Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1
di 9 (sembilan) Kabupaten di Kalimantan Tengah, diantaranya Kotawaringin Barat,
Kapuas, Barito Selatan, Barito Timur, Barito Utara, Gunung Mas, Seruyan, Lamandau,
dan Sukamara. Diharapkan, masyarakat dapat datang ke berbagai fasilitas layanan
kesehatan untuk program CPC ini, masyarakat dapat mendatangi Pustu, Posyandu,
Rumah Sakit. Untuk Kalimantan Tengah sendiri sasaran program CPC ini adalah
sebanyak 119.768 anak. Campak merupakan imunisasi yang mendapat perhatian lebih
karena Indonesia telah berkomitmen pada lingkup ASEAN dan SEARO dalam rangka
pencapaian target eliminasi campak tahun 2020, diperlukan cakupan imunisasi campak
minimal 95% secara merata di seluruh kabupaten/kota.3 Oleh karena itu, penulis berniat
untuk melakukan penelitian terhadap faktor-faktor yang berhubungan dengan pencapaian
imunisasi ulangan campak diantaranya usia ibu, tingkat pengetahuan ibu, tingkat
pendidikan ibu, status pekerjaan ibu, dukungan keluarga, dan status sosial-ekonomi.4,5,6
1.3. Hipotesis
Usia ibu merupakan faktor yang berhubungan dengan pencapaian imunisasi campak
di sekolah terjaring Puskesmas Tanjung Duren Utara.
Tingkat pengetahuan ibu merupakan faktor yang berhubungan dengan pencapaian
imunisasi campak di sekolah terjaring Puskesmas Tanjung Duren Utara.
Tingkat pendidikan ibu merupakan faktor yang berhubungan dengan pencapaian
imunisasi campak di sekolah terjaring Puskesmas Tanjung Duren Utara.
Status pekerjaan ibu merupakan faktor yang berhubungan dengan pencapaian
imunisasi campak di sekolah terjaring Puskesmas Tanjung Duren Utara.
Status sosial-ekonomi merupakan faktor yang berhubungan dengan pencapaian
imunisasi campak di sekolah terjaring Puskesmas Tanjung Duren Utara.
2
1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum
Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pencapaian imunisasi
ulang campak.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Imunisasi
2.1.1. Pengertian Imunisasi
Imunisasi merupakan sebuah proses yang mengubah seorang individu ke dalam
keadaan dimana individu tersebut terproteksi dari penyakit akibat infeksi. Penggunaan kata
‘imunisasi’ sering disamakan dengan kata ‘vaksinasi’. Vaksinasi sebenarnya merupakan
inokulasi dari virus vaksinia (smallpox) untuk membuat seorang individu kebal terhadap
penyakit smallpox. Sekarang kata ‘vaksinasi’ berarti pemberian (melalui injeksi, mulut atau
rute lainnya) vaksin. Vaksinasi itu sendiri belum tentu menghasilkan imunitas untuk penyakit
itu.8
Imunisasi terdiri dari dua jenis, yaitu imuisasi aktif dan imunisasi pasif. Imunisasi
aktif merupakan imunisasi dengan memberikan antigen (live attenuated atau mikroba inaktif
atau produksi mikroba) yang menginduksi dan respons imun pada resipien yang
menghasilkan imunitas protektif. Sedangkan imunisasi pasif merupakan imunisasi dengan
memberikan antibodi protektif (serum hiperimun atau immunoglobulin) ke resipien dengan
tujuan mengeradikasi mikroba. Imunisasi pasif menyediakan proteksi jangka-pendek dari
patogen spesifik tapi tidfak menginduksi imunitas jangka panjang karena tidak ada stimulasi
terhadap antibodi endogen atau produksi sel T.7.8
4
Vaksin live attenuated diproduksi di laboratorium dengan cara menurunkan virulensi
virus atau bakteri penyebab penyakit, misalnya virus yang hanya hidup pada sel manusia
dibiakkan dalam jaringan hidup mamalia. Vaksin yang dihasilkan masih memiliki
kemampuan untuk bereplikasi dan menimbulkkan kekebalan tetapi tidak menyebabkan
penyakit.9
Vaksin inactivated dapat terdiri atas seluruh tubuh virus atau bakteri, atau komponen
(fraksi) dari kedua organisme tersebut. Vaksin komponen dapat berbasis protein atau berbasis
polisakarida. Vaksin yang berbasis protein termasuk toksoid (toksin bakteri yang inactivated)
dan produk subunit atau sub-virion. Sebagian besar vaksin berbasis polisakarida terdiri atas
dinding sel polisakarida asli bakteri. Vaksin konjugasi (conjugated vaccine) polisakarida
adalah vaksin polisakarida yang secara kimiawi disambung dengan protein, dengan cara
konjugasi sehingga lebih imunogenik.9
Vaksin live attenuated
Vaksin hidup dibuat dari virus atau bakteri liar (wild) penyebab penyakit. Virus atau
bakteri liar ini dilemahkan (attenuated) di laboratorium, biasanya dengan cara pembiakan
berulang-ulang. Misalnya vaksin campak yang dipakai sampai sekarang, diisolasi untuk
mengubah virus liar campak menjadi virus vaksin dibutuhkan 10 tahun dengan cara
melakukan penanaman pada jaringan media pembiakan secara serial dari seorang anak yang
menderita penyakit campak pada tahun 1954.9
Supaya dapat menimbulkan respons imun, vaksin live attenuated harus berkembang
biak (mengadakan replikasi) di dalam tubuh resipien. Suatu dosis kecil virus atau bakteri
yang diberikan, yang kemudian mengadakan replikasi di dalam tubuh dan meningkat
jumlahnya sampai cukup besar untuk memberi rangsangan suatu respons imun.9
Vaksin hidup attenuated yang tersedia antara lain vaksin campak, gondongan
(parotitis epidemika), rubella, polio, rotavirus, yellowfever, dan BCG.9
Vaksin inactivated
Vaksin inactivated dihasilkan dengan cara membiakkan bakteri atau virus dalam
media pembiakan (persemaian), kemudian dibuat tidak aktif (inactivated) dengan
penambahan bahan kimia (biasanya formalin). Untuk vaksin fraksional, organisme tersebut
dibuat murni dan hanya komponen-komponennya yang dimasukkan dalam vaksin (misalnya
kapsul polisakarida dari kuman pneumokokus).9
Pada beberapa keadaan suatu antigen untuk melindungi terhadap penyakit masih
memerlukan vaksin seluruh sel (whole cell), namun vaksin bakterial seluruh sel bersifat
paling reaktogenik clan menyebabkan paling banyak reaksi ikutan atau efek samping. Ini
5
disebabkanrespons terhadap komponen¬-komponen sel yang sebenarnya tidak diperlukan
untuk perlindungan (contoh antigen pertusis dalam vaksin DPT).9
Vaksin inactivated yang tersedia saat ini berasal dari:9
Seluruh sel virus yang inactivated, contoh influenza, polio, rabies, hepatitis A.
Seluruh bakteri yang inactivated, contoh pertusis, tifoid, kolera, lepra.
Vaksin fraksional yang masuk sub-unit, contoh hepatitis B, influenza, pertusisa-
seluler, tifoid Vi, lyme disease,
Toksoid, contoh difteria, tetanus, botulinum,
Polisakarida murni, contoh pneumokokus, meningokokus, clan
Haemophilusinfluenzae tipe b.
Gabungan polisakarida ( Haemophillus influenzae tipe b dan pneumokokus)
6
2.1.5. Pemberian suntikan
Hampir semua jenis vaksin diberikan dengan rute intramuskular atau subkutan. Akan
tetapi, vaksin OPV dan BCG diberikan secara masing-masing per-oral dan intradermal. Agar
vaksin dapat berfungsi optimal, cara administrasi vaksin harus dilakukan dengan cermat.11.12
Vaksin yang diberikan secara intramuskular harus diberikan pada otot yang sehat dan
berkembang dengan baik, pada lokasi yang bebas dari risiko kerusakan lokal, neural,
vaskular, atau jaringan. Penyuntikan vaksin yang tidak benar dapat menyebabkan kegagalan
vaksin dan nodul atau benjolan pada tempat suntikan, dan reaksi lokal.Lokasi rekomendasi
untuk vaksin intramuskular adalah:10
1. M. vastuslateralis pada paha bagian luar untuk anak usia di bawah 15 bulan.
2. Untuk balita dan anak, m vastus lateralis dan m. deltoideus dapat digunakan –
pemilihannya didasarkan pada penialaian professional pemberi vaksin.
3. M. deltoideus pada anak yang lebih tua, remaja, dan dewasa.
Pada bayi dan anak usia kurang dari 15 bulan, m. deltoideus tidak menyediakan
tempat injeksi intramuskular yang baik karena letak n. radialis yang lebih superficial dan m.
deltoideus belum mampu untuk menyerap vaksin secara adekuat.10
Bayi berumur 6 bulan dan dibawahnya tidak perlu dipegang erat seperti balita. Pada
umur ini pegangan yang berlebihan meningkatkan rasa takut mereka sehingga otot mereka
menjadi kaku. Bayi dapat diletakkan telentang, atau setengah telentang pada pangkuan orang
tua atau pengasuhnya. Idealnya orangtua atau pengasuh harus diberitahu untuk memegang
bayi atau anak saat penyuntikan. Jika orang tua / pengasuh akan menolong memegang bayi
atau anak, pastikan bahwa mereka mengerti apa yang akan terjadi nanti. M. vastuslateralis
adalah otot yang besar, tebal dan berkembang baik pada bayi.10
Posisikan bayi telentang atau dipangkuan orang tua atau pengasuh dengan didasari
kain. Aduksi kaki yang terlipat dengan baik dan:10
1. Temukan trochantermayor.
2. Temukan condylusfemoralislateral.
3. Bagi daerah tersebut menjadi tiga bagian dan tarik garis imajiner dari batas bawah
menuju ke tengah dari batas atas (lihat adanya tonjolan disepanjang bagian bawah dari
fascialata).
4. Lokasi injeksi adalah pada garis imajiner, proksimal dari batas atas.
5. Imobilisasi tungkai tersebut.
7
Secara umum rekomendasi praktik terbaik adalah hanya membolehkan satu injeksi
per lokasi, meskipun dengan pengenalan vaksin baru dan kebutuhan akan proteksi, dua
injeksi pada satu otot dapat diperlukan. Hal ini dianggap aman dan dapat diterima, tetapi
teknik injeksi pemberi vaksin harus lebih tepat.10
Ketika dibutuhkan, dua vaksin dapat diberikan pada satu tungkai pada sekali
pertemuan. Paha bagian anterolateral lebih dipilih sebagai lokasi injeksi untuk penyuntikan
intramuskular simultan karena massa otot yang besar. Lokasi injeksi harus dipisah setidaknya
2-3 cm sehingga reaksi lokal tidak saling tumpang tindih.10
Pemberian vaksin multipel tidak boleh dicampur dalam satu syringe kecuali secara
spesifik terlisensi dan terlabel untuk pemberian dalam satu syringe. Satu jarum dan satu
syringe hanya boleh digunakan untuk satu vaksin.10
Jika pemberi vaksin dominan memakai tangan kanan, pemberian dua injeksi lebih
mudah diberikan pada paha kiri, sedangkan bila dominan memakai tangan kiri lebih mudah
diberikan pada paha kanan. Pemberian vaksin pada paha manapun yang dianggap pemberi
vaksin mudah dilakukan dapat memberikan penetrasi yang baik pada otot dan mengurangi
kerusakan jaringan.10
Pada penyuntikan untuk anak yang lebih tua atau dewasa dapat dipilih lokasi injeksi
di m. deltoideus. M. deltoideus berlokasi pada aspek lateral lengan atas. M. deltodieus harus
terekspos untuk menghindari risiko kerusakan n. radialis (sebuah injeksi pada pertemuan
antara sepertiga atas dan sepertiga tengah dari aspek lateral lengan dapat melukai saraf
tersebut).10
Volume yang diinjeksikan pada m. deltoideus tidak boleh melebihi 0,5 ml pada anak
dan 1,0 ml pada dewasa. Temukan lokasi injeksi yang tepat dengan cara:10
1. Temukan processusacromion.
2. Temukan tuberositas deltoid, segaris dengan axilla.
3. Gambar segitiga imajiner yang mengarah ke bawah dari acromnion.
Lokasi injeksi berada di tengah, atau satu sampai empat jari dari acromnion.
Tabel 2.1. Ukuran jarum penyuntikan vaksin sesuai usia dan lokasi penyuntikan.10
Umur Lokasi Ukuran dan Keterangan
panjang jarum
Injeksi intramuscular
8
Saat lahir Vastus lateralis 23-25 G x 16 mm
9
deposisi
intramuskular dalam.
Vastus lateralis 21-22 G x 38 mm
Catatan: jarum 21-23
G 38 mm dapat
diperlukan untuk
injeksi deltoid pada
laki-laki atau
perempuan obesitas.
Injeksi Subkutan
10
rantai penyebaran suatu penyakit dan imunisasi yang diberikan pada PIN tanpa memandang
status imunisasi sebelumnya. Terkadang terdapat program PIN (Pekan Imunisasi Nasional)
campak yang bertujuan sebagai penguatan (strengthening). (3) Catch up Campaign campak
merupakan suatu upaya untuk memutuskan transmisi penularan virus campak pada anak usia
sekolah dasar. Kegiatan ini dilakukan dengan pemberian imunisasi campak secara serentak
pada anak sekolah dasar dan tanpa mempertimbangkan status imunisasi sebelumnya.
Pemberian imunisasi campak pada waktu catch up campaign campak di samping untuk
memutuskan rantai penularan juga berguna sebagai booster atau imunisasi ulangan (dosis
kedua)10,11
2.2.2. Epidemiologi
Penyakit ini terutama menyerang anak-anak usia 5-9 tahun. Dinegara berkembang
menyerang pada usia lebih muda daripada negara maju. Biasanya penyakit ini timbul pada
masa anak dan kemudian menyebabkan kekebalan seumur hidup. Bayi yang dilahirkan oleh
ibu yang pernah menderita morbili akan mendapatkan kekebalan secara pasif (melalui
11
plasenta) sampai umur 4-6 bulan dan setelah umur tersebut kekebalan akan mengurang
sehingga si bayi dapat menderita morbili. Bila si ibu belum pernah menderita menderita
morbili ketika ia hamil 1 atau 2 bulan, maka 50% kemungkinan akan mengalami abortus, bila
ia menderita morbili pada trimester pertama, kedua atau ketiga maka ia mungkin melahirkan
seorang anak dengan kelainan bawaan atau seorang anak dengan berat badan lahir rendah
atau lahir mati anak yang kemudian meninggal sebelum usia 1 tahun. 13
2.2.3. Penyebab
Campak, rubeola, atau measles adalah penyakit infeksi yang sangat mudah menular
atau infeksius sejak awal masa prodromal, yaitu kurang lebih 4 hari pertama sejak munculnya
ruam. Campak disebabkan oleh paramiksovirus ( virus campak). Penularan terjadi melalui
percikan ludah dari hidung, mulut maupun tenggorokan penderita campak (airbornedisease)
Masa inkubasi adalah 10-14 hari sebelum gejala muncul.12
Kekebalan terhadap campak diperoleh setelah vaksinasi, infeksi aktif dan kekebalan
pasif pada seorang bayi yang lahir ibu yang telah kebal (berlangsung selama 1 tahun). Orang-
orang yang rentan terhadap campak adalah: - bayi berumur lebih dari 1 tahun - bayi yang
tidak mendapatkan imunisasi - remaja dan dewasa muda yang belum mendapatkan imunisasi
kedua. Virus ini sangat sensitif terhadap panas dan dingin, sinar ultraviolet dan ether. 12
2.2.4. Gejala
Gejala mulai timbul dalam waktu 7-14 hari setelah terinfeksi, yaitu berupa: - Panas
badan - nyeri tenggorokan - hidung meler ( Coryza), batuk ( Cough ),Bercak Koplik, nyeri
otot, mata merah ( Conjuctivitis ) 2-4 hari kemudian muncul bintik putih kecil di mulut
bagian dalam (bintik Koplik). Ruam (kemerahan di kulit) yang terasa agak gatal muncul 3-5
hari setelah timbulnya gejala diatas. Ruam ini bisa berbentuk makula (ruam kemerahan yang
mendatar) maupun papula (ruam kemerahan yang menonjol).
Pada awalnya ruam tampak di wajah, yaitu di depan dan di bawah telinga serta di
leher sebelah samping. Dalam waktu 1-2 hari, ruam menyebar ke batang tubuh, lengan dan
tungkai, sedangkan ruam di wajah mulai memudar. 13
Pada puncak penyakit, penderita merasa sangat sakit, ruamnya meluas serta suhu
tubuhnya mencapai 40° Celsius. 3-5 hari kemudian suhu tubuhnya turun, penderita mulai
merasa baik dan ruam yang tersisa segera menghilang. Demam, kecapaian, pilek, batuk dan
mata yang radang dan merah selama beberapa hari diikuti dengan ruam jerawat merah yang
mulai pada muka dan merebak ke tubuh dan ada selama 4 hari hingga 2.2.5. Patofisiologi
12
Virus campak ditularkan lewat infeksi droplet lewat udara, menempel dan
berkembang biak pada epitel nasofaring. Tiga hari setelah invasi, replikasi dan kolonisasi
berlanjut pada kelenjar limfe regional dan terjadi viremia yang pertama. Virus menyebar pada
semua sistem retikuloendotelial dan menyusul viremia kedua setelah 5-7 hari dari infeksi
awal. Adanya giantcells dan proses keradangan merupakan dasar patologik ruam dan infiltrat
peribronchial paru. Juga terdapat udema, bendungan dan perdarahan yang tersebar pada otak.
Kolonisasi dan penyebaran pada epitel dan kulit menyebabkan batuk, pilek, mata merah (3 C:
coryza, cough and conjuctivitis) dan demam yang makin lama makin tinggi. Gejala panas,
batuk, pilek makin lama makin berat dan pada hari ke 10 sejak awal infeksi (pada hari
penderita kontak dengan sumber infeksi) mulai timbul ruam makulopapuler warna
kemerahan.Virus dapat berbiak juga pada susunan saraf pusat dan menimbulkan gejala klinik
encefalitis. Setelah masa konvelesen pada turun dan hipervaskularisasi mereda dan
menyebabkan ruam menjadi makin gelap, berubah menjadi desquamasi dan hiperpigmentasi.
Proses ini disebabkan karena pada awalnya terdapat perdarahan perivaskuler dan infiltrasi
limfosit. 13
Manusia merupakan satu-satunya inang alamiah untuk virus campak, walaupun
banyak spesies lain, termasuk kera, anjing, tikus, dapat terinfeksi secara percobaan. Virus
masuk ke dalam tubuh melalui system pernafasan, dimana mereka membelah diri secara
setempat; kemudian infeksi menyebar ke jaringan limfoid regional, dimana terjadi
pembelahan diri selanjutnya. Viremia primer menyebabkan virus, yang kemudian bereplikasi
dalam system retikuloendotelial. Akhirnya, viremia sekunder bersemai pada permukaan epitel
tubuh, termasuk kulit, saluran pernafasan, dan konjungtiva, dimana terjadi replikaksi fokal.
Campak dapat bereplikasi dalam limfosit tertentu, yang membantu penyebarannya di seluruh
tubuh. Sel datia berinti banyak dengan inklusi intranuklir ditemukan dalam jaringan limfoid
di seluruh tubuh (limfonodus, tonsil, apendiks).14
Peristiwa tersebut di atas terjadi selama masa inkubasi, yang secara khas berlangsung
9- 11 hari tetapi dapat diperpanjang hingga 3 minggu pada orang yang lebih tua. Mula timbul
penyakit biasanya mendadak dan ditandai dengan koriza (pilek), batuk, konjungtivitis,
demam, dan bercak koplik dalam mulut. Bercak koplik-patognomonik untuk campak-
merupakan ulkus kecil, putih kebiruan pada mukosa mulut, berlawanan dengan molar bawah.
Bercak ini mengandung sel datia, antigen virus, dan nukleokapsid virus yang dapat dikenali.14
Selama fase prodromal, yang berlangsung 2- 14 hari, virus ditemukan dalam air mata,
sekresi hidung dan tenggorokan, urin, dan darah. Ruam makulopopuler yang khas timbul
setelah 14 hari tepat saat antibodi yang beredar dapat dideteksi, viremia hilang, dan demam
13
turun. Ruam timbul sebagai hasil interaksi sel T imun dengan sel terinfeksi virus dalam
pembuluh darah kecil dan berlangsung sekitar seminggu. Pada pasien dengan cacat imunitas
berperantara sel, tidak timbul ruam. 14
Keterlibatan sistem saraf pusat lazim terjadi pada campak. Ensefalitis simptomatik
timbul pada sekitar 1:1000 kasus. Karena virus penular jarang ditemukan di otak, maka
diduga reaksi autoimun merupakan mekanisme yang menyebabkan komplikasi ini. 14
Sebaliknya, ensefalitis menular yang progresif akut dapat timbul pada pasien dengan
cacat imunitas berperantara sel. Ditemukan virus yang bereplikasi secara katif dalam otakdan
hal ini biasanya bentuk fatal dari penyakit. 14
Komplikasi lanjut yang jarang dari campak adalah peneesefalitis sklerotikkans
subakut. Penyakit fatal ini timbul bertahun- tahun setelah infeksi campak awal dan
disebabkan oleh virus yang masih menetap dalam tubuh setelah infeksi campak akut. Jumlah
antigen campak yang besar ditemukan dalam badan inklusi pada sel otak yang terinfeksi,
tetapi paartikel virus tidak menjadi matang. Replikasi virus yang cacat adalah akibat tidak
adanya pembentukan satu atau lebih produk gen virus, sering kali protein matriks. Tidak
diketahui mekanisme apa yang bertanggung jawab untuk pemilihan virus patogenik cacat
ini.14
Adanya virus campak intraseluler laten dalam sel otak pasien dengan panensefalitis
sklerotikans subakut menunjukkan kegagalan sistem imun untuk membasmi infeksi virus.
Ekspresi antigen virus pasa permukaan sel dimodulasi oleh penambahan antibodi campak
terhadap sel yang terinfeksi dengan virus campak. Dengan menngekspresikan lebih sedikit
antigen virus pada permukaan, sel- sel dapat menghindarkan diri agar tidak terbunuh oleh
reaksi sitotoksik berperantara sel atau berperantara antibodi tetapi dapat tetap
mempertahankan informasi genetik virus.14
Anak- anak yang diimunisasi dengan vaksi campak yang diinaktivasi kemudian
dipaparkan dengan virus campak alamiah, dapat mengalami sindroma yang disebut campak
atipik. Prosedur inaktivasi yang digunakan dalam produksi vaksin akan merusak
imunogenisitas protein F virus; walaupun vaksin mengembangkan respon antibodi yang baik
terhadap protein H, tanpa adanya infeksi antibodi F dapat dimulai dan virus dapat menyebar
dari sel ke sel melalui penyatuan. Keadaan ini akan cocok untuk reaksi patologik imun yang
dapat memperantarai campak atipik. Vaksin virus campak yang diinaktifkan tampak
digunakan lagi. 14
14
2.2.6. Mekanisme pertahanan tubuh
Respon imun non spesifik terhadap infeksi virus.
Secara jelas terlihat bahwa respon imun yang terjadi adalah timbulnya interferon dan
sel natural killer (NK) dan antibodi yang spesifik terhadap virus tersebut. Pengenalan dan
pemusnahan sel yang terinfeksi virus sebelum terjadi replikasi sangat bermanfaat bagi
pejamu. Permukaan sel yang terinfeksi virus mengalami modifikasi, terutama dalam struktur
karbohidrat, menyebabkan sel menjadi target sel NK. Sel NK mempunyai 2 jenis reseptor
permukaan. Reseptor pertama merupakan killeractivating reseptor, yang terikat pada
karbohidrat dan struktur lainnya yang di ekspresikan oleh semua sel. Reseptor lainnya adalah
killerinhibitory reseptor, yang mengenali molekul MHC kelas I dan mendominasi signal dari
reseptor aktivasi. Oleh karena itu, sensitifitas sel target tergantung pad ekspresi MHC kelas I.
sel yang sensitive atau terinfeksi mempunyai MHC kelas I yang rendah, namun sel yang tidak
terinfeksi dengan molekul MHC kelas I yang normal akan terlindungi dari sel NK. Produksi
IFN-alfa selama infeksi virus akan mengaktifasi sel NK dan meragulasi ekspresi MHC pada
sel terdekat sehingga menjadi resisten terhadap infeksi virus. Sel NK juga dapat berperan
15
dalam ADCC bila antibodi terhadap protein virus terikat pada sel yang terinfeksi. Oleh
karena itu 2 mekanisme utama respon nonspesifik terhadap virus, yaitu:
1. Infeksi virus secara langsung yang akan merangsang produksi IFN oleh sel- sel
terinfeksi; IFN berfungsi menghambat replikasi virus.
2. Sel NK mampu membunuh virus yang berada di dalam sel, walaupun virus
menghambat presentasi antigen dan ekspresi MHC kelas I. IFN tipe I akan
meningkatkan kemampuan sel NK untuk memusnahkan virus yang berada di dalam
sel. Selain itu, aktivasi komplemen dan fagositosis akan menghilangkan virus yang
dating dari ekstraseluler dan sirkulasi. 15
15
Molekul antibodi dapat menetralisasi virus melalui berbagai cara. Antibodi dapat
menghambat kombinasi virus dengan reseptor pada sel, sehingga memecah penetrasi dan
multipikasi intraseluler, seperti pada virus influenza. Antibodi juga dapat menghancurkan
partikel virus bebas melalui aktifasi jalur klasik komplemen atau produksi agregasi,
meningkatkan fagositosis dan kematian intraseluler. 15
Kadar konsentrasi antibodi yang relative rendah juga dapat bermanfaat khususnya
pada infeksi virus yang mempunyai masa inkubasi lama, dengan melewati aliran darah
terlebih dahulu sebelum memasuki organ target, seperti virus poliomyelitis yang masuk
melalui saluran cerna, melalui aliran darah menuju ke sel otak. Di dalam darah, virus akan
dinetralisasi oelh antibodi spesifik dengan kadar yang rendah, member waktu tubuh untuk
membentuk respon imun sekunder sebelum virus mencapai organ target. 15
Infeksi virus lain seperti influenza dan commoncold, mmempunyai masa inkubsai
yang pendek, dan organ target virus sama dengan pintu masuk virus. Waktu yang dibutuhkan
respon antibodi primer untuk mencapai puncaknya menjadi terbatas, sehingga diperlukan
produksi cepat interferon untuk mengatasi infeksi virus tersebut. Antibodi berfungsi sebagai
bantuan tambahan pada faase lambat pada proses penyembuhan. Namun, kadar antibodidapat
meningkat pada cairan lokal yang terdapat dipermukaan yang terinfeksi, seperti mukosa nasal
dan paru. Pembentukan antibodi antiviral, khususnya IgA, secara local menjadi penting untuk
pencegahan infeksi berikutnya. Namun hal ini menjadi tidak bermanfaat apabila terjadi
perubahan antigen virus. 15
Virus menghindari antibodi dengan cara hidup intraseluler. Antibodi lokal atau
sistemik dapat menghambat penyebaran virus sitolitik yang dilepaskan dari sel penjamu yang
terbunuh, namun antibodi sendiri tidak dapat mengontrol virus yang melakukan budding dari
permukaan sel sebagai partikel infeksius yang dapat menyebarkan virus ke sel terdekat tanpa
terpapar oleh antibodi, oleh karena itu diperlukan imunitas seluler. 15
Respon imunitas sseluler juga merupakan respon yang penting terutama pada infeksi virus
non sitopatik. Respon ini melibatkan sel T sitostoksik yang bersifat protektif, sel NK, ADCC
dan interaksi dengan MHC kelas I sehingga menyebabkan kerusakan sel jaringan. Dalam
respon infeksi virus pada jaringan akan timbul IFN yang akan membantu terjadinya respon
imun yang bawaan dan didapat. Peran antivirus dari IFN cukup besar terutama IFN-alfa dan
IFN-beta. Kerja IFn sebagai antivirus adalah:
1. Meningkatkan ekspresi MHC kelas 1
2. Aktivasi sel NK dan makrofag
3. Menghambat replikasi virus
16
4. Menghambat penetrasi ke dalam sel atau budding virus dari sel yang terinfeksi.
Limfosit T dari pejamu yang telah tersensitisasi bersifat sitotoksik langsung pada sel
yang terinfeksi virus melalui pengenalan antigen pada permukaan sel target oleh reseptor
alfa- beta spesifik di limfosit. Semakin cepat sel T sitostosik menyerang virus, maka replikasi
dan penyebaran virus akan semakin cepat dihambat. 15
Sel yang terinfeksi mengekspresikan peptide antigen virus pada permukaan yang
terkait dengan MHC kelas I sesaat setelah virus masuk. Pemusnahan cepat sel yang terinfeksi
oleh sel T sitostosik alfa- beta mencegah multiplikasi virus. 15
Sel T yang terstimulasi oleh antigen virus akan melepaskan sitokin seperti IFN-
gamma dan kemokin makrofag atau monosit. Sitokin ini akan menarik fagosit mononuclear
dan teraktifasi untuk mengeluarkan TNF. Sitokinin TNF bersama IFN- gamma akan
menyebabkan sel menjadi vonpermissive, sehingga tidak terjadi replikasi virus yang masuk
melalui transfer intraseluller. Oleh karena itu, lokasi infeksi dikelilingi oleh lingkaran sel
yang resisten. Seperti halnya IFN- alfa, IFN- gamma meningkatkan sitotoksisitas sel NK
untuk sel yang terinfeksi. 15
Antibodi dapat menghambat sel T sitotoksik melalui reaksi dengan antigen
permukaan pada budding virus yang baru dimulai, sehingga dapat terjadi proses ADCC.
Antibodi juga berguna dalam mencegah reinfeksi.15
Beberapa virus dapat menginfeksi sel-sel sistem imun sehingga mengganggu
fungsinya dan mengakibatkan imunodepresi, misalnya virus polio, influenza, dan HIV atau
penyakit AIDS. Sebagian besar virus membatasi dir (selflimiting), namun sebagian lain
menyebabkan gejala klinik atau subklinik. Pengenalan sel target oleh sel T sitotooksik
spesifik virus dapat melisis sel target yang mengekspresikan peptide antigen yang homolog
dengan region berbeda dari virus yang sama atau bahkan dari virus yang berbeda. Aktivaasi
oleh virus kedua tersebut dapat menimbulkan memori dan imunitas spontan daari virus lain
setelah infeksi virus inisial dengan jenis silang.15
2.2.7. Pencegahan
Vaksin campak merupakan bagian dari imunisasi rutin pada anak-anak. Vaksin
biasanya diberikan dalam bentuk kombinasi dengan gondongan dan campak Jerman (vaksin
MMR/mumps, measles, rubella), disuntikkan pada otot paha atau lengan atas. Jika hanya
mengandung campak, vaksin dibeirkan pada umur 9 bulan. Dalam bentuk MMR, dosis
pertama diberikan pada usia 12-15 bulan, dosis kedua diberikan pada usia 4-6 tahun. Selain
17
itu penderita juga harus disarankan untuk istirahat minimal 10 hari dan makan makanan yang
bergizi agar kekebalan tubuh meningkat.Tahapan pemberantasan campak14,15
Pemberantasan campak meliputi beberapa tahapan, dengan kriteria pada tiap tahap
yang berbeda-beda.
a. Tahap Reduksi.
Tahap reduksi campak dibagi dalam 2 tahap: Tahap pengendalian campak. Pada tahap
ini terjadi penurunan kasus dan kematian, cakupan imunisasi >80%, dan interval
terjadinya KLB berkisar antara 4 – 8 tahun. Tahap pencegahan KLB. Pada tahun ini
cakupan imunisasi dapat dipertahankan tinggi dan merata, terjadi penurunan tajam
kasus dan kematian, dan interval terjadinya KLB relative lebih panjang.
b. Tahap Eliminasi
Pada tahap eliminasi, cakupan imunisasi sudah sangat tinggi (>95%), dan daerah-
daerah dengan cakupan imunisasi rendah sudah sangat kecil jumlahnya. Kasus
campak sudah jarang dan KLB hampir tidak pernah ternadi. Anak-anak yang dicurigai
tidak terlindung (susceptible) harus diselidiki dan mendapat imunisasi tambahan.
c. Tahap Eradikasi
Cakupan imunisasi tinggi dan merata, dan kasus campak sudah tidak ditemukan.
Transmisi virus sudah dapat diputuskan, dan negara-negara di dunia sudah memasuki
tahap eliminasi. Pada TCG Meeting, Dakka, 1999, menetapkan Indonesia berada pada
tahap reduksi dengan pencegahan terjadinya KLB. 16
2.2.8. Penatalaksanaan
Pengobatan bersifat suportif, terdiri dari:
Pemberian cairan yang cukup
- Kalori yang sesuai dan jenis makanan yang disesuaikan dengan tingkat kesadaran dan
adanya komplikasi
- Suplemen nutrisi
- Antibiotik diberikan apabila terjadi infeksi sekunder
- Anti konvulsi apabila terjadi kejang
- Pemberian vitamin A.
- Indikasi rawat inap: hiperpireksia (suhu > 39,00 C), dehidrasi, kejang, asupan oral
sulit, atau adanya komplikasi.
- Campak tanpa komplikasi:
Hindari penularan
18
Tirah baring di tempat tidur
Vitamin A 100.000 IU, apabila disetai malnutrisi dilanjutkan 1500 IU tiap hari
- Diet makanan cukup cairan, kalori yang memadai. Jenis makanan disesuaikan dengan
tingkat kesadaran pasien dan ada tidaknya komplikasi
- Campak dengan komplikasi:
Ensefalopati/ensefalitis
Antibiotika bila diperlukan, antivirus dan lainya sesuai dengan PDT ensefalitis
Kortikosteroid, bila diperlukan sesuai dengan PDT ensefalitis
- Kebutuhan jumlah cairan disesuaikan dengan kebutuhan serta koreksi terhadap
gangguan elektrolit
- Bronkopneumonia:
Antibiotika sesuai dengan PDT pneumonia
Oksigen nasal atau dengan masker
Koreksi gangguan keseimbangan asam-basa, gas darah dan elektrolit
- Enteritis: koreksi dehidrasi sesuai derajat dehidrasi (lihat Bab enteritis dehidrasi).
- Pada kasus campak dengan komplikasi bronkhopneumonia dan gizi kurang perlu
dipantau terhadap adanya infeksi TB laten. Pantau gejala klinis serta lakukan uji
Tuberkulin setelah 1-3 bulan penyembuhan.Pantau keadaan gizi untuk gizi
kurang/buruk.13-16
2.2.9. Komplikasi
Pada anak yang sehat dan gizinya cukup, campak jarang berakibat serius. Beberapa
komplikasi yang bisa menyertai campak
1. Infeksi bakteri : Pneumonia dan Infeksi telinga tengah
2. Kadang terjadi trombositopenia (penurunan jumlah trombosit), sehingga pendeita
mudah memar dan mudah mengalami perdarahan
3. Ensefalitis (inteksi otak) terjadi pada 1 dari 1,000-2.000 kasus.16
20
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Irawati tentang faktor
karakteristik ibu yang berhubungan dengan ketepatan imunisasi campak di Pasuruan,
didapatkan bahwa hampir setengahnya responden berusia 20 - 30 tahun, yaitu 27,08%.
Disini bisa kita lihat bahwa pada usia 20 - 30 tahun, maka ibu sudah berada pada
tahap perkembangan yang dewasa. Pada fase dewasa tugas perkembangannya adalah
untuk saling ketergantungan dan tanggung jawab terhadap orang lain serta menjadi
pribadi yang lebih matang. Namun hal tersebut bertentangan dengan kenyataan yang
ada. Bahwa seharusnya seseorang yang sudah memasuki fase dewasa memiliki
tingkat pengetahuan yang baik. Hal ini mungkin disebabkan karena seseorang itu baru
belajar untuk mulai saling ketergantungan sehingga kematangan dalam berfikir belum
bisa maksimal. Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada
aspek fisik dan psikologi (mental). Pertumbuhan pada fisik secara garis besar ada
empat kategori perubahan pertama, perubahan ukuran, kedua perubahan proporsi,
ketiga hilangnya ciri ciri lama, ke empat timbulnya ciri ciri baru. Ini akibat
pematangan fungsi organ. Pada aspek psikologi atau mental taraf berfikir seseorang
makin matang.4
- Intelegensi
Intelegensi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk belajar dan berpikir abstrak
guna menyesuaikan diri secara mental dalam situasi baru. Intelegensi merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi hasil dari proses belajar. Intelegensi bagi
seseorang merupakan salah satu modal untuk berpikir dan mengolah berbagai
informasi secara terarah sehingga ia menguasai lingkungan. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa perbedaan intelegensi dari seseorang akan berpengaruh pula
terhadap tingkat pengetahuan.4,6
- Lingkungan
Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang.
Lingkungan memberikan pengaruh pertama bagi seseorang, di mana seseorang dapat
mempelajari hal – hal yang baik dan juga hal – hal yang buruk tergantung pada sifat
kelompoknya. Dalam lingkungan seseorang akan memperoleh pengalaman yang akan
berpengaruh pada cara berpikir seseorang.4
21
- Sosial budaya
Sosial budaya mempunyai pengaruh pada pengetahuan seseorang. Seseorang
memperoleh suatu kebudayaan dalam hubungannya dengan orang lain, karena
hubungan ini seseorang mengalami suatu proses belajar dan memperoleh suatu
pengetahuan.4,6
- Pendidikan
Pendidikan adalah suatu kegiatan atau proses pembelajaran untuk mengembangkan
atau meningkatkan kemampuan tertentu sehingga sasaran pendidikan itu dapat berdiri
sendiri. Tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah atau tidaknya seseorang
menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh, pada umumnya semakin
tinggi pendidikan seseorang makin baik pula pengetahuannya.4,6,18
- Informasi
Informasi akan memberikan pengaruh pada pengetahuan seseorang. Meskipun
seseorang memiliki pendidikan yang rendah tetapi jika ia mendapatkan informasi
yang baik dari berbagai media misalnya televisi, radio atau surat kabar, maka hal itu
akan dapat meningkatkan pengetahuan seseorang.4,6
Dari hasil penelitian tentang hubungan pengetahuan dan sikap ibu tentang ketepatan
imunisasi ulang DPT di Desa Krajankulon Wilayah Puskesmas Kaliwungu yang dilakukan
oleh Ficky Dian Sandiarta, menunjukkan bahwa pengetahuan dapat berhubungan dengan
tindakan yang akan dilakukan seseorang untuk mengambil keputusan. Selain itu pada
umumnya pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dimana semakin
tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin baik pula informasi yang diterima dan mudah
22
menerima berbagai informasi yang diberikan. Sesuai dengan hasil penelitian, responden
berpengetahuan baik dengan melakukan imunisasi ulang dengan tepat.6
23
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Irawati tentang faktor karakteristik ibu yang
berhubungan dengan ketepatan imunisasi campak di Pasuruan, menunjukkan bahwa hampir
setengahnya responden berpendidikan SD 29,16%. Pada hasil penelitian ini ditemukan bahwa
masih banyak ibu yang memiliki pendidikan SD yang berpengetahuan kurang, sehingga
diperlukan informasi dan penyuluhan dari tenagakesehatan secara bertahap untuk dapat
meningkatkan pengetahuan tentang imunisasi Campak. Pendidikan memegang peranan
penting dalam mengukur tingkat pengetahuan seseorang, semakin rendah tingkat pendidikan
seseorang maka semakin kurang pengetahuan yang di milikinya.Pendidikan adalah
bimbingan yang di berikan seseorang kepada orang lain terhadap suatu hal agar mereka
memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah
pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang
dimilikinya. Sebaliknya jika seseorang tingkat pendidikanya rendah, akan menghambat
perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan, informasi dan nilai nilai yang baru
diperkenalkan.4
24
Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit, mencakup bantuan
langsung seperti dalam bentuk uang, peralatan, waktu, modifikasi lingkungan maupun
menolong dengan pekerjaan waktu mengalami stress.19
d. Dukungan Informasi (informasi support)
Keluarga berfungsi sebagai sebuah koletor dan disse minator (penyebar) informasi
tentang dunia, mencakup memberi nasehat petunjuk-petunjuk, saran atau umpan balik.
Bentuk dukungan keluarga yang diberikan oleh keluarga adalah dorongan semangat,
pemberian nasehat atau mengawasi tentang pola makan sehari-hari dan pengobatan.
Dukungan keluarga juga merupakan perasaan individu yang mendapat perhatian,
disenangi, dihargai dan termasuk bagian dari masyarakat.19
Dari penelitian tentang Hubungan antara dukungan keluarga dengan ketepatan waktu
ibu dalam pemberian imunisasi campak pada bayi di Kecamatan Cicendo Wilayah Kerja UPT
Puskesmas Pasirkaliki Kota Bandung, didapatkan bahwa dari 33 orang ibu yang tidak tepat
waktu dalam pemberian imunisasi campak, lebih dari setengahnya sebanyak 54,5% memiliki
dukungan keluarga yang kurang. Dan dari 53 orang ibu yang tepat waktu dalam pemberian
imunisasi campak, lebih dari setengahnya sebanyak 38 orang(71,7%) memiliki dukungan
keluarga yang baik. Dari hasil analisis chi square, diperoleh p-value sebesar 0,027 < 0,05. Hal
ini menunjukan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga dengan
ketepatan waktu ibu dalam pemberian imunisasi campak pada bayi di Kecamatan Cicendo
Wilayah Kerja UPT Puskesmas Pasirkaliki Kota Bandung. Tingginya dukungan keluarga
terutama suami terhadap ketepatan waktu pemberian imunisasi campak di Kecamatan
Cicendo menunjukan bahwa dukungan keluarga terutama suami dalam melakukan suatu
tindakan sangat berperan.Dukungan suami memegang peranan penting untuk memebentuk
suatu kepatuhan dalam diri ibu karena dengan adanya dukungan membuat keadaan dalam diri
ibu muncul, terarah dan mempertahankan perilaku untuk patuh dalam pemberian imunisasi
campak sesuai dengan umur yang telah ditentukan.19
25
harus dimainkan oleh si pembawa status. Pengukuran status sosial-ekonomi seseorang
biasanya menggunakan pendidikan, pekerjaan, penghasilan, dan kekayaan yang
dimilikinya.20,21
Hal ini sesuai dengan hasil peneitian C.S. Whinie Lestari, Emiliana Tjitra, dan
Sandjaja pada tahun 2007 yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara
status sosial ekonomi dengan pencapaian imunisasi ulang campak. Jadi status ekonomi
dengan pembagian per kuintil secara nasional kurang tepat digunakan untuk menggambarkan
kelengkapan status imunisasi uang campak.
Menurut penelitian tentang hubungan pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu dalam
pemberian imunisasi di Kota Banjarmasin yang dilakukan oleh Ahmad Rizani, Mohammad
Hakimi, Djauhar Ismailbahwa ibu bekerja mempunyai risiko 2,32 kali untuk
mengimunisasikan bayinya dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja. Ibu yang bekerja
akan memiliki perilaku yang lebih baik dibandingkan dengan yang tidak bekerja hal ini
disebabkan ibu yang bekerja lebih banyak untukmendapatkan informasi penyakit dan manfaat
dari imunisasi.23
26
Kerangka Teori
Tersering
anak 5-9
tahun
Gejala: 3C
DASAR
IMUNISASI
Komplikasi
ULANGAN CAMPAK
Penatalaksanaan
Paramixovirus + Pencegahan
Pengetahuan Dukungan
Ibu Keluarga
Pencapaian
Imunisasi
Umur ibu Campak Status Sosial
Ekonomi
Tingkat
Status
Pendidikan Ibu
Pekerjaan Ibu
27
Kerangka Konsep
Usia Ibu
Dukungan Status
Keluarga Pekerjaan Ibu
Pencapaian
Imunisasi
Ulang
Campak
Tingkat
Status Sosial-
Pendidikan
Ekonomi
Ibu
Tingkat
Pengetahuan
Ibu
28
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.3 Populasi
3.3.1 Populasi target: semua anak kelas I SDyang mendapat imunisasi ulang
campak.
3.3.2 Populasi terjangkau: semua anak kelas I SDyang mendapat imunisasi ulang
campak di sekolah-sekolah terjaring oleh Puskesmas Kelurahan Tanjung Duren
Utarayang mendapat imunisasi ulang campak pada bulan September 2016.
3.5 Sampel
3.5.1 Besar Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang ingin diteliti. Penelitian dilakukan terhadap
semua anak kelas I SD di sekolah-sekolah terjaring PuskesmasKelurahanTanjung
29
Duren Utara pada bulan September 2016. Besar sampel ditentukan melalui rumus
seperti di bawah maka, didapatkan besar sampel penelitian sebagai berikut:
(𝐙∝ )²𝐩.𝐪
N1 = 𝐋²
N2 = N1 + (10%.N1)
Berdasarkan jurnal yang berjudul “Faktor Karakteristik Ibu yang Berhubungan dengan
Ketepatan Imunisasi Campak di Pasuruan” oleh Irawati didapatkan proporsi usia ibu
sebesar 0,375 dan proporsi tingkat pendidikan sebesar 0,375.4
Berdasarkan jurnal yang berjudul “Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu tentang dengan
Ketepatan Imunisasi Ulang DPT di Desa Krajankulon Wilayah Puskesmas Kaliwungu”
oleh Ficky Dian Sandiarta didapatkan proporsi pengetahuan ibu sebesar 0,55.6
Berdasarkan jurnal yang berjudul “Hubungan Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Ibu
dalam pemberian imunisasi di Kota Banjarmasin” oleh Ahmad Rizani, Mohammad
Hakimi, Djauhar Ismail didapatkan proporsi status pekerjaanibu sebesar 0,364.23
30
N1 usia ibu : 90,04 N1 tingkat pengetahuan ibu : 95,07
Untuk menjaga kemungkinan adanya subjek penelitian yang drop out, maka dihitung :
N2 = N1 + (10% . N1)
= 95,07 + (0,1 x 95,07)
= 95,69 + 9,507
= 104,577 Dibulatkan menjadi 105 subjek penelitian.
Jadi, jumlah sampel yang dibutuhkan adalah 105 orang.
3.2 Variabel
Dalam penelitian ini digunakan variabel dependen (terikat) dan variabel independen
(tidak terikat).
3.2.1 Variabel Dependen
Variabel dependen pada penelitian ini berupa pencapaian imunisasi ulang campak.
31
Menghubungi Kepala Puskesmas Tanjung Duren Utarayang menjadi daerah
penelitian untuk melaporkan tujuan diadakannya penelitian tersebut.
Menentukan jumlah sampel minimal yaitu 105 orang ibu yang memiliki anak kelas I
SD di sekolah-sekolah terjaring Puskesmas KelurahanTanjung Duren Utarapada
bulan September 2016.
Melakukan pengumpulan data sekunder tentang program BIAS Campak bulan
September 2016 yang didapatkan dari Puskesmas Kelurahan Tanjung Duren Utara.
Melakukan pengumpulan data primer yang didapatkan melalui pengisian kuisioner.
Melakukan editing, verifikasi, koding, dan tabulasi terhadap data primer milik
responden yang sudah dikumpulkan.
Melakukan pengolahan, analisis, dan interpretasi data dengan program
ComputerStatistical Package for Social Science version 16 (SPSS).
Penulisan laporan penelitian.
Pelaporan penelitian.
32
3.5.2.3 Cara ukur : Responden mengisi kuisioner pada kolom status imunisasi
ulang campak yang telah tersedia pada kuisioner. Dikatakan anak sudah
mendapat imunisasi ulang campak apabila responden mempunyai anak kelas I
SD yang sudah mendapat imunisasi ulang campak; dikatakan anak tidak
mendapat imunisasi ulang campak apabila responden mempunyai anak kelas I
SD yang tidak mendapat imunisasi ulang campak pada usia tersebut.
3.1.1.1 Hasil ukur : Mendapat imunisasi ulang campak dan tidak mendapat
imunisasi ulang campak
3.1.1.2 Skala ukur : Kategorik – Nominal
Kategori Koding
33
Pertanyaan tentang tingkat pengetahuan ibu :
34
3.5.3.5 Skala ukur : Kategorik – Ordinal
Kategori Koding
Kurang 0
Cukup 1
Baik 2
- Rendah
- Menengah
- Tinggi
Rendah 0
Menengah 1
Tinggi 2
35
3.5.5.1 Definisi : Lama waktu hidup seseorang sejak ia dilahirkan
hingga
survey dilakukan.17
3.5.5.2 Alat ukur : KTP
3.5.5.3 Cara ukur :Mengurangi tahun penelitian dengan tahun di KTP.
Dikategorikandewasa awal jika usia responden 26 –35 tahun; dikatakan
dewasa akhir jika usia responden 36 - 45 tahun; dikataka lansia awal jika usia
responden 46 – 55 tahun.
3.5.5.4 Hasil ukur :
- Dewasa awal
- Dewasa akhir
- Lansia awal
3.5.5.5 Skala ukur : Kategorik – Ordinal
Kategori Koding
Dewasa awal 0
Dewasa akhir 1
Lansia awal 2
36
- Bekerja
- Tidak Bekerja
3.5.6.5 Skala ukur : Kategorik – Nominal
Kategori Koding
Tidak Bekerja 0
Bekerja 1
37
Kategori Koding
Rendah 0
Menengah 1
Tinggi 2
3.5.8.1. Definisi :Dukungan keluarga adalah anggota keluarga yang selalu siap
memberi pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Anggota keluarga yang dimaksud
adalah suami / ayah sebagai kepala keluarga, serta ibu / istri.19
3.5.8.2. Alat Ukur : Kuisioner
3.5.8.3. Cara Ukur : Responden mengisi kuisionerpada kolomdukungan keluarga
yang telah disediakan pada kuisioner. Bila memilih jawaban yang berupa suatu
perilaku yang mendukung pemberian imunisasi ulang campak diberi skor 1,
sebaliknya jika memilih jawaban yang tidak melakukan apapun untuk mendukung
pemberian imunisasi ulang campak maka diberi skor 0. Dukungan keluarga dikatakan
baik bila skor ≥ 2, bila kurang baik bila skor < 2.
3.5.8.4. Hasil Ukur :
- Baik
- Kurang Baik
38
3. Apa peran serta suami anda dalam pelaksanaan imunisasi ulang campak?
a. Hanya mengantar anak untuk imunisasi ulang campak(Poin =1)
b. Menemani dan memberikan dukungan kepada anak agar tidak takut(Poin
=2)
c. Tidak mengantar dan menemani anak saat imunisasi ulang campak(Poin
=0)
3.6 Data
3.6.1 Pengolahan Data
Terhadap data-data yang sudah dikumpulkan dilakukan pengolahan berupa
proses editing, verifikasi, koding, dan tabulasi dengan menggunakan aplikasi
SPSS yang terdiri dari beberapa tahap, yaitu:
1. Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data. yang
diperoleh atau editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau
setelah data terkumpul.
2. Coding
Coding merupakan catatan untuk memberikan kode numeric (angka)
terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori.
3. Tabulating
Pada tahap ini, jawaban-jawaban responden yang sama dikelompokkan
dengan teliti dan teratur lalu dihitung lalu dijumlahkan kemudian dituliskan
dalam bentuk tabel-tabel.
39
Terhadap data yang telah diolah dilakukan analisis data sesuai dengan
cara uji statistik menggunakan uji Likelihood Ratio dan Fisher.
a. Analisis Univariat
40
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Proses pengumpulan data yang dilakukan pada bulan Sepetember 2016 didapatkan
sampel sebnnyak 105 ibu yang memiliki anak kelas I SD di sekolah yang terjaring Puskesmas
Tanjung Duren Utara, Jakarta Barat bulan September 2016. Berikut adalah hasil penelitian
yang disajikan dalam tabel:
Analisis Univariat
Tabel 4.2. Distribusi Usia Ibu, Status Pekerjaan Ibu, Tingkat Pendidikan Ibu, Tingkat
Pengetahuan Ibu, Status Sosial-Ekonomi, Dukungan Keluarga, dan Status Imunisasi Ulang
Campak di Puskesmas Tanjung Duren Utara
Usia Ibu
Bekerja 46 43.8%
Rendah 25 23.8%
41
Menengah 51 48.6%
Tinggi 29 27.6%
Kurang 12 11.4%
Cukup 32 30.5%
Baik 61 58.1%
Status Sosial-Ekonomi
Rendah 46 43.8%
Menengah 47 44.8%
Tinggi 12 11.4%
Dukungan Keluarga
Kurang 20 19%
Baik 85 81%
Analisis Bivariat
Tabel 4.3. Analisis Bivariat Usia Ibu, Status Pekerjaan Ibu, Tingkat Pendidikan Ibu, Tingkat
Pengetahuan Ibu, Status Sosial-Ekonomi, dan Dukungan Keluarga dengan Status Imunisasi
Ulang Campak
Tidak Imunisasi
Variabel Jumlah Uji Nilai H0
Imunisasi
p
Usia Ibu
Dewasa
Awal
1 57 58
42
Dewasa Likelihood 0.034 Ditolak
Akhir Ratio
3 38 41
Lansia 2 4 6
Awal
Status Pekerjaan Ibu
Tidak 6 53 59
Bekerja
Fisher 0.034 Ditolak
Bekerja 0 46 46
Rendah 4 21 25
Kurang 3 9 12
Status Ekonomi-Sosial
Rendah 3 43 46
Dukungan Keluarga
Kurang 4 16 20
43
BAB V
PEMBAHASAN
5.1. Analisa Univariat Distribusi Pencapaian Imunisasi Ulang Campak pada Sekolah-Sekolah
TerjaringPuskesmas Kelurahan Tanjung Duren Utara, Jakarta Barat pada bulan September
2016
Berdasarkan tabel penelitian 4.1, didapatkan bahwa jumlah sampel anak kelas I SD
yang tidak mendapat imunisasi ulang campak sebanyak 6 orang dengan persentase 5,7%.
Sedangkan, jumlah anak kelas I SD yang mendapatkan imunisasi ulang campak sebanyak 99
orang dengan persentase 94,3%. Data penelitian ini menunjukkan bahwa lebih banyak anak
yang mendapatkan imunisasi ulang campak. Berdasarkan dengan tinjauan pustaka,
pencapaian imunisasi ulang campak ini berhubungan dengan berbagai faktor diantaranya
adalah usia ibu, pekerjaan ibu, tingkat pendidikan ibu, pengetahuan ibu, status sosial ekonomi
dan dukungan keluarga.
Perolehan data sekunder (dapat dilihat dari halaman lampiran) dari Puskesmas
Kelurahan Tanjung Duren Utara menunjukkan bahwa terdapat 5 sekolah dasar yang terjaring
program imunisasi ulang campak oleh Puskesmas Tanjung Duren Utara, yaitu SDN 01, SDN
02, SD Tunas Delima, SD Al-Chasanah, dan SD Harapan Kasih. Dari data sekunder yang
tertera pada halaman lampiran di belakang, didapatkan populasi sasaran program imunisasi
ulang campak oleh Puskesmas Kelurahan Tanjung Duren Utara pada periode bulan Agustus-
September 2016 adalah 231 orang. Dimana didapatkan jumlah anak kelas I SD yang
mendapatkan imunisasi ulang campak adalah 220 orang. Sebaliknya, jumlah anak kelas I SD
yang tidak mendapatkan imunisasi ulang campak adalah 11 orang. Hal ini menunjukkan
bahwa pencapaian imunisasi ulang campak di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Tanjung
Duren Utara pada periode bulan Agustus-September 2016 adalah 95,23%.
5.2. Analisa Univariat Distribusi Usia Ibu, Pekerjaan Ibu, Tingkat Pendidikan Ibu,
Pengetahuan Ibu, Status Sosial Ekonomi dan Dukungan Keluarga Campak pada Sekolah-
Sekolah Terjaring Puskesmas Kelurahan Tanjung Duren Utara, Jakarta Barat pada bulan
September 2016
Berdasarkan tabel penelitian 4.2, didapatkan bahwajumlah ibu yang termasuk kategori
usia dewasa awal sebanyak 58 orang dengan persentase 55,2%.Jumlah ibu yang termasuk
kategori usia dewasa akhir sebanyak 41 orang dengan persentase 39,0% dan jumlah ibu yang
termasuk kategori usia lansia awal sebanyak 6 orang dengan presentase 5,7%. Dari data
44
tersebut disimpulkan bahwa terdapat lebih banyak jumlah ibu berusia dewasa awal di
Puskesmas Kelurahan Tanjung Duren Utara, Jakarta Barat, pada bulan September 2016.
Berdasarkan tabel penelitian 4.2, didapatkan jumlah ibu yang tidak bekerja sebanyak
59 orang dengan persentase 56,25%.Sedangkan jumlah ibu yang bekerja sebanyak 46 orang
dengan persentase 43,8%. Dari data hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat lebih
banyak jumlah ibu yang tidak bekerja (hanya sebagai ibu rumah tangga) di Puskesmas
Kelurahan Tanjung Duren Utara, Jakarta Barat, pada bulan September 2016.
Berdasarkan tabel penelitian 4.2, didapatkan bahwa jumlah ibu yang mempunyai
tingkat pendidikan rendah sebanyak 25 orang dengan persentase 23,8%. Selain itu, jumlah
ibu yang mempunyai tingkat pendidikan menengah sebanyak 51orang dengan persentase
48,6% dan jumlah ibu yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi sebanyak 29orang dengan
persentase 27,6%. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa jumlah paling banyak
adalahibu dengan tingkat pendidikan menengah, sedangkan jumlah paling sedikit adalah ibu
dengan tingkat pendidikan rendah di Puskesmas Kelurahan Tanjung Duren Utara, Jakarta
Barat, pada bulan September 2016.
Berdasarkan tabel penelitian 4.2, didapatkan jumlah ibu yang mempunyai tingkat
pengetahuan kurang sebanyak 12orang dengan persentase 11,4%.Kemudian, jumlah ibu yang
mempunyai tingkat pengetahuan cukup sebanyak 32orang dengan persentase 30,5% dan
jumlah ibu yang mempunyai tingkat pengetahuan baik sebanyak 61orang dengan persentase
58,1%. Maka dapat disimpulkan bahwa terdapat jumlah terbanyak adalah ibu yang
mempunyai pengetahuan baik dan jumlah paling sedikit adalah ibu yang memiliki tingkat
pengetahuan kurang di Puskesmas Kelurahan Tanjung Duren Utara, Jakarta Barat, pada bulan
September 2016.
Berdasarkan tabel penelitian 4.2, didapatkan jumlah keluarga dengan status ekonomi
rendah sebanyak 46 keluarga dengan persentase 43,8%, jumlah keluarga dengan status
ekonomi menengah sebanyak 47 keluarga dengan persentase 44,8% dan jumlah keluarga
dengan status ekonomi tinggi 12 keluarga dengan persentase 11,4%. Dari data di atas dapat
disimpulkan bahwa terdapat keluarga status sosial-ekonomi menengah memiliki jumlah
terbanyak, sedangkan keluarga dengan status sosial-ekonomi tinggi memiliki jumlah paling
45
sedikit di Puskesmas Kelurahan Tanjung Duren Utara, Jakarta Barat, pada bulan September
2016.
Berdasarkan tabel penelitian 4.2, didapatkan bahwajumlah dukungan keluarga yang
kurang baik terhadap imunisasi ulang campak pada anak usia sekolah dasar sebanyak 20
orang dengan persentase 19%, sedangkan jumlah dukungan keluarga yang baik terhadap
imunisasi ulang campak pada anak usia sekolah dasar sebanyak85 orang dengan persentase
81%. Maka dapat disimpulkan bahwa di Puskesmas Kelurahan Tanjung Duren Utara, Jakarta
Barat pada bulan September 2016 perihal imunisasi ulang campak bagi anak usia sekolah
dasarbanyak mendapat dukungan yang baik dari keluarga.
5.3. Analisa Bivariat Hubungan antara Usia Ibu dengan Pencapaian Imunisasi Ulang Campak
pada Sekolah-Sekolah TerjaringPuskesmas Kelurahan Tanjung Duren Utara, Jakarta Barat
pada bulan September 2016
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di sekolah-sekolah terjaring Puskesmas
Kelurahan Tanjung Duren Utara, Jakarta Barat pada bulan September 2016 didapatkan usia
ibumerupakan faktor yang berhubungan denganpencapaian imunisasi ulang campak. Hal ini
dibuktikan dengan uji statistik dengan Likelihood Ratio diperoleh nilai p = 0.034 (>0.05)
yang berarti adanya hubungan yang signifikan antara usia ibu dengan pencapaian imunisasi
ulang campak.
Usia ibu menjadi salah satu faktor yang cukup penting untuk dipertimbangkan
kaitannya dengan pencapaian imunisasi ulang campak, dimana semakin cukup usia maka
tingkat kemampuan dan kematangan seseorang akan lebih baik dalam berpikir, menerima
informasi, dan memecahkan suatu masalah.Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang
dilakukan oleh Irawati tentang faktor karakteristik ibu yang berhubungan dengan ketepatan
imunisasi campak di Pasuruan yang menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia seseorang
akan terjadi perubahan pada aspek fisik dan psikologi (mental). Hal ini menunjukkan bahwa
saat seseorang masuk ke dalam fase dewasa, maka ia sudah memiliki tanggung jawab
terhadap orang lain serta menjadi pribadi yang lebih matang.4
5.4. Analisa Bivariat Hubungan antara Pekerjaan Ibu dengan Pencapaian Imunisasi Ulang
Campak pada Sekolah-Sekolah TerjaringPuskesmas Kelurahan Tanjung Duren Utara, Jakarta
Barat pada bulan September 2016
Hasil penelitian menunjukkan bahwa status pekerjaan ibu merupakan faktor yang
berhubungandengan pencapaian imunisasi ulang campak. Hal ini terbukti dari hasil uji Fisher
46
antara variabel status pekerjaan ibu dengan variabel pencapaian imunisasi ulang campak
diperoleh nilai p = 0,034 (p < 0,05) yang menandakan adanya hubungan yang signifikan
antara status pekerjaan ibu dengan pencapaian imunisasi ulang campak.
Hasil ini sama dengan penelitian tentang hubungan pengetahuan, sikap, dan perilaku
ibu dalam pemberian imunisasi di Kota Banjarmasin yang dilakukan oleh Ahmad Rizani,
Mohammad Hakimi, Djauhar Ismail bahwa ibu yang bekerja mempunyai risiko 2,32 kali
untuk mengimunisasikan bayinya dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja.Ibu yang
bekerja akan lebih banyak mendapatkan informasi penyakit dan manfaat dari imunisasi.23
5.5. Analisa Bivariat Hubungan antara Tingkat Pendidikan Ibu dengan Pencapaian Imunisasi
Ulang Campak pada Sekolah-Sekolah TerjaringPuskesmas Kelurahan Tanjung Duren Utara,
Jakarta Barat pada bulan September 2016
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan bahwa tingkat pendidikan
ibumerupakan faktor yang berhubungan dengan pencapaian imunisasi ulang campak. Hal ini
dapat ditunjukkan dari hasil uji dengan Likelihood Ratio antara variabel tingkat pendidikan
ibu dengan variabel pencapaian imunisasi ulang campak, dimana diperoleh nilai p = 0,028 (p
< 0,05) yang artinya adanya hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan ibu dengan
pencapaian imunisasi ulang campak di sekolah-sekolah terjaring Puskesmas Kelurahan
Tanjung Duren Utara, Jakarta Barat, pada bulan September 2016.
Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Irawati tentang faktor
karakteristik ibu yang berhubungan dengan ketepatan imunisasi campak di Pasuruan,
menunjukkan bahwaibu yang memiliki tingkat pengetahuan kurang akan memerlukan
informasi dan penyuluhan dari tenagakesehatan secara bertahap untuk dapat meningkatkan
pengetahuan tentang imunisasi. seseorang tingkat pendidikanya rendah, akan menghambat
perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan, informasi dan nilai nilai yang baru
diperkenalkan.Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku hidup
sehat. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan sesorang atau masyarakat
untuk menyerap informasi dan mengimplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup
sehari-hari, khususnya dalam hal kesehatan.4
47
5.6. Analisa Bivariat Hubungan antara Pengetahuan Ibu dengan Pencapaian Imunisasi Ulang
Campak pada pada Sekolah-Sekolah TerjaringPuskesmas Kelurahan Tanjung Duren Utara,
Jakarta Barat pada bulan September 2016
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan ibu adalah faktor yang
berhubungan dengan pencapaian imunisasi ulag campak. Hal ini dapat ditunjukan dari hasil
uji dengan Likelihood Ratio antara variabel pengetahuan ibu dengan pencapaian imunisasi
ulang campak diperoleh p= 0,026 (p < 0,05) yang berarti adanya hubungan yang signifikan
antara tingkat pendidikan ibu dengan pencapaian imunisasi ulang campak di sekolah-sekolah
terjaring Puskesmas Kelurahan Tanjung Duren Utara, Jakarta Barat, pada bulan September
2016.
Dari hasil penelitian tentang hubungan pengetahuan dan sikap ibu tentang ketepatan
imunisasi ulang DPT di Desa Krajankulon Wilayah Puskesmas Kaliwungu yang dilakukan
oleh Ficky Dian Sandiarta, didapatkan bahwa pengetahuan dapat berhubungan dengan
tindakan yang akan dilakukan seseorang untuk mengambil keputusan. Selain itu pada
umumnya pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dimana semakin
tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin baik pula informasi yang diterima dan mudah
menerima berbagai informasi yang diberikan. Hasil penelitian yang kami lakukan sama
dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Ficky bahwa responden
berpengetahuan baik, melakukan imunisasi ulang campak bagi anaknya.6
5.7. Analisa Bivariat Hubungan antara Status Sosial Ekonomi dengan Pencapaian Imunisasi
Ulang Campak pada Sekolah-Sekolah TerjaringPuskesmas Kelurahan Tanjung Duren Utara,
Jakarta Barat pada bulan September 2016
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapatkan bahwa status sosial ekonomi
bukan merupakan faktor pencapaian imunisasi ulang campak. Hal ini dibuktikan dengan uji
statistik dengan Likelihood Ratio diperoleh p = 0.472 (>0.05) yang berarti tidak adanya
hubungan yang signifikan antara status sosial ekonomi dengan pencapaian imunisasi ulang
campak di Puskesmas Tanjung Duren Utara pada bulan September 2016.
Hasil penelitian yang kami dapat tidak berbeda dengan hasil penelitian yang
dilakukan olehC.S. Whinie Lestari, Emiliana Tjitra, dan Sandjaja pada tahun 2007 yang
menyatakan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara status sosial ekonomi dengan
pencapaian imunisasi ulang campak. Jadi status ekonomi kurang tepat digunakan untuk
menggambarkan kelengkapan status imunisasi uang campak. Selain itu program imunisasi
48
ulang campak diberikan secara gratis oleh pemerintah Republik Indonesia untuk setiap anak
kelas I SD jadi dari semua status sosial ekonomi dapat memperolehnya.
5.8. Analisa Bivariat Hubungan antara Dukungan Keluarga dengan Pencapaian Imunisasi
Ulang Campak pada Sekolah-Sekolah TerjaringPuskesmas Kelurahan Tanjung Duren Utara,
Jakarta Barat pada bulan September 2016
Penelitian ini menunjukkan bahwa dukungan keluarga juga merupakan faktor yang
berhubungan dengan pencapaian imunisasi ulang campak. Hal ini ditunjukkan dari hasil uji
dengan Fisher Test antara variabel dukungan keluarga dengan variaberl pencapaian imunisasi
ulang campak diperoleh p= 0.012 (p < 0,05) yang berarti ada hubungan yang signifikan
antara dukungan keluarga dengan pencapaian imunisasi ulang campak di Puskesmas Tanjung
Duren Utara pada bulan September 2016.
Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya tentang
hubungan antara dukungan keluarga dengan ketepatan waktu ibu dalam pemberian imunisasi
campak pada bayi di Kecamatan Cicendo Wilayah Kerja UPT Puskesmas Pasirkaliki Kota
Bandung, bahwa didapatkantingginya dukungan keluarga terutama suami terhadap ketepatan
waktu pemberian imunisasi campak di Kecamatan Cicendo menunjukan bahwa dukungan
keluarga terutama suami dalam melakukan suatu tindakan sangat berperan. Dukungan suami
memegang peranan penting untuk membentuk suatu kepatuhan dalam diri ibu karena dengan
adanya dukungan membuat keadaan dalam diri ibu muncul, terarah dan mempertahankan
perilaku untuk patuh dalam pemberian imunisasi campak sesuai dengan umur yang telah
ditentukan.19
49
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan pencapaian
imunisasi ulang campak di sekolah terjaring Puskesmas Kelurahan Tanjung Duren Utara,
Jakarta Barat, September 2016 dari 105 responden ditemukan hubungan yang bermakna
antara usia ibu, pekerjaan ibu, tingkat pendidikan ibu, pengetahuan ibu dan dukungan
keluarga dengan pencapaian imunisasi ulang campak di sekolah-sekolah terjaring Puskesmas
Kelurahan Tanjung Duren Utara, September 2016. Tidak terdapat hubungan yang bermakna
antara status sosial ekonomi dengan pencapain imunisasi ulang campak di sekolah terjaring
Puskesmas Kelurahan Tanjung Duren Utara, September 2016. Sebaran jumlah anak kelas I
SD yang tidak mendapat imunisasi ulang campak sebanyak 6 anak (5,7%) dan jumlah anak
kelas I SD yang mendapatkan imunisasi ulang campak sebanyak 99 anak (94,3%).
Dari total 106 responden ibu dari anak kelas I SD di sekolah yang terjaring di
Puskesmas Kelurahan Tanjung Duren Utara periode September 2016 yang menjadi subjek
penelitian didapatkan variabel usia ibu terdapat jumlah ibu yang berusia dewasa awal
sebanyak 58 (55,2%), jumlah ibu yang berusia dewasa akhir sebanyak 41 ibu (39,0%), dan
jumlah ibu yang berusia lansia awal sebanyak 6 ibu (5,7%). Pada variabel pekerjaan ibu
didapatkan jumlah ibu yang tidak bekerja sebanyak 59 ibu (56,25%) sedangkan jumlah ibu
yang bekerja sebanyak 46 ibu (43,8%). Pada variabel tingkat pengetahuan ibu didapatkan
jumlah ibu yang mempunyai pengetahuan kurang sebanyak 12 ibu (11,4%), jumlah ibu yang
mempunyai pengetahuan cukup sebanyak 32 ibu (30,5%), sedangkan jumlah ibu yang
mempunyai pengetahuan baik sebanyak 61 ibu (58,1%). Pada variabel status ekonomi
didapatkan jumlah keluarga dengan status ekonomi rendah sebanyak 46 keluarga (43,8%),
jumlah keluarga dengan status ekonomi menengah sebanyak 47 keluarga (44,8%) dan jumlah
keluarga dengan status ekonomi tinggi 12 keluerga (11,4%). Pada variabel dukungan
keluarga didapatkan bahwa jumlah ibu yang mendapatkan dukungan keluarga kurang
sebanyak 20 (19%) sedangkan bahwa jumlah ibu yang mendapatkan dukungan keluarga baik
sebanyak 85 ibu (81%).
50
6.2. Saran
6.2.1 Kepada Puskesmas Kelurahan Tanjung Duren Utara, Jakarta Barat
1. Perlu kiranya dilakukan penyuluhan tentang penyakit campak, program imunisasi
ulang campak gratis dan pentingnya dilakukan imunisasi ulang campak untuk
meningkatkan pengetahuan ibu sehingga dapat meningkatkan motivasi dan sikap para
ibu untuk mengambil bagian dalam proses imunisasi ulang campak. Jadi tidak hanya
sekolah yang terjaring saja yang mendapatkan imunisasi ulang campak namun semua
anak kelas I SD yang berada di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Duren Utara bisa
mendapatkan imunisasi ulang campak dengan datang ke Puskesmas Tanjung Duren
Utara.
2. Mengkoordinasi dan menjalin kerjasama antara praktek dokter, kader serta tenaga
kesehatan lainnya untuk dapat meningkatkan pelaksanaan imunisasi ulang campak.
3. Mengajak semua sekolah dasar yang berada di wilayah kerja Puskesmas Tanjung
Duren Utara untuk ikut serta dalam program pemberian imunisasi ulang campak bagi
anak kelas I SD.
4. Melakukan pemantauan evaluasi terlaksananya kegiatan imunisasi ulang campak pada
anak kelas I SD dalam kegiatan posyandu, kunjungan rumah, dan juga saat ibu datang
ke Puskesmas, serta dalam kegiatan lainnya.
6.2.2. Kepada Ibu Anak Kelas I SD Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Tanjung
Duren Utara, Jakarta Barat
1. Ibu perlu melaksanakan dan mengoptimalkan diri dalam kesadaran akan pentingnya
imunisasi ulang campak bagi anak kelas I SD, mengetahui tingginya kejadian campak
serta beratnya komplikasi yang dapat ditimbulkan pada anak agar tercapainya tingkat
kesehatan yang memadai pada anak.
2. Ibu hasil lebih sering memperbaharui diri dalam informasi program Puskesmas yang
bermanfaat bagi kesehatan anak dan keluarga.
51
Daftar Pustaka
1. World Health Organization. Measles [Internet]. 2016 Maret [cited 2016 September 1].
Available from: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs286/en/
2. Kementrian kesehatan RI. Profil kesehatan Indonesia 2014. Jakarta: Kementrian
Kesehatan RI; 2015.h.117-8, 149-50.
3. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. Situasi imunisasi di Indonesia.
Jakarta: PUSDATIN; 2016.h.3-4,6.
4. Irawati D. Faktor karakteristik ibu yang berhubungan dengan ketepatan imunisasi
campak di Pasuruan. HOSPITAL MAJAPAHIT [Internet]. 2011 Feb [cited 2016 Sep
1]; 3(1): 6-13.
5. Istiqomah A. Hubungan dukungan sosial keluarga dengan perilaku ibu
mengimunisasikan campak di Desa Kaliwates Kecamatan Kaliwates Kabupaten
Jember. S.Kep [skripsi]. Jember: Universitas Jember Digital Repository; 2011.
6. Sandiarta FD. Hubungan pengetahuan dan sikap ibu dengan ketepatan imunisasi
ulang DPT di Desa Krajankulon Wilayah Puskesmas Kaliwungu. 2011 Des [cited
2016 Sep 2]. Diunduh dari:
7. Akib AAP, Endaryanto A, Siregar SP, Matondang CS. Basis imunologi vaksinasi.
Dalam: Ranuh IGNG, Suyitno H, Hadinegoro SRS, Kartasasmita CB, Ismoedijanto,
Soedjatmiko. Penyunting. Pedoman imunisasi di Indonesia. ed. 5. Jakarta: Balai
Penerbit IDAI. 2014. h. 24-53Peter, G. 2007. Immunization practices. In: Nelson
Textbook of Pediatrics 17th Edition (Behrman, R. E., Kliegman, R.M., Jenson, H. B.).
Philadelphia: Saunders. P.879-96.
8. Sujitno H. Jenis vaksin. Dalam: Ranuh IGNG, Suyitno H, Hadinegoro SRS,
Kartasasmita CB, Ismoedijanto, Soedjatmiko. Penyunting. Pedoman imunisasi di
Indonesia. ed. 5. Jakarta: Balai Penerbit IDAI. 2014. h. 131-5.
9. Soedjatmiko, Musa DA. Rantai vaksin. Dalam: Ranuh IGNG, Suyitno H, Hadinegoro
SRS, Kartasasmita CB, Ismoedijanto, Soedjatmiko. Penyunting. Pedoman imunisasi
di Indonesia. ed. 5. Jakarta: Balai Penerbit IDAI. 2014. h. 180-93.
10. New Zealand Ministry of Health. Immunisation handbook 2006. Wellington: Ministry
of Health. 2006. p. 80-113.
11. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 42 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Imunisasi. Jakarta: Menteri
Kesehatan Republik Indonesia; 2013.h.22-3.
52
12. Porwo Soedarmo, SS., dkk. (ed.). Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Edisi Kedua.
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Jakarta. 2008;109-121.
13. Nelson WE, Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM. Nelson ilmu kesehatan anak.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2002.
14. Setiawan IM. Penyakit campak. Jakarta: Sagung Seto; 2008.
15. Cherry JD, Feign RD. Textbook of pediatric infectious disease. Edisi keempat.
Philadelpia: WB Saunders; 2008. h. 1889-91.
16. Seodarmo SSP. Buku ajar infeksi dan pediatri tropis. Jakarta: Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Edisi kedua. 2012. h. 109-18
17. Aritra Y. Kategori umur menurut Depkes [Internet]. 2015 Juni [cited 2016 September
1]. Diunduh dari: https://yhantiaritra.wordpress.com/2015/06/03/kategori-umur-
menurut-depkes/
18. Sari DK. Definisi tingkat pendidikan [Internet]. 2014 April [cited 2016 September 1].
Diunduh dari: https://dinikomalasari.wordpress.com/2014/04/07/defenisi-tingkat-
pendidikan/
19. Supriyatin E. Hubungan pengetahuan dan dukungan keluarga dengan ketepatan waktu
pemberian imunisasi campak di Pasir Kaliki Bandung. Jurnal Ilmu Keperawatan
[Internet]. 2015 Apr [cited 2016 Sep 2]; 3(1): 1-10.
20. Adi R. Metodologi penelitian sosial dan ekonomi. Jakarta: Granit; 2004.h.38-40.
21. Nainggolan O, Hapsari D, Indrawaty L. Pengaruh akses ke fasilitas kesehatan
terhadap kelengkapan imunisasi (analisis Riskesdas 2013). Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan [Internet]. 2016 Feb [cited 2016 Sep 2]; 26(1): 1-15.
22. Badan Pusat Statistik. Konsep/ penjelasan teknis ketenagakerjaan [Internet]. Maret
2016 [cited 1 September 2016]. Diunduh dari:
https://www.bps.go.id/Subjek/view/id/6
23. Rizani A, Hakimi M, Ismail D. Hubungan Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Ibu
dalam pemberian imunisasi di Kota Banjarmasin. BERITA KEDOKTERAN
MASYARAKAT [Internet]. 2009 Mar [cited 2016 Sep 2]; 25(1):12-20.
53
Lembar Kuisioner Penelitian
Harap Ibu menjawab setiap pertanyaan dengan sebenar-benarnya, karena semua jawaban ini akan
dirahasiakan dan tidak disebarluaskan
Tanggal Pengisian:
Petugas wawancara:
Karakteristik Responden
Nama :
Tanggal lahir/ usia :
Alamat :
Apa pendidikan terakhir Ibu?
( ) SD/ SMP/ MTs
( ) SMA/ SMK
( ) D3/S1
( ) Lainnya
Apa pekerjaan Ibu?
a. Ibu Rumah Tangga
b. Karyawan Swasta
c. Pegawai Negeri Sipil
d. Wiraswasta
Berapa jumlah penghasilan perbulan yang didapatkan ?
a. < 3 juta
b. 3-5.9 juta
c. 3-7.9 juta
d. >8 juta
Pengetahuan
54
a. 1 kali
b. 2 kali
c. 3 kali
d. 4 kali
10. Pada usia berapa imunisasi ulangan campak diberikan?
a. 3 tahun
b. 2 dan 6 tahun
c. 1, 3 dan 5 tahun
d. 3, 4, 5 dan 6 tahun
11. Bagaimana cara pemberian imunisasi ulang campak?
a. Diteteskan ke mulut
b. Diteteskan ke mata
c. Disuntikan ke lengan
d. Disuntikan ke paha
12. Kapan imunisasi ulang campak pada anak harus ditunda?
a. Anak sedang demam tinggi
b. Anak masih mengkonsumsi ASI
c. Anak sehat
d. Anak banyak makan
Dukungan keluarga
4. Apakah peran anda (ibu) dalam imunisasi ulang campak pada anak?
a. Memutuskan anak tidak ikut imunisasi ulang campak
b. Mengajak dan membujuk kepada anak untuk mengikuti imunisasi ulang campak
c. Mencari tahu informasi tentang imunisasi ulang campak
5. Apakah peran suami anda dalam imunisasi ulang campak pada anak?
a. Mengingatkan untuk ikut imunisasi ulang campak
b. Tidak peduli
c. Mencari informasitentang imunisasi ulang dasar
6. Apa peran serta suami anda dalam pelaksanaan imunisasi ulang campak?
a. Hanya mengantar anak untuk imunisasi ulang campak
b. Menemani dan memberikan dukungan kepada anak agar tidak takut
c. Tidak mengantar dan menemani anak saat imunisasi ulang campak
55
LAMPIRAN1
Status Imunisasi
Addryansyah Sunaryo √
Carmellea Videbby RM √
Farell Raynaldi √
Ineke Syafirah √
Mutiah Hanifah √
Rois √
56
Sekar Galih Maharani √
Tiko Rahadi √
Zarrin Aruna √
Annisa Ramadhani √
Annisa Syafina √
Desi Sefia √
Fairulhuraiby √
Farel Fadillah √
Fauzan Syawaluddin √
Macika Maharani √
Marcelinno Parsaoran √
SDN Tanjung
Duren Utara 01 Midya Shafa Muharomah √
57
Muhammad Hazami Alrifaldy √
Rosa Linda √
Isla Salsabilah √
Khalif Albany √
Khalisa Azzahra √
58
(Kelas IA) Muhammad Bisyril Hafi √
Nayla Aulia √
Rizqy Setiawan √
Syahira Fatimah √
Yusuf Alfakhrizi √
Zelvilya Nurullinah √
Adzraa Syafirah √
Azikry Maulakheir √
59
Gladys Syafira Zahran Irawan √
Kayyisa Pramodawardhani √
Tyas Ramadhani √
3 Anastasia √
Avemous √
Chelsia Mayeita √
Helena Melinda √
SD Harapan Keyran √
Kasih
Marshel √
Kelas I
Novernando Daniel √
Nathanael Wylson √
60
Nikita Kezia Isabella √
Samuel √
Tabitha √
Stefani Leonard √
Breinda Haliman √
Rania √
Lisanty Wijaya √
Amanda Bunalim √
Deborah √
Reiner Hakim √
Maria Aileen √
Gerry √
4 Adriansyah √
Akmal Rezhaky √
Altha Frendi √
Angeline Ananda √
Annisa Syafina √
Arini √
Aura Pratiwi √
Dedy √
Elzita Arundih √
Euillia Eventi √
Farrel Reynaldi √
Fatih Mohammad √
Felicia Audrelia √
Geisha Aulia √
61
Grace Kezia √
Haikal Pratama √
Inneke √
Jilly Virginia √
Kaisah Pratiwi √
Kanzha Shafira √
Maya √
Muhammad Azrin √
Muhammad Dilan √
Muhammad Fauzan √
Naura Putri √
Putra Dwi √
Raditya Putra √
Raditya Sigit √
Riri Stefani √
Rita Olivia √
Rois √
Seruni Amirah √
Shafa Rosdiah √
62
Syifah Aulia √
Sylvia √
Tiko Rahadi √
Vanessa Azaria √
Vino Radithya √
Warnitem √
Yasmin √
Yati √
Yulia Fitriani √
Zaky Putra √
5. Brandon Halim √
Elisabeth √
Olivia Kusuma √
Fiona Santoso √
Erik √
Muhammad Imam √
Suci Rahmadhani √
SD Tunas Delima Arawinda √
Handy Sulaiman √
Lia Natalia √
Danar √
Adi Perkasa √
Tuntas Hadiyono √
Resta √
Ana Kurniasari √
Herry Gunawan √
Trisnawati √
63
Agung Dwi Permana √
Jessica Purwanto √
Lidya Kusuma √
64
Daftar Nama Responden
65
19 Rifka 46 SMA IRT KURANG BAIK TINGGI Y
66
39 Siti H 36 SMA IRT CUKUP BAIK RENDAH Y
67
60 Tita 38 SMA Karyawan CUKUP KURAN RENDAH Y
Swasta G
68
78 Kenanga 26 SMA Karyawan CUKUP BAIK RENDAH Y
Swasta
69
G
70
LAMPIRAN 2
71
Status Imunisasi Ulang Campak
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
72
Tingkat Pendidikan Ibu
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Status Sosial-Ekonomi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Dukungan Keluarga
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
73
Status Imunisasi Ulang Campak
Chi-Square Tests
Bekerja Count 0 46 46
Chi-Square Tests
74
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.63.
Menengah Count 2 49 51
Tinggi Count 0 29 29
Chi-Square Tests
75
Tingkat Pendidikan Ibu * Status Imunisasi Ulang Campak Crosstabulation
Menengah Count 2 49 51
Tinggi Count 0 29 29
Cukup Count 2 30 32
Baik Count 1 60 61
Chi-Square Tests
76
Linear-by-Linear Association 8.449 1 .004
Menengah Count 3 44 47
Tinggi Count 0 12 12
Chi-Square Tests
77
Tidak mendapat Mendapat
imunisasi ulang imunisasi ulang
campak campak
Baik Count 2 83 85
Chi-Square Tests
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.14.
78