Professional Documents
Culture Documents
A.Kesimpualan ............................................................................................ 9
B.Saran ........................................................................................................ 9
i
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Keadan ini dapat menyebabkan lingkungan fisik dan biologis yang tidak
memadai sehingga memungkinkan berkembang biaknya vektor penyakit.
untuk mewujudkan kualitas dan kuantitaslingkungan yang bersih dan sehat
serta untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang optimalsebagai salah
satu unsur kesepakatan umum dari tujuan nasional, sangat diperlukan
pengendalianvektor penyakit.
B. RUMUSAN MASALAH
D. MANFAAT
2
BAB II
KONSEP TEORI
A. PENGERTIAN
Vektor adalah seekor binatang yang membawa bibit penyakit dari seekor
binatang atau seorang manusia kepada binatang atau seorang manusia kepada
binatang lainnya atau manusia lainnya. Sedangkan vektor penyakit yang
(sering) disebabkan anthropoda dikenal sebagai arthopodborne disease atau
vectorborne diseasemerupakan arthropoda yang dapat menularkan,
memindahkan atau menjadi sumber penularan penyakit pada manusia.
B. KLASIFIKASI VEKTOR
Arthropoda [arthro + pous ] adalah filum dari kerajaan binatang yang terdiri
dariorgan yang mempunyai lubang eksoskeleton bersendi dan keras, tungkai
bersatu, dantermasuk di dalamnya kelas Insecta, kelas Arachinida serta kelas
Crustacea, yangkebanyakan speciesnya penting secara medis, sebagai parasit,
atau vektor organismeyang dapat menularkan penyakit pada manusia.
3
Dari kelas hexapoda dibagi menjadi 12 ordo, antara lain ordo yang
perludiperhatikan dalam pengendalian adalah :
Selain vektor diatas, terdapat ordo dari kelas hexapoda yang bertindak
sebagai binatang pengganggu antara lain:
1. Inokulasi (Inoculation)
4
Masuknya agen penyakit atau bibit yang berasal dari arthropoda kedalam
tubuh manusia melalui gigitan pada kulit atau deposit pada membran
mukosa disebut sebagai inokulasi.
2. Infestasi (Infestation)
Pada transmisi biologik dikenal ada 3 tipe perubahan agen penyakit dalam
tubuh vektor yaitu propagative, cyclo – propagative dan cyclo -
developmental, bila agen penyakit atau parasit tidak mengalami perubahan
siklus dan hanya multifikasi dalam tubuh vektor disebut propagative
seperti plague bacilli pada kutu tikus, dengue (DBD) bila agen penyakit
mengalami perubahan siklus dan multifikasi dalam tubuh vektor disebut
cyclo – propagative seperti parasit malaria dalam tubuh nyamuk anopheles
dan terakhir bila agen penyakit mengalami perubahan siklus tetapi tidak
5
mengalami proses multifikasi dalam tubuh vektor seperti parasit filarial
dalam tubuh nyamuk culex.
2. Penularan biologis
7
BAB III
PEMBAHASAN
A. TUJUAN PENGENDALIAN VEKTOR
1. Mencegah wabah penyakit, memperkecil risiko kontak antara manusia
dengan vektor penyakit dan memperkecil sumber penularan
penyakit/reservoir
2. Mencegah dimasukkannya vektor atau penyakit yg baru ke suatu kawasan
yg bebas, dilakukan dengan pendekatan legal, maupun dengan aplikasi
pestisida (spraying, baiting, trapping)
B. METODE PENGENDALIAN
1. Penyakit tadi belum ada obatnya ataupun vaksinnya, seperti hamper semua
penyakit yang disebabkan oleh virus.
2. Bila ada obat ataupun vaksinnya sudah ada, tetapi kerja obat tadi belum efektif,
terutama untuk penyakit parasiter
3. Berbagai penyakit di dapat pada banyak hewan selain manusia, sehingga sulit
dikendalikan.
5. Penyakit cepat menjalar, karena vektornya dapat bergerak cepat seperti insekta
yang bersayap
1. Pengendalian kimiawi
8
Cara ini lebih mengutamakan penggunaan pestisida/rodentisida
untuk peracunan. Penggunaan racun untuk memberantas vektor lebih
efektif namun berdampak masalah gangguan kesehatan karena penyebaran
racun tersebut menimbulkan keracunan bagi petugas penyemprot maupun
masyarakat dan hewan peliharaan. Sebagai ilustrasi, pada tahun 1960-an
yang menjadi titik tolak kegiatan kesehatan secara nasional (juga
merupakan tanggal ditetapkannya Hari Kesehatan Nasional), ditandai
dengan dimulainya kegiatan pemberantasan vektor nyamuk menggunakan
bahan kimia DDT atau Dieldrin untuk seluruh rumah penduduk pedesaan.
Hasilnya sangat baik karena terjadi penurunan densitas nyamuk secara
drastis, namun efek sampingnya sungguh luar biasa karena bukan hanya
nyamuk saja yang mati melainkan cicak juga ikut mati keracunan (karena
memakan nyamuk yang keracunan), cecak tersebut dimakan kucing dan
ayam, kemudian kucing dan ayam tersebut keracunan dan mati, bahkan
manusia jugs terjadi keracunan Karena menghirup atau kontak dengan
bahan kimia tersebut melalui makanan tercemar atau makan ayam yang
keracunan.
2. Pengendalian Fisika-Mekanika
10
Pengendalian secara biologis dilakukan dengan dua cara, yakni :
C. Pemantauan
Pengendalian vektor penyakit ini merupakan konsep yang relative baru.
Pada awalnya orang berpikir tentang pembasmian vektor. Akan tetapi
kemudian tampak bahwa pembasmian itu sulit dicapai dan kurang
realistis dilihat dari sisi ekologis. Oleh karenanya pengendalian vektor
saat ini akan ditujukan untuk mengurangi dan mencegah penyakit bawaan
vektor sejauh dapat dicapai dengan keadaan social-ekonomi yang ada
serta keadaan endemic penyakit yang ada.
Oleh karenanya pemantauan keadaan populasi insekta secara kontinu menjadi
sangat penting.
Pengendalian secara terpadu direncanakan dan dilaksanakan untuk
jangka panjang, ditunjang dengan pemantuan yang kontinu. Untuk ini
diperlukan berbagai parameter pemantauan dan pedoman tindakan yang
11
perlu diambil apabila didapat tanda-tanda akan terjadinya kejadian luar
biasa/wabah.
Parameter vektor penyakit yang dipantau antara lain adalah :
1. Indeks lalat untuk kepadatan lalat
2. Indeks pinjal untuk kepadatan pinjal
3. Kepadatan nyamuk dapat dinyatakan sebagai Man Biting Rate (MBR),
indeks container, indeks rumah, dan/atau indeks Breteau
Tindakan khusus diambil apabila kepadatan insekta meningkat
cepat dan dikhawatirkan akan terjadi wabah karenanya. Tindakan
sedemikian dapat berupa :
1. Intensifikasi pemberantasan sarang seperti perbaikan saluran drainase,
kebersihan saluran dan reservoir air, menghilangkna genangan, mencegah
pembusukan sampah, dan lain-lain.
2. Mobilisasi masyarakat untuk berperan serta dalam pemberantasan dengan
memelihara kebersihan lingkungan masing-masing
3. Melakukan penyemprotan insektisida terhadap vektor dewasa didahului
dengan uji resistensi insekta terhadap insekta yang akan digunakan.
12
D. PERMASALAHAN VEKTOR PENYAKIT DI INDONESIA
Beberapa vektor yang sering ada di Indonesia adalah nyamuk, lalat, kutu,
pinjal dan tungau. Nyamuk yang menjadi vector penyakit penting di Indonesia
yaitu genus culex, anopheles, dan aedes. Genus lalat yang penting adalah
musca. Ada dua gender pada kutu yang penting yaitu pediculus dan phthirus.
Peran kutu sebagai vector belum definitif, akan tetapi karena ia menghisap
darah, maka besar sekali kemungkinannya bahwa kutu dapat menyebarkan
penyakit. Pinjal berbeda dari kutu karena dapat meletik-letik. Pada pinal ada 3
genera yang penting yaitu xenopsylla, ctenocephalides dan pulex. Pinjal yang
pernah terkenal dimasa lalu adalah pinjal tikus (xenopsylla cheopis),
penyebaran penyakit pest, yang disebabkan bakteri pasteurella pestis, saast ini
penyakit pest sudah jarang didapat. Pinjal anjing dan kucing (ctenocephalides)
saat ini mungkin akan menjadi penting, sebagai pembawa penyakit
toxoplasmosis dan cacing. Pada tungau ada 9 buah gender yang penting yaitu
argas, ornithodoros, otobius, dermacentor, rhipicephalus, amblyoma,
trombicula, sarcoptes dan allodermansyssus. Kebanyakan tungau
menyebabkan penyakit rickettsiosis. Pemberantasan penyakit ini agak sulit
karena sekali tungau terkena infeksi, maka seluruh generasi berikutnya akan
terinfeksi juga. Pengaruh vector terhadap kesehatan dapat bermacam-macam,
selain sebagai vector. Secara langsung, dapat menyebabkan entomophobia,
gangguan ketenangan, dan dapat menjadi penyebab penyakit seperti penyakit
scabies, dan myasis. Secara tidak langsung dapat menjadi reservoir agent
penyakit, memusnahkan panen, dan menjadi parasite pada tubuh manusia.
Permasalahan beberapa penyakit yang berkembang di Indonesia adalah :
1. Filariasis
Filiaris adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit nematode
yang tersebar diseluruh Indonesia. Gejala pembengkakan kaki muncul karena
sumbatan microfilaria pada pembuluh limfe yang biasanya terjadi pada usia
diatas 30 tahun setelah terpapar parasit selama bertahun – tahun. Oleh karena
itu, filariasis disebut juga penyakit kaki gajah. Beberapa spesies yang
13
menyerang manusia diantaranya Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, Brugia
trimori, dan Onchocerca volvulus.
2. Pes
Pes memiliki nama lain plague, sampar, La peste. Pes merupakan satu
penyakit zoonosis pada rodensia yang bisa ditularkan kepada manusia, dan
merupakan penyakit menular yang dapat menyebabkan terjadinya
wabah. Kekeliruan pengelolaan limbah padat -- seperti yang terjadi pada
tempat pembuangan sampah yang terbuka, dan daerah mumuh kota memicu –
memicu perkembangan populasi tikus dan mencit. Binatang pengerat ini
merupakan pejamu bagi pinjal, yang dapat menularkan tifus tikus (murine
thypus) suatu penykit ricketsia yang ditandai dengan sakit kepala, demam, dan
ruam kulit. Mungkin Zoonosis yang paling membinasakan dalam sejarah
adalah pes. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Yersina pestis Vektor
penyakinya adalah pinjal (Kutu) Xenopsylla cheopsis, culex iritan., sering
ditemukan pada populasi binatang pengerat liar misalnya tupai tanah.
Jika penyakit ini menemukan jalan masuk menuju populasi bintang pengerat
pada kota dan besar populasi tidak dapat dikendalikan, epidemi akan terjadi
yang bermula pada tikus, berlanjut pada manusia yang akan terserang penyakit
ini. Pinjal yang lapar, yang terinfeksi bakteri pes, akan melompat dari tikus ke
manusia. Kemudian, karena berupaya mengisap makanan dari manusia, pinjal
itu akan menularkan bakteri pes.
Perawat harus sebgai contoh atau panutan dalam pengendalian vektor penyakit
bagi individu, keluarga, kelompok maupun masyarakat.
3. Sebagai kolaborator
Peran perawat sebagai kolaborator dapat bekerjasama dengan warga dalam
pengendalian vektor.
14
4. Sebagai pengidentifikasi masalah kesehatan (Case Finder).
Melaksanakan monitoring terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat yang menyangkut masalah-
masalah kesehatan dan keperawatan yang timbul serta berdampak terhadap
status kesehatan melalui kunjungan rumah, pertemuan-pertemuan,
observasi dan pengumpulan data.
5. Koordinator Pelayanan Kesehatan (Coordinator of Services)
Peran perawat sebagai koordinator antara lain mengarahkan, merencanakan
dan mengorganisasikan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada klien.
Pelayanan dari semua anggota tim kesehatan, karena klien menerima
pelayanan dari banyak profesional.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Tujuan pengendalian vektor adalah mencegah wabah penyakit dan
Mencegah dimasukkannya vektor atau penyakit yg baru ke suatu kawasan
yg bebas.
2. Pengendalian vektor dapat dilakukan dengan cara pengendalian secara
kimiawi, fisika-mekanika, dan biologis.
3. Permasalahan beberapa penyakit yang berkembang di Indonesia adalah
filiaris dan pes.
4. Peran perawat dalam pengendalian vektor antara lain sebagai: Pendidik
dan konsultan (Nurse Educator and Counselor), panutan (role model),
kolaborator, pengidentifikasi masalah kesehatan (Case Finder), dan
Koordinator Pelayanan Kesehatan (Coordinator of Services)
B. SARAN
Pengendalian harus dilakukan secara terpadu direncanakan dan dilaksanakan
untuk jangka panjang, ditunjang dengan pemantuan yang kontinu
15
DAFTAR PUSTAKA
https://www.scribd.com/doc/134866971/Vektor-Penyakit#download
diakses pada tanggal 9 maret 2016 pukul 18:00
http://files.buku-kedokteran.webnode.com/200000024-
3716638102/Vektor%20Penyakit.pdf di akses pada tanggal 1 April 2011
8:51 pm
http://files.artikelkesehatan.webnode.com/200000024-
11b8012b1b/Commnicable%20Disease.pdf di akses pada tanggal 1 april
2011 8:40 pm
Budiman dan Suyono. 2010. Ilmu Kesehatan Masyarakat dalam Konteks
Kesehatan Lingkungan.Jakarta : EGC
Soemirat Slamet, Juli.2009.Kesehatan Lingkungan.Yogyakarta : Gadjah
Mada
16