You are on page 1of 52

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kanker serviks adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam leher rahim. Kanker
serviks menunjukkan adanya sel- sel abnormal yang terbentuk oleh sel-sel jaringan yang
tumbuh terus- menerus dan tidak terbatas pada bagian leher rahim (Ariani, 2015 ).
Kanker ini biasanya terjadi pada wanita yang telah berumur, tetapi bukti statistik
menunjukkan bahwa kanker serviks dapat juga menyerang wanita yang berumur antara
20 sampai 30 tahun (Prawirohardjo, 2014).
Kanker serviks merupakan penyakit kanker pada perempuan yang mengakibatkan
kematian terbanyak terutama di negara berkembang. Insiden kanker serviks diperkirakan
telah terjadi pada 500.000 wanita di seluruh dunia dan sebagian besar terjadi di negara
berkembang. Telah terbukti sebanyak 70% penyebab dari kanker serviks adalah infeksi
Human Papilloma Virus (HPV) yang merangsang perubahan perilaku sel epitel serviks.
Meskipun infeksi Human Papilloma Virus HPV penyebab lebih tinggi, namun faktor
resiko lain untuk timbulnya kanker ini seperti melakukan hubungan seksual diusia muda,
melakukan hubungan seksual yang berganti-ganti pasangan, dan perempuan perokok
(Prawirohardjo, 2014). Data World Health Organization (WHO) (2016) melaporkan
bahwa pada tahun 2012 terdapat 530.000 kasus, dimana kanker serviks merupakan
kanker dengan urutan keempat pada wanita, sedangkan pada tahun 2015 sekitar 90% dari
270.000 kematian akibat kanker serviks terjadi di negara- negara berpenghasilan rendah
dan menengah. Menurut Kementrian Kesehatan RI pada tahun 2015, penderita kanker
serviks di Indonesia adalah 0,8% (98.692 orang). Provinsi DI Yogyakarta, Provinsi
Kepulauan Riau dan Provinsi Maluku Utara memiliki prevalensi kanker serviks tertinggi
yaitu sebesar 1,5%, sedangkan di Provinsi Sumatra Barat jumlah penderita kanker
serviks yaitu 0,9% atau sebanyak 2.285 orang.
RSUP DR. M.Djamil Padang merupakan salah satu rumah sakit rujukan di Sumatera
Barat. Data RSUP DR. M. Djamil Padang di ruang Gynekologi- Onkologi penderita
kanker serviks pada tahun 2014 sebanyak 241 orang dan pada tahun 2015 sebanyak 241
orang (Medical Record RSUP DR. M. Djamil Padang, 2014 & 2015). Sementara itu, data
pada bulan Mei sampai dengan pertengahan Agustus 2018, jumlah pasien dengan kanker
serviks di ruang Gynekologi-Onkologi Irna Kebidanan RSUP DR. M. Djamil Padang
sebanyak 33 orang.

1
Kanker serviks dapat dideteksi secara dini dengan melakukan skrining Pap Smear.
Pada stadium awal, kanker ini cendrung tidak terdeteksi sehingga tidak menimbulkan
gejala-gejala yang jelas dan baru terdeteksi setelah stadium III atau lanjut. Menurut hasil
penelitian yang dilakukan Halimatusyaadiah (2014) di RSUP NTB menemukan
penderita kanker serviks paling banyak dengan stadium III sejumlah 33 orang (51,6%).
Kanker serviks yang sudah stadium lanjut biasanya menunjukkan gejala- gejala,
diantaranya: keputihan yang berbau busuk, perdarahan setelah melakukan hubungan
seksual, rasa nyeri disekitar vagina, nyeri pada panggul, sehingga kondisi kanker sudah
mencapai stadium lanjut. Hal ini menyebabkan terlambatnya pengobatan dini (Diananda,
2008).
Pengobatan penyakit kanker serviks telah dikembangkan beberapa macam yaitu
melalui tindakan pembedahan, radioterapi dan kemoterapi. Pengobatan yang paling
banyak digunakan adalah kemoterapi, karena kemoterapi bisa digunakan untuk stadium
lanjut. Kemoterapi adalah pengobatan yang menggunakan zat kimia untuk merusak atau
membunuh sel-sel yang tumbuh dengan cepat. Tujuannya adalah untuk mengurangi
jumlah sel-sel kanker atau mengurangi ukuran tumor. Kemoterapi memiliki dampak
dalam berbagai bidang kehidupan antara lain dampak terhadap fisik dan psikologis
(Ariani, 2015).
Dampak kemoterapi secara fisik yaitu mual dan muntah, diare, konstipasi, neuropati
perifer, toksisitas kulit, alopecia (kerontokan rambut), penurunan berat badan, anemia,
penurunan nafsu makan, perubahan rasa, nyeri (Ariani, 2015). Penelitian kualitatif
menurut Ambarwati & Wardani (2015) di RSUD DR. Moewardi Sukarta terhadap 8
orang responden penderita kanker serviks mengatakan bahwa efek samping kemoterapi
secara fisik yang paling banyak dialami oleh responden adalah mual muntah. Keluhan
fisik lainya yang dialami seperti konstipasi, kelelahan, neuropati perifer, perubahan rasa,
penurunan berat badan, nyeri, toksisitas kulit dan penurunan nafsu makan.
Dampak kemoterapi secara psikologis yaitu kecemasan, despresi, berjuang untuk
menjadi normal, merasa baik dan merasa sedih, emosional, stres, harga diri rendah,
kesedihan, dan kepasrahan (Ariani, 2015). Penelitian kualitatif menurut Wardani (2014)
di RSUD DR Moewardi Surakarta terhadap 8 orang responden penderita kanker serviks
mengatakan bahwa efek samping kemoterapi secara psikologis yang paling banyak
dialami oleh responden adalah kecemasan. Keluhan psikologis lain yang dialami seperti
berjuang untuk menjadi normal, kesedihan, kepasrahan, dan harga diri rendah.

2
Berdasarkan hasil observasi kelompok pada satu satu minggu dinas di ruang
Gynekologi-Onkologi Irna Kebidanan RSUP DR. M. Djamil Padang, terdapat 8 orang
pasien dengan kanker serviks post kemoterapi dan rata-rata hari rawatan untuk pasien
post kemoterapi yang melakukan perbaikan keadaan umumnya adalah 3-9 hari. Hasil
wawancara kelompok dengan tiga orang pasien, rata-rata pasien mengatakan bahwa
perasaan cemas dengan penyakitnya, nyeri diperut bawah, keluar darah, lemah dan
mudah lelah, nafsu makan kurang, mual muntah dan rambut rontok. Berdasarkan
observasi yang kelompok lakukan terhadap petugas ruangan dalam memberikan asuhan
telah melakukan pengkajian terhadap identitas pasien, keluhan pasien dan pemeriksaan
fisik, serta sudah terdokumentasi dengan baik.
Petugas ruangan memiliki peran yang penting sebagai pemberian pelayanan kesehatan
dalam melakukan asuhan pada klien secara menyeluruh baik biologis, psikologis, sosial,
budaya dan spiritual dengan menerapkan aspek promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif.
Berdasarkan latar belakang diatas kelompok tertarik untuk melakukan studi kasus
dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Ny.E dengan Kanker Serviks Post Kemoterapi
di Ruang Gynekologi-Onkologi Irna Kebidanan RSUP DR. M. Djamil Padang tahun
2018”.

B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah ditemukakan maka dapat diambil suatu
rumusan masalah “Bagaimana penerapan Asuhan Keperawatan pada Ny.E dengan
Kanker Serviks Post Kemoterapi di Ruang Gynekologi-Onkologi Irna Kebidanan RSUP
DR. M. Djamil Padang tahun 2018”

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Mampu menerapkan asuhan keperawatan pada Ny.E dengan Penyakit
Kanker Servik Post Kemoterapi di Ruang Gynekologi-Onkologi Irna Kebidanan
RSUP DR. M. Djamil Padang tahun 2018.
2. Tujuan khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada Ny.E dengan Kanker Serviks Post
Kemoterapi di Ruang Gynekologi-Onkologi Irna Kebidanan RSUP DR. M.
Djamil Padang tahun 2018.

3
b. Mampu menegakkan diagnosa pada Ny.E dengan Kanker Serviks Post
Kemoterapi di Ruang Gynekologi-Onkologi Irna Kebidanan RSUP DR. M.
Djamil Padang tahun 2018.
c. Mampu menyusum intervensi pada Ny.E dengan Kanker Serviks Post
Kemoterapi di Ruang Gynekologi-Onkologi Irna Kebidanan RSUP DR. M.
Djamil Padang tahun 2018.
d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan yang telah disusun pada Ny.E
dengan Kanker Serviks Post Kemoterapi di Ruang Gynekologi Onkologi Irna
Kebidanan RSUP DR. M. Djamil Padang tahun 2018
e. Mampu melakukan evaluasi pada Ny.E dengan Kanker Serviks Post
Kemoterapi di Ruang Gynekologi-Onkologi Irna Kebidanan RSUP DR. M.
Djamil Padang tahun 2018

D. Manfaat Penulisan

1. Bagi Anggota Kelompok

Studi kasus ini dapat mengaplikasikan dan menambah wawasan ilmu pengetahuan
serta kemampuan dalam menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan
kasus kanker serviks post kemoterapi
2. Bagi rumah sakit

Studi kasus ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran dalam


menerapakan asuhan keperawatan pada pasien dengan kasus kanker serviks post
kemoterapi
3. Bagi institusi pendidikan

Studi kasus ini diharapkan dapat menambah wawasan/ide bagi pemberi asuhan
lebih lanjut dalam penerapan asuhan keperawatan pada pasien dengan kasus
kanker serviks post kemoterapi

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.Konsep Kanker Serviks


1. Pengertian Kanker Serviks
Kanker serviks adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam leher rahim atau
serviks yang terdapat pada bagian terendah rahim yang menempel pada puncak vagina
(Diananda, 2008). Kanker ini biasanya paling sering terjadi pada wanita yang berumur
35 tahun, tetapi bukti statistik menunjukkan bahwa kanker serviks dapat juga
menyerang wanita yang berumur antara 20 sampai 30 tahun (Ariani, 2015 ),
sedangkan menurut Mitayani (2011) Kanker Serviks adalah perubahan sel-sel serviks
dengan karakteristik histologi. Proses perubahan pertama menjadi tumor ini mulai
terjadi pada sel-sel squamocolummar junction.Kanker serviks ini terjadi paling sering
pada usia 30 tahun sampai 45 tahun,tetapi dapat terjadi pada usia dini yaitu 18 tahun.

2. Penyebab Kanker Serviks


Penyebab kanker serviks belum jelas diketahui, namun ada beberapa faktor
resiko tertentu yang lebih besar kemungkinannya untuk menderita kanker serviks
menurut Ariani (2015) dan Diananda (2008) sebagai berikut :
a. Usia
Perempuan yang rawan mengidap kanker serviks adalah mereka yang berusia
35-50 tahun, terutama yang telah aktif secara seksual sebelum usia 16 tahun.
Hubungan seksual pada usia terlalu dini bisa meningkatkan resiko terserang
kanker serviks sebesar dua kali dibanding perempuan yang melakukan hubungan
seksual setelah usia 20 tahun.
b. Sering berganti pasangan
Semakin banyak berganti-ganti pasangan maka tertularnya infeksi HPV juga
semakin tinggi. Hal ini disebabkan terpaparnya sel-sel mulut rahim yang
mempuanyai pH tertentu dengan sperma-sperma yang mempunyai pH yang
berbeda-beda pada multi-patner sehingga dapat merangsang terjadinya perubahan
ke arah displasia

5
c. Merokok
Pada wanita perokok konsentrasi nikotin pada getah serviks 56 kali lebih
tinggi dibandingkan didalam serum, efek langsung bahan tersebut pada serviks
adalah menurunkan status imun lokal sehingga dapat menjadi kokarsinogen
infeksi virus.
d. Hygiene dan Sirkumsisi
Diduga adanya pengaruh mudah terjadinya kanker serviks pada wanita yang
pasangannya belum disirkumsisi. Hal ini karena pada pria non sirkum hygiene
penis tidak terawat sehingga banyak kumpulan-kumpulan smegma.
e. Status sosial ekonomi
Karsinoma serviks banyak dijumpai pada golongan sosial ekonomi rendah dan
kemungkinan faktor sosial ekonomi erat kaitannya dengan gizi, imunitas dan
kebersihan perorangan. Pada golongan sosial ekonomi rendah umumnya kuantitas
dan kualitas makanan kurang hal ini yang mempengaruhi imunitas tubuh.
f. Terpapar virus
Human immunodeficiency virus (HIV) atau penyebab AIDS merusak sistem
kekebalan tubuh pada perempuan. Hal ini dapat menjelaskan peningkatan risiko
kanker serviks bagi perempuan dengan AIDS. Para ilmuwan percaya bahwa
sistem kekebalan tubuh adalah penting dalam menghancurkan sel-sel kanker dan
memperlambat pertumbuhan serta penyebaran. Pada perempuan HIV, kanker pra
serviks bisa berkembang menjadi kanker yang invasif lebih cepat dari biasanya.
g. Faktor genetik
Terjadinya mutasi sel pada sel epitel skuamosa serviks yang menyebabkan
terjadinya kanker serviks pada wanita dan dapat diturunkan melalui kombinasi
genetik dari orang tua ke anaknya.

3. Klasifikasi pertumbuhan sel kanker serviks


Menurut padila (2015) Klasifikasi pertumbuhan sel kanker serviks sebagai berikut :
1. Mikroskopis
1) Displasia
Displasia ringan terjadi pada sepertiga bagaian basal epidermis.
Displasia berat terjadi pada dua pertiga epidermis hampir tidak dapat
dibedakan dengan karsinoma insitu.

6
2) Stadium karsinoma insitu
Pada karsinoma insitu perubahan sel epitel terjadi pada seluruh
lapisan epidermis menjadi karsinoma sel skuamosa. Karsinoma insitu yang
tumbuh didaerah ektoserviks, peralihan sel skuamosa kolumnar dan sel
cadangan endoserviks.
3) Stadium karsionoma mikroinvasif.
Pada karksinoma mikroinvasif, disamping perubahan derajat
pertumbuhan sel meningkat juga sel tumor menembus membrana basalis dan
invasi pada stoma sejauh tidak lebih 5 mm dari
membrana basalis, biasanya tumor ini asimtomatik dan hanya ditemukan
pada skrining kanker.
4) Stadium karsinoma invasive
Pada karsinoma invasif perubahan derajat pertumbuhan sel menonjol
besar dan bentuk sel bervariasi. Petumbuhan invasif muncul diarea bibir
posterior atau anterior serviks dan meluas ketiga jurusan yaitu jurusan
forniks posterior atau anterior, jurusan parametrium dan korpus uteri.
Bentuk kelainan dalam pertumbuhan karsinoma serviks Pertumbuhan
eksofilik: berbentuk bunga kol, tumbuh ke arah vagina dan dapat mengisi
setengah dari vagina tanpa infiltrasi ke dalam vagina, bentuk pertumbuhan ini
mudah nekrosis dan perdarahan. Pertumbuhan endofilik: biasanya lesi
berbentuk ulkus dan tumbuh progesif meluas ke forniks, posterior dan anterior
ke korpus uteri dan parametrium. Pertumbuhan nodul: biasanya dijumpai pada
endoserviks yang lambatl aun lesi berubah bentuk menjadi ulkus.

2. Markroskopis
1) Stadium preklinis yakni tidak dapat dibedakan dengan servisitis kronik biasa
2) Stadium permulaan yakni sering tampak sebagian lesi sekitar osteum
externum
3) Stadium setengah lanjut yakni telah mengenai sebagian besar atau seluruh
bibir porsio.
4) Stadium lanjut yakni terjadi pengrusakan dari jaringan serviks, sehingga
tampaknya seperti ulkus dengan jaringan yang rapuh dan mudah berdarah.

7
4. Klasifikasi Stadium Kanker Serviks
Menurut Tanto (2015), Klasifikasi stadium TNM (Tumor Node Metastases) dan
FIGO (The Internasional Federation of Gynecology and obstetrics) sebagai berikut.

Tabel 2.1
Klasifikasi Stadium Kanker Serviks
Klasifikasi Klasifikasi Keterangan
TNM FIGO
TX Tumor primer tidak dapat dinilai
T0 Tidak ditemukan adanya tumor primer
Tisb Carsinoma in situ (karsinoma prainvasif)
T1 I Karsinoma serviks yang terbatas pada uterus
(ekstensi samapai ke korpus tidak dihiraukan)
T1ac IA Karsinoma yang yang didiagnosis hanya secara
mikroskopik. Invasi stroma dengan kedalaman
maksimal 5.0 mm yang diukur dari dasar epitel dan
penyebaran secara horiziontal sebesar ≤ 7.0 mm.
Keterlibatan ruang vaskular, vena atau limpatik tidak
mempengaruhi klasifikasi.
T1a1 IA1 Invasi stroma dengan kedalaman ≤ 3.0 mm dan
penyebaran horiziontal ≤ 7.0 mm.
T1a2 IA2 Invasi stroma dengan kedalam > 3.0 mm tetapi ≤ 5.0
mm dengan penyebaran ≤ 7.0 mm.
T1b IB Lesi tampak secara klinis terbatas pada serviks atau
lesi mikroskopik > T1a/IA2.
T1b1 IB1 Lesi tampak secara klinis ≤ 4.0 cm pada dimensi
terbesar.
T1b2 IB2 Lesi tampak secara klinis > 4.0 cm pada dimensi
terbesar.
T2 II Karsinoma serviks dengan invasi yang melewati
uterus tetapi tidak mencapai dinding pelvis atau
sepertiga bawah.
T2a IIA Tumor tanpa invasi parametrium
T2a1 IIA Lesi tampak secara klinis ≤ 4.0 cm pada dimensi
terbesar.
T2a2 IIA2 Lesi tampak secara klinis > 4.0 cm pada dimensi
terbesar.
T2b IIB Tumor dengan invasi parametrium

8
T3 III Tumor meluas hingga dinding pelvis dan atau
melibatkan sepertiga bawah vagina dan atau
menyebabkan hidronefrosis atau ginjal yang tidak
berfungsi.
T3a IIIA Tumor meluas hingga sepertiga bawah vagina tanpa
perluasan ke dinding pelvis.
T3b IIIB Tumor meluas hingga ke dinding pelvis dan atau
menyebutkan hidronefrosis atau ginjal yang tidak
berfungsi.
T4 IV Karsinoma telah meluas melewati pelvis atau telah
mencapai mukosa kandung kemih atau rektum
(terbukti melalui biopsi).
T4a IVA Penyebaran mencapai organ sekitar.
T4b IVB Penyebaran mencapai organ yang jauh.

5. Patofisiologi Kanker Serviks


Karsinoma sel skuamosa biasanya muncul pada taut epitel skuamosa dan
epitel kubus mukosa endoserviks (persambungan skuamokolumnar atau zona
transformasi). Pada zona transformasi serviks memperlihatkan tidak normalnya sel
progresif yang akhirnya berakhir sebagai karsinoma servikal invasif. Displasia
servikal dan karsinoma in situ (HSIL) mendahului karsinoma invasif. Karsinoma
seviks invasif terjadi bila tumor menginvasi epitelium masuk ke dalam stroma
serviks. Kanker servikal menyebar luas secara langsung ke dalam jaringan para
servikal. Pertumbuhan yang berlangsung mengakibatkan lesi yang dapat dilihat dan
terlibat lebih progresif pada jaringan servikal. Karsinoma servikal invasif dapat
menginvasi atau meluas ke dinding vagina, ligamentum kardinale dan rongga
endometrium, invasi ke kelenjar getah bening dan pembuluh darah mengakibatkan
metastase ke bagian tubuh yang jauh.
Tidak ada tanda atau gejala yang spesifik untuk kanker servik. Karsinoma
servikal invasif tidak memilki gejala, namun karsinoma invasif dini dapat
menyebabkan sekret vagina atau perdarahan vagina. Walaupun perdarahan adalah
gejala yang signifikan, perdarahan tidak selalu muncul pada saat awal, sehingga
kanker dapat sudah dalam keadaan lanjut pada saat didiagnosis. Jenis perdarahan
vagina yang paling sering adalah pasca coitus atau bercak antara menstruasi.
Bersamaan dengan tumbuhnya tumor, gejala yang muncul kemudian adalah nyeri
punggung bagian bawah atau nyeri tungkai akibat penekanan saraf lumbosakralis,

9
frekuensi berkemih yang sering dan mendesak, hematuri atau perdarahan rektum
(Price & Wilson, 2012).
Pada pengobatan kanker serviks sendiri akan mengalami beberapa efek
samping antara lain mual, muntah, sulit menelan, bagi saluran pencernaan terjadi
diare gastritis, sulit membuka mulut, sariawan, penurunan nafsu makan ( biasa
terdapat pada terapi eksternal radiasi ). Efek samping tersebut menimbulkan masalah
keperawatan yaitu nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Sedangkan efek dari radiasi
bagi kulit yaitu menyebabkan kulit merah dan kering sehingga akan timbul masalah
keperawatan resiko tinggi kerusakan integritas kulit. Semua tadi akan berdampak
buruk bagi tubuh yang menyebabkan kelemahan atau kelemahan sehingga daya
tahan tubuh berkurang dan resiko injury pun akan muncul. Tidak sedikit pula pasien
dengan diagnosa positif kanker serviks ini merasa cemas akan penyakit yang
dideritanya. Kecemasan tersebut bias dikarenakan dengan kurangnya pengetahuan
tentang penyakit, ancaman status kesehatan dan mitos dimasyarakat bahwa kanker
tidak dapat diobati dan selalu dihubungkan dengan kematian (Aspiani, 2017).

6. Tanda dan gejala kanker serviks


Menurut Ariani (2015) dan Padila (2015) pada tahap awal , kanker serviks
stadium dini biasanya tanpa gejala-gejala. Gejala fisik serangan penyakit ini pada
umumnya dirasakan oleh penderita kanker stadium lanjut. Gejala-gejala umumyang
terjadi pada penderita kanker ini adalah :
a. Ada bercak atau pendaran setelah berhubungan seksual,
b. Ada bercak atau pendarahan di luar masa haid,
c. Ada bercak atau pendarahan pada masa menopause,
d. Mengalami masa haid yang lebih berat dan lebih panjang dari biasanya, atau
e. Keluarnya bau menyengat yang tidak bisa dihilangkan walaupun sudah
diobati.
Jika kanker servik sudah tingkat stdium lanjut maka gejalanya adalah :
a. Munculnya rasa sakit dan pendarahan saat berhubung an intim (contact
bleeding)
b. Keputihan yang berlebihan dan tidak normal
c. Pendarahan diluar siklus menstruasi
d. Penurunan berat badan yang drastis

10
e. Apabila kanker sudah menyebar kepanggul, maka pasien akan menderita
keluhan nyeri punggung
f. Hambatan dalam berkemih

7. Respon Tubuh Terhadap Perubahan Fisiologis


a. Sistem pencernaan
Beberapa obat kemoterapi dapat menyebabkan mual dan muntah
berlangsung singkat atau lama. Mual muntah terjadi karena peningkatan asam
lambung sehingga terjadi penurunan nafsu makan. Mengatasi mual dapat
diberikan obat anti mual sebelum, selama, dan sesudah pengobatan. Obat
kemoterapi juga dapat menyebabkan diare karna terjadi kejang otot perut yang
menimbulkan rasa tidak nyaman atau sakit pada perut, bahkan ada yang diare
sampai dehidrasi berat dan harus dirawat karna kekurangan volume cairan,
kadang sampai terjadi sembelit. Bila terjadi diare : kurangi makan-makanan
yang mengandung serat, buah dan sayur. Harus minum air yang hilang untuk
mengatasi kehilangan cairan. Bila susah BAB : makan-makanan yang berserat,
dan jika memungkinkan olahraga (Ariani, 2015).
b. Sistem Imum dan Sistem hematologi
Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh adalah pusat sistem
pertahanan tubuh yang melindungi tubuh dari penyakit. Organ penyusun sistem
kekebalan tubuh pada manusia salah satunya adalah sumsum tulang. Sistem
hematologi tersusun atas darah dan tempat darah diproduksi, termasuk sumsum
tulang dan nodus limpa. Darah manusia adalah cairan jaringan tubuh. Fungsi
utamanya adalah mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel-sel di seluruh
tubuh. Darah juga menyuplai jaringan tubuh dengan nutrisi, mengangkut zat-zat
sisa metabolisme, dan mengandung berbagai bahan penyusun sistem imun yang
bertujuan mempertahankan tubuh dari berbagai penyakit (Potter & Perry, 2005).
Kemoterapi berpengaruh pada kerja sumsum tulang yang merupakan pabrik
pembuat sel darah merah, sehingga jumlah sel darah merah menurun, yang
paling sering adalah penurunan sel darah putih (leukosit). Penurunan sel darah
terjadi setiap kemoterapi, dan test darah biasanya dilakukan sebelum kemoterapi
berikutnya untuk memastikan jumlah sel darah telah kembali normal. Penurunan
jumlah sel darah dapat menyebabkan :

11
1) Mudah terkena infeksi
Hal ini disebabkan oleh penurunan leukosit, karena leukosit adalah sel
darah yang memberikan perlindungan infeksi. Ada juga beberapa obat
kemoterapi yang menyebabkan peningkatkan leukosit. Bila terjadi infeksi
maka terjadi peningkatan suhu tubuh.
2) Perdarahan
Keping darah (trombosit) berperan pada proses pembekuan darah,
apabila jumlah trombosit rendah dapat menyebabkan pendarahan, ruam,
dan bercak merah pada kulit.
3) Anemia
Anemia adalah penurunan sel darah merah yang ditandai dengan
penurunan Hb (Hemoglobin). Karena Hb letaknya didalam sel darah merah.
Penurunan sel darah merah dapat menyebabkan lemah, mudah lelah,
tampak pucat.
c. Sistem integumen
Kerontokan rambut terjadi karena kemoterapi menargetkan semua sel
yang dapat membelah dengan sangat cepat. Folikel rambut adalah struktur
dalam kulit yang berfungsi menumbuhkan rambut. Folikel adalah salah satu sel
dengan laju pertumbuhan tercepat dalam tubuh. Selama menjalani kemoterapi
bekerja untuk menghancurkan sel kanker, prosedur ini juga akan
menghancurkan sel-sel rambut. Kerontokan rambut bersifat sementara, biasanya
terjadi dua atau tiga minggu setelah kemoterapi dimulai. Dapat juga
menyebabkan rambut patah didekat kulit kepala. Dapat terjadi seminggu setelah
kemoterapi (Ariani, 2015).
d. Sistem reproduksi
Terjadinya kekeringan cairan pada vagina karna efek terapi yang di
berikan dan dapat mengganggu hubungan seksual (Ariani, 2015).

12
8. Pemeriksaan Diagnostik Kanker Serviks
Menurut diananda (2008) dan Ariani (2015) pemeriksaan diagnostik untuk
menentukan kanker serviks sebagai berikut :
a. Schillentest
Epitel karsinoma serviks tidak mengandung glycogen karena tidak
mengikat yodium. Kalau porsio diberi yodium maka epitel karsinoma yang
normal akan berwarna coklat tua, sedang yang terkena karsinoma tidak berwarna.
b. Koloskopi
Memeriksa dengan menggunakan alat untuk melihat serviks dengan
lampu dan dibesarkan 10-40 kali. Keuntungan ; dapat melihat jelas daerah yang
bersangkutan sehingga mudah untuk melakukan biopsy. Kelemahan ; hanya
dapat memeiksa daerah yang terlihat saja yaitu porsio, sedang kelianan pada
skuamosa columnar junction dan intra servikal tidak terlihat.
c. Kolpomikroskopi
Melihat hapusan vagina (Pap Smear) dengan pembesaran sampai 200 kali
d. Biopsi
Dengan biopsi dapat ditemukan atau ditentukan jenis karsinomanya
e. Konisasi
Dengan cara mengangkat jaringan yang berisi selaput lendir serviks dan epitel
gepeng dan kelenjarnya. Konisasi dilakukan bila hasil sitologi meragukan dan
pada serviks tidak tampak kelainan-kelainan yang jelas.

f. pemeriksaan lainnya.
1) Pemeriksaan hematology (Hb, Ht, lekosit, trombosit, LED, golongan darah,
masa peredaran dan masa pembekuan
2) Pemeriksaan biokimia darah meliputi SGOt dan SGPT.
3) Pemeriksaan kardiovaskular, antara lain EKG.
4) Pemeriksaan system respiratorius dan urologi serta tes alergi terhadap obat

13
9. Penatalaksanaan Kanker Serviks
a. Penatalaksanaan Medis
Menurut Tanto (2014) penatalaksanaan medis secara umum berdasarkan
stadium kanker serviks:
Tabel 2.2
Penatalaksanaan medis berdasarkan stadium kanker serviks
STADIUM PENATALAKSANAAN
Biopsi kerucut
0 Histerektomi transvaginal
Biopsi kerucut
Ia
Histerektomi transvaginal
Histerektomi radikal dengan limfadenektomi panggul dan
Ib,Iia evaluasi kelenjar limfe paraaorta (bila terdapat metastasis
dilakukan radioterapi pasca pembedahan
IIb, III, IV Histerektomi transvaginal
Radioterapi
IVa, Ivb Radiasi paliatif
Kemoterapi

Menurut Ariani (2015) dan Diananda (2008) pilihan pengobatan yang bisa
dilakukan adalah pembedahan, terapi radiasi (radioterapi), kemoterapi, atau
kombinasi metode-metode tersebut
1. Operasi atau pembedahan
Pembedahan merupakan pilihan untuk perempuan dengan kanker
serviks stadium I dan II.
a) Trakelektomi radikal (Radical Trachelectomy)
Mengambil leher rahim, bagian dari vagina, dan kelenjar getah
bening di panggul. Pilihan ini dilakukan untuk perempuan denga tumor
kecil yang ingin mencoba untuk hamil di kemudian hari.
b) Histerektomi total
Mengangakat leher rahim dan rahim.
c) Histerektomi radikal
Mengangkat leher rahim, beberapa jaringan di sekitar leher rahim,
rahim, dan bagian dari vagina.

14
d) Saluran telur dan ovarium
Mengangkat kedua saluran tuba dan ovarium. Pembedahan ini
disebut salpingo-ooforektomi.
e) Kelenjar getah bening
Mengambil kelenjar getah bening dekat tumor untuk melihat
apakah mengandung leher rahim. Jika sel kanker telah histerektomy total
dan radikal mencapai kelenjar getah bening, itu berarti penyakit ini
mungkin telah menyebar ke bagian lain dari tubuh.

2. Radioterapi
Radioterapi adalah salah satu pilihan bagi perempuan yang menderita
kanker serviks dengan stadium berapa pun. Perempuan dengan kanker
serviks tahap awal dapat memilih terapi sebagai pengganti operasi. Hal ini
juga dapat digunakan setelah operasi untuk menghancurkan sel-sel kanker
apa pun yang masih di daerah tersebut. Perempuan dengan kanker yang
menyerang bagian-bagian selain kenker serviks mungkin perlu diterapi
radiasi dan kemoterapi.Terapi radiasi menggunakan sinar berenergi tinggi
untuk membunuh sel-sel kanker. Terapi ini mempengaruhi sel-sel di daerah
yang diobati. Ada dua jenis terapi ini :
a) Terapi radiasi eksternal
Sebuah mesin besar akan mengarahkan radiasi pada panggul atau
jaringan lain di mana kanker telah menyebar. Pengobatan biasanya di
berikan di rumah sakit. Penderita mungkin menerima radiasi eksternal 5
hari seminggu selama beberapa minggu. Setiap pengobatan hanya
memakan waktu beberapa menit.
b) Terapi radiasi internal
Sebuah tabung tipis yang ditempatkan di dalam vagina. Suatu zat
radioaktif di masukkan ke dalam tagung tersebut. Penderita mungkin
harus tinggal di rumah sakit sementara sumber radioaktif masih beradadi
tempatnya (samapai 3 hari). Efek samping tergantung terutama pada
seberapa banyak radiasi diberikan dan tubuh bagian mana yang di
terapi.radiasi pada perut dan panggul dapat menyebabkan mual, muntah,
diare, atau masalah eliminasi. Penderita mungkin kehilangan rambut di

15
daerah genital. Selain itu, kulit penderita di daerah yang dirawat menjadi
merah, kering, dan tender.
3. Kemoterapi
Kemoterapi telah digunakan untuk pengobatan kanker sejak tahun
1950-an dan diberikan sebelum operasi untuk memperkecil ukuran kanker
yang akan di operasi atau sesudah operasi untuk membersihkan sisa-sisa
sel kanker, kadang dikombinasikan dengan terapi radiasi tapi kadang juga
tidak. Kemoterapi ini biasanya diberikan dalam tablet/pil, suntikan, atau
infus. Jadwal pemberian ada yang setiap hari, sekali seminggu atau
bahkan sekali sebulan. Efek samping yang terjadi terutama tergantung
pada jenis obat-obatan yang diberikan dan seberapa banyak.kemoterapi
membunuh sel-sel kanker yang tumbuh cepat, terapi juga dapat
membahayakan sel-sel normal yang membelah dengan cepat, yaitu:
a) Sel darah
Bila kemoterapi menurunkan kadar sel darah merah yang sehat,
penderita akan lebih mudah terkena infeksi, mudah memar atau
berdarah, dan merasa sangat lemah dan lelah.
b) Sel-sel pada akar rambut
Kemoterapi dapat menyebabkan rambut rontok. Rambut penderita
yang hilang akan tumbuh lagi, tetapi kemungkinan mengalami
perubahan warna dan tekstur.
c) Sel yang melapisi saluran pencernaan
Kemoterapi menurunkan nafsu makan, mual-mual dan muntah,
diare, atau infeksi pada mulut dan bibir.
Efek samping lainnya termasuk ruam kulit, kesemutan atau mati rasa di
tangan dan kaki, masalah pendengaran, kehilangan keseimbangan, nyeri
sendi, atau kaki bengkak. Menurut Reeder dkk (2013), penatalksanaa pada
kanker serviks yaitu:
a) Stadium I
Kanker serviks pada stadium IA ditangani dengan histerktomi atau
dengan radioterapi, karena kanker masih terbatas di daerah serviks.
b) Stadium IB dan IIA
Pada stadium ini ditangani dengan histerektomi total dan
limfadektomi bilateral.

16
c) Stadium IIB sampai IVB
Pada stadium ini kanker sudah menyebar melewati daerah serviks
sampai ke organ lain. Penanganan yang dilakukan biasanya dengan
radioterapi.

b. Penatalaksanaan Keperawatan
Asuhan keperawatan meliputi pemberian edukasi dan informasi untuk
meningkatkan pengetahuan pasien dan mengurangi kecemasan serta ketakutan
pasien. Perawat mendukung kemampuan pasien dalam perawatan diri untuk
meningkatkan kesetahan dan mencegah komlipakai. Perawat perlu
mengidentifikasi bagaimana pasien dan pasangannya memandang kemampuan
reproduksi wanita dan memaknai setiap hal yang berhubungan dengan
kemampuan reproduksinya. Bagi sebagian wanita, masalah harga diri dan citra
tubuh yang berat dapat muncul saat mereka tidak dapat lagi mempunyai anak.
Pasangan mereka sering sekali menunjukkan sikap yang sama, yang merendahkan
wanita yang tidak dapat memberikan keturunan.
Intervensi berfokus pada upaya membantu pasien dan pasangannya untuk
menerima berbagai perubahan fisik dan psikologis akibat masalah tersebut serta
menemukan kualitas lain dalam diri wanita sehingga ia dapat di hargai. Bahkan,
sekalipun kehilangan uterus dan kemampuan reproduksi tidak terlalu
mempengaruhiharga diri dan cintra tubuhnya, wanita tetap memerlukan
penguatan atas peran lainnya yang berharga sebagai seorang manusia. Wanita
yang mengalami nyeri hebat ketika menstruasi dan sangat mengganggu aktivitas
rutinnya menganggap penanggulanagn seperti histerektomi, sebagai pemecahan
masalah.
Apabila terdiagnosis menderita kanker, banyak wanita merasa hidupnya
lebih terancam dan perasan ini jauh lebih penting dibandingkan kehilangan
kemampuan reprpduksi. Intervensi keperawatan kemudian difokuskan untuk
membantu pasien mengekspresikan rasa takut, membuat parameter harapan yang
realistis, memperjelas nilai dan dukungan spiritual, meningkatkan kualitas sumber
daya keluarga dan komunitas, dan menemukan kekuatan diri untuk menghadapi
masalah (Reeder, dkk, 2013).

17
B. Konsep Asuhan Keperawatan Kanker Serviks Post Kemoterapi
1. Pengkajian keperawatan
a. Data dasar
Pengumpulan data pada pasien dan keluarga dilakukan dengan cara
anamnesa, pemeriksaan fisik dan melalui pemeriksaan penunjang (hasil
laboratorium).
b. Identitas pasien
Meliputi nama lengkap, tempat/tanggal lahir, umur, jenis kelamin, ,
agama, alamat, pendidikan, pekerjaan, asal suku bangsa, tanggal masuk rumah
sakit, no medical record (MR), nama orang tua, dan pekerjaan orang tua.
c. Identitas penanggung jawab
Meliputi nama, umur, pekerjaan dan hubungan dengan pasien
d. Riwayat kesehatan
 Keluhan utama
Biasanya pasien datang kerumah sakit dengan keluhan seperti
tpendarahan intra servikal dan disertai keputihan yang menyerupai air dan
berbau (Padila, 2015). Pada pasien kanker serviks post kemoterapi
biasanya datang dengan keluhan mual muntah yang berlebihan, tidak
nafsu makan, anemia.
 Riwayat kesehatan sekarang
Menurut Diananda (2008) biasanya pasien pada stadium awal tidak
merasakan keluhan yang mengganggu, baru pada stadium akhir yaitu
stadium 3 dan 4 timbul keluhan seperti keputihan yang berbau busuk,
perdarahan setelah melakukan hubungan seksual, rasa nyeri disekitar vagina,
nyeri pada panggul. Pada pasien kanker serviks post kemoterapi biasanya
mengalami keluhan mual muntah yang berlebihan, tidak nafsu makan, dan
anemia.
 Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya pada pasien kanker serviks memiliki riwayat kesehatan
dahulu seperti riwayat penyakit keputihan, riwayat penyakit HIV/AIDS
(Ariani, 2015). Pada pasien kanker serviks post kemoterapi biasanya ada
riwayat penyakit keputihan dan riwayat penyakit HIV/AIDS.

18
 Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya riwayat keluarga adalah salah satu faktor yang paling
mempengaruhi karena kanker bisa dipengaruhi oleh kelainan genetika.
Keluraga yang memiliki riwayat kanker didalam keluarganya lebih berisiko
tinggi terkena kanker dari pada keluraga yang tidak ada riwayat didalam
keluarganya (Diananda, 2008).
e. Riwayat Obstetri
Untuk mengetahui riwayat obstetri pada pasien dengan kanker serviks yang
perlu diketahui adalah:
 Keluhan haid
Dikaji tentang riwayat menarche dan haid terakhir, sebab kanker serviks
tidak pernah ditemukan sebelumnya menarche dan mengalami atropi pada
masa menopose. Siklus menstruasi yang tidak teratur atau terjadi pendarahan
diantara siklus haid adalah salah tanda gejala kanker serviks.
 Riwayat kehamilan dan persalinan
Jumlah kehamilan dan anak yang hidup karna kanker serviks
terbanyak pada wanita yang sering partus, semakin sering partus semakin
besar kemungkinan resiko mendapatkan karsinoma serviks (Aspiani, 2017).
f. Riwayat psikososial
Biasanya tentang penerimaan pasien terhadap penyakitnya serta harapan
terhadap pengobatan yang akan dijalani, hubungan dengan suami/keluarga
terhadap pasien dari sumber keuangan. Konsep diri pasien meliputi gambaran diri
peran dan identitas. Kaji juga ekspresi wajah pasien yang murung atau sedih serta
keluhan pasien yang merasa tidak berguna atau menyusahkan orang lain (Reeder,
dkk, 2013). Pada pasien kanker serviks post kemoterapi biasanya mengalami
keluhan cemas dan ketakutan.
g. Riwayat kebiasaan sehari-hari
Biasanya meliputi pemenuhan kebutuhan nutrisi, elimenasi, aktivitas pasien
sehari-hari, pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur (Padila, 2015). Pada pasien
kanker serviks post kemoterapi biasanya mengalami keluhan tidak nafsu makan,
kelehan, gangguan pola tidur.

19
h. Pemeriksaan fisik,
Keadaan umum: biasanya pasien kanker serviks post kemoterapi sadar, lemah
dan tanda-tanda vital normal.
 Kepala : Biasanya pada pasien kanker serviks post kemoterapi mengalami
rambut rontok, mudah tercabut.
 Mata : Biasanya pada pasien kanker serviks post kemoterapi mengalami
konjungtiva anemis dan skelera ikterik.
 Leher : Biasanya pada pasien kanker serviks post kemoterapi tidak ada
kelainan
 Thoraks:
Dada : biasanya pada pasien kanker serviks post kemoterapi tidak ada
kelainan
Jantung : biasanya pada pasien kanker serviks post kemoterapi tidak ada
kelainan
 Abdomen : biasanya pada pasien kanker serviks post kemoterapi tidak ada
kelainan
 Genetalia : Biasanya pada pasien kanker serviks mengalami sekret
berlebihan, keputihan, peradangan, pendarahan dan lesi (Brunner &
suddarth, 2015). Pada pasien kanker serviks post kemoterapi biasanya
mengalami perdarahan pervaginam.
 Ekstermitas : Biasanya pada pasien kanker serviks yang stadium lanjut
mengalami udema dan nyeri (Brunner & suddarth, 2015). Pada pasien
kanker serviks post kemoterapi biasanya mengalami kesemutan atau kebas
pada tangan dan kaki.
i. Pemeriksaan hematologi
Biasanya pada pasien kanker serviks post kemoterapi mengalami
anemia karna penurunan Haemoglobin. Nilai normalnya Haemoglobin wanita
(12-16 gr/dl).

20
2. Diagnosis Keperawatan yang mungkin muncul
Menurut NANDA (2015-2017), kemungkinan masalah yang muncul adalah
sebagai berikut :
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (penekanan sel syaraf)
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kurang asupan makanan
c. Ansietas berhubungan dengan status kesehatan menurun
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan agens farmaseutikal
e. Resiko infeksi berhubungan dengan imunosupresi
f. Disfungsi seksual berhubungan dengan gangguan struktur tubuh
g. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan program pengobatan
h. Resiko pendarahan berhubungan dengan Koagulopati inheren (trombositopenia)
i. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
j. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme tubuh

3. Intervensi Keperawatan
NO DIAGNOSA NOC NIC
1. Nyeri akut b.d Level Nyeri Manajemen nyeri
dengan agen a) Nyeri yang dilaporkan 1) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
cedera berkurang termasuk lokasi, karakteristik, durasi frekuensi,
biologis. b) Lama nyeri yang kualitas dan faktor presipitasi
dirasakan berkurang 2) Observasi reaksi nonverbal dan ketidaknyamanan
c) Ekspresi wajah saat 3) Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
merasakan nyeri mengetahui pengalaman nyeri pasien
d) Gelisah tidak ada 4) Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
e) Frekuensi pernapasan 5) Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
nomal 6) Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain
f) Frekuensi denyut apeks tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa Iampau
jantung normal 7) Bantu pasierl dan keluarga untuk mencari dan
g) Tekanan darah normal menemukan dukungan
h) Berkeringat tidak ada 8) Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
i) Hilang nafsu makan nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
tidak ada kebisingan
j) Mengerang dan 9) Kurangi faktor presipitasi nyeri
menangis tidak ada 10) Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi,
k) Meringis tidak ada non farmakologi dan inter personal)
11) Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
Kontrol Nyeri intervensi
a) Mengenali kapan nyeri 12) Ajarkan tentang teknik non farmakologi
terjadi 13) Berikan anaIgetik untuk mengurangi nyer
b) Menggambarkan faktor 14) Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
penyebab 15) Tingkatkan istirahat
c) Menggunakan jurnal 16) Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan
harian untuk memonitor tindakan nyeri tidak berhasil
gejala dari waktu ke 17) Monitor penerimaan pasien tentang manajemen
waktu nyeri
d) Menggunakan tindakan

21
pencegahan Pemberian Analgesik
e) Menggunakan tindakan 1) Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat
pengurangan nyeri nyeri sebelum pemberian obat
f) Menggunakan analgesik 2) Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan
yang di rekomendasikan frekuensi
g) Melaporkan gejala yang 3) Cek riwayat alergi
tidak terkontrol pada 4) Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi
profesional kesehatan dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu
h) Menggunakan sumber 5) Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan
daya yang tersedia beratnya nyeri
6) Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan
dosis optimal
7) Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara teratur
8) Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
9) Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri
hebat
10) Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala

2 Ketidakseimba Nutritional Status : nutrient Nutrition Managemen


ngan nutrisi Intake 1. Kaji adanya alergi makanan
kurang dari 1. Adanya peningkatan 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
kebutuhan berat badan sesuai jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
tubuh dengan tujuan 3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
berhubungan 2. Berat badan ideal sesuai 4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan
dengan status dengan tinggi badan vitamin
hipermetaboli 3. Mampumengidentifikasi 5. Berikan substansi gula
k : kanker dan kebutuhan nutrisi 6. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi
konsekuensi 4. Tidak ada tanda tanda serat untuk mencegah konstipasi
kemoterapi, malnutrisi 7. Berikan makanan yang terpilih ( sudah
radiasi dan 5. Menunjukkan dikonsultasikan dengan ahli gizi)
pembedahan peningkatan fungsi 8. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan
pengecapan dari menelan makanan harian.
6. Tidak terjadi penurunan 9. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
berat badan yang berarti 10. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
11. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan
nutrisi yang dibutuhkan

Nutrition Monitoring
1. BB pasien dalam batas normal
2. Monitor adanya penurunan berat badan
3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa
dilakukan
4. Monitor interaksi anak atau orangtua selama
makan
5. Monitor lingkungan selama makan
6. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama
jam makan
7. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah
patah
10. Monitor mual dan muntah
11. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan
kadar Ht
12. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
13. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan
jaringan konjungtiva
14. Monitor kalori dan intake nuntrisi

22
15. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oral.
3 Ansietas Anxiety level Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
berhubungan · 1. Gunakan pendekatan yang menenangkan
dengan status 1. Klien mampu 2. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku
kesehatan mengidentifikasi dan pasien
menurun mengungkapkan gejala 3. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan
cemas. selama prosedur
2. Mengidentifikasi, 4. Pahami prespektif pasien terhadap situasi stres
mengungkapkan dan 5. Temani pasien untuk memberikan keamanan dan
menunjukkan tehnik mengurangi takut
untuk mengontol cemas. 6. Dorong keluarga untuk menemani anak
3. Vital sign dalam batas 7. Lakukan back / neck rub
normal. 8. Dengarkan dengan penuh perhatian
4. Postur tubuh, ekspresi 9. Identifikasi tingkat kecemasan
wajah, bahasa tubuh dan 10. Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan
tingkat aktivfitas kecemasan
menunjukkan 11. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan,
berkurangnya ketakutan, persepsi
kecemasan 12. Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
13. Berikan obat untuk mengurangi kecemasan

4 Hambatan · Mobility level Exercise therapy : ambulation


mobilitas fisik 1. Klien meningkat dalam 1. Monitoring vital sign sebelum/sesudah latihan dan
berhubungan aktivitas fisik lihat respon pasien saat latihan
dengan agens 2. Mengerti tujuan dan 2. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana
farmaseutikal peningkatan mobilitas ambulasi sesuai dengan kebutuhan
3. Memverbalisasikan 3. Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat
perasaan dalam berjalan dan cegah terhadap cedera
meningkatkan kekuatan 4. Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang
dan kemampuan teknik ambulasi
berpindah 5. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
4. Memperagakan 6. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs
penggunaan alat secara mandiri sesuai kemampuan
5. Bantu untuk mobilisasi 7. Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan
(walker bantu penuhi kebutuhan ADLs pasien.
8. Berikan alat bantu jika klien memerlukan.
9. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan
berikan bantuan jika diperlukan.

5 Resiko infeksi Immune Status Infection Control (Kontrol infeksi)


berhubungan 1. Klien bebas dari tanda 1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
dengan dan gejala infeksi 2. Pertahankan teknik isolasi
imunosupresi 2. Mendeskripsikan proses 3. Batasi pengunjung bila perlu
penularan penyakit, 4. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci
faktor yang tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung
mempengaruhi meninggalkan pasien
penularan serta 5. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
penatalaksanaannya 6. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
3. Menunjukkan keperawatan
kemampuan untuk 7. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
mencegah timbulnya pelindung
infeksi 8. Pertahankan lingkungan aseptik selama
4. Jumlah leukosit dalam pemasangan alat
batas normal 9. Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing
5. Menunjukkan perilaku sesuai dengan petunjuk umum
hidup sehat 10. Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan
infeksi kandung kencing
11. Tingktkan intake nutrisi
12. Berikan terapi antibiotik bila perlu

23
13. Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)
14. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
15. Monitor hitung granulosit, WBC
16. Monitor kerentangan terhadap infeksi
17. Batasi pengunjung
18. Sering pengunjung terhadap penyakit menular
19. Pertahankan teknik aspesis pada pasien yang
beresiko
20. Pertahankan teknik isolasi k/p
21. Berikan perawatan kulit pada area epidema
22. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase
23. Inspeksi kondisi luka / insisi bedah
24. Dorong masukkan nutrisi yang cukup
25. Dorong masukan cairan
26. Dorong istirahat
27. Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai
resep
28. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala
infeksi
29. Ajarkan cara menghindari infeksi
30. Laporkan kecurigaan infeksi
31. Laporkan kultur positif

4. Implementasi Keperawatan

Implementesi adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang


diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan
keperawatan dilakukan dan disesuaikan (Potter & Perry, 2005). Langkah-langkah
yang diperlukan dalam pelaksanaan adalah sebagai berikut :
a. Mengkaji ulang pasien
Fase pengkajian ulang terhadap komponen implementesi memberikan
mekanisme bagi perawat untuk menentukan apakah tindakan keperawataan
yang diusulkan masih sesuai.
b. Menelah dan memodifikasi rencana asuhan keperawatan yang ada sebelum
memulai perawatan.
Perawat menelah rencana asuhan dan membandingkannya dengan data
pengkajian untuk memvalidasi diagnosa keperawatan yang dinyatakan dan
menentukan apakah intervensi keperawatan yang paling sesuai untuk situasi
klinis saat itu. Jika status pasien telah berubah dan diagnosa keperawatan dan
intervensi keperawatan harus dimodifikasi.

24
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi menurut Potter & Perry (2005) yaitu membandingkan data subjek
dan objek yang dikumpulkan dari pasien, perawat lain, dan keluarga untuk
menentukan tingkat keberhasilan dalam memenuhi hasil yang diharapkan yang
ditetapkan selama perencanaan.
Langkah-langkah evaluasi dari proses keperawatan mengukur respon pasien
terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan pasien kearah tujuan. Tujuan
asuhan keperawatan untuk membantu pasien menyelesaikan masalah kesehatan
aktual, mencegah kekambuhan dari masalah potensial dan mempertahankan status
sehat. Evaluasi terhadap asuhan menetukan apakah tujuan ini telah terlaksana.
Aspek lain dari evaluasi mencakup pengukuran kualitas asuhan keperawatan yang
diberikan dalam lingkungan perawatan kesehatan (Potter & Perry, 2005)

25
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Identitas klien
Nama : Ny. E
Umur : 48 tahun
Pekerjaan : IRT
Alamat : Jorong Padang Laweh Sungai Tarab, Kab.Tanah Datar
No MR : 00.93.52.36
Tanggal Masuk : 16 Agustus 2018
Tanggal Pengkajian: 20 Agustus 2018

b. Identitas Suami
Nama : Tn. M
Usia : 50 tahun
Pekerjaan : ASN
Alamat : Jorong Padang Laweh Sungai Tarab, Kab.Tanah Datar

2. Data Umum Kesehatan


a. Riwayat Kesehatan Sekarang
 Keluhan
Klien masukRSUP Dr.M.Djamil Padang melalui poliklinik kebidanan
pada tanggal 16 Agustus 2018 dengan keluhan utama klien mengalami
perdarahan pervaginam, klien tampak pucat, dan mengeluh nyeri perut bagian
bawah, Hb : 7,6. Pada saat pengkajian pada tanggal 20 Agustus 2018 klien
mengatakan masih keluar dari melalui vagina, darah tampak bewarna merah,
bergumpal dan berbau busuk. Frekuensi perdarahan ± 100 cc. Klien mengeluh
nyeri pada bagian perut bawah, nyeri terasa hilang timbul,nyeri meningkat jika
beraktivitas dan berkurang jika istirahat. Klien mengatakan skala nyeri 5,
dirasakan selama ± 5 menit, nyeri terasa seperti tertusuk-tusuk. Klien
mengatakan nafsu makan berkurang, mual,muntah, dan klien mengalami
penurunan BB selama sakit, BB sebelum sakit 68 dan BB saat sakit 45 kg.
Klien mengatakan badan terasa lemah dan letih. Klien tampak pucat, mukosa

26
bibir kering. Klien juga mengeluh sulit BAB, selama di rawat dirumah sakit
klien BAB hanya 1 kali.
 Faktor Pencetus
Klien mangatakan mulai mengalami perdarahan pada vagina diluar
siklus menstruasi sejak akhir 2015 atau sekitar 3 tahun yang lalu. Kemudian
lama kelamaan klien mengalami nyeri pada abdomen. Klien memiliki riwayat
menikah usia 18 tahun dan klien sudah 2 kali menikah. Klien mempunyai
riwayat mioma uteri dan sudah dioperasi 4 tahun yang lalu (tahun 2014).
 Lama keluhan
Klien mengatakan sudah mengalami perdarahan melalui vagina 3
tahun yang lalu dan semakin banyak sejak 1 tahun yang lalu. Klien sudah
didiagnosa kanker serviks 2 tahun yang lalu.
 Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien mengatakan memiliki riwayat mioma uteri dan sudah dilakukan
operasi pada tahun 2014 di RS Yos Sudarso. Pada tahun 2015 klien
mengatakan keluar darah dari vagina, awalnya klien menyangka bahwa klien
mengalami menstruasi tetapi tidak kunjung berhenti setelah 2 minggu dan
lama-kelaman klien merasakan nyeri pada perut bagian bawah. Kemudian
klien berobatke RS Yos Sudarso dan dilakukan pemeriksaan,namun belum
ditemukan penyebab perdarahan. Akhirnya klien dirujuk ke RSUP M.Djamil
dan dilakukan pemeriksaan diagnostik dan akhitnya klien didiagnosa kanker
serviks. Klien sudah melakukan kemoterapi sebanyak 5 kali namun pada
saartkemoterapi selanjutnya hb klien rendah sehingga klien di rawat dulu
untuk tranafusi darah. Klien tidak mempunyai riwayat hipertensi, DM, jantung
dan penyakit lainnya.
 Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga mengatakan tidak ada anggota keluarga yang memiliki
riwayat penyakit yang sama dengan klien. Klien mengatakan tidak ada
anggota keluarga yang mengalami penyakit hipertensi, DM dan jantung.
 Riwayat Menstruasi
Pasien mengalami menstruasi yang pertama pada usia 12 tahun,
dengan lama menstruasi 4- 7 hari, siklus menstruasi 28 hari, klien mengganti

27
pembalut sebanyak 2-3 kali/hari. Saat menstrusi klien mengeluh nyeri pada
perut.
 Riwayat Perkawinan
Pasien menikah pada usia 19 tahun, dan merupakan perkawinan yang
pertama. Pasien memiliki 3 orang anak dan lahir secara normal. Setelah klien
bercerai dengan suami pertamanyadan suami pertama klien meninggal 5 tahun
yang lalu, klien menikah lagi dan tidak mempunyai pada pernikahan yang
kedua.
 Riwayat Keluarga Berencana
Klien mengatakan pernah menggunakan kontrasepsi hormonal yaitu suntik 3
bulan.
3. Pola Nutrisi
BB : 45 kg TB : 160 cm
Frekuensi makan : 2 kali sehari, klien tidak ada sarapan pagi
Nafsu makan : hanya ¼ porsi makanan yang habis
Klien mengalami penurunan BB, BB sebelum sakit : 68 kg dan BB saat sakit : 45 kg
4. Pola Eliminasi
 BAB
Frekuensi : hanya 1 kali sejak di rawat di rumah sakit
Konsistensi : keras
 BAK
Frekuensi : 5-6x/hari
Warna : kuning
Bau : khas urine
5. Pola tidur dan istirahat
Waktu tidur : malam hari
Lama tidur : 3-4 jam/ hari
Perubahan yang dirasakan setelah sakit : sering terbangun saat tidur dan tidak bisa
tidur lagi karena nyeri yang dirasakan. Klien sulit untuk tidur
6. Pola Aktivitas dan Latihan
Pada saat klien sehat, klien melakukan kegiatan rumah tangga dan memenuhi
kebnutuhan keluarga sehari-hari. Namun, saat klien sakit klien tidak bisa beraktivitas

28
seperti biasanya, aktivitas menjadi terbatas,klien mudah merasa lelah dan perdarahan
dari vagina semakin banyak jika beraktivitas terlalu banyak.
7. Pola bekerja
Jenis Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Lama Bekerja : setiap hari
8. Genogram

Keterangan :
: Laki – laki : Klien

: Perempuan : Hub. Keluarga

: meninggal : Tinggal Serumah

9. Riwayat Lingkungan
Kebersihan : klien mengatakan lengkungan tinggal tinggalnya bersih
Bahaya dan polusi : klien mengatakan tinggal di pinggur jalan
10. Aspek Psikososial
 Persepsi Diri
Hal yang dipikirkan klien saat ini adalah klien mengatakan merasa cemas dengan
kondisi kesehatannya. Klien mengatakan cemas dengan semua pengobatan yang
dilaluinya untuk kesembuhan penyakitnya.

29
 Harapan setelah menjalani perawatan
 Klien berharap ia akan sembuh dengan setiap tindakan pengobatan yang
dilaluinya. Klien berharap setelah sembuh klien dapat berkumpul dengan
keluarga dan melakukan aktivitas seperti biasanya.
 Pertahanan Koping
Klien mengatakn ikhlas menerima takdir dari Allah dan klien yakin kondisi klien
saat ini merupakan kehendak dari Allah. Klien selalu berusaha menjalani
pengobatan dan selalu beribadah serta berdoa kepada Allah.
11. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda-tanda Vital
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Suhu : 36, 7 C
Nadi : 98 x/menit
Pernapasan : 22 x/menit
Kepala : Penyebaran merata, tidak rontok, warna hitam, cukup bersih, tidak
ada teraba benjolan
Mata : Simetris kiri dan kanan, Konjungtiva anemis, seclera tidak ikterik,
reflek pupil (+)
Hidung : cukup bersih, tidak ada polip, tidak ada pernafasan cuping hidung
Mulut : Bibir tampak pucat, warna hitam, mukosa bibir kering, gigi utuh,
caries tidak ada
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar getah bening
Pernafasan : Bunyi nafas vesikuler, irama nafas teratur, frekuensi nafas
22x/menit, tidak ada bunyi nafas tambahan
Sirkulasi : sianosis tidak ada, akral teraba hangat, irama jantung teratur, CRT
< 2 detik
Abdomen
Inspeksi : tidak asites, bekas operasi (post op laparatomy)
Palpasi : nyeri tekan pada perut bagian bawah
Perkusi : Tympani
Auskultasi : BU (+) normal

30
Genetalia : perdarahan pervaginam (+), darah bewarna merah, bentuk pekat dan
bau busuk, klien mengganti pempers 2-3x/hari.
Ektremitas Atas : Terpasang infus NaCl 0,9% 20 tts/menit di tangan kiri, capillary
refill kurang dari 2 detik, tidak ada kelemahan, edema (-)
Ektremitas bawah : Tidak ada varises,kedua kaki tidak ada edema
Neurologi : kondisiklien sadar, KU sedang, kesadaran compos mentis,
GCS 15 (E4M6V5)
Muskloskeletal : 555 555
555 555
12. Data Laboratorium
Tanggal 14 Agustus 2018
Nilai Rujukan
Pemeriksaan Hasil Satuan Interpretasi
Pria Wanita
7,6
Hb gr/dl 14-18` 12-16` Menurun
15.020
Leukosit /mm3 5000-10.000 Meningkat
417.000
Trombosit /mm3 150.000-400.000 Meningkat
24
Ht % 40-48 37-43 Menurun
Eritrosit 2,6
Juta 4,0-4,5 Menurun
PT K : 10,8
Dtk 12,0
APTT K : 36,2
Dtk 38,0

Tanggal 16 Agustus 2018


Nilai Rujukan
Pemeriksaan Hasil Satuan Interpretasi
Pria Wanita
Glukosa Sewaktu 170
mg/dl <200 Normal
Ureum darah 15
mg/dl 10-50 Normal
Creatinin darah 0,7
mg/dl 0,6-1,2 Normal
Kalsium 7,2
mg/dl 8,1-10,4 Menurun
Natrium 131
Mmol/L 136-145 Menurun
Kalium 3,8
Mmol/L 3,5-5,1 Normal
Khlorida serum 105
Mmol/L 97-111 Normal
Total protein 4,9
g/dl 6,6-8,7 Menurun
Albumin 1,8
g/dl 3,8-5,0 Menurun
Globulin 3,1
g/dl 1,3-2,7 meningkat
Bilirubun total 0,5
mg/dl 0,3-1,0 Normal

31
13. Therapi Medis
Asam Traneksamat 3x1amp
vit k 3x1amp
vit c 2x50mg
SF 2x1tab

B. ANALISA DATA
NO DATA ETIOLOGI MASALAH
1. DS : Perdarahan Ketidakefektifan
 Klien mengatakan banyak keluar darah pervaginam perfusi jaringan
dari vagina perifer
 Klien mengeluhkan badan terasa lemah
dan letih
 Klien mengatakan mengganti pempers 2-
3x/hari
 Klien mengatakan perdarahan dari vagina
semakin banyak jika beraktivitas terlalu
banyak.

DO :
 Klien tampak lemah dan letih
 Perdarahan pervagina ± 100 cc
 Konjungtiva anemis
 Perdarahan tampak bewarna merah,
bergumpal dan berbau busuk
 Tampak darah bewarna merah agak
kehitaman, bentuk pekat dan bau busuk
 Hb : 7,6 gr/dl
 Leukosit : 15.020/mm3
 Trombosit : 417.000/mm3
 Ht : 24%
 Eritrosit : 2,6 jt
 PT : 10,8 dtk
 APTT : 36,2 dtk
2. DS : Ketidakmampuan Nyeri Kronis
 Klien mengeluh nyeri pada bagian bawah fisik & psikososial
perut kronis (metastase
 Klien mengatakan nyeri seperti ditusuk – kanker, injuri
tusuk neurologis, artritis).
 Klien mengatakan skala nyeri 5
 Klien mengatakan nyeri dirasakan selama
± 5 menit
DO :
 Klien tampak meringis
 Klien tampak sering memegangi perutnya
TD : 100/60 mmHg
N : 98 x/menit
3. DS : Faktor biologis Ketidakseimbangan
 Klien mengatakan tidak nafsu makan sejak (proses penyakit) dan nutrisi kurang dari
dirawat Kurang asupan kebutuhan tubuh
 Perut terasa mual makanan
 Klien mengatakan tidak nafsu makan
dengan makanan yg diberikan RS

32
DO:
 BB klien mengalami penurunan BB dlam
8 bulan
BB sebelum sakit : 68 Kg
BB saat sakit : 45 Kg
 Klien tampak lemas
 Mukosa bibir kering
 Konjungtiva anemis
 Albumin 1,8 g/dl

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri Kronis berhubungan dengan Ketidakmampuan fisik & psikososial kronis
(metastase kanker, injuri neurologis, artritis)
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan perdarahan pervaginam
(efek kemoterapi)
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan Faktor
biologis (proses penyakit) dan Kurang asupan makanan

D. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA NOC NIC
KEPERAWATAN
1 Nyeri Kronis b.d level nyeri : Manajemen nyeri
Ketidakmampuan 1. Nyeri yang dilaporkan 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
fisik & psikososial berkurang komprehensif termasuk lokasi,
kronis (metastase 2. Lama nyeri yang dirasakan karakteristik, durasi frekuensi, kualitas
kanker, injuri berkurang dan faktor presipitasi
neurologis, artritis) 3. Ekspresi wajah saat merasakan 2. Observasi reaksi nonverbal dan
nyeri ketidaknyamanan
4. Gelisah tidak ada 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik
5. Frekuensi pernapasan nomal untuk mengetahui pengalaman nyeri
6. Frekuensi denyut apeks jantung pasien
normal 4. Kaji kultur yang mempengaruhi respon
7. Tekanan darah normal nyeri
8. Berkeringat tidak ada 5. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
9. Hilang nafsu makan tidak ada 6. Evaluasi bersama pasien dan tim
10. Mengerang dan menangis tidak kesehatan lain tentang ketidakefektifan
ada kontrol nyeri masa Iampau
11. Meringis tidak ada 7. Bantu pasierl dan keluarga untuk
mencari dan menemukan dukungan
8. Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
9. Kurangi faktor presipitasi nyeri
10. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologi, non farmakologi dan inter
personal)
11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
12. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
(misalnya mandi uap/mandi di bak,
pergerakan, pijatan, imajinasi,

33
penggunaan kantung es, pengalihan
pikiran)
13. Berikan anaIgetik untuk mengurangi
nyeri
14. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
15. Tingkatkan istirahat
16. Kolaborasikan dengan dokter jika ada
keluhan dan tindakan nyeri tidak
berhasil
17. Monitor penerimaan pasien tentang
manajemen nyeri

Pemberian Analgesik
1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas,
dan derajat nyeri sebelum pemberian
obat
2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat,
dosis, dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesik yang diperlukan atau
kombinasi dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
5. Tentukan pilihan analgesik tergantung
tipe dan beratnya nyeri
6. Tentukan analgesik pilihan, rute
pemberian, dan dosis optimal
7. Pilih rute pemberian secara IV, IM
untuk pengobatan nyeri secara teratur
8. Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali
9. Berikan analgesik tepat waktu terutama
saat nyeri hebat
10. Evaluasi efektivitas analgesik, tanda
dan gejala

2 Ketidakefektifan Circulation status Bleeding reduction :


perfusi jaringan Mendemonstrasikan status sirkulasi 1. Identifikasi penyebab perdarahan.
perifer yang ditandai dengan : 2. Monitor tanda-tanda hemoragi dan
berhubungan 1. Tekanan systole dan diastole syok.
dengan perdarahan dalam rentang yang diharapkan 3. Monitor perdarahan dari volume,
pervaginam 2. Tidak ada ortostatik hipertensi warna, dan bentuk.
3. Tidak ada tanda tanda 4. Monitor status cairan,intake dan
peningkatan tekanan output.
intrakranial (tidak lebih dari 15 5. Usulkan pemeriksaan darah rutin.
mmHg) 6. Kolaborasi pemberian tranfusi dengan
Mendemonstrasikan, kemampuan rekomendasi hasil laboratorium dan
kognitif yang ditandai dengan : pemberian obat yang mengurangi
1. Berkomunikasi dengan jelas perdarahan.
dan sesuai dengan kemampuan 7. Monitor kebutuhan oksigen tanbahan.
2. Menunjukkan perhatian,
konsentrasi dan orientasi Fluid/electrolyt management :
3. Memproses informasi 1 Monitor balnce cairan dan tingkat nilai
4. Membuat keputusan dengan abnormal serum elektrolit.
benar 2 Monitoring hasil laboratorium darah
blood koagulation rutin.
1. Tidak ada hematuria dan 3 Kolaborasi pemberian cairan atau sediaan
hematemesis sesuai dengan koreksi serum elektrolit.
2. Kehilangan darah yang terlihat Bleeding precautions
3. Tekanan darah dalam batas 1. Monitor ketat tanda-tanda perdarahan
normal sistol dan diastole 2. Catat nilai Hb dan HT sebelum dan

34
4. Tidak ada perdarahan pervagina sesudah terjadìnya perdarahan
5. Tidak ada distensi abdominal 3. Monitor nilai lab (koagulasi) yang
6. Hemoglobin dan hematrokrit meliputi PT, PTT, trombosit
dalam batas normal 4. Monitor TTV ortostatik
Plasma, PT, PTT dalam batas 5. Pertahankan bed rest selama perdarahan
normal aktif
6. Kolaborasi dalam pemberian produk
darah (platelet atau fresh frozen plasma)
7. Lindungi pasien dari trauma yang dapat
menyebabkan perdarahan
8. Hindari mengukur suhu lewat rectal
9. Hindari pemberian aspirin dan
anticoagulant
10. Anjurkan pasien untuk meningkatkan
intake makanan yang banyak
mengandung vitamin K
11. Hindari terjadinya konstipasi dengan
menganjurkan untuk mempertahankan
intake cairan yang adekuat dan pelembut
feses

Bleeding reduction
1. Identifikasi penyebab perdarahan
2. Monitor trend tekanan darah dan
parameter hemodinamik
(CVP,pulmonary capillary / artery
wedge pressure
3. Monitor status cairan yang meliputi
intake dan output
4. Monitor penentu pengiriman oksigen ke
jaringan (PaO2, SaO2 dan level Hb dan
cardiac output)
Pertahankan patensi IV line
3 Ketidakseimbangan Nutritional Status : nutrient Intake Nutrition Managemen
nutrisi kurang dari 1. Adanya peningkatan berat badan 1. Kaji adanya alergi makanan
kebutuhan tubuh sesuai dengan tujuan 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
berhubungan 2. Berat badan ideal sesuai dengan menentukan jumlah kalori dan nutrisi
dengan proses tinggi badan yang dibutuhkan pasien.
penyakit 3. Mampumengidentifikasi 3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan
kebutuhan nutrisi intake Fe
4. Tidak ada tanda tanda malnutrisi 4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan
5. Menunjukkan peningkatan protein dan vitamin
fungsi pengecapan dari menelan 5. Berikan substansi gula
6. Tidak terjadi penurunan berat 6. Yakinkan diet yang dimakan
badan yang berarti mengandung tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
7. Berikan makanan yang terpilih ( sudah
dikonsultasikan dengan ahli gizi)
8. Ajarkan pasien bagaimana membuat
catatan makanan harian.
9. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan
kalori
10. Berikan informasi tentang kebutuhan
nutrisi
11. Kaji kemampuan pasien untuk
mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan

Nutrition Monitoring
1. BB pasien dalam batas normal
2. Monitor adanya penurunan berat badan

35
3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang
biasa dilakukan
4. Monitor interaksi anak atau orangtua
selama makan
5. Monitor lingkungan selama makan
6. Jadwalkan pengobatan dan tindakan
tidak selama jam makan
7. Monitor kulit kering dan perubahan
pigmentasi
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor kekeringan, rambut kusam, dan
mudah patah
10. Monitor mual dan muntah
11. Monitor kadar albumin, total protein,
Hb, dan kadar Ht
12. Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
13. Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva
14. Monitor kalori dan intake nuntrisi
15. Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papila lidah dan cavitas oral.

E. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN


No Hari/ Diagnosa Implementasi Evaluasi Paraf
Tangg Keperawatan
al
1 Senin Nyeri Kronis a. Melakukan pengkajian S:
/20 b.d nyeri secara komprehensif Klien mengatakan masih
Agustu Ketidakmamp termasuk lokasi, merasa nyeri dibagian
s 2018 uan fisik & karakteristik, durasi perut yang menyebar ke
psikososial frekuensi, kualitas dan pinggang kanan kiri.
kronis faktor presipitasi Pengkajian nyeri :
(metastase b. Mengobservasi reaksi P : Klien
kanker, injuri nonverbal dan mengatakan nyeri
neurologis, ketidaknyamanan saat kelelahan dan
artritis) c. Menggunakan teknik stress
komunikasi terapeutik Q : Klien
untuk mengetahui mengatakan seperti
pengalaman nyeri pasien ada sesuatu yang
d. Mengontrol lingkungan keras mendesak
yang dapat mempengaruhi didalam perut.
nyeri seperti suhu R : Klien
ruangan, pencahayaan dan mengatakan nyeri
kebisingan(membatasi pada perut bagian
pengunjung) bawah 2cm dibawah
e. Mengajarkan tentang umbilikus dan atas
teknik non farmakologi simfisis pubis
nafas dalam menyebar sampai
f. Kolaborasi dalam pinggang kanan dan
pemberian analgetik untuk kiri.
mengurangi nyeri : PCT S : Skala nyeri 5
g. Menganjurkan untuk T : Klien
meningkatkan istirahat mengatakan nyeri
terus-menerus tetapi
derajatnya naik
turun

36
O:
Klien tampak merintih
menahan nyeri, Skala
nyeri 3.

A : Masalah belum
teratasi

P : Lanjutkan intervensi,
Manajemen Nyeri

Ketidakefektif a. Memonitor tanda-tanda S:


an perfusi hemoragi dan syok. Klien mengatakan masih
jaringan b. Memonitor perdarahan lemas
perifer dari volume, warna, dan Klien mengatakan masih
berhubungan bentuk. ada keluar darah dari
dengan c. Memonitor status vagina
perdarahan cairan,intake dan output.
pervagina d. Usulkan pemeriksaan O:
darah rutin. Konjungtiva Anemis
e. Kolaborasi pemberian TD: 100/80 mmHg Hb :
tranfusi (PRC 2 Kantong) 7,6 gr/dl
f. Memonitor kebutuhan Leukosit : 15.020/mm3
oksigen tanbahan Catat Trombosit :
nilai Hb dan HT sebelum 417.000/mm3
dan sesudah terjadìnya Ht : 24%
perdarahan Eritrosit : 2,6 jt
g. Memonitor nilai lab PT : 10,8 dtk
(koagulasi) yang meliputi APTT : 36,2 dtk
PT, PTT, trombosit
h. Memonitor TTV ortostatik
i. Mempertahankan bed rest A:
selama perdarahan aktif Masalah Belum Teratasi
j. Kolaborasi dalam
pemberian produk darah P:
(platelet atau fresh frozen Intervensi Dilanjutkan
plasma) (monitor tanda syok
hemoragi)

Ketidakseimba a. Memonitor adanya S:


ngan nutrisi penurunan berat badan Klien mengatakan tidak
kurang dari b. Memonitor tipe dan nafsu makan
kebutuhan jumlah aktivitas yang Klien mengatakan perut
tubuh biasa dilakukan terasa mual
berhubungan c. Memonitor interaksi anak
dengan proses atau orangtua selama O:
penyakit makan Mukosa bibir kering
d. Memonitor lingkungan Turgor kulit kering
selama makan Albumin 1,8 gr/dl
e. Jadwalkan
pengobatan dan tindakan A:
tidak selama jam makan Masalah Belum Teratasi
f. Memonitor kulit kering
dan perubahan pigmentasi P:
g. Memonitor turgor kulit Intervensi Dilanjutkan
h. Memonitor kekeringan,
rambut kusam, dan mudah
patah
i. Memonitor mual dan

37
muntah
j. Memonitor kadar albumin,
total protein, Hb, dan
kadar Ht
k. Memonitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
l. Memonitor kalori dan
intake nuntrisi
m. Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik
papila lidah dan cavitas
oral.
2 Selasa/ Nyeri Kronis a. Melakukan pengkajian S:
21 b.d nyeri secara komprehensif Klien mengatakan masih
Agustu Ketidakmamp termasuk lokasi, merasa nyeri dibagian
s 2018 uan fisik & karakteristik, durasi perut yang menyebar ke
psikososial frekuensi, kualitas dan pinggang kanan kiri.
kronis faktor presipitasi Pengkajian nyeri :
(metastase b. Mengobservasi reaksi P : Klien
kanker, injuri nonverbal dan mengatakan nyeri
neurologis, ketidaknyamanan saat kelelahan dan
artritis) c. Menggunakan teknik stress
komunikasi terapeutik Q : Klien
untuk mengetahui mengatakan seperti
pengalaman nyeri pasien ada sesuatu yang
d. Mengontrol lingkungan keras mendesak
yang dapat didalam perut.
mempengaruhi nyeri R : Klien
seperti suhu ruangan, mengatakan nyeri
pencahayaan dan pada perut bagian
kebisingan(membatasi bawah 2cm dibawah
pengunjung) umbilikus dan atas
e. Mengajarkan tentang simfisis pubis
teknik non farmakologi menyebar sampai
nafas dalam pinggang kanan dan
f. Kolaborasi dalam kiri.
pemberian analgetik S : Skala nyeri 4
untuk mengurangi nyeri : T : Klien
PCT mengatakan nyeri
g. Menganjurkan untuk terus-menerus tetapi
meningkatkan istirahat derajatnya naik
turun
O:
Klien tampak merintih
menahan nyeri, Skala
nyeri 3.

A : Masalah belum
teratasi

P : Lanjutkan intervensi,
Manajemen Nyeri

Ketidakefektif a. Monitor tanda-tanda S:


an perfusi hemoragi dan syok. Klien mengatakan masih
jaringan b. Monitor perdarahan dari lemas
perifer volume, warna, dan Klien mengatakan masih
berhubungan bentuk. ada keluar darah dari

38
dengan c. Monitor status vagina
perdarahan cairan,intake dan output.
pervaginam d. Usulkan pemeriksaan O:
darah rutin. Konjungtiva Anemis
e. Kolaborasi pemberian TD: 110/80 mmHg
tranfusi dengan N : 84 x/menit
rekomendasi hasil Klien tampak lemah
laboratorium dan Klien tampak tidak
pemberian obat yang menghabiskan makannya
mengurangi perdarahan. Perdarahn : 70 cc
f. Monitor kebutuhan
oksigen tanbahan
A:
Masalah Belum Teratasi

P:
Intervensi Dilanjutkan

Ketidakseimba a. Memonitor adanya S:


ngan nutrisi penurunan berat badan Klien mengatakan tidak
kurang dari b. Monitor tipe dan jumlah nafsu makan
kebutuhan aktivitas yang biasa Klien mengatakan perut
tubuh dilakukan terasa mual
berhubungan c. Memonitor interaksi anak
dengan proses atau orangtua selama O:
penyakit dan makan Mukosa bibir kering
kurang asupan d. Memonitor lingkungan Turgor kulit kering
makanan selama makan Klien tampak tidak
e. Jadwalkan menghabiskan porsi
pengobatan dan tindakan makanannya
tidak selama jam makan Abumin 1,8 g/dl
f. Memonitor kulit kering
dan perubahan pigmentasi A:
g. Memonitor turgor kulit Masalah Belum Teratasi
h. Memonitor kekeringan,
rambut kusam, dan mudah P:
patah Intervensi Dilanjutkan
i. Memonitor mual dan
muntah
j. Memonitor kadar albumin,
total protein, Hb, dan
kadar Ht
k. Memonitor pertumbuhan
dan perkembangan
l. Memonitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
m. Memonitor kalori dan
intake nuntrisi
n. Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik
papila lidah dan cavitas
oral.
3 Rabu/ Nyeri Kronis a. Melakukan pengkajian S:
22 b.d nyeri secara komprehensif Klien mengatakan masih
Agustu Ketidakmamp termasuk lokasi, merasa nyeri dibagian
s 2018 uan fisik & karakteristik, durasi perut yang menyebar ke
psikososial frekuensi, kualitas dan pinggang kanan kiri.
kronis faktor presipitasi Pengkajian nyeri :

39
(metastase b. Mengobservasi reaksi P : Klien
kanker, injuri nonverbal dan mengatakan nyeri
neurologis, ketidaknyamanan saat kelelahan dan
artritis) c. Menggunakan teknik stress
komunikasi terapeutik Q : Klien
untuk mengetahui mengatakan seperti
pengalaman nyeri pasien ada sesuatu yang
d. Mengontrol lingkungan keras mendesak
yang dapat didalam perut.
mempengaruhi nyeri R : Klien
seperti suhu ruangan, mengatakan nyeri
pencahayaan dan pada perut bagian
kebisingan(membatasi bawah 2cm dibawah
pengunjung) umbilikus dan atas
e. Mengevaluasi tentang simfisis pubis
teknik non farmakologi menyebar sampai
nafas dalam pinggang kanan dan
f. Kolaborasi dalam kiri.
pemberian analgetik S : Skala nyeri 3
untuk mengurangi nyeri : T : Klien
PCT mengatakan nyeri
g. Menganjurkan untuk terus-menerus tetapi
meningkatkan istirahat derajatnya naik
turun
O:
Klien tampak merintih
menahan nyeri,
Klien tampak gelisah
Skala nyeri 3.
TD : 120/60 mmg
Nadi : 97x/i

A : Masalah belum
teratasi

P : Lanjutkan intervensi,
Manajemen Nyeri
Pemberian analgesik
Ketidakefektif a. Monitor tanda-tanda S:
an perfusi hemoragi dan syok Klien mengatakan masih
jaringan b. Monitor perdarahan dari lemas
perifer volume, warna, dan Klien mengatakan masih
berhubungan bentuk. ada keluar darah dari
perdarahan c. Monitor status vagina
pervaginam cairan,intake dan output.
d. Usulkan pemeriksaan O:
darah rutin. Konjungtiva Anemis
e. Kolaborasi pemberian TD: 110/80 mmHg
tranfusi dengan Wajah, dan mukosa bibir
rekomendasi hasil tampak pucat
laboratorium dan Crt < 3 detik
pemberian obat yang Klien tampak lemah
mengurangi perdarahan. Akral teraba dingin
f. Monitor kebutuhan
oksigen tanbahan A:
Masalah Belum Teratasi

P:
Intervensi Dilanjutkan

40
Ketidakseimba a. Memonitor adanya S:
ngan nutrisi penurunan berat badan Klien mengatakan sudah
kurang dari b. Memonitor tipe dan mau makan sedikit
kebutuhan jumlah aktivitas yang sedikit tapi sering
tubuh biasa dilakukan Klien mengatakan perut
berhubungan c. Memonitor interaksi anak masih terasa mual
dengan proses atau orangtua selama
penyakit makan O:
d. Memonitor lingkungan Mukosa bibir kering
selama makan Turgor kulit kering
e. Jadwalkan Konjungtiva anemis
pengobatan dan tindakan Rambut tampak rontok
tidak selama jam makan Warna rambut tidak
f. Memonitor kulit kering berkilau (kusam)
dan perubahan pigmentasi Kulit tampak kering
g. Memonitor turgor kulit Klien melaporkan
h. Memonitor kekeringan, perasaan mual sekalikali
rambut kusam, dan mudah Klien menghabiskan ½
patah porsi makanan
i. Memonitor mual dan
muntah A:
j. Monitor kadar albumin, Masalah Belum Teratasi
total protein, Hb, dan
kadar Ht P:
k. Monitor pucat, Intervensi Dilanjutkan
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
l. Memonitor kalori dan
intake nuntrisi
m. Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik
papila lidah dan cavitas
oral.

41
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS

Pada pembahasan kasus ini peneliti akan membandingkan antara teori dengan laporan
kasus asuhan keperawatan pada Ny. E dengan kanker serviks post kemoterapidi ruang
Gynekologi-Onkologi RSUP Dr.M.Damil Padang. Tahun 2018. Kegiatan yang dilakukan
meliputi pengkajian, menegakkan diagnosa keperawatan, membuat rencana intervensi
keperawatan, melakukan implementasi, dan melakukan evaluasi keperawatan.

A. Pengkajian Keperawatan
Hasil pengkajian didapatkan pada Ny.E dengan keluhan klien mengalami
perdarahan pervaginam, klien tampak pucat. Pada saat pengkajian pada tanggal 20
Agustus 2018 klien mengatakan darah masih keluar melalui vagina, darah tampak
bewarna merah, bergumpal dan berbau busuk. Frekuensi perdarahan ± 100 cc. Hasil
laboratorium tanggal 14 Agustus 2018 dengan Hb = 7,6 gr/dl, leukosit = 15.020 /mm3,
trombosit = 417.000/mm3.
Kemoterapi merupakan terapi kanker menggunakan obat-obatan dengan tujuan
untuk menghentikan pertumbuhan sel kanker, baik dengan membunuh sel secara
langsung maupun dengan menghentikan pembelahan selnya. Tidak hanya seperti
antibiotic yang hanya membunuh bakteri dan membiarkan sel normal di sekitar kanker
tetap hidup, namun kemoterapi juga dapat membunuh sel normal. Kejadian inilah yang
disebut dengan efek samping kemoterapi yang dapat mengenai sel darah (eritrosit,
leukosit, trombosit), sel rambut, kulit, organ-organ tubuh lain (jantung, paru, hati) dan sel
di dalan saluran cerna.
Menurut Ariani (2015) efek kemoterapi berpengaruh pada kerja sumsum tulang
yang merupakan pabrik pembuat sel darah merah, sehingga jumlah sel darah merah
menurun dan bisa menyebabkan anemia. Anemia adalah penurunan sel darah merah yang
ditandai dengan penurunan Hb (Hemoglobin). Penurunan sel darah merah dapat
menyebabkan lemah, mudah lelah, tampak pucat. Hal ini sesuai dengan kasus pada Ny.E
yang mengalami perdarahan sehingga menyebabkan Hemoglobinnya rendah.
Kemoterapi akan mengakibatkan penurunan jumlah sel darah putih atau yang
biasa disebut dengan leukosit tubuh pasien. Sedangkan sel darah putih dibuat di sumsum
tulang yang bekerja sebagai antitiksin. Penurunan jumlah sel darah putih tersebut
mengakibatkan kekebalan seorang individu akan menurun (Smeltzer, 2002). Kekebalan

42
tubuh yang menurun mengakibatkan individu mudah sekali terserang berbagai macam
penyakit yang dapat menimbulkan infeksi.
Menurut Ariani (2015) Kemoterapi berpengaruh pada kerja sumsum tulang yang
merupakan pabrik pembuat sel darah merah, sehingga jumlah sel darah merah menurun,
yang paling sering adalah penurunan sel darah putih (leukosit), tapi ada juga beberapa
obat kemoterapi yang menyebabkan peningkatan leukosit.
Kemoterapi juga berdampak pada rendahnya trombosit. Jumlah trombosit yang
sangat rendah pada kasus berat dan dapat menyebabkan perdarahan spontan atau dapat
menyebabkan keterlambatan proses pembekuan. Penurunan produksi trombosit biasanya
terkait dengan masalah di sumsum tulang (agranulositosis). Obat kemoterapi dapat
menekan produksi trombosit pada sumsum tulang, sehingga pasien dapat mengalami
trombositopenia.
Teori dan kasus pada Ny.E hasil pemeriksaan trombositnya meningkat sementara
pada teori jumlah trombosit menurun sedangkan pada teori hasil leukosit rendah bisa
juga meningkat sementara pada kasus hasil leukosit meningkat. Hal ini kemungkinan
klien mengalami infeksi.
Klien mengatakan nafsu makan berkurang, mual, muntah, dan klien mengalami
penurunan BB selama sakit, BB sebelum sakit 68 dan BB saat sakit 45 kg. Klien
mengatakan badan terasa lemah dan letih. Klien tampak pucat, mukosa bibir kering.
Menurut Ariani (2015), keluhan mual dan muntah, penurunan berat badan,
anemia, penurunan nafsu makan dan perubahan rasa adalah beberapa dampak dari
kemoterapi. Menurut Wardani (2014) bahwa waktu terjadinya mual dan muntah sangat
beragam yaitu selama pemberian kemoterapi, setengah sampai dua jam setelah
pemberian kemoterapi dan bahkan mual dan muntah dapat terjadi sehari setelah
pemberian kemoterapi. Frekuensi terjadinya mual dan muntah hilang timbul atau terus
menerus. Faktor pemicu rasa mual dan muntah meliputi aroma masakan dari rumah sakit,
makan yang berminyak, makan yang berlemak, makanan dan minuman yang manis, bau
yang menyengat, makanan dengan tekstur yang basah dan makanan yang berbau amis.
Menurut penelitian Ambarwati & Wardani (2015) mengatakan porsi makan yang
biasa di komsumsi mengalami penurunan setelah menjalani kemoterapi dan bahkan tidak
mau makan sama sekali selama pemberian kemoterapi serta frekuensi makanan yang
menjadi tidak teratur.
Menurut analisis peneliti diagnosis ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurang asupan makanan sesuai dengan teori yang

43
telah ada. Kurangnya nasfu makan terkait kanker dapat terjadi karena sinyal rasa lapar
berasal dari hipotalamus berkurang dan sinyal kenyang dihasilkan oleh melacortins
diperkuat. Kurangnya nafsu makan juga dapat memperburuk saat pasien menerima
kemoterapi yang berhubungan dengan mual atau perubahan rasa. Untuk mengatasi mual
muntah dapat dengan memberikan makanan yang disukainya, memberikan makanan
yang tidak memicu terjadinya mual muntah seperti makanan yang segar contonya buah-
buahan (apel, jeruk, pisang, pepaya, pir ), minum air putih dan tidak menyengat.
Menurut analisis peneliti, keluhan pada Ny.E tersebut sesuai dengan teori yang
telah ada karena beberapa obat kemoterapi dapat menyebabkan mual muntah yang
berlangsung singkat atau lama. Mual muntah terjadi akibat dari efek samping obat
kemoterapi sehingga terjadi peningkatan asam lambung. Mual dan muntah juga dapat
dipicu oleh selera, bau, pikiran dan kecemasan terkait kemoterapi. Untuk mengatasi rasa
mual dan muntah dapat dengan mengkomsumsi makanan yang segar dan makan yang
tidak terlalu manis.
Klien mengeluh nyeri pada bagian perut bawah, nyeri terasa hilang timbul, nyeri
meningkat jika beraktivitas dan berkurang jika istirahat. Klien mengatakan skala nyeri 5,
dirasakan selama ± 5 menit, nyeri terasa seperti tertusuk-tusuk.
Pada pasien dengan ca cervix stadium lanjut, dapat mengakibatkan nyeri perut,
punggung bagian bawah atau nyeri tungkai akibat penekanan saraf lumbokalis. Proses
perkembangan kanker serviks itu sendiri berlangsung lambat, diawali dengan adanya
perubahan dysplasia yang perlahan-lahan menjadi progresif. Dysplasia serviks
merupakan suatu kondisi medis yang ditandai dengan pertumbuhan sel yang abnormal
yang melapisi permukaan serviks. Dysplasia ini dapat muncul bila ada aktivitas
regenerasi epitel yang meningkat misalnya akibat trauma mekanik atau kimiawi, infeksi
virus atau bakteri dan gangguan keseimbangan hormon. Pada umunya, infeksi virus yang
dapat menimbulkan kanker serviks dikenal dengan virus HPV (human papillomavirus).
Akibatnya dapat berkembang menjadi invasif pada stroma serviks dengan adanya proses
keganasan.
Perluasan lesi di serviks dapat menimbulkan luka, pertumbuhan yang eksofitik atau
dapat berinfiltrasi ke kanalis serviks. Lesi dapat meluas ke jaringan pada serviks dan
pada akhirnya dapat menginvasi ke rectum dan atau vesika urinaria, serta menimbulkan
infiltrasi sel tumor ke serabut syaraf. Jika sel karsinoma atau kanker ini sudah mendesak
pada jaringan syaraf, maka dapat menimbulkan masalah keperawatan nyeri.

44
B. Diagnosa Keperawatan
Pada kasus Ny.E didapatkan diagnosa keperawatan pertama nyeri kronis
berhubungan dengan ketidakmampuan fisik & psikososial kronis (metastase kanker,
injuri neurologis, artritis), diagnosa kedua ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
berhubungan dengan perdarahan pervaginam (efek kemoterapi), diagnosa ketiga
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan proses
penyakit dan kurang asupan makanan
Sementara pada teori diagnosa pada pasien ca serviks post kemoterapi adalah
ansietas berhubungan dengan diagnosis kanker, gangguan harga diri berhubungan
dengan perubahan seksualitas, nyeri berhubungan dengan agen cidera fisik,
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status
hipermetabolik : kanker dan konsekuensi kemoterapi, radiasi dan pembedahan.

C. Rencana Keperawatan
Pada kasus Ny.E diangkat intervensi keperawatan untuk diagnosa keperawatan
nyeri kronis dilakukan intervensi manajemen nyeri dan pemberian analgesik. Aktivitas
untuk manajemen nyeri yaitu lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi, observasi reaksi
nonverbal dan ketidaknyamanan, gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
mengetahui pengalaman nyeri pasien, kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan, ajarkan tentang teknik non
farmakologi (misalnya mandi uap/mandi di bak, pergerakan, pijatan, imajinasi,
penggunaan kantung es, pengalihan pikiran).
Aktivitas untuk intervensi pemberian analgesik adalah tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat, cek instruksi dokter
tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi, cek riwayat alergi, pilih analgesik yang
diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu, tentukan
pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri, tentukan analgesik pilihan, rute
pemberian, dan dosis optimal, pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur, monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik
pertama kali, berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat, evaluasi
efektivitas analgesik, tanda dan gejala.
Diagnosa keperawatan Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan
dengan perdarahan pervaginam, intervensinya adalah Bleeding reduction dengan

45
aktivitas : identifikasi penyebab perdarahan, monitor tanda-tanda hemoragi dan syok,
monitor perdarahan dari volume, warna, dan bentuk, monitor status cairan,intake dan
output, usulkan pemeriksaan darah rutin, kolaborasi pemberian tranfusi dengan
rekomendasi hasil laboratorium dan pemberian obat yang mengurangi perdarahan,
Bleeding precautions aktivitasnya : monitor ketat tanda-tanda perdarahan, catat nilai Hb
dan HT sebelum dan sesudah terjadìnya perdarahan, monitor nilai lab (koagulasi) yang
meliputi PT, PTT, trombosit, monitor TTV ortostatik, pertahankan bed rest selama
perdarahan aktif, kolaborasi dalam pemberian produk darah (platelet atau fresh frozen
plasma), lindungi pasien dari trauma yang dapat menyebabkan perdarahan, Anjurkan
pasien untuk meningkatkan intake makanan yang banyak mengandung vitamin K,
hindari terjadinya konstipasi dengan menganjurkan untuk mempertahankan intake cairan
yang adekuat dan pelembut feses.
Intervensi keperawatan Fluid/electrolyt management dengan aktivitas : monitor
balnce cairan dan tingkat nilai abnormal serum elektrolit , monitoring hasil laboratorium
darah rutin, kolaborasi pemberian cairan atau sediaan sesuai dengan koreksi serum
elektrolit.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
proses penyakit dan kurang asupan makanan. Intervensi untuk diagnosa ini adalah
Nutrition Managemen dengan aktivitas : kaji adanya alergi makanan, kolaborasi dengan
ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien, anjurkan
pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin, yakinkan diet yang dimakan
mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi, monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori, merikan informasi tentang kebutuhan nutrisi, kaji kemampuan pasien
untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan.
Intervensi monitoring nutrisi dengan aktivitas monitor adanya penurunan berat
badan, monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan, monitor interaksi anak
atau orangtua selama makan, monitor lingkungan selama makan, jadwalkan
pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan, monitor mual dan muntah, monitor
kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht, monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva, monitor kalori dan intake nuntrisi

46
D. Implementasi Keperawatan
Kelompok sudah melakukan semua implementasi berdasarkan tindakan yang telah
direncanakan. Masalah keperwatan nyeri kronis b.d ketidakmampuan fisik & psikososial
kronis (metastase kanker, injuri neurologis, artritis) pada Ny.E telah dilakukan tindakan
a) melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
durasi frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi, b) mengobservasi reaksi nonverbal dan
ketidaknyamanan, c) menggunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien, d) mengontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan(membatasi pengunjung), d)
mengajarkan tentang teknik non farmakologi nafas dalam, e) berkolaborasi dalam
pemberian analgetik untuk mengurangi nyeri : PCT, f) menganjurkan untuk
meningkatkan istirahat.
Pada kasus Ny.E dalam mengurangi nyeri dengan melakukan tindakan mengajarkan
teknik non farmakologi nafas dalam cukup membantu dalam mengurangi nyeri yang
dirasakan klien. Walaupun masalah yang muncul belum teratasi, namun setiap hari
menunjukkan perbaikan. Hal ini ditunjukkan bahwa selama 3 hari diberikan intervensi
klien tampak lebih rileks dan mengungkapkan penurunan skala nyeri yang dirasakan
Menurut Smeltzer (2010), teknik relaksasi merupakan suatu tindakan keperawatan
secara mandiri untuk menurunkan intensitas nyeri, meningkatkan ventilasi paru dan
meningkatkan oksigenasi darah. Tujuan nafas dalam itu sendiri menurut Brunner dan
Suddarth (2008) adalah untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien serta
mengurangi kerja nafas, meningkatkan relaksasi otot, menghilangkan ansietas,
melambatkan frekuensi pernafasan dan menyingkirkan pola aktivitas otot-otot pernafasan
yang tidak berguna dan tidak terkoordinasi.
Menurut analisa kelompok bahwa apabila seseorang sedang merasakan
ketidaknyamanan seperti nyeri yang dirasakan Ny.E, dapat dilakukan teknik
nonfarmakologi nafas dalam dsb, karena dapat membuat mengeluarkan hormon endorfin
yang berguna agar klien lebih rileks, pikiran dapat lebih tenang dan nyeri dapat
teralihkan.
Implementasi yang dilakukan untuk masalah keperawatan ketidakefektifan pefusi
jaringan perviver berhubungan dengan perdarahan pervaginam adalah a) monitor ketat
tanda-tanda perdarahan, b) Catat nilai Hb dan HT sebelum dan sesudah terjadìnya
perdarahan, c) monitor nilai lab (koagulasi) yang meliputi PT, PTT, trombosit, d)
menonitor TTV ortostatik, e) mertahankan bed rest selama perdarahan aktif, f)

47
berolaborasi dalam pemberian produk darah (platelet atau fresh frozen plasma), g)
mengindari pemberian aspirin dan anticoagulant, h) menganjurkan pasien untuk
meningkatkan intake makanan yang banyak mengandung vitamin K, i) menghindari
terjadinya konstipasi dengan menganjurkan untuk mempertahankan intake cairan yang
adekuat dan pelembut feses, j) identifikasi penyebab perdarahan.
Berdasarkan analisa kelompok, mengkomsumsi makanan yang mengandung vitamin
K dapat membuat pembekuan darah secara alami. Sumber makanan yang vitamin K
seperti sayuran yang berwarna hijau (kol, sawi, brokoli, dan kubis), susu, kedelai, keju
dan yoghurt.
Implementasi yang dilakukan untuk masalah keperawatan ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer berhubungan dengan perdarahan pervaginam adalah a) memonitor tanda-
tanda hemoragi dan syok., b) memonitor perdarahan dari volume, warna, dan bentuk, c)
memonitor status cairan,intake dan output, d) berkolaborasi dalam pemberian tranfusi
(PRC 2 Kantong), e) memonitor kebutuhan oksigen tanbahan. Data yang ditemukan pada
kegiatan tersebut pada hari ke 3 implementasi adalah TD:110/80 mmhg, dan konjungtiva
klien masih anemis kiri dan kanan.
Implementasi yang dilakukan untuk masalah keperawatan ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status hipermetabolik : kanker dan
konsekuensi kemoterapi, radiasi dan pembedahan adalah a) memonitor adanya penurunan
berat badan, b) monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan, c) memonitor
intake nutrisi, d) memonitor lingkungan selama makan, e) menjadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam makan, f) memonitor kulit kering dan perubahan pigmentasi,
g) memonitor turgor kulit, h) memonitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah, i)
memonitor mual dan muntah, j) monitor kadar albumin, total protein, hb, dan kadar ht, k)
memonitor pertumbuhan dan perkembangan, l) memonitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva, m) memonitor kalori dan intake nuntrisi, n) memberikan
informasi kepada pasien tentang kebutuhan nutrisi pasien. Data yang ditemukan pada
kegiatan tersebut pada hari ke 3 implementasi adalah mukosa bibir masih kering, turgor
kulit kering dan masih elastis.
Pada kasus Ny.E melakukan tindakan memberikan informasi kepada pasien tentang
kebutuhan nutrisi pasien dan menganjurkan pasien untuk meningkatkan asupan protein
dan vitamin C karna banyak anti-oksidan, tidak mengkomsumsi makanan berkaleng atau
kemasan karena pada makanan berkaleng mengandung zat-zat kimia dan sebelum
mengkomsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan dicuci terlebih dahulu untuk

48
menghilangkan kandungan pestisida pada sayur dan buah tersebut, hal ini tersebut dapat
memicu pertumbuhan dari sel-sel kanker. Memperbanyak makan sayur dan buah segar.
Faktor nutrisi juga dapat mengatasi masalah kanker serviks. Penelitian mendapatkan
hubungan yang terbalik antara komsumsi sayuran berwarna hijau tua dan kuning (banyak
mengadung beta karoten atau vitamin A, vitamin C dan Vitamin E) dengan kejadian
neoplasia intra epithel juga kanker serviks. Artinya semakin banyak mengkomsumsi
makan sayuran berwarna hijau tua dan kuning, maka akan semakin kecil resiko untuk
terkena kanker serviks.
Menurut penelitian Lestari (2009), banyak mengkomsumsi sayur dan buah
mengandung bahan-bahan anti-oksidan dan berkhiat mencegah kanker misalnya alpukat,
brokoli, kol, wortel, tomat, anggur, jeruk, bawang dan bayam. Dari beberapa penelitian
ternyata defisiensi asam folat (folic acid), vitamin C, vitamin E, beta karoten/retinol
dihunungkan dengan kanker serviks. Vitamin E, vitamin C dan beta karoten mempunyai
anti-oksidan yang kuat. anti-oksidan dapat melindungi DNA/RNA terhadap pengaruh
buruk radikal bebas yang terjadi akibat oksidasi karsinogen bahan kimia. Vitamin E
banyak terdapat dalam minyak nabati (kedelai, jagung, biji-bijian dan kacangkacangan)
dan vitamin C banyak terdapat pada buah dan sayur.
Berdasarkan analisis kelompok, intake asupan nutrisi pada pasien harus di monitor
karena tujuan bertujuan untuk mencegah terjadinya anemia pada pasien dan membantu
meningkatkan selera makan dan intake nutrisi pasien, sehingga membantu peningkatan
kadar haemoglobin untuk mencegah penurunan keadaan umum pasien.

E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dilakukan pada tanggal 20-22 Agustus 2018 dengan menggunakan metode
penelitian Subjective, Objective, Assesment, Planning (SOAP) untuk mengetahui
keefektifan tindakan yang dilakukan. Diagnosis keperawatan nyeri kronis b.d
ketidakmampuan fisik & psikososial kronis (metastase kanker, injuri neurologis, artritis).
Hasil evaluasi menunjukkan klien mengatakan masih merasa nyeri dibagian perut yang
menyebar ke pinggang kanan kiri. pengkajian nyeri : p : klien mengatakan nyeri saat
kelelahan dan stress, q : klien mengatakan seperti ada sesuatu yang keras mendesak
didalam perut, r : klien mengatakan nyeri pada perut bagian bawah 2cm dibawah
umbilikus dan atas simfisis pubis menyebar sampai pinggang kanan dan kiri, s : skala
nyeri 3, t : klien mengatakan nyeri terus-menerus tetapi derajatnya naik turun dan
ditunjukkan klien masih tampak merintih menahan nyeri, gelisah (-).

49
Hasil evaluasi yang didapatkan pada diagnosa keperawatan ketidakefektifan perfusi
jaringan perofer berhubungan dengan perdarahan pevaginam adalah klien mengatakan
masih ada darah keluar dari vagina, klien mengatakan jika bergerak banyak darah yang
keluar banyak, dan didapatkan TD: 110/80 mmhg, N : 80 x/menit, klien tampak lemah,
klien tampak tidak menghabiskan makannya, serta perdarahan : 50 cc.
Hasil evaluasi yang didapatkan pada diagnosa keperawatan ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer berhubungan dengan perdarahan pervaginam adalah TD:110/80 mmhg,
dan konjungtiva klien masih anemis kiri dan kanan.
Hasil evaluasi yang didapatkan pada diagnosa keperawatan ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status hipermetabolik : kanker dan
konsekuensi kemoterapi, radiasi dan pembedahan adalah mukosa bibir masih kering,
turgor kulit kering dan masih elastis.

50
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan asuhan keperawatan pada NY. E dengan ca serviks di Ruangan
Kebidanan RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggan 20 Agustus-22 Agustus 2018,
kelompok mengambil kesmpulan hasil evaluasi dari tindakan keperawatan yang
dilakukan selama 3 hari untuk diagnosa keperawatan Nyeri Kronis berhubungan dengan
Ketidakmampuan fisik & psikososial kronis (metastase kanker, injuri neurologis,
artritis), ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan perdarahan
pervaginam (efek kemoterapi), ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan Faktor biologis (proses penyakit) dan kurang asupan makanan.

B. Saran
Dari kesimpulan di atas peneliti menyarankan:
1. Bagi Direktur RSUP Dr. M. Djamil Padang
Melalui pimpinan diharapkan dapat memberikan motivasi kepada semua staf
agar memberikan pelaynan kepada pasien secara optimal dan meningkatkan mutu
dalam pelayanan di rumah sakit.
2. Bagi Perawat Ruang Rawat Irna Kebidanan
Asuhan keperawatan yang telah dilakukan dapat menjadi sumbangan
pemikiran bagi perawat di ruang rawat irna kebidanan RSUP Dr. M. Djamil Padang
dalam melakukan asuhan keperawatan secara profesional.

51
DAFTAR PUSTAKA

Ariani, S.(2015). STOP! KANKER. Yogyakarta. Istana Media


Aspiani, R.Y.2017. asuhan keperawatan maternitas aplikasi NANDA, NIC Dan NOC.
Jakarta: CV Trans Info Media
Brunner & Suddarth, (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 volume
2.Jakarta EGC
Diananda, Rama. (2008) Mengenal Seluk-Beluk KankerJogjakarta: Katahati.
Mitayani. (2011).Asuhan keperawatan maternitas. Jakarta: Salemba Medika
Nanda Internasional. (2015). Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klarifikasi 2015-
2017. Alih bahasa Sumarwati, Subekti. Jakarta : EGC
Padila. 2014. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Yogyakarta: Nuha Medika.
Potter, P.A, Perry, A.G.Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan
Praktik.Edisi 4.Volume 2.AlihBahasa : Renata Komalasari,dkk.Jakarta:EGC.2005
Price Sylvia A, Wilson Lorraine M. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta: EGC; 2012.
Reeder, dkk. 2013. Keperawatan maternitas. Edisi ke-18. Jakarta : EGC

52

You might also like