You are on page 1of 7

Mandala of Health.

Volume 7, Nomor 1, Januari 2014 Dicaraka, Tingkat Aktivitas Fisik Remaja

PERBEDAAN TINGKAT AKTIVITAS FISIK ANTARA REMAJA DESA


DAN KOTA DI KABUPATEN BANYUMAS

Benza Asa Dicaraka1, Susiana Candrawati2, Madya Ardi Wicaksono3

1
Sarjana Kedokteran Alumi Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto
2
Laboratorium Fisiologi, Jurusan Kedokteran, FKIK Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto
3
Laboratorium Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Komunitas, Jurusan Kedokteran, FKIK
Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto

ABSTRACT

Background: Physical activity is movement of the body produced by skeletal muscle contraction
that increase energy expenditure. Low levels of physical activity or sedentary behavior is one of
the behavioral tendency of the current world population. The research on levels of physical
activity in adolescents in rural and urban areas have never done before. Although many
differences between rural and urban are indirectly affect the level of physical activity.
Objective: The aim of this study is to knowing the different levels of physical activity between
rural and urban adolescents at Banyumas Regency.
Methods: This study was conducted by using observational analytic cross sectional design with
72 adolescents as respondents. The respondents were high school students derived from 4 high
schools of urban and rural area, 2 schools each. Each respondents from school of rural and
urban were 36 respondents. Physical activity level was assessed with GPAQ questionnaire.
Results: Analysis for the differences of physical activity level was using paired T-test analysis.
Univariate analysis showed a mean rate of rural adolescent’s physical activity 2272.78±3165.26
MET/week and a mean rate of urban adolescents’s physical activity 2321.89±2387.91. Bivariate
analysis showed no significant differences of physical activity level between rural and urban
adolescents (p=0,249).
Conclusion: There was no different level of physical activity between rural and urban
adolescents at Banyumas Regency.

Key Words: Physical activity, Adolescents, Rural, Urban

PENDAHULUAN
Aktivitas fisik adalah pergerakan Berdasarkan penelitian Hidayati dkk,
tubuh yang diproduksi oleh kontraksi otot (2006). Prevalensi obesitas pada remaja
rangka yang akan meningkatkan mencapai hampir 10%.Obesitas pada anak
pengeluaran energi (ACSM, 2006). Tingkat dan remaja beresiko tinggi menjadi obesitas
aktivitas rendah atau gaya hidup sedentary dewasa dan berpotensi menjadi penyakit
merupakan salah satu kecenderungan degeneratif di kemudian hari, salah satu
perilaku penduduk dunia di era modern ini diantaranya adalah penyakit kardiovaskular.
dan berisiko meningkatkan kemungkinan Katzmarzyk dan Lee (2012)
seseorang untuk terkena penyakit melaporkan bahwa mayoritas penduduk
degeneratif. Salah satu faktor resiko utama dunia menganut tingkat aktivitas fisik
penyakit degeneratif adalah obesitas. rendah atau gaya hidup sedentary.

472
Mandala of Health. Volume 7, Nomor 1, Januari 2014 Dicaraka, Tingkat Aktivitas Fisik Remaja

Berdasarkan laporan, survei terbaru dari 20 (52%) tergolong rendah. Hal ini
negara didokumentasikan rata-rata 300 menunjukkan bahwa hampir separuh dari
menit/hari dihabiskan untuk duduk, mulai remaja dan dewasa Indonesia kurang
dari ≤ 180 menit / hari di Portugal, Brazil melakukan aktivitas fisik sehari-hari.
dan Kolombia, serta ≥ 360 menit/hari di Perubahan gaya hidup yang menjurus
Taiwan, Norwegia, Hong Kong, Arab Saudi ke modernitas dan gaya hidup ala barat
dan Jepang. Beberapa studi telah sering ditemukan di kota-kota besar di
menunjukkan hubungan positif antara Indonesia. Menurut Satoto (1994),
perilaku menetap termasuk duduk dan kemakmuran dan kemudahan hidup,
menonton televisi dan outcome penyakit menimbulkan gaya hidup sedentary, yang
seperti diabetes melitus tipe 2, penyakit sangat menurunkan kerja atau aktivitas
jantung, dan beberapa penyakit yang dapat fisik. Satoto juga menuturkan bahwa
menyebabkan kematian. Dengan demikian, rendahnya aktivitas fisik dalam gaya hidup
waktu sehari-hari yang dihabiskan dengan modern juga disebabkan oleh penafsiran
perilaku menetap tidak diragukan lagi yang salah tentang peranan olahraga yang
memiliki dampak pada kesehatan hanya dibatasi pada kenikmatan
masyarakat. (entertainment). Ditambah lagi dengan
Penelitian yang dilakukan oleh kecenderungan masyarakat kota saat ini
Health Behaviour in School-aged Children dengan gaya hidup sedentary.
(HBSC) menyebutkan bahwa hanya 12-
METODE
42% remaja berumur 13 tahun dan 8-37%
Metode penelitian yang digunakan
remaja 15 tahun yang memiliki tingkat
adalah analitik observasional dengan
aktivitas fisik sedang hingga berat. Creber
pendekatan cross sectional. Sampel pada
dkk (2010) menyebutkan penduduk Peru
penelitian ini adalah murid laki-laki dan
(bertempat tinggal di pedesaan dan
murid perempuan SMA di desa dan kota di
perkotaan) dengan tingkat aktivitas fisik
Kabupaten Banyumas yang berdasarkan
rendah memiliki resiko lebih tinggi untuk
kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi
mengalami overweight (41,7%) dan
yaitu: 1) usia 15-19 tahun berdasarkan data
obesitas 24,8% dibandingkan penduduk
sekunder di sekolah yang bersangkutan, 2)
dengan tingkat aktivitas sedang atau tinggi
kondisi sehat atau tidak sedang menderita
yang masing-masing 35,4% dan 16,1%.
penyakit kronis atau akut, 3) berada di
Menurut Riskesdas (2007), prevalensi
ruang kelas reguler (tidak ber-AC), dan 4)
penduduk yang berumur lebih dari 10 tahun
bersedia menjadi responden dengan
dengan aktivitas fisik ringan adalah 48,2%,
menandatangani informed consent. Kriteria
lebih spesifik lagi aktivitas fisik pada
ekslusi yaitu: 1) menderita kelainan yang
kelompok usia 15-24 tahun sebagian besar

473
Mandala of Health. Volume 7, Nomor 1, Januari 2014 Dicaraka, Tingkat Aktivitas Fisik Remaja

dapat menyebabkan keterbatasan aktivitas menggunakan uji parametrik paired T-test


fisik seperti polio, cacat fisik ekstremitas untuk menguji signifikansi perbedaan antara
superior, cacat fisik ekstremitas inferior variabel.
yang mengharuskan duduk di kursi roda, HASIL DAN PEMBAHASAN
asma, penyakit jantung bawaan dll. dan 2) Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa
selama seminggu terakhir menderita proporsi jenis kelamin antara responden
penyakit sehingga aktivitas fisik menjadi desa dan kota sama yakni 50% laki-laki dan
terbatas seperti ISPA, trauma, 50% perempuan. Rerata usia responden
gastroenteritis, dll. desa adalah 16,17 ± 0,507 tahun dan
Random cluster sampling merupakan sebagian besar berusia 16 tahun, yaitu
cara pengambilan sampel yang dilakukan sebanyak 72,2%. Sedangkan rerata usia
terhadap sampling unit, dimana sampling responden kota adalah 16,14 ± 0,487 tahun
unitnya terdiri dari satu kelompok (cluster) dan sebagian besar berusia 16 tahun, yaitu
dan dalam hal ini adalah Sekolah Menengah sebanyak 75%.
Atas (SMA). Tiap item di dalam kelompok Tabel 1. Karakteristik Univariat
Karakteristik Desa Kota
yang terpilih akan diambil sebagai sampel.
Usia (tahun) 16 (15-17) 16 (15-17)
Peneliti mendapatkan data mengenai SMA
Jenis kelamin
yang berada di desa dan di kota sesuai Laki-laki 50% (18 orang) 50% (18 orang)
dengan tujuan peneliti di Kabupaten Perempuan 50% (18 orang) 50% (18 orang)

Banyumas, kemudian akan diacak secara


Pada penelitian ini didapatkan rerata
random cluster sampling dan didapatkan
tingkat aktivitas fisik di kota lebih tinggi
masing-masing dua SMA di desa dan kota.
dari pada remaja di desa, yaitu 2321,89
Jumlah sampel untuk masing-masing
MET/minggu untuk remaja kota dan 2272,8
wilayah desa dan kota adalah 36 murid desa
MET/minggu untuk remaja di desa (Tabel
36 murid kota. Pada penelitian ini juga
2). Namun berdasarkan penggolongan
dilakukan matching pada salah satu variabel
tingkat aktivitas fisik GPAQ, rerata tingkat
perancu, yaitu jenis kelamin.
aktivitas fisik remaja baik di desa maupun
Jenis data yang dikumpulkan
di kota tergolong tingkat aktivitas fisik
meliputi nama, umur, jenis kelamin, tempat
tinggi. Peneliti melakukan uji normalitas
tinggal, dan tingkat aktivitas fisik.
data untuk variabel. Uji normalitas data
Pengukuran tingkat aktivitas fisik diperoleh
menggunakan uji Shapiro Wilk karena
dari data aktivitas fisik sampel selama
jumlah sampel yang digunakan adalah 36
seminggu terakhir menggunakan kuesioner
responden (n < 50) pada masing-masing
GPAQ. Data yang diperoleh diolah dan
lokasi penelitian. Hasil uji normalitas
dianalisis menggunakan program piranti
didapatkan data tidak terdistribusi normal
lunak komputer. Peneliti menggunakan
(p= 0,001).

474
Mandala of Health. Volume 7, Nomor 1, Januari 2014 Dicaraka, Tingkat Aktivitas Fisik Remaja

Tabel 2. Karakteristik Variabel Tingkat Pada tabel 3 didapatkan nilai tingkat


Aktivitas Fisik (MET/minggu)
aktivitas fisik remaja terbesar di kota dan
Tingkat
Nilai Simpang terdapat pada domain rekreasional dan
Aktivitas Rerata Minimal Maksimal
Tengah Baku
Fisik keduanya termasuk golongan tingkat
Desa 1080 2272,78 ± 3165,26 0 14680
aktivitas fisik tinggi, yaitu 2048
Kota 1680 2321,89 ± 2387,91 240 11520
MET/minggu untuk remaja kota dan
Tingkat aktivitas fisik menurut 1691,67 MET/minggu. Sedangkan nilai
GPAQ dibagi dalam beberapa domain, yaitu tingkat aktivitas fisik terkecil remaja kota
aktivitas fisik di tempat kerja, aktivitas fisik terdapat pada domain transportasi dengan
berpergian atau transportasi, aktivitas fisik nilai 150,22 MET/minggu dan nilai tingkat
rekreasional, dan sedentary behavior atau aktivitas fisik terkecil remaja desa terdapat
gaya hidup sedentary. Karakteristik tersebut pada domain aktivitas kerja dengan nilai 60
berdasarkan hasil pengukuran terdapat pada MET/minggu. Keduanya tergolong tingkat
tabel 3. aktivitas fisik rendah.

Tabel 3. Karakteristik Domain Tingkat Aktivitas Fisik (MET/minggu)


Domain Nilai Simpang
Rerata Minimal Maksimal
TAF Tengah Baku
Aktivitas Kerja (Desa) 60 60 ±60.85 0 120
Aktivitas Kerja (Kota) 480 480 ±234.4 240 720
Transportasi (Desa) 320 164,44 ±433.88 0 1540
Transportasi (Kota) 300 150,22 ±259.132 0 840
Rekreasional (Desa) 600 2048,33 ±3000.42 0 13020
Rekreasional (Kota) 960 1691,67 ±2298.1 0 10800
Sedentary Behevior (Desa) (menit/hari) 225 218,89 ±104,82 30 480
Sedentary Behevior (Desa) (menit/hari) 240 238,06 ±91.17 90 420

Rerata domain aktivitas kerja remaja 164,44 MET/minggu untuk remaja desa dan
kota lebih tinggi dibanding remaja desa, 150,22 MET/minggu untuk remaja kota.
yaitu 480 MET/minggu untuk remaja kota Pada domain aktivitas rekreasional
dan 60 MET/minggu untuk remaja desa. didapatkan rerata remaja desa lebih tinggi
Namun secara penggolongan, keduanya dibanding remaja kota, yaitu 2048,33
termasuk dalam tingkat aktivitas fisik MET/minggu untuk remaja desa dan
rendah. Pada domain aktivitas berpergian 1691,67 MET/minggu untuk remaja kota.
atau transportasi didapatkan rerata remaja Keduanya tergolong tingkat aktivitas fisik
desa lebih tinggi dibanding remaja kota, tinggi. Sedangkan untuk domain gaya hidup
namun secara penggolangan keduanya sedentary atau sedentary behavior
termasuk tingkat aktivitas fisik rendah yaitu didapatkan rerata remaja kota lebih tinggi

475
Mandala of Health. Volume 7, Nomor 1, Januari 2014 Dicaraka, Tingkat Aktivitas Fisik Remaja

dibanding remaja desa, yaitu 238,06 permukaan laut, sehingga seluruh lokasi
menit/hari untuk remaja kota dan 218,89 penelitian berada pada dataran rendah.
menit/hari untuk remaja kota. Homogenisasi tersebut bertujuan untuk
Hasil analisis paired T-test untuk mengendalikan variabel perancu yaitu
menguji signifikansi perbedaan tingkat iklim, karena menurut Hardinsyah dkk.
aktivitas fisik antara remaja desa dan kota (2009) dan Serway dkk. (2010), perbedaan
didapatkan p= 0,249 (p> 0,05). Interpretasi ketinggian wilayah setiap 100 meter akan
dari hasil ini adalah tidak terdapat membuat perbedaan iklim dari wilayah-
perbedaan bermakna rerata tingkat aktivitas wilayah tersebut, yang mana hal ini
fisik remaja desa dan kota di Kabupaten berpengaruh terhadap komponen iklim,
Banyumas. Pada penilitian ini dilakukan yaitu suhu, cuaca, kelembaban, dan aliran
stratifikasi tingkat aktivitas fisik angin. Namun, faktor ini ternyata
berdasarkan jenis kelamin karena jenis berpengaruh secara tidak langsung terhadap
kelamin merupakan salah satu faktor tingkat aktivitas fisik. Menurut Caspersen
perancu yang mempengaruhi tingkat dkk. (2000), iklim secara tidak langsung
aktivitas fisik. Hasil analisis paired T-test akan mempengaruhi tingkat aktivitas fisik,
perbedaan tingkat aktivitas fisik remaja terutama melalui salah komponennya, yaitu
laki-laki desa dan kota didapatkan p= 0,869, cuaca. Cuaca akan berpengaruh secara
yang artinya tidak terdapat perbedaan langsung terhadap tingkat aktivitas fisik
bermakna rerata tingkat aktivitas fisik dimana hal tersebut dapat melancarkan atau
antara remaja laki-laki desa dan kota di menghambat aktivitas fisik seseorang.
Kabupaten Banyumas. Sedankan hasil Adanya proses homogenisasi ini
analisis paired T-test perbedaan tingkat memungkinkan kondisi iklim di semua
aktivitas fisik remaja perempuan desa dan lokasi penelitian menjadi sama dan hal ini
kota didapatkan p= 0,249, yang artinya memungkinkan tingkat aktivitas fisik
tidak terdapat perbedaan bermakna rerata responden baik di desa maupun di kota
tingkat aktivitas fisik antara remaja tidak berbeda secara bermakna.
perempuan desa dan kota di Kabupaten Ketersedian akses dan fasilitas
Banyumas. menjadi faktor penting lain dalam
Kabupaten Banyumas terdiri dari pengaruhnya terhadap hasil penelitian ini.
dataran rendah dan tinggi, baik di desa Menurut Wiratno dan Mahfudi (2008) serta
maupun kota. Sedangkan pada penelitian data SIPD Kabupaten Banyumas (2010),
ini, peneliti melakukan homogenisasi Kabupaten Banyumas memiliki lokasi yang
dengan menyamakan ketinggian wilayah sangat strategis karena berada pada titik
dari lokasi penelitian, yaitu wilayah dengan simpul persimpangan dengan kabupaten-
ketinggian kurang dari 100 meter di atas kabupaten yang bersebelahan. Hal ini

476
Mandala of Health. Volume 7, Nomor 1, Januari 2014 Dicaraka, Tingkat Aktivitas Fisik Remaja

berpengaruh terhadap infrastruktur yang kehidupan sosial dan budaya di Kabupaten


merata dan memadai baik di kota maupun Banyumas, baik di desa maupun kota.
di desa, seperti jalan dan jembatan, sistem Lokasi penelitian ini sendiri terletak di desa
telekomunikasi, transportasi, lembaga dan kota di Kabupaten Banyumas, dengan
pendidikan, dan lembaga keuangan. Hal ini jarak antara lokasi desa dan kota lokasi
membuat tidak banyak perbedaan berarti penelitian tidak terpisah terlampau jauh. Hal
antara desa dan kota di Kabupaten ini memungkinkan dampak tingkat aktivitas
Banyumas dalam hal akses dan fasilitas. fisik antara responden desa dan kota tidak
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, berbeda secara signifikan (Wiratno dan
ketersediaan akses dan fasilitas berpengaruh Mahfudi, 2008).
terhadap tingkat aktivitas fisik seseorang Penelitian ini menggunakan
(Gordon-Larsen et al., 2000). Beberapa hal kuesioner GPAQ yang direkomendasikan
tersebut memungkinkan tidak adanya oleh WHO untuk mengukur tingkat
perbedaan signifikan tingkat aktivitas fisik aktivitas fisik seseorang (WHO, 2012).
antara remaja desa dan kota di Kabupaten Namun, pada hasil penelitian didapatkan
Banyumas. beberapa hasil yang kurang representatif.
Kabupaten Banyumas memiliki Hal ini mungkin disebabkan oleh tingkat
lokasi yang sangat strategis karena berada subyektivitas kuesioner yang cukup tinggi.
pada titik simpul persimpangan dengan Akibatnya, hasil penelitian ini menjadi
kabupaten-kabupaten yang bersebelahan. kurang obyektif dan memungkinkan tidak
Hal ini berpengaruh terhadap infrastruktur adanya perbedaan bermakna tingkat
yang merata dan memadai baik di kota aktivitas fisik antara remaja desa dan kota.
maupun di desa. Interaksi desa dan kota pun Pada penelitian ini didapatkan
cukup erat dan dinamis, sehingga gaya beberapa responden mempunyai MET
hidup masyarakat diantara keduanya tidak bernilai 0MET/minggu. Hal ini tidak berarti
jauh berbeda. Seperti halnya daerah lain di bahwa responden tersebut tidak beraktivitas
Pulau Jawa dan Bali, di Kabupaten fisik sama sekali, namun karena kuesioner
Banyumas karakteristik antara desa dan GPAQ tidak mengukur kegiatan aktivitas
kota tidak jauh berbeda karena tingkat fisik yang termasuk ke golongan ringan.
pengetahuan, pendidikan, dan teknologi di Selain itu bila hasil tersebut diklasifikasikan
kedua pulau tersebut sudah jauh lebih maju, menggunakan penggolongan total tingkat
serta didukung oleh modernitas desa, aktivitas fisik (tingkat aktivitas fisik ringan,
interaksi dan mobilitas masyarakat desa dan sedang, dan berat, seperti yang telah
kota, serta gaya hidup sedentari pada dijelaskan di tinjauan pustaka), beberapa
masyarakat kota secara umum. Hal ini responden tersebut mempunyai tingkat
berpengaruh terhadap keseragaman aktivitas rendah.

477
Mandala of Health. Volume 7, Nomor 1, Januari 2014 Dicaraka, Tingkat Aktivitas Fisik Remaja

Rerata tingkat aktivitas fisik antara 3. Gordon-Larsen, P., McMurray R. G.,


Popkin, B. M. 2000. Determinants of
remaja desa dan kota pada semua domain Adolescent Physical Activity and Inactivity
hampir tidak terdapat perbedaan yang Patterns. Pediatrics.105(6): 83.
4. Hardinsyah, Soenaryo, E., Briawan, D.,
signifikan. Hanya ada satu domain yang Damayanthi, E., Dwiarini, C.M. 2009.
Studi Kebiasaan minum dan Hidrasi Pada
berbeda cukup signifikan antara remaja Remaja dan Dewasa di Dua Wilayah
desa dan kota, yaitu domain aktivitas kerja. Ekologi Berbeda. Jurnal Gizi Klinik
Indonesia. 1-7.
Hal ini disebabkan kegiatan belajar 5. Hidayati, S. N., Irawan, R., Hidayat, B.
2006. Obesitas pada Anak. Surabaya:
mengajar di sekolah desa belum berjalan Divisi Nutrisi dan Penyakit Metabolik
efektif, bahkan salah satu sekolah, yaitu SMF Ilmu Kesehatan Anak RS dr.
Soetomo Surabaya.
SMAN 3 Purwokerto, sedang melaksanakan 6. Katzmarzyk, P. T., Lee, I. M. 2012.
Sedentary behaviour and life expectancy in
perayaan ulang tahun sekolah, sehingga the USA: a cause-deleted life table
keefektifan kegiatan belajar mengajar amat analysis. BMJ Open.2(4).
7. Riskesdas. 2007. Laporan Nasional
kurang. Kesehatan Dasar 2007. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Depkes RI.
KESIMPULAN 8. Satoto. 1994. Komunikasi, Informasi, dan
Tidak terdapat perbedaan tingkat Edukasi (KIE) Gizi Lebih Sebagai Bagian
dari KIE Gizi Ganda dalam Prosiding
aktivitas fisik antara remaja desa dan kota Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi V.
Jakarta: LIPI.
di Kabupaten Banyumas. 9. Serway R.A., Jawett J.W. 2012. Principle
of Physics: A Calculus-Based Text.
DAFTAR PUSTAKA Belmont: Cengage Learning.
10. SIPD. 2010. Buku Tahunan Sistem
1. American College of Sports Medicine Informasi Profil Daerah. Tersedia di
(ACSM). 2006. ACSM’s Guidelines for www.bappeda-banyumas.net (diakses
Exercise Testing and Prescription: Seventh tanggal 27 September 2012).
Edition. New York: Lippincott Williams & 11. Wiratno, A. dan Mahfudi. 2008. Analisis
Wilkins. Pelaksanaan ADD di Kabupaten
2. Caspersen, C. J., Pereira, M. A., Curran, K. Banyumas. Jakarta: Universitas Pancasila.
M. 2000. Changes in physical activity 12. World Health Organization (WHO). 2012.
patterns in the United States, by sex and Global Physical Activity Questionnaire
cross-sectional age. Med Sci Sports Exerc. (GPAQ): Analysis Guide. Jenewa: WHO.
32(9): 1601-9.

478

You might also like