You are on page 1of 78

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Campak adalah salah satu penyebab utama kematian anak di seluruh dunia
meskipun vaksin yang aman dan hemat biaya telah tersedia. Pada tahun 2014 terdapat
114.900 kematian akibat campak secara global, yaitu sekitar 314 kematian setiap hari atau
13 kematian setiap jam. Vaksinasi campak mengakibatkan penurunan 79% kematian
campak pada tahun 2000 sampai 2014 di seluruh dunia. Selama periode tahun 2007
sampai 2012 tercatat kecenderungan peningkatan cakupan imunisasi campak. Selain itu
didapatkan tren kasus campak memperlihatkan kecenderungan penurunan kasus selama
periode yang sama. Hal ini memperlihatkan adanya hubungan antara cakupan imunisasi
campak dengan jumlah kasus campak. Dimana, semakin tinggi cakupan imunisasi
semakin rendah kejadian kasus campak dan begitupun sebaliknya. Menurut kelompok
umur, proporsi kasus campak terbesar terdapat pada kelompok umur 5-9 tahun sebesar 30%
dan kelompok umur 1-4 tahun sebesar 27.6%.2,3
Setelah mendapatkan imunisasi dasar campak pada saat bayi, seorang anak
membutuhkan imunisasi lanjutan campak dosis kedua pada usia 24 bulan dan pada saat
usia sekolah dasar (kelas I SD). Di Indonesia, pemberian imunisasi ulang campak
didukung oleh pemerintah melalui program Pekan Imunisasi Nasional (PIN), Crash
Program Campak, dan Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS). Kegiatan Bulan Imunisasi
Anak Sekolah untuk imunisasi ulang campak dilaksanakan pada bulan Agustus. Cakupan
BIAS Campak di Indonesia pada periode tahun 2007 sampai tahun 2015 terlihat
cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Sejak tahun 2011 cakupan imunisasi pada anak
sekolah selalu di atas 90%. Cakupan imunisasi ulang campak paling rendah adalah 77%
pada tahun 2008 dan cakupan paling tinggi adalah tahun 2015 sebesar 94,9%. Dari
seluruh penderita campak di Indonesia, sebanyak 54% tidak mendapatkan imunisasi
campak.3
Diperlukan upaya meningkatkan status imunitas pada kelompok rentan untuk
menurunkan risiko kejadian campak pada daerah-daerah dengan cakupan imunisasi
campak yang rendah. Salah satu strateginya melalui pelaksanaan Crash Program Campak
(CPC) pada usia 9-59 bulan pada kabupaten / kota risiko tinggi pada tahun 2016.Dinas
Kesehatan Kalteng melaksanakan CPC mulai Tanggal 1 – 14 Agustus 2016 dan
melaksanakan sweeping pada Tanggal 15 – 28 Agustus 2016. CPC ini akan dilaksanakan

1
di 9 (sembilan) Kabupaten di Kalimantan Tengah, diantaranya Kotawaringin Barat,
Kapuas, Barito Selatan, Barito Timur, Barito Utara, Gunung Mas, Seruyan, Lamandau,
dan Sukamara. Diharapkan, masyarakat dapat datang ke berbagai fasilitas layanan
kesehatan untuk program CPC ini, masyarakat dapat mendatangi Pustu, Posyandu,
Rumah Sakit. Untuk Kalimantan Tengah sendiri sasaran program CPC ini adalah
sebanyak 119.768 anak. Campak merupakan imunisasi yang mendapat perhatian lebih
karena Indonesia telah berkomitmen pada lingkup ASEAN dan SEARO dalam rangka
pencapaian target eliminasi campak tahun 2020, diperlukan cakupan imunisasi campak
minimal 95% secara merata di seluruh kabupaten/kota.3 Oleh karena itu, penulis berniat
untuk melakukan penelitian terhadap faktor-faktor yang berhubungan dengan pencapaian
imunisasi ulangan campak diantaranya usia ibu, tingkat pengetahuan ibu, tingkat
pendidikan ibu, status pekerjaan ibu, dukungan keluarga, dan status sosial-ekonomi.4,5,6

1.2. Rumusan Masalah


1.2.1. Campak adalah salah satu penyebab utama kematian pada balita.
1.2.2. Dari 8.185 kasus campak di Indonesia, sebanyak 54% diantaranya tidak
mendapatkaan imunisasi campak.
1.2.3. Indonesia yang telah berkomitmen pada lingkup ASEAN dan SEARO dalam
rangka pencapaian target eliminasi campak tahun 2020, diperlukan cakupan
imunisasi campak minimal 95% secara merata di seluruh kabupaten/kota.

1.3. Hipotesis
 Usia ibu merupakan faktor yang berhubungan dengan pencapaian imunisasi campak
di sekolah terjaring Puskesmas Tanjung Duren Utara.
 Tingkat pengetahuan ibu merupakan faktor yang berhubungan dengan pencapaian
imunisasi campak di sekolah terjaring Puskesmas Tanjung Duren Utara.
 Tingkat pendidikan ibu merupakan faktor yang berhubungan dengan pencapaian
imunisasi campak di sekolah terjaring Puskesmas Tanjung Duren Utara.
 Status pekerjaan ibu merupakan faktor yang berhubungan dengan pencapaian
imunisasi campak di sekolah terjaring Puskesmas Tanjung Duren Utara.
 Status sosial-ekonomi merupakan faktor yang berhubungan dengan pencapaian
imunisasi campak di sekolah terjaring Puskesmas Tanjung Duren Utara.

2
1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum
 Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pencapaian imunisasi
ulang campak.

1.4.2. Tujuan Khusus


 Diketahuinya cakupan imunisasi campak di sekolah terjaringPuskesmas
Tanjung Duren Utara.
 Diketahuinya cakupan imunisasi ulang campak disekolah terjaring Puskesmas
Tanjung Duren Utara.
 Diketahuinya sebaran usia ibu, tingkat pengetahuan ibu, tingkat pendidikan
ibu, status pekerjaan ibu, dukungan keluarga, dan status sosial-ekonomi pada
sekolah terjaring Puskesmas Tanjung Duren Utara periode September 2016.
 Diketahuinya hubungan antara usia ibu, tingkat pengetahuan ibu, tingkat
pendidikan ibu, status pekerjaan ibu, dukungan keluarga, dan status sosial-
ekonomi pada sekolah terjaring Puskesmas Tanjung Duren Utara periode
September 2016.

1.5. Manfaat Penelitian


1.5.1. Untuk peneliti:
 Penelitian ini dapat memberikan pengalaman yang berharga untuk peneliti agar
kedepannya dapat melakukan penelitian lebih lanjut.
 Penelitian ini dapat menambah pengetahuan mengenai campak dan imunisasi ulang
Campak bagi peneliti.
1.5.2. Untuk institusi pendidikan:
 Hasil penelitian ini dapat menjadi tambahan wawasan bagi mahasiswa fakultas
kedokteran tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan pencapaian imunisasi
ulang campak.
1.5.3. Untuk masyarakat:
 Penelitian ini dapat meningkatkan dan mempertahankan pencapaian imunisasi
ulang campak sehingga dapat menurunkan KLB campak di Indonesia, serta
menurunkan angka kematian akibat campak di Indonesia.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Imunisasi
2.1.1. Pengertian Imunisasi
Imunisasi merupakan sebuah proses yang mengubah seorang individu ke dalam
keadaan dimana individu tersebut terproteksi dari penyakit akibat infeksi. Penggunaan kata
‘imunisasi’ sering disamakan dengan kata ‘vaksinasi’. Vaksinasi sebenarnya merupakan
inokulasi dari virus vaksinia (smallpox) untuk membuat seorang individu kebal terhadap
penyakit smallpox. Sekarang kata ‘vaksinasi’ berarti pemberian (melalui injeksi, mulut atau
rute lainnya) vaksin. Vaksinasi itu sendiri belum tentu menghasilkan imunitas untuk penyakit
itu.8
Imunisasi terdiri dari dua jenis, yaitu imuisasi aktif dan imunisasi pasif. Imunisasi
aktif merupakan imunisasi dengan memberikan antigen (live attenuated atau mikroba inaktif
atau produksi mikroba) yang menginduksi dan respons imun pada resipien yang
menghasilkan imunitas protektif. Sedangkan imunisasi pasif merupakan imunisasi dengan
memberikan antibodi protektif (serum hiperimun atau immunoglobulin) ke resipien dengan
tujuan mengeradikasi mikroba. Imunisasi pasif menyediakan proteksi jangka-pendek dari
patogen spesifik tapi tidfak menginduksi imunitas jangka panjang karena tidak ada stimulasi
terhadap antibodi endogen atau produksi sel T.7.8

2.1.2. Tujuan imunisasi


Imunisasi mempunyai tujuan yaitu untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada
seseorang, khususnya penyakit infeksi, dan menghilangkan penyakit tertentu pada
sekelompok masyarakat atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia. Keadaan
yang terakhir ini lebih mungkin terjadi pada jenis penyakit yang hanya dapat ditularkan
melalui manusia, seperti misalnya penyakit difteri.8

2.1.3. Jenis vaksin


Pada dasarnya, vaksin dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu vaksin live attenuated
(bakteri atau virus hidup yang dilemahkan) dan vaksin inactivated (bakteri, virus atau
komponennya yang dibuat tidak aktif). Sifat vaksin live attenuated dan inactivated berbeda
sehingga hal ini menentukan bagaimanan vaksin ini digunakan.9

4
Vaksin live attenuated diproduksi di laboratorium dengan cara menurunkan virulensi
virus atau bakteri penyebab penyakit, misalnya virus yang hanya hidup pada sel manusia
dibiakkan dalam jaringan hidup mamalia. Vaksin yang dihasilkan masih memiliki
kemampuan untuk bereplikasi dan menimbulkkan kekebalan tetapi tidak menyebabkan
penyakit.9
Vaksin inactivated dapat terdiri atas seluruh tubuh virus atau bakteri, atau komponen
(fraksi) dari kedua organisme tersebut. Vaksin komponen dapat berbasis protein atau berbasis
polisakarida. Vaksin yang berbasis protein termasuk toksoid (toksin bakteri yang inactivated)
dan produk subunit atau sub-virion. Sebagian besar vaksin berbasis polisakarida terdiri atas
dinding sel polisakarida asli bakteri. Vaksin konjugasi (conjugated vaccine) polisakarida
adalah vaksin polisakarida yang secara kimiawi disambung dengan protein, dengan cara
konjugasi sehingga lebih imunogenik.9
Vaksin live attenuated
Vaksin hidup dibuat dari virus atau bakteri liar (wild) penyebab penyakit. Virus atau
bakteri liar ini dilemahkan (attenuated) di laboratorium, biasanya dengan cara pembiakan
berulang-ulang. Misalnya vaksin campak yang dipakai sampai sekarang, diisolasi untuk
mengubah virus liar campak menjadi virus vaksin dibutuhkan 10 tahun dengan cara
melakukan penanaman pada jaringan media pembiakan secara serial dari seorang anak yang
menderita penyakit campak pada tahun 1954.9
Supaya dapat menimbulkan respons imun, vaksin live attenuated harus berkembang
biak (mengadakan replikasi) di dalam tubuh resipien. Suatu dosis kecil virus atau bakteri
yang diberikan, yang kemudian mengadakan replikasi di dalam tubuh dan meningkat
jumlahnya sampai cukup besar untuk memberi rangsangan suatu respons imun.9
Vaksin hidup attenuated yang tersedia antara lain vaksin campak, gondongan
(parotitis epidemika), rubella, polio, rotavirus, yellowfever, dan BCG.9
Vaksin inactivated
Vaksin inactivated dihasilkan dengan cara membiakkan bakteri atau virus dalam
media pembiakan (persemaian), kemudian dibuat tidak aktif (inactivated) dengan
penambahan bahan kimia (biasanya formalin). Untuk vaksin fraksional, organisme tersebut
dibuat murni dan hanya komponen-komponennya yang dimasukkan dalam vaksin (misalnya
kapsul polisakarida dari kuman pneumokokus).9
Pada beberapa keadaan suatu antigen untuk melindungi terhadap penyakit masih
memerlukan vaksin seluruh sel (whole cell), namun vaksin bakterial seluruh sel bersifat
paling reaktogenik clan menyebabkan paling banyak reaksi ikutan atau efek samping. Ini

5
disebabkanrespons terhadap komponen¬-komponen sel yang sebenarnya tidak diperlukan
untuk perlindungan (contoh antigen pertusis dalam vaksin DPT).9
Vaksin inactivated yang tersedia saat ini berasal dari:9
 Seluruh sel virus yang inactivated, contoh influenza, polio, rabies, hepatitis A.
 Seluruh bakteri yang inactivated, contoh pertusis, tifoid, kolera, lepra.
 Vaksin fraksional yang masuk sub-unit, contoh hepatitis B, influenza, pertusisa-
seluler, tifoid Vi, lyme disease,
 Toksoid, contoh difteria, tetanus, botulinum,
 Polisakarida murni, contoh pneumokokus, meningokokus, clan
Haemophilusinfluenzae tipe b.
 Gabungan polisakarida ( Haemophillus influenzae tipe b dan pneumokokus)

2.1.4. Rantai Vaksin


Rantai vaksin adalah rangkaian proses penyimpanan dan transportasi vaksin dengan
menggunakan berbagai peralatan sesuai prosedur untuk menjamin kualitas vaksin sejak dari
pabrik sampai diberikan kepada pasien. Vaksin yang disimpan dan diangkut secara tidak
benar akan kehilangan potensinya. Secara umum semua vaksin sebaiknya disimpan dalam
suhu 2-8 °C dan tidak dalam keadaan beku.9
Secara umum vaksin terdiri dari vaksin hidup dan vaksin mati (inaktif) yang
mempunyai ketahanan dan stabilitas yang berbeda terhadap perbedaan suhu. Oleh karena itu,
harus diperhatikan syarat-syarat penyimpanan dan transportasi vaksin untuk menjamin
potensinya ketika diberikan kepada anak. Bila syarat-syarat tidak dipenuhi maka vaksin akan
kehilangan potensinya untuk merangsang kekebalan tubuh, bahkan bisa menimbulkan
kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) yang tidak diharapkan. Untuk menghindari hal-hal
yang tidak diinginkan dibutuhkan pemahaman mengenai ketahanan vaksin terhadap
perbedaan suhu dan pemahaman rantai vaksin (cold-chain). Selain itu perlu juga mengenali
kondisi vaksin yang sudah tidak dapat dipergunakan lagi, antara lain dari tanggal
kadaluwarsa, warna cairan, kejernihan, endapan, warna vaccine vial monitor (VVM),
kerusakan label, dan sisa vaksin yang sudah dilarutkan.9

6
2.1.5. Pemberian suntikan
Hampir semua jenis vaksin diberikan dengan rute intramuskular atau subkutan. Akan
tetapi, vaksin OPV dan BCG diberikan secara masing-masing per-oral dan intradermal. Agar
vaksin dapat berfungsi optimal, cara administrasi vaksin harus dilakukan dengan cermat.11.12
Vaksin yang diberikan secara intramuskular harus diberikan pada otot yang sehat dan
berkembang dengan baik, pada lokasi yang bebas dari risiko kerusakan lokal, neural,
vaskular, atau jaringan. Penyuntikan vaksin yang tidak benar dapat menyebabkan kegagalan
vaksin dan nodul atau benjolan pada tempat suntikan, dan reaksi lokal.Lokasi rekomendasi
untuk vaksin intramuskular adalah:10
1. M. vastuslateralis pada paha bagian luar untuk anak usia di bawah 15 bulan.
2. Untuk balita dan anak, m vastus lateralis dan m. deltoideus dapat digunakan –
pemilihannya didasarkan pada penialaian professional pemberi vaksin.
3. M. deltoideus pada anak yang lebih tua, remaja, dan dewasa.
Pada bayi dan anak usia kurang dari 15 bulan, m. deltoideus tidak menyediakan
tempat injeksi intramuskular yang baik karena letak n. radialis yang lebih superficial dan m.
deltoideus belum mampu untuk menyerap vaksin secara adekuat.10
Bayi berumur 6 bulan dan dibawahnya tidak perlu dipegang erat seperti balita. Pada
umur ini pegangan yang berlebihan meningkatkan rasa takut mereka sehingga otot mereka
menjadi kaku. Bayi dapat diletakkan telentang, atau setengah telentang pada pangkuan orang
tua atau pengasuhnya. Idealnya orangtua atau pengasuh harus diberitahu untuk memegang
bayi atau anak saat penyuntikan. Jika orang tua / pengasuh akan menolong memegang bayi
atau anak, pastikan bahwa mereka mengerti apa yang akan terjadi nanti. M. vastuslateralis
adalah otot yang besar, tebal dan berkembang baik pada bayi.10
Posisikan bayi telentang atau dipangkuan orang tua atau pengasuh dengan didasari
kain. Aduksi kaki yang terlipat dengan baik dan:10
1. Temukan trochantermayor.
2. Temukan condylusfemoralislateral.
3. Bagi daerah tersebut menjadi tiga bagian dan tarik garis imajiner dari batas bawah
menuju ke tengah dari batas atas (lihat adanya tonjolan disepanjang bagian bawah dari
fascialata).
4. Lokasi injeksi adalah pada garis imajiner, proksimal dari batas atas.
5. Imobilisasi tungkai tersebut.

7
Secara umum rekomendasi praktik terbaik adalah hanya membolehkan satu injeksi
per lokasi, meskipun dengan pengenalan vaksin baru dan kebutuhan akan proteksi, dua
injeksi pada satu otot dapat diperlukan. Hal ini dianggap aman dan dapat diterima, tetapi
teknik injeksi pemberi vaksin harus lebih tepat.10
Ketika dibutuhkan, dua vaksin dapat diberikan pada satu tungkai pada sekali
pertemuan. Paha bagian anterolateral lebih dipilih sebagai lokasi injeksi untuk penyuntikan
intramuskular simultan karena massa otot yang besar. Lokasi injeksi harus dipisah setidaknya
2-3 cm sehingga reaksi lokal tidak saling tumpang tindih.10
Pemberian vaksin multipel tidak boleh dicampur dalam satu syringe kecuali secara
spesifik terlisensi dan terlabel untuk pemberian dalam satu syringe. Satu jarum dan satu
syringe hanya boleh digunakan untuk satu vaksin.10
Jika pemberi vaksin dominan memakai tangan kanan, pemberian dua injeksi lebih
mudah diberikan pada paha kiri, sedangkan bila dominan memakai tangan kiri lebih mudah
diberikan pada paha kanan. Pemberian vaksin pada paha manapun yang dianggap pemberi
vaksin mudah dilakukan dapat memberikan penetrasi yang baik pada otot dan mengurangi
kerusakan jaringan.10
Pada penyuntikan untuk anak yang lebih tua atau dewasa dapat dipilih lokasi injeksi
di m. deltoideus. M. deltoideus berlokasi pada aspek lateral lengan atas. M. deltodieus harus
terekspos untuk menghindari risiko kerusakan n. radialis (sebuah injeksi pada pertemuan
antara sepertiga atas dan sepertiga tengah dari aspek lateral lengan dapat melukai saraf
tersebut).10
Volume yang diinjeksikan pada m. deltoideus tidak boleh melebihi 0,5 ml pada anak
dan 1,0 ml pada dewasa. Temukan lokasi injeksi yang tepat dengan cara:10
1. Temukan processusacromion.
2. Temukan tuberositas deltoid, segaris dengan axilla.
3. Gambar segitiga imajiner yang mengarah ke bawah dari acromnion.
Lokasi injeksi berada di tengah, atau satu sampai empat jari dari acromnion.

Tabel 2.1. Ukuran jarum penyuntikan vaksin sesuai usia dan lokasi penyuntikan.10
Umur Lokasi Ukuran dan Keterangan
panjang jarum

Injeksi intramuscular

8
Saat lahir Vastus lateralis 23-25 G x 16 mm

6 minggu Vastus lateralis 23- 25 G x 16 atau Pemilihan panjang


25 mm jarum didasarkan
pada penilaian
professional pemberi
vaksin

3-14 minggu Vastus lateralis 23-25 G x 25 mm Jarum 25 mm akan


memastikan deposisi
vaksin intramuskular
dalam.

15 bulan – 3 tahun Deltoid 23-25 G x 16 mm Lokasi vastus


(opsional) lateralis menjadi
pilihan pada anak
Vastus lateralis 23-25 G x 25 mm yang lebih kecil
ketika massa m.
deltoid masih kecil
dan penyuntikan
lebih dari satu kali
diperlukan.

3-7 tahun Deltoid 23-25 G x 16 mm Jarum 16 mm harus


cukup untuk
memberikan efek
deposisi
intramuskular dalam
pada kebanyakan
anak.

Anak yang lebih Deltoid 23-25 G x 16 mm Kebanyakan remaja


tua (7 tahun atau atau dan dewasa
lebih), remaja dan membutuhkan jarum
23-25 G x 25 mm
dewasa 25 mm untuk
memberikan efek

9
deposisi
intramuskular dalam.
Vastus lateralis 21-22 G x 38 mm
Catatan: jarum 21-23
G 38 mm dapat
diperlukan untuk
injeksi deltoid pada
laki-laki atau
perempuan obesitas.

Injeksi Subkutan

Injeksi subkutan Deltoid 25-26 G x 16 mm Sudut penyuntikan


adalah 30° dan
panjang jarum tidak
boleh lebih dari 16
mm.

2.1.6. Imunisasi Campak


Imunisasi campak diberikan pada usia 9 bulan dan dosis penguatan
(secondopportunity pada crash program campak) pada usia 24 bulan serta saat SD kelas 1.
Imunisasi campak sebaiknya diberikan pada bayi berusia 9 bulan. Imunisasi lanjutan atau
ulangan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk melengkapi imunisasi dasar pada bayi
yang diberikan kepada anak batita, dan anak usia sekolah. Bila anak terlambat mendapatkan
imunisasi campak, segera berikan kapan pun dan di bawa ke dokter, selama anak berusia 9-12
bulan. Namun, bila anak telah berusia lebih dari 1 tahun dapat memberikannya langsung
imunisasi MMR.Jika sudah diberi MMR usia 15 bulan, tidak perlu campak di usia 24 bulan.
Kegiatan imunisasi tambahan berupa (1) crash program ditujukan untuk wilayah yang
memerlukan intervensi secara cepat untuk mencegah terjadinya KLB, kriteria pemilihan
daerah yang akan dilakukan crash program adalah angka kematian bayi akibat PD3I tinggi,
infrastruktur kurang dan desa yang selama 3 tahun berturut-turut tidak mencapai UCI. Crash
program bisa dilakukan untuk satu atau lebih jenis imunisasi misalnya campak atau campak
terpadu dengan polio. (2) PIN merupakan kegiatan imunisasi yang dilaksanakan secara
serentak di suatu negara dalam waktu yang singkat dengan tujuan untuk memutuskan mata

10
rantai penyebaran suatu penyakit dan imunisasi yang diberikan pada PIN tanpa memandang
status imunisasi sebelumnya. Terkadang terdapat program PIN (Pekan Imunisasi Nasional)
campak yang bertujuan sebagai penguatan (strengthening). (3) Catch up Campaign campak
merupakan suatu upaya untuk memutuskan transmisi penularan virus campak pada anak usia
sekolah dasar. Kegiatan ini dilakukan dengan pemberian imunisasi campak secara serentak
pada anak sekolah dasar dan tanpa mempertimbangkan status imunisasi sebelumnya.
Pemberian imunisasi campak pada waktu catch up campaign campak di samping untuk
memutuskan rantai penularan juga berguna sebagai booster atau imunisasi ulangan (dosis
kedua)10,11

2.2. Penyakit Campak


2.2.1. Pengertian Penyakit Campak
Campak adalah suatu infeksi virus yang sangat menular, yang ditandai dengan demam,
lemas, batuk, konjungtivitis (peradangan selaput ikat mata/konjungtiva) dan bintik merah di
kulit (ruam kulit). Virus ini terdapat dalam darah dan sekret (cairan) nasofaring (jaringan
antara tenggorokan dan hidung) pada masa gejala awal (prodromal) hingga 24 jam setelah
timbulnya bercak merah di kulit dan selaput lendir.Cara penularan melalui droplet dan kontak,
yakni karena menghirup percikan ludah (droplet) dari hidung, mulut maupun tenggorokan
penderita morbili/campak. Artinya, seseorang dapat tertular campak bila menghirup virus
morbili, bisa di tempat umum, di kendaraan atau di mana saja. Penderita bisa menularkan
infeksi ini dalam waktu 2-4 hari sebelum rimbulnya ruam kulit dan selama ruam kulit ada.
Masa inkubasi adalah 10-14 hari sebelum gejala muncul.12,13
Sebelum vaksinasi campak digunakan secara meluas, wabah campak terjadi setiap 2-3 tahun,
terutama pada anak-anak usia pra-sekolah dan anak-anak SD. Jika seseorang pernah
menderita campak, maka seumur hidupnya dia akan kebal terhadap penyakit ini. Kekebalan
terhadap campak diperoleh setelah vaksinasi, infeksi aktif dan kekebalan pasif pada seorang
bayi yang lahir ibu yang telah kebal (berlangsung selama 1 tahun).12

2.2.2. Epidemiologi
Penyakit ini terutama menyerang anak-anak usia 5-9 tahun. Dinegara berkembang
menyerang pada usia lebih muda daripada negara maju. Biasanya penyakit ini timbul pada
masa anak dan kemudian menyebabkan kekebalan seumur hidup. Bayi yang dilahirkan oleh
ibu yang pernah menderita morbili akan mendapatkan kekebalan secara pasif (melalui

11
plasenta) sampai umur 4-6 bulan dan setelah umur tersebut kekebalan akan mengurang
sehingga si bayi dapat menderita morbili. Bila si ibu belum pernah menderita menderita
morbili ketika ia hamil 1 atau 2 bulan, maka 50% kemungkinan akan mengalami abortus, bila
ia menderita morbili pada trimester pertama, kedua atau ketiga maka ia mungkin melahirkan
seorang anak dengan kelainan bawaan atau seorang anak dengan berat badan lahir rendah
atau lahir mati anak yang kemudian meninggal sebelum usia 1 tahun. 13

2.2.3. Penyebab
Campak, rubeola, atau measles adalah penyakit infeksi yang sangat mudah menular
atau infeksius sejak awal masa prodromal, yaitu kurang lebih 4 hari pertama sejak munculnya
ruam. Campak disebabkan oleh paramiksovirus ( virus campak). Penularan terjadi melalui
percikan ludah dari hidung, mulut maupun tenggorokan penderita campak (airbornedisease)
Masa inkubasi adalah 10-14 hari sebelum gejala muncul.12
Kekebalan terhadap campak diperoleh setelah vaksinasi, infeksi aktif dan kekebalan
pasif pada seorang bayi yang lahir ibu yang telah kebal (berlangsung selama 1 tahun). Orang-
orang yang rentan terhadap campak adalah: - bayi berumur lebih dari 1 tahun - bayi yang
tidak mendapatkan imunisasi - remaja dan dewasa muda yang belum mendapatkan imunisasi
kedua. Virus ini sangat sensitif terhadap panas dan dingin, sinar ultraviolet dan ether. 12

2.2.4. Gejala
Gejala mulai timbul dalam waktu 7-14 hari setelah terinfeksi, yaitu berupa: - Panas
badan - nyeri tenggorokan - hidung meler ( Coryza), batuk ( Cough ),Bercak Koplik, nyeri
otot, mata merah ( Conjuctivitis ) 2-4 hari kemudian muncul bintik putih kecil di mulut
bagian dalam (bintik Koplik). Ruam (kemerahan di kulit) yang terasa agak gatal muncul 3-5
hari setelah timbulnya gejala diatas. Ruam ini bisa berbentuk makula (ruam kemerahan yang
mendatar) maupun papula (ruam kemerahan yang menonjol).
Pada awalnya ruam tampak di wajah, yaitu di depan dan di bawah telinga serta di
leher sebelah samping. Dalam waktu 1-2 hari, ruam menyebar ke batang tubuh, lengan dan
tungkai, sedangkan ruam di wajah mulai memudar. 13
Pada puncak penyakit, penderita merasa sangat sakit, ruamnya meluas serta suhu
tubuhnya mencapai 40° Celsius. 3-5 hari kemudian suhu tubuhnya turun, penderita mulai
merasa baik dan ruam yang tersisa segera menghilang. Demam, kecapaian, pilek, batuk dan
mata yang radang dan merah selama beberapa hari diikuti dengan ruam jerawat merah yang
mulai pada muka dan merebak ke tubuh dan ada selama 4 hari hingga 2.2.5. Patofisiologi

12
Virus campak ditularkan lewat infeksi droplet lewat udara, menempel dan
berkembang biak pada epitel nasofaring. Tiga hari setelah invasi, replikasi dan kolonisasi
berlanjut pada kelenjar limfe regional dan terjadi viremia yang pertama. Virus menyebar pada
semua sistem retikuloendotelial dan menyusul viremia kedua setelah 5-7 hari dari infeksi
awal. Adanya giantcells dan proses keradangan merupakan dasar patologik ruam dan infiltrat
peribronchial paru. Juga terdapat udema, bendungan dan perdarahan yang tersebar pada otak.
Kolonisasi dan penyebaran pada epitel dan kulit menyebabkan batuk, pilek, mata merah (3 C:
coryza, cough and conjuctivitis) dan demam yang makin lama makin tinggi. Gejala panas,
batuk, pilek makin lama makin berat dan pada hari ke 10 sejak awal infeksi (pada hari
penderita kontak dengan sumber infeksi) mulai timbul ruam makulopapuler warna
kemerahan.Virus dapat berbiak juga pada susunan saraf pusat dan menimbulkan gejala klinik
encefalitis. Setelah masa konvelesen pada turun dan hipervaskularisasi mereda dan
menyebabkan ruam menjadi makin gelap, berubah menjadi desquamasi dan hiperpigmentasi.
Proses ini disebabkan karena pada awalnya terdapat perdarahan perivaskuler dan infiltrasi
limfosit. 13
Manusia merupakan satu-satunya inang alamiah untuk virus campak, walaupun
banyak spesies lain, termasuk kera, anjing, tikus, dapat terinfeksi secara percobaan. Virus
masuk ke dalam tubuh melalui system pernafasan, dimana mereka membelah diri secara
setempat; kemudian infeksi menyebar ke jaringan limfoid regional, dimana terjadi
pembelahan diri selanjutnya. Viremia primer menyebabkan virus, yang kemudian bereplikasi
dalam system retikuloendotelial. Akhirnya, viremia sekunder bersemai pada permukaan epitel
tubuh, termasuk kulit, saluran pernafasan, dan konjungtiva, dimana terjadi replikaksi fokal.
Campak dapat bereplikasi dalam limfosit tertentu, yang membantu penyebarannya di seluruh
tubuh. Sel datia berinti banyak dengan inklusi intranuklir ditemukan dalam jaringan limfoid
di seluruh tubuh (limfonodus, tonsil, apendiks).14
Peristiwa tersebut di atas terjadi selama masa inkubasi, yang secara khas berlangsung
9- 11 hari tetapi dapat diperpanjang hingga 3 minggu pada orang yang lebih tua. Mula timbul
penyakit biasanya mendadak dan ditandai dengan koriza (pilek), batuk, konjungtivitis,
demam, dan bercak koplik dalam mulut. Bercak koplik-patognomonik untuk campak-
merupakan ulkus kecil, putih kebiruan pada mukosa mulut, berlawanan dengan molar bawah.
Bercak ini mengandung sel datia, antigen virus, dan nukleokapsid virus yang dapat dikenali.14
Selama fase prodromal, yang berlangsung 2- 14 hari, virus ditemukan dalam air mata,
sekresi hidung dan tenggorokan, urin, dan darah. Ruam makulopopuler yang khas timbul
setelah 14 hari tepat saat antibodi yang beredar dapat dideteksi, viremia hilang, dan demam

13
turun. Ruam timbul sebagai hasil interaksi sel T imun dengan sel terinfeksi virus dalam
pembuluh darah kecil dan berlangsung sekitar seminggu. Pada pasien dengan cacat imunitas
berperantara sel, tidak timbul ruam. 14
Keterlibatan sistem saraf pusat lazim terjadi pada campak. Ensefalitis simptomatik
timbul pada sekitar 1:1000 kasus. Karena virus penular jarang ditemukan di otak, maka
diduga reaksi autoimun merupakan mekanisme yang menyebabkan komplikasi ini. 14
Sebaliknya, ensefalitis menular yang progresif akut dapat timbul pada pasien dengan
cacat imunitas berperantara sel. Ditemukan virus yang bereplikasi secara katif dalam otakdan
hal ini biasanya bentuk fatal dari penyakit. 14
Komplikasi lanjut yang jarang dari campak adalah peneesefalitis sklerotikkans
subakut. Penyakit fatal ini timbul bertahun- tahun setelah infeksi campak awal dan
disebabkan oleh virus yang masih menetap dalam tubuh setelah infeksi campak akut. Jumlah
antigen campak yang besar ditemukan dalam badan inklusi pada sel otak yang terinfeksi,
tetapi paartikel virus tidak menjadi matang. Replikasi virus yang cacat adalah akibat tidak
adanya pembentukan satu atau lebih produk gen virus, sering kali protein matriks. Tidak
diketahui mekanisme apa yang bertanggung jawab untuk pemilihan virus patogenik cacat
ini.14
Adanya virus campak intraseluler laten dalam sel otak pasien dengan panensefalitis
sklerotikans subakut menunjukkan kegagalan sistem imun untuk membasmi infeksi virus.
Ekspresi antigen virus pasa permukaan sel dimodulasi oleh penambahan antibodi campak
terhadap sel yang terinfeksi dengan virus campak. Dengan menngekspresikan lebih sedikit
antigen virus pada permukaan, sel- sel dapat menghindarkan diri agar tidak terbunuh oleh
reaksi sitotoksik berperantara sel atau berperantara antibodi tetapi dapat tetap
mempertahankan informasi genetik virus.14
Anak- anak yang diimunisasi dengan vaksi campak yang diinaktivasi kemudian
dipaparkan dengan virus campak alamiah, dapat mengalami sindroma yang disebut campak
atipik. Prosedur inaktivasi yang digunakan dalam produksi vaksin akan merusak
imunogenisitas protein F virus; walaupun vaksin mengembangkan respon antibodi yang baik
terhadap protein H, tanpa adanya infeksi antibodi F dapat dimulai dan virus dapat menyebar
dari sel ke sel melalui penyatuan. Keadaan ini akan cocok untuk reaksi patologik imun yang
dapat memperantarai campak atipik. Vaksin virus campak yang diinaktifkan tampak
digunakan lagi. 14

14
2.2.6. Mekanisme pertahanan tubuh
Respon imun non spesifik terhadap infeksi virus.
Secara jelas terlihat bahwa respon imun yang terjadi adalah timbulnya interferon dan
sel natural killer (NK) dan antibodi yang spesifik terhadap virus tersebut. Pengenalan dan
pemusnahan sel yang terinfeksi virus sebelum terjadi replikasi sangat bermanfaat bagi
pejamu. Permukaan sel yang terinfeksi virus mengalami modifikasi, terutama dalam struktur
karbohidrat, menyebabkan sel menjadi target sel NK. Sel NK mempunyai 2 jenis reseptor
permukaan. Reseptor pertama merupakan killeractivating reseptor, yang terikat pada
karbohidrat dan struktur lainnya yang di ekspresikan oleh semua sel. Reseptor lainnya adalah
killerinhibitory reseptor, yang mengenali molekul MHC kelas I dan mendominasi signal dari
reseptor aktivasi. Oleh karena itu, sensitifitas sel target tergantung pad ekspresi MHC kelas I.
sel yang sensitive atau terinfeksi mempunyai MHC kelas I yang rendah, namun sel yang tidak
terinfeksi dengan molekul MHC kelas I yang normal akan terlindungi dari sel NK. Produksi
IFN-alfa selama infeksi virus akan mengaktifasi sel NK dan meragulasi ekspresi MHC pada
sel terdekat sehingga menjadi resisten terhadap infeksi virus. Sel NK juga dapat berperan
15
dalam ADCC bila antibodi terhadap protein virus terikat pada sel yang terinfeksi. Oleh
karena itu 2 mekanisme utama respon nonspesifik terhadap virus, yaitu:
1. Infeksi virus secara langsung yang akan merangsang produksi IFN oleh sel- sel
terinfeksi; IFN berfungsi menghambat replikasi virus.
2. Sel NK mampu membunuh virus yang berada di dalam sel, walaupun virus
menghambat presentasi antigen dan ekspresi MHC kelas I. IFN tipe I akan
meningkatkan kemampuan sel NK untuk memusnahkan virus yang berada di dalam
sel. Selain itu, aktivasi komplemen dan fagositosis akan menghilangkan virus yang
dating dari ekstraseluler dan sirkulasi. 15

Respon imun spesifik terhadap infeksi virus


Mekanisme respons imun spesifik ada dua jenis yaitu respon imunitas humoral dan
selular. Respon imun spesifik ini mempunyai peranan penting, yaitu:
1. Menetralkan antigen virus dengan berbagai cara antara lain menghambat perlekatan
virus pada reseptor yang terdapat pada permukaan sel sehingga virus tidak dapat
menembus membrane sel, dan dengan cara mengaktifkan komplemen yang
menyebabkan agregasi virus sehingga mudah difagositosis.
2. Melawan virus sitopatik yang dilepaskan dari sel yang lisis. 15

15
Molekul antibodi dapat menetralisasi virus melalui berbagai cara. Antibodi dapat
menghambat kombinasi virus dengan reseptor pada sel, sehingga memecah penetrasi dan
multipikasi intraseluler, seperti pada virus influenza. Antibodi juga dapat menghancurkan
partikel virus bebas melalui aktifasi jalur klasik komplemen atau produksi agregasi,
meningkatkan fagositosis dan kematian intraseluler. 15
Kadar konsentrasi antibodi yang relative rendah juga dapat bermanfaat khususnya
pada infeksi virus yang mempunyai masa inkubasi lama, dengan melewati aliran darah
terlebih dahulu sebelum memasuki organ target, seperti virus poliomyelitis yang masuk
melalui saluran cerna, melalui aliran darah menuju ke sel otak. Di dalam darah, virus akan
dinetralisasi oelh antibodi spesifik dengan kadar yang rendah, member waktu tubuh untuk
membentuk respon imun sekunder sebelum virus mencapai organ target. 15
Infeksi virus lain seperti influenza dan commoncold, mmempunyai masa inkubsai
yang pendek, dan organ target virus sama dengan pintu masuk virus. Waktu yang dibutuhkan
respon antibodi primer untuk mencapai puncaknya menjadi terbatas, sehingga diperlukan
produksi cepat interferon untuk mengatasi infeksi virus tersebut. Antibodi berfungsi sebagai
bantuan tambahan pada faase lambat pada proses penyembuhan. Namun, kadar antibodidapat
meningkat pada cairan lokal yang terdapat dipermukaan yang terinfeksi, seperti mukosa nasal
dan paru. Pembentukan antibodi antiviral, khususnya IgA, secara local menjadi penting untuk
pencegahan infeksi berikutnya. Namun hal ini menjadi tidak bermanfaat apabila terjadi
perubahan antigen virus. 15
Virus menghindari antibodi dengan cara hidup intraseluler. Antibodi lokal atau
sistemik dapat menghambat penyebaran virus sitolitik yang dilepaskan dari sel penjamu yang
terbunuh, namun antibodi sendiri tidak dapat mengontrol virus yang melakukan budding dari
permukaan sel sebagai partikel infeksius yang dapat menyebarkan virus ke sel terdekat tanpa
terpapar oleh antibodi, oleh karena itu diperlukan imunitas seluler. 15
Respon imunitas sseluler juga merupakan respon yang penting terutama pada infeksi virus
non sitopatik. Respon ini melibatkan sel T sitostoksik yang bersifat protektif, sel NK, ADCC
dan interaksi dengan MHC kelas I sehingga menyebabkan kerusakan sel jaringan. Dalam
respon infeksi virus pada jaringan akan timbul IFN yang akan membantu terjadinya respon
imun yang bawaan dan didapat. Peran antivirus dari IFN cukup besar terutama IFN-alfa dan
IFN-beta. Kerja IFn sebagai antivirus adalah:
1. Meningkatkan ekspresi MHC kelas 1
2. Aktivasi sel NK dan makrofag
3. Menghambat replikasi virus

16
4. Menghambat penetrasi ke dalam sel atau budding virus dari sel yang terinfeksi.

Limfosit T dari pejamu yang telah tersensitisasi bersifat sitotoksik langsung pada sel
yang terinfeksi virus melalui pengenalan antigen pada permukaan sel target oleh reseptor
alfa- beta spesifik di limfosit. Semakin cepat sel T sitostosik menyerang virus, maka replikasi
dan penyebaran virus akan semakin cepat dihambat. 15
Sel yang terinfeksi mengekspresikan peptide antigen virus pada permukaan yang
terkait dengan MHC kelas I sesaat setelah virus masuk. Pemusnahan cepat sel yang terinfeksi
oleh sel T sitostosik alfa- beta mencegah multiplikasi virus. 15
Sel T yang terstimulasi oleh antigen virus akan melepaskan sitokin seperti IFN-
gamma dan kemokin makrofag atau monosit. Sitokin ini akan menarik fagosit mononuclear
dan teraktifasi untuk mengeluarkan TNF. Sitokinin TNF bersama IFN- gamma akan
menyebabkan sel menjadi vonpermissive, sehingga tidak terjadi replikasi virus yang masuk
melalui transfer intraseluller. Oleh karena itu, lokasi infeksi dikelilingi oleh lingkaran sel
yang resisten. Seperti halnya IFN- alfa, IFN- gamma meningkatkan sitotoksisitas sel NK
untuk sel yang terinfeksi. 15
Antibodi dapat menghambat sel T sitotoksik melalui reaksi dengan antigen
permukaan pada budding virus yang baru dimulai, sehingga dapat terjadi proses ADCC.
Antibodi juga berguna dalam mencegah reinfeksi.15
Beberapa virus dapat menginfeksi sel-sel sistem imun sehingga mengganggu
fungsinya dan mengakibatkan imunodepresi, misalnya virus polio, influenza, dan HIV atau
penyakit AIDS. Sebagian besar virus membatasi dir (selflimiting), namun sebagian lain
menyebabkan gejala klinik atau subklinik. Pengenalan sel target oleh sel T sitotooksik
spesifik virus dapat melisis sel target yang mengekspresikan peptide antigen yang homolog
dengan region berbeda dari virus yang sama atau bahkan dari virus yang berbeda. Aktivaasi
oleh virus kedua tersebut dapat menimbulkan memori dan imunitas spontan daari virus lain
setelah infeksi virus inisial dengan jenis silang.15

2.2.7. Pencegahan
Vaksin campak merupakan bagian dari imunisasi rutin pada anak-anak. Vaksin
biasanya diberikan dalam bentuk kombinasi dengan gondongan dan campak Jerman (vaksin
MMR/mumps, measles, rubella), disuntikkan pada otot paha atau lengan atas. Jika hanya
mengandung campak, vaksin dibeirkan pada umur 9 bulan. Dalam bentuk MMR, dosis
pertama diberikan pada usia 12-15 bulan, dosis kedua diberikan pada usia 4-6 tahun. Selain

17
itu penderita juga harus disarankan untuk istirahat minimal 10 hari dan makan makanan yang
bergizi agar kekebalan tubuh meningkat.Tahapan pemberantasan campak14,15
Pemberantasan campak meliputi beberapa tahapan, dengan kriteria pada tiap tahap
yang berbeda-beda.
a. Tahap Reduksi.
Tahap reduksi campak dibagi dalam 2 tahap: Tahap pengendalian campak. Pada tahap
ini terjadi penurunan kasus dan kematian, cakupan imunisasi >80%, dan interval
terjadinya KLB berkisar antara 4 – 8 tahun. Tahap pencegahan KLB. Pada tahun ini
cakupan imunisasi dapat dipertahankan tinggi dan merata, terjadi penurunan tajam
kasus dan kematian, dan interval terjadinya KLB relative lebih panjang.
b. Tahap Eliminasi
Pada tahap eliminasi, cakupan imunisasi sudah sangat tinggi (>95%), dan daerah-
daerah dengan cakupan imunisasi rendah sudah sangat kecil jumlahnya. Kasus
campak sudah jarang dan KLB hampir tidak pernah ternadi. Anak-anak yang dicurigai
tidak terlindung (susceptible) harus diselidiki dan mendapat imunisasi tambahan.
c. Tahap Eradikasi
Cakupan imunisasi tinggi dan merata, dan kasus campak sudah tidak ditemukan.
Transmisi virus sudah dapat diputuskan, dan negara-negara di dunia sudah memasuki
tahap eliminasi. Pada TCG Meeting, Dakka, 1999, menetapkan Indonesia berada pada
tahap reduksi dengan pencegahan terjadinya KLB. 16

2.2.8. Penatalaksanaan
Pengobatan bersifat suportif, terdiri dari:
Pemberian cairan yang cukup
- Kalori yang sesuai dan jenis makanan yang disesuaikan dengan tingkat kesadaran dan
adanya komplikasi
- Suplemen nutrisi
- Antibiotik diberikan apabila terjadi infeksi sekunder
- Anti konvulsi apabila terjadi kejang
- Pemberian vitamin A.
- Indikasi rawat inap: hiperpireksia (suhu > 39,00 C), dehidrasi, kejang, asupan oral
sulit, atau adanya komplikasi.
- Campak tanpa komplikasi:
Hindari penularan
18
Tirah baring di tempat tidur
Vitamin A 100.000 IU, apabila disetai malnutrisi dilanjutkan 1500 IU tiap hari
- Diet makanan cukup cairan, kalori yang memadai. Jenis makanan disesuaikan dengan
tingkat kesadaran pasien dan ada tidaknya komplikasi
- Campak dengan komplikasi:
Ensefalopati/ensefalitis
Antibiotika bila diperlukan, antivirus dan lainya sesuai dengan PDT ensefalitis
Kortikosteroid, bila diperlukan sesuai dengan PDT ensefalitis
- Kebutuhan jumlah cairan disesuaikan dengan kebutuhan serta koreksi terhadap
gangguan elektrolit
- Bronkopneumonia:
Antibiotika sesuai dengan PDT pneumonia
Oksigen nasal atau dengan masker
Koreksi gangguan keseimbangan asam-basa, gas darah dan elektrolit
- Enteritis: koreksi dehidrasi sesuai derajat dehidrasi (lihat Bab enteritis dehidrasi).
- Pada kasus campak dengan komplikasi bronkhopneumonia dan gizi kurang perlu
dipantau terhadap adanya infeksi TB laten. Pantau gejala klinis serta lakukan uji
Tuberkulin setelah 1-3 bulan penyembuhan.Pantau keadaan gizi untuk gizi
kurang/buruk.13-16

2.2.9. Komplikasi
Pada anak yang sehat dan gizinya cukup, campak jarang berakibat serius. Beberapa
komplikasi yang bisa menyertai campak
1. Infeksi bakteri : Pneumonia dan Infeksi telinga tengah
2. Kadang terjadi trombositopenia (penurunan jumlah trombosit), sehingga pendeita
mudah memar dan mudah mengalami perdarahan
3. Ensefalitis (inteksi otak) terjadi pada 1 dari 1,000-2.000 kasus.16

2.3. Konsep Dasar Pengetahuan


Pengetahuan ialah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera
manusia yaitu : indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang. Menurut
19
Rogers, sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), dalam diri orang
tersebut terjadi proses yang berurutan, yang disebut AIETA, yaitu:4,6
a. Awareness (kesadaran), di mana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui
terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini sikap subjek
sudah mulai timbul.
c. Evaluation (menimbang – nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi
dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
d. Trial, di mana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang
dikehendaki oleh stimulus.
e. Adaption, di mana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus

Menurut Lukman ada beberapa faktor yang memperngaruhi pengetahuan, yaitu:4


- Umur
Semakin tua umur seseorang maka proses – proses perkembangan mentalnya
bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu, bertambahnya proses perkembangan
mental ini tidak secepat ketika berumur belasan tahun. Selain itu, Abu Ahmadi (2001),
juga mengemukakan bahwa daya ingat seseorang itu salah satunya dipengaruhi oleh
umur. Dari uraian ini maka dapat disimpulkan bahwa bertambahnya umur dapat
berpengaruh pada pertambahan pengetahuan yang diperolehnya, akan tetapi pada
umur – umur tertentu atau menjelang usia lanjut kemampuan penerimaan atau
mengingat suatu pengetahuan akan berkurang. Menurut Depkes RI, pembagian
kategori umur, yaitu :17
 Masa balita : 0 – 5 tahun,
 Masa kanak – kanak : 5 – 11 tahun
 Masa remaja awal : 12 – 16 tahun,
 Masa remaja akhir : 17 – 25 tahun,
 Masa dewasa awal : 26 – 35 tahun,
 Masa dewasa akhir : 36 – 45 tahun,
 Masa lansia awal : 46 – 55 tahun,
 Masa lansia akhir : 56 – 65 tahun,
 Masa manula : 65 – sampai atas

20
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Irawati tentang faktor
karakteristik ibu yang berhubungan dengan ketepatan imunisasi campak di Pasuruan,
didapatkan bahwa hampir setengahnya responden berusia 20 - 30 tahun, yaitu 27,08%.
Disini bisa kita lihat bahwa pada usia 20 - 30 tahun, maka ibu sudah berada pada
tahap perkembangan yang dewasa. Pada fase dewasa tugas perkembangannya adalah
untuk saling ketergantungan dan tanggung jawab terhadap orang lain serta menjadi
pribadi yang lebih matang. Namun hal tersebut bertentangan dengan kenyataan yang
ada. Bahwa seharusnya seseorang yang sudah memasuki fase dewasa memiliki
tingkat pengetahuan yang baik. Hal ini mungkin disebabkan karena seseorang itu baru
belajar untuk mulai saling ketergantungan sehingga kematangan dalam berfikir belum
bisa maksimal. Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada
aspek fisik dan psikologi (mental). Pertumbuhan pada fisik secara garis besar ada
empat kategori perubahan pertama, perubahan ukuran, kedua perubahan proporsi,
ketiga hilangnya ciri ciri lama, ke empat timbulnya ciri ciri baru. Ini akibat
pematangan fungsi organ. Pada aspek psikologi atau mental taraf berfikir seseorang
makin matang.4

- Intelegensi
Intelegensi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk belajar dan berpikir abstrak
guna menyesuaikan diri secara mental dalam situasi baru. Intelegensi merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi hasil dari proses belajar. Intelegensi bagi
seseorang merupakan salah satu modal untuk berpikir dan mengolah berbagai
informasi secara terarah sehingga ia menguasai lingkungan. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa perbedaan intelegensi dari seseorang akan berpengaruh pula
terhadap tingkat pengetahuan.4,6

- Lingkungan
Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang.
Lingkungan memberikan pengaruh pertama bagi seseorang, di mana seseorang dapat
mempelajari hal – hal yang baik dan juga hal – hal yang buruk tergantung pada sifat
kelompoknya. Dalam lingkungan seseorang akan memperoleh pengalaman yang akan
berpengaruh pada cara berpikir seseorang.4

21
- Sosial budaya
Sosial budaya mempunyai pengaruh pada pengetahuan seseorang. Seseorang
memperoleh suatu kebudayaan dalam hubungannya dengan orang lain, karena
hubungan ini seseorang mengalami suatu proses belajar dan memperoleh suatu
pengetahuan.4,6

- Pendidikan
Pendidikan adalah suatu kegiatan atau proses pembelajaran untuk mengembangkan
atau meningkatkan kemampuan tertentu sehingga sasaran pendidikan itu dapat berdiri
sendiri. Tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah atau tidaknya seseorang
menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh, pada umumnya semakin
tinggi pendidikan seseorang makin baik pula pengetahuannya.4,6,18

- Informasi
Informasi akan memberikan pengaruh pada pengetahuan seseorang. Meskipun
seseorang memiliki pendidikan yang rendah tetapi jika ia mendapatkan informasi
yang baik dari berbagai media misalnya televisi, radio atau surat kabar, maka hal itu
akan dapat meningkatkan pengetahuan seseorang.4,6

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang


menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari subjek penelitian atau responden.
Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan
tingkatan-tingkatan diatas Pengukuran pengetahuan penulis menggunakan pengkategorian
menurut Machfoedz, yaitu baik (subjek mampu menjawab dengan benar 76-100% dari
seluruh pernyataan), cukup (subjek mampu menjawab dengan benar 56-75% dari seluruh
pernyataan), dan kurang (subjek mampu menjawab dengan benar <56% dari seluruh
pernyataan).4

Dari hasil penelitian tentang hubungan pengetahuan dan sikap ibu tentang ketepatan
imunisasi ulang DPT di Desa Krajankulon Wilayah Puskesmas Kaliwungu yang dilakukan
oleh Ficky Dian Sandiarta, menunjukkan bahwa pengetahuan dapat berhubungan dengan
tindakan yang akan dilakukan seseorang untuk mengambil keputusan. Selain itu pada
umumnya pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dimana semakin
tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin baik pula informasi yang diterima dan mudah

22
menerima berbagai informasi yang diberikan. Sesuai dengan hasil penelitian, responden
berpengetahuan baik dengan melakukan imunisasi ulang dengan tepat.6

2.3.2. Konsep Dasar Pendidikan


Pendidikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu proses perubahan sikap dan
tata laku sesorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui
upaya pengajaran dan pelatihan. Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia pasal 1
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional, pengertian pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.18

Menurut Basrowi pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia


unuk pembangunan. Tingginya rata-rata tingkat pendidikan masyarakat sangat penting bagi
kesiapan bangsa menghadapi tantangan global di masa depan. Tingkat pendidikan yang lebih
tinggi akan memudahkan sesorang atau masyarakat untuk menyerap informasi dan
mengimplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari, khususnya dalam hal
kesehatan. Tingkat pendidikan formal membentuk nilai bagi seseorang terutama dalam
menerima hal baru. Tingkat pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan
berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai dan kemauan yang
dikembangkan. Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku
hidup sehat. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan sesorang atau
masyarakat untuk menyerap informasi dan mengimplementasikannya dalam perilaku dan
gaya hidup sehari-hari, khususnya dalam hal kesehatan. Pendidikan formal membentuk nilai
bagi seseorang terutama dalam menerima hal baru. Tingkatan pendidikan dibedakan
berdasarkan:18
1. Pendidikan dasar selama 9 tahun meliputi SD/sederajat, SLTP/sederajat.
2. Pendidikan lanjut
a. Pendidikan menengah minimal 3 tahun meliputi SMA atau sederajat
b. Pendidikan tinggi meliputi diploma, sarjana, magister, doktor dan sepesialis yang
diselenggarakan oleh perguruan tinggi.

23
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Irawati tentang faktor karakteristik ibu yang
berhubungan dengan ketepatan imunisasi campak di Pasuruan, menunjukkan bahwa hampir
setengahnya responden berpendidikan SD 29,16%. Pada hasil penelitian ini ditemukan bahwa
masih banyak ibu yang memiliki pendidikan SD yang berpengetahuan kurang, sehingga
diperlukan informasi dan penyuluhan dari tenagakesehatan secara bertahap untuk dapat
meningkatkan pengetahuan tentang imunisasi Campak. Pendidikan memegang peranan
penting dalam mengukur tingkat pengetahuan seseorang, semakin rendah tingkat pendidikan
seseorang maka semakin kurang pengetahuan yang di milikinya.Pendidikan adalah
bimbingan yang di berikan seseorang kepada orang lain terhadap suatu hal agar mereka
memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah
pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang
dimilikinya. Sebaliknya jika seseorang tingkat pendidikanya rendah, akan menghambat
perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan, informasi dan nilai nilai yang baru
diperkenalkan.4

2.3.3. Konsep Dasar Dukungan Keluarga


Dukungan keluarga adalah keberatan, kesedihan, kepedulian dari orang-orang yang dapat
diandalkan, menghargai dan menyayangi kita. Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan
penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit. Anggota keluarga memandang bahwa
orang bersifat mendukung selalu siap member pertolongan dan bantuan jika diperlukan.
Bentuk dukungan keluarga adalah sebagai berikut:19
a. Dukungan Emosional (Emosional Support)
Keluarga sebagai sebuah tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan
serta membantu penguasaan terhadap emosi. Meliputi ungkapan empati, kepedulian dan
perhatian terhadap anggota keluarga (misalnya: umpan balik, penegasan).19
b. Dukungan Penghargaan (Apprasial Assistance)
Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik, membimbing dan menengahi
pemecahan masalah dan sebagai sumber dan validator identitas anggota. Terjadi lewat
ungkapan hormat (penghargan) positif, persetujuan dengan gagasan atau perasaan
individu dan perbandingan positif seperti orang-orang yang kurang mampu atau lebih
buruk keadaannya (menambah harga diri).19
c. Dukungan Materi (Tangibile Assistance)

24
Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit, mencakup bantuan
langsung seperti dalam bentuk uang, peralatan, waktu, modifikasi lingkungan maupun
menolong dengan pekerjaan waktu mengalami stress.19
d. Dukungan Informasi (informasi support)
Keluarga berfungsi sebagai sebuah koletor dan disse minator (penyebar) informasi
tentang dunia, mencakup memberi nasehat petunjuk-petunjuk, saran atau umpan balik.
Bentuk dukungan keluarga yang diberikan oleh keluarga adalah dorongan semangat,
pemberian nasehat atau mengawasi tentang pola makan sehari-hari dan pengobatan.
Dukungan keluarga juga merupakan perasaan individu yang mendapat perhatian,
disenangi, dihargai dan termasuk bagian dari masyarakat.19

Dari penelitian tentang Hubungan antara dukungan keluarga dengan ketepatan waktu
ibu dalam pemberian imunisasi campak pada bayi di Kecamatan Cicendo Wilayah Kerja UPT
Puskesmas Pasirkaliki Kota Bandung, didapatkan bahwa dari 33 orang ibu yang tidak tepat
waktu dalam pemberian imunisasi campak, lebih dari setengahnya sebanyak 54,5% memiliki
dukungan keluarga yang kurang. Dan dari 53 orang ibu yang tepat waktu dalam pemberian
imunisasi campak, lebih dari setengahnya sebanyak 38 orang(71,7%) memiliki dukungan
keluarga yang baik. Dari hasil analisis chi square, diperoleh p-value sebesar 0,027 < 0,05. Hal
ini menunjukan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga dengan
ketepatan waktu ibu dalam pemberian imunisasi campak pada bayi di Kecamatan Cicendo
Wilayah Kerja UPT Puskesmas Pasirkaliki Kota Bandung. Tingginya dukungan keluarga
terutama suami terhadap ketepatan waktu pemberian imunisasi campak di Kecamatan
Cicendo menunjukan bahwa dukungan keluarga terutama suami dalam melakukan suatu
tindakan sangat berperan.Dukungan suami memegang peranan penting untuk memebentuk
suatu kepatuhan dalam diri ibu karena dengan adanya dukungan membuat keadaan dalam diri
ibu muncul, terarah dan mempertahankan perilaku untuk patuh dalam pemberian imunisasi
campak sesuai dengan umur yang telah ditentukan.19

2.3.4. Status Sosial-Ekonomi


Status adalah posisi dalam suatu hirarki atau suatu wadah bagi hak dan kewajiban, atau
aspek statis dari peranan, atau prestise yang dikaitkan dengan suatu posisi, atau jumlah
peranan ideal dari seseorang. Sedangkan, status sosial-ekonomi adalah suatu kedudukan yang
diatur secara sosial dan menempatkan seseorang pada posisi tertentu di dalam struktur sosial
masyarakat; pemberian posisi ini disertai pula dengan seperangkat hak dan kewajiban ang

25
harus dimainkan oleh si pembawa status. Pengukuran status sosial-ekonomi seseorang
biasanya menggunakan pendidikan, pekerjaan, penghasilan, dan kekayaan yang
dimilikinya.20,21

Tabel 2.2. Pengukuran Status Sosial-Ekonomi20

Hal ini sesuai dengan hasil peneitian C.S. Whinie Lestari, Emiliana Tjitra, dan
Sandjaja pada tahun 2007 yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara
status sosial ekonomi dengan pencapaian imunisasi ulang campak. Jadi status ekonomi
dengan pembagian per kuintil secara nasional kurang tepat digunakan untuk menggambarkan
kelengkapan status imunisasi uang campak.

2.3.5. Status Pekerjaan


Status pekerjaan adalah kedudukan seseorang dalam pekerjaan. Pekerjaan adalah
bentuk usaha yang dilakukan perseorangan untuk mendapatkan bayaran upah atau imbalan
dalam bentuk lain. Bekerja adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan seseorang dengan
maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan. Mengurus
rumah tangga adalah mereka yang mengurus rumah tangga tanpa mendapatkan upah,
misalnya ibu rumah tangga tau anak yang membantu mengurus rumah tangga.22,23

Menurut penelitian tentang hubungan pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu dalam
pemberian imunisasi di Kota Banjarmasin yang dilakukan oleh Ahmad Rizani, Mohammad
Hakimi, Djauhar Ismailbahwa ibu bekerja mempunyai risiko 2,32 kali untuk
mengimunisasikan bayinya dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja. Ibu yang bekerja
akan memiliki perilaku yang lebih baik dibandingkan dengan yang tidak bekerja hal ini
disebabkan ibu yang bekerja lebih banyak untukmendapatkan informasi penyakit dan manfaat
dari imunisasi.23

26
Kerangka Teori

Tersering
anak 5-9
tahun

Gejala: 3C
DASAR
IMUNISASI
Komplikasi

ULANGAN CAMPAK

Penatalaksanaan
Paramixovirus + Pencegahan

Pengetahuan Dukungan
Ibu Keluarga
Pencapaian
Imunisasi
Umur ibu Campak Status Sosial
Ekonomi

Tingkat
Status
Pendidikan Ibu
Pekerjaan Ibu

27
Kerangka Konsep

Usia Ibu

Dukungan Status
Keluarga Pekerjaan Ibu

Pencapaian
Imunisasi
Ulang
Campak
Tingkat
Status Sosial-
Pendidikan
Ekonomi
Ibu

Tingkat
Pengetahuan
Ibu

28
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Desain penelitian yang digunakan adalah studi deskriptif analitik dengan pendekatan
cross-sectional atau potong-lintangmengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan
pencapaian imunisasi ulang campak.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Kelurahan Tanjung Duren Utara, Kecamatan
Grogol Petamburan, Jakarta Barat pada bulan September 2016.

3.3 Populasi
3.3.1 Populasi target: semua anak kelas I SDyang mendapat imunisasi ulang
campak.
3.3.2 Populasi terjangkau: semua anak kelas I SDyang mendapat imunisasi ulang
campak di sekolah-sekolah terjaring oleh Puskesmas Kelurahan Tanjung Duren
Utarayang mendapat imunisasi ulang campak pada bulan September 2016.

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi


3.4.1 Kriteria Inklusi
 Ibu dari anak kelas I SD di sekolah yang terjaring Puskesmas Kelurahan
Tanjung Duren Utara pada bulan September 2016.
 Ibu dari anak kelas I SD yang telah mendapat imunisasi campak yang
pertama.
 Ibu yang bersedia menjadi responden.

3.4.2 Kriteria Eksklusi


 Ibu yang tidak bisa membaca dan menulis

3.5 Sampel
3.5.1 Besar Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang ingin diteliti. Penelitian dilakukan terhadap
semua anak kelas I SD di sekolah-sekolah terjaring PuskesmasKelurahanTanjung

29
Duren Utara pada bulan September 2016. Besar sampel ditentukan melalui rumus
seperti di bawah maka, didapatkan besar sampel penelitian sebagai berikut:

(𝐙∝ )²𝐩.𝐪
N1 = 𝐋²

N2 = N1 + (10%.N1)

N1 = jumlah sampel minimal


N2 = jumlah sampel ditambah substitusi 10% (substitusi adalah persen subjek
penelitian yang mungkin keluar atau drop out)
Zα = nilai konversi pada tabel kurva normal, dengan nilai α = 5% didapatkan Zα
pada kurva normal = 1,96
p = Proporsi variabel yang ingin diteliti:
q = 100% - p = 100% - 53,5% = 46,5%= 0,465
L = Derajat kesalahan yang masih diterima adalah 10% = 0,1

Berdasarkan jurnal yang berjudul “Faktor Karakteristik Ibu yang Berhubungan dengan
Ketepatan Imunisasi Campak di Pasuruan” oleh Irawati didapatkan proporsi usia ibu
sebesar 0,375 dan proporsi tingkat pendidikan sebesar 0,375.4

Berdasarkan jurnal yang berjudul “Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu tentang dengan
Ketepatan Imunisasi Ulang DPT di Desa Krajankulon Wilayah Puskesmas Kaliwungu”
oleh Ficky Dian Sandiarta didapatkan proporsi pengetahuan ibu sebesar 0,55.6

Berdasarkan jurnal yang berjudul “Hubungan Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Ibu
dalam pemberian imunisasi di Kota Banjarmasin” oleh Ahmad Rizani, Mohammad
Hakimi, Djauhar Ismail didapatkan proporsi status pekerjaanibu sebesar 0,364.23

Berdasarkan jurnal yang berjudul “Hubungan Pengetahuan dan Dukungan Keluarga


dengan Ketepatan Waktu Pemberian Imunisasi Campak di Pasir Kaliki Bandung” oleh
Eva Supriatin didapatkan proporsi dukungan keluarga sebesar 0,61.19

Berdasarkan jurnal yang berjudul “Pengaruh Akses ke Fasilitas Kesehatan Terhadap


Kelengkapan Imunisasi (Analisis Riskesdas 2013)” olehOlwin Nainggolan, Dwi Hapsari,
Leli Indrawatydidapatkan proporsi status sosial-ekonomi sebesar 0,55.21

30
N1 usia ibu : 90,04 N1 tingkat pengetahuan ibu : 95,07

N1 tingkat pendidikan ibu : 90,04 N1 status pekerjaan ibu : 88,93

N1 dukungan keluarga : 91,39 N1 status sosial-ekonomi :95,07

Untuk menjaga kemungkinan adanya subjek penelitian yang drop out, maka dihitung :
N2 = N1 + (10% . N1)
= 95,07 + (0,1 x 95,07)
= 95,69 + 9,507
= 104,577  Dibulatkan menjadi 105 subjek penelitian.
Jadi, jumlah sampel yang dibutuhkan adalah 105 orang.

3.1.1 Teknik Pengambilan Sampel


Pengambilan sampel dalam penelitian menggunakan metode probability sampling
dengan cara melakukan stratified random sampling di 5 sekolah terjaring Puskesmas
Kelurahan Tanjung Duren Utara pada bulan September 2016.

3.2 Variabel
Dalam penelitian ini digunakan variabel dependen (terikat) dan variabel independen
(tidak terikat).
3.2.1 Variabel Dependen
Variabel dependen pada penelitian ini berupa pencapaian imunisasi ulang campak.

3.2.2 Variabel Independen


Variabel independen pada penelitian ini berupa usia ibu,tingkat pengetahuan ibu, tingkat
pendidikan ibu, status pekerjaan ibu, dukungan keluarga, dan status sosial-ekonomi

3.3 Cara Kerja


 Mengumpulkan bahan ilmiah dan merencanakan desain penelitian.
 Menentukan jumlah sampel minimal.
 Menyusun kuesioner untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu.

31
 Menghubungi Kepala Puskesmas Tanjung Duren Utarayang menjadi daerah
penelitian untuk melaporkan tujuan diadakannya penelitian tersebut.
 Menentukan jumlah sampel minimal yaitu 105 orang ibu yang memiliki anak kelas I
SD di sekolah-sekolah terjaring Puskesmas KelurahanTanjung Duren Utarapada
bulan September 2016.
 Melakukan pengumpulan data sekunder tentang program BIAS Campak bulan
September 2016 yang didapatkan dari Puskesmas Kelurahan Tanjung Duren Utara.
 Melakukan pengumpulan data primer yang didapatkan melalui pengisian kuisioner.
 Melakukan editing, verifikasi, koding, dan tabulasi terhadap data primer milik
responden yang sudah dikumpulkan.
 Melakukan pengolahan, analisis, dan interpretasi data dengan program
ComputerStatistical Package for Social Science version 16 (SPSS).
 Penulisan laporan penelitian.
 Pelaporan penelitian.

3.4 Sumber Data


Sumber data terdiri dari data primer yang diambil melalui pengisian kuisioner oleh
responden dan data sekunder dari daftar nama anak kelas I SD pada sekolah yang
mengikuti program BIAS (Bulan Imunisasi Anak Sekolah) Campak pada periode Agustus
2016 yang didapatkan dari Puskesmas Kelurahan Tanjung Duren Utara.

3.5 Definisi Operasional


3.5.1 Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah seluruh Ibu dari anak kelas satu I SD yang terjaring
di Puskesmas Tanjung Duren Utara yang memenuhi kriteria inklusi dan
kriteria eksklusi.

3.5.2 Imunisasi ulang campak


3.5.2.1 Definisi : imunisasi ulang campak adalah kegiatan yang bertujuan untuk
melengkapi imunisasi dasar campak yang diberikan kepada anak kelas I SD
yang sebelumnya telah mendapat imunisasi campak dasar pada saat anak
berusia 9 bulan dan 2 tahun.10,11
3.5.2.2 Alat ukur : Kuisioner

32
3.5.2.3 Cara ukur : Responden mengisi kuisioner pada kolom status imunisasi
ulang campak yang telah tersedia pada kuisioner. Dikatakan anak sudah
mendapat imunisasi ulang campak apabila responden mempunyai anak kelas I
SD yang sudah mendapat imunisasi ulang campak; dikatakan anak tidak
mendapat imunisasi ulang campak apabila responden mempunyai anak kelas I
SD yang tidak mendapat imunisasi ulang campak pada usia tersebut.
3.1.1.1 Hasil ukur : Mendapat imunisasi ulang campak dan tidak mendapat
imunisasi ulang campak
3.1.1.2 Skala ukur : Kategorik – Nominal
Kategori Koding

Tidak mendapat imunisasi ulang 0


campak

Mendapat imunisasi ulang campak 1

3.5.3 Tingkat Pengetahuan Ibu

3.5.3.1 Definisi : Pengetahuanmerupakan hasil “tahu” dan ini terjadi


setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu, indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.4,6
3.5.3.2 Alat ukur : Kuisioner
3.5.3.3 Cara ukur : Responden mengisi kuisioner pada bagian
pengetahuan jika responden mampu menjawab dengan benar ≥4 pertanyaan
maka tingkat pengetahuan responden dikatakan baik. Bila responden mampu
menjawab 2 sampai 3 pertanyaan dengan benar maka tingkat pengetahuan
responden dikatakan cukup. Bila responden mampu menjawab < 2 pertanyaan
dengan benar maka tingkat pengetahuan responden dikatakan kurang.
3.5.3.4 Hasil ukur :
- Baik
- Cukup
- Kurang

33
Pertanyaan tentang tingkat pengetahuan ibu :

1. Penyakit campak merupakan penyakit jenis apa?


a. Penyakit menular (BENAR)
b. Penyakit tidak menular
c. Penyakit kulit
d. Penyakit mata
2. Apa fungsi dari imunisasi ulang campak?
a. Untuk kecerdasan anak
b. Untuk kekebalan tubuh anak (BENAR)
c. Untuk meningkatkan napsu makan
3. Berapa kali jumlah pemberian imunisasi ulang campak?
a. 1 kali
b. 2 kali (BENAR)
c. 3 kali
d. 4 kali
4. Pada usia berapa imunisasi ulangan campak diberikan?
a. 3 tahun
b. 2 dan 6 tahun (BENAR)
c. 1, 3 dan 5 tahun
d. 3, 4, 5 dan 6 tahun
5. Bagaimana cara pemberian imunisasi ulang campak?
a. Diteteskan ke mulut
b. Diteteskan ke mata
c. Disuntikan ke lengan (BENAR)
d. Disuntikan ke paha
6. Kapan imunisasi ulang campak pada anak harus ditunda?
a. Anak sedang demam tinggi (BENAR)
b. Anak masih mengkonsumsi ASI
c. Anak sehat
d. Anak banyak makan

34
3.5.3.5 Skala ukur : Kategorik – Ordinal
Kategori Koding

Kurang 0

Cukup 1

Baik 2

3.5.4 Tingkat Pendidikan Ibu


3.5.4.1 Definisi :Tahapan pendidikan formal terakhir yang dijalani oleh
responden.18
3.5.4.2 Alat ukur : Kuisioner
3.5.4.3 Cara ukur : Responden mengisi kuisionerpada kolom pendidikan
yang telah disediakan. Dikatakan tingkat pendidikan responden rendah apabila
responden hanya tamat SD/SMP/MTs. Dikatakan tingkat pendidikan
responden menengah bila responden telah tamat SMA/SMK. Dikatakan
tingkat pendidikan responden tinggi bila responden telah tamat D3/ S1.
3.5.4.4 Hasil ukur :

- Rendah
- Menengah
- Tinggi

3.5.4.5 Skala ukur : Kategorik – Ordinal


Kategori Koding

Rendah 0

Menengah 1

Tinggi 2

3.5.5 Usia Ibu

35
3.5.5.1 Definisi : Lama waktu hidup seseorang sejak ia dilahirkan
hingga
survey dilakukan.17
3.5.5.2 Alat ukur : KTP
3.5.5.3 Cara ukur :Mengurangi tahun penelitian dengan tahun di KTP.
Dikategorikandewasa awal jika usia responden 26 –35 tahun; dikatakan
dewasa akhir jika usia responden 36 - 45 tahun; dikataka lansia awal jika usia
responden 46 – 55 tahun.
3.5.5.4 Hasil ukur :
- Dewasa awal
- Dewasa akhir
- Lansia awal
3.5.5.5 Skala ukur : Kategorik – Ordinal
Kategori Koding

Dewasa awal 0

Dewasa akhir 1

Lansia awal 2

3.5.6 Pekerjaan Ibu


3.5.6.1 Definisi : Pekerjaan adalah bentuk usaha yang dilakukan
perseorangan untuk mendapatkan bayaran upah atau imbalan dalam bentuk
lain. Mengurus rumah tangga adalah mereka yang mengurus rumah tangga
tanpa mendapatkan upah, misalnya ibu rumah tangga tau anak yang membantu
mengurus rumah tangga.22,23
3.5.6.2 Alat ukur : Kuisioner
3.5.6.3 Cara ukur :Responden mengisi kuisionerpada kolom status
pekerjaan yang telah disediakan. Dikatakan bekerja jika responden mengisi
kolom pekerjaan dengan karyawan swasta/ PNS/ wiraswasta. Jika responden
mengisi kolom pekerjaan dengan ibu rumah tangga maka responden dikatakan
tidak bekerja.
3.5.6.4 Hasil ukur :

36
- Bekerja
- Tidak Bekerja
3.5.6.5 Skala ukur : Kategorik – Nominal
Kategori Koding

Tidak Bekerja 0

Bekerja 1

3.5.7 Status Sosial-Ekonomi


3.5.7.1 Definisi : Suatu kedudukan yang diatur secara sosial dan
menempatkan seseorang pada posisi tertentu di dalam struktur sosial
masyarakat; pemberian posisi ini disertai pula dengan seperangkat hak dan
kewajiban.20,21
3.5.7.2 Alat ukur : Kuesioner
3.5.7.3 Cara ukur :Responden mengisi kuisionerpada bagian
penghasilannya kemudian dinilai berdasarkan hal tersebut. Dikatakan tinggi
bila penghasilan responden dalam sebulan diatas Rp 8.000.000. Dikatakan
menengah jika penghasilan responden dalam sebulan Rp 3.000.000 – Rp
7.999.999. Dikatakan rendah jika penghasilan responden dalam sebulan
kurang dari Rp 2.999.999.
3.5.7.4 Hasil ukur :
- Tinggi
- Menengah
- Rendah
Pertanyaan tentang Status Sosial-Ekonomi berdasarkan penghasilan :
Berapa jumlah penghasilan perbulan yang didapatkan ?
a. < 3 juta(Status Sosial-Ekonomi : RENDAH)
b. 3-5.9 juta(Status Sosial-Ekonomi : MENENGAH)
c. 3-7.9 juta(Status Sosial-Ekonomi : MENENGAH)
d. >8 juta(Status Sosial-Ekonomi : TINGGI)

3.5.7.5 Skala ukur : Kategorik – Ordinal

37
Kategori Koding

Rendah 0

Menengah 1

Tinggi 2

3.5.8. Dukungan Keluarga

3.5.8.1. Definisi :Dukungan keluarga adalah anggota keluarga yang selalu siap
memberi pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Anggota keluarga yang dimaksud
adalah suami / ayah sebagai kepala keluarga, serta ibu / istri.19
3.5.8.2. Alat Ukur : Kuisioner
3.5.8.3. Cara Ukur : Responden mengisi kuisionerpada kolomdukungan keluarga
yang telah disediakan pada kuisioner. Bila memilih jawaban yang berupa suatu
perilaku yang mendukung pemberian imunisasi ulang campak diberi skor 1,
sebaliknya jika memilih jawaban yang tidak melakukan apapun untuk mendukung
pemberian imunisasi ulang campak maka diberi skor 0. Dukungan keluarga dikatakan
baik bila skor ≥ 2, bila kurang baik bila skor < 2.
3.5.8.4. Hasil Ukur :
- Baik
- Kurang Baik

Pertanyaan dukungan keluarga :


1. Apakah peran anda (ibu) dalam imunisasi ulang campak pada anak?
a. Memutuskan anak tidak ikut imunisasi ulang campak (Poin =0)
b. Mengajak dan membujuk kepada anak untuk mengikuti imunisasi ulang
campak (Poin =2)
c. Mencari tahu informasi tentang imunisasi ulang campak(Poin =1)
2. Apakah peran suami anda dalam imunisasi ulang campak pada anak?
a. Mengingatkan untuk ikut imunisasi ulang campak(Poin =2)
b. Tidak peduli(Poin =0)
c. Mencari informasitentang imunisasi ulang dasar(Poin =1)

38
3. Apa peran serta suami anda dalam pelaksanaan imunisasi ulang campak?
a. Hanya mengantar anak untuk imunisasi ulang campak(Poin =1)
b. Menemani dan memberikan dukungan kepada anak agar tidak takut(Poin
=2)
c. Tidak mengantar dan menemani anak saat imunisasi ulang campak(Poin
=0)

3.5.8.5. Skala Ukur : Kategorik-Ordinal


Kategorik Koding
Baik 1
Kurang Baik 0

3.6 Data
3.6.1 Pengolahan Data
Terhadap data-data yang sudah dikumpulkan dilakukan pengolahan berupa
proses editing, verifikasi, koding, dan tabulasi dengan menggunakan aplikasi
SPSS yang terdiri dari beberapa tahap, yaitu:

1. Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data. yang
diperoleh atau editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau
setelah data terkumpul.

2. Coding
Coding merupakan catatan untuk memberikan kode numeric (angka)
terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori.

3. Tabulating
Pada tahap ini, jawaban-jawaban responden yang sama dikelompokkan
dengan teliti dan teratur lalu dihitung lalu dijumlahkan kemudian dituliskan
dalam bentuk tabel-tabel.

3.6.2 Penyajian Data


Data yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk tekstular dan tabuler.

3.6.3 Analisis Data

39
Terhadap data yang telah diolah dilakukan analisis data sesuai dengan
cara uji statistik menggunakan uji Likelihood Ratio dan Fisher.

a. Analisis Univariat


Analisis univariat dilakukan secara deskriptif dari masing-masing variabel


dengan tabel distribusi frekuensi.
b. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel
dependent dan independent. Analisis data yang menggunakan uji
likelihood dengan tingkat kemaknaan (α) = 0,05 yang digunakan untuk
menguji lebih dari 2 variabel yang disusun dalam tabel b x k (b = baris, k =
kolom) apabila tidak memenuhi syarat untuk uji chi square. Rumus: tabel
selain tabel 2x2.Selain itu, dapat digunakan uji Fisher yang digunakan
untuk menguji 2 variabel yang disusun dalam table b x k (b = baris, k =
kolom). Rumus: table 2x2, ada sel dengan nilai expected < 5, ada sel yang
bernilai 0.

Untuk membuktikan bahwa variabel-variabel bebas memiliki


hubungan maka akan di lakukan uji dengan uji Chi square. Hasil uji Chi
square dapat mengetahui ada tidaknya hubungan antara dua variabel X dan
Y yang bermakna secara statistik atau jika χ2 hitung >χ2 tabel, maka H0
ditolak, yang berarti ada hubungan dan jika χ2 hitung < χ2 tabel, maka
H0diterima, yang berarti tidak ada hubungan.

3.6.4 Interpretasi Data


Data dinterpretasikan secara deskriptif analitik antar variabel-variabel yang
telah ditentukan.

3.6.5 Pelaporan Data


Data disusun dalam bentuk laporan penelitian. Selanjutnya akan
dipresentasikan di hadapan staf pengajar Program Pendidikan Ilmu Kesehatan
Komunitas, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
(UKRIDA) dalam forum pendidikan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kedokteran UKRIDA

40
BAB IV
HASIL PENELITIAN

Proses pengumpulan data yang dilakukan pada bulan Sepetember 2016 didapatkan
sampel sebnnyak 105 ibu yang memiliki anak kelas I SD di sekolah yang terjaring Puskesmas
Tanjung Duren Utara, Jakarta Barat bulan September 2016. Berikut adalah hasil penelitian
yang disajikan dalam tabel:

Analisis Univariat

Tabel 4.1. Distribusi Status Imunisasi Ulang Campak

Status Imunisasi Ulang Campak Frekuensi Persentase

 Tidak Mendapat Imunisasi Ulang Campak 6 5.7%

 Mendapat Imunisasi Ulang Campak 99 94.3%

Tabel 4.2. Distribusi Usia Ibu, Status Pekerjaan Ibu, Tingkat Pendidikan Ibu, Tingkat
Pengetahuan Ibu, Status Sosial-Ekonomi, Dukungan Keluarga, dan Status Imunisasi Ulang
Campak di Puskesmas Tanjung Duren Utara

Variabel Frekuensi Persentase

Usia Ibu

 Dewasa Awal 58 55.2%

 Dewasa Akhir 41 39.0%

 Lansia Awal 6 5.7%

Status Pekerjaan Ibu

 Tidak Bekerja 59 56.2%

 Bekerja 46 43.8%

Tingkat Pendidikan Ibu

 Rendah 25 23.8%

41
 Menengah 51 48.6%

 Tinggi 29 27.6%

Tingkat Pengetahuan Ibu

 Kurang 12 11.4%

 Cukup 32 30.5%

 Baik 61 58.1%

Status Sosial-Ekonomi

 Rendah 46 43.8%

 Menengah 47 44.8%

 Tinggi 12 11.4%

Dukungan Keluarga

 Kurang 20 19%

 Baik 85 81%

Analisis Bivariat

Tabel 4.3. Analisis Bivariat Usia Ibu, Status Pekerjaan Ibu, Tingkat Pendidikan Ibu, Tingkat
Pengetahuan Ibu, Status Sosial-Ekonomi, dan Dukungan Keluarga dengan Status Imunisasi
Ulang Campak

Status Imunisasi Ulang


Campak

Tidak Imunisasi
Variabel Jumlah Uji Nilai H0
Imunisasi
p

Usia Ibu

 Dewasa
Awal
1 57 58

42
 Dewasa Likelihood 0.034 Ditolak
Akhir Ratio
3 38 41

 Lansia 2 4 6
Awal
Status Pekerjaan Ibu

 Tidak 6 53 59
Bekerja
Fisher 0.034 Ditolak
 Bekerja 0 46 46

Tingkat Pendidikan Ibu

 Rendah 4 21 25

 Menengah 2 49 51 Likelihood 0.028 Ditolak


Ratio
 Tinggi 0 29 29

Tingkat Pengetahuan Ibu

 Kurang 3 9 12

 Cukup 2 30 32 Likelihood 0.026 Ditolak


Ratio
 Baik 1 60 61

Status Ekonomi-Sosial

 Rendah 3 43 46

 Menengah 3 44 47 Likelihood 0.472 Diterima


Ratio
 Tinggi 0 12 12

Dukungan Keluarga

 Kurang 4 16 20

 Baik 2 83 85 Fisher 0.012 Ditolak

43
BAB V
PEMBAHASAN

5.1. Analisa Univariat Distribusi Pencapaian Imunisasi Ulang Campak pada Sekolah-Sekolah
TerjaringPuskesmas Kelurahan Tanjung Duren Utara, Jakarta Barat pada bulan September
2016
Berdasarkan tabel penelitian 4.1, didapatkan bahwa jumlah sampel anak kelas I SD
yang tidak mendapat imunisasi ulang campak sebanyak 6 orang dengan persentase 5,7%.
Sedangkan, jumlah anak kelas I SD yang mendapatkan imunisasi ulang campak sebanyak 99
orang dengan persentase 94,3%. Data penelitian ini menunjukkan bahwa lebih banyak anak
yang mendapatkan imunisasi ulang campak. Berdasarkan dengan tinjauan pustaka,
pencapaian imunisasi ulang campak ini berhubungan dengan berbagai faktor diantaranya
adalah usia ibu, pekerjaan ibu, tingkat pendidikan ibu, pengetahuan ibu, status sosial ekonomi
dan dukungan keluarga.
Perolehan data sekunder (dapat dilihat dari halaman lampiran) dari Puskesmas
Kelurahan Tanjung Duren Utara menunjukkan bahwa terdapat 5 sekolah dasar yang terjaring
program imunisasi ulang campak oleh Puskesmas Tanjung Duren Utara, yaitu SDN 01, SDN
02, SD Tunas Delima, SD Al-Chasanah, dan SD Harapan Kasih. Dari data sekunder yang
tertera pada halaman lampiran di belakang, didapatkan populasi sasaran program imunisasi
ulang campak oleh Puskesmas Kelurahan Tanjung Duren Utara pada periode bulan Agustus-
September 2016 adalah 231 orang. Dimana didapatkan jumlah anak kelas I SD yang
mendapatkan imunisasi ulang campak adalah 220 orang. Sebaliknya, jumlah anak kelas I SD
yang tidak mendapatkan imunisasi ulang campak adalah 11 orang. Hal ini menunjukkan
bahwa pencapaian imunisasi ulang campak di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Tanjung
Duren Utara pada periode bulan Agustus-September 2016 adalah 95,23%.

5.2. Analisa Univariat Distribusi Usia Ibu, Pekerjaan Ibu, Tingkat Pendidikan Ibu,
Pengetahuan Ibu, Status Sosial Ekonomi dan Dukungan Keluarga Campak pada Sekolah-
Sekolah Terjaring Puskesmas Kelurahan Tanjung Duren Utara, Jakarta Barat pada bulan
September 2016
Berdasarkan tabel penelitian 4.2, didapatkan bahwajumlah ibu yang termasuk kategori
usia dewasa awal sebanyak 58 orang dengan persentase 55,2%.Jumlah ibu yang termasuk
kategori usia dewasa akhir sebanyak 41 orang dengan persentase 39,0% dan jumlah ibu yang
termasuk kategori usia lansia awal sebanyak 6 orang dengan presentase 5,7%. Dari data

44
tersebut disimpulkan bahwa terdapat lebih banyak jumlah ibu berusia dewasa awal di
Puskesmas Kelurahan Tanjung Duren Utara, Jakarta Barat, pada bulan September 2016.

Berdasarkan tabel penelitian 4.2, didapatkan jumlah ibu yang tidak bekerja sebanyak
59 orang dengan persentase 56,25%.Sedangkan jumlah ibu yang bekerja sebanyak 46 orang
dengan persentase 43,8%. Dari data hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat lebih
banyak jumlah ibu yang tidak bekerja (hanya sebagai ibu rumah tangga) di Puskesmas
Kelurahan Tanjung Duren Utara, Jakarta Barat, pada bulan September 2016.

Berdasarkan tabel penelitian 4.2, didapatkan bahwa jumlah ibu yang mempunyai
tingkat pendidikan rendah sebanyak 25 orang dengan persentase 23,8%. Selain itu, jumlah
ibu yang mempunyai tingkat pendidikan menengah sebanyak 51orang dengan persentase
48,6% dan jumlah ibu yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi sebanyak 29orang dengan
persentase 27,6%. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa jumlah paling banyak
adalahibu dengan tingkat pendidikan menengah, sedangkan jumlah paling sedikit adalah ibu
dengan tingkat pendidikan rendah di Puskesmas Kelurahan Tanjung Duren Utara, Jakarta
Barat, pada bulan September 2016.

Berdasarkan tabel penelitian 4.2, didapatkan jumlah ibu yang mempunyai tingkat
pengetahuan kurang sebanyak 12orang dengan persentase 11,4%.Kemudian, jumlah ibu yang
mempunyai tingkat pengetahuan cukup sebanyak 32orang dengan persentase 30,5% dan
jumlah ibu yang mempunyai tingkat pengetahuan baik sebanyak 61orang dengan persentase
58,1%. Maka dapat disimpulkan bahwa terdapat jumlah terbanyak adalah ibu yang
mempunyai pengetahuan baik dan jumlah paling sedikit adalah ibu yang memiliki tingkat
pengetahuan kurang di Puskesmas Kelurahan Tanjung Duren Utara, Jakarta Barat, pada bulan
September 2016.

Berdasarkan tabel penelitian 4.2, didapatkan jumlah keluarga dengan status ekonomi
rendah sebanyak 46 keluarga dengan persentase 43,8%, jumlah keluarga dengan status
ekonomi menengah sebanyak 47 keluarga dengan persentase 44,8% dan jumlah keluarga
dengan status ekonomi tinggi 12 keluarga dengan persentase 11,4%. Dari data di atas dapat
disimpulkan bahwa terdapat keluarga status sosial-ekonomi menengah memiliki jumlah
terbanyak, sedangkan keluarga dengan status sosial-ekonomi tinggi memiliki jumlah paling

45
sedikit di Puskesmas Kelurahan Tanjung Duren Utara, Jakarta Barat, pada bulan September
2016.
Berdasarkan tabel penelitian 4.2, didapatkan bahwajumlah dukungan keluarga yang
kurang baik terhadap imunisasi ulang campak pada anak usia sekolah dasar sebanyak 20
orang dengan persentase 19%, sedangkan jumlah dukungan keluarga yang baik terhadap
imunisasi ulang campak pada anak usia sekolah dasar sebanyak85 orang dengan persentase
81%. Maka dapat disimpulkan bahwa di Puskesmas Kelurahan Tanjung Duren Utara, Jakarta
Barat pada bulan September 2016 perihal imunisasi ulang campak bagi anak usia sekolah
dasarbanyak mendapat dukungan yang baik dari keluarga.

5.3. Analisa Bivariat Hubungan antara Usia Ibu dengan Pencapaian Imunisasi Ulang Campak
pada Sekolah-Sekolah TerjaringPuskesmas Kelurahan Tanjung Duren Utara, Jakarta Barat
pada bulan September 2016
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di sekolah-sekolah terjaring Puskesmas
Kelurahan Tanjung Duren Utara, Jakarta Barat pada bulan September 2016 didapatkan usia
ibumerupakan faktor yang berhubungan denganpencapaian imunisasi ulang campak. Hal ini
dibuktikan dengan uji statistik dengan Likelihood Ratio diperoleh nilai p = 0.034 (>0.05)
yang berarti adanya hubungan yang signifikan antara usia ibu dengan pencapaian imunisasi
ulang campak.
Usia ibu menjadi salah satu faktor yang cukup penting untuk dipertimbangkan
kaitannya dengan pencapaian imunisasi ulang campak, dimana semakin cukup usia maka
tingkat kemampuan dan kematangan seseorang akan lebih baik dalam berpikir, menerima
informasi, dan memecahkan suatu masalah.Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang
dilakukan oleh Irawati tentang faktor karakteristik ibu yang berhubungan dengan ketepatan
imunisasi campak di Pasuruan yang menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia seseorang
akan terjadi perubahan pada aspek fisik dan psikologi (mental). Hal ini menunjukkan bahwa
saat seseorang masuk ke dalam fase dewasa, maka ia sudah memiliki tanggung jawab
terhadap orang lain serta menjadi pribadi yang lebih matang.4

5.4. Analisa Bivariat Hubungan antara Pekerjaan Ibu dengan Pencapaian Imunisasi Ulang
Campak pada Sekolah-Sekolah TerjaringPuskesmas Kelurahan Tanjung Duren Utara, Jakarta
Barat pada bulan September 2016
Hasil penelitian menunjukkan bahwa status pekerjaan ibu merupakan faktor yang
berhubungandengan pencapaian imunisasi ulang campak. Hal ini terbukti dari hasil uji Fisher

46
antara variabel status pekerjaan ibu dengan variabel pencapaian imunisasi ulang campak
diperoleh nilai p = 0,034 (p < 0,05) yang menandakan adanya hubungan yang signifikan
antara status pekerjaan ibu dengan pencapaian imunisasi ulang campak.
Hasil ini sama dengan penelitian tentang hubungan pengetahuan, sikap, dan perilaku
ibu dalam pemberian imunisasi di Kota Banjarmasin yang dilakukan oleh Ahmad Rizani,
Mohammad Hakimi, Djauhar Ismail bahwa ibu yang bekerja mempunyai risiko 2,32 kali
untuk mengimunisasikan bayinya dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja.Ibu yang
bekerja akan lebih banyak mendapatkan informasi penyakit dan manfaat dari imunisasi.23

5.5. Analisa Bivariat Hubungan antara Tingkat Pendidikan Ibu dengan Pencapaian Imunisasi
Ulang Campak pada Sekolah-Sekolah TerjaringPuskesmas Kelurahan Tanjung Duren Utara,
Jakarta Barat pada bulan September 2016
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan bahwa tingkat pendidikan
ibumerupakan faktor yang berhubungan dengan pencapaian imunisasi ulang campak. Hal ini
dapat ditunjukkan dari hasil uji dengan Likelihood Ratio antara variabel tingkat pendidikan
ibu dengan variabel pencapaian imunisasi ulang campak, dimana diperoleh nilai p = 0,028 (p
< 0,05) yang artinya adanya hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan ibu dengan
pencapaian imunisasi ulang campak di sekolah-sekolah terjaring Puskesmas Kelurahan
Tanjung Duren Utara, Jakarta Barat, pada bulan September 2016.
Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Irawati tentang faktor
karakteristik ibu yang berhubungan dengan ketepatan imunisasi campak di Pasuruan,
menunjukkan bahwaibu yang memiliki tingkat pengetahuan kurang akan memerlukan
informasi dan penyuluhan dari tenagakesehatan secara bertahap untuk dapat meningkatkan
pengetahuan tentang imunisasi. seseorang tingkat pendidikanya rendah, akan menghambat
perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan, informasi dan nilai nilai yang baru
diperkenalkan.Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku hidup
sehat. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan sesorang atau masyarakat
untuk menyerap informasi dan mengimplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup
sehari-hari, khususnya dalam hal kesehatan.4

47
5.6. Analisa Bivariat Hubungan antara Pengetahuan Ibu dengan Pencapaian Imunisasi Ulang
Campak pada pada Sekolah-Sekolah TerjaringPuskesmas Kelurahan Tanjung Duren Utara,
Jakarta Barat pada bulan September 2016
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan ibu adalah faktor yang
berhubungan dengan pencapaian imunisasi ulag campak. Hal ini dapat ditunjukan dari hasil
uji dengan Likelihood Ratio antara variabel pengetahuan ibu dengan pencapaian imunisasi
ulang campak diperoleh p= 0,026 (p < 0,05) yang berarti adanya hubungan yang signifikan
antara tingkat pendidikan ibu dengan pencapaian imunisasi ulang campak di sekolah-sekolah
terjaring Puskesmas Kelurahan Tanjung Duren Utara, Jakarta Barat, pada bulan September
2016.
Dari hasil penelitian tentang hubungan pengetahuan dan sikap ibu tentang ketepatan
imunisasi ulang DPT di Desa Krajankulon Wilayah Puskesmas Kaliwungu yang dilakukan
oleh Ficky Dian Sandiarta, didapatkan bahwa pengetahuan dapat berhubungan dengan
tindakan yang akan dilakukan seseorang untuk mengambil keputusan. Selain itu pada
umumnya pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dimana semakin
tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin baik pula informasi yang diterima dan mudah
menerima berbagai informasi yang diberikan. Hasil penelitian yang kami lakukan sama
dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Ficky bahwa responden
berpengetahuan baik, melakukan imunisasi ulang campak bagi anaknya.6

5.7. Analisa Bivariat Hubungan antara Status Sosial Ekonomi dengan Pencapaian Imunisasi
Ulang Campak pada Sekolah-Sekolah TerjaringPuskesmas Kelurahan Tanjung Duren Utara,
Jakarta Barat pada bulan September 2016
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapatkan bahwa status sosial ekonomi
bukan merupakan faktor pencapaian imunisasi ulang campak. Hal ini dibuktikan dengan uji
statistik dengan Likelihood Ratio diperoleh p = 0.472 (>0.05) yang berarti tidak adanya
hubungan yang signifikan antara status sosial ekonomi dengan pencapaian imunisasi ulang
campak di Puskesmas Tanjung Duren Utara pada bulan September 2016.
Hasil penelitian yang kami dapat tidak berbeda dengan hasil penelitian yang
dilakukan olehC.S. Whinie Lestari, Emiliana Tjitra, dan Sandjaja pada tahun 2007 yang
menyatakan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara status sosial ekonomi dengan
pencapaian imunisasi ulang campak. Jadi status ekonomi kurang tepat digunakan untuk
menggambarkan kelengkapan status imunisasi uang campak. Selain itu program imunisasi

48
ulang campak diberikan secara gratis oleh pemerintah Republik Indonesia untuk setiap anak
kelas I SD jadi dari semua status sosial ekonomi dapat memperolehnya.

5.8. Analisa Bivariat Hubungan antara Dukungan Keluarga dengan Pencapaian Imunisasi
Ulang Campak pada Sekolah-Sekolah TerjaringPuskesmas Kelurahan Tanjung Duren Utara,
Jakarta Barat pada bulan September 2016
Penelitian ini menunjukkan bahwa dukungan keluarga juga merupakan faktor yang
berhubungan dengan pencapaian imunisasi ulang campak. Hal ini ditunjukkan dari hasil uji
dengan Fisher Test antara variabel dukungan keluarga dengan variaberl pencapaian imunisasi
ulang campak diperoleh p= 0.012 (p < 0,05) yang berarti ada hubungan yang signifikan
antara dukungan keluarga dengan pencapaian imunisasi ulang campak di Puskesmas Tanjung
Duren Utara pada bulan September 2016.
Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya tentang
hubungan antara dukungan keluarga dengan ketepatan waktu ibu dalam pemberian imunisasi
campak pada bayi di Kecamatan Cicendo Wilayah Kerja UPT Puskesmas Pasirkaliki Kota
Bandung, bahwa didapatkantingginya dukungan keluarga terutama suami terhadap ketepatan
waktu pemberian imunisasi campak di Kecamatan Cicendo menunjukan bahwa dukungan
keluarga terutama suami dalam melakukan suatu tindakan sangat berperan. Dukungan suami
memegang peranan penting untuk membentuk suatu kepatuhan dalam diri ibu karena dengan
adanya dukungan membuat keadaan dalam diri ibu muncul, terarah dan mempertahankan
perilaku untuk patuh dalam pemberian imunisasi campak sesuai dengan umur yang telah
ditentukan.19

49
BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan pencapaian
imunisasi ulang campak di sekolah terjaring Puskesmas Kelurahan Tanjung Duren Utara,
Jakarta Barat, September 2016 dari 105 responden ditemukan hubungan yang bermakna
antara usia ibu, pekerjaan ibu, tingkat pendidikan ibu, pengetahuan ibu dan dukungan
keluarga dengan pencapaian imunisasi ulang campak di sekolah-sekolah terjaring Puskesmas
Kelurahan Tanjung Duren Utara, September 2016. Tidak terdapat hubungan yang bermakna
antara status sosial ekonomi dengan pencapain imunisasi ulang campak di sekolah terjaring
Puskesmas Kelurahan Tanjung Duren Utara, September 2016. Sebaran jumlah anak kelas I
SD yang tidak mendapat imunisasi ulang campak sebanyak 6 anak (5,7%) dan jumlah anak
kelas I SD yang mendapatkan imunisasi ulang campak sebanyak 99 anak (94,3%).
Dari total 106 responden ibu dari anak kelas I SD di sekolah yang terjaring di
Puskesmas Kelurahan Tanjung Duren Utara periode September 2016 yang menjadi subjek
penelitian didapatkan variabel usia ibu terdapat jumlah ibu yang berusia dewasa awal
sebanyak 58 (55,2%), jumlah ibu yang berusia dewasa akhir sebanyak 41 ibu (39,0%), dan
jumlah ibu yang berusia lansia awal sebanyak 6 ibu (5,7%). Pada variabel pekerjaan ibu
didapatkan jumlah ibu yang tidak bekerja sebanyak 59 ibu (56,25%) sedangkan jumlah ibu
yang bekerja sebanyak 46 ibu (43,8%). Pada variabel tingkat pengetahuan ibu didapatkan
jumlah ibu yang mempunyai pengetahuan kurang sebanyak 12 ibu (11,4%), jumlah ibu yang
mempunyai pengetahuan cukup sebanyak 32 ibu (30,5%), sedangkan jumlah ibu yang
mempunyai pengetahuan baik sebanyak 61 ibu (58,1%). Pada variabel status ekonomi
didapatkan jumlah keluarga dengan status ekonomi rendah sebanyak 46 keluarga (43,8%),
jumlah keluarga dengan status ekonomi menengah sebanyak 47 keluarga (44,8%) dan jumlah
keluarga dengan status ekonomi tinggi 12 keluerga (11,4%). Pada variabel dukungan
keluarga didapatkan bahwa jumlah ibu yang mendapatkan dukungan keluarga kurang
sebanyak 20 (19%) sedangkan bahwa jumlah ibu yang mendapatkan dukungan keluarga baik
sebanyak 85 ibu (81%).

50
6.2. Saran
6.2.1 Kepada Puskesmas Kelurahan Tanjung Duren Utara, Jakarta Barat
1. Perlu kiranya dilakukan penyuluhan tentang penyakit campak, program imunisasi
ulang campak gratis dan pentingnya dilakukan imunisasi ulang campak untuk
meningkatkan pengetahuan ibu sehingga dapat meningkatkan motivasi dan sikap para
ibu untuk mengambil bagian dalam proses imunisasi ulang campak. Jadi tidak hanya
sekolah yang terjaring saja yang mendapatkan imunisasi ulang campak namun semua
anak kelas I SD yang berada di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Duren Utara bisa
mendapatkan imunisasi ulang campak dengan datang ke Puskesmas Tanjung Duren
Utara.
2. Mengkoordinasi dan menjalin kerjasama antara praktek dokter, kader serta tenaga
kesehatan lainnya untuk dapat meningkatkan pelaksanaan imunisasi ulang campak.
3. Mengajak semua sekolah dasar yang berada di wilayah kerja Puskesmas Tanjung
Duren Utara untuk ikut serta dalam program pemberian imunisasi ulang campak bagi
anak kelas I SD.
4. Melakukan pemantauan evaluasi terlaksananya kegiatan imunisasi ulang campak pada
anak kelas I SD dalam kegiatan posyandu, kunjungan rumah, dan juga saat ibu datang
ke Puskesmas, serta dalam kegiatan lainnya.

6.2.2. Kepada Ibu Anak Kelas I SD Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Tanjung
Duren Utara, Jakarta Barat
1. Ibu perlu melaksanakan dan mengoptimalkan diri dalam kesadaran akan pentingnya
imunisasi ulang campak bagi anak kelas I SD, mengetahui tingginya kejadian campak
serta beratnya komplikasi yang dapat ditimbulkan pada anak agar tercapainya tingkat
kesehatan yang memadai pada anak.
2. Ibu hasil lebih sering memperbaharui diri dalam informasi program Puskesmas yang
bermanfaat bagi kesehatan anak dan keluarga.

51
Daftar Pustaka
1. World Health Organization. Measles [Internet]. 2016 Maret [cited 2016 September 1].
Available from: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs286/en/
2. Kementrian kesehatan RI. Profil kesehatan Indonesia 2014. Jakarta: Kementrian
Kesehatan RI; 2015.h.117-8, 149-50.
3. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. Situasi imunisasi di Indonesia.
Jakarta: PUSDATIN; 2016.h.3-4,6.
4. Irawati D. Faktor karakteristik ibu yang berhubungan dengan ketepatan imunisasi
campak di Pasuruan. HOSPITAL MAJAPAHIT [Internet]. 2011 Feb [cited 2016 Sep
1]; 3(1): 6-13.
5. Istiqomah A. Hubungan dukungan sosial keluarga dengan perilaku ibu
mengimunisasikan campak di Desa Kaliwates Kecamatan Kaliwates Kabupaten
Jember. S.Kep [skripsi]. Jember: Universitas Jember Digital Repository; 2011.
6. Sandiarta FD. Hubungan pengetahuan dan sikap ibu dengan ketepatan imunisasi
ulang DPT di Desa Krajankulon Wilayah Puskesmas Kaliwungu. 2011 Des [cited
2016 Sep 2]. Diunduh dari:
7. Akib AAP, Endaryanto A, Siregar SP, Matondang CS. Basis imunologi vaksinasi.
Dalam: Ranuh IGNG, Suyitno H, Hadinegoro SRS, Kartasasmita CB, Ismoedijanto,
Soedjatmiko. Penyunting. Pedoman imunisasi di Indonesia. ed. 5. Jakarta: Balai
Penerbit IDAI. 2014. h. 24-53Peter, G. 2007. Immunization practices. In: Nelson
Textbook of Pediatrics 17th Edition (Behrman, R. E., Kliegman, R.M., Jenson, H. B.).
Philadelphia: Saunders. P.879-96.
8. Sujitno H. Jenis vaksin. Dalam: Ranuh IGNG, Suyitno H, Hadinegoro SRS,
Kartasasmita CB, Ismoedijanto, Soedjatmiko. Penyunting. Pedoman imunisasi di
Indonesia. ed. 5. Jakarta: Balai Penerbit IDAI. 2014. h. 131-5.
9. Soedjatmiko, Musa DA. Rantai vaksin. Dalam: Ranuh IGNG, Suyitno H, Hadinegoro
SRS, Kartasasmita CB, Ismoedijanto, Soedjatmiko. Penyunting. Pedoman imunisasi
di Indonesia. ed. 5. Jakarta: Balai Penerbit IDAI. 2014. h. 180-93.
10. New Zealand Ministry of Health. Immunisation handbook 2006. Wellington: Ministry
of Health. 2006. p. 80-113.
11. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 42 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Imunisasi. Jakarta: Menteri
Kesehatan Republik Indonesia; 2013.h.22-3.

52
12. Porwo Soedarmo, SS., dkk. (ed.). Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Edisi Kedua.
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Jakarta. 2008;109-121.
13. Nelson WE, Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM. Nelson ilmu kesehatan anak.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2002.
14. Setiawan IM. Penyakit campak. Jakarta: Sagung Seto; 2008.
15. Cherry JD, Feign RD. Textbook of pediatric infectious disease. Edisi keempat.
Philadelpia: WB Saunders; 2008. h. 1889-91.
16. Seodarmo SSP. Buku ajar infeksi dan pediatri tropis. Jakarta: Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Edisi kedua. 2012. h. 109-18
17. Aritra Y. Kategori umur menurut Depkes [Internet]. 2015 Juni [cited 2016 September
1]. Diunduh dari: https://yhantiaritra.wordpress.com/2015/06/03/kategori-umur-
menurut-depkes/
18. Sari DK. Definisi tingkat pendidikan [Internet]. 2014 April [cited 2016 September 1].
Diunduh dari: https://dinikomalasari.wordpress.com/2014/04/07/defenisi-tingkat-
pendidikan/
19. Supriyatin E. Hubungan pengetahuan dan dukungan keluarga dengan ketepatan waktu
pemberian imunisasi campak di Pasir Kaliki Bandung. Jurnal Ilmu Keperawatan
[Internet]. 2015 Apr [cited 2016 Sep 2]; 3(1): 1-10.
20. Adi R. Metodologi penelitian sosial dan ekonomi. Jakarta: Granit; 2004.h.38-40.
21. Nainggolan O, Hapsari D, Indrawaty L. Pengaruh akses ke fasilitas kesehatan
terhadap kelengkapan imunisasi (analisis Riskesdas 2013). Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan [Internet]. 2016 Feb [cited 2016 Sep 2]; 26(1): 1-15.
22. Badan Pusat Statistik. Konsep/ penjelasan teknis ketenagakerjaan [Internet]. Maret
2016 [cited 1 September 2016]. Diunduh dari:
https://www.bps.go.id/Subjek/view/id/6
23. Rizani A, Hakimi M, Ismail D. Hubungan Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Ibu
dalam pemberian imunisasi di Kota Banjarmasin. BERITA KEDOKTERAN
MASYARAKAT [Internet]. 2009 Mar [cited 2016 Sep 2]; 25(1):12-20.

53
Lembar Kuisioner Penelitian

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pencapaian Imunisasi Ulang Campak di Puskesmas


Tanjung Duren Utara

Harap Ibu menjawab setiap pertanyaan dengan sebenar-benarnya, karena semua jawaban ini akan
dirahasiakan dan tidak disebarluaskan

Tanggal Pengisian:
Petugas wawancara:

Karakteristik Responden
Nama :
Tanggal lahir/ usia :
Alamat :
Apa pendidikan terakhir Ibu?
( ) SD/ SMP/ MTs
( ) SMA/ SMK
( ) D3/S1
( ) Lainnya
Apa pekerjaan Ibu?
a. Ibu Rumah Tangga
b. Karyawan Swasta
c. Pegawai Negeri Sipil
d. Wiraswasta
Berapa jumlah penghasilan perbulan yang didapatkan ?
a. < 3 juta
b. 3-5.9 juta
c. 3-7.9 juta
d. >8 juta

Pengetahuan

7. Penyakit campak merupakan penyakit jenis apa?


a. Penyakit menular
b. Penyakit tidak menular
c. Penyakit kulit
d. Penyakit mata
8. Apa fungsi dari imunisasi ulang campak?
a. Untuk kecerdasan anak
b. Untuk kekebalan tubuh anak
c. Untuk meningkatkan napsu makan
9. Berapa kali jumlah pemberian imunisasi ulang campak?

54
a. 1 kali
b. 2 kali
c. 3 kali
d. 4 kali
10. Pada usia berapa imunisasi ulangan campak diberikan?
a. 3 tahun
b. 2 dan 6 tahun
c. 1, 3 dan 5 tahun
d. 3, 4, 5 dan 6 tahun
11. Bagaimana cara pemberian imunisasi ulang campak?
a. Diteteskan ke mulut
b. Diteteskan ke mata
c. Disuntikan ke lengan
d. Disuntikan ke paha
12. Kapan imunisasi ulang campak pada anak harus ditunda?
a. Anak sedang demam tinggi
b. Anak masih mengkonsumsi ASI
c. Anak sehat
d. Anak banyak makan

Dukungan keluarga
4. Apakah peran anda (ibu) dalam imunisasi ulang campak pada anak?
a. Memutuskan anak tidak ikut imunisasi ulang campak
b. Mengajak dan membujuk kepada anak untuk mengikuti imunisasi ulang campak
c. Mencari tahu informasi tentang imunisasi ulang campak
5. Apakah peran suami anda dalam imunisasi ulang campak pada anak?
a. Mengingatkan untuk ikut imunisasi ulang campak
b. Tidak peduli
c. Mencari informasitentang imunisasi ulang dasar
6. Apa peran serta suami anda dalam pelaksanaan imunisasi ulang campak?
a. Hanya mengantar anak untuk imunisasi ulang campak
b. Menemani dan memberikan dukungan kepada anak agar tidak takut
c. Tidak mengantar dan menemani anak saat imunisasi ulang campak

55
LAMPIRAN1

DAFTAR NAMA SISWA-SISWI KELAS I SD

Status Imunisasi

No Nama Sekolah Nama Siswa Tidak Mendapat Mendapat Imunisasi


Imunisasi Ulang Ulang Campak
Campak

1 Abyan Pradipta Rosa √

Addryansyah Sunaryo √

Alzena Safa Hermawan √

Anisa Dwi Nanda Anggita √

Aqbil Rajaendra Budiharjo √

Ashilla Nur Fathia √

Carmellea Videbby RM √

Devin Putra Darwin √

Falli Wildan Hidayat √

Farell Raynaldi √

Grace Kezia Lynell S √

Gunnhy Ibnu Rasyid √

Ineke Syafirah √

Jilly Virgina Ramadhani √

Mahesa Putra Nausyirwan √


SDN Tanjung
Maulvi Nazir Al-Makhjuumi √
Duren Utara 01
Muhammad Dylan Maliqi √
(Kelas IA)
Muhammad Fauzan Syahputra √

Mutiah Hanifah √

Naura Puti Saqeena √

Putra Dwi Wicaksono √

Raffa Eka Kurniawan √

Reynanda Firli Andika √

Rois √

56
Sekar Galih Maharani √

Seruni Amira Wakulu √

Sesilia Regina Putri √

Shidqi Habibatusy Syifa √

Sylvia Rizky Ramadhani √

Tiko Rahadi √

Zarrin Aruna √

Zhacky Putra Ramadhan √

Agiska Rizky Gumelar √

Andri Saputra Siregar √

Annisa Ramadhani √

Annisa Syafina √

Azalea Erliza Jabulani √

Bahrul Ulum Fathan Ramadhan √

Chayyira Febrita Wibowo √

Desi Sefia √

Fairulhuraiby √

Farel Fadillah √

Fauzan Syawaluddin √

Galoeh Viroro Anggani √

Halwa Zafirah Suryana √

Hilmi Muhammad Santosa √

Jessica Febri Kirana Adisty √

Lunna Kayla Riandra √

Macika Maharani √

Marcelinno Parsaoran √
SDN Tanjung
Duren Utara 01 Midya Shafa Muharomah √

(Kelas IB) Muhammad Adi Mursalim √

Muhammad Elfin Nur Biansyah √

57
Muhammad Hazami Alrifaldy √

Nailah Cahya Meilany √

Ratu Adelia Soultara √

Rosa Linda √

Saffa Hasbina Raihana √

Sarah Kinaria Dharmawan √

Satria Sahenka Syafindra √

Shaqilla Rezqi Almira √

Syakira Hasna Azhara √

Wiro Darmo Kusumo √

Yasmin Athira Rahesmawati √

2 Jahmad Aflah Alghani √

Amaranth Milaneely Deitschka √

Amirah Refri Luthfiyah √

Aqila Keiko Kamilah √

Aufa Ahmad Wibisono √

Danisha Athayya Ramadhani √

Dev Reva Sobriano Solin √

Felisa Putri Fadly √

Gerald Satrio Wibowo √

Gusti Ayu Btari Praditha √

Irham Hamdan Nurkholish √

Isla Salsabilah √

Keyzio Beatrix Jovankus √

Khalif Albany √

Khalisa Azzahra √

Mohammad Awaluddin Akbar √


SDI Teladan Al-
Muhamad Akmal Muharam √
Chasanah
Muhamad Riski Maulana √

58
(Kelas IA) Muhammad Bisyril Hafi √

Muhammad Daffa Khoirul √


Azzam

Nauli Nur Ilmi Harahap √

Nayla Aulia √

Raffi Zeevandra Deswara √

Rinjani Rachmania Affan √

Rizqy Setiawan √

Salwaa Amrina Rosyada √

Sarah Alya Putri √

Syahira Fatimah √

Tasya Putri Azzahra √

Tazkia Arquinsa Nastiti √

Wahyu Raka Dwisatrio √

Yusuf Alfakhrizi √

Zelvilya Nurullinah √

Adelio Fidelya Sasmito √

Aditya Mahes Wijaya √

Adzraa Syafirah √

Affan Pratama Ramadhan √

Ahmad Muzakki Hidayat √

Anindia Aulia Lauhi Putri √

Athallah Bagaskara Hidayat √

Azikry Maulakheir √

Azqia Prischilla Meyta √

Dhaenis Shafwaan Syarief √

Dimas Suryo Pranoto √

Effrind Rifqi Azzamaesar √

Favian Argana Prizki √

59
Gladys Syafira Zahran Irawan √

Haura Zharifah Aqila √

Julian Ravi Pradipta √

Kayyisa Pramodawardhani √

Khaira Rumaisha Raysan √


Hapsari

Laila Aurelliani Sutrisno √

Maulinda Zahra Lubis √


SDI Teladan Al-
Chasanah Mikail Faalah Putra √
(Kelas IB) Muhammad Althaf Zhahran √

Muhammad Faadhil Arbyan √

Muhammad Rizqi Fadilullah √

Nadine Aurora Ramadhani √

Naomi Queenayah Sekar √


Kinayun

Naayra Unzila Juli √

Rafka Nandana Naraya √

Razi Fatih Fawas √

Syafiq Fadil Ramanda √

Taznim Siti Hanifa √

Tyas Ramadhani √

3 Anastasia √

Avemous √

Chelsia Mayeita √

Helena Melinda √

SD Harapan Keyran √
Kasih
Marshel √
Kelas I
Novernando Daniel √

Nicholas Sachio Phung √

Nathanael Wylson √

60
Nikita Kezia Isabella √

Ribka Emma Nauli √

Samuel √

Tabitha √

Stefani Leonard √

Breinda Haliman √

Rania √

Lisanty Wijaya √

Amanda Bunalim √

Deborah √

Reiner Hakim √

Maria Aileen √

Gerry √

Hannie Cecilia Sutanto √

4 Adriansyah √

Akmal Rezhaky √

Altha Frendi √

Angeline Ananda √

Annisa Syafina √

Arini √

Aura Pratiwi √

Dedy √

Elzita Arundih √

Euillia Eventi √

Farrel Reynaldi √

Fatih Mohammad √

Felicia Audrelia √

Geisha Aulia √

Gina Yulian Pratika √

61
Grace Kezia √

Gunnhy Ibnu Rasyid √

Haikal Pratama √

Inneke √

Jilly Virginia √

Kaisah Pratiwi √

Kanzha Shafira √

SDN Tanjung Kiandra N. Akbar √


Duren Utara 02
Lusi Oktaviani √
Kelas I
Mahesa Putra √

Maya √

Muhammad Azrin √

Muhammad Dilan √

Muhammad Erdin Syahputra √

Muhammad Faiz Al Fatih √

Muhammad Fajar Firdaus √

Muhammad Fauzan √

Naura Putri √

Putra Dwi √

Raditya Putra √

Raditya Sigit √

Riri Stefani √

Rita Olivia √

Rizky Adi Pratama √

Rois √

Seruni Amirah √

Shafa Rosdiah √

Siti Nur Tamya √

Syailendra Zafir Bin Aziz √

62
Syifah Aulia √

Sylvia √

Tania Nurul Aini √

Tiko Rahadi √

Vanessa Azaria √

Vino Radithya √

Warnitem √

Yasmin √

Yati √

Yulia Fitriani √

Zaky Putra √

5. Brandon Halim √

Elisabeth √

Olivia Kusuma √

Fiona Santoso √

Erik √

Rezky Putra Widjaja √

Muhammad Imam √

Suci Rahmadhani √
SD Tunas Delima Arawinda √

Handy Sulaiman √

Lia Natalia √

Danar √

Adi Perkasa √

Tuntas Hadiyono √

Resta √

Ana Kurniasari √

Herry Gunawan √

Trisnawati √

63
Agung Dwi Permana √

Jessica Purwanto √

Lidya Kusuma √

64
Daftar Nama Responden

No Nama Usi Pendi Pekerjaan Pengetah Dukung Status Sosial Imun


Ibu a dikan Ibu uan Ibu an Ekonomi isasi
Ibu Ibu Keluarg
a

1 Niatul 44 S1 IRT BAIK BAIK MENENGAH Y

2 Titi 48 D3 Karyawan CUKUP BAIK MENENGAH Y


Swasta

3 Siti 38 SMA IRT BAIK BAIK RENDAH Y

4 Yuli 32 SD IRT KURANG BAIK RENDAH Y

5 Teti 30 SMP IRT BAIK BAIK RENDAH Y


Susanti

6 Mariani 35 S1 IRT BAIK BAIK RENDAH Y

7 Desi 31 SMA IRT BAIK BAIK RENDAH Y

8 Tuti A 43 SMP Wiraswasta BAIK BAIK TINGGI Y

9 Ria 30 SMA IRT BAIK BAIK RENDAH Y

10 Tanti 26 SMP IRT BAIK BAIK RENDAH Y


Wiranti

11 Nurul H 34 SMA IRT BAIK BAIK RENDAH Y

12 Yuni 36 S1 Karyawan BAIK KURAN MENENGAH Y


Swasta G

13 Rita M 33 SMA IRT BAIK BAIK RENDAH Y

14 Triatni 42 SMA IRT BAIK BAIK MENENGAH T

15 Yeni Lie 39 SMA IRT KURANG BAIK RENDAH Y

16 Anita Y 30 SD IRT CUKUP BAIK RENDAH Y

17 Debora 36 SMP IRT CUKUP KURAN RENDAH Y


G

18 Susi L 30 SMA IRT BAIK BAIK RENDAH Y

65
19 Rifka 46 SMA IRT KURANG BAIK TINGGI Y

20 Desi 34 D3 IRT BAIK BAIK RENDAH Y

21 Mulasi 27 SD IRT BAIK BAIK RENDAH Y

22 Retno 34 S1 IRT BAIK BAIK RENDAH Y

23 Atin R 40 SMA IRT BAIK BAIK RENDAH Y

24 Atin 33 SMA Karyawan CUKUP BAIK MENENGAH Y


Swasta

25 Tipsijah 41 SD IRT CUKUP BAIK RENDAH Y

26 Margian 33 SMA IRT KURANG BAIK RENDAH Y


ti

27 Linda 42 SMA Karyawan BAIK BAIK MENENGAH Y


Swasta

28 Taryami 29 SD IRT BAIK BAIK TINGGI Y

29 Veronik 30 D3 Karyawan BAIK BAIK MENENGAH Y


a Swasta

30 Marsini 25 SMP IRT BAIK BAIK RENDAH Y

31 Mamik 48 SMA IRT BAIK BAIK RENDAH T


H

32 Susiyant 35 D3 Karyawan BAIK BAIK MENENGAH Y


i Swasta

33 Lisna 27 SMP IRT BAIK BAIK MENENGAH Y

34 Ambar 27 SMA IRT KURANG BAIK MENENGAH Y


NR

35 Ratna D 35 SMA IRT KURANG BAIK MENENGAH Y

36 Hesti 32 S1 IRT BAIK BAIK RENDAH Y

37 Dwi 35 D3 Karyawan BAIK BAIK MENENGAH Y


Swasta

38 Rotua 39 SMA IRT CUKUP BAIK RENDAH Y

66
39 Siti H 36 SMA IRT CUKUP BAIK RENDAH Y

40 Saripah 29 SD IRT CUKUP KURAN RENDAH Y


G

41 Hesti N 36 S1 PNS BAIK KURAN MENENGAH Y


G

42 Ira 25 SMP IRT KURANG KURAN RENDAH T


G

43 Arum 37 SMA IRT BAIK BAIK TINHGI Y

44 Yanti 46 D3 IRT BAIK BAIK MENENGAH Y

45 Tia 28 SMA IRT BAIK KURAN MENENGAH Y


G

46 Tuti 39 SMA IRT BAIK BAIK MENENGAH Y

47 Sri M 29 SMA Wiraswasta BAIK BAIK MENENGAH Y

48 Suryani 31 SMP IRT CUKUP BAIK RENDAH Y

49 Echa 37 S1 PNS BAIK BAIK MENENGAH Y

50 Nia 30 SMA IRT BAIK BAIK RENDAH Y

51 Jamila 28 SMA IRT BAIK BAIK MENENGAH Y

52 Susi M 38 S1 PNS BAIK BAIK MENENGAH Y

53 Sayuti 34 SD IRT CUKUP BAIK RENDAH Y

54 Nurhaya 29 D3 Wiraswasta BAIK KURAN MENENGAH Y


ti G

55 Yuli 37 D3 IRT BAIK BAIK MENENGAH Y

56 Marlina 33 S1 Karyawan BAIK BAIK MENENGAH Y


Swasta

57 Lusy 35 S1 PNS BAIK BAIK MENENGAH Y

58 Ita 32 SMA Wiraswasta BAIK BAIK MENENGAH Y

59 Mirna 30 SMP Wiraswasta CUKUP BAIK RENDAH Y

67
60 Tita 38 SMA Karyawan CUKUP KURAN RENDAH Y
Swasta G

61 Imas 39 SD IRT KURANG BAIK RENDAH T

62 Ajeng 42 SMA IRT BAIK BAIK MENENGAH Y

63 Siti W 33 SD IRT CUKUP KURAN RENDAH Y


G

64 Karlina 29 SMA Karyawan BAIK BAIK MENENGAH Y


Swasta

65 Lelita 37 S1 PNS BAIK KURAN TINGGI Y


G

66 Sumilay 38 SMA IRT BAIK BAIK MENENGAH Y


ati

67 Tina 30 D3 Wiraswasta CUKUP KURAN MENENGAH Y


G

68 Dita 38 SMP Wiraswasta CUKUP BAIK RENDAH Y

69 Sari 33 SMA Karyawan CUKUP KURAN MENENGAH Y


Swasta G

70 Ina 29 SMA IRT CUKUP KURAN MENENGAH Y


G

71 Noviaya 40 S1 Wiraswasta BAIK BAIK MENENGAH Y


na

72 Kirana 43 SMA IRT CUKUP BAIK RENDAH Y

73 Larasati 27 SMA Karyawan BAIK BAIK MENENGAH Y


Swasta

74 Kartika 28 SMP Wiraswasta KURANG BAIK RENDAH Y

75 Santi 31 SMA IRT BAIK BAIK MENENGAH Y

76 Livina 38 SD IRT CUKUP KURAN MENENGAH T


G

77 Ranum 39 S1 PNS BAIK BAIK TINGGI Y

68
78 Kenanga 26 SMA Karyawan CUKUP BAIK RENDAH Y
Swasta

79 Somili 32 SMA Wiraswasta BAIK KURAN MENENGAH Y


G

80 Septiani 43 D3 IRT BAIK BAIK TINGGI Y

81 Ratu 30 SMA Karyawan CUKUP KURAN MENENGAH Y


Swasta G

82 Bella S 36 SMA IRT CUKUP BAIK TINGGI Y

83 Haryati 33 S1 IRT BAIK BAIK TINGGI Y


T

84 Amelia P 30 SMA IRT CUKUP BAIK TINGGI Y

85 Yolanda 37 SMA Karyawan BAIK BAIK MENENGAH Y


Swasta

86 Indah K 37 SMP Wiraswasta CUKUP BAIK RENDAH Y

87 Kartini 28 SD Wiraswasta KURANG BAIK MENENGAH Y


M

88 Katrin 36 D3 Karyawan BAIK BAIK MENENGAH Y


Swasta

89 Sumarti 33 SMP Wiraswasta KURANG BAIK RENDAH Y


ni

90 Saedah 34 SMA IRT CUKUP KURAN RENDAH Y


G

91 Tia 44 SMA IRT KURANG KURAN MENENGAH T


Puspita G

92 Hani 31 SMA Wiraswasta BAIK BAIK RENDAH Y

93 Eno S 35 SMA Karyawan CUKUP BAIK RENDAH Y


Swasta

94 Nurulina 29 S1 Karyawan BAIK BAIK MENENGAH Y


Swasta

95 Grace M 36 SMA IRT CUKUP KURAN MENENGAH Y

69
G

96 Saripah 38 SMA IRT BAIK KURAN RENDAH Y


G

97 Pamela 40 D3 Karyawan BAIK BAIK MENENGAH Y


Swasta

98 Dewi 36 S1 PNS BAIK BAIK TINGGI Y

99 Pujianti 29 SMA Wiraswasta CUKUP BAIK MENENGAH Y

10 Maya R 33 SMP IRT CUKUP KURAN RENDAH T


0 G

10 Robiah 34 SMA Wiraswasta CUKUP BAIK MENENGAH Y


1

10 Siti O 37 SMA Karyawan BAIK BAIK MENENGAH Y


2 Swasta

10 Ernawat 38 S1 PNS BAIK BAIK TINGGI Y


3 i

10 Aan 40 SMA Karyawan BAIK BAIK MENENGAH Y


4 Swasta

10 Mujianti 43 SMA Wiraswasta CUKUP BAIK MENENGAH Y


5

70
LAMPIRAN 2

Pie Chart Hasil Penelitian dan Tabel SPSS Hasil Penelitian

71
Status Imunisasi Ulang Campak

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak mendapat imunisasi


6 5.7 5.7 5.7
ulang campak

Mendapat imunisasi ulang


99 94.3 94.3 100.0
campak

Total 105 100.0 100.0

Usia Ibu 3 Kategori

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Dewasa Awal 58 55.2 55.2 55.2

Dewasa Akhir 41 39.0 39.0 94.3

Lansia Awal 6 5.7 5.7 100.0

Total 105 100.0 100.0

Status Pekerjaan Ibu

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak Bekerja 59 56.2 56.2 56.2

Bekerja 46 43.8 43.8 100.0

Total 105 100.0 100.0

72
Tingkat Pendidikan Ibu

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Rendah 25 23.8 23.8 23.8

Menengah 51 48.6 48.6 72.4

Tinggi 29 27.6 27.6 100.0

Total 105 100.0 100.0

Tingkat Pengetahuan Ibu

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Kurang 12 11.4 11.4 11.4

Cukup 32 30.5 30.5 41.9

Baik 61 58.1 58.1 100.0

Total 105 100.0 100.0

Status Sosial-Ekonomi

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Rendah 46 43.8 43.8 43.8

Menengah 47 44.8 44.8 88.6

Tinggi 12 11.4 11.4 100.0

Total 105 100.0 100.0

Dukungan Keluarga

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Kurang 20 19.0 19.0 19.0

Baik 85 81.0 81.0 100.0

Total 105 100.0 100.0

Usia Ibu 3 Kategori * Status Imunisasi Ulang Campak Crosstabulation

73
Status Imunisasi Ulang Campak

Tidak mendapat Mendapat


imunisasi ulang imunisasi ulang
campak campak Total

Usia Ibu 3 Kategori Dewasa Awal Count 1 57 58

Expected Count 3.3 54.7 58.0

Dewasa Akhir Count 3 38 41

Expected Count 2.3 38.7 41.0

Lansia Awal Count 2 4 6

Expected Count .3 5.7 6.0

Total Count 6 99 105

Expected Count 6.0 99.0 105.0

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2-


Value df sided)

Pearson Chi-Square 10.404a 2 .006

Likelihood Ratio 6.790 2 .034

Linear-by-Linear Association 7.581 1 .006

N of Valid Cases 105

a. 3 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum


expected count is .34.

Status Pekerjaan Ibu * Status Imunisasi Ulang Campak Crosstabulation

Status Imunisasi Ulang Campak

Tidak mendapat Mendapat


imunisasi ulang imunisasi ulang
campak campak Total

Status Pekerjaan Ibu Tidak Bekerja Count 6 53 59

Expected Count 3.4 55.6 59.0

Bekerja Count 0 46 46

Expected Count 2.6 43.4 46.0

Total Count 6 99 105

Expected Count 6.0 99.0 105.0

Chi-Square Tests

74
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 4.961a 1 .026

Continuity Correctionb 3.253 1 .071

Likelihood Ratio 7.199 1 .007

Fisher's Exact Test .034 .028

Linear-by-Linear Association 4.914 1 .027

N of Valid Casesb 105

a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.63.

b. Computed only for a 2x2 table

Tingkat Pendidikan Ibu * Status Imunisasi Ulang Campak Crosstabulation

Status Imunisasi Ulang Campak

Tidak mendapat Mendapat


imunisasi ulang imunisasi ulang
campak campak Total

Tingkat Pendidikan Ibu Rendah Count 4 21 25

Expected Count 1.4 23.6 25.0

Menengah Count 2 49 51

Expected Count 2.9 48.1 51.0

Tinggi Count 0 29 29

Expected Count 1.7 27.3 29.0

Total Count 6 99 105

Expected Count 6.0 99.0 105.0

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2-


Value df sided)

Pearson Chi-Square 6.971a 2 .031

Likelihood Ratio 7.138 2 .028

Linear-by-Linear Association 6.105 1 .013

N of Valid Cases 105

75
Tingkat Pendidikan Ibu * Status Imunisasi Ulang Campak Crosstabulation

Status Imunisasi Ulang Campak

Tidak mendapat Mendapat


imunisasi ulang imunisasi ulang
campak campak Total

Tingkat Pendidikan Ibu Rendah Count 4 21 25

Expected Count 1.4 23.6 25.0

Menengah Count 2 49 51

Expected Count 2.9 48.1 51.0

Tinggi Count 0 29 29

Expected Count 1.7 27.3 29.0

Total Count 6 99 105

a. 3 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum


expected count is 1.43.

Tingkat Pengetahuan Ibu * Status Imunisasi Ulang Campak Crosstabulation

Status Imunisasi Ulang Campak

Tidak mendapat Mendapat


imunisasi ulang imunisasi ulang
campak campak Total

Tingkat Pengetahuan Ibu Kurang Count 3 9 12

Expected Count .7 11.3 12.0

Cukup Count 2 30 32

Expected Count 1.8 30.2 32.0

Baik Count 1 60 61

Expected Count 3.5 57.5 61.0

Total Count 6 99 105

Expected Count 6.0 99.0 105.0

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2-


Value df sided)

Pearson Chi-Square 10.181a 2 .006

Likelihood Ratio 7.333 2 .026

76
Linear-by-Linear Association 8.449 1 .004

N of Valid Cases 105

a. 3 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum


expected count is .69.

Status Sosial-Ekonomi * Status Imunisasi Ulang Campak Crosstabulation

Status Imunisasi Ulang Campak

Tidak mendapat Mendapat


imunisasi ulang imunisasi ulang
campak campak Total

Status Sosial-Ekonomi Rendah Count 3 43 46

Expected Count 2.6 43.4 46.0

Menengah Count 3 44 47

Expected Count 2.7 44.3 47.0

Tinggi Count 0 12 12

Expected Count .7 11.3 12.0

Total Count 6 99 105

Expected Count 6.0 99.0 105.0

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2-


Value df sided)

Pearson Chi-Square .822a 2 .663

Likelihood Ratio 1.503 2 .472

Linear-by-Linear Association .437 1 .508

N of Valid Cases 105

a. 3 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum


expected count is .69.

Dukungan Keluarga * Status Imunisasi Ulang Campak Crosstabulation

Status Imunisasi Ulang Campak Total

77
Tidak mendapat Mendapat
imunisasi ulang imunisasi ulang
campak campak

Dukungan Keluarga Kurang Count 4 16 20

Expected Count 1.1 18.9 20.0

Baik Count 2 83 85

Expected Count 4.9 80.1 85.0

Total Count 6 99 105

Expected Count 6.0 99.0 105.0

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 9.358a 1 .002

Continuity Correctionb 6.369 1 .012

Likelihood Ratio 7.030 1 .008

Fisher's Exact Test .012 .012

Linear-by-Linear Association 9.269 1 .002

N of Valid Casesb 105

a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.14.

b. Computed only for a 2x2 table

78

You might also like