You are on page 1of 18

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1

A. Latar Belakang ....................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah .................................................................................. 1
C. Tujuan ..................................................................................................... 1
D. Manfaat................................................................................................... 1

BAB II KONSEP TEORI ............................................................................. 2

A. Pengertian Vektor Penyakit .................................................................... 2


B. Klasifikasi Vektor Penyakit .................................................................... 2
C. Tranmisi Penyakit Dari Vektor Penyakit .............................................. 3
D. Penyakit akibat vektor ............................................................................ 4

BAB III PEMBAHASAN .............................................................................. 5

A. Tujuan Pengedalian ................................................................................ 5


B. Metode pengendalian.............................................................................. 5
C. Pemantauan............................................................................................. 7
D. Permasalahan Penyakit Vekor di Indonesia .............................................
E. Peran perawat.......................................................................................... 8

BAB IV PENUTUP ........................................................................................ 9

A.Kesimpualan ............................................................................................ 9

B.Saran ........................................................................................................ 9

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 10

i
ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Wilayah perkotaan mengalami perubahan yang sangat besar akibat banyaknya


industri yangdidirikan. Hal ini menyebabkan penduduk yang tinggal di
pedesaan mulai berpindah ke kotauntuk menjadi tenaga kerja. Selain itu faktor
yang menyebabkan mereka berpindah (urban) adalah faktor ekonomi.

Dengan adanya pendirian industri tersebut menyebabkan lingkungan yang


hijau kini menjadi gersang akibat ditebang untuk dijadikan lahan industri dan
perumahan.Seiring dengan perubahan waktu maka hal tersebut menimbulkan
beberapa dampak terhadaplingkungan sekitar, salah satu dampaknya adalah
penularan penyakit.

Masalah umum yang dihadapi dalam bidang kesehatan adalah jumlah


penduduk yang besardengan angka pertumbuhan yng cukup tinggi dan
penyebaran penduduk yang belum merata, tingkatpendidikan dan sosial
ekonomi yang masih rendah.

Keadan ini dapat menyebabkan lingkungan fisik dan biologis yang tidak
memadai sehingga memungkinkan berkembang biaknya vektor penyakit.
untuk mewujudkan kualitas dan kuantitaslingkungan yang bersih dan sehat
serta untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang optimalsebagai salah
satu unsur kesepakatan umum dari tujuan nasional, sangat diperlukan
pengendalianvektor penyakit.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa saja tujuan pengendalian vektor?

2. Bagaimana cara pengendalian vektor?

3. Apa saja permasalahan vektor penyakit yang ada di Indonesia?

4. Begaimana peran perawat dalam pengendalian vektor?


1
C. TUJUAN

1. Menjelaskan tujuan pengendalian vektor.

2. Menjelaskan cara pengendalian vektor.

3. Menjelaskan permasalahan vektor penyakit yang ada di Indonesia.

4. Menjelaskan peran perawat dalam pengendalian vektor

D. MANFAAT

1. Mampu menjelaskan tujuan pengendalian vektor.

2. Mampu menjelaskan cara pengendalian vektor.

3. Mampu menjelaskan permasalahan vektor penyakit yang ada di Indonesia.

4. Mampu menjelaskan peran perawat dalam pengendalian vektor.

2
BAB II

KONSEP TEORI

A. PENGERTIAN

Vektor adalah seekor binatang yang membawa bibit penyakit dari seekor
binatang atau seorang manusia kepada binatang atau seorang manusia kepada
binatang lainnya atau manusia lainnya. Sedangkan vektor penyakit yang
(sering) disebabkan anthropoda dikenal sebagai arthopodborne disease atau
vectorborne diseasemerupakan arthropoda yang dapat menularkan,
memindahkan atau menjadi sumber penularan penyakit pada manusia.

Pengendalian vektor adalah upaya menurunkan faktor risiko penularan oleh


vektor dengan meminimalkan habitat potensial perkembangbiakan vektor,
menurunkan kepadatan dan umur vektor untuk mengurangi kontak vektor
dengan manusia atau memutus rantai penularan penyakit

B. KLASIFIKASI VEKTOR

Arthropoda [arthro + pous ] adalah filum dari kerajaan binatang yang terdiri
dariorgan yang mempunyai lubang eksoskeleton bersendi dan keras, tungkai
bersatu, dantermasuk di dalamnya kelas Insecta, kelas Arachinida serta kelas
Crustacea, yangkebanyakan speciesnya penting secara medis, sebagai parasit,
atau vektor organismeyang dapat menularkan penyakit pada manusia.

Sebagian dari Arthropoda dapat bertindak sebagai vektor, yang mempunyai


ciri-ciri kakinya beruas-ruas, dan merupakan salah satu phylum yang terbesar
jumlahnya karena hampir meliputi 75% dari seluruh jumlah binatang. Berikut
jenis dan klasifikasi vektor yang dapat menularkan penyakit: Arthropoda yang
dibagi menjadi 4 kelas:

1. Kelas crustacea (berkaki 10): misalnya udang

2. Kelas Myriapoda : misalnya binatang berkaki seribu

3. Kelas Arachinodea (berkaki 8) : misalnya Tungau

4. Kelas hexapoda (berkaki 6) : misalnya nyamuk

3
Dari kelas hexapoda dibagi menjadi 12 ordo, antara lain ordo yang
perludiperhatikan dalam pengendalian adalah :

a. Ordo Dipthera yaitu nyamuk dan lalat

 Nyamuk anopheles sebagai vektor malaria

 Nyamuk aedes sebagai vektor penyakit demam berdarah

 Lalat tse-tse sebagai vektor penyakit tidur

b. Ordo Siphonaptera yaitu pinjal

 Pinjal tikus sebagai vektor penyakit pes

c. Ordo Anophera yaitu kutu kepala

 Kutu kepala sebagai vektor penyakit demam bolak-balik dan


typhus exantyematicus.

Selain vektor diatas, terdapat ordo dari kelas hexapoda yang bertindak
sebagai binatang pengganggu antara lain:

 Ordo hemiptera, contoh kutu busuk

 Ordo isoptera, contoh rayap

 Ordo orthoptera, contoh belalang

 Ordo coleoptera, contoh kecoak

C. TRANSMISI PENYAKIT DARI VEKTOR PENYAKIT

Masuknya agen penyakit kedalam tubuh manusia sampai terjadi atau


timbulnya gejala penyakit disebut masa inkubasi atau incubation period,
khusus pada arthropods borne diseases ada dua periode masa inkubasi yaitu
pada tubuh vektor dan pada manusia.

1. Inokulasi (Inoculation)

4
Masuknya agen penyakit atau bibit yang berasal dari arthropoda kedalam
tubuh manusia melalui gigitan pada kulit atau deposit pada membran
mukosa disebut sebagai inokulasi.

2. Infestasi (Infestation)

Masuknya arthropoda pada permukaan tubuh manusia kemudian


berkembang biak disebut sebagai infestasi, sebagai contoh scabies.

3. Extrinsic Incubation Period dan Intrinsic Incubation Period

Waktu yang diperlukan untuk perkembangan agen penyakit dalam tubuh


vektor Disebut sebagai masa inkubasi ektrinsik, sebagai contoh parasit
malaria dalam tubuh nyamuk anopheles berkisar antara 10 – 14 hari
tergantung dengan temperatur lingkungan dan masa inkubasi intrinsik
dalam tubuh manusia berkisar antara 12 – 30 hari tergantung dengan jenis
plasmodium malaria.

4. Definitive Host dan Intermediate Host

Disebut sebagai host definitif atau intermediate tergantung dari apakah


dalam tubuh vektor atau manusia terjadi perkembangan siklus seksual atau
siklus aseksual pada tubuh vektor atau manusia, apabila terjadi siklus
sexual maka disebut sebagai host definitif, sebagai contoh parasit malaria
mengalami siklus seksual dalam tubuh nyamuk, maka nyamuk anopheles
adalah host definitive dan manusia adalah host intermediate.

5. Propagative, Cyclo – Propagative dan Cyclo - Developmental

Pada transmisi biologik dikenal ada 3 tipe perubahan agen penyakit dalam
tubuh vektor yaitu propagative, cyclo – propagative dan cyclo -
developmental, bila agen penyakit atau parasit tidak mengalami perubahan
siklus dan hanya multifikasi dalam tubuh vektor disebut propagative
seperti plague bacilli pada kutu tikus, dengue (DBD) bila agen penyakit
mengalami perubahan siklus dan multifikasi dalam tubuh vektor disebut
cyclo – propagative seperti parasit malaria dalam tubuh nyamuk anopheles
dan terakhir bila agen penyakit mengalami perubahan siklus tetapi tidak

5
mengalami proses multifikasi dalam tubuh vektor seperti parasit filarial
dalam tubuh nyamuk culex.

D. PENYAKIT AKIBAT VEKTOR

Vektor dan binatang pengganggu pada dasarnya dapat


mempengaruhi kehidupan manusia dengan berbagai cara. Berikut ini
adalah penyakit yang ditimbulkan berdasarkan jumlah faktor kehidupan
yang terlibat.

1. Penyakit –penyakit dengan dua faktor dua kehidupan (manusia-


Antrhopoda).

2. Penyakit dengan tiga faktor kehidupan (manusia – Antrhopoda-


vektor-kuman).

3. Penyakit –penyakit dengan empat faktor dua kehidupan (manusia-


Antrhopodav vektor-kuman-reservoir).

Menurut sumbernya penyakit akibat vektor dibagi dua yaitu:

1. Penyakit Bawaan Vektor

Perpindahan penyakit melalui organisme hidup, seperti nyamuk,


lalat, atau kutu. Penularannya dapat berlangsung secara mekanis,
melalui bagian mulut yang terkontaminasi atau kaki vector, atau
secara biologis, yang melibatkan perubahan multiplikasi atau
perkembangan agens dalam vector sebelum penularan berlangsung.
Pada penularan mekanis, penggandaan dan perkembangan organisme
penyakit biasanya tidak terjadi. Contoh, organisme penyebab
disentri, kolera, dan demam tifoid telah diisolasi dari serangga
seperti kecoak dan lalat rumah dan diperkirakan tersimpan pada
6
makanan yang disiapkan untuk konsumsi manusia. Contoh lain,
vector penyakit dan penyakit yang disebarkannya mencakup nyamuk
(malaria, filariasis).

2. Penularan biologis

Perubahan multiplikasi dan/atau perkembangan agens penyakit


berlangsung dalam vector sebelum penularan terjadi. Contoh vector
biologis antara lain nyamuk, pinjal, kutu, tungau, lalat. Nyamuk
sampai saat ini merupakan vector paling penting dalam penyakit
manusia. Nyamuk menularkan virus yang menyebabkan yellow fever
dan demam berdarah dengue, sekaligus menularkan 200 virus
lainnya. Tungau, vector penting lainnya, menularkan Rocky
Mountain spotted fever, demam berulang dal Lyme Disease. Vektor
serangga lainnya adalah lalat (African sleeping sickness), pinjal
(pes), kutu (tifus epidemic dan trench fever).

7
BAB III
PEMBAHASAN
A. TUJUAN PENGENDALIAN VEKTOR
1. Mencegah wabah penyakit, memperkecil risiko kontak antara manusia
dengan vektor penyakit dan memperkecil sumber penularan
penyakit/reservoir
2. Mencegah dimasukkannya vektor atau penyakit yg baru ke suatu kawasan
yg bebas, dilakukan dengan pendekatan legal, maupun dengan aplikasi
pestisida (spraying, baiting, trapping)
B. METODE PENGENDALIAN

Pengendalian vektor dan binatang pengganggu adalah upaya untuk


mengurangi atau menurunkan populasi vektor atau binatang pengganggu
dengan maksud pencegahan atau pemberantasan penyakit yang ditularkan atau
gangguan (nuisance) oleh vektor dan binatang pengganggu tersebut.

Menurut WHO (Juli Soemirat,2009:180), pengendalian vektor penyakit


sangat diperlukan bagi beberapa macam penyakit karena berbagai alasan :

1. Penyakit tadi belum ada obatnya ataupun vaksinnya, seperti hamper semua
penyakit yang disebabkan oleh virus.

2. Bila ada obat ataupun vaksinnya sudah ada, tetapi kerja obat tadi belum efektif,
terutama untuk penyakit parasiter

3. Berbagai penyakit di dapat pada banyak hewan selain manusia, sehingga sulit
dikendalikan.

4. Sering menimbulkan cacat, seperti filariasis dan malaria.

5. Penyakit cepat menjalar, karena vektornya dapat bergerak cepat seperti insekta
yang bersayap

Ada beberapa cara pengendalian vektor dan binatang pengganggu diantaranya


adalah sebagai berikut.

1. Pengendalian kimiawi

8
Cara ini lebih mengutamakan penggunaan pestisida/rodentisida
untuk peracunan. Penggunaan racun untuk memberantas vektor lebih
efektif namun berdampak masalah gangguan kesehatan karena penyebaran
racun tersebut menimbulkan keracunan bagi petugas penyemprot maupun
masyarakat dan hewan peliharaan. Sebagai ilustrasi, pada tahun 1960-an
yang menjadi titik tolak kegiatan kesehatan secara nasional (juga
merupakan tanggal ditetapkannya Hari Kesehatan Nasional), ditandai
dengan dimulainya kegiatan pemberantasan vektor nyamuk menggunakan
bahan kimia DDT atau Dieldrin untuk seluruh rumah penduduk pedesaan.
Hasilnya sangat baik karena terjadi penurunan densitas nyamuk secara
drastis, namun efek sampingnya sungguh luar biasa karena bukan hanya
nyamuk saja yang mati melainkan cicak juga ikut mati keracunan (karena
memakan nyamuk yang keracunan), cecak tersebut dimakan kucing dan
ayam, kemudian kucing dan ayam tersebut keracunan dan mati, bahkan
manusia jugs terjadi keracunan Karena menghirup atau kontak dengan
bahan kimia tersebut melalui makanan tercemar atau makan ayam yang
keracunan.

Selain itu penggunaan DDT/Dieldrin ini menimbulkan efek


kekebalan tubuh pada nyamuk sehingga pada penyemprotan selanjutnya
tidak banyak artinya. Selanjutnya bahan kimia tersebut dilarang
digunakan. Penggunaan bahan kimia pemberantas serangga tidak lagi
digunakan secara missal, yang masih dgunakan secra individual sampai
saat ini adalah jenis Propoxur (Baygon). Pyrethrin atau dari ekstrak
tumbuhan/bunga-bungaan.

Untuk memberantas Nyamuk Aedes secara missal dilakukan


fogging bahan kimia jenis Malathion/Parathion, untuk jentik nyamuk
Aedes digunakan bahan larvasida jenis Abate yang dilarutkan dalam air.
Cara kimia untuk membunuh tikus dengan menggunakan bahan racun
arsenic dan asam sianida. Arsenik dicampur dalam umpan sedangkan
sianida biasa dilakukan pada gudang-gudang besar tanpa mencemai
makanan atau minuman, juga dilakukan pada kapal laut yang dikenal
dengan istilah fumigasi. Penggunaan kedua jenis racun ini harus sangat
9
berhati-hati dan harus menggunakan masker karena sangat toksik terhadap
tubuh manusia khususnya melalui saluran pernafasan.

Penggunaan bahan kimia lainnya yang tidak begitu berbahaya


adalah bahan attractant dan repellent. Bahan Attractant adalah bahan kimia
umpan untuk menarik serangga atau tikus masuk dalam perangkap.
Sedangkan repellent adalah bahan/cara untuk mengusir serangga atau tikus
tidak untuk membunuh. Contohnya bahan kimia penolak nyamuk yang
dioleskan ke tubuh manusia (Autan, Sari Puspa, dll) atau alat yang
menimbulkan getaran ultrasonic untuk mengusir tikus (fisika).

2. Pengendalian Fisika-Mekanika

Cara ini menitikberatkan kepada pemanfaatan iklim/musim dan menggunakan


alat penangkap mekanis antara lain :

a. Pemasangan perangkap tikus atau perangkap serangga


b. Pemasangan jarring
c. Pemanfaatan sinar/cahaya untuk menarik atau menolak (to attrack and
to repeal)
d. Pemanfaatan kondisi panas dan dingin untuk membunuh vektor dan
binatang penganggu.
e. Pemanfaatan kondisi musim/iklim untuk memberantas jentik nyamuk.
f. Pemanfaatan suara untuk menarik atau menolak vektor dan binatang
pengganggu.
g. Pembunuhan vektor dan binatang pengganggu menggunakan alat
pembunuh (pemukul, jepretan dengan umpan, dll)
h. Pengasapan menggunakan belerang untuk mengeluarkan tikus dari
sarangnya sekaligus peracunan.
i. Pembalikan tanah sebelum ditanami.
j. Pemanfaatan arus listrik dengan umpan atau attracktant untuk
membunuh vektor dan binatang pengganggu (perangkap serangga
dengan listrik daya penarik menggunakan lampu neon).
3. Pengendalian Biologis

10
Pengendalian secara biologis dilakukan dengan dua cara, yakni :

a. Memelihara musuh alaminya

Musuh alami insekta dapat berupa pemangsanya ataupun


mikroba penyebab penyakitnya. Untuk ini perlu diteliti lebih lanjut
pemangsa dan penyebab penyakit mana yang paling efektif dan efisien
mengurangi populasi insekta. Untuk ni perlu juga dicari bagaimana
caranya untuk melakukan pengendalian pertumbuhan pemangsa dan
penyebab penyakit ini apabila populasi vektor sudah terkendali
jumlahnya.

b. Mengurangi fertilitas insekta

Untuk cara kedua ini pernah dilakukan dengan meradiasi


insekta jantan sehingga steril dan menyebarkannya di antara insekta
betina. Dengan demikian telur yang dibuahi tidak dapat menetas. Cara
kedua ini masih dianggapa terlalu mahal dan efisiensinya masih perlu
dikaji.

C. Pemantauan
Pengendalian vektor penyakit ini merupakan konsep yang relative baru.
Pada awalnya orang berpikir tentang pembasmian vektor. Akan tetapi
kemudian tampak bahwa pembasmian itu sulit dicapai dan kurang
realistis dilihat dari sisi ekologis. Oleh karenanya pengendalian vektor
saat ini akan ditujukan untuk mengurangi dan mencegah penyakit bawaan
vektor sejauh dapat dicapai dengan keadaan social-ekonomi yang ada
serta keadaan endemic penyakit yang ada.
Oleh karenanya pemantauan keadaan populasi insekta secara kontinu menjadi
sangat penting.
Pengendalian secara terpadu direncanakan dan dilaksanakan untuk
jangka panjang, ditunjang dengan pemantuan yang kontinu. Untuk ini
diperlukan berbagai parameter pemantauan dan pedoman tindakan yang

11
perlu diambil apabila didapat tanda-tanda akan terjadinya kejadian luar
biasa/wabah.
Parameter vektor penyakit yang dipantau antara lain adalah :
1. Indeks lalat untuk kepadatan lalat
2. Indeks pinjal untuk kepadatan pinjal
3. Kepadatan nyamuk dapat dinyatakan sebagai Man Biting Rate (MBR),
indeks container, indeks rumah, dan/atau indeks Breteau
Tindakan khusus diambil apabila kepadatan insekta meningkat
cepat dan dikhawatirkan akan terjadi wabah karenanya. Tindakan
sedemikian dapat berupa :
1. Intensifikasi pemberantasan sarang seperti perbaikan saluran drainase,
kebersihan saluran dan reservoir air, menghilangkna genangan, mencegah
pembusukan sampah, dan lain-lain.
2. Mobilisasi masyarakat untuk berperan serta dalam pemberantasan dengan
memelihara kebersihan lingkungan masing-masing
3. Melakukan penyemprotan insektisida terhadap vektor dewasa didahului
dengan uji resistensi insekta terhadap insekta yang akan digunakan.

12
D. PERMASALAHAN VEKTOR PENYAKIT DI INDONESIA
Beberapa vektor yang sering ada di Indonesia adalah nyamuk, lalat, kutu,
pinjal dan tungau. Nyamuk yang menjadi vector penyakit penting di Indonesia
yaitu genus culex, anopheles, dan aedes. Genus lalat yang penting adalah
musca. Ada dua gender pada kutu yang penting yaitu pediculus dan phthirus.
Peran kutu sebagai vector belum definitif, akan tetapi karena ia menghisap
darah, maka besar sekali kemungkinannya bahwa kutu dapat menyebarkan
penyakit. Pinjal berbeda dari kutu karena dapat meletik-letik. Pada pinal ada 3
genera yang penting yaitu xenopsylla, ctenocephalides dan pulex. Pinjal yang
pernah terkenal dimasa lalu adalah pinjal tikus (xenopsylla cheopis),
penyebaran penyakit pest, yang disebabkan bakteri pasteurella pestis, saast ini
penyakit pest sudah jarang didapat. Pinjal anjing dan kucing (ctenocephalides)
saat ini mungkin akan menjadi penting, sebagai pembawa penyakit
toxoplasmosis dan cacing. Pada tungau ada 9 buah gender yang penting yaitu
argas, ornithodoros, otobius, dermacentor, rhipicephalus, amblyoma,
trombicula, sarcoptes dan allodermansyssus. Kebanyakan tungau
menyebabkan penyakit rickettsiosis. Pemberantasan penyakit ini agak sulit
karena sekali tungau terkena infeksi, maka seluruh generasi berikutnya akan
terinfeksi juga. Pengaruh vector terhadap kesehatan dapat bermacam-macam,
selain sebagai vector. Secara langsung, dapat menyebabkan entomophobia,
gangguan ketenangan, dan dapat menjadi penyebab penyakit seperti penyakit
scabies, dan myasis. Secara tidak langsung dapat menjadi reservoir agent
penyakit, memusnahkan panen, dan menjadi parasite pada tubuh manusia.
Permasalahan beberapa penyakit yang berkembang di Indonesia adalah :
1. Filariasis
Filiaris adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit nematode
yang tersebar diseluruh Indonesia. Gejala pembengkakan kaki muncul karena
sumbatan microfilaria pada pembuluh limfe yang biasanya terjadi pada usia
diatas 30 tahun setelah terpapar parasit selama bertahun – tahun. Oleh karena
itu, filariasis disebut juga penyakit kaki gajah. Beberapa spesies yang

13
menyerang manusia diantaranya Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, Brugia
trimori, dan Onchocerca volvulus.
2. Pes
Pes memiliki nama lain plague, sampar, La peste. Pes merupakan satu
penyakit zoonosis pada rodensia yang bisa ditularkan kepada manusia, dan
merupakan penyakit menular yang dapat menyebabkan terjadinya
wabah. Kekeliruan pengelolaan limbah padat -- seperti yang terjadi pada
tempat pembuangan sampah yang terbuka, dan daerah mumuh kota memicu –
memicu perkembangan populasi tikus dan mencit. Binatang pengerat ini
merupakan pejamu bagi pinjal, yang dapat menularkan tifus tikus (murine
thypus) suatu penykit ricketsia yang ditandai dengan sakit kepala, demam, dan
ruam kulit. Mungkin Zoonosis yang paling membinasakan dalam sejarah
adalah pes. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Yersina pestis Vektor
penyakinya adalah pinjal (Kutu) Xenopsylla cheopsis, culex iritan., sering
ditemukan pada populasi binatang pengerat liar misalnya tupai tanah.
Jika penyakit ini menemukan jalan masuk menuju populasi bintang pengerat
pada kota dan besar populasi tidak dapat dikendalikan, epidemi akan terjadi
yang bermula pada tikus, berlanjut pada manusia yang akan terserang penyakit
ini. Pinjal yang lapar, yang terinfeksi bakteri pes, akan melompat dari tikus ke
manusia. Kemudian, karena berupaya mengisap makanan dari manusia, pinjal
itu akan menularkan bakteri pes.

E. PERAN PERAWAT DALAM PENGENDALIAN VEKTOR


1. Sebagai Pendidik dan konsultan (Nurse Educator and Counselor)
Perawat berperan dalam pemberian pendidikan kesehatan tentang cara
pengendalian vektor penyakit seperti nyamuk,lalat, dsb.
2. Sebagai Panutan (Role Model).

Perawat harus sebgai contoh atau panutan dalam pengendalian vektor penyakit
bagi individu, keluarga, kelompok maupun masyarakat.

3. Sebagai kolaborator
Peran perawat sebagai kolaborator dapat bekerjasama dengan warga dalam
pengendalian vektor.
14
4. Sebagai pengidentifikasi masalah kesehatan (Case Finder).
Melaksanakan monitoring terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat yang menyangkut masalah-
masalah kesehatan dan keperawatan yang timbul serta berdampak terhadap
status kesehatan melalui kunjungan rumah, pertemuan-pertemuan,
observasi dan pengumpulan data.
5. Koordinator Pelayanan Kesehatan (Coordinator of Services)
Peran perawat sebagai koordinator antara lain mengarahkan, merencanakan
dan mengorganisasikan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada klien.
Pelayanan dari semua anggota tim kesehatan, karena klien menerima
pelayanan dari banyak profesional.

BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Tujuan pengendalian vektor adalah mencegah wabah penyakit dan
Mencegah dimasukkannya vektor atau penyakit yg baru ke suatu kawasan
yg bebas.
2. Pengendalian vektor dapat dilakukan dengan cara pengendalian secara
kimiawi, fisika-mekanika, dan biologis.
3. Permasalahan beberapa penyakit yang berkembang di Indonesia adalah
filiaris dan pes.
4. Peran perawat dalam pengendalian vektor antara lain sebagai: Pendidik
dan konsultan (Nurse Educator and Counselor), panutan (role model),
kolaborator, pengidentifikasi masalah kesehatan (Case Finder), dan
Koordinator Pelayanan Kesehatan (Coordinator of Services)
B. SARAN
Pengendalian harus dilakukan secara terpadu direncanakan dan dilaksanakan
untuk jangka panjang, ditunjang dengan pemantuan yang kontinu

15
DAFTAR PUSTAKA
https://www.scribd.com/doc/134866971/Vektor-Penyakit#download
diakses pada tanggal 9 maret 2016 pukul 18:00

http://files.buku-kedokteran.webnode.com/200000024-
3716638102/Vektor%20Penyakit.pdf di akses pada tanggal 1 April 2011
8:51 pm
http://files.artikelkesehatan.webnode.com/200000024-
11b8012b1b/Commnicable%20Disease.pdf di akses pada tanggal 1 april
2011 8:40 pm
Budiman dan Suyono. 2010. Ilmu Kesehatan Masyarakat dalam Konteks
Kesehatan Lingkungan.Jakarta : EGC
Soemirat Slamet, Juli.2009.Kesehatan Lingkungan.Yogyakarta : Gadjah
Mada

16

You might also like