Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
2
adalah Puskesmas Plered.
Di Indonesia DBD telah menjadi masalah kesehatan masyarakat selama 41
tahun terakhir. Sejak tahun 1968 telah terjadi peningkatan persebaran jumlah
provinsi dan kabupaten/kota yang endemis DBD, dari 2 provinsi dan 2 kota,
menjadi 32 (97%) dan 382 (77%) kabupaten/kota pada tahun 2009. Provinsi
Maluku, dari tahun 2002 sampai tahun 2009 tidak ada laporan kasus DBD. Selain
itu terjadi juga peningkatan jumlah kasus DBD, pada tahun 1968 hanya 58 kasus
menjadi 158.912 kasus pada tahun 2009.
Cara yang tepat dalam mencegah dan menanggulangi DBD saat ini
adalah dengan memberantas sarang nyamuk penularnya (PSN DBD), namun belum
optimal dan memerlukan partisipasi seluruh lapisan masyarakat. Oleh karena itu
partisipasi tersebut perlu lebih ditingkatkan melalui srtategi yang lebih bersifat
akomodatif, fasilitatif/bottom up, kemitraan dimana masyarakat termasuk lembaga
swadaya masyarakat termasuk swasta dan lain-lain mempunyai peran yang lebih
besar, terfokus (prioritas, local specific, bertahap), lebih mengoptimalkan kerjasama
lintas sektor, didukung data (evidence base) terutama data social-budaya serta
diprogramkannya PSN DBD secara luas di propinsi, kabupaten/kota, puskesmas.
Walaupun secara nasional angka kematian DBD cenderung menurun dari
tahun ketahun, dibeberapa wilayah angka kematian ini relative masih cukup tinggi,
sedangkan sasaran nasional angka kematian DBD di Indonesia kurang dari 1.0%.
Untuk itu manajemen kasus perlu lebih ditingkatkan terutama melalui
penatalaksanaan kasus di Rumah Sakit.
Angka kejadian penyakit DBD di pukesmas Plered dari tahun ketahun
masih tinggi. Dan peran masyarakat dalam mencegah kejadian-kejadian kasus DBD
seperti PSN masih kurang ditunjang dengan angka ABJ masih dibawah 95%, dan
kebersihan lingkungan masih kurang.
Dari data laporan tahunan puskesmas plered tahun 2016, didapatkan
angka bebas jentik yang paling rendah adalah desa Kaliwulu dengan persentase
ABJ 76,88% dan desa Wotgali 81,2%. Selain itu, dari data tersebut terdapat 3 orang
meninggal yang berasal dari desa Wotgali, dan dari total penderita DBD yaitu 77
orang dalam setahun.
Berdasarkan besaran masalah DBD tersebut di atas, maka diperlukan
intervensi program untuk mengatasi masalah-masalah terebut. Kegiatan intervensi
3
tersebut diharapkan dapat meningkatkan cakupan sesuai dengan target yang telah
ditetapkan minimalnya, bahkan diharapkan sekali mencapai di atas target.
Wilayah kerja Puskesmas Plered yang sebagian besar adalah perkotaan
dan masyarakatnya sebagian besar berprofesi sebagai pedagang dan buruh,
berpengaruh terhadap perilaku masyarakatnya. Banyaknya ibu-ibu yang bekerja
menyebabkan perhatian ibu-ibu terhadap kebersihan lingkungan rumahnya sangat
kurang, ditambah kepadatan penduduk dan padatanya jumlah rumah dan
lingkungan yang kumuh tersebut mempengaruhi tingginya kasus DBD.
Dilihat dari tingkat pendidikan masyarakatnya di mana jumlah kelompok
penduduk tamat SD yang cukup banyak menyebabkan tingkat kesadaran
masyarakat akan kebersihan yang mempengaruhi angka ABJ dan kurangnya
pengetahuan masyarakat tentang DBD sangat kurang. Ini semua terlihat dari Angka
Bebas Jentik yang masih di bawah 95% dan tingginya angka kejadian kasus DBD
yang masih banyak.
Maka disusunlah laporan kegiatan manajemen puskesmas ini sebagai
tindak lanjut dari masalah yang terdapat di puskesmas Plered.
1.2 Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui, menganalisis, dan mendeskripsikan
pelaksanaan manajemen program dan pelayanan di puskesmas plered tahun
2016 serta memberikan alternatif pemecahan masalah dalam rangka upaya
perbaikan kinerja puskesmas.
1.2.2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya masalah dan prioritas penyebab masalah yang ada mengenai
pencapaian target yang masih kurang di puskesmas Plered.
b. Diketahuinya alternatif pemecahan masalah yang dapat dilakukan
berdasarkan prioritas masalah terpilih.
1.3 Manfaat
1.3.1. Manfaat bagi Puskesmas
Sebagai sarana untuk kerjasama yang saling menguntungkan untuk
dapat meningkatkan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat dan
mendapatkan umpan balik dari hasil evaluasi koassisten dalam rangka
mengoptimalkan peran Puskesmas.
4
1.3.2. Manfaat bagi Mahasiswa
Manfaat untuk mahasiswa sebagai sarana untuk menimba ilmu,
keterampilan dan pengalaman dalam upaya pelayanan kesehatan dasar
dengan segala bentuk keterbatasannya sehingga mahasiswa mengetahui serta
memahami kegiatan-kegiatan puskesmas baik dalam segi pelayanan,
manajemen, administratif dan karakter perilaku masyarakat dalam
pandangannya terhadap kesehatan khususnya dalam bidang Ilmu Kedokteran
Keluarga.
5
Visi :
Terwujudnya Masyarakat Sehat Yang Mandiri Melalui Pelayanan Prima
dan Bermartabat Di Puskesmas Plered
Misi :
1. Meningkatkan kemampuan, kualitas dan profesionalisme petugas
kesehatan
2. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu
3. Meningkatkan akses pelayanan kepada masyarakat
4. Meningkatkan dan memberdayakan guna mendorong kemandirian
masyarakat dan keluarga dalam pembangunan kesehatan dengan
mengupayakan perilaku hidup bersih dan sehat menjadi kebutuhan
masyarakat
5. Meningkatkan penerapan etika dalam memberikan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat
Gambaran lebih detil dan riil peta wilayah kerja dan sebaran
pemukiman serta penggunaan lahan lainnya di Kecamatan Plered dapat disajikan
pada peta satelit produksi Google Earth tahun 2010 sebagai berikut:
Wotgali Y
Y
Kaliwulu Y Trusmi
Kulon
Tegalsari
Y Y
Trusmi
Wetan
6
Panembahan
Y
Gambar 1.1 Peta Wilayah Kerja Puskesmas Plered (laporan tahunan
2016)
SITUASI DEMOGRAFI
Tabel 1.1
Data Wilayah Kerja UPT Puskesmas plered Tahun 2016
7
Jumlah 5800 Ha 62 7408 9489
Sumber: data wilayah dan kependudukan kecamatan plered
Tabel 1.2
Data Fasilitas Pelayanaan Kesehatan di Wilayah Kerja
UPT Puskesmas plered Tahun 2016
Bidan Desa/kel
Toko obat
Polindes
BP Desa
Apotek
BPS
NO Desa
Pembantu
Keliling
Umum
1 Panembahan - - 1 - - 1 1 1 1 - - 1
2 T.Wetan - - 1 1 - 1 1 1 1 - - 1
3 T.Kulon - - 1 - - 1 1 - - - - -
4 Wotgali - - 1 1 - 1 1 - 1 - - -
5 Kalliwulu - 1 1 1 - - 1 3 - - - -
6 Tegal sari 1 - 1 1 - 1 1 2 - - - -
Jumlah 1 1 6 4 - 5 6 7 3 - - 2
Sumber data : Data Inventarisasi Fasiltas Pelayanan Kesehatan Puskesmas plered 2016
Puskesmas Plered terdiri dari 6 desa yang seluruhnya termasuk desa swakarsa.
Luas wilayah keseluruhan 5,80 Ha. Jarak tempuh ke Puskesmas berkisar antara 0 hingga
menit. Semua desa mudah dijangkau baik menggunakan kendaraan roda dua, roda
Tabel 1.3
8
Jumlah Penduduk di Wilayah Kerja UPT Puskesmas plered 2016
LUAS JUMLAH JUMLAH PENDUDUK
N NAMA
WILAYAH RW RT KK L P TOTAL
O DESA
( Ha)
1 Panembahan 60 Ha 5 16 1165 2187 2310 4497
2 T.Wetan 54,6 Ha 5 16 752 1302 1215 2517
3 T.Kulon 58 Ha 4 16 922 1472 1450 2992
4 Wotgali 123,1 Ha 5 15 1811 2970 2846 5816
5 Kaliwulu 141 Ha 5 28 2324 4264 4058 8322
6 Tegal sari 147 Ha 7 21 2515 4295 4118 8413
Jumlah 525,7 Ha 31 112 9489 16490 15997 32557
Sumber: Pendataan Penduduk Wilayah Kerja UPT Puskesmas plered tahun 2016
Tabel 1.4
Jumlah Penduduk Miskin
Di Wilayah Kerja Puskesmas Plered Tahun 2016
Tabel 1.5
Jumlah Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Di Wilayah Kerja Puskesmas Plered Tahun 2016
9
N Blm Tdk SLT SLT
Desa SD DI DII DIII S1 S2 S3
o Sklh Tamat P A
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar penduduk belum sekolah
karena usianya masih belum memasuki usia sekolah. Pendidikan yang tertinggi adalah
pendidikan S3.
Tabel 1.6
Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
Di Wilayah Kerja Puskesmas Plered Tahun 2016
Buruh
Pengusaha
Pedagang
Pengrajin
Peternak
Pensiun
N
Petani
ABRI
Angkutan
PNS
Industri
Desa
Tani
10
1.4.3 Data Peran Serta Masyarakat
Tabel 1.7
Peran Serta Masyarakat UPT Puskesmas Plered Tahun 2016
Terlatih
Ukgmd
Jumlah
Jumlah
Dilatih
Aktif
Aktif
u % % % %
Tabel 1.8
Peran Serta Masyarakat UPT Puskesmas plered Tahun 2016
POSYANDU
NO Desa Jumlah
Pratama Madya Purnama Mandiri
1 Panembahan 0 1 3 3 7
2 Trusmi wetan 0 1 3 0 4
3 Trusmi kulon 0 0 5 0 5
4 Wotgali 0 3 3 1 7
5 Kaliwulu 0 5 2 2 9
6 Tegal sari 0 3 4 2 9
Jumlah 0 13 20 8 41
Sumber: Laporan Tahunan Program Promkes UPT Puskesmas plered tahun 2016
11
Jumlah Siswa Jumlah
Jumlah Kader Guru
No Jenis Sekolah Sekolah
Laki Laki Perempuan Sekolah UKS/Dokcil UKS
UKS
1 TK 313 283 8 8 - 3
2 SD/MI 2060 1968 14 14 14 14
3 SMP/MTs 873 958 3 3 - -
4 SMA/MA 1037 236 2 2 - -
JUMLAH TOTAL 4283 3445 27 27 14 17
Sumber: Laporan Tahunan Program UKS UPT Puskesmas plered tahun 2016
12
BAB II
PELAKSANAAN KEGIATAN
2.1 Program Kegiatan
Upaya kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas terdiri dari Upaya
Kesehatan Wajib dan Upaya Kesehatan Pengembangan. Upaya Kesehatan Wajib
merupakan upaya kesehatan yang dilaksanakan oleh seluruh Puskesmas di Indonesia.
Sedangkan Upaya Kesehatan Pengembangan adalah upaya kesehatan yang
ditetapkan berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat
setempat serta disesuaikan dengan kemampuan Puskesmas. Upaya ini memberikan
daya ungkit paling besar terhadap keberhasilan pembangunan kesehatan melalui
peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), serta merupakan kesepakatan
global maupun nasional.
Yang termasuk dalam Upaya Kesehatan Wajib adalah :
a. Promosi Kesehatan
b. Kesehatan Lingkungan
c. KIA dan KB
d. Perbaikan Gizi Masyarakat
e. Upaya P2M
f. Pengobatan
Yang termasuk Upaya Kesehatan Pengembangan adalah :
13
a. Upaya Kesehatan sekolah
b. Upaya Kesehatan Olah Raga
c. Perkesmas
d. Upaya Kesehatan Kerja
e. Upaya Kes. Gigi dan Mulut
f. Upaya Kes. Jiwa
g. Upaya Kes. Indra
h. Upaya Kes. Usila
i. Upaya Kesehatan Tradisional
14
PHBS di
Tatanan
Rumah
Tangga
5 Cakupan
Pemberdayaan
Masyarakat
melalui
492 461 93.60 100.00 93.60
Penyuluhan
Kelompok
oleh Petugas
di Masyarakat
6 Cakupan
Pembinaan
UKBM dilihat
melalui
41 28 68.29 65.00 105.07
persentase (%)
Posyandu
Purnama &
Mandiri
7 Cakupan
Pembinaan
Pemberdayaan
Masyarakat
dilihat melalui
Persentase (%)
6 6 100.00 60.00 166.67
Desa Siaga
Aktif (untuk
Kabupaten)/
RW Siaga
Aktif (untuk
kota)
8 Cakupan
Pemberdayaan
Individu/
Keluarga 3,156 1,082 34.28 50.00 68.57
melalui
Kunjungan
Rumah
CA
KU
PAN
VA 67.99 97.92
RIA
BEL
1.A.
CAKUPA
KINERJA
JENIS SASARA PENCAPAIA N TARGE
No.
KEGIATAN N N (4/3 X T (5/6 X
100%) 100%)
1 2 3 4 5 6 7.0
15
B. UPAYA
KESEHATAN
LINGKUNGA
N
1 Cakupan
Pengawasan 7,408 4,191 56.57 75.00 75.43
Rumah Sehat
2 Cakupan
Pengawasan
7,062 4,792 67.86 80.00 84.82
Sarana Air
Bersih
3 Cakupan
Pengawasan 6,355 4,792 75.41 75.00 100.54
Jamban
4 Cakupan
pengawasan 7,062 4,792 67.86 75.00 90.47
SPAL
5 Cakupan
Pengawasan
136 107 78.68 75.00 104.90
Tempat-Tempat
Umum (TTU)
6 Cakupan
Pengawasan
Tempat
48 37 77.08 75.00 102.78
Pengolahan
Makanan
(TPM)
7 Cakupan
Pengawasan 114 93 81.58 75.00 108.77
Industri
8 Cakupan
Kegiatan Klinik 3,122 725 23.22 25.00 92.89
Sanitasi
CAKUPA
N
66.03 95.08
VARIABE
L 1.B.
CAKUPAN KINERJA
JENIS SASARA PENCAPAIA TARGE
No. (4/3 X (5/6 X
KEGIATAN N N T
100%) 100%)
1 2 3 4 5 6 7.0
C. UPAYA KIA
& KB
KESEHATA
N IBU
1 Cakupan
Kunjungan Ibu 777 755 97.00 95.00 102.11
Hamil K4
2 Cakupan 741 709 95.68 90.00 106.31
Pertolongan
Persalinan
oleh Tenaga
16
Kesehatan
3 Cakupan
Komplikasi
156 231 148.08 80.00 185.10
Kebidanan
yang ditangani
4 Cakupan
Pelayanan 741 702 94.74 90.00 105.26
Nifas
KESEHATA
-
N ANAK
5 Cakupan
Kunjungan
706 708 100.28 90.00 111.43
Neonatus 1
(KN1)
6 Cakupan
Kunjungan
Neonatus 706 705 99.86 90.00 110.95
Lengkap (KN
Lengkap)
7 Cakupan
deteksi resiko 156 266 170.51 100.00 170.51
Ibu hamil
8 Cakupan
Neonatus
dengan 106 129 121.70 100.00 121.70
Komplikasi
yang ditangani
9 Cakupan
Kunjungan 706 693 98.16 90.00 109.07
Bayi
10 Cakupan
Pelayanan 2,055 1,996 97.13 90.00 107.92
Anak Balita
11 KELUARGA
BERENCAN
A
12 Cakupan
Peserta KB 7,194 5,508 76.56 75.00 102.09
Aktif
CAKUPAN
VARIABE 102.92 116.19
L 1.C.
CAKUPA
KINERJA
JENIS SASARA PENCAPAIA N TARGE
No.
KEGIATAN N N (4/3 X T (5/6 X
100%) 100%)
1 2 3 4 5 6 7.0
D. UPAYA
PERBAIKAN
GIZI
17
MASYARAKA
T
1 Cakupan
Keluarga Sadar 96 108 112.50 80.00 140.63
Gizi
2 Cakupan Balita
2,347 2,691 114.66 85.00 134.89
Ditimbang (D/S)
3 Cakupan
Distribusi
Kapsul Vitamin 636 680 106.92 90.00 118.80
A bagi Bayi (6-
11 bulan)
4 Cakupan
Distribusi
Kapsul Vitamin
1,850 2,194 118.59 90.00 131.77
A Bagi Anak
Balita (12-59
bulan)
5 Cakupan
Distribusi
667 743 111.39 90.00 123.77
Kapsul Vitamin
A bagi Ibu Nifas
6 Cakupan
Distribusi Tablet
699 755 108.01 90.00 120.01
Fe 90 tablet
pada ibu hamil
7 Cakupan
Distribusi MP-
247 71 28.74 100.00 28.74
ASI Baduta
Gakin
8 Cakupan balita
gizi buruk
4 4 100.00 100.00 100.00
mendapat
perawatan
9 Cakupan ASI
658 312 47.42 80.00 59.27
Eksklusif
CAKUPAN
VARIABE 94.25 106.43
L 1.D.
18
3 Cakupan DPTHB 3
706 631 89.38 90.00 99.31
4 Cakupan Polio 4
706 731 103.54 90.00 115.05
5 Cakupan Campak
706 726 102.83 90.00 114.26
PELAYANAN IMUNISASI
LANJUTAN
6 Cakupan BIAS DT
631 617 97.78 95.00 102.93
7 Cakupan BIAS TT
1,393 1,378 98.92 95.00 104.13
8 Cakupan BIAS Campak
641 630 98.28 95.00 103.46
9 Cakupan Pelayanan
777 772 99.36 90.00 110.40
Imunisasi Ibu Hamil TT2+
10 Cakupan Desa/ Kelurahan
Universal Child 6 6 100.00 100.00 100.00
Immunization (UCI)
11 Cakupan Sistem
52 52 100.00 90.00 111.11
Kewaspadaan Dini
12 Cakupan Surveilans Terpadu
12 12 100.00 100.00 100.00
Penyakit
13 Cakupan Pengendalian KLB
3 3 100.00 100.00 100.00
PENEMUAN DAN
PENANGANAN
PENDERITA PENYAKIT
14 Cakupan Penderita
325 227 69.85 86.00 81.22
Peneumonia Balita
15 Cakupan Penemuan Pasien
40 16 40.00 80.00 50.00
baru TB BTA Positif
16 Cakupan Kesembuhan
52 24 46.15 85.00 54.30
Pasien TB BTA Positif
17 Cakupan Penderita DBD
2,875 2,368 82.37 95.00 86.70
yang ditangani
18 Cakupan Penemuan
8,901 1,192 13.39 75.00 17.86
Penderita Diare
CAKUPAN
VARIABEL 85.36 91.63
1.E.
19
3 Cakupan jumlah
seluruh Pemeriksaan
68,138 6,436 9.45 20.00 47.23
Laboratorium
Puskesmas
4 Cakupan Jumlah
Pemeriksaan
6,436 333 5.17 10.00 51.74
Laboratorium yang
dirujuk
CAKUPAN
VARIABE 137.87 158.96
L 1.F.
CAKUPAN
VARIABE 92.40 111.03
L 1.
CAKUPA KINERJ
TARGET
JENIS PENCAPAIA N TARGE A
No. SASARA
KEGIATAN N (4/3 X T (5/6 X
N
100%) 100%)
1 2 3 4 5 6 7
20
B. UPAYA
KESEHATAN
OLAH RAGA
1 Cakupan
Pembinaan
30 30 100.00 100.00 100.00
Kelompok
Olahraga
CAKUPA
N
100.00 100.00
VARIABE
L 2.B.
CAKUPA KINERJ
TARGET
JENIS PENCAPAIA N TARGE A
No. SASARA
KEGIATAN N (4/3 X T (5/6 X
N
100%) 100%)
1 2 3 4 5 6 7
C. UPAYA
PERAWATAN
KES. MASY.
1 Cakupan Keluarga
Dibina (Keluarga 3,764 104 2.76 2.60 106.27
Rawan)
2 Cakupan Keluarga
Rawan Selesai 87 84 96.55 88.00 109.72
Dibina
3 Cakupan Keluarga
87 88 101.15 88.00 114.94
Mandiri III
CAKUPA
N
66.82 110.31
VARIABE
L 2.C.
KINERJ
CAKUPAN
TARGET PENCAPAIA TARGE A
No. JENIS KEGIATAN
SASARAN N (4/3 X T (5/6 X
100%) 100%)
1 2 3 4 5 6 7
D. UPAYA
KESEHATAN
KERJA
1 Cakupan Pembinaan
1 1 100.00 100.00 100.00
Pos UKK
2 Cakupan Penanganan
Penyakit Akibat Kerja
(PAK) dan Panyakit 296 296 100.00 100.00 100.00
Akibat Hubungan
Kerja (AHK)
21
CAKUPAN
VARIABE 100.00 100.00
L 2.D.
CAKUPA
TARGET KINERJA
JENIS PENCAPAIA N TARGE
No. SASARA
KEGIATAN N (4/3 X T (5/6 X
N
100%) 100%)
1 2 3 4 5 6 7
E. UPAYA KES.
GIGI &
MULUT
1 Cakupan
Pembinaan
24 33 137.50 60.00 229.17
Kesehatan Gigi
di Masyaakat
2 Cakupan
Pembinaan
8 8 100.00 80.00 125.00
Kesehatan Gigi
di TK
3 Cakupan
Pembinaan
Kesehatan Gigi 11 14 127.27 80.00 159.09
dan Mulut di SD/
MI
4 Cakupan
Pemeriksaan
Kesehatan Gigi 476 490 102.94 80.00 128.68
dan Mulut Siswa
TK
5 Cakupan
Pemeriksaan
Kesehatan Gigi 1,654 1,574 95.16 80.00 118.95
dan Mulut Siswa
SD
6 Cakupan
Penanganan
Siswa TK yang
195 18.46 18.46
Membutuhkan 36 100.00
Perawatan
Kesehatan Gigi
7 Cakupan
Penanganan
Siswa SD yang
741 47.50 47.50
Membutuhkan 352 100.00
Perawatan
Kesehatan Gigi
CAKUPA
N
89.83 118.12
VARIABE
L 2.E.
22
Tabel 2.12 Pencapaian Upaya Kesehatan Jiwa
CAKUPAN KINERJA
JENIS TARGET
No. PENCAPAIAN (4/3 X TARGET (5/6 X
KEGIATAN SASARAN
100%) 100%)
F. UPAYA
KESEHATAN
JIWA
1 Cakupan Deteksi
Dini Gangguan 17,613 7,657 43.47 100.00 43.47
Kesehatan Jiwa
2 Cakupan
Penanganan
Pasien Terdeteksi 600 600 100.00 100.00 100.00
Gangguan
Kesehatan Jiwa
CAKU
PAN
VARIA 71.74 71.74
BEL
2.F.
CAKUPAN KINERJA
JENIS TARGET
No. PENCAPAIAN (4/3 X TARGET (5/6 X
KEGIATAN SASARAN
100%) 100%)
G. UPAYA
KESEHATA
N INDRA
KESEHATA
N MATA
1 Cakupan
Skrining
Kelainan/
3,161 1,981 62.67 80.00 78.34
gangguan
refraksi pada
anak sekolah
2 Cakupan
Penanganan
kasus 22 100.00 100.00
22 100.00
kelaianan
refraksi
3 Cakupan
skrining 9,662 2,377 24.60 100.00 24.60
katarak
4 Cakupan
Penanganan
175 2 1.14 100.00 1.14
Penyakit
Katarak
5 Cakupan 17 17 100.00 100.00 100.00
rujukan
gangguan
penglihatan
pada kasus
23
Diabetes
Militus ke RS
6 Cakupan
Kegiatan
Penjaringan
Penemuan
643 620 96.42 80.00 120.53
Kasus
Gangguan
Pendengaran
di SD/MI
7 Cakupan
Kasus
Gangguan
69 69 100.00 100.00 100.00
Pendengaran
di SD/MI yang
ditangani
CAKU
PAN
VARIA 69.26 74.94
BEL
2.G.
CAKUPA
TARGET KINERJA
JENIS PENCAPAIA N TARGE
No. SASARA
KEGIATAN N (4/3 X T (5/6 X
N
100%) 100%)
1 2 3 4 5 6 7
H. UPAYA
KESEHATAN
USIA LANJUT
1 Cakupan
Pelayanan
8,719 1,201 13.77 70.00 19.68
Kesehatan Usia
Lanjut
2 Cakupan
Pembinaan Usia
Lanjut pada 6 8 133.33 100.00 133.33
Kelompok Usia
lanjut
CAKUPA
N
73.55 76.51
VARIABE
L 2.H.
CAKUPA
TARGET KINERJA
JENIS PENCAPAIA N TARGE
No. SASARA
KEGIATAN N (4/3 X T (5/6 X
N
100%) 100%)
1 2 3 4 5 6 7
24
I. UPAYA
KESEHATAN
TRADISIONAL
1 Cakupan
Pembinaan
100 100
Upaya Kesehatan
68 68 .00 100.00 .00
Tradisional
(Kestrad)
2 Cakupan
Pengobat
0 0 0 0 0
Tradisional
Terdaftar/ berijin
3 Cakupan
Pembinaaan
100 100
Kelompok Taman
2 2 .00 100.00 .00
Obat Keluarga
(TOGA)
CAKUPAN
66. 66.
VARIABE
67 67
L 2.I.
CAKUPAN
VARIABE 81.99 90.92
L 2.
25
Tabel 2.16
Sepuluh Penyakit Tertinggi di Puskesmas Plered
Tahun 2016
10 Besar Penyakit Pasien Rawat Jalan UPT Puskesmas Plered Tahun 2016
Kode
No Nama Penyakit Jumlah
Penyakit
1 Myalgia M79.1 15896
2 Other dermatitis L98 14228
3 Gastritis K29 12438
4 Infeksi saluran nafas non spesifik J06 12209
5 Gigi K04 3914
6 Demam R50 3802
7 Hipertensi I10 3572
8 DM E11 2014
9 Diare A09 1493
10 Faringitis K30 592
Sumber: Laporan LB 1 UPT Puskesmas Plered Tahun 2016
Pola tersebut sering berubah setiap bulannya tergantung kondisi cuaca dan
iklim. Tetapi untuk kurun waktu satu tahun pola penyakit relatif tidak berubah yang
menunjukkan bahwa belum ada perubahan yang nyata dari perilaku hidup
masyarakat. Karena penyakit-penyakit tersebut dipengaruhi oleh faktor lingkungan
dan determinannya seperti perilaku dan kesadaran masyarakat terhadap pola hidup
bersih sehat.
1. Program Imunisasi
Grafik 1
Cakupan program Imunisasi Puskesmas Plered tahun 2016
26
IMUNISASI
Campak 95%
Polio 4 102%
DPT-Hb 3 98%
BCG 99%
2. Program P2 TB Paru
Penemuan kasus TB Paru BTA (+) pada tahun 2016 mencapai 24 kasus dari
perkiraan 35 kasus, sedangkan penemuan suspek TB Paru belum mencapai target
100% dengan Succes Rate (SR) sebesar 200 dan CDR sebesar 138,24.
Grafik 2
Penanganan kasus TB Paru
Puskesmas Plered tahun 2016
27
TB PARU
Pengobatan Lengkap 35
Kesembuhan 13
TB BTA (+) 24
TB Paru Klinis 17
Perkiraan Kasus 35
0 5 10 15 20 25 30 35
3. Program P2 Kusta
Penemuan kasus Kusta baru tahun 2016 sebanyak 3 pasien, yang seluruhnya
merupakan kasus kusta MB.
Grafik 3
Penemuan kasus kusta baru
28
KUSTA
Cacat
Tipe MB
Tipe PB
Kasus Baru
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
P
uskesmas Plered tahun 2016
4. Program P2 ISPA
5. Program P2 Diare
29
Coverage kasus Diare Tahun 2016 berdasarkan penataan dari kunjungan kasus
ke Puskesmas dalam wilayah kerja mencapai 10,1% (1357 kasus). Gambaran
coverage per desa dapat dilihat pada grafik di bawah ini:
Grafik 4
Cakupan Kasus Diare di Puskesmas Plered tahun 2016
4000
3466 3432
3500
3000
2500 2386
2000 1726
1500 1306 Perkiraan Kasus
1065
Kasus Diare ditangani
1000
427
500 198 304
123 136 172
0
n n i i
ha eta on ga
l
ul
u ar
ul ot ls
ba i W i K
W liw ga
em sm sm Ka Te
n u u
Pa Tr Tr
6. Program P2 DBD
Angka kejadian penyakit DBD di pukesmas Plered dari tahun ketahun masih
tinggi. Dan peran masyarakat dalam mencegah kejadian-kejadian kasus DBD
seperti PSN masih kurang ditunjang dengan angka ABJ masih dibawah 95%, dan
kebersihan lingkungan masih kurang.
Berdasarkan besaran masalah DBD tersebut di atas, maka diperlukan
intervensi program untuk mengatasi masalah-masalah terebut. Kegiatan intervensi
tersebut diharapkan dapat meningkatkan cakupan sesuai dengan target yang telah
ditetapkan minimalnya, bahkan diharapkan sekali mencapai di atas target.
30
Grafik 5
Penyebaran penderita DBD
Puskesmas Plered tahun 2016
P2 DBD
Tegalsari; 3
Panembahan;
5
Kaliwulu; 1
Trusmi Kulon;
2
Grafik 6
Angka Bebas Jentik tiap desa tahun 2016
31
Tabel 2.18
Stratifikasi DBD Th, 2016
Berdasarkan Kasus DBD
N Stratifikas
Desa 2013 2014 2015 Hi
o i
Panembaha
1 3 7 2 7 Endemis
n
32
Trusmi
2 0 0 0 6 Bebas
Wetan
Trusmi
3 3 32 2 7 Endemis
Kulon
4 Wotgali 4 43 2 11 Endemis
5 Kaliwulu 4 47 8 4 Endemis
6 Tegalsari 1 14 9 19 Endemis
Puskesmas 15 23 23 9 Endemis
Dilihat dari table 2.18 tersebut menunjukan status DBD di wiliyah kerja
Puskesmas masih endemis, dilihat kejadian DBD dari tahun ketahun masih tinggi.
Berdasarkan dari 3 tahun ke belakang.
Tabel 2.19
Hasil Pemeriksaan Jentik Berkala Tahun 2016 Berdasarkan Desa
RUMAH YG JENTIK
NO DESA ABJ% HI%
DIPERIKSA POSITIF
1 PANEMBAHAN 475 56 88,21 11,78
2 TRUSMI WETAN 450 72 84 16
3 TRUSMI KULON 475 81 82,94 17,05
4 WOTGALI 500 94 81,2 18,8
5 KALI WULU 450 104 76,88 23,11
6 TEGAL SARI 525 100 80,95 19,05
PUSKESMAS 2875 507 82,36 17,63
Dilihat dari table 4.1 di atas ternyata hasil ABJ di setiap desa belum tercapai
Tabel 2.20
Penderita DBD Tahun 2016 Berdasarkan Desa
33
Dilihat dari tabel 2.20 di atas ternyata ada peningkatan kasus DBD pada Th. 2015,
dan hampir semua desa ditemukan kasus DBD hanya desa Trusmi Wetan yang tidak
ditemukan kasus DBD.
8. Program P2 Malaria
9. Flu Burung
Belum ditemukan adanya kasus Flu Burung dari kunjungan ke Puskesmas dalam
wilayah kerja.
34
2016 mencapai 94,6% atau sebanyak 732 kunjungan. Berikut ini grafik
kunjungan K1 dan K4 menurut desa di Puskesmas Plered tahun 2016.
Grafik 7
Cakupan K1 dan K4
Puskesmas Plered Tahun 2016
104%
104.00%
102.00% 100%
100.00% 98% 99% 99%
98%
98.00%
95.70%
94.50% 94.60% 94.70% 94.90%
96.00%
93.60%
94.00%
92.00%
90.00%
88.00%
K1 K4
Panembahan Trusmi Wetan Trusmi Kulon Wotgali Kaliwulu Tegalsari
Kekurangan asupan zat besi pada ibu hamil bisa berakibat buruk bagi ibu
dan janin. Penanganan defisiensi zat besi dengan pemberian suplemen tablet besi
dan efektif untuk meningkatkan kadar Fe/besi dalam jangka waktu pendek.
Cakupan pemberian tablet besi pada ibu hamil di Puskesmas Plered pada tahun
2012 adalah Fe1 mencapai 99,74% atau 772 orang. Sedangkan pemberian Fe3
mencapai 94,70% atau sebanyak 733 orang.
Berikut ini grafik cakupan pemberian Fe1 dan Fe3 pada ibu hamil di
Puskesmas Plered tahun 2016.
Grafik 8
Cakupan Pemberian Fe1 dan Fe3
35
Puskesmas Plered Tahun 2016
104%
104.00%
102.00% 100%
100.00% 99% 99%
98% 98%
98.00%
95.65%
94.59% 94.71% 94.71% 94.90%
96.00%
93.64%
94.00%
92.00%
90.00%
88.00%
Panembahan Trusmi Wetan TrusmiFe1
Kulon Fe3 Wotgali Kaliwulu Tegalsari
Grafik 9
Cakupan Linakes
Puskesmas Plered Tahun 2016
100%
100% 97%
98% 96% 95%
96%
94% 92%
92% 89%
90%
88%
86%
84%
82%
Panembahan Trusmi Wetan Trusmi Kulon Wotgali Kaliwulu Tegalsari
36
Grafik 10
Cakupan KN
Puskesmas Plered Tahun 2016
100% 100%
100.00% 100%
100.00% 100%99.20% 100%98.90% 99.40%
95.90%
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
Panembahan Trusmi Wetan Trusmi KKulon
N1 K N3 Wotgali Kaliwulu 0%
Tegalsari
Grafik 12
Jenis Kontrasepsi Peserta KB Puskesmas Plered Tahun 2016
25.61%
37
Kelompok Lanjut Usia di Kecamatan Plered yang dilakukan pembinaan
terdata di tahun 2012 sebanyak 8 kelompok. Adapun coverage program USILA
cenderung ada peningkatan dari tahun 2016, yaitu pembinaan pada kelompok
usia lanjut mencapai 49,04% ( 3265 orang ) dari sasaran sebanyak 6658 orang.
Grafik 13
Program Lansia Puskesmas Plered tahun 2016
1800
1600
1400
1200
1000
800 Jumlah Usila
600 Mendapat pelayanan
kesehatan
400
200
0
n n i u i
ha eta on ga
l
ul ar
a Kul ot il w ls
b i W i W ga
em s m sm Ka Te
n u u
Pa Tr Tr
Kaliwulu 121 93
Wotgali 19 25
Perempuan
Trusmi Kulon 15 12 Laki-laki
Trusmi Wetan 74 70
Panembahan 77 83
38
2.3.5 Program Perbaikan Gizi Masyarakat
Keberadaan Posyandu di Wilayah Puskesmas Plered sebanyak 39
posyandu mulai dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat Untuk
mengetahui keadaan status gizi di masyarakat dengan mengetahui status gizi
pada masyarakat rentan yaitu bayi, balita dan ibu hamil. Upaya pemantauan
dilakukan dengan banyak cara. Penimbangan balita di posyandu, pengukuran
lingkar lengan ibu hamil, dan deteksi tumbuh kembang bayi dan balita. Selain
itu juga dilakukan penimbangan balita serentak pada bulan Agustus untuk
mengetahui status gizi balita suatu masyarakat pada saat tertentu.
Berdasarkan penimbangan balita di posyandu, pada tahun 2016 jumlah
balita yang ditimbang pada tahun 2016 di Puskesmas Plered adalah 2.889
(86,4%) dari estimasi sasaran balita umur 0-5 tahun yang ada yaitu 3056 orang.
Jumlah balita naik berat badannya saat penimbangan mencapai 1646 (62,3%).
Balita yang di bawah garis merah sebanyak 119 (4,5%).
Pemberian vitamin A sebanyak 2 kali pada anak balita 1-4 tahun
sebanyak 2451 (100%). Pemberian vitamin A pada bayi dan balita dilakukan dua
kali dalam setahun yaitu bulan Februari dan Agustus.
Grafik 14
Cakupan Balita ditimbang Puskesmas Plered tahun 2016
39
800
700
600
500
400
Jml.Balita
300 D/S
200 N/D
100
0
n n i u i
ha eta on ga
l
ul ar
a Kul ot il w ls
m
b iW i W Ka ega
ne us m
usm T
Pa Tr Tr
Tabel 2.21
Kegiatan Penyuluhan Kesehatan Di Puskesmas Plered
Tahun 2016
Jumlah Penyuluhan
No Desa
Kelompok
1 Panembahan 84
2 Trusmi Wetan 48
3 Trusmi Kulon 60
4 Wotgali 84
5 Kaliwulu 85
6 Tegalksari 72
40
Total 433
Grafik 15
2 2 6 12 2 6 1
2500 2 1 4 22 1 4 2
2000 1 5 9 81 5 9 8
Grafik 16
Rumah Sehat Tahun 2016
2500
2084
2000 1805
1500
1082
989
1000 854817 906829
602 668
579
449 478 484
500 393377
307
220
Grafik 17
Kepemilikan Sarsandas Tahun 2016
41
Tegalsari 1554
1336
2261
1897
Kaliwulu 1780
1810
2142
1049
Wotgali 892
990
1598
554
Trusmi Kulon 548
485
874
437
Trusmi Wetan 409
346
713
905
Panembahan 937
850
1073
r
r
r
s
ri l
ei
ni
li
i
be
be
be
r
be
tu
Ju
ar
M
ua
ua
Ju
Ap
us
m
to
M
n
br
Ok
pte
se
pe
Ag
Ja
Pe
De
No
Se
42
Keberadaan PONED di wilayah Puskesmas Plered diharapkan dapat menekan
angka kematian ibu dan kematian bayi. Pada tahun 2016 jumlah kasus di PONED
cenderung meningkat. Adapun cakupan kunjungan di Poned antara lain:
Grafik 19
Kunjungan Poned Tahun 2016
Rujukan
Penangan Neonatus
Persalinan Resiko
Persalinan Normal
BAB III
HASIL PELAKSANAAN KEGIATAN
43
terinfeksi dengan salah satu dari empat virus dengue. Virus tersebut dapat
menyerang bayi, anak-anak dan orang dewasa. Sedangkan menurut Depkes
RI (2011), Demam berdarah dengue adalah penyakit akut yang disebabkan
oleh Virus DBD dan ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk
(Aedes aegypti atau Aedes albopictus) yang terinfeksi virus DBD.
Etiologi
Penyakit demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue dari
genus Flavivirus, famili Flaviviridae. DBD ditularkan ke manusia melalui
gigitan nyamuk Aedes yang terinfeksi virus dengue. Virus Dengue penyebab
Demam Dengue (DD), Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Dengue Shock
Syndrome (DSS) termasuk dalam kelompok B Arthropod virus Arbovirosis
yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviride, dan
mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu : DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4
(Depkes RI, 2010).
Di Indonesia pengamatan virus dengue yang di lakukan sejak tahun
1975 di beberapa rumah sakit menunjukkan ke empat serotipe di temukan
dan bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang
dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinik
yang berat (Depkes RI, 2012).
44
baik dan mengakibatkan kebocoran darah. Apabila kebocoran ini terjadi pada
pembuluh darah kulit akan tampak bercak-cak kemerahan pada kulit yang
disebut petekiae. Sedangkan bila terjadi kebocoran pada saluran pencernaan
akan menyebabkan perdarahan yang terus menerus (Soedarmo, 2010).
Virus dengue masuk kedalam tubuh inang kemudian mencapai sel
target yaitu makrofag. Sebelum mencapai sel target maka respon imun non-
spesifik dan spesifik tubuh akan berusaha menghalanginya. Aktivitas
komplemen pada infeksi virus dengue diketahui meningkat seperti C3a dan
C5a mediator-mediator ini menyebabkan terjadinya kenaikan permeabilitas
kapiler celah endotel melebar lagi. Akibat kejadian ini maka terjadi
ekstravasasi cairan dari intravaskuler ke extravaskuler dan menyebabkan
terjadinya tanda kebocoran plasma seperti hemokonsentrasi,
hipoproteinemia, efusi pleura, asites, penebalan dinding vesica fellea dan
syok hipovolemik. Kenaikan permeabilitas kapiler ini berimbas pada
terjadinya hemokonsentrasi, tekanan nadi menurun dan tanda syok lainnya
merupakan salah satu patofisiologi yang terjadi pada DBD (Sudoyo, 2013).
Gambaran Klinis
Menurut Sudjana (2010), gambaran klinis penderita dengue terdiri
atas 3 fase yaitu fase febris, fase kritis dan fase pemulihan.
a. Pada fase febris
Fase febris biasanya demam mendadak tinggi terus menerus
berlangsung selama 2-7 hari (380C-400C), naik turun (demam bifosik) dan
tidak mempan obat antipirektik. Kadang-kadang suhu tubuh sangat tinggi
sampai 400C disertai muka kemerahan, eritema kulit, nyeri seluruh tubuh,
mialgia, artralgia dan sakit kepala. Pada beberapa kasus ditemukan nyeri
tenggorok, injeksi farings dan konjungtiva, anoreksia, mual dan muntah
dapat terjadi kejang demam. Akhir fase demam merupakan fase kritis pada
demam berdarah dengue. Pada saat fase tersebut sebagai awal kejadian
syok, biasanya pada hari ke 3, 4, 5 adalah fase kritis yang harus dicermati
pada hari ke 6 dapat terjadi syok kemungkinan dapat terjadi perdarahan dan
kadar trombosit sangat rendah (<20.000/ul). Pada fase ini dapat pula
ditemukan tanda perdarahan seperti ptekie, perdarahan mukosa, walaupun
jarang dapat pula terjadi perdarahan pervaginam dan perdarahan
45
gastrointestinal (Sudoyo, 2013).
b. Fase kritis
Pada kasus ringan dan sedang, semua tanda dan gejala kliniks
menghilang, setelah demam turun sertai keluarnya keringat, perubahan pada
denyut nadi dan tekanan darah, akan teraba dingin di sertai dengan kongesti
kulit. Perubahan ini memperlihatkan gejala gangguan sirkulasi, sebagai
akibat dari perembasan plasma yang dapat bersifat ringan atau sementara.
Pada kasus berat, keadaan umum pada saat atau beberapa saat setelah suhu
turun antara 3-7 terdapat tanda kegagalan sirkulasi, kulit teraba dingin dan
lembab terutama pada ujung jari kaki, sianosis di sekitar mulut, pasien
menjadi gelisah, nadi cepat, lemah kecil sampai tidak teraba dan ditandai
dengan penurunan suhu tubuh disertai kenaikan permeabilitas kapiler dan
timbulnya kebocoran plasma yang biasanya berlangsung selama 24–48 jam.
Kebocoran plasma sering didahului oleh lekopeni progresif disertai
penurunan hitung trombosit dibawah 100.000/mm3 (trombositopeni). Pada
saat akan terjadi syok pasien mengeluh nyeri perut (Sudoyo, 2013).
c. Fase pemulihan
Fase pemulihan terjadi apabila fase kritis terlewati maka terjadi
pengembalian cairan dari ekstravaskuler ke intravaskuler secara perlahan
pada 48–72 jam setelahnya. Keadaan umum penderita membaik, nafsu
makan pulih kembali, hemodinamik stabil dan dieresis membaik (Sudoyo,
2013).
Diagnosis
Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut
WHO tahun 1997 terdiri dari kriteria klinis dan laboratorium.
1. Kriteria Klinis
a. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus
menerus selama 2-7 hari.
b. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan : uji tourniquet
positif, petechie, echymosis, purpura, perdarahan mukosa, epistaksis,
perdarahan gusi, hematemesis dan melena.
Uji tourniquet dilakukan dengan terlebih dahulu menetapkan tekanan
darah. Selanjutnya diberikan tekanan di antara sistolik dan diastolik
pada alat pengukur yang dipasang pada lengan di atas siku; tekanan
46
ini diusahakan menetap selama percobaan. Setelah dilakukan tekanan
selama 5 menit, diperhatikan timbulnya petekia pada kulit di lengan
bawah bagian medial pada sepertiga bagian proksimal. Uji
dinyatakan positif apabila pada 1 inchi persegi (2,8 x 2,8 cm) didapat
lebih dari 20 petekia.
c. Pembesaran hati (hepatomegali).
d. Syok (renjatan), ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan
tekanan nadi, hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan
gelisah.
2. Kriteria Laboratorium
a. Trombositopeni ( < 100.000 sel/ml)
b. Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20% atau lebih
3. Derajat Penyakit DBD, menurut WHO tahun 1997
Penatalaksanaan DBD
47
Penatalaksanaan DBD pada dasarnya bersifat simptomatik dan suportif
yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi.
1. Penatalaksanaan DBD tanpa komplikasi ( Soedoyo, 2013 ) :
a. Istirahat total di tempat tidur.
b. Diberi minum 1,5-2 liter dalam 24 jam (susu, air dengan gula atau air
ditambah garam/oralit). Bila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena
tidak mau minum, muntah atau nyeri perut berlebihan, maka cairan
inravena harus diberikan.
c. Berikan makanan lunak
d. Medikamentosa yang bersifat simptomatis. Untuk hiperpireksia dapat
diberikan kompres, antipiretik yang bersifat asetaminofen, eukinin,
atau dipiron dan jangan diberikan asetosal karena dapat menyebabkan
perdarahan.
e. Antibiotik diberikan bila terdapat kemungkinan terjadi infeksi
sekunder.
2. Penatalaksanaan pada pasien syok :
a. Pemasangan infus yang diberikan dengan diguyur, seperti NaCl, ringer
laktat dan dipertahankan selama 12-48 jam setelah syok diatasi.
b. Observasi keadaan umum, nadi, tekanan darah, suhu, dan pernapasan
tiap jam, serta Hemoglobin (Hb) dan Hematokrit (Ht) tiap 4-6 jam pada
hari pertama selanjutnya tiap 24 jam.
Nilai normal Hemoglobin :
Anak-anak : 11,5 – 12,5 gr/100 ml darah
Laki-laki dewasa : 13 – 16 gr/100 ml darah
Wanita dewasa : 12 – 14 gr/100 ml darah
Nilai normal Hematokrit :
Anak-anak : 33 – 38 vol %
Laki-laki dewasa : 40 – 48 vol %
Wanita dewasa : 37 – 43 vol %
c. Bila pada pemeriksaan darah didapatkan penurunan kadar Hb dan Ht
maka diberi transfusi darah.
48
1. Setiap kali bertelur, nyamuk betina dapat mengeluarkan telur sebanyak
100 butir.
2. Telur nyamuk Aedes aegypti berwarna hitam dengan ukuran ± 0,80 mm.
3. Telur ini ditempat yang kering (tanpa air) dapat bertahan sampai 6
bulan.
4. Telur itu akan menetas menjadi jentik dalam waktu lebih kurang dari 2
hari setelah terendam air.
5. Jentik kecil yang menetas dari telur itu akan tumbuh menjadi besar yang
panjangnya 0,5-1 cm.
6. Jentik Aedes aegyptiakan selalu bergerak aktif dalam air, geraknya
berulang-ulang dari bawah ke atas permukaan air untuk bernafas
(mengambil udara) kemudian turun, kembali kebawah seterusnya.
7. Pada waktu istirahat, posisinya hampir tegak lurus dengan permukaan
air biasanya berada di sekitar dinding tempat penampungan air.
8. Setelah 6-8 hari jentik itu akan berkembang/berubah menjadi
kepompong. Kepompong berbentuk koma, gerakannya lambat, sering
berada dipermukaan air. Setelah 1-2 hari akan menjadi nyamuk dewasa.
Nyamuk Aedes aegypti menyenangi area gelap dan benda-benda
berwarna hitam atau merah. Nyamuk ini banyak ditemukan di bawah
bangku, meja, kamar yang gelap, atau dibalik baju-baju yang di gantung.
Nyamuk ini menggigit pada siang hari (pukul 09-10) dan sore hari (pukul
16.00-17.00), demam berdarah sering menyerang anak-anak karena anak-
anak cenderung duduk didalam kelas selama pagi sampai siang hari
(Anggraeni, 2010).
Menurut Sitio (2008), Penularan DBD antara lain dapat terjadi di
semua tempat yang terdapat nyamuk penularnya, tempat yang potensial
untuk penularan penyakit DBD antara lain:
a. Wilayah yang banyak kasus DBD atau rawan endemis DBD.
b. Tempat-tempat umum yang merupakan tempat berkumpulnya orang,
orang dating dari berbagai wilayah sehingga kemungkinan terjadinya
pertukaran beberapa tipe virus dengue cukup besar seperti sekolah, pasar,
hotel, puskesmas, rumah sakit dan sebagainya.
49
c. Pemukiman baru di pinggir kota, karena dilokasi ini, penduduk umumnya
berasal dari berbagai wilayah, maka memungkinkan diantaranya terdapat
penderita atau karier yang membawa tipe virus dengue yang berlainan
dari masing-masing lokasi asal.
50
yang tinggi dengan suhu yang rendah siklus perkembangan Aedes aegypti
tidak sempurna. Daerah yang terjangkit demam berdarah pada umumnya
adalah kota atau wilayah yang padat penduduknya. Hal ini disebabkan
dikota atau wilayah yang padat penduduk rumah-rumahnya saling
berdekatan, sehingga lebih memungkinkan penularan penyakit demam
berdarah mengingat jarak terbang Aedes aegypti 100 m. Meningkatnya
jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit disebabkan
karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya pemukiman
baru, dan terdapatnya vektor nyamuk hampir diseluruh pelosok tanah air
serta adanya tipe virus yang bersikulasi sepanjang tahun (Depkes RI, 2010).
3. Distribusi Penyakit DBD Berdasarkan Waktu
Musim penularan demam berdarah pada umumnya terjadi pada awal
musim hujan (permulaan tahun dan akhir tahun). Hal ini dikarenakan pada
musim hujan vektor penyakit demam berdarah populasinya meningkat
dengan bertambah banyaknya sarang nyamuk diluar rumah sebagai akibat
sanitasi lingkungan yang kurang bersih, sedang pada musim kemarau Aedes
aegypti bersarang di bejana yang selalu terisi air seperti bak mandi,
tempayan, drum, dan tampungan air (Depkes RI, 2010).
2. Host (Penjamu)
Penjamu adalah manusia atau organisme yang rentan oleh pengaruh
agent dalam penelitian ini yang diteliti dari faktor penjamu adalah (umur,
pendidikan pekerjaan, motivasi, pengetahuan dan sikap) dalam peran
51
serta masyarakat terhadap kewaspadaan dini pencegahan penyakit DBD.
3. Environment
Lingkungan adalah kondisi atau faktor berpengaruh yang bukan bagian
agent maupun penjamu, tetapi mampu menginteraksikan agent penjamu.
Dalam penyebaran penyakit DBD faktor lingkungan seperti tempat
penampungan air sebagai perindukan nyamuk Aedes aegypti, ketinggihan
tempat suatu daerah mempengaruhi perkembangbiakan nyamuk dan
virus, curah hujan serta kebersihan lingkungan.
52
dan tepat. Penemuan, pertolongan, dan pelaporan penderita DBD
dilaksanakan oleh petugas kesehatan dan masyarakat dengan cara:
a. Bila dalam keluarga ada yang menunjukkan gejala penyakit DBD,
berikan pertolongan pertama dengan banyak minum, kompres dingin
dan berikan obat penurun panas yang tidak mengandung asam
salisilat serta segera bawa ke dokter atau unit pelayanan kesehatan.
b. Dokter atau unit kesehatan setelah melakukan pemeriksaan/diagnosa
dan pengobatan segaera melaporkan penemuan penderita atau
tersangka DBD tersebut kepada Puskesmas, kemudian pihak
Puskesmas yang menerima laporan segera melakukan penyelidikan
epidemiologi dan pengamatan penyakit dilokasi penderita dan rumah
disekitarnya untuk mencegah kemungkinan adanya penularan lebih
lanjut.
c. Kepala Puskesmas melaporkan hasil penyelidikan epidemiologi dan
kejadian luar biasa (KLB) kepada Camat, dan Dinas Kesehatan
Kota/Kabupaten, disertai dengan cara penanggulangan seperlunya
serta diagnosis dan diagnosis laboratorium.
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan ini dimaksudkan untuk mengurangi
ketidakmampuan dan mengadakan rehabilitasi. Upaya pencegahan
tingkat ketiga ini dapat dilakukan dengan memaksimalkan organ yang
cacat. Pengobatan penderita DBD pada dasarnya bersifat simptomatik
dan suportifyaitu dukungan pada penderita serta mendirikan pusat-pusat
rehabilitasi medik.
Virus Dengue
Virus tersebut menyebabkan demam dengue yang bersifat
asimptomatik. Infeksi oleh salah satu jenis virus akan menghasilkan imunitas
atau kekebalan yang bersifat seumur hidup terhadap jenis virus dengue yang
sama, namun tidak memiliki perlindungan silang (cross protection) yang
bersifat jangka panjang untuk melawan ketiga jenis virus dengue lainnya.
Perlindungan silang bersifat sementara yaitu hanya bertahan selama ≤ 2
bulan. Infeksi oleh jenis serotip lainnya akan meningkatkan risiko
53
berkembangnya dengue yang lebih berat (World Health Organization-
Dengue and Severe Dengue Fact Sheet, 2012).
Genotip yang berbeda telah di Identifikasi dari masing–masing serotip,
menyorotin luas variabilitas genetik dari serotip virus dengue. Diantara
semua genotip tersebut, genotip dari virus DEN-2, DEN-3 adalah yang
paling sering berhubungan dengan dengue berat mengiringi infeksi dengue
skunder. (World Health Organization-The Virus, 2012).
54
pedesaan dan perbaikan sistem transportasi. Di wilayah yang agak kering
seperti India, Aedes aegypti merupakan vektor perkotaan dan populasinya
secara khas berfluktuasi bersama air hujan dan kebiasaan penyimpanan air.
Pada negara lain di Asia Tenggara yang curah hujannya melebihi 200 cm per
tahun, populasi Aedes aegypti ternyata lebih stabil dan ditemukan di daerah
perkotaan, pinggiran kota dan daerah pedesaan. Karena kebiasaan
penyimpanan air secara tradisional di Indonesia, Myanmar dan Thailand,
kepadatan nyamuk mungkin lebih tinggi di daerah pinggiran kota dari pada
di daerah perkotaan.
Ketinggian merupakam faktor yang penting untuk membatasi
penyebaran nyamuk Aedes aegypti. Di India, Aedes aegypti dapat ditemukan
pada ketinggian yang berkisar dari nol meter sampai 1000 meter di atas
permukaan laut. Ketinggian yang rendah (kurang dari 500 meter) memiliki
tingkat kepadatan populasi nyamuk sedang sampai berat. Sementara daerah
pegunungan (dia atas 500 meter) memiliki populasi nyamuk yang rendah. Di
negara-negara Asia Tenggara, ketinggian 1000-1500 meter di atas
permukaan laut tampaknya merupakan batas bagi penyebaran Aedes aegypti.
Di bagian lain dunia, nyamuk spesies ini dapat ditemukan di wilayah yang
jauh lebih tinggi, misalnya di Kolombia sampai mencapai 2200 meter.
55
sehingga dapat meningkatkan keberadaan nyamuk tersebut dirumah (Kholedi,
et al, 2012).
Nyamuk Aedes aegypti mengalami metamorfosis sempurna, yaitu : telur
- jentik - kepompong - nyamuk. Stadium telur, jentik dan kepompong hidup di
dalam air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu ±2
hari setelah telur terendam air. Stadium jentik biasanya berlangsung 6-8 hari,
dan stadium kepompong berlangsung antara 2–4 hari. Pertumbuhan dari telur
menjadi nyamuk dewasa selama 9-10 hari. Umur nyamuk betina dapat
mencapai 2-3 bulan (Depkes RI, 2010).
56
nyamuk betina dapat mengeluarkan telur sebanyak 100 butir. Telur itu di
tempat yang kering (tanpa air) dapat bertahan berbulan-bulan pada suhu
-2ºC sampai 42ºC, dan bila tempat-tempat tersebut kemudian tergenang air
atau kelembabannya tinggi maka telur dapat menetas lebih cepat.
b. Jentik (Larva)
Menurut Depkes RI (2010b), ada 4 tingkat (instar) jentik sesuai dengan
pertumbuhan larva tersebut, yaitu :
a Instar I : berukuran paling kecil, yaitu 1-2 mm
b Instar II : 2,5-3,8 mm
c Instar III : lebih besar sedikit dari larva instar II
d Instar IV : berukuran paling besar 5 mm
Lamanya perkembangan larva akan bergantung pada suhu,
ketersediaan makanan, kepadatan larva pada sarang. Pada kondisi optimum
waktu yang dibutuhkan mulai dari penetasan sampai kemunculan nyamuk
dewasa akan berlangsung sedikitnya selama tujuh hari termasuk dua hari
untuk masa menjadi kepompong. Akan tetapi pada suhu rendah mungkin
akan membutuhkan beberapa minggu untuk kemunculan nyamuk dewasa.
c. Survei Jentik (Pemeriksaan Jentik)
Survei Jentik dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Semua tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat
perkembangbiakan Nyamuk Aedes Aegypti (dengan mata telanjang)
untuk mengetahui adanya tidaknya jentik Jika memeriksa tempat
penampungan air yang berukuran besar seperti bak mandi,
tempayan, drum, dan bak penampungan air lainnya, jika pandangan
pertama tidak menemukan jentik maka harus ditunggu selama 1/2 -1
menit untuk memastikan bahwa benar jentik tidak ada.
2. Jika memeriksa tempat penampungan air yang berukuran kecil
seperti vas bunga, pot tanaman, dan botol yang airnya keruh, maka
airnya perlu di pindahkan ketempat lain.
3. Ketika memeriksa jentik di tempat yang agak gelap atau airnya
keruh, maka di gunakan senter (Merdawati, 2010).
d. Kepompong (Pupa)
Fase Pupa merupakan fase istirahat, dimana tidak ada pemberian
makanan, tetapi pupa sering berpindah-pindah tempat merespon perubahan
cahaya dan bergerak dengan memutar ekornya ke arah bawah atau area
yang terlindungi. Pupa bergerak dengan menggerakkan abdomen dan sirip
kaudal yang mirip dayung.
57
Kepompong berbentuk seperti koma. Bentuknya lebih besar namun
lebih ramping dibanding jentiknya. Kepompong berukuran lebih kecil jika
dibandingkan dengan rata-rata kepompong nyamuk lain. Kepompong
merupakan tahapan yang tidak memerlukan makan namun tidak seperti
sebagian besar insekta, kepompong nyamuk berenang sangat aktif dapat
berenang dengan mudah saat terganggu. Tahap kepompong pada nyamuk
Aedes aegypti umumnya berlangsung selama 2-3 hari.
Saat nyamuk akan melengkapi perkembangannya dalam cangkang
kepompong, kepompong akan naik ke permukaan dan berbaring sejajar
dengan permukaan air untuk persiapan munculnya nyamuk dewasa (Depkes
RI, 2010).
e. Nyamuk Dewasa
Nyamuk dewasa setelah muncul dari kepompong akan mencari
pasangan untuk kawin untuk mengadakan perkawinan. Setelah kawin,
nyamuk siap mencari darah untuk perkembangan telur demi keturunannya.
Nyamuk jantan setelah kawin akan istirahat, dia tidak mengisap darah,
tetapi cairan tumbuhan, sedangkan nyamuk betina menggigit dan mengisap
darah manusia. Nyamuk dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan
dengan rata-rata nyamuk lain dan mempunyai warna dasar hitam dengan
bintik-bintik putih pada bagian badan dan kaki (Depkes RI, 2010).
58
bites) dalam satu siklus gonotropik, untuk memenuhi lambungnya
dengan darah. Dengan demikian nyamuk ini sangat efektif sebagai
penular penyakit (Depkes RI, 2010).
2. Perilaku Istirahat
Setelah mengisap darah, nyamuk Aedes aegypti ini akan hinggap
dan (beristirahat) di dalam atau kadang-kadang di luar rumah berdekatan
dengan tempatperkembangbiakannya. Lebih dari 90% populasi nyamuk
Aedes aegypti beristirahat biasanya di tempat-tempat yang agak gelap dan
lembab, tempat yang terpencil di dalam rumah atau bangunan, termasuk
kamar, toilet, kamar mandi dan dapur. Tempat di dalam rumah yang sering
di jadikan tempat istirahat yaitu di bawah kursi, tempat-tempat yang
menggantung seperti : pakaian dan gorden, serta di dinding. Sebagaian
kecil sering pula di temukan di luar rumah seperti : pada tanaman, atau
ditempat terlindungi. Di tempat-tempat ini nyamuk menunggu proses
pematangan telurnya (World Health Organization, South East Asia Region,
2010).
Nyamuk Aedes aegypti memiliki jarak terbang rata-rata 400 meter,
dan dapat terbang lebih jauh misalnya karena angin atau terbawa
kendaraan (World Health Organization, 2012). Nyamuk Aedes aegypti
dewasa memiliki masa hidup selama 3-4 minggu. Selama musim hujan,
dimana kelangsungan hidup lebih lama, risiko transmisi virus lebih besar
(World Health Organization, South East Asia Region, 2010; Central for
Disease Control and Prevention, 2012).
3. Tempat Perkembangbiakan
Depkes RI (2010), menyatakan tempat perkembangbiakan utama
aedes aegypti ialah tempat-tempat penampungan air berupa genangan air
yang tertampung disuatu tempat atau bejana di dalam atau sekitar rumah
atau tempat-tempat umum, biasanya tidak melebihi jarak 500 meter dari
rumah.
Nyamuk ini biasanya tidak dapat berkembang biak di genangan air
yang langsung berhubungan dengan tanah. Jenis tempat perkembangbiakan
nyamuk Aedes aegypti dapat dikelompokkan sebagai berikut :
59
a. Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari, seperti :
drum, tangki reservoir, tempayan, bak mandi/wc, dan ember.
b. Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari seperti
(Non TPA) seperti : tempat minum burung, vas bunga, perangkap semut
dan barang-barang bekas (ban, kaleng, botol, plastik dan lain-lain).
c. Tempat penampungan air alamiah seperti : lubang pohon, lubang batu,
pelepah daun, tempurung kelapa, pelepah pisang dan potongan bambu.
4. Jarak Terbang
Pergerakan nyamuk dari tempat perindukan ke tempat mencari
mangsa dan selanjutnya ke tempat untuk beristirahat ditentukan oleh
kemampuan terbang nyamuk. Pada waktu terbang nyamuk memerlukan
oksigen lebih banyak, dengan demikian penguapan air dari tubuh nyamuk
menjadi lebih besar. Untuk mempertahankan cadangan air di dalam tubuh
dari penguapan maka jarak terbang nyamuk menjadi terbatas.
Aktifitas dan jarak terbang nyamuk dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu :
faktor eksternal dan faktor internal. Eksternal meliputi kondisi luar tubuh
nyamuk seperti kecepatan angin, temperatur, kelembaban dan cahaya.
Adapun faktor internal meliputi suhu tubuh nyamuk, keadaan energi dan
perkembangan otot nyamuk. Meskipun Aedes aeegypti kuat terbang tetapi
tidak pergi jauh-jauh, karena tiga macam kebutuhannya yaitu tempat
perindukan, tempat mendapatkan darah, dan tempat istirahat ada dalam
satu rumah. Keadaan tersebut yang menyebabkan Aedes aegypti bersifat
lebih menyukai aktif di dalam rumah. Apabila ditemukan nyamuk dewasa
pada jarak terbang mencapai 2 km dari tempat perindukannya, hal tersebut
disebabkan oleh pengaruh angin atau terbawa alat transportasi (Sitio,
2008).
60
mengurangi bahkan menghilangkan habitat perkembangbiakan nyamuk
vektor sehingga akan mengurangi kepadatan populasi. Manajemen
lingkungan hanya akan berhasil dengan baik kalau dilakukan oleh
masyarakat, lintas sektor, para pemegang kebijakan dan lembaga swadaya
masyarakat melalui program kemitraan. Sejarah keberhasilan manajemen
lingkungan telah ditunjukkan oleh Kuba dan Panama serta Kota Purwokerto
dalam pengendalian sumber nyamuk.
2. Pengendalian Biologis
Pengendalian secara Biologis merupakan upaya pemanfaatan agent
biologi untuk pengendalian vektor DBD. Beberapa agen biologis yang sudah
digunakan dan terbukti mampu mengendalikan populasi larva vektor
DB/DBD adalah dari kelompok bakteri, predator seperti ikan pemakan jentik
dan cyclop (Copepoda).
Predator
Predator larva di alam cukup banyak, namun yang bisa digunakan
untuk pengendalian larva vektor DBD tidak banyak jenisnya, dan yang
paling mudah didapat dan dikembangkan masyarakat serta murah adalah
ikan pemakan jentik. Di Indonesia ada beberapa ikan yang berkembang biak
secara alami dan bisa digunakan adalah ikan kepala timah dan ikan cetul.
Namun ikan pemakan jentik yang terbukti efektif dan telah digunakan di
kota Palembang untuk pengendalian larva DBD adalah ikan cupang.
Jenis predator lainnya yang dalam penelitian terbukti mampu
mengendalikan larva DBD adalah dari kelompok Copepoda atau cyclops,
Jenis ini sebenarnya jenis Crustacea dengan ukuran mikro. Namun jenis ini
mampu makan larva vektor DBD. Beberapa spesies sudah diuji coba dan
efektif, antara lain Mesocyclops aspericornis diuji coba di Vietnam, Tahiti
dan juga di Balai Besar Penelitian Vektor dan Reservoir, Salatiga.
Bakteri
Agen biologis yang sudah dibuat secara komersial dan digunakan
untuk larvasidasi dan efektif untuk pengendalian larva vector adalah
kelompok bakteri. Dua spesies bakteri yang sporanya mengandung
endotoksin dan mampu membunuh larva adalah Bacillus thuringiensis
serotype H-14 (Bt. H-14) dan B. spaericus (BS). Endotoksin merupakan
61
racun perut bagi larva, sehingga spora harus masuk ke dalam saluran
pencernaan larva. Keunggulan agent biologis ini tidak mempunyai pengaruh
negatif terhadap lingkungan dan organisme bukan sasaran. Kelemahan cara
ini harus dilakukan secara berulang dan sampai sekarang masih harus
disediakan oleh pemerintah melalui sektor kesehatan. Karena endotoksin
berada di dalam spora bakteri, bilamana spora telah berkecambah maka
agent tersebut tidak efektif lagi.
Pengendalian Kimiawi
Pengendalian secara kimiawi masih paling populer baik bagi
program pengendalian DBD dan masyarakat. Penggunaan insektisida dalam
pengendalian vektor DBD bagaikan pisau bermata dua, artinya bisa
menguntungkan sekaligus merugikan. Insektisida kalau digunakan secara
tepat sasaran, tepat dosis, tepat waktu dan cakupan akan mampu
mengendalikan vektor dan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan
dan organisme yang bukan sasaran. Penggunaan insektisida dalam jangka
tertentu secara akan menimbulkan resistensi vektor.
Perlindungan Individu
Untuk melindungi pribadi dari risiko penularan virus DBD dapat
dilakukan secara individu dengan menggunakan repellent, menggunakan
pakaian yang mengurangi gigitan nyamuk. Baju lengan panjang dan celana
panjang bisa mengurangi kontak dengan nyamuk meskipun sementara.
Untuk mengurangi kontak dengan nyamuk di dalam keluarga bisa memasang
kelambu pada waktu tidur dan kasa anti nyamuk. Insektisida rumah tangga
seperti semprotan aerosol dan repellent: obat nyamuk bakar, vaporize mats
(VP), dan repellent oles anti nyamuk bisa digunakan oleh individu. Pada 10
tahun terakhir dikembangkan kelambu berinsektisida atau dikenal sebagai
Insecticide Treated Nets (ITNs) dan tirai berinsektisida yang mampu
melindungi gigitan nyamuk.
Peraturan Perundangan
Peraturan perundangan diperlukan untk memberikan payung hukum
dan melindungi masyarakat dari risiko penulan DB/DBD. Seperi telah
penulis paparkan diatas bahwa DBD termasuk salah satu penyakit yang
62
berbasis lingkungan, sehingga pengendaliannya tidak mungkin hanya
dilakukan oleh sektor kesehatan. Seluruh negara mempunyai undang-
undang tentang pengawasan pe nyakit yang berpotensi wabah seperti DBD
dengan memberikan kewenangan kepada petugas kesehatan untuk
mengambil tindakan atau kebijakan untuk mengendalikannya. Dengan
adanya peraturan perundangan baik undang-undang, peraturan pemerintah
dan peraturan daerah, maka pemerintah, dunia usaha dan masyarakat wajib
memelihara dan patuh. Salah satu Negara yang mempunyai undang-undang
dan peraturan tentang vektor DBD adalah Singapura, yang mengharuskan
masyarakat untuk menjaga lingkungannya untuk bebas dari investasi larva
Aedesaegypti.
63
termasuk di dalam Kelurahan Puskesmas Desa Binjai serta kader
kesehatannya. Mereka menyampaikan informasi termasuk DBD dan cara
pencegahannya melalui pertemuan PKK yang dilaksanakan setiap bulan.
Dalam Peningkatan Peran masyarakat seperti itu adalah Ketua RT
atau RW lebih banyak dilakukan penyuluhan untuk kebersihan lingkungan
yang secara umum seperti Kebersihan Taman, pinggir jalan dan selokan, jadi
tidak fokus pada masalah kesehatan dalam pencegahan DBD dilaksanakan
kegiatan 3M+ menghindari gigitan Nyamuk di Lingkungan tempat
tinggal/rumah tangga maupun pada institusi pemerintah dan swasta misalnya
: perkantoran, sekolah, pesantren, dan tempat-tempat umum. Seharusnya
kegiatan ini dilaksanakan secara rutin dan terprogram baik secara tersendiri
atau terintegrasi dengan program penyuluhan kesehatan lainnya di
Puskesmas, maupun di Dinkes kabupaten/kota setempat.
b. Manajemen
Secara klasik, manajemen adalah ilmu atau seni tentang penggunaan
sumber daya secara efisien, efektif, dan rasional untuk mencapai tujuan
organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Manajemen merupakan ilmu
terapan yang penerapannya disesuaikan dengan ruang lingkup fungsi
organisasi, bentuk kerja sama manusia di dalam organisasi, dan ruang
lingkup masalah yang dihadapi. Di bidang kesehatan, manajemen diterapkan
untuk mengatur perilaku staf yang bekerja di dalam organisasi (institusi
pelayanan) kesehatan untuk menjaga dan mengatasi gangguan kesehatan
pada individu atau kelompok masyarakat secara efektif, efisien, dan
produktif.
Manajemen adalah ilmu terapan yang dapat dimanfaatkan di berbagai
jenis organisasi untuk membantu manajer dalam memecahkan masalah
organisasi, sehingga manajemen juga dapat digunakan dalam bidang
kesehatan untuk membantu manajer organisasi pelayanan kesehatan
memecahkan masalah kesehatan masyarakat. Manajemen kesehatan adalah
suatu kegiatan atau suatu seni untuk mengatur petugas kesehatan dan non-
petugas kesehatan masyarakat melalui program kesehatan.
64
Sesuai dengan tujuan sistem kesahatan, yakni peningkatan derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya, maka manajemen kesehatan tidak dapat
disamakan dengan manajemen niaga yang lebih berorientasi pada upaya
mencari keuntungan berupa uang untuk pemilik perusahaan (profit oriented)
melainkan manajemen kesehatan berorientasi memberikan manfaat
pelayanan secara optimal pada masyarakat (benefit oriented) oleh karena
organisasi kesehatan lebih mementingkan pencapaian kesejahteraan umum.
Fungsi-fungsi dalam manajemen kesehatan sama dengan fungsi-
fungsi dalam manajemen perusahaan, yaitu:
1. Fungsi Perencanaan (Planning)
65
Dengan pengorganisasian, seorang pemimpin akan mengetahui:
pembagian tugas secara jelas, tugas pokok dan prosedur kerja staf,
hubungan organisatoris dalam struktur organisasi, pendelegasian wewenang,
dan pemanfaatan staf dan fasilitas fisik yang dimiliki organisasi.
Ada enam langkah penting dalam membuat pengorganisasian, yaitu:
(a) tujuan organisasi harus sudah dipahami oleh staf; (b) membagi habis
pekerjaan dalam bentuk kegiatan-kegiatan pokok untuk mencapai tujuan; (c)
menggolongkan kegiatan pokok ke dalam suatu kegiatan yang praktis; (d)
menetapkan kewajiban yang harus dilakukan oleh staf dan menyediakan
fasilitas pendukung yang diperlukan untuk melaksanakan tugasnya; (e)
penugasan personal yang terampil.
3. Fungsi Pelaksanaan dan Pembimbingan (Actuating)
66
masa lalu; (2) standar kriteria, standar yang diterapkan untuk kegiatan-
kegiatan pelayanan oleh petugas yang sudah mendapatkan pelatihan.
Pemimpin bisa mendapatkan data pada saat melakukan pengawasan
dengan tiga cara: pengamatan langsung, laporan lisan dari staf atau
pengaduan masyarakat, dan laporan tertulis dari staf.
5. Fungsi Evaluasi (Evaluation)
Manajemen Puskesmas
Menurut Permenkes No.75 tahun 2014 tentang pusat kesehatan masyarakat,
disebutkan bahwa Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas
adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan
masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih
67
mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.
68
Stratifikasi puskesmas merupakan kegiatan evaluasi program yang
dilakukan setiap tahun untuk mengetahui pelaksanaan manajemen program
puskesmas secara menyeluruh. Penilaian dilakukan oleh tim dari Dinas Kesehatan
Provinsi dan Kabupaten/Kota. Data SP2TP dimanfaatkan oleh puskesmas untuk
penilaian stratifikasi.
Supervisi rutin oleh pimpinan puskesmas dan rapat-rapat rutin untuk
koordinasi dan memantau kegiatan program. Supervisi oleh pimpinan, monitoring,
dan evaluasi merupakan penjabaran fungsi manajemen (pengawasan dan
pengendalian) di puskesmas (Tabel 3.1).
Dari data yang didapat dari Laporan Tahunan Puskesmas Kepuh tahun
2015 yang telah diambil, dapat dilakukan penentuan prioritas masalah dengan
metode USG sebagai berikut:
69
Diambil 5 masalah besar sebagai berikut yang disajikan dalam tabel di bawah :
Tabel 3.2
Daftar Program Pokok Puskesmas Plered tahun 2016 dengan pencapaian kurang
dari target
SASARAN PENCAPAIAN CAKUPAN TARGET
UPAYA KESEHATAN
2 LINGKUNGAN
KESEHATAN IBU - - - -
KESEHATAN ANAK - - - -
70
- - - -
KELUARGA BERENCANA
7
682 96,60 98,00
Cakupan DPTHB 1 06
PELAYANAN IMUNISASI
- - - -
LANJUTAN
7 UPAYA PENGOBATAN
71
Berdasarkan data di atas ditemukan adanya 5 masalah kesehatan Puskesmas
Kepuh. Dari 5 masalah kesehatan tersebut dibuat prioritas masalah dapat
dilakukan dengan cara penilaian scoring dengan menggunakan metode USG
(Urgency, Seriousness, Growth)
a. Urgency (urgensi), yaitu dilihat dari tersedianya waktu, mendesak atau
tidak masalah tersebut diselesaikan.
b. Seriousness (keseriusan), yaitu melihat dampak masalah tersebut terhadap
produktifitas kerja, pengaruh terhadap keberhasilan, membahayakan
sistem atau tidak, dan sebagainya.
c. Growth (berkembangnya masalah), yaitu apakah masalah tersebut
berkembang sedemikian rupa sehingga sulit dicegah.
KRITERIA
NILAI
URGENCY SERIOUSNESS GROWTH
72
Setiap anggota diminta penjelasan (klarifikasi) maksud dari masalah
yang dikemukakannya.
Setelah diklarifikasi, maka tulis masalah hasil dari klarifikasi tersebut.
3. Membandingkan antar masalah
Bandingkan masalah yang diperoleh, sebagai contoh masalah A sampai
C menurut kriteria urgensi, keseriusan, dan kemungkinan
berkembangnya masalah.
Tulis frekuensi kemunculan tiap masalah yang diperbandingkan,
frekuensi ini dianggap sebagai nilai atau skor masalah. Kemudian
jumlah skor yang diperoleh tiap masalah berdasarkan kriteria urgency,
seriousness, dan growth.
4. Cakupan DPTHB 1 4 5 4 13 II
5. Cakupan DPTHB 3 4 5 4 13 II
73
Dengan menjumlahkan (U+S+G), nilai tertinggi ditetapkan sebagai prioritas
masalah. Dengan demikian kami menentukan prioritas masalah yang kami dapatkan
adalah Cakupan penderita DBD yang ditangani di lingkungan Puskesmas Plered
berdasarkan laporan Puskesmas Plered Tahun 2016.
74
INPUT PROSES OUTPUT OUTCOME
Man P1 Cakupan Mutu
Money P2
Method P3
Machine
Material
DAMPAK
Kesakitan
Kematan
LINGKUNGAN
75
Tabel 3.5
Identifikasi Kemungkinan Penyebab Masalah
Tahap Analisis Pendekatan Sistem
76
Kepadatan penduduk yang tnggi Adanya dukungan dari
Banyaknya selokan
perangkat desa dan tokoh
Tempat pembuangan sampah
Environment masyarakat setempat
tdak terurus
Mobilisasi penduduk yang tnggi
sehingga transmisi penyakit
menjadi lebih mudah
Pelaporan pencapaian
program PJB dilaksanakan
P3 secara reguler
77
3. Penyebab Masalah Mutu Pelayanan (Complex Problem)
Penilaian mutu pelayanan Puskesmas salah satunya dilakukan melalui pendekatan
complex problem, yaitu dengan menggunakan 9 dimensi mutu. Penilaian mutu ini
dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang ditanyakan pada dua pasien TB yang
datang ke Puskesmas untuk kontrol.
FISH BONE
MAN METHODE
Belum terlaksanya PSN
secara rutim
Sosialisasi petugas
Kepedulian masy. Terhadap
sebelum PJB kurang
gerakan 3M masih kurang
Petugas belum memahami Belum adanya jadwal
TUPOKSI dbd baku PJB
Kurangnya jumlah Belum terpenuhinya sarana
petugas pelaksana dan prasarana desa siaga
Partisipasi masyarakat
dalam PJB kurang
Petugas kesehatan blm
Kurangnya pengetahuan, deteksi maksimal melakukan promosi
dini dan tatalaksana DBD kesehatan Kurangnya kerjasama lintas sektoral &
masyarakat dan petugas kesehatan pemberdayaan masy.
Angka Bebas
Jentik yang
Sarana penyuluhan poster,
brosur, dan lembar balik kurang Tingkat sosek masy. Kepadatan penduduk yang rendah
rendah tinggi Tempat pembuangan sampah
tidak terurus
78
3.1.5.2 Alternatif Pemecahan Masalah
Prioritas Alternatif
Prioritas Pemecahan
No Penyebab Masalah Penyebab Pemecahan Ket
Masalah Masalah Terpilih
Masalah Masalah
1 Angka Bebas - Sosialisasi petugas Sosialisasi - Pembagian - Pertemuan
Jentik sebelum PJB petugas kurang tugas LP tingkat desa dan
- Partisipasi - Pembagian Pembentukan
masyarakat wilayah kerja Tim PJB tingkat
kelompok pada petugas desa
masyarakat dalam - Peningkatan - Pelaksanaan
PJB kurang penyuluhan PSN
- Belum ada jadwal Partisipasi - Petugas tingkat - penyediaan
baku kelompok desa abate
- Peran serta masyarakat - Pembinaan RT / - Penyediaan
masyarakat kurang kurang TOMA media (stiker)
- Peran kader - Pelaksanaan - Penyuluhan
kurang PSN
- Pembuatan protap - Pembentukan
tidak ada tim PJB tingkat
- Abate terbatas RW/RT
- Media tentang - Penyediaan
DBD kurang Aabate
- Dana khusus tidak Peran Kader - Sosialisasi pada
ada kurang kader/TOMA
- Kepadatan rumah - Penyediaan
tinggi brosur-brosur
- Lingkungan penyuluhan
kumuh - Pemberian
- Selokan tergenang trasnport kader
- Timbunan sampah Media tentang - Penyediaan
tidak terurus DBD kurang media (brosur,
pamflet, stiker)
DBD kurang
Lingkungan - Peningkatan
kumuh penyuluhan
- Pembuatan
jadwal petugas
- pembentukan
kelompok
masyarakat
penanggung
jawab tingkat
RW/RT
79
3.2 Rencana Usulan Kegiatan
80
waspada
II PELAKSANAAN
81
3.3 Perencanaan Kegiatan
82
kader,
Ketua RT
dan
Coass
Evaluasi Rumah 134 Masyaraka Desa Petugas 3 Maret Man-
Jentik II Masyarakat rumah t Desa x 1 Wotgali, program 2017 diri
Desa kali x 1 Blok DBD,
Wotgali, hari Sumursiat Promkes,
Blok (RT 12 & RT Bidan
Sumursiat 15) Desa,
kader,
Ketua RT,
Coass
83
Pembentukan Tim PJB (Pemberantasan Jentik Berkala)
Dilaksanakan pada hari Rabu, 15 Februari 2017 di balai desa Wotgali
84
2 09.15 – 11.30 - Melakukan Pemegang program
WIB pemeriksaan jentik DBD, Kesling,
ke tiap rumah dan Promkes, bidan
menulis data yang desa, aparat desa,
telah didapatkan. kader dan ketua RT
- melakukan edukasi
pada masing-masing
keluarga
Pelaksanaan PSN
Dilaksanakan pada hari Kamis, 02 Maret 2017 di RT 12 dan RT 15 desa Wotgali
Evaluasi Jentik II
Dilaksanakan pada hari Jumat, 3 maret 2017 di RT 12 dan RT 15 desa Wotgali
85
- melakukan edukasi
RT 12 RT 15
PJB 77,35 % 70,37 %
Evaluasi Jentik 1 92,45 % 95,06 %
Evaluasi Jentik 2 96,22 % 98,76 %
Desa : Wotgali
RW/RT : 05/ 12
86
1 Tn. √ √ √ √
Mahripah
2 Tn. √ √ √ √
Maharto
3 Tn. √ √ √ √
Abdullah
4 Tn. Prayitno √ √ √ √
5 Tn. √ √ √ √
Maulana
6 Tn. Sodri √ √ √ √
7 Tn. Bisriat √ √ √ √
8 Tn. Karneni √ √ √ √
9 Tn. Sugeng √ √ √ √
Basuki
10 Tn. Endang √ √ √ √
11 Tn. Akyas √ √ √ √
12 Tn. Roharjo √ √ √ √
13 Tn. Rokijal √ √ √ √
14 Tn. Asmuri √ √ √ √
15 Ny. Iin √ √ √ √
16 Tn. Ivan √ √ √ √
17 Tn. Muana √ √ √ √
18 Tn. Faozan √ √ √ √
19 Tn. Herifin √ √ √ √
20 Tn. Aan √ √ √ √
21 Tn. Wiriah √ √ √ √
22 Tn. Tumi √ √ √ √
23 Tn. Adnan √ √ √ √
24 Ny. √ √ √ √
Sunengsih
25 Tn. Kando √ √ √ √
26 Tn. Bisriyadi √ √ √ √
27 Tn. H. Salih √ √ √ √
28 Tn. Karnedi √ √ √ √
29 Tn. Ahmad √ √ √ √
30 Tn. Sudarso √ √ √ √
31 Tn. Cak Mo √ √ √ √
32 Tn. Samin √ √ √ √
33 Ny. Jahuri √ √ √ √
34 Tn. Sugiarto √ √ √ √
35 Tn. Sutono √ √ √ √
36 Tn. Arifin √ √ √ √
Amin
37 Tn. Enang √ √ √ √
87
38 Tn. Nanang √ √ √ √
Tarsila
39 Tn. Sama √ √ √ √
40 Tn. Ahmadi √ √ √ √
41 Tn. Tanyumi √ √ √ √
42 Tn. √ √ √ √
Darminto
43 Tn.Sona √ √ √ √
Masona
44 Tn. Iswandi √ √ √ √
45 Ny. Sopiah √ √ √ √
46 Tn. Kadori √ √ √ √
47 Tn. Sukarto √ √ √ √
48 Tn. Junaedi √ √ √ √
49 Ny. Rostni √ √ √ √
50 Tn. Namo √ √ √ √
51 Tn. √ √ √ √
Sapanhadi
52 Tn. Miskadi √ √ √ √
53 Tn. Jayadi √ √ √ √
−¿
¿
Angka bebas jentik PJB = rumah jentik ¿ x 100%
¿
41
= x 100%
53
= 77,35%
−¿
¿
Angka bebas jentik evaluasi I = rumah jentik ¿ x 100%
¿
49
= x 100%
53
= 92,45%
−¿
¿
Angka bebas jentik evaluasi II = rumah jentik ¿ x 100%
¿
51
= x 100%
53
88
= 96,22%
Desa : Wotgali
RW/RT : 05/ 15
89
29 Tn. √ √ √ √
Sandiwarsa
30 Tn. √ √ √ √
Suryaman
31 Tn. Onoh √ √ √ √
32 Tn. Suherlan √ √ √ √
33 Ny. Rohaet √ √ √ √
34 Tn. Mugi √ √ √ √
35 Tn. Susilo √ √ √ √
36 Tn. Farjari √ √ √ √
37 Tn. Lukman √ √ √ √
38 Tn. Arnuji √ √ √ √
39 Tn. Mulyono √ √ √ √
40 Ny. Yuyani √ √ √ √
41 Tn. Mulyani √ √ √ √
42 Tn. Kasdun √ √ √ √
43 Tn. Nawija √ √ √ √
44 Tn. Iis √ √ √ √
Sugiarta
45 Tn. Masaid √ √ √ √
46 Tn. Kasito √ √ √ √
47 Ny. Ikah √ √ √ √
48 Tn. Kharuji √ √ √ √
49 Muhalla Al √ √ √ √
Wasiat
50 Tn. Sobari √ √ √ √
51 Tn. Junaedi √ √ √ √
52 Tn. Sorbadi √ √ √ √
53 Tn. Jawiko √ √ √ √
54 Tn. Sarkani √ √ √ √
55 Ny. Imya √ √ √ √
56 Tn. Jali √ √ √ √
57 Tn. Suseno √ √ √ √
58 Tn. Janasih √ √ √ √
59 Ny. Umi √ √ √ √
60 Tn. Ameni √ √ √ √
61 Tn. Saini √ √ √ √
62 Tn. Ganda √ √ √ √
63 Tn. Awang √ √ √ √
64 Tn. Fedri √ √ √ √
65 Tn. √ √ √ √
Bambang
66 Tn. Heru √ √ √ √
67 Tn. √ √ √ √
90
Sudamanto
68 Tn. Ridwan √ √ √ √
69 Tn. Ali √ √ √ √
70 Tn. Misnan √ √ √ √
71 Ny. Juli √ √ √ √
72 Tn. Sarkawi √ √ √ √ √
73 Ny. Surheni √ √ √ √ √
74 Tn. Yahya √ √ √ √
75 Tn. Hakimi √ √ √ √
76 Ny. Misni √ √ √ √
77 Tn. √ √ √ √
Suhartono
78 Tn. Sumino √ √ √ √
79 Tn. Arki √ √ √ √
Rahadi
80 Tn. √ √ √ √
Muskidah
81 Tn. Toto √ √ √ √
Rahmito
−¿
¿
Angka bebas jentik PJB = rumah jentik ¿ x 100%
¿
57
= x 100%
81
= 70,37%
−¿
¿
Angka bebas jentik evaluasi I = rumah jentik ¿ x 100%
¿
77
= x 100%
81
= 95,06%
−¿
¿
Angka bebas jentik evaluasi II = rumah jentik ¿ x 100%
¿
80
= x 100%
81
= 98,76 %
91
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Prioritas masalah terpilih pada puskesmas Plered adalah
Cakupan penderita DBD yang ditangani di wilayah kerja
puskesmas Plered karena masyarakat masih kurang peduli
memeriksakan anggota keluarganya apabila ada yang terkena
demam, masih kuatnya kepercayaan masyarakat terhadap
obat-obatan tradisional, masih banyak masyarakat yang
memilih untuk berobat di luar wilayah kerja puskesmas Plered.
Penyuluhan yang dilakukan oleh petugas kesehatan juga sudah
sering dilakukan namun karena kurangnya kepedulian
masyarakat terhadap penyakit DBD dapat mempengaruhi
penemuan penderita DBD di wilayah kerja Puskesmas Plered
sehingga cakupan penemuan penderita DBD menjadi rendah,
sehingga didapatkan alternatif pemecahan masalah yang dapat
kami lakukan berdasarkan prioritas pemecahan masalah terpilih
dengan melakukan pembentukan dan pengukuhan tim
pemberantasan jentik berkala (PJB), melakukan pemberantasan
jentik berkala, penyuluhan berupa promosi dan edukasi tentang
DBD, melakukan abatesasi selektif, memasang stiker di tiap
rumah warga, melakukan PSN (pemberantasan sarang nyamuk)
dan evaluasi jentik sehingga dapat meningkatkan cakupan
penderita DBD yang ditangani, baik dilakukan di dalam dan di
luar gedung.
Dari hasil pelaksanaan kegiatan tersebut didapatkan hasil
angka bebas jentik yang meningkat di desa Wotgali, blok
sumursiat (RT 12 dan RT 15)
92
4.2 Saran
Berdasarkan tinjauan kami di wilayah kerja Puskesmas
Plered didapatkan cakupan penderita DBD yang ditangani yang
rendah di wilayah kerja puskesmas Plered khususnya di desa
Wotgali. Saran kami untuk meningkatkan cakupan penderita
DBD yang ditangani di puskesmas plered dengan cara:
Membuat rapat koordinasi dan sosialisasi dengan para kader dan petugas
kesehatan tentang cakupan penemuan penderita dengan gejala demam
berdarah secara berkala.
Melakukan edukasi secara berkala dengan menambahkan
alat peraga sebagai media untuk penyuluhan.
Mengusulkan untuk dilakukan follow-up kunjungan rumah
semua pasien yang terkena DBD dan menilai tingkat
kebersihan lingkungan dan perilaku hidup bersih dan sehat
pasien tersebut.
Pasien DBD setelah didiagnosa menderita DBD dirujuk ke
klinik sanitasi
Melakukan rapat kordinasi lintas sektor & lintas program
93
DAFTAR PUSTAKA
Agus. 2003. Prinsip Dan Metode Riset Efidemiologi Edisi II Jilid I. Jakarta. Bisma
Murti.
Arikunto, suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktek). Jakarta.
PT. Rineka Cipta.
Azwar, Azrul. 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta. Bina Rupa Aksara.
Balitbang Kemenkes RI. 2014. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDNAS. Jakarta:
Balitbang Kemenkes RI
Departemen Kesehatan RI. 2004. Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat Tahun
2004. Jakarta. Depkes RI.
Departemen Kesehatan RI. 2004. Manajemen Puskesmas. Jakarta. Depkes RI.
Departemen Kesehatan RI. 2004. Penyelenggaraan Puskesmas Unit Swadana Buku I.
Jakarta. Depkes RI.
Depkes RI.2011. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Dengue dan
Demam Berdarah Dengue. Jakarta.
Depkes RI.2011.Tatalaksana Demam Berdarah Dengue (DBD). Jakarta
Depkes RI.2011. Kajian Masalah Kesehatan Demam Berdarah Dengue, Badan
Penelitian Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan. Jakarta
Nasir, muhamad. 2005. Manajemen Puskesmas (Berbasis Paradigma Sehat). Jakarta.
CV. Serpong Seto.
94
LAMPIRAN
95
Jumat, 17 Pemberantasan
Februari Jentik Berkala
2017 sekaligus
pemasangan stiker
DBD, pemberian
bubuk abate dan
edukasi
96
Jumat, 24 Evaluasi Jentik I
Februari
2017
97
Kamis, 2 Pelaksanaan
Maret Pemberantasan
2017 Sarang Nyamuk
(PSN)
98
99
100
Jumat, 3 Evaluasi Jentik II
maret
2017
101
102
1