You are on page 1of 15

ANALISIS KEBIJAKAN SUKU BUNGA

TERHADAP PEREKONOMIAN DI INDONESIA

OLEH:

Vidya Anggita Rani (201610180311126)

Yuda Eka Sajaya (201610180311149)

Rian Aji Laksono (201610180311155)

Fajrin Novi Anugerah (201610180311190)

EP-5C

JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2018
ABSTRACT

Generally, monetary policy was a policy to achieve macroeconomic stability, as


price stability, economic growth and the availability of employment. All target
was difficult be executed because the tradeoff between variables. Indonesia after
the monetary crisis changes its strategy of monetary policy by using the
framework of targeting inflation. During the implementation of the policy
strategy, the level of success was not satisfying so it needed to be reviewed whether
the strategy used appropriate according to economic conditions in Indonesia. This
research discusses abaout effect of interest rate in economic of Indonesia.

Keywords: monetary policy, price stability, economic growth


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara dengan pemerintah yang mempunyai


peran penting untuk menjalankan dan mengatur ekonomi di negaranya tersebut .
Indonesia menggunakan sistem ekonomi yang berdasarkan ideologi bangsa yaitu
Pancasila dan UUD 1945 sebagai asas dalam menumbuhkan ekonomi Indonesia yang
menaruh keadilan , kemanusiaan, kebersamaan untuk mewujudkan kesejahteraan
masyarakat yang lebih baik. Oleh sebab itu Indonesia disebutkan sebagai salah satu
negara yang termasuk memakai sistem ekonomi campuran .

Setelah terjadinya peristiwa krisis moneter yang terjadi pada saat pemerintahan
Soeharto , membuat ekonomi Indonesia mengalami penurunan yang drastis , seperti
turunnya harga rupiah dan peningkatan inflasi yang semakin tinggi. Pergantian
pemerintahan pun dilakukan agar dapat memulihkan krisis ekonomi yang terjadi.
Selama beberapa dekade pergantian pemerintahan sampai saat ini, ekonomi di Indonesia
sudah menunjukkan peningkatan dan perbaikan yang cukup baik, sedikit demi sedikit
Indonesia dapat meninggalkan krisis ekonomi tersebut .

Perkembangan perekonomian Indonesia tidak bisa lepas dari kondisi inflasi


yang selalu menyertainya. Inflasi merupakan salah satu masalah perekonomian
yang dampaknya sangat merugikan sehingga perlu tindakan pengendalian yang
terarah supaya dapat diatasi. Pentingnya pengendalian inflasi didasarkan pada
pertimbangan bahwa inflasi yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif
kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat. Pertama, inflasi yang tinggi akan
menyebabkan pendapatan riil masyarakat akan terus turun sehingga standar hidup
dari masyarakat turun dan akhirnya menjadikan semua orang, terutama orang
miskin, bertambah miskin. Kedua, inflasi yang tidak stabil akan menciptakan
ketidakpastian (uncertainty) bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan.
Pengalaman empiris menunjukkan bahwa inflasi yang tidak stabil akan
menyulitkan keputusan masyarakat dalam melakukan konsumsi, investasi dan
produksi, yang pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi. Ketiga,
tingkat inflasi domestik yang lebih tinggi dibanding dengan tingkat inflasi di
negara tetangga menjadikan tingkat bunga domestik riil menjadi tidak kompetitif
sehingga dapat memberikan tekanan pada nilai rupiah.

Dalam mengatasi suatu permasalahan di suatu negara perlu adanya kebijakan


yaitu kebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Kebijakan moneter dilakukan oleh bank
sentral sedangkan kebijakan fiskal ditetapkan oleh pemerintah. Kebijakan moneter pada
dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan
internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan)
dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya
tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan
kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang
seimbang. Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan
moneter dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh kebijakan
moneter pertama kali akan dirasakan oleh sektor perbankan, yang kemudian ditransfer
pada sektor riil.

Suku bunga adalah satu kebijakan moneter yang dilakukan oleh Bank Sentral
dengan menambah atau mengurangi jumlah uang dengan cara menaikan atau
menurunkan tingkat suku bunga. Jika Bank Sentral menaikan tingkat suku bunga
diharapkan masyarakat tertarik untuk menyimpan uang di bank dan dengan demikian
jumlah uang yang beredar berkurang. Selain itu kenaikan suku bunga tabungan akan
meningkatkan suku bunga kredit, dengan naiknya suku bunga kredit maka minat untuk
mengajukan kredit akan berkurang.

1.2. Rumusan Masalah


a. Bagaimana kondisi perekonomian Indonesia saat ini?
b. Apa permasalahan dalam perekonomian?
c. Apa yang dimaksud dengan kebijakan moneter?
d. Bagaima hubungan suku bunga terhadap perekonomian di Indonesia?
1.3. Tujuan Makalah
1. Untuk memenuhi tugas matakuliah Perekonomian Indonesia oleh Bapak
Wahyu Hidayat.
2. Untuk menambah pengetahuan penulis tentang perekonomian di Indonesia.
3. Untuk memberikan referensi kepada pembaca.

1.4. Manfaat Makalah


Manfaat dari dibuatnya makalah ini adalah untuk mengetahi apa pengaruh
kebijakan suku bunga terhadap perekonomian di Indonesia.
BAB II

PEMBAHASAN

3.1. Perekonomian di Indonesia


Pertumbuhan ekonomi Indonesia dari tahun ke tahun mengalami fluktuasi dimana
untuk periode yang sama yaitu pada tahun 1995-2014, rata-rata pertumbuhan ekonomi
Indonesia tercatat sebesar 4,5 per tahun.Sebelum terjadinya krisis, pada tahun 1995 dan
1996 pertumbuhan ekonomi sebesar 4.70 dan 7.84. Namun untuk tahun 1997-1998
pertumbuhan ekonomi menurun sangat drastis yaitu sebesar8.22 hingga menjadi-
13.33%. Hal ini dikarenakan terjadinya krisis ekonomi pada tahun tersebut. Krisis ini
disebut dengan krisis moneter karena permulaannya krisis tersebut berasal dari
indokator-indikator ekonomi, sepertisalah satunyamenurunnya nilai tukar rupiah,
kondisi arus kas perbankan yangmenurun dan pinjaman public yang melonjak drastis.
Pada tahun 1999 pertumbuhan ekonomi masih rendah sebesar 0.79 namun naik cukup
signifikan ini disebabkan karena pengaruh krisis ekonomi yang terjadi di Asia dan
berakibat kepada perekonomian di Indonesia. Namun pada tahun 2000 pertumbuhan
ekonomi mulai membaik yaitu sebesar 4.98. Jika dilihat dari perkembangan
pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi
yaitu pada tahun 2013s ebesar 6.78 %. 1Pengaruh pertumbuhan ekonomi yang paling
signifikan adalah inflasi seperti contoh yang terdapat pada Indonesia pada tahun 1998
yaitu krisis ekonomi perekonomian indonesia lumpuh disebabkan oleh inflasi yang
sangat tinggi.

Ekonomi indonesia saat ini optimis pertumbuhan ekonomi yang meningkat.


Dengan pertumbuhan dan pendapatan nasional yang semakin meningkat kita dapat
melihat perkembangan dan kemajuan kita pada negara lain. Dengan pendapatan
nasional per tahun indonesia mampu memberikan kemajuan konomi makro yang sangat
berpengaruh dalam pertumbuhan ekonomi saat ini. Salah satu pertumbuhan ekonomi itu
dapat dilihat dengan permintaan domestik masih akan menjadi penopang utama kinerja
perekonomian. Selain itu, ekspor dan impor, serta investasi. Di lihat dari sedikit

1
Badan Pusat statistik, 2014
perekonomian makro dibidang perbankan ini dapat kita rasakan pertumbuhan ekonomi
itu meningkat.Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi sepanjang
triwulan I-2011 masih akan tumbuh tinggi, yakni di kisaran 6,4 persen. Sehingga,
sepanjang tahun. Pendapat Domestik Bruto (PDB) Indonesia saat ini menempati urutan
ke-18 dari 20 negara yang mempunyai PDB terbesar di dunia. Hanya ada 5 negara Asia
yang masuk ke dalam daftar yang dikeluarkan oleh Bank Dunia. Kelima negara Asia
tersebut adalah Jepang (urutan ke-2), Cina (urutan ke-3), India (urutan ke-11), Korea
Selatan (urutan ke-15). Indonesia yang kini mempunyai PDB US$700 miliar, boleh saja
bangga. Apalagi, dengan pendapatan perkapita yang mencapai US$3000 per tahun
menempatkan Indonesia di urutan ke-15 negara-negara dengan pendapatan perkapita
yang besar.
Indonesia telah menikmati pertumbuhan yang kuat dan stabil selama satu
setengah dasawarsa sejak terjadinya Krisis Asia (Tabel 1). Kinerja tersebut sebagian
besar dihasilkan dari reformasi kebijakan yang dilaksanakan selama periode tersebut,
khususnya dalam hal kerangka kerja ekonomi makro yang kokoh. Sebagian besar
dari pertumbuhan tersebut didorong dari dalam negeri, di mana konsumsi rumah
tangga secara khusus memberikan landasan yang mantap dan kuat. Kondisi pasar
tenaga kerja yang telah membaik serta program pengentasan kemiskinan yang
semakin efektif telah membantu meningkatkan pendapatan dan kepercayaan rumah
tangga. Sektor eksternal juga memainkan peran penting, khususnya melalui
permintaan global untuk ekspor komoditas. Laju reformasi telah menurun, dan
hal tersebut mungkin sebagian diakibatkan oleh perlambatan pertumbuhan
yang terjadi akhir-akhir ini.

3.2. Masalah dalam Perekonomian


Salah satu fenomena ekonomi yang selalu menarik dibahas terutama berkaitan
dengan dampaknya yang luas terhadap perekonomian secara keseluruhan adalah inflasi.
Dalam perspektif ekonomi, inflasi merupakan fenomena moneter dalam suatu negara
dimana naik turunnya inflasi cenderung mengakibatkan terjadinya gejolak ekonomi.
Dampak lain yang ditimbulkan oleh inflasi juga dirasakan pada lalu lintas pasar
keuangan karena berpengaruh secara langsung terhadap agregat moneter. Selain itu,
Inflasi yang tinggi juga akan menyebabkan laju pertumbuhan ekonomi menurun
ataupun sebaliknya. Inflasi memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap
pencapaian beberapa tujuan kebijakan makro, seperti pertumbuhan ekonomi,
kesempatan kerja, distribusi pendapatan, dan keseimbangan neraca pembayaran. 2
Perkembangan tingkat inflasi yang terjadi dalam suatu negara merupakan salah satu
ukuran untuk mengukur baik buruknya masalah ekonomi yang dihadapi negara tersebut.
Semakin meningkatnya inflasi di suatu negara maka tingkat kesejahteraan
masyarakatnya akan berkurang. Inflasi yang tinggi menyebabkan turunnya pendapatan
riil (daya beli) masyarakat, terutama bagi pekerja-pekerja yang mempunyai penghasilan
tetap, sehingga berdampak pada menurunnya tingkat konsumsi masyarakat dan
meningkatnya tingkat kemiskinan.
Perkembangan Inflasi berdasarkan kondisi perekonomian Indonesia selama tahun
1995-2014 mengalami fluktuasi cukup tinggi, dimana rata-rata inflasi di indonesia pada
tahun 1995-2014 mencapai 11.37 per tahun. Inflasi yang tergolong tinggi tercatat terjadi
pada tahun 1997 yaitu sebesar 77.65 . Selain tahun 2001, pada tahun 2002, 2005 dan
2008 juga memperlihatkan laju inflasi yang cukup tinggi dengan persentase 10.03%,
17.11% dan 11,78% yang mana pada tahun-tahun 4 tersebut inflasi mencapai kisaran
dua digit. Pada lima tahun terakhir inflasi di indonesia mulai menurun yaitu pada tahun
2009, 2010, 2011 dan 2012. Namun tidak pada tahun 2013, inflasi kembali naik
dibandingkan tahun 2012 yaitu dengan persentasi 8.38 %. sedangkan untuk tahun 2014
inflasi kembali turun dengan persentase sebesar 8.36 % berdasarkan data inflasi pada
tahun 1999-2013, inflasi paling rendah tercatat pada tahun 2009 dengan persentase
inflasi sebesar 2.78%.3

3.3. Kebijakan Moneter

Kebijakan Moneter adalah upaya penguasa moneter yaitu Bank Sentral untuk
memengaruhi perkembangan variabel moneter demi tercapainya tujuan perekonomian.4
Kebijakan moneter adalah salah satu bagian integral dari kebijakan ekonomi makro

2
Pohan, 2008
3
Badan Pusat Statistik, 2014
4
Litteboy, dkk (2006:198) dan Mishkin (2004:257)
yang ditujukan untuk mendukung sasaran ekonomi makro yaitu pertumbuhan ekonomi
yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan dan keseimbangan neraca
pembayaran.5 Kebijakan Moneter ada dua macam yaitu, kebijakan moneter kontraktif
dan kebijakan moneter ekspansif. Kebijakan moneter ekspansif dilakukan untuk
mendorong kegiatan ekonomi dengan cara meningkatkan jumlah uang beredar,
sedangkan kebijakan moneter kontraktif dilakukan untuk memperlambat kegiatan
ekonomi dengan mengurangi jumlah uang beredar. 6
Kebijakan moneter adalah salah satu elemen kebijakan ekonomi tidak terlepas
dari kesulitan yang dalam mengakomodasi berbagai sasaran kebijakan secara
serentak. Kesulitan tersebut telah berlangsung sejak periode sebelum krisis dan akhirnya
berdampak negatif terhadap kondisi fundamental ekonomi makro, di mana sebelumnya
kondisi makroekonomi berdasarkan hasil pengamatan dianggap cukup kuat ternyata
tidaklah sekuat yang diyakini semula. Sebagai salah satu instrumen kebijakan
ekonomi makro, kebijakan moneter memiliki peran yang sangat penting dalam
penyelesaian krisis ekonomi yang sedang terjadi di Indonesia. Apalagi mengingat
bahwa krisis ini telah berkembang menjadi fenomena yang dikenal sebagai
financial distress, yaitu proses demonetisasi berupa penurunan permintaan akan
likuiditas perekonomian sebagai akibat meningkatnya permintaan akan uang kartal.
Apabila dibiarkan terus berlanjut, proses ini akan menimbulkan dampak
negatif terhadap pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Pemicu terjadinya
fenomena flight to currency yang begitu tiba-tiba adalah ketidak pastian nilai tukar
rupiah. 7Oleh karena itu, upaya pemulihan ekonomi sangat tergantung kepada
ketepatan strategikebijakan moneter yang diambil, khususnya dalam rangka
mengembalikan kepastian nilai tukar.
Strategi kebijakan moneter merupakan bagian dari kebijakan makro yang
bertujuan untuk mengendalikan stabilitas nilai mata uang. Apabila stabilitas
kegiatan ekonomi terganggu, maka salah satu kebijakan yang bisa digunakan
adalah kebijakan moneter untuk memulihkannya dengan serangkaian tindakan
stabilisasi. Ada beberapa penyebab kegagalan dalam pengendalian stabilitas nilai
5
Iswardono (1997:126)
6
Warjiyo, 2004.
7
McNelis, 1988.
uang yaitu adanya ketidakstabilan pengganda uang (money multipler), velositas
jumlah uang yang beredar (velocity of money) sampai dengan perubahan
paradigma mekanisme transmisi kebijakan moner.
Kebijakan moneter suatu bank sentral atau otoritas moneter dimaksudkan
untuk mempengaruhi kegiatan ekonomi riil dan harga melalui mekanisme
transmisi yang terjadi. Untuk itu, otoritas moneter harus memiliki pemahaman
yang jelas tentang mekanisme transmisi di negaranya. Mekanisme transmisi
kebijakan moneter dapat bekerja melalui berbagai saluran, seperti suku bunga,
agregat moneter, kredit, nilai tukar, harga aset, dan ekspektasi.8 Sehingga,
pemahaman tentang transmisi kebijakan moneter menjadi kunci agar dapat
mengarahkan kebijakan moneter untuk mempengaruhi arah perkembangan ekonomi
riil dan harga di masa yang akan datang.
Paradigma baru ini telah ditegaskan dalam UU No. 23 Tahun 1999 dan
amandemen UU No. 3 Tahun 2004 sebagai landasan penerapan kerangka kerja
infasi targeting di Indonesia. Kerangka kerja tersebut menyebutkan bahwa sasaran akhir
kebijakan moneter adalah tercapainya kestabilan nilai rupiah. Sasaran inflasi ditetapkan
dengan memperhatikan kondisi makro, proyeksi arah pergerakan ekonomi dan
pertimbangan kerugian sosial (social welfare) sebagai akibat adanya kebijakan yang
telah dilakukan. Selain itu kerangka kerja targeting inflasi diharapkan dapat
menciptakan tingkat inflasi rendah dan stabil yang menunjang pertumbuhan
ekonomi dalam jangka pendek, sedangkan dalam jangka panjang pertumbuhan
ekonomi dipengaruhi oleh teknologi, tingkat produktivitas, pertumbuhan
angkatan kerja dan iklim yang kondusif.9

8
Warjiyo dan Agung, 2002.
9
Hutabarat, 2000.
3.4.Pengaruh Kebijakan Suku Bunga terhadap Perekonomian
1. Pengaruh Suku Bunga terhadap Kapasitas Produksi
Dari sisi industri dalam negeri, kenaikan pada suku bunga yang
dilakukan oleh Bank Sentral seiring dengan berjalannya waktu, akan ada
dampak pada jumlah produksi. Sisi positifnya adalah tenaga kerja semakin
bertambah, hasil produksi meningkat, akibatnya kapasitas ekspor bertambah
sehingga jumlah pengangguran juga menurun akibat banyaknya tenaga kerja
yang terserap di dalamnya.
Efek jangka panjangnya adalah devisa yang masuk ke negara tersebut
juga akan semakin besar sehingga akan semakin menguatkan nilai tukar mata
uang dalam negeri. Hal ini berlaku pula sebaliknya, jika saja suku bunga
menurun, biasanya pelaku industri akan meresponsnya dengan menurunkan
produksi dalam negeri sebagai akibat dari kebijakan manajemen risiko untuk
meminimalkan potensi kerugian.
Dilihat dari manajemen risiko kredit, kenaikan suku bunga seringkali
dikhawatirkan oleh para kreditur/bank umum. Misalnya saja untuk industri
properti, bisa mengakibatkan tingkat penjualan perumahan semakin menurun.
Jika dipaksakan akan berimbas pada kredit macet.

2. Pengaruh suku bunga terhadap inflasi


Menaikkan suku bunga adalah alat utama bank sentral untuk memerangi
inflasi. Dengan membuat biaya pinjaman semakin mahal maka jumlah uang
yang beredar di masyarakat akan berkurang dan aktivitas perekonomian akan
menurun. Kejadian sebaliknya bisa terjadi. Turunnya suku bunga akan
menyebabkan biaya pinjaman menjadi makin murahNamun demikian, aktivitas
perekonomian yang terlalu tinggi akan menyebabkan meningkatnya inflasi.
Makin tinggi tingkat inflasi akan menyebabkan makin mahalnya harga
barang dan jasa. Daya beli uang akan menurun. Akibat lain dari rendahnya suku
bunga adalah turunnya penjualan bond karena yield yang diberikan relatif akan
rendah. Namun demikian bank sentral tidak akan serta merta menaikkan tingkat
suku bunga. Bank sentral akan melihat apakah keadaan akan lebih baik jika
suku bunga dinaikkan, terutama jika sedang terjadi reses

3. Suku Bunga Mempengaruhi Investasi


Ketika suku bunga lebih tinggi, permintaan untuk investasi cenderung
lebih rendah. Artinya, suku bunga yang lebih tinggi umumnya merugikan
saham perusahaan, dan kemampuan mereka untuk mengumpulkan uang melalui
penawaran saham.
Alasan mengapa kenaikan suku bunga buruk untuk saham adalah suku
bunga yang lebih tinggi membuat tabungan tradisional lebih menarik.Jika
seseorang bisa mendapatkan bunga 6% yang dijamin dengan mendepositokan
uang di bank, mereka akan cenderung menghindari risiko investasi di saham
meskipun memberi perkiraan pengembalian 8%.Pengembalian 8% di saham
bukan hal yang pasti, sedangkan bunga 6% di deposito bisa dikatakan telah
‘dijamin’ oleh bank.

4. Pengaruh Suku Bunga Terhadap Tingkat Pengangguran (Unemployment Rate)


Dampak lanjutan kenaikan suku bunga yang harus dipertimbangkan
adalah lesunya perekonomian yang berdampak terhadap menurunnya
kesempatan kerja. Produksi yang menurun juga berdampak terhadap
pengurangan jumlah karyawan.
Kita ketahui bersama pengangguran terjadi akibat ketidakseimbangan
antara lapangan pekerjaan dan orang yang membutuhkan pekerjaan, sehingga
hanya sedikit saja yang mendapatkan kesempatan untuk bekerja. Seringkali
kebijakan suku bunga ini dimaksudkan untuk memberikan rangsangan dari
bank agar masyarakat mau menanamkan dananya pada bank. Untuk menarik
minat, dibuatlah kebijakan menaikkan suku bunga simpanan, sehingga
masyarakat akan semakin giat untuk menanamkan dananya pada bank,
dikarenakan harapan mereka untuk memperoleh keuntungan.
Hal ini berlaku juga sebaliknya, semakin rendah suku bunga simpanan,
maka minat masyarakat (atau investor) dalam menabung akan berkurang sebab
masyarakat berpandangan tingkat keuntungan yang akan mereka peroleh di
masa yang akan datang dari bunga adalah sangat kecil.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan

Pada prinsipnya suku bunga adalah harga atas penggunaan uang atau sebagai
sewa atas penggunaan uang dalam jangka waktu tertentu, yang umumkan dalam
'persentase'. Suku bunga berhubungan negatif terhadap Investasi. Semakin rendah
tingkat bunga semakin banyak investasi yang dilakukan para pengusaha. Tingkat
investasi yang tinggi akan mendorong pendapatan nasional sehingga pertumbuhan
ekonomi akan meningkat.
Setiap masyarakat (atau investor) yang melakukan interaksi dengan bank, baik
interaksi dalam bentuk simpanan, maupun pinjaman (kredit), akan selalu terkait dan
dikenakan dengan yang namanya bunga. Bagi masyarakat (atau investor) yang
menanamkan dananya pada bank, baik itu simpanan tabungan, deposito dan giro akan
diberikan suku bunga simpanan (dalam bentuk %).
Suku bunga ini merupakan rangsangan dari bank agar masyarakat mau
menanamkan dananya pada bank. Semakin tinggi suku bunga simpanan, maka
masyarakat akan semakin giat untuk menanamkan dananya pada bank, dikarenakan
harapan mereka untuk memperoleh keuntungan. Dan begitu sebaliknya, semakin rendah
suku bunga simpanan, maka minat masyarakat (atau investor) dalam menabung akan
berkurang sebab masyarakat berpandangan tingkat keuntungan yang akan mereka
peroleh dimasa yang akan datang dari bunga adalah sangat kecil.

Saran

Dengan adanya kebijakan moneter khususnya pada suku bunga diharapkan pemerintah
mampu mengambil kebijakan yang sesuai dengan kondisi perekonimian di Indonesia
dengan begitu perekonomian Indonesia akan berlangsung stabil.
DAFTAR PUSTAKA

Warjiyo , Perry dan Zulverdi, Doddy, “Penggunaan Suku Bunga Sebagai Operasional
Kebijakan Moneter Di Indonesia”, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan,
Juli 1998. Diakses 25 September 2018.

Noor Fuad, ”Ekonomi Makro, Teori, Kebijakan, dan Aplikasinya di Indonesia”,


LPKPAP BP PK, Departemen Keuangan RI, 2006. Diakses 25 September
2018.

Sriyono, “Strategi Kebijakan Moneter Di Indonesia”, JKMP(ISSN. 2338-445X), Vol. 1,


No. 2, September 2013, 111-236. Diakses 25 September 2018.

Wahyudi, Eko, “Pengaruh Suku Bunga Bank Indonesia (Bi Rate) Dan Produk Domestik
Bruto (PDB)Terhadap Laju Inflasi Di Indonesia Periode Tahun 2000.1-
2013.4”, Jurnal Ilmiah. Diakses 25 September 2018.

I Gede Agus Angga Saputra1 dan Ida Bagus Dharmadiaksa, “Pengaruh Tingkat Suku
Bunga, Nilai Tukar Rupiah, Leverage Dan Profitabilitas Pada Return Saham”,
E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana Vol.16.1. Juli (2016): 675-701.
Diakses 25 September 2018.

Umi Mardiyati dan Ayi Rosalina, “Analisis Pengaruh Nilai Tukar, Tingkat Suku Bunga
Dan Inflasi Terhadap Indeks Harga Saham”, Jurnal Riset Manajemen Sains
Indonesia (JRMSI)│Vol. 4, No. 1, 2013. Diakses 25 September 2018.

Erawati, Neny dan Llewelyn, Richard 2002, “Analisa Pergerakan Suku Bunga dan Laju
Ekspektasi Inflasi Untuk Menentukan Kebijakan Moneter Di Indonesia”.
Diakses 25 September 2018.

Miftahul Jannah dan Nurfauziah, “Analisis Pengaruh Nilai Tukar Rupiah, Tingkat Suku
Bunga Sbi (Bi Rate) Dan Harga Emas Dunia Terhadap Indeks Lq45 Di Bursa
Efek Indonesia”, Jurnal Manajemen Maranatha Nomor 2, Mei (2018). Diakses
25 September 2018.

You might also like