bidang keilmuan keperawatan seperti buku
keperawatan medikal bedah, asuhan keperawatan, dan lain-lain sebagai literatur
dalam menambah ilmu bagi mahasiswa.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Zaidin. 2009. Dasar-dasar Dokumentasi Keperawatan. Jakarta : EGC.

Anonim. 2015. Batu Ginjal. [internet] tersedia dalam http://www.alodokter.com/batu-ginjal


diakses pada 8 Oktober 2015 pukul 18.00 WITA.

Elizabeth J. Corwin. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Kowalak, Jennifer P., dkk. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Kuntarti, 2009. Fisiologi Ginjal dan Sistem Saluran Kemih. Jakarta: Bagian Urologi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

Lina N, 2008. Faktor-Faktor Kejadian Batu Saluran Kemih Pada Laki-Laki. Tesis
Mahasiswa Pasca Sarjana Epidemiologi Universitas Diponegoro. [internet] tersedia
dalam http://eprints.undip.ac.id/18458/1/Nur_Lina.pdf diakses pada 8 Oktober
2015 pukul 18.00 WITA.

Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. Edisi Revisi Jilid 2. Yogyakarta: Penerbit
Mediaction.

36
Nursalam. 2011. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta : Salemba Medika.

Purnomo, B.B. 2011. Dasar-Dasar Urologi. Edisi ke 3. Jakarta: CV. Sagung Seto.

Rasad, Sjahriar. 2010. Radiologi Diagnostik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.


Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.

Rully, M. Azharry S. 2010. Batu Staghorn Pada Wanita: Faktor Risiko dan Tata Laksananya.
Vol. 1 No. 01. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia, Jakarta

37

You might also like