Professional Documents
Culture Documents
2 Fix Aktivitas Fisik
2 Fix Aktivitas Fisik
1
Sarjana Kedokteran Alumi Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto
2
Laboratorium Fisiologi, Jurusan Kedokteran, FKIK Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto
3
Laboratorium Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Komunitas, Jurusan Kedokteran, FKIK
Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto
ABSTRACT
Background: Physical activity is movement of the body produced by skeletal muscle contraction
that increase energy expenditure. Low levels of physical activity or sedentary behavior is one of
the behavioral tendency of the current world population. The research on levels of physical
activity in adolescents in rural and urban areas have never done before. Although many
differences between rural and urban are indirectly affect the level of physical activity.
Objective: The aim of this study is to knowing the different levels of physical activity between
rural and urban adolescents at Banyumas Regency.
Methods: This study was conducted by using observational analytic cross sectional design with
72 adolescents as respondents. The respondents were high school students derived from 4 high
schools of urban and rural area, 2 schools each. Each respondents from school of rural and
urban were 36 respondents. Physical activity level was assessed with GPAQ questionnaire.
Results: Analysis for the differences of physical activity level was using paired T-test analysis.
Univariate analysis showed a mean rate of rural adolescent’s physical activity 2272.78±3165.26
MET/week and a mean rate of urban adolescents’s physical activity 2321.89±2387.91. Bivariate
analysis showed no significant differences of physical activity level between rural and urban
adolescents (p=0,249).
Conclusion: There was no different level of physical activity between rural and urban
adolescents at Banyumas Regency.
PENDAHULUAN
Aktivitas fisik adalah pergerakan Berdasarkan penelitian Hidayati dkk,
tubuh yang diproduksi oleh kontraksi otot (2006). Prevalensi obesitas pada remaja
rangka yang akan meningkatkan mencapai hampir 10%.Obesitas pada anak
pengeluaran energi (ACSM, 2006). Tingkat dan remaja beresiko tinggi menjadi obesitas
aktivitas rendah atau gaya hidup sedentary dewasa dan berpotensi menjadi penyakit
merupakan salah satu kecenderungan degeneratif di kemudian hari, salah satu
perilaku penduduk dunia di era modern ini diantaranya adalah penyakit kardiovaskular.
dan berisiko meningkatkan kemungkinan Katzmarzyk dan Lee (2012)
seseorang untuk terkena penyakit melaporkan bahwa mayoritas penduduk
degeneratif. Salah satu faktor resiko utama dunia menganut tingkat aktivitas fisik
penyakit degeneratif adalah obesitas. rendah atau gaya hidup sedentary.
472
Mandala of Health. Volume 7, Nomor 1, Januari 2014 Dicaraka, Tingkat Aktivitas Fisik Remaja
Berdasarkan laporan, survei terbaru dari 20 (52%) tergolong rendah. Hal ini
negara didokumentasikan rata-rata 300 menunjukkan bahwa hampir separuh dari
menit/hari dihabiskan untuk duduk, mulai remaja dan dewasa Indonesia kurang
dari ≤ 180 menit / hari di Portugal, Brazil melakukan aktivitas fisik sehari-hari.
dan Kolombia, serta ≥ 360 menit/hari di Perubahan gaya hidup yang menjurus
Taiwan, Norwegia, Hong Kong, Arab Saudi ke modernitas dan gaya hidup ala barat
dan Jepang. Beberapa studi telah sering ditemukan di kota-kota besar di
menunjukkan hubungan positif antara Indonesia. Menurut Satoto (1994),
perilaku menetap termasuk duduk dan kemakmuran dan kemudahan hidup,
menonton televisi dan outcome penyakit menimbulkan gaya hidup sedentary, yang
seperti diabetes melitus tipe 2, penyakit sangat menurunkan kerja atau aktivitas
jantung, dan beberapa penyakit yang dapat fisik. Satoto juga menuturkan bahwa
menyebabkan kematian. Dengan demikian, rendahnya aktivitas fisik dalam gaya hidup
waktu sehari-hari yang dihabiskan dengan modern juga disebabkan oleh penafsiran
perilaku menetap tidak diragukan lagi yang salah tentang peranan olahraga yang
memiliki dampak pada kesehatan hanya dibatasi pada kenikmatan
masyarakat. (entertainment). Ditambah lagi dengan
Penelitian yang dilakukan oleh kecenderungan masyarakat kota saat ini
Health Behaviour in School-aged Children dengan gaya hidup sedentary.
(HBSC) menyebutkan bahwa hanya 12-
METODE
42% remaja berumur 13 tahun dan 8-37%
Metode penelitian yang digunakan
remaja 15 tahun yang memiliki tingkat
adalah analitik observasional dengan
aktivitas fisik sedang hingga berat. Creber
pendekatan cross sectional. Sampel pada
dkk (2010) menyebutkan penduduk Peru
penelitian ini adalah murid laki-laki dan
(bertempat tinggal di pedesaan dan
murid perempuan SMA di desa dan kota di
perkotaan) dengan tingkat aktivitas fisik
Kabupaten Banyumas yang berdasarkan
rendah memiliki resiko lebih tinggi untuk
kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi
mengalami overweight (41,7%) dan
yaitu: 1) usia 15-19 tahun berdasarkan data
obesitas 24,8% dibandingkan penduduk
sekunder di sekolah yang bersangkutan, 2)
dengan tingkat aktivitas sedang atau tinggi
kondisi sehat atau tidak sedang menderita
yang masing-masing 35,4% dan 16,1%.
penyakit kronis atau akut, 3) berada di
Menurut Riskesdas (2007), prevalensi
ruang kelas reguler (tidak ber-AC), dan 4)
penduduk yang berumur lebih dari 10 tahun
bersedia menjadi responden dengan
dengan aktivitas fisik ringan adalah 48,2%,
menandatangani informed consent. Kriteria
lebih spesifik lagi aktivitas fisik pada
ekslusi yaitu: 1) menderita kelainan yang
kelompok usia 15-24 tahun sebagian besar
473
Mandala of Health. Volume 7, Nomor 1, Januari 2014 Dicaraka, Tingkat Aktivitas Fisik Remaja
474
Mandala of Health. Volume 7, Nomor 1, Januari 2014 Dicaraka, Tingkat Aktivitas Fisik Remaja
Rerata domain aktivitas kerja remaja 164,44 MET/minggu untuk remaja desa dan
kota lebih tinggi dibanding remaja desa, 150,22 MET/minggu untuk remaja kota.
yaitu 480 MET/minggu untuk remaja kota Pada domain aktivitas rekreasional
dan 60 MET/minggu untuk remaja desa. didapatkan rerata remaja desa lebih tinggi
Namun secara penggolongan, keduanya dibanding remaja kota, yaitu 2048,33
termasuk dalam tingkat aktivitas fisik MET/minggu untuk remaja desa dan
rendah. Pada domain aktivitas berpergian 1691,67 MET/minggu untuk remaja kota.
atau transportasi didapatkan rerata remaja Keduanya tergolong tingkat aktivitas fisik
desa lebih tinggi dibanding remaja kota, tinggi. Sedangkan untuk domain gaya hidup
namun secara penggolangan keduanya sedentary atau sedentary behavior
termasuk tingkat aktivitas fisik rendah yaitu didapatkan rerata remaja kota lebih tinggi
475
Mandala of Health. Volume 7, Nomor 1, Januari 2014 Dicaraka, Tingkat Aktivitas Fisik Remaja
dibanding remaja desa, yaitu 238,06 permukaan laut, sehingga seluruh lokasi
menit/hari untuk remaja kota dan 218,89 penelitian berada pada dataran rendah.
menit/hari untuk remaja kota. Homogenisasi tersebut bertujuan untuk
Hasil analisis paired T-test untuk mengendalikan variabel perancu yaitu
menguji signifikansi perbedaan tingkat iklim, karena menurut Hardinsyah dkk.
aktivitas fisik antara remaja desa dan kota (2009) dan Serway dkk. (2010), perbedaan
didapatkan p= 0,249 (p> 0,05). Interpretasi ketinggian wilayah setiap 100 meter akan
dari hasil ini adalah tidak terdapat membuat perbedaan iklim dari wilayah-
perbedaan bermakna rerata tingkat aktivitas wilayah tersebut, yang mana hal ini
fisik remaja desa dan kota di Kabupaten berpengaruh terhadap komponen iklim,
Banyumas. Pada penilitian ini dilakukan yaitu suhu, cuaca, kelembaban, dan aliran
stratifikasi tingkat aktivitas fisik angin. Namun, faktor ini ternyata
berdasarkan jenis kelamin karena jenis berpengaruh secara tidak langsung terhadap
kelamin merupakan salah satu faktor tingkat aktivitas fisik. Menurut Caspersen
perancu yang mempengaruhi tingkat dkk. (2000), iklim secara tidak langsung
aktivitas fisik. Hasil analisis paired T-test akan mempengaruhi tingkat aktivitas fisik,
perbedaan tingkat aktivitas fisik remaja terutama melalui salah komponennya, yaitu
laki-laki desa dan kota didapatkan p= 0,869, cuaca. Cuaca akan berpengaruh secara
yang artinya tidak terdapat perbedaan langsung terhadap tingkat aktivitas fisik
bermakna rerata tingkat aktivitas fisik dimana hal tersebut dapat melancarkan atau
antara remaja laki-laki desa dan kota di menghambat aktivitas fisik seseorang.
Kabupaten Banyumas. Sedankan hasil Adanya proses homogenisasi ini
analisis paired T-test perbedaan tingkat memungkinkan kondisi iklim di semua
aktivitas fisik remaja perempuan desa dan lokasi penelitian menjadi sama dan hal ini
kota didapatkan p= 0,249, yang artinya memungkinkan tingkat aktivitas fisik
tidak terdapat perbedaan bermakna rerata responden baik di desa maupun di kota
tingkat aktivitas fisik antara remaja tidak berbeda secara bermakna.
perempuan desa dan kota di Kabupaten Ketersedian akses dan fasilitas
Banyumas. menjadi faktor penting lain dalam
Kabupaten Banyumas terdiri dari pengaruhnya terhadap hasil penelitian ini.
dataran rendah dan tinggi, baik di desa Menurut Wiratno dan Mahfudi (2008) serta
maupun kota. Sedangkan pada penelitian data SIPD Kabupaten Banyumas (2010),
ini, peneliti melakukan homogenisasi Kabupaten Banyumas memiliki lokasi yang
dengan menyamakan ketinggian wilayah sangat strategis karena berada pada titik
dari lokasi penelitian, yaitu wilayah dengan simpul persimpangan dengan kabupaten-
ketinggian kurang dari 100 meter di atas kabupaten yang bersebelahan. Hal ini
476
Mandala of Health. Volume 7, Nomor 1, Januari 2014 Dicaraka, Tingkat Aktivitas Fisik Remaja
477
Mandala of Health. Volume 7, Nomor 1, Januari 2014 Dicaraka, Tingkat Aktivitas Fisik Remaja
478