You are on page 1of 96

STUDI PEMANFAATAN GAMBIR (Uncaria gambir Roxb.

)
DALAM PEMBUATAN CAT ALAMI

SKRIPSI

Oleh:
MUTHI ANISA
F34070081

2011
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
STUDY OF GAMBIER (Uncaria gambir Roxb.) UTILIZATION IN THE PREPARATION OF
NATURAL PAINT

Gumbira-Sa’id, E., Suparno, O., Anisa, M.


Department of Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural
University, Darmaga IPB Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia.
Phone : 62 856 7902670, email: muthianisa@ymail.com

ABSTRACT

The main component of paints are binder, pigment, solvent and additive. Binder can be made
from natural materials and also synthetic or polymeric materials. This study was conducted to
observe the effect of weight ratio of casein to calcium oxide and concentration of gambier solution in
the preparation of natural paint. The binder used in the manufacture of natural paints was casein
mixed with calcium oxide (alkali). When casein was reacted with an alkali then casein will become
more soluble in water and has adhesive properties. Use of gambier as dyes in the manufacture of
natural paints was expected to increase the added value of gambier. Catechin and tannin as the
substances contained in gambier will easily dissolve in water and can give brownish red colour.
The paint quality parameters analysis have been done were density, total solid content and
evaporated material, viscosity, pH, drying time, adhesive, hiding power, colour test (L*, a* and b*
value), chalking effect, and settling. The experimental design used was complete randomized factorial
design with two factors (weight ratio of casein to calcium oxide and concentration of gambier
solution) and two times replications. Weight ratio of casein to calcium oxide consisted of three levels,
i.e. 1:3, 1:1, and 3:1. Concentration of gambier solution consisted of three levels, i.e. 5%, 15% and
25%.
The best paint formula was treatment with weight ratio of casein to calcium oxide of 1:1. The
best treatment was selected based on the most important parameter of the paint quality, i.e. adhesion
of paint. Concentration of gambier solution did not significanly affect the adhesion of paint. To
prevent the occurence of sediment, thickener was added in the form of hydroxyethyl cellulose (HEC).
Once added HEC, density value, total solid content and evaporated material, pH, drying time,
adhesive, hiding power, colour test (L*, a*, and b* value), and chalking effect did not significanly
change. The addition of HEC increased the viscosity and the adhesion of paint. The best paint
formula was treatment with weight ratio of casein to calcium oxide of 1:1 and 25% consentration of
gambier solution, because it did not occure sediment.

Keywords : Natural Paint, Natural Pigment, Gambier, Casein, Calcium Oxide.


Muthi Anisa. F34070081. Studi Pemanfaatan Tanaman Gambir (Uncaria gambir Roxb.) dalam
Pembuatan Cat Alami. Di bawah bimbingan E.Gumbira Sa’id dan Ono Suparno. 2011.

RINGKASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh perbandingan bobot kasein terhadap
kapur tohor dan konsentrasi larutan gambir dalam pembuatan cat alami. Perekat yang digunakan pada
pembuatan cat adalah kasein yang dicampurkan dengan kapur tohor (alkali). Penggunaan gambir
sebagai pewarna dalam pembuatan cat alami diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah gambir.
Katekin dan tanin sebagai zat yang terkandung pada gambir akan mudah larut dalam air dan dapat
memberikan warna merah kecoklatan.
Analisis parameter mutu cat yang dilakukan adalah densitas, total padatan dan bahan menguap,
kekentalan (viskositas), nilai pH, waktu mengering, daya rekat, daya tutup, nilai L*, a*, dan b*, efek
kapur (chalking) dan endapan (settling). Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian
adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan dua faktor (perbandingan bobot kasein terhadap
kapur tohor dan konsentrasi larutan gambir), dan dua kali ulangan. Perbandingan bobot kasein
terhadap kapur tohor mempunyai tiga taraf, yaitu 1:3, 1:1 dan 3:1. Konsentrasi larutan gambir
mempunyai tiga taraf, yaitu 5%, 15% dan 25%.
Densitas cat yang diperoleh dari penelitian ini berkisar antara 1,064 – 1,137 g/ml. Kadar
padatan total dan bahan menguap cat berkisar antara 24,392 – 14,495 persen dan 85,505 – 75,608
persen. Nilai kekentalan (viskositas) cat berkisar antara 98,965 – 64,400 Krebs Unit (KU). Nilai pH
yang diperoleh dari hasil penelitian berkisar antara 9,843 – 9,38. Waktu mengering cat terbagi dua,
yaitu waktu kering sentuh dan waktu kering keras. Waktu kering sentuh cat berkisar antara 15,50 –
17,75 menit dan waktu kering keras cat berkisar antara 31,75 – 36 menit. Daya rekat cat berkisar
antara 44 – 81,75 persen. Nilai daya tutup yang didapatkan adalah berkisar antara 29,165 – 50,000
m3/liter. Nilai L* cat yang diperoleh dari hasil pengukuran berkisar antara 55.78 – 33.43. . Nilai a* cat
yang diperoleh berkisar antara 23.278 – 35.608. Nilai b* yang diperoleh dari hasil pengukuran
berkisar antara 12.367 – 8.523.
Berdasarkan hasil pengujian efek kapur , didapatkan bahwa pada sampel yang menggunakan
perlakuan perbandingan kasein terhadap kapur tohor 1 : 3 dengan konsentrasi larutan gambir 5%,
15%, dan 25% tidak mengalami efek kapur. Pada perlakuan perbandingan kasein terhadap kapur
tohor 1:1 dan 3:1 dengan konsentrasi larutan gambir 5%, 15%, dan 25% terjadi efek kapur.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap ada atau tidaknya endapan, didapatkan bahwa cat alami yang
telah disimpan selama 24 jam mengalami pengendapan.
Formula cat yang terbaik adalah dengan perlakuan dengan perbandingan bobot kasein terhadap
kapur tohor 1:1. Pemilihan perlakuan yang terbaik berdasarkan parameter mutu cat yang paling utama
yaitu daya rekat cat. Konsentrasi larutan gambir tidak berpengaruh nyata terhadap daya rekat cat.
Untuk mencegah terjadinya endapan pada cat, ditambahkan bahan pengental (thickener) berupa
hydroxyethyl cellulose (HEC).
Setelah ditambahkan HEC, nilai densitas, total padatan dan bahan menguap, nilai pH, waktu
mengering, daya tutup, dan nilai L*, a*, b* tidak terjadi perubahan yang signifikan. Nilai viskositas
atau kekentalan dan daya rekat cat meningkat. Formula cat terbaik setelah penambahan HEC adalah
pada perlakuan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1:1 dengan konsentrasi larutan
gambir 25 %. Hal tersebut dikarenakan setelah penyimpanan selama dua bulan cat tidak mengendap.
STUDI PEMANFAATAN GAMBIR (Uncaria gambir Roxb.)
DALAM PEMBUATAN CAT ALAMI

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor

Oleh
MUTHI ANISA
F34070081

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
Judul Skripsi : Studi Pemanfaatan Gambir (Uncaria gambir Roxb.) Dalam
Pembuatan Cat Alami
Nama : Muthi Anisa
NIM : F34070081

Menyetujui,

Pembimbing I, Pembimbing II,

(Prof. Dr. Ir. E. Gumbira Sa’id, MADev.) (Dr. Ono Suparno, STP, MT)
NIP 195505211979031002 NIP 197212031997021001

Mengetahui :
Ketua Departemen,

(Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti)


NIP 196210091989032001

Tanggal lulus : 7 Juli 2011


BIODATA RINGKAS

Muthi Anisa dilahirkan pada tanggal 5 Desember 1989 di Jakarta. Penulis


adalah anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Ir. Dahyar, MBA
dan Ibu Meilina Sari. Pendidikan Taman Kanak-anak diselesaikan pada tahun
1995 di TK Margaluyu Serua Indah. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun
2001 di Madrasah Pembangunan IAIN Jakarta. Pendidikan lanjutan menengah
pertama diselesaikan pada tahun 2004 di SMP Islam Al- Azhar 1 Jakarta.
Pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2007 di SMA
Islam Al-Azhar 1 Jakarta. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2007. Selama mengikuti pendidikan
di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri (HIMALOGIN)
sebagi staf Departemen Public Relation (2008 - 2009). Penulis menerima beasiswa PPA (Peningkatan
Prestasi Akademik) sejak tahun 2009 hingga 2011. Selama mengikuti perkuliahan penulis juga aktif
sebagai asisten praktikum mata kuliah Teknologi Pengemasan, Distribusi dan Transportasi pada tahun
2009 ; Minyak Atsiri dan Fitofarmaka pada tahun 2011; dan Teknik Optimasi pada tahun 2011. Pada
tahun 2009 penulis mengikuti lomba entrepreneurship yang diadakan oleh Badan Eksekutif
Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian dan memperoleh juara I. Pada tahun 2010 penulis juga
mengikuti lomba inovasi makanan tradisional dalam acara “Nutrition” yang diadakan Departemen
Gizi Masyarakat dan memperoleh juara I. Penulis juga pernah melaksanakan praktek lapangan di
Pabrik Kelapa Sawit milik PT. Perkebunan Nusantara IV, Unit Usaha Adolina, Perbaungan, Sumatera
Utara pada tahun 2010.
KATA PENGANTAR

Segala puji dipanjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Studi Pemanfaatan Gambir (Uncaria
gambir Roxb.) dalam Pembuatan Cat Alami. Skripsi ini ditulis dan disusun berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan selama tiga bulan, sejak bulan Maret hingga Mei 2011 di Laboratorium
Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Skripsi ini dapat dibuat dengan bantuan, bimbingan, motivasi dan dorongan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada para personalia di bawah
ini.

1. Prof. Dr. Ir. Endang Gumbira Sa’id, MA.DEV. sebagai pembimbing I yang telah
membimbing, memberikan kritik, saran dan memotivasi selama penelitian dan penyusunan
skripsi.
2. Dr. Ono Suparno, STP, MT sebagai dosen pembimbing II yang telah membimbing,
memberikan kritik dan saran dalam penyusunan skripsi.
3. Dr. Ika Amalia Kartika, STP, MSi sebagai dosen penguji yang telah bersedia meluangkan
waktu menguji penulis serta memberikan kritik dan saran dalam penyusunan skripsi.
4. Kedua orang tua, kakak dan seluruh keluarga yang telah memberikan do’a, kasih sayang dan
dukungan kepada penulis.
5. Ir. Alexi Herryandie, MT yang telah memberikan kritik, saran, dan motivasi selama
penelitian dan penyusunan skripsi.
6. Egnawati Sari, Sri Mulyasih, Rini Purnawati, Sugiardi, dan Gunawan selaku laboran di
Laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor, yang telah memberikan bantuan, kritik dan saran selama penelitian.

Akhirnya kritik dan saran yang membangun, penulis harapkan untuk memyempurnakan
skripsi ini. Penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata
terhadap perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Juli 2011

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ........................................................................................................................ iii

DAFTAR TABEL ............................................................................................................................... v

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................................................... vi

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1

1.1. Latar Belakang .............................................................................................................. 1

1.2. Tujuan ........................................................................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................................... 4

2.1. Susu............................................................................................................................. 4

2.2. Kasein ......................................................................................................................... 4

2.3. Kapur Tohor (CaO) ..................................................................................................... 7

2.4. Gambir ........................................................................................................................ 8

2.5. Cat ............................................................................................................................... 10

2.5.1 Pewarna (Pigmen) ............................................................................................. 11

2.5.2 Perekat (Binder) ................................................................................................ 12

2.5.3 Pelarut (Solvent) ................................................................................................ 13

2.5.4 Bahan Tambahan Lainnya (Additive)................................................................ 13

BAB III METODE PENELITIAN .................................................................................................... 14

3.1 Alat dan Bahan ............................................................................................................. 14

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................................................... 14

3.3 Tata Laksana Penelitian................................................................................................ 14

3.3.1 Proses Pengambilan Kasein .............................................................................. 14

3.3.2 Karakterisasi Awal Bahan Baku ....................................................................... 15

3.3.3 Pembuatan Cat .................................................................................................. 15

3.3.3.1 Pembuatan Larutan Gambir ................................................................... 15

iv
Halaman

3.3.3.2 Proses Pembuatan Perekat ..................................................................... 15

3.3.3.3 Proses Pembuatan Cat ........................................................................... 16

3.4 Analisis Produk Cat ...................................................................................................... 16

3.5 Rancangan Percobaan................................................................................................... 16

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................................ 23

4.1 Analisis Mutu Bahan Baku ......................................................................................... 18

4.2 Pembuatan Produk Cat ............................................................................................... 20

4.3 Analisis Mutu Produk Cat .......................................................................................... 21

4.3.1 Uji Kuantitatif ................................................................................................... 21

4.3.1.1 Densitas Cat ........................................................................................... 21

4.3.1.2 Total Padatan dan Bahan Menguap ....................................................... 23

4.3.1.3 Kekentalan ............................................................................................. 25

4.3.1.4 Nilai pH ................................................................................................. 27

4.3.1.5 Waktu Mengering .................................................................................. 29

4.3.1.6 Daya Rekat ............................................................................................ 31

4.3.1.7 Daya Tutup ............................................................................................ 32

4.3.1.8 Nilai L*, a*, dan b* ............................................................................... 33

4.3.2 Uji Kualitatif ..................................................................................................... 38

4.3.2.1 Efek Kapur ........................................................................................... 38

4.3.2.2 Endapan ................................................................................................ 38

4.4 Pengaruh Penambahan Pengental (Thickener) ............................................................. 39

BAB V Kesimpulan dan Saran ....................................................................................................... 45

5.1 Kesimpulan ................................................................................................................. 45

5.2 Saran ............................................................................................................................. 45

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................................... 46

LAMPIRAN ........................................................................................................................................ 49

v
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Komposisi Kimia antara acid casein, rennet casein, dan calcium caseinate ..................... 7
Tabel 2. Persyaratan Mutu Gambir Berdasarkan SNI 02-3391-2000 ............................................... 9
Tabel 3. Komponen – komponen yang Terdapat dalam Daun Gambir ............................................ 10
Tabel 4. Syarat Mutu Cat Emulsi berdasarkan SNI 3564-2009 ....................................................... 13
Tabel 5. Rincian Formula Cat .......................................................................................................... 16
Tabel 6. Hasil Analisis Mutu Kasein................................................................................................ 18
Tabel 7. Hasil Analisis Mutu Gambir .............................................................................................. 19
Tabel 8. Hasil Pengujian Mutu Cat Setelah Penambahan Hydroxyethyl Cellulose (HEC) .............. 42
Tabel 9. Data Hasil Pengukuran Densitas Cat .................................................................................. 57
Tebel 10. Data Hasil Pengukuran Total Padatan Cat ......................................................................... 59
Tabel 11. Data Hasil Pengukuran Total Bahan Menguap Cat ........................................................... 59
Tabel 12. Data Hasil Pengukuran Kekentalan (Viskositas) Cat ......................................................... 62
Tabel 13. Data Hasil Pengukuran Nilai pH Cat ................................................................................. 64
Tabel 14. Data Hasil Pengukuran Waktu Kering Sentuh Cat ............................................................. 66
Tabel 15. Data Hasil Pengukuran Waktu Kering Keras Cat .............................................................. 66
Tabel 16. Data Hasil Pengukuran Daya Rekat Cat ............................................................................. 69
Tabel 17. Data Hasil Pengukuran Daya Tutup Cat ............................................................................ 71
Tabel 18. Data Hasil Pengukuran Nilai L* Cat .................................................................................. 73
Tabel 19. Data Hasil Pengukuran Nilai a* Cat ................................................................................... 76
Tabel 20. Data Hasil Pengukuran Nilai b* Cat .................................................................................. 78
Tabel 21. Hasil Analisis Parameter Mutu Cat .................................................................................... 80

vi
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Reaksi Antara Kasein dengan Asam .............................................................................. 6


Gambar 2. Reaksi Antara Kasein dengan Alkali .............................................................................. 6
Gambar 3. Proses Pembentukan Kalsium Oksida dan Kalsium Hidroksida .................................... 8
Gambar 4. Hubungan Antara Perbandingan Bobot Kasein Terhadap Kapur Tohor dengan
Densitas Cat pada Berbagai Tingkat Konsentrasi Larutan Gambir ................................ 22
Gambar 5. Hubungan Antara Perbandingan Bobot Kasein Terhadap Kapur Tohor dengan Total
Padatan Cat pada Berbagai Tingkat Konsentrasi Larutan Gambir ................................ 24
Gambar 6. Hubungan Antara Perbandingan Bobot Kasein Terhadap Kapur Tohor dengan Total
Bahan Menguap Cat pada Berbagai Tingkat Konsentrasi Larutan Gambir ................... 24
Gambar 7. Hubungan Antara Perbandingan Bobot Kasein Terhadap Kapur Tohor dengan
Kekentalan (Viskositas) Cat pada Berbagai Tingkat Konsentrasi Larutan Gambir........ 26
Gambar 8. Hubungan Antara Perbandingan Bobot Kasein Terhadap Kapur Tohor dengan Nilai pH
Cat pada Berbagai Tingkat Konsentrasi Larutan Gambir ............................................... 28
Gambar 9. Hubungan Antara Perbandingan Bobot Kasein Terhadap Kapur Tohor dengan Waktu
Kering Sentuh Cat pada Berbagai Tingkat Konsentrasi Larutan Gambir ....................... 29
Gambar 10. Hubungan Antara Perbandingan Bobot Kasein Terhadap Kapur Tohor dengan Waktu
Kering Keras Cat pada Berbagai Tingkat Konsentrasi Larutan Gambir......................... 30
Gambar 11. Hubungan Antara Perbandingan Bobot Kasein Terhadap Kapur Tohor dengan Daya
Rekat Cat pada Berbagai Tingkat Konsentrasi Larutan Gambir ..................................... 31
Gambar 12. Hubungan Antara Perbandingan Bobot Kasein Terhadap Kapur Tohor dengan Daya
Tutup Cat pada Berbagai Tingkat Konsentrasi Larutan Gambir .................................... 32
Gambar 13. Hasil Warna Setelah Pengecatan .................................................................................... 34
Gambar 14. Hubungan Antara Perbandingan Bobot Kasein Terhadap Kapur Tohor dengan Nilai L*
Cat pada Berbagai Tingkat Konsentrasi Larutan Gambir ............................................... 35
Gambar 15. Hubungan Antara Perbandingan Bobot Kasein Terhadap Kapur Tohor dengan Nilai a*
Cat pada Berbagai Tingkat Konsentrasi Larutan Gambir ............................................... 36
Gambar 16. Hubungan Antara Perbandingan Bobot Kasein Terhadap Kapur Tohor dengan Nilai b*
Cat pada Berbagai Tingkat Konsentrasi Larutan Gambir ............................................... 38
Gambar 17. Struktur Kimia Glukosa .................................................................................................. 40
Gambar 18. Struktur Kimia Hydroxyethyl Cellulose (HEC) .............................................................. 41
Gambar 19. Ilustrasi Pembungkusan Partikel Kotoran oleh Hydroxyethyl Cellulose (HEC) ............ 41
Gambar 20. Proses Pengasaman Susu ................................................................................................ 81
Gambar 21. Proses Penyaringan Kasein ............................................................................................. 81
Gambar 22. Proses Pencampuran Kasein, Kapur Tohor, dan Akuades .............................................. 81
Gambar 23. Hasil Proses Pencampuran Perekat (Binder) dengan Larutan Gambir ........................... 82
Gambar 24. Proses Pengujian Densitas Formula Cat ......................................................................... 82
Gambar 25. Proses Pengujian Kadar Padatan Total dan Bahan Menguap Cat ................................... 82

vii
Halaman

Gambar 26. Proses Pengujian Kekentalan dengan Menggunakan Viscometer Brookfield ................. 82
Gambar 27. Penampakan Alat pH Meter ........................................................................................... 83
Gambar 28. Hasil Proses Pengujian Daya Rekat ................................................................................ 83
Gambar 29. Proses Pengujian Daya Tutup ......................................................................................... 83

viii
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Cat merupakan suspensi dari pigmen padat di dalam fase cair (yang bertindak sebagai
vehicle) yang ketika diaplikasikan ke suatu permukaan akan mengering dan membentuk suatu
lapisan padat (Hall, 1981). Menurut Banov (1982), cat adalah sebuah produk yang berbentuk
cairan maupun bubuk yang di dalamnya terdapat zat-zat pewarna, dan apabila diaplikasikan di
atas permukaan sebuah benda kerja akan membentuk suatu lapisan yang memiliki fungsi
sebagai pelindung, dekorasi atau fungsi khusus yang dibutuhkan secara teknis. Perkembangan
dunia saat ini mengarah kepada pengembangan cat berbasis air. Hal ini mengingat bahwa cat
berbasis air lebih ramah lingkungan daripada cat yang berbasis minyak. Pada awal mulanya cat
berbasis air hanya digunakan untuk cat lukis, tetapi perkembangan ilmu pengetahuan
menjadikan cat berbasis air dapat juga digunakan untuk cat tembok, cat kayu, cat mobil dan cat
besi (Lambourene dan Strivens, 1999).
Komponen utama dalam sebuah cat adalah perekat (binder), pigmen, pelarut (solvent)
dan bahan tambahan (additive). Mutu dari cat yang dihasilkan ditentukan dari pemilihan
komponen – komponen cat, seperti perekat dan bahan tambahan yang tepat, sehingga
dihasilkan cat yang bermutu baik. Perekat pada cat dapat menggunakan bahan alam dan juga
bahan sintetik atau polimer. Bahan perekat dari alam contohnya adalah getah damar, gum arab,
minyak biji rami dan lain sebagainya. Bahan perekat dari alam juga termasuk polimer, namun
termasuk polimer alami. Terdapat juga polimer sintetik yang dibuat dari bahan alam yang
dimodifikasi secara kimia, contohnya resin alkid. Pembuatan cat saat ini lebih didominasi oleh
polimer sintetik yang seluruhnya sintetik, terutama resin akrilik (Talbert, 2008).
Akibat adanya isu pemanasan global, pencemaran lingkungan dan alasan kesehatan
perlu dilakukan subtitusi bahan yang sifatnya sintetik dan toksik dengan bahan yang sifatnya
lebih alami dan aman bagi kesehatan. Menurut Budiono (2007), resin akrilik dapat
menyebabkan masalah kesehatan, seperti iritasi hidung, mata, tenggorokan dan kulit. Menurut
Zunava (2009), konsentrasi polutan di dalam rumah lebih tinggi dibandingkan diluar rumah.
Ruangan yang dicat dalam keadaan ventilasi yang kurang akan menyebabkan bahan – bahan
kimia yang mudah menguap (airborne chemicals) akan terakumulasi didalamnya dan akhirnya
akan merusak kesehatan manusia. Sakit kepala, pusing, asma, kanker dan serangan jantung
adalah beberapa efek samping jangka panjang akibat adanya polusi udara di dalam suatu
ruangan. Airborne chemicals akan terlepas setelah proses pengecatan. Bahan – bahan kimia
yang mudah menguap termasuk kedalam kategori polutan volatile organic compounds (VOCs),
yang merupakan salah satu penyebab terjadinya pemanasan global dan memiliki efek
karsinogenik yang mudah menguap dan berkontribusi menyebabkan polusi dalam suatu
ruangan akibat pengecatan (Lambourene dan Strivens, 1999). Oleh karena itu, perlu
dikembangkan cat yang lebih ramah lingkungan dan tidak memiliki efek samping terhadap
kesehatan.
Salah satu alternatif bahan perekat alami adalah susu yang sudah tidak layak
dikonsumsi atau telah mengalami kerusakan mutu. Di dalam susu yang sudah basi atau tidak
layak dikonsumsi tersebut masih terdapat protein susu, yaitu kasein yang dapat dimanfaatkan
untuk perekat alternatif pengganti perekat sintetik (acrylic) pada industri cat. Kasein dapat juga
diperoleh dari susu segar, namun akan lebih baik jika menggunakan susu basi, karena akan
meningkatkan nilai tambah dari susu yang sudah tidak layak konsumsi dimanfaatkan untuk

1
sesuatu yang lebih baik seperti dijadikan perekat pada cat. Pada susu yang sudah basi terjadi
akumulasi pertumbuhan bakteri asam laktat yang menyebabkan laktosa berubah menjadi asam
laktat dan menyebabkan susu menjadi asam. Pada keadaan asam kasein akan terkoagulasi dan
akan terpisah dari protein whey (Southward, 2000).
Kasein merupakan protein susu yang tidak dapat larut dalam air. Jika direaksikan
dengan suatu alkali contohnya kapur tohor (CaO) dapat menjadi larut dalam air dan merupakan
perekat yang baik. Dalam industri non-pangan kasein dimanfaatkan sebagai perekat kayu,
pelapis kertas, cat dan lain sebagainya (Southward, 2000). Di Indonesia kasein masih belum
dikembangkan sebagai salah satu alternatif perekat alami yang ramah lingkungan. Untuk
didapatkan perekat yang baik pada dengan bahan alami berupa kasein dan kapur tohor perlu
adanya perbandingan yang tepat antara kasein dan kapur tohor, sehingga mutu cat yang
dihasilkan baik.
Pigmen yang biasa digunakan pada pembuatan cat adalah pigmen sintetis.
Penggunaan pigmen alami sudah lama ditinggalkan, karena sifat pigmen sintetis yang lebih
superior dalam kekuatan dan variasi warnanya. Salah satu pigmen alami yang dapat
dimanfaatkan adalah pigmen yang terdapat pada tanaman gambir (Uncaria gambir Roxb.).
Gambir adalah ekstrak getah dari daun dan ranting muda tanaman gambir. Gambir merupakan
salah satu komoditi ekspor unggulan Indonesia.
Menurut Gumbira Sa’id et al. (2009), India merupakan negara pengimpor gambir
Indonesia terbesar yaitu sekitar 84% dari total gambir yang diekspor. Meskipun Indonesia
mengekspor dalam volume tinggi ke India, namun harga jual gambir masih relatif rendah. Hal
tersebut disebabkan oleh mutu gambir Indonesia yang rendah. Salah satu cara meningkatkan
harga jual gambir adalah dengan meningkatkan nilai tambah gambir.
Gambir memiliki dua komponen kimia yang terpenting yaitu katekin dan tanin.
Kegunaan gambir diantaranya adalah sebagai campuran untuk menyirih, anti bakteri, anti diare,
zat warna alami, zat penyamak kulit dan penetralisir nikotin (Gumbira Sa’id et al., 2009).
Penggunaan gambir sebagai pewarna dalam pembuatan cat alami diharapkan dapat
meningkatkan nilai tambah gambir. Katekin dan tanin sebagai zat yang terkandung pada
gambir akan mudah larut dalam air dan dapat memberikan warna merah kecoklatan, sehingga
untuk mendapatkan zat pewarna dari gambir adalah hal yang tidak sulit dan tidak memakan
biaya banyak.
Perkembangan zaman dan kemajuan peradaban menjadikan manusia lebih sadar akan
isu pencemaran lingkungan, pemanasan global dan kesehatan, sehingga mendorong untuk lebih
menggunakan produk – produk yang sifatnya back to nature dan mengurangi penggunaan
sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui. Dalam proses pembuatan cat yang ada sekarang
ini di Indonesia masih banyak yang menggunakan bahan – bahan yang berbahaya bagi
kesehatan seperti akrilik, epoxy resin, urethane resin, toluene, cadmium, chromium, lead
chromate dan sebagainya (Budiono, 2007).
Penggunaan cat yang berbasis air dan menggunakan bahan – bahan alami seperti
kasein sebagai binder dan juga gambir sebagai pigmen perlu sekali dikembangkan agar tidak
kalah bersaing dengan cat berbasis air yang menggunakan bahan – bahan sintetis. Cat alami
tersebut aman digunakan sebagai cat tembok, cat kayu (furniture), cat air untuk anak – anak
mewarnai dan juga cat lukis. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mendapatkan
formulasi cat alami dengan mutu yang baik.

2
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Membuat cat alami yang berbahan baku kasein, kapur tohor, dan gambir.
2. Mempelajari pengaruh perbandingan kasein terhadap kapur tohor dan konsentrasi
larutan gambir dalam proses pembuatan cat.
3. Melakukan analisis parameter mutu cat yang dihasilkan.

3
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Susu

Susu yang biasa dikenal didefinisikan sebagai air susu ambing hewan sehat yang tidak
dikurangi atau ditambahi suatu apapun. Susu diperoleh dari hasil sekresi normal kelenjar susu
pada hewan sehat secara teratur dan sekaligus. Hewan penghasil susu biasanya adalah jenis
hewan mamalia terutama sapi, kambing, kerbau dan unta. Untuk konsumsi manusia pada
umumnya dipergunakan susu sapi, walaupun pada daerah tertentu juga mengkonsumsi susu
kambing dan susu kerbau (Syarief, 1991).
Susu merupakan cairan berbentuk koloid agak kental yang berwarna putih sampai
kuning, tergantung jenis hewan, makanan dan jumlah susu. Apabila volume yang agak besar,
susu tampak sebagai cairan berwarna putih atau kuning padat (opaque), namun bila dalam
suatu lapisan yang tipis (volume yang sedikit) akan tampak transparan. Pemisahan lemak susu
menyebabkan warnanya menjadi agak kebiruan (Syarief, 1991).
Lemak susu berbentuk emulsi dengan ukuran diameter lemak yang memungkinkan
terjadinya pemisahan “cream” dan pembuatan keju. Lemak susu inilah yang menentukan
aroma dan cita rasa susu maupun hasil olahannya. Aroma dan cita rasa susu sangat dipengaruhi
oleh laktosanya. Penyimpangan aroma susu dapat berasal dari hewan penghasil susu. Warna
susu sangat bervariasi, dari putih kebiruan sampai kuning keemasan, tergantung jenis hewan
penghasilnya, jenis makanannya dan jumlah kandungan lemaknya. Sifat susu yang perlu
diperhatikan adalah susu merupakan media yang baik sekali bagi pertumbuhan
mikroorganisme, sehingga apabila penanganannya tidak baik akan dapat menimbulkan
penyakit (Syarief, 1991).
Susu adalah cairan, tidak termasuk kolostrum, yang disekresikan oleh mamalia dari
kelenjar mamae untuk memberi nutrisi turunannya. Komponen utama dari susu adalah air,
lemak, protein dan laktosa. Sekitar 80-85% protein susu adalah kasein. Air susu segar
mempunyai pH antara 6,5-6,7 (Adams dan Moss, 1995).
Susu yang sering dikomsumsi oleh manusia adalah susu yang berasal dari sapi
kambing dan kerbau. Zaman sekarang susu yang paling banyak dikomersialkan adalah susu
sapi. Susu berwarna putih, putih kekuningan, cairan buram, warna yang dihasilkan diakibatkan
pencaran dan absorpsi sinar oleh tetesan lemak susu dan misel protein. Oleh karena itulah, susu
skim berwarna putih. Susu berasa sedikit manis, sedangkan aromanya cukup memuakkan.
Beberapa protein, karbohidrat, mineral dan komponen lainnya terlarut dalam serum susu.
Bobot jenis susu sekitar 1,029-1,039 pada suhu 15oC. Bobot jenis susu menurun dengan
meningkatnya kandungan lemak dalam susu, dan meningkat dengan meningkatnya jumlah
protein, gula susu dan garam yang terdapat dalam susu (Belitz et al., 2009).

2.2 Kasein

Kasein adalah protein yang ditemukan di dalam susu sapi, diekstrak dari susu sapi
secara komersial sejak abad ke 20. Protein dapat didefinisikan sebagai substansi yang pada
dasarnya merupakan molekul – molekul besar yang terdiri dari asam amino yang tergabung
secara kimiawi. Karbon, hidrogen, nitrogen, oksigen, sulfur dan kadang – kadang fosfor,
merupakan elemen – elemen yang terdapat pada protein. Susu sapi mengandung sekitar 3,5%

4
protein, yang secara lebih terinci terdiri dari 2,9% kasein dan 0,6% protein whey (Webb et al.,
1981).
Menurut Adnan (1984), kasein di dalam susu merupakan partikel yang besar. Di
dalamnya tidak hanya terdiri dari zat-zat organik, melainkan mengandung juga zat anorganik
seperti kalsium, fosfor dan magnesium. Kasein yang merupakan partikel yang besar dan
senyawa yang kompleks tersebut dinamakan juga misel kasein (casein micell). Misel kasein
tersebut besarnya tidak seragam, berkisar antara 30 - 300 mμ. Kasein juga mengandung sulfur
(S) yang terdapat pada metionin (0,69%) dan sistin (0,09%). Kasein adalah protein yang
khusus terdapat dalam susu. Dalam keadaan murni, kasein berwarna putih seperti salju, tidak
berbau dan tidak mempunyai rasa yang khas. Selanjutnya Buda et al. (1980) menjelaskan,
bahwa kasein dapat diendapkan oleh asam, enzim rennet dan alkohol. Oleh karena itu, kasein
dalam susu dapat dikoagulasikan atau digumpalkan oleh asam yang terbentuk di dalam susu
sebagai aktivitas dari mikrobia, sehingga pada susu basi terdapat dua lapisan yaitu gumpalan
dan cairan, gumpalan tersebut merupakan kasein.
Buckel et al. (1987) secara sederhana mengelompokan protein susu menjadi dua
kelompok utama, yaitu kasein dan protein whey. Menurut Swaisgood (1985), total protein di
dalam susu berjumlah 30-35 g/l dengan mutu gizi yang sangat tinggi. Di New Zealand, kasein
diendapkan dari susu skim. Susu skim diberi asam untuk menghasilkan atau diberikan enzim
untuk menghasilkan kasein renet. Kasein dipisahkan dari whey, dicuci (dibersihkan) kemudian
dikeringkan. Kasein asam dapat larut dalam air dengan mereaksikan kasein asam tersebut
dengan alkali, yang biasa disebut caseinates (Southward, 2000).
Kasein komersial umumnya dihasilkan dari susu skim dimana pengendapan kasein
dilakukan dengan penambahan asam atau renet (Webb et al., 1981). Kasein komersial yang
diproduksi merupakan substansi granular bewarna putih kekuningan. Dalam keadaan murni,
kasein bewarna putih salju, tidak berbau dan tidak berasa. Kasein menyumbang warna putih
susu (Buckel et al.,1987). Komposisi kasein komersial terdiri atas 88,5% protein, 0,2% lemak,
7,0% air, dan mempunyai kadar abu 3,8% (Webb et al., 1981).
Titik isoelektrik kasein adalah pada pH sekitar 4,6. Pada pH tersebut acid casein
dipresipitasi dari susu. Didalam susu yang memiliki pH sekitar 6,6 misel kasein memiliki
energi yang negatif dan stabil didalamnya. Kasein dapat digunakan pada industri non pangan
dan pangan. Pada industri non pangan kasein dapat digunakan sebagai perekat pada kayu,
pelapis kertas, synthetic fibres, plastik untuk kancing dan sebagainya, pada industri pangan
biasa digunakan sebagai emulsifikasi, meningkatkan nutrisi, dan lain – lain (Southward,2000).
Kasein dalam air susu merupakan partikel yang besar. Di dalamnya tidak saja terdiri
dari zat-zat organik, melainkan mengandung juga zat-zat anorganik seperti kalsium dan fosfor.
Di samping itu, magnesium dan sitrat terdapat dalam jumlah lebih kecil. Kasein dapat
diendapkan pada pH 4,6 karena pH tersebut merupakan titik isoelektriknya. Stabilitas kasein
mulai terganggu pada pH 5,3 (Belitz et al., 2009).
Kasein juga merupakan senyawa amfoter yang dapat bereaksi dengan asam maupun
basa, karena molekulnya mempunyai muatan positif dan negatif. Pada titik isoelektrik muatan
positif dan negatif sama. Pada pH di atas titik isoelektriknya, protein tersebut bermuatan
negatif. Oleh karena itu, pada elektroforesis molekulnya akan bergerak ke elektrode yang
bermuatan positif. Begitu sebaliknya pada pH di bawah titik isoelektrik, protein mempunyai
muatan positif, dan akan bergerak ke elektroda yang bermuatan negatif. Kasein tidak
mengalami hidrasi, oleh karena itu, pada titik isoelektriknya mudah sekali diendapkan.

5
Pengendapan kasein dapat juga dijalankan dengan enzim proteolitik semacam enzim pepsin
dan fisin (Belitz et al., 2009).
Protein dengan penambahan asam atau pemanasan akan mengalami koagulasi. Pada
pH isoelektrik (pH larutan tertentu biasanya berkisar 4 – 4,5 dimana protein mempunyai
muatan positif dan negatif sama, sehingga saling menetralkan) kelarutan protein sangat
menurun. Pada temperatur diatas 600C kelarutan protein akan berkurang (koagulasi), karena
pada temperatur yang tinggi energi kinetik molekul protein meningkat sehingga terjadi getaran
yang cukup kuat untuk merusak ikatan atau struktur sekunder, tertier dan kuartener yang
menyebabkan koagulasi. Denaturasi dapat diartikan suatu proses terpecahnya ikatan hidrogen,
ikatan garam atau bila susunan ruang atau rantai polipetida suatu molekul protein berubah.
Dengan perkataan lain, denaturasi adalah terjadi kerusakan struktur sekunder, tertier dan
kuartener, tetapi struktur primer (ikatan peptida) masih utuh (Simanjuntak, 2008).
Menurut Southward (2000), proses presipitasi untuk mendapatkan kasein merupakan
proses pengasaman. Dalam reaksi kimia yang sederhana, proses tersebut dapat dilihat pada
Gambar 1 dengan R adalah kasein :

H2N-R-COO- + H+ +
H3N-R-COO-
Kasein misel acid casein
(pH=6,6) (pH=4,6)
Dispersi koloid Partikel yang tidak larut

Gambar 1. Reaksi Antara Kasein dengan Asam (Southward, 2000)

Kasein dapat terkoagulasi akibat adanya pertumbuhan bakteri di dalam susu, karena
terjadi proses fermentasi laktosa menjadi asam laktat, sehingga menyebabkan susu menjadi
asam dan kasein akan terkoagulasi. Proses inilah yang terjadi pada susu yang telah basi
(McGee, 2004). Kasein memiliki sifat yang dapat merekatkan, sehingga kasein dapat diubah
menjadi lem jika dibuat bersifat basa dengan menambahkan kapur, sodium karbonat, boraks
atau triethanclamine, atau diubah menjadi suatu lapisan dalam bentuk kertas, atau suatu bahan
pokok untuk pembuatan sejenis plastik yang digunakan untuk membuat kancing, hiasan dan
akhirnya dapat digunakan dalam industri tekstil wool (Simanjuntak, 2008).
Kasein jika ditambahkan dengan alkali akan menjadi caseinates yang merupakan
bentuk lain dari kasein yang lebih larut dalam air. Alkali yang biasa digunakan adalah natrium
hidroksida (NaOH), kalsium hidroksida (Ca(OH)2) dan kalium hidroksida (KOH). Pada
Gambar 2 dapat dilihat reaksi antara acid casein dengan alkali.

+
H3N-R-COO- + OH- H2N-R-COO- + H2O
Acid Casein caseinate
(pH=4,6) (pH=6,6)
Partikel yang tidak larut dispersi koloid (Calcium caseinate)

Gambar 2. Reaksi antara Kasein dan Alkali (Southward, 2000)

Komposisi kimia antara acid casein, rennet casein dan calsium caseinate dapat
dilihat pada Tabel 1. Kasein asam (acid casein ) merupakan kasein yang didapatkan dengan
bantuan asam atau dengan bantuan inokulasi bakteri, sedangkan kasein renet (rennet casein)

6
adalah kasein yang didapatkan dengan bantuan enzim. Kalsium kaseinat merupakan kasein
yang sudah dicampurkan dengan alkali.

Tabel 1. Komposisi kimia antara acid casein, rennet casein dan calsium caseinate
Komponen Kasein Asam Kasein Renet Kalsium Kaseinat
Air (%) 11,4 11,4 3,8
Protein (%) 85,4 79,9 91,2
Abu (%) 1,8 7,8 3,8
Laktosa (%) 0,1 0,1 0,1
Lemak (%) 1,3 0,8 1,1
Sodium (%) <0,1 <0,1 <0,1
Kalsium (%) 0,1 2,6 – 3,0 1,3 – 1,6
pH 4,6 – 5,4 7,3 – 7,7 6,8 – 7,0
pH dari whey setelah 4,3 – 4,6 6,5 – 6,7 -
pemisahan kasein
Kelarutan dalam air (%) 0 0 90 – 98
Sumber : Southward (2000)

2.3 Kapur Tohor (CaO)

Senyawa alkali tanah yang paling berlimpah di alam adalah senyawa-senyawa


kalsium. Di setiap gunung dan bukit dijumpai batu kapur, yaitu CaCO3 yang bercampur dengan
tanah lempung dan zat-zat lain. Batu kapur merupakan jenis batuan yang paling banyak
digunakan. Kegunaan utama batu kapur adalah sebagai bahan bangunan (70%), pembuatan
semen (15%), pengolahan besi, salah satu bahan campuran gelas, serta sebagai bahan baku
CaO dan Ca(OH)2 (Hermiyati, 2009).
CaCO3 murni digunakan sebagai bahan pasta gigi, bahan kapur tulis dan zat tambahan
pada pembuatan kertas agar menyerap tinta dengan baik. CaO dikenal sebagai kapur tohor, dan
jika dicampurkan dengan air akan segera membentuk air kapur, Ca(OH) 2. Oleh karena
harganya murah, Ca(OH)2 merupakan basa yang paling banyak digunakan dalam bidang
industri. Kegunaan lain Ca(OH)2 adalah untuk pemurnian gula pasir, penetralan keasaman
tanah dan pengolahan air limbah industri (Davey, 1991).
Ketika mengapur tembok, air kapur dioleskan pada dinding. warna putih pada tembok
muncul setelah air kapur bereaksi dengan gas CO2 dari udara untuk membentuk CaCO3. Batu
kapur atau gamping dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu secara organik, mekanik atau
secara kimia. Sebagian besar batu kapur yang terdapat di alam terjadi secara organik. Jenis ini
berasal dari pengendapan cangkang atau rumah siput dan kerang. Batu kapur dapat berwarna
putih susu, abu-abu muda, abu-abu tua, coklat bahkan hitam, tergantung pada mineral
pengotornya (Hermiyati, 2009).
Mineral karbonat yang umum ditemukan berasosiasi dengan batu kapur adalah
aragonit, yang merupakan mineral metabase karena pada kurun waktu tertentu dapat berubah
menjadi kalsit (CaCO3). Mineral lainnya yang umum ditemukan berasosiasi dengan batu kapur
adalah dolomit, siderit (FeCO3), ankerit (Ca2MgFe(CO3)4) dan magnesit (MgCO3).
Penggunaan batu kapur sudah beragam, selain untuk bahan bangunan, industri kertas, industri
karet digunakan juga pada industri penyamakan kulit, yaitu pada proses limming yang
berfungsi untuk membengkakkan kulit (Hermiyati, 2009).

7
Kalsium oksida yang biasa disebut dengan quicklime atau kapur tohor terbentuk
dengan proses pemanasan batuan kapur (CaCO3) dengan penambahan air. CaO akan menjadi
bentuk yang lebih tidak mudah terbakar (less caustic), tetapi masih merupakan alkali kuat,
kalsium hidroksida (Ca(OH)2) (Oates, 1998). Pada Gambar 3 dapat dilihat reaksi pembentukan
kalsium oksida dan kalisum hidroksida dari batu kapur (CaCO3). CaO memiliki densitas
sebesar 3,37 g/cm3, larut dalam air pada suhu 20°C dan memiliki bobot jenis sebesar 56,08
g/mol (Merck Index, 2000).

CaCO3 + panas CaO + CO2


CaO + H2O Ca (OH)2

Gambar 3. Proses pembentukan kalsium oksida dan kalsim hidroksida (Oates, 1998)

2.4 Gambir

Tanaman gambir (Uncaria gambir Roxb) termasuk famili Rubiaceae (kopi-kopian).


Batangnya berkayu berbentuk semak dan daunnya bulat telur, atasnya lonjong tersusun
berhadap-hadapan. Tinggi tanaman gambir berkisar 1,5-2 m dapat memanjat tanaman lain
dengan cara melingkar-lingkar, warna batang coklat muda sampai coklat tua, warna daun hijau
muda sampai hijau coklat dan coklat muda, dengan panjang petiole 0,2-0,4 cm warna hijau.
Tanaman ini tumbuh baik dari dataran rendah sampai ketinggian 900 m di atas permukaan laut,
curah hujan merata sepanjang tahun yaitu 2500-3000 mm/tahun dengan penyinaran cahaya
matahari cukup banyak dan suhu udara 18-29oC. Tanaman tersebut akan tumbuh baik pada
tanah yang gembur, dapat diperbanyak secara vegetatif dan generatif (Yusmeiarti et al., 2000 ;
Hamzah, 2004).
Gambir merupakan komoditas spesifik dan unggulan daerah Provinsi Sumatera Barat,
yang berorientasi ekspor dan merupakan sumber mata pencarian petani. Daerah penghasil
utama gambir adalah Kabupaten Lima Puluh Kota dan Kabupaten Pesisir Selatan. Saat ini,
gambir juga sudah mulai dihasilkan oleh Kabupaten Agam dan Kabupaten Pasaman. Daerah
Kecamatan Kapur IX Kabupaten Lima Puluh Kota bahkan merupakan sentra produksi gambir
terbesar di dunia (Gumbira Sa’id et al., 2009).
Delapan puluh persen dari total ekspor gambir Indonesia berasal dari Sumatera Barat
(Sumbar). Nilai ekspor gambir Sumbar mencapai US $ 622.460.00 yang didukung oleh
produksi gambir mencapai 13.249 ton dengan luas panen 19,316 Ha (Dinas Perkebunan
Sumbar, 2007).
Tanaman gambir dapat diandalkan sebagai investasi jangka panjang karena dianggap
tidak mempunyai musuh alam. Tanaman gambir memiliki nilai ekonomi dibagian batang dan
daunnya (Amos et al., 2004). Getah atau ekstrak daun dan ranting tanaman gambir yang telah
dikeringkan merupakan produk yang dikenal sebagai gambir, sedangkan nama dagangnya ialah
gambier, cutch, catechu atau pale catechu (Gumbira-Sa’id et al., 2009).
Gambir merupakan komoditas perkebunan rakyat yang terutama ditujukan untuk
ekspor. Tanaman gambir termasuk dalam famili Rubiaceae, kegunaannya antara lain adalah
untuk zat pewarna dalam industri batik, industri penyamak kulit, ramuan makan sirih, sebagai
obat untuk penyakit tertentu dan digunakan pula sebagai bahan baku pembuatan permen dalam
acara adat di India serta sebagai penjernih pada industri air (Susilobroto, 2000).

8
Gambir dapat juga digunakan sebagai bahan pencelup (dyeing) pada industri tekstil
dan bahan pengawet ikan hasil tangkapan laut (Gove dan Webster,1966). Gambir digunakan
sebagai pewarna pada batik soga tetapi warna kecoklat-cokelatan itu baru muncul jika
ditambahkan suatu garam diazonium (Lemmens, 1998). Pada proses pencelupan, gambir
diutamakan untuk mewarnai sutera dan bahan pakaian militer. Selain itu, gambir juga berguna
sebagai bahan penjernih bir pada industri bir (Heyne, 1987).
Kandungan tanin pada gambir dapat digunakan sebagai penawar racun dan logam
berat. Tanin akan mengendapkan alkaloid dan logam berat dengan membentuk senyawa yang
tidak larut (Bakhtiar, 1991).
Menurut Gumbira-Sa’id et al. (2009), berdasarkan perbedaan bentuknya, gambir yang
diproduksi di Indonesia dibedakan menjadi gambir bootch, lumpang, coin, wafer block, dan
stick. Gambir bootch berbentuk tabung silinder. Namun, karena perubahan bentuk akibat
proses pengeringan, maka gambir bootch kering tidak memiliki bentuk silinder yang merata.
Gambir lumpang menyerupai gambir bootch yang berbentuk silinder tetapi memiliki cekungan
seperti lumpang pada salah satu ujung silinder. Gambir coin menyerupai gambir bootch yang
berbentuk silinder, namun gambir coin memiliki ukuran tinggi yang lebih kecil sehingga
tampak seperti coin. Gambir wafer block adalah gambir asalan (berupa gambir bootch atau
gambir lumpang) yang diproses ulang dan dicetak berbentuk balok. Gambir stick serupa
dengan gambir wafer block yang berbentuk balok dan seragam, namun bahan baku yang
digunakan adalah daun dan ranting tanaman gambir, bukan gambir asalan seperti pada gambir
wafer block. Standar mutu gambir di Indonesia ditentukan berdasarkan SNI 02-3391-2000
yang dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Persyaratan Mutu Gambir berdasarkan SNI 02-3391-2000


Persyaratan
No Jenis Uji Satuan
Mutu I Mutu II
1. a. Bentuk - Utuh Utuh
b. Warna - Kuning Kuning
Kecoklatan Kehitaman
c. Bau - Khas Khas
2. Kadar Air b/b (%) Maks. 14 Maks. 16
3. Kadar Abu b/b (%) Maks. 5 Maks. 5
4. Kadar Katekin b/b (%) Min. 60 Min. 50
5. a. Kadar bahan tidak larut b/b (%) Maks. 7 Maks. 10
dalam air
b. kadar bahan tidak larut b/b (%) Maks. 12 Maks. 16
dalam alkohol
Sumber : Badan Standarisasi Nasional (2000)

Di dalam gambir terdapat beberapa komponen kimia, antara lain katekin, asam
catechu tannat, quarsetin, catechu merah, gambir fluoresin, abu, lemak dan lilin. Kandungan
utama adalah katekin (7-33%) dan asam catechu tannat (20-25%) (Thorpe dan Whiteley 1921
diacu dalam Nazir 2000). Dalam perdagangan, gambir merupakan istilah untuk ekstrak kering
tanaman gambir. Ekstrak tersebut mengandung asam catechin (memberikan rasa manis enak),
asam catechu tanat (memberikan rasa pahit) dan quercetine (pewarna kuning) (Tarwiyah,
2001). Menurut Muchtar (2000), senyawa tanin dalam gambir memberikan aroma dan rasa

9
yang khas serta warna merah kecoklatan, mudah larut dalam air dingin dan alkohol, tetapi
tidak larut dalam ester dan bila airnya diuapkan akan membentuk kristal yang bewarna coklat
kemerahan, sedangkan katekin memberikan rasa manis dan enak, tidak mudah larut dalam air
dingin dan larut baik dalam air panas, serta pada keadaan kering berbentuk kristal berwarna
kuning. Menurut Gumbira-Sa’id et al. (2009), senyawa utama yang terkandung di dalam
gambir adalah pseudotanin katekin dan phlobatanin asam cathechutannat dengan persentase
masing – masing senyawa adalah 7 – 30% dan 22-55%. Komponen – komponen yang terdapat
dalam daun gambir dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Komponen – komponen yang terdapat dalam daun gambir


No Nama Komponen Komponen (%)
1 Catechin 7-33
2 Asam catechutannat 20-55
3 Pyrocathecol 20-30
4 Gambir floresensi 1-3
5 Red Catechu 3-5
6 Quersetin 2-4
7 Fixed Oil 1-2
8 Lilin 1-2
9 Alkaloid Sedikit
Sumber : Thorpe danWhiteley (1921) diacu dalam Nazir (2000)

Asam catechu tannat (C15H12O5) atau tanin merupakan anhidrat dari katekin. Tanin
mudah berikatan dengan protein, karena mengandung sejumlah gugus hidroksil (Swain 1965
diacu dalam Harborne dan Sumere 1975). Atom H pada gugus hidroksil tersebut sangat reaktif
dan dapat membentuk ikatan hidrogen dengan senyawa lain (Winarno dan Wirantakusumah
1981 diacu dalam Agriawati 2003).
Dalam industri tekstil, tanin digunakan sebagai zat warna. Reaksi tanin dengan garam
– garam logam seperti besi, krom, alumunium, dan timah akan menghasilkan warna biru tua
dan hijau kehitam-hitaman (Suryadi, 1983).
Katekin (C15H14O6) termasuk dalam struktur flavonoid, tidak bewarna dan dalam
keadaan murni sedikit tidak larut dalam air dingin tetapi sangat larut dalam air panas, larut
dalam alkohol dan etil asetat. Apabila katekin dipanaskan pada suhu 110°C atau dipanaskan
pada larutan alkalikarbonat, maka akan kehilangan satu molekul air dan berubah menjadi asam
catechu tannat (Thorpe dan Whiteley 1921 diacu dalam Nazir 2000).

2.5 Cat
Cat didefinisikan sebagai suspensi pigmen padat didalam fase cair yang akan berubah
menjadi film padat yang tidak tembus cahaya dan membentuk suatu lapisan tipis apabila
diaplikasikan pada suatu permukaan. Pigmen merupakan partikel – partikel padat halus yang
digunakan pada pembuatan cat dan tidak larut dalam vehicle. Vehicle adalah keseluruhan
bagian zat cair dari suatu cat, termasuk pengikat pigmen, pembentuk film, pelarut mudah
menguap (volatil) dan semua bahan yang terlarut didalamnya (Hall 1981 diacu dalam Hambali
et al. 2002).
Beberapa jenis bahan baku terlibat dalam pembuatan cat, tetapi intinya cat terdiri dari
padatan (solids) dan cairan (liquids). Dengan bagian padatan tersebut tertahan (tersuspensi)

10
dalam porsi cairan atau carrier. Solids atau padatan adalah bahan yang tertinggal di
permukaan setelah bagian liquid menguap. Solids terdiri dari beberapa material, setiap
material dirancang untuk menghasilkan beberapa fitur dari cat, namun yang utama adalah
pigmen dan perekat (binder) (Koleske, 1972). Komponen penyusun cat terdiri dari perekat,
pigmen dan bahan tambahan lainnya (aditif) (Talbert, 2008).
Ketika cat diaplikasikan ke permukaan proses pengeringan dimulai, bagian cair atau
carrier mulai menguap dan meninggalkan lapisan film. Lapisan film terdiri dari perekat,
pigmen dan aditif. Pada basis minyak partikel – partikel cat mulai bergabung dan membentuk
partikel yang lebih panjang, proses tersebut dikenal sebagai chemical bonding (ikatan kimia).
Pada cat basis air, pigmen, binder, dan aditif tidak secara kimiawi saling mengikat ketika cat
mengering, namun partikel – partikel bergerak merapat atau mendekat atau menyatu bersama –
sama untuk mengisi gap yang ditinggalkan oleh menguapnya partikel air. Fenomena diatas
dikenal sebagai coalescence atau penyatuan (Talbert, 2008).
Menurut Talbert (2008), perekat pada cat dapat digolongkan dalam dua jenis,
convertible (dapat diganti atau diubah) dan nonconvertible (tidak dapar diganti atau dirubah).
Perekat jenis convertible merupakan material yang digunakan pada reaksi polimerisasi untuk
membentuk suatu lapisan padat setelah proses pengaplikasian ke suatu permukaan contohnya
adalah alkyds, resin amino, resin epoxy, resin fenolik, resin poliurethan dan thermosetting
acrylics. Sedangkan perekat jenis nonconvertible adalah perekat yang terpolimerisasi yang
terdispersi dalam suatu medium yang akan menguap setelah lapisan cat diaplikasikan pada
suatu permukaan, contohnya adalah cellulose, nitrocellulose dan resin vinil.
Pada pembuatan cat alami diutamakan penggunaan bahan – bahan alami yang tidak
merusak kesehatan, baik pada saat proses pembuatan maupun setelah proses pengecatan.
Menurut Tyler (2009), berdasarkan hasil penelitian WHO (World Health Organization) telah
ditemukan bahwa akibat adanya bahan – bahan yang terkandung pada cat modern saat ini para
dekorator menghadapi kemungkinan 40% terkena penyakit kanker akibat adanya bahan –
bahan yang terkandung pada cat yang memiliki efek karsinogenik. Kebanyakan cat yang
beredar saat ini mengandung VOC (Volatile Organic Compounds) seperti aseton
trichloroethilen, isopropyl alkohol dan metiletil keton. VOC menguap pada saat penggunaan
dan ini merupakan salah satu hal dapat menyebabkan rusaknya lapisan ozon dan berbahaya
bagi manusia, binatang dan tanaman. VOC sering menyebabkan mual, sakit kepala, asma dan
masalah pernapasan lainnya (Tyler, 2009). Oleh karena itu, pembuatan cat alami berbasis
kasein dan kapur tohor dengan pewarna alami gambir dapat dijadikan salah satu alternatif cat
yang ramah lingkungan dan aman bagi kesehatan.
Bahan – bahan yang biasa digunakan dalam pembuatan cat dapat dibagi menjadi
beberapa kategori yaitu pigmen, perekat, pelarut dan aditif. Di bawah ini dibahas masing –
masing kategori diatas.

1) Pigmen
Pigmen adalah padatan warna yang memberi warna pada suatu cat dan daya
tutup (hiding power). Pigmen dapat diklasifikasikan menjadi dua kriteria, yaitu (1)
alami atau sintetis dan (2) organik atau non organik. Pigmen alami berarti molekul
pigmen diekstrak dari suatu mineral, tumbuhan atau binatang yang terjadi atau ada
di alam, dan hanya dimodifikasi dengan cara digiling, dicuci, disaring, atau
dipanaskan. Pigmen sintetis berarti molekul pigmen didapat atau diolah dengan cara

11
kimia atau proses kimia. Pigmen alami sudah banyak diganti dengan pigmen sintetis
yang kekuatan dan variasi warnanya lebih baik (Bently dan Turner, 1997).
Pigmen non organik adalah pigmen tersebut merupakan suatu mineral atau
campuran mineral, seperti oxide, sulfide, metal atau earth. Organik dapat diartikan
bahawa pigmen tersebut adalah molekul karbon dikombinasi dengan hidrogen,
nitrogen atau oksigen. Dua kriteria tersebut dapat dikombinasikan untuk
mendefinisakan empat kategori pigmen, yaitu non organik sintetis, non organik
alami, organik sintetis, dan organik alami (Koleske, 1972). Dengan demikian dapat
ditarik kesimpulan berikut.
1. Pigmen non organik alami adalah pigmen logam atau batuan yang diekstrak
dari bahan tambang atau mineral.
2. Pigmen non organik sintetis adalah pigmen logam atau batuan yang dibuat
dengan mengkombinasikan bahan kimia dengan logam atau batuan mineral
melalui proses kimia.
3. Pigmen organik alami adalah pigmen yang dibuat dari ekstrak tumbuhan atau
binatang
4. Pigmen organik sintetis adalah pigmen berbasis karbon, seringkali dibuat dari
turunan minyak bumi melalui proses kimia yang menyerupai sifat kimiawi dari
pewarna hewan atau tumbuhan.
Menurut Hall (1981), cat merupakan suspensi dari pigmen padat di dalam
fase cair yang ketika diaplikasikan ke suatu permukaan akan mengering dan
membentuk suatu lapisan padat. Pada lapisan cat kering, pigmen terdispersi dalam
suatu matriks kontinyu (sebagai pengikat) yang umumnya berupa polimer.
Hampir seluruh pigmen di industri cat menggunakan pigmen sintetis.
Pigmen organik alami sudah lama ditinggalkan karena kalah dengan kekuatan warna
dari pigmen sintetis dan variasi warna dari pigmen sintetis Pigmen yang biasa
digunakan pada industri cat antara lain pigmen putih (Titanium oksida), pigmen
kuning (Zinc chromate), pigmen hijau (Chromium oxide), pigmen biru (Prussian
blue), pigmen merah (Red iron oxide), dan pigmen hitam (Carbon black) (Joko,
2009). Pada pembuatan cat alami, digunakan gambir sebagai pigmen atau pewarna,
karena gambir mengandung senyawa tanin yang memberikan warna merah
kecoklatan.

2) Perekat (Binder)
Perekat bertugas merekatkan partikel – partikel pigmen ke dalam lapisan
film cat dan membuat cat merekat pada permukaan. Tipe perekat dan persentase
perekat dalam suatu formula cat menentukan performa cat seperti daya rekat cat
(Talbert, 2008).
Perekat yang biasa digunakan dalam industri cat terbuat dari resin. Resin
dapat dibuat dari bahan alam atau dari bahan sintetis. Pada umumnya resin yang
digunakan pada industri cat saat ini adalah resin sintetis atau lateks. Lateks tersebut
bukanlah lateks yang disebut sebagi karet alam, tetapi adalah sejenis resin yang
fleksibel. Pada umumnya lateks yang digunakan pada cat tembok adalah akrilik dan
ada berbagai macam jenis akrilik seperti lateks full acrylic, lateks styrene acrylic,
dan vinyl acrylic (Talbert, 2008).

12
Kasein yang direaksikan dengan kalsium hidroksida (Ca(OH) 2) dapat
digunakan sebagai perekat pada cat berbasis air. Kasein setelah direaksikan dengan
kalsium hidroksida akan terjadi reaksi ionisasi dan kasein akan lebih larut dalam air
dan akan memiliki sifat yang lengket seperti lem (Robertson, 1908).

3) Pelarut (solvent)
Sebuah cat membutuhkan bagian cair agar partikel pigmen, perekat dan
material padat lainnya dapat mengalir. Cairan pada suatu cat disusun oleh pelarut.
Solvent berasal dari kata dissolve dan diluent berasal dari kata dilute. Keduanya
adalah suatu cairan yang mempunyai kemampuan untuk melarutkan (dissolve) suatu
material. Keduanya juga dikenal sebagai thinner karena keduanya memiliki
kemampuan untuk mengencerkan cat ke kekentalan yang diinginkan. Air meskipun
dapat melarutkan senyawaan tidak dianggap sebagai pelarut untuk cat karena air
tidak melarutkan resin. Air adalah solvent untuk gula karena gula dapat larut oleh
air, bukan solvent untuk resin. Air pada cat lateks hanya sebagai pengencer bukan
pelarut resin (Talbert, 2008).
Lain halnya dengan cat lateks, cat alami yang menggunakan kasein dan
kapur tohor sebagi perekat dapat menggunakan air sebagai pelarutnya. Saat kasein
direaksikan dengan kapur tohor akan mudah larut dalam air, sehingga menjadikan
cat tersebut lebih ramah lingkungan, dan membutuhkan sedikit energi untuk
pembuatannya.

4) Bahan Tambahan Lainnya (Aditif)


Suatu cat dapat megandung satu atau lebih aditif atau zat tambahan. Zat
tambahan tersebut akan membantu meningkatkan performa dari cat yang dihasilkan.
Zat tambahan atau aditif dalah zat yang ditambahkan ke dalam cat dengan kadar
relatif rendah, tetapi dapat mempengaruhi sifat-sifat dari cat, sebagai contoh yaitu
drying agent, filler, anti foam, slip agents, dispersing agent, thickener dan lain-lain
(Talbert, 2008). Standar mutu cat harus memenuhi syarat mutu SNI 3564-2009
seperti yang dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Syarat Mutu Cat Tembok Emulsi berdasarkan SNI 3564-2009


No Uraian Satuan Persyaratan
1 Daya Tutup
1.1 a. Warna Cerah m2/L Min. 8
2
1.2 b. Warna Gelap m /L Min. 11
3
2 Densitas (Suhu 28 – 30 °C) g/cm Min. 1,2
3 Waktu Mengering
3.1 a. Waktu Kering Sentuh Menit Maks. 30
3.2 b. Waktu Kering Keras Menit Maks. 60
4 Padatan Total % bobot Min. 40
5 Kekentalan (suhu 28 - 30 °C) KU (Krebs Unit) Min. 90
6 pH - 7 – 9,5

13
III. METODE PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan

Alat – alat yang digunakan untuk membuat formula cat adalah mixer, gelas piala,
neraca analitik, gelas ukur, penangas air, wadah (baskom) dan sudip. Alat - alat yang
digunakan untuk karakterisasi bahan baku dan anlisis produk adalah labu takar, pipet Mohr,
pipet tetes, cawan alumunium, cawan porselen, labu dekstruksi, soxhlet, erlenmeyer, desikator,
corong, sudip, oven, colormeter Colortech PCM, spektrofotometer Ultraviolet,
spektrofotometer HACH, cutter, viscometer Brookfield, lempeng kaca, termometer, stopwatch,
piknometer, kain putih, eternit (GRC board) dan kuas.
Bahan - bahan yang digunakan untuk pembuatan formula cat adalah, susu segar yang
dibasikan untuk mendapatkan kasein, gambir bootch, jeruk nipis, kapur tohor, aquades, dan
hydroetil cellulose (HEC). Bahan – bahan yang digunakan untuk karakterisasi bahan baku dan
analisis produk adalah H2SO4 pekat, NaOH, HCl 0,02 N, etil asetat, reagen Folin Ciocalteu,
natrium karbonat, aquades dan etanol.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai Mei 2011 di Laboratorium Dasar
Ilmu Terapan, Laboratorium Teknologi Kimia, Laboratorium Teknologi Pengemasan
Distribusi dan Transportasi, Laboratorium Pengawasan Mutu dan Laboratorium Instrumen,
Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.

3.3 Tata Laksana Penelitian

1) Proses Pengambilan Kasein

Proses pengambilan kasein terlebih dahulu dilakukan dengan proses pengasaman


susu segar dengan penambahan jeruk nipis sebanyak 100 ml untuk setiap satu liter susu
segar dan didiamkan selama 24 jam. Proses pengasaman susu dapat dilihat pada
Gambar 4. Setelah 24 jam didiamkan susu yang telah diasamkan mulai terlihat
menggumpal. Susu yang sudah menggumpal dan terlihat dua lapisan kemudian
dipanaskan hingga suhu 50°C untuk memaksimalkan penggumpalan kasein dan agar
lebih terpisah dari protein whey (Southward, 2000). Setelah dipanaskan, kasein
dipisahkan dari protein whey dengan penyaringan. Proses penyaringan kasein dapat
dilihat pada Lampiran 25. Whey yang telah dipisahkan dari kasein ditambahkan lagi 50
ml jeruk nipis untuk memastikan sudah tidak ada lagi kasein yang tertinggal. Kasein
yang telah disaring dicuci dengan air bersih untuk menghilangkan sisa whey yang masih
tertinggal, kemudian kasein dikeringkan dalam oven pada suhu 50°C untuk
mendapatkan kasein yang dengan kadar air rendah untuk memudahkan proses
penyimpanan dan menghindari dari pertumbuhan jamur.

14
2) Karakterisasi Awal Bahan Baku

Karakterisasi awal bahan baku dilakukan untuk mengetahui sifat fisik dan kimia
dari gambir dan kasein yang digunakan. Analisis yang dilakukan adalah kadar air, kadar
abu, kadar protein, kadar lemak, kadar serat, kadar karbohidrat, kadar katekin, kadar
bahan tidak larut dalam air dan kadar bahan tidak larut dalam alkohol. Prosedur
analisisnya dapat dilihat pada Lampiran 1.

3) Pembuatan Cat

3.3.3.1 Pembuatan Larutan Gambir

Proses awal pembuatan cat adalah pembuatan larutan gambir. Gambir


ditimbang sebanyak 5, 15, dan 25 gram. Kemudian dilarutkan dalam aquades
yang sebelumnya telah dipanaskan hingga suhu 70 °C. Konsentrasi larutan
gambir dibuat dengan konsentrasi yang berbeda – beda, yaitu 5, 15 dan 25%.
Konsentrasi 5% didapatkan dengan melarutkan sebanyak 5 gram gambir
dengan aquades hingga tanda tera 100 ml pada gelas piala. Konsentrasi 15%
didapatkan dengan melarutkan sebanyak 15 gram gambir dengan aquades
hingga tanda tera 100 ml pada gelas piala. Konsentrasi 25% didapatkan
dengan melarutkan sebanyak 25 gram gambir dengan aquades hingga tanda
tera 100 ml pada gelas piala. Densitas larutan gambir dihitung dengan
konsentrasi yang berbeda untuk mendapatkan bobot dari setiap konsentrasi
larutan gambir.

3.3.3.2 Proses Pembuatan Perekat (Binder)

Kasein dan kapur tohor merupakan bahan utama pembuat perekat


pada formula cat yang akan dibuat. Perbandingan bobot kasein terhadap
kapur tohor yang digunakan dalam pembuatan cat adalah 75% : 25% (3:1),
50%:50% (1:1) dan 25% :75% (1:3). Basis total perekat yang digunakan
adalah 50 gram. Akuades digunakan sebagai pelarut dengan jumlah sebanyak
200 ml. Perhitungan jumlah perekat yang digunakan dapat dilihat pada
Lampiran 2.
Kapur tohor yang telah ditimbang sesuai dengan perlakuan ditambah
aquades hingga terbentuk pasta, kemudian ditambahkan ke dalam kasein
yang telah ditambahkan akuades dan dilakukan proses pencampuran dengan
mixer. Proses pencampuran dilakukan selama 10 menit (hingga tercampur
sempurna) kemudian ditambah sisa aquades hingga total volume aquades
yang digunakan 200 ml. Pemilihan jumlah aquades berdasarkan trial dan
error. Jika digunakan aquades yang lebih sedikit formula cat akan menjadi
terbentuk seperti gel dan mengeras dan jika terlalu banyak aquades yang
digunakan maka cat akan menjadi sangat encer. Proses pencampuran kasein,
kapur tohor dan aquades dapat dilihat pada Lampiran 25.

15
3.3.3.3 Proses Pembuatan Cat

Setelah larutan perekat selesai dibuat larutan gambir ditambahkan dan


dicampur menggunakan mixer selama 10 menit (hingga benar – benar
tercampur). Hasil proses pencampuran perekat dengan larutan gambir dapat
dilihat pada Lampiran 25, perekat yang awalnya bewarna putih keabu-abuan
berubah menjadi warna coklat .

3.4 Analisis Produk Cat

Pengamatan terhadap cat yang dihasilkan meliputi uji kuantitatif dan uji kualitatif. Uji
kuantitatif yang dilakukan adalah pengujian densitas, viskositas, kadar padatan total dan bahan
menguap, nilai pH, waktu mengering (waktu kering sentuh dan waktu kering keras), daya
rekat, daya tutup dan uji warna dengan colormeter. Uji kualitatif yang dilakukan adalah efek
kapur (chalking) dan settling atau endapan. Prosedur pelaksanaan pengujian dapat dilihat pada
Lampiran 3.

3.5 Rancangan Percobaan

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial.


Rancangan tersebut dilakukan dengan dua faktor perlakuan, yaitu perbandingan kasein
terhadap kapur tohor dan konsentrasi larutan gambir. Perbandingan bobot kasein terhadap
kapur tohor yang digunakan adalah 3 : 1 , 1 : 1 dan 1 : 3. Penetapan perbandingan bobot kasein
terhadap kapur tohor adalah berdasarkan trial dan error. Konsentrasi larutan gambir yang
digunakan adalah 5%, 15% dan 25%. Rincian formula cat alami yang dibuat dapat dilihat pada
Tabel 5.

Tabel 5. Rincian Formula Cat


Perbandingan Bobot Kasein Jumlah konsentrasi larutan gambir
terhadap Kapur Tohor 5% 15% 25%
75%:25% (3:1) A1B1 A1B2 A1B3
50%:50% (1:1) A2B1 A2B2 A2B3
25%:75% (1:3) A3B1 A3B2 A3B3

Rancangan acak lengkap faktorial atau model yang digunakan dijelaskan sebagai
berikut (Walpole, 1992).

Yijk = µ + Ai + Bj + (AB)ij + ɛ ijk

Keterangan:
Yijk = Nilai pengamatan perlakuak ke-i, perlakuan ke-j, ulangan ke-k
µ = Nilai rata-rata
Ai = Pengaruh perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor ke-i
Bj = Pengaruh konsentrasi larutan gambir ke-j
AB(ij) = Pengaruh interaksi perlakuan A ke-i dan perlakuan B ke-j

16
Eijk = Error (Pengaruh unit eksperimen ke-k dalam kombinasi perlakuan (ij))

Beberapa faktor dan taraf yang digunakan adalah sebagai berikut.


A1 = Kasein : Kapur tohor = 3 : 1
A2 = Kasein : Kapur tohor = 1 : 1
A3 = Kasein : Kapur tohor = 1 : 3

B1 = Konsentrasi larutan gambir 5 %


B2 = Konsentrasi larutan gambir1 5 %
B3 = Konsentrasi larutan gambir 25 %.

17
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Mutu Bahan Baku

Analisis mutu bahan baku dilakukan untuk mengetahui karakteristik bahan baku
yang digunakan dalam penelitian. Kasein dan gambir merupakan bahan baku yang dianilisis
karakteristiknya. Pada pengujian karakteristik kasein dilakukan pengujian kadar air, kadar abu,
kadar lemak dan kadar protein. Pengujian karakteristik gambir meliputi kadar air, kadar abu,
kadar bahan tidak larut alkohol, kadar bahan tidak larut air, kadar katekin, dan kadar tanin.
Hasil analisis mutu kasein dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil analisis mutu kasein yang diperoleh


Jenis Uji Komponen(%) Pustaka *
Kadar Air 10,965 7,0
Kadar Abu 0,665 3,8
Kadar Lemak 3,575 0,2
Kadar Protein 70,855 88,5
*Sumber : Webb et al. (1981)

Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa kasein yang digunakan memiliki kadar air
10,965% dan nilai tersebut diatas kadar air dari pustaka (7,0 %). Pada saat proses pemisahan
kasein dari susu, kadar air kasein masih tergolong tinggi. Untuk mengatasi masalah
penyimpanan seperti tumbuh jamur dan busuk, kasein dikeringkan dalam oven pada suhu
sekitar 45 – 50 °C (Southward, 2000). Kadar air yang terkandung dalam kasein merupakan air
sisa penguapan kasein yang dilakukan melalui pengeringan di dalam oven pada suhu 50 °C.
Kadar abu yang terdapat dalam kasein dapat berupa zat pengotor dan senyawa
anorganik yang terdapat pada kasein. Zat pengotor tersebut dapat berupa debu atau kotoran
yang menempel pada kasein pada proses pemisahan dari susu. Kasein dalam air susu
merupakan partikel yang besar. Di dalamnya tidak saja terdiri dari zat-zat organik melainkan
mengandung juga zat-zat anorganik, seperti kalsium, fosfor, magnesium dan sitrat di dalam
jumlah lebih kecil (Belitz et al., 2009). Menurut Soebito (1988), kadar abu adalah komponen
yang tidak mudah menguap dan tetap tertinggal setelah proses pembakaran dan pemijaran
senyawa organik. Kadar abu kasein yang digunakan pada penelitian ini memiliki kadar abu
0,665% dan nilai tersebut dibawah nilai kadar abu literatur (3,8%). Kadar lemak yang terdapat
dalam kasein merupakan lemak yang masih tersisa saat proses pemisahan kasein dari susu.
Kadar lemak kasein yang digunakan pada penelitian ini adalah 3,575% yang masih berada
diatas nilai kadar lemak pustaka (0,2%).
Kasein merupakan protein yang ada pada susu. Kadar protein kasein yang digunakan
adalah sebesar 70,855%, namun nilai tersebut masih dibawah kadar protein literatur yaitu
88,5%. Setiap susu yang dihasilkan dari jenis sapi yang berbeda akan memiliki nilai kandungan
gizi yang berbeda, walaupun perbedaan yang ada tidak terlalu signifikan. Cara pemeliharaan
dan asupan makanan yang dikonsumsi sapi juga akan mempengaruhi mutu susu yang
dihasilkan (Webb et al., 1981). Komposisi kimia kasein dipengaruhi oleh cara mendapatkan
kasein tersebut dan juga asupan gizi dari sapi (Southward, 2000).

18
Analisis mutu gambir bertujuan untuk mengetahui karakteristik gambir yang
digunakan pada penelitian. Parameter uji yang digunakan adalah kadar air, kadar abu, kadar
katekin, kadar tidak larut alkohol, kadar tidak larut air, bentuk, warna dan bau. Hasil analisis
mutu gambir kemudaian dibandingkan dengan satandar SNI 01-3391-2000. Hasil analisis mutu
gambir dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Hasil Analisis Mutu Gambir


Persyaratan (SNI 01-3391-2000)
No Jenis Uji Satuan Contoh Uji
Mutu 1 Mutu 2
1 Keadaan

a. Bentuk - Pecah dan Utuh Utuh


utuh

Kuning kecoklatan
Hitam Kuning sampai kuning
b. Warna - sampai kuning
kecoklatan kecoklatan
kehitaman

c. Bau - khas Khas Khas


2 Kadar Air, b/b % 13,89 Maks. 14 Maks. 16
3 Kadar Abu, b/b % 3,69 Maks. 5 Maks. 5
4 Kadar Katekin, b/b % 49,7 Min. 60 Min. 50
5 Kadar bahan tidak larut dalam :
a. Air b/b % 111,46 Maks. 7 Maks. 10
b. Alkohol b/b % 111,63 Maks. 12 Maks. 16

Kadar air merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi daya simpan suatu
bahan. Kadar air gambir dipengaruhi oleh tingkat pengeringan gambir setelah pencetakan serta
lamanya penyimpanan gambir. Semakin tinggi kadar air suatu bahan, maka semakin tinggi
pula tingkat kerusakan bahan. Kadar air yang didapatkan pada gambir asalan yang digunakan
sebagai bahan baku penelitian ini adalah 13,89%. Nilai tersebut telah memenuhi syarat mutu I
SNI 01-3391-2000 yakni persyaratan kadar air gambir maksimal 14%. Batas kadar air
minimum dimana mikroorganisme masih dapat tumbuh adalah 14 – 15% (Fardiaz, 1989).
Penetapan kadar air pada gambir berguna untuk menentukan umur simpan dan daya tahan
gambir terhadap serangan jamur. Semakin tinggi kadar air, maka gambir semakin mudah untuk
terserang jamur (Zulnely et al., 1994).
Kadar abu yang didapatkan pada gambir asalan yang digunakan sebagai bahan baku
penelitian ini adalah 3,69%. Nilai tersebut telah memenuhi syarat mutu I SNI 01-3391-2000
yakni persyaratan kadar abu gambir maksimal 5%. Hal tersebut menunjukan bahwa kandungan
anorganik atau mineral penyusun gambir terdapat dalam jumlah yang kecil. Menurut Gumbira-
Sa’id et al. (2009), penggunaan air perebusan berulang dan cairan sisa penirisan untuk
perebusan kembali dalam proses produksi gambir diduga berkontribusi terhadap tingginya
kadar abu dalam gambir. Semakin tinggi kadar abu gambir menunjukkan mutu gambir yang
semakin rendah, karena tingkat kemurnian gambir yang semakin rendah pula. Zat pengotor
yang dapat menurunkan kemurnian gambir adalah seperti debu atau kotoran dan juga zat – zat
anorganik.
Kadar katekin gambir merupakan salah satu parameter utama dalam penentuan mutu
gambir, karena katekin merupakan salah satu kandungan utama yang ada pada gambir.

19
Kandungan katekin dalam gambir dapat digunakan sebagai pewarna (Gove dan Webster, 1966)
dan menghasilkan warna kecoklatan (Thorpe, 1938). Kadar katekin gambir yang didapatkan
pada gambir yang digunakan sebagai bahan baku penelitian ini adalah 49,7%. Nilai tersebut
tidak memenuhi syarat mutu I dan mutu II SNI 01-3391-2000 yakni persyaratan kadar katekin
gambir minimal 60% dan 50%.
Menurut Burkill (1935), gambir mengandung padatan yang diukur berdasarkan
kelarutan pada air dan alkohol. Kadar bahan tidak larut dalam air yang didapatkan pada gambir
yang digunakan pada penelitian adalah 11,46%. Nilai tersebut belum memenuhi persyaratan
mutu I dan II SNI 01-3391-2000 yakni persyaratan kadar bahan tidak larut dalam air gambir
maksimal 7% dan 10%. Hal ini menandakan bahwa tingkat kemurnian gambir rendah, dan
dapat disebabkan oleh adanya kotoran – kotoran, seperti pasir, tanah dan kotoran lain yang
tidak terndapkan oleh air saat pengolahan gambir kering. Komponen penyusun dinding sel
seperti selulosa, hemiselulosa, pektin, lignin, protein dan lemak merupakan komponen yang
tidak larut di dalam air (Winarno dan Wiranatakusumah 1981 diacu dalam Agriawati 2003).
Kadar bahan tidak larut di dalam alkohol yang didapatkan pada gambir yang
digunakan pada penelitian adalah 11,63%. Nilai tersebut telah memenuhi syarat mutu I dan
mutu II SNI 01-3391-2000 yakni persyaratan kadar bahan tidak larut di dalam alkohol gambir
minimal 12% dan 16%. Menurut Sudibyo et al. (1988), kadar bahan tidak larut alkohol yang
tinggi dapat disebabkan oleh lamanya interaksi air dengan daun pada saat pengolahan gambir.
Semakin lama daun kontak dengan air, maka komponen bahan yang tidak larut di dalam
alkohol akan semakin mudah dikeluarkan dan terbawa bersama ekstrak gambir. Semakin tinggi
kadar bahan tidak larut alkohol menunjukkan tingginya kandungan bahan bukan gambir seperti
kotoran, dinding sel daun dan bahan pemadat seperti tepung yang bukan berasal dari ekstrak
gambir (Agriawati, 2003).

4.2 Pembuatan Produk Cat

Proses pembuatan cat alami dilakukan menggunakan bahan baku berupa kasein, kapur
tohor dan gambir. Kasein didapatkan dari proses pengasaman susu segar. Susu segar
didiamkan selama 48 jam dalam keadaan terbuka dan pada suhu ruang. Agar didapatkan kasein
dalam waktu yang singkat proses pengasaman susu dapat menggunakan bahan tambahan
berupa asam. Asam yang dapat digunakan adalah asam cuka dan jeruk nipis. Pada penelitian
ini untuk mempercepat terjadinya koagulasi kasein ditambahan jeruk nipis. Jeruk nipis dipilih
karena jeruk nipis merupakan salah satu asam kuat dan merupakan bahan pertanian yang ramah
lingkungan walaupun harga cuka lebih murah namun diharapkan dalam pembuatan cat tersebut
menggunakan bahan – bahan alami.
Proses pembuatan cat dilakukan dengan proses pencampuran (mixing). Tahap awal
pembuatan cat adalah proses pencampuran bahan sebagai perekat (binder). Bahan yang
dijadikan sebagai perekat adalah kasein dan kapur tohor. Pada pembuatan cat basis perekat
yang digunakan adalah 50 gram. Dibuat formula cat dengan memvariasikan perbandingan
bobot kasein terhadap kapur tohor dan konsentrasi larutan gambir. Selanjutnya setelah
diperoleh konsentrasi terbaik dari perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dan
konsentrasi larutan gambir dilakukan penelitian tambahan dengan menambahkan bahan
pengental (thickener) berupa hydroxyethy cellulose (HEC).
Sejak lebih dari seribu tahun yang lalu, masyarakat sudah menggunakan cat alami
berbasis kasein dan kapur sebagai cat untuk furniture dan tembok. Hasil pengecatan dari cat

20
yang berbasis kasein dan kapur ini menghasilkan efek antik pada furniture atau tembok yang
telah dicatkan (Baird, 1908).
Menurut Baird (1908), perbandingan antara kasein dan kapur yang digunakan
tergantung dari pigmen yang digunakan dan hasil warna yang akan dihasilkan. Penggunaan
perbandingan kasein dan kapur tohor yang digunakan akan mempengaruhi mutu dari cat yang
dihasilkan. Setelah proses pencampuran bahan untuk perekat adalah proses penambahan
pewarna atau pigmen. Pigmen yang digunakan pada penelitian ini adalah pigmen alami yaitu
gambir. Menururt Nazir (2000) gambir dapat digunakan sebagai campuran untuk menyirih, anti
bakteri, anti diare, zat warna alami dan sebagai zat penyamak kulit. Untuk didapatkan warna
yang berbeda – beda diperlukan konsentrasi gambir yang berbeda – beda.
Dalam pembuatan cat alami digunakan air destilasi sebagai pelarut. Syarat umum
kualitas air yang digunakan pada pembuatan cat adalah bersih, tidak bewarna tidak berbau,
tidak sadah, tidak mengandung unsur – unsur logam, tidak mengandung mikroorganisme yang
merusak dan jika dimungkinkan tidak mengandung trace mineral dalam bentuk apapun
(Baird,1908). Kualitas air akan berpengaruh besar pada pembuatan cat. Adanya mineral dan
logam akan memungkinkan terjadinya reaksi yang tidak diharapkan pada cat yang diproduksi,
seperti terjadinya perubahan warna.
Proses pembuatan cat alami mudah dan tidak membutuhkan biaya mahal. Untuk
mengetahui mutu dari cat alami diperlukan analisis mutu cat, seperti densitas, viskositas, total
padatan dan bahan menguap, waktu mengering (waktu kering sentuh dan waktu kering keras),
daya tutup, daya rekat, nilai L* a* b* (uji warna), nilai pH, efek chalking dan settling atau
endapan.

4.3 Analisis Mutu Produk Cat

Cat yang dihasilkan dari penelitian ini adalah cat yang bewarna coklat muda hingga
coklat tua yang dapat diaplikasikan atau dioleskan pada tembok dan kayu. Cat tersebut
dianalisa parameter mutunya, yang bertujuan untuk mengetahui sifat – sifat cat tersebut. Secara
umum, pengujian cat terdiri dari dua jenis yaitu uji kuantitatif dan uji kualitatif. Berdasarkan
hasil uji kuantitatif dan kualitatif, diperoleh mutu cat tersebut, seperti yang dijelaskan di bawah
ini.

4.3.1 Uji Kuantitatif

Uji kuantitatif merupakan pengujian yang dilakukan untuk mengetahui


karakteristik cat yang dapat dinyatakan dalam suatu besaran. Uji kuantitatif terdiri dari
pengukuran densitas, viskositas, kadar padatan total dan bahan menguap, waktu
mengering, daya rekat, daya tutup, nilai pH dan nilai L* a* b* (uji warna). Proses
pengujian dilakukan pada grc board atau eternit yang terbuat dari semen yang memiliki
kesamaan dengan tembok.

4.3.1.1 Densitas Cat

Densitas adalah perbandingan antara bobot suatu bahan dengan bobot


air yang diukur pada suhu yang sama dimana volume air sama dengan
volume bahan (ASTM, 1991). Menurut Apriyantono et al. (1998) densitas

21
adalah perbandingan bobot dari volume suatu bahan dengan bobot air pada
volume yang sama pada suhu tertentu. Densitas suatu cat ditentukan oleh
komponan – komponen penyusun yang ada di dalam cat. Bahan pengikat,
pewarna, dan pengering serta bahan pengisi merupakan komponen yang
dapat meningkatkan densitas suatu cat. Pelarut dan pengencer selain
berfungsi sebagai pengatur kekentalan juga memiliki fungsi untuk
menurunkan bobot jenis.
Hubungan antara perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor
dengan densitas formula cat pada konsentrasi larutan gambir 5%, 15% dan
25% diperlihatkan pada Gambar 4.

1,16
1,14
Densitas Cat (g/ml)

1,12
Kasein : Kapur Tohor
1,1 3:1
1,08 Kasein : Kapur Tohor
1,06 1:1

1,04 Kasein : Kapur Tohor


1: 3
1,02
5% 15% 25%
Konsentrasi Larutan Gambir

Gambar 4. Hubungan antara perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan
densitas cat pada berbagai tingkat konsentrasi larutan gambir.

Berdasarkan Gambar 4 dapat dilihat bahwa densitas cat cenderung


naik dengan meningkatnya konsentrasi larutan gambir dan penggunaan kapur
tohor. Hal ini terjadi karena dengan semakin tingginya jumlah bahan pengisi,
binder, dan pigmen yang digunakan, maka densitas cat akan semakin
meningkat (Talbert, 2008). Semakin banyak jumlah gambir yang digunakan
maka semakin tinggi densitasnya. Hal ini disebabkan semakin tinggi
konsentrasi larutan gambir, maka semakin tinggi pula padatan yang
terkandung dan menyebabkan naiknya densitas cat. Pada Lampiran 4 dapat
dilihat data hasil pengukuran densitas cat.
Densitas cat yang dihasilkan dari penelitian berkisar antara 1,064 –
1,137 g/ml. Nilai tersebut berbeda jauh dengan Standar Nasional Indonesia
(SNI), yang memiliki nilai minimum sebesar 1,2 g/ml. Hal ini disebabkan
oleh pada pembuatan cat ini tidak diberikan bahan tambahan lainnya seperti
bahan pengisi (filler) dan bahan aditif. Sampel A3B3 memiliki densitas
tertinggi yaitu 1,137 g/ml, karena menggunakan konsentrasi larutan gambir
tertinggi (25%) dan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan
jumlah kapur tohor yang lebih banyak (1 : 3). Di lain pihak, sampel A1B1
memiliki nilai densitas terendah yaitu 1,064 g/ml, karena menggunakan
konsentrasi larutan gambir terendah dan perbandingan bobot kasein terhadap
kapur tohor dengan bobot kapur tohor lebih rendah (3 : 1). Tingginya

22
densitas cat dapat disebabkan oleh banyaknya fraksi bobot yang digunakan
pada cat seperti kapur, kaolin, talc dan mica (Ernest, 1989).
Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa penggunaan kapur
tohor yang semakin meningkat akan meningkatkan densitas cat, hal tersebut
dapat dikarenakan kapur tohor memiliki kerapatan molekul yang lebih tinggi
dibandingkan kasein, sehingga ketika digunakan sebagai bahan baku cat akan
mempengaruhi densitas cat tersebut. Densits kapur tohor adalah sebesar 3,35
g/ml sedangkan densitas kasein adalah sebesar 1,12 g/ml. Sehingga dapat
ditarik kesimpulan bahwa penggunaan kapur tohor akan memepngaruhi
densitas cat.
Pengukuran densitas cat dimaksudkan untuk mengetahui mutu cat
tersebut. Cat dengan densitas yang tinggi patut dicurigai banyak kandungan
bahan pengisi yang digunakan. Bahan pengisi biasa digunakan untuk
mengurangi biaya produksi cat, dengan membantu meningkatkan daya tutup
dengan mengurangi penggunaan pigmen.
Hasil analisis keragaman (Lampiran 5) menunjukkan bahwa faktor
konsentrasi gambir, perbandingan kasein terhadap kapur tohor dan interaksi
antara kedua faktor tersebut memberikan pengaruh nyata terhadap nilai
densitas formula cat pada α = 0,05 dan α = 0,01. Hasil uji lanjut Duncan
menunjukkan bahwa taraf perlakuan perbandingan kasein terhadap kapur
tohor, konsentrasi gambir, dan interaksi antara perlakuan berbeda nyata
terhadap nilai densitas formula cat pada α = 0,05 dan α = 0,01, tetapi pada
sampel A3B2 (perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1:3, dan
konsentrasi gambir 15%) tidak berbeda nyata dengan sampel A2B3
(perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1:1, dan konsentrasi gambir
25%) pada α = 0,05 dan α = 0,01.

4.3.1.2 Total Padatan dan Bahan Menguap Cat

Pengukuran kadar padatan total dilakukan untuk mengetahui adanya


bahan berupa padatan di dalam cat. Padatan total cat akan berpengaruh
terhadap densitas cat dan konsitensi dari film yang dihasilkan setelah
diaplikasikan pada suatu permukaan (Rizki, 2004). Semakin besar jumlah
padatan total cat, maka semakin besar pula densitas cat secara keseluruhan.
Hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya bahan – bahan berupa padatan
yang densitasnya lebih besar daripada densitas pelarut, sehingga densitas cat
secara keseluruhan akan meningkat. Bahan – bahan yang merupakan bahan
padat adalah binder , pigmen dan bahan pengisi (filler) (Ernest,1989).
Kadar bahan menguap cat berbanding terbalik dengan kadar padatan
total cat. Kadar bahan menguap dalam cat merupakan kadar cat secara
keseluruhan dikurangi dengan kadar padatan total cat. Semakin tinggi kadar
padatan total cat, maka akan semakin rendah kadar bahan menguap cat.
Hubungan antara perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan
padatan total dan bahan menguap cat pada konsentrasi larutan gambir 5%,
15% dan 25% diperlihatkan pada Gambar 5 dan Gambar 6.

23
30

Padatan Total Cat (%)


25

20 Kasein : Kapur Tohor


15 3:1
Kasein : Kapur Tohor
10 1:1
5 Kasein : Kapur Tohor
1:3
0
5% 15% 25%
Konsentrasi Larutan Gambir

Gambar 5. Hubungan antara perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan
padatan total cat pada berbagai tingkat konsentrasi larutan gambir

88
86
Bahan Menguap Cat (%)

84
82 Kasein : Kapur Tohor
80 3:1
78
Kasein : Kapur Tohor
76 1:1
74
Kasein : Kapur Tohor
72 1:3
70
5% 15% 25%
Konsentrasi Larutan Gambir

Gambar 6. Hubungan antara perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan
bahan menguap cat pada berbagai tingkat konsentrasi larutan gambir

Berdasarkan Gambar 5 dan Gambar 6 dapat dilihat bahwa semakin


meningkat konsentrasi larutan gambir yang digunakan dan perbandingan
bobot kasein dan kapur tohor yang mengalami peningkatan pada bobot kapur
tohor maka kadar padatan total cat semakin meningkat, sedangkan kadar
bahan menguap cat semakin menurun. Hal ini dapat disebabkan karena
semakin tinggi konsentrasi larutan gambir yang digunakan maka semakin
banyak gambir yang digunakan, sehingga padatan yang terkandung semakin
tinggi pula. Semakin meningkatnya bobot kapur tohor yang digunakan juga
meningkatkan total padatan cat, karena kapur tohor memiliki densitas yang
lebih tinggi dibandingkan kasein yaitu 3,35 g/ml sedangkan kasein sebesar
1,25 – 1,31 g/ml (Southward, 2000). Karena kapur tohor memiliki densitas
yang lebih besar dibandingkan kasein, sehingga menyebabkan semakin
meningkatnya jumlah kapur tohor yang digunakan maka total padatan cat

24
akan semakin tinggi dan juga densitas cat akan semakin tinggi. Semakin
banyak bahan – bahan volatil, berarti kadar bahan menguap cat semakin
tinggi dan kadar padatan total cat semakin rendah (Praptowidodo dan
Mu’min, 1984). Pada formula cat yang dibuat bahan volatil yang digunakan
adalah air, sehingga kadar bahan menguap yang terhitung adalah kadar air
yang menguap pada saat proses pengeringan. Pada Lampiran 6 diperlihatkan
data hasil penguruan total padatan dan bahan menguap cat.
Kadar padatan total cat yang diperoleh dari penelitian berkisar antara
24,392 – 14,495 persen dan bahan menguap cat berkisar antara 85,505 –
75,608 persen. Nilai tersebut tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia
(SNI) yang mempunyai kadar padatan total cat minimal 40 persen, dan kadar
bahan menguap maksimal 60 persen. Pada industri cat yang ada sekarang ini,
kadar bahan menguap untuk mengetahui banyaknya volatile organic
compound (VOC) yang terkandung. Pada penelitian ini tidak menggunakan
bahan yang mengandung bahan yang bersifat VOC yang merupakan salah
satu bahan yang menyebabkan pencemaran udara, sehingga nilai total bahan
menguap cat merupakan total dari air yang menguap yang berperan sebagai
pelarut pada pembutan cat.
Sampel A3B3 memiliki nilai total padatan tertinggi, yaitu 24,392
persen dan total bahan menguap cat terendah 75,608 persen, karena
menggunakan konsentrasi larutan gambir tertinggi (25%), dan perbandingan
bobot kasein terhadap kapur tohor dengan bobot kapur tohor yang lebih
besar (3 : 1). Sampel A3B3 juga memiliki nilai densitas cat yang tertinggi,
karena mempunyai kadar padatan total cat tertinggi. Di lain pihak, sampel
A1B1 memiliki nilai total padatan terendah yaitu 14,495 persen dan total
bahan menguap cat terendah 85,505 persen, karena menggunakan konsentrasi
larutan gambir terendah (5%), dan perbandingan bobot kasein terhadap kapur
tohor dengan bobot kapur tohor yang lebih kecil (1 : 3). Sampel A1B1 juga
memiliki nilai densitas cat yang terendah, karena mempunyai kadar padatan
total cat terendah.
Hasil analisis keragaman pada kadar padatan total dan bahan menguap
cat (Lampiran 7) menunjukan bahwa faktor konsentrasi gambir,
perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dan interaksi antara kedua
faktor tersebut memberikan pengaruh nyata terhadap total padatan dan bahan
menguap cat pada α = 0,05 dan α = 0,01. Hasil uji lanjut selang berganda
Duncan (Lampiran 7) menunjukan bahwa taraf perlakuan perbandingan
bobot kasein terhadap kapur tohor, konsentrasi gambir, dan interaksi antara
perlakuan berbeda nyata terhadap total padatan dan bahan menguap cat pada
α = 0,05 dan α = 0,01.

4.3.1.3 Kekentalan (Viskositas) Cat

Kekentalan adalah sifat cairan yang berhubungan dengan


kemudahannya untuk mengalir. Cairan dengan viskositas tinggi berupa cairan
yang kental, apabila cairan dituangkan akan sukar mengalir dengan
sendirinya (Yani, 2009). Cat dapat diaduk dan diaplikasikan dengan mudah

25
jika memiliki kekentalan yang cukup baik. Kekentalan merupakan salah satu
parameter mutu cat yang dapat ditentukan secara visual. Semakin tinggi nilai
viskositas atau kekentalan, maka semakin kental pula penampakan cat
tersebut (Rizki, 2004). Hasil pengujian terhadap kekentalan cat dapat dilihat
pada Lampiran 8.
Nilai kekentalan cat alami berkisar antara 98,965 – 64,400 Krebs Unit
(KU). Formula cat yang memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI), yang
memiliki nilai minimum sebesar 90 KU (Krebs Unit) hanya terdapat pada
sampel A1B3 (perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 3:1 dengan
konsentrasi larutan gambir 25%) yaitu 98,965 KU. Semakin tinggi
konsentrasi larutan gambir, maka kekentalan cat akan semakin meningkat.
Namun, semakin meningkatnya penggunaan kapur tohor maka kekentalan cat
akan semakin menurun. Semakin tinggi jumlah kasein yang digunakan maka
kekentalan cat akan semakin meningkat. Menurut Madison (1961), ketika
kasein telah dicampurkan dengan kapur perlu ditambahkan sejumlah air agar
tidak terbentuk gel. Pada pembuatan cat alami, konsentrasi air yang
digunakan dalam formula cat adalah 57,14%, hal tersebut dipilih karena
ketika menggunakan air dalam jumlah dibawah nilai 57,14% maka pada
perlakuan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 3:1, cat yang
dihasilkan akan terbentuk gel dan tidak dapat dilakukan pengujian terhadap
parameter mutu. Jika menggunakan air yang banyak cat yang dihasilkan
sangat encer dan sulit untuk pengaplikasian. Viskositas cat alami masih
tergolong rendah. Hal tersebut dikarenakan penggunaan air yang cukup tinggi
dalam formula cat. Kekentalan yang rendah dapat menyebabkan terjadinya
endapan pada cat (Talbert, 2008). Hubungan antara perbandingan bobot
kasein terhadap kapur tohor dengan nilai kekentalan cat pada konsentrasi
larutan gambir 5%, 15% dan 25% diperlihatkan pada Gambar 7.

120
Kekentalan (Krebs Unit)

100
80 Kasein : Kapur Tohor
60 3:1
Kasein : Kapur Tohor
40 1:1
20 Kasein : Kapur Tohor
1:3
0
5% 15% 25%
Konsentrasi Larutan Gambir

Gambar 7. Hubungan antara perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan
kekentalan (viskositas) cat pada berbagai tingkat konsentrasi larutan gambir

Sistem koloid dalam larutan dapat meningkat dengan cara


mengentalkan cairan sehingga terjadi absorbsi dan pengembangan koloid
(Gilcksman, 1969). Kasein dapat berfungsi sebagai pengemulsi, pengental,

26
penstabil, dan pembentuk gel (Jones, 1977). Akibat adanya sifat kasein yang
dapat mengentalkan, cat yang menggunakan kasein yang tinggi akan
meningkatkan kekentalan cat, hal ini dikarenakan koloid cat tersebut akan
mengembang. Pada perlakuan perbandingan bobot kasein terhadap kapur
tohor 3:1 dan konsenrasi larutan gambir 25%, kekentalan cat yang didapatkan
sangat tinggi dan ketika disimpan selama 24 jam cat menjadi berbentuk gel.
Proses pembentukan gel dapat terjadi karena adanya ikatan antar rantai
polimer sehingga membentuk struktur tiga dimensi yang mengandung pelarut
did alam celahnya (Glicksman, 1969). Gel merupakan fase cair yang
terdispersi dalam suatu padatan. Penggunaan kasein yang semakin menurun
akan menyebabkan kekentalan cat yang semakin menurun, hal tersebut
dikarenakan dibarengi dengan peningkatan kapur tohor yang merupakan
bahan yang tidak mengentalkan.
Berdasarkan analisis keragaman (Lampiran 9) didapatkan bahwa
perlakuan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor, konsentrasi
larutan gambir, dan interkasi keduanya berpengaruh nyata terhadap
kekentalan cat pada α = 0,05 dan α = 0,01. Hasil uji lanjut selang berganda
Duncan menunjukan bahwa pada α = 0,05 dan α = 0,01 perlakuan
perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 25:75 (1:3) tidak berbeda
nyata dengan perlakuan perbandingan kasein terhadap kapur tohor 50:50
(1:1). Kemungkinan hal tersebut terjadi akibat penggunaan jumlah kapur
tohor yang lebih banyak dibandingkan kasein menyebabkan perbedaan
kekentalan yang tidak berbeda nyata. Hasil uji lanjut Duncan pada perlakuan
konsentrasi larutan gambir berbeda nyata pada α = 0,05 dan α = 0,01.
Hasil uji lanjut Duncan menyatakan bahwa pada α = 0,05 dan α = 0,01
sampel A3B1 (perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1 : 3 dengan
konsentrasi larutan gambir 5%) tidak berbeda nyata dengan sampel A2B1
(perbandingan kasein terhadap kapur tohor 1:1 dengan konsentrasi larutan
gambir 5%), sampel A3B2 (perbandingan kasein terhadap kapur tohor 1:3
dengan konsentrasi larutan gambir 15%) tidak berbeda nyata dengan sampel
A2B2 (perbandingan kasein terhadap kapur tohor 1:1 dengan konsentrasi
larutan gambir 15%), dan sampel A2B3 (perbandingan bobot kasein
terhadap kapur tohor 1:1 dengan konsentrasi larutan gambir 25%) tidak
berbeda nyata dengan sampel A3B3 (perbandingan bobot kasein terhadap
kapur tohor 1:3 dengan konsentrasi larutan gambir 25%). Hal tersebut terjadi
karena pada penggunaan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1:1
tidak berbeda nyata dengan penggunaan perbandingan bobot kasein terhadap
kapur tohor 1:3 .

4.3.1.4 Nilai pH Cat

Cat yang akan diaplikasikan pada tembok harus memiliki sifat alkali
atau basa, karena tembok dihasilkan dari lapisan semen atau mortar dan
memiliki sifat dasar alkali atau basa. Jika cat yang akan diaplikasikan pada
tembok tidak memiliki sifat yang basa tetapi bersifat asam, maka saat
diaplikasikan dapat terjadi reaksi yang tidak diinginkan, seperti terjadinya

27
perubahan warna dan rusaknya polimer. Selain itu, kondisi basa adalah
kondisi optimal yakni beberapa jenis aditif akan berfungsi dalam formulasi
cat tembok (Payne, 1961). Pada industri cat modern saat ini untuk
mendapatkan nilai pH cat yang sesuai dengan standar yaitu berkisar 7-9,5,
maka ditambahkan bahan lain (pH buffer). Bahan yang sering ditambahkan
adalah larutan amoniak dan larutan Amino Metil Propanol (AMP) (Payne,
1961).
Hubungan antara perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor
dengan nilai pH cat pada konsentrasi larutan gambir 5%, 15% dan 25%
diperlihatkan pada Gambar 8. Dari Gambar 8 dapat dilihat bahwa nilai pH cat
cenderung menurun dengan meningkatkan konsentrasi larutan gambir.
Namun, nilai pH semakin meningkat dengan semakin meningkatnya
penggunaan kapur tohor. Hal ini terjadi karena kapur tohor merupakan basa
kuat, sehingga dengan semakin meningkatnya penggunaan kapur tohor maka
nilai pH cat akan semakin meningkat. Pada Lampiran 10 diperlihatkan data
hasil pengukuran nilai pH cat.

10
9,8
Kasein : Kapur Tohor
Nilai pH

9,6
9,4 3:1
9,2 Kasein : Kapur Tohor
9 1:1
8,8 Kasein : Kapur Tohor
5% 15% 25% 1:3
Konsentrasi Larutan Gambir

Gambar 8. Hubungan antara perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan
nilai pH cat pada berbagai tingkat konsentrasi larutan gambir

Nilai pH yang diperoleh dari hasil penelitian berkisar antara 9,843 –


9,38. Nilai tersebut sudah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) yakni
memiliki standar nilai pH berkisar 7 – 9,5. Nilai pH cat alami ini memiliki
nilai pH yang tinggi diakibatkan adanya penggunaan kapur tohor yang
merupakan basa kuat. Semakin tinggi konsentrasi larutan gambir, maka nilai
pH formula cat akan semakin menurun hal ini disebabkan karena gambir
mengandung katekin dan asam cathechu tannat yang mengandung sejumlah
gugus hidroksil (Swain 1965 diacu dalam Harborne dan Sumere 1975). Hal
tersebut kemungkinan dapat menyababkan nilai pH gambir menjadi asam,
namun pada analisis keragaman konsentrasi larutan gambir tidak berpengaruh
nyata terhadap nilai pH cat.
Hasil analisis keragaman (Lampiran 11) menunjukan bahwa faktor
konsentrasi gambir dan perbandingan kasein terhadap kapur tohor berbeda
nyata pada α = 0,05 dan interaksi antara kedua faktor tersebut memberikan
pengaruh tidak berbeda nyata terhadap nilai pH formula cat pada α = 0,05
dan α = 0,01. Pada α = 0,01 faktor konsentrasi gambir tidak berbeda nyata
tetapi faktor perbandingan kasein terhadap kapur tohor berbeda nyata. Hasil

28
uji lanjut Duncan menunjukan bahwa taraf perlakuan perbandingan kasein
terhadap kapur tohor berbeda nyata terhadap nilai pH formula cat pada α =
0,05 dan α = 0,01. Pengaruh konsentrasi gambir pada perlakuan konsentrasi
gambir 25% dan 15% tidak berbeda nyata pada α = 0,05. Pengaruh interaksi
antara konsentrasi gambir dan perbandingan kasein dan kapur tohor tidak
perlu dilakukan uji lanjut Duncan karena hasil dari sidik ragam menyatakan
tidak berbeda nyata pada α = 0,05 dan α = 0,01.

4.3.1.5 Waktu Mengering Cat

Waktu mengering merupakan parameter uji mutu yang dilakukan


untuk mengetahui kecepatan pengeringan suatu lapisan cat di udara. Waktu
mengering terdiri dari waktu kering sentuh dan waktu kering keras. Waktu
kering sentuh dihitung ketika suatu lapisan cat tidak lagi memberikan noda
ketika disentuh oleh ujung jari. Waktu kering keras dihitung ketika lapisan
cat tidak rusak atau berubah bentuk ketika ditekan dengan keras dan diputar
180° oleh ujung jari.
Terdapat dua mekanisme pengeringan cat, yaitu penguapan
pelarut (solvent) pada cat basis minyak dan coalescence (persatuan) pada
basis latex atau basis air. Pada basis minyak partikel – partikel cat mulai
bergabung dan membentuk partikel yang lebih panjang, proses ini dikenal
sebagai chemical bonding (ikatan kimia) (Payne, 1961).
Pada cat basis air, pigmen, pengikat dan aditif tidak secara kimiawi
saling mengikat ketika cat mengering, namun partikel – partikel bergerak
merapat atau menyatu bersama – sama untuk mengisi gap yang ditinggalkan
oleh menguapnya partikel air, fenomena ini dikenal sebagai coalescence atau
penyatuan (Payne, 1961). Hubungan antara perbandingan bobot kasein
terhadap kapur tohor dengan waktu kering sentuh dan waktu kering keras cat
pada konsentrasi larutan gambir 5%, 15% dan 25% diperlihatkan pada
Gambar 9 dan Gambar 10.

18
Waktu Kering Sentuh

17
Kasein : Kapur Tohor
(menit)

16 3:1
Kasein : Kapur Tohor
15 1:1
Kasein : Kapur Tohor
14 1:3
5% 15% 25%
Konsentrasi Larutan Gambir

Gambar 9. Hubungan antara perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan
waktu kering sentuh cat pada berbagai tingkat konsentrasi larutan gambir

29
38

Waktu Kering Keras


36
Kasein : Kapur Tohor
34 3:1

(Menit)
32 Kasein : Kapur Tohor
30 1:1
28 Kasein : Kapur Tohor
5% 15% 25% 1:3
Konsentrasi Larutan Gambir

Gambar 10. Hubungan antara perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan
waktu kering keras cat pada berbagai tingkat konsentrasi larutan gambir

Berdasarkan dari Gambar 9 dan Gambar 10, waktu kering sentuh dan
waktu kering keras cat tidak terlalu terlihat perbedaan yang signifikan.
Waktu kering sentuh cat berkisar antara 15,50 – 17,75 menit dan waktu
kering keras cat berkisar antara 31,75 – 36 menit. Pada Lampiran 12
diperlihatkan data hasil pengujian waktu kering sentuh dan waktu kering
keras cat. Waktu kering sentuh formula cat alami sudah memenuhi Standar
Nasional Indonesia (SNI) yang memiliki standar waktu kering sentuh 30
menit dan waktu kering keras cat juga telah memenuhi SNI yang memiliki
standar waktu kering sentuh 60 menit. Cat yang berbasis kasein dan kapur
tohor merupakan cat yang memiliki waktu mengering yang cepat dan tidak
menyebabkan bau setelah proses pengaplikasian (Baird, 1908).
Waktu kering sentuh tercepat formula cat terdapat pada sampel A3B2
yaitu 15,50 menit dan waktu kering sentuh terlama adalah sampel A1B1 yaitu
17,75 menit. Waktu kering sentuh cat dipengaruhi oleh kondisi ruangan saat
proses pengeringan cat. Pada cat alami ini, proses pengeringan cat merupakan
proses penguapan air saat cat diaplikasikan. Berdasarkan analisis keragaman
(Lampiran 11), pengaruh konsentrasi larutan gambir, perbandingan bobot
kasein terhadap kapur tohor, dan interaksi antara keduanya tidak berpengaruh
nyata pada α = 0,05 dan α = 0,01 terhadap waktu kering sentuh cat. Waktu
mengering cat pada cat alami ini merupakan waktu yang diperlukan air untuk
menguap saat cat telah diaplikasikan, sehingga konsentrasi larutan gambir
dan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor tidak berpengaruh nyata
terhadap waktu kering sentuh cat.
Waktu kering keras cat yang tercepat adalah pada sampel A3B1 dan
A3B2 yaitu 31.75 menit dan waktu kering keras cat terlama adalah A1B1
yaitu 36 menit. Bedasarkan analisis keragaman (Lampiran 13), pengaruh
konsentrasi larutan gambir, perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor,
dan interaksi antara keduanya tidak berpengaruh nyata pada α = 0,01
terhadap waktu kering keras cat. Pada α = 0,05 pengaruh perbandingan bobot
kasein terhadap kapur tohor berbeda nyata, sehingga dilakukan uji lanjut
selang Duncan, dan didapatkan pengaruh perbandingan bobot kasein
terhadap kapur tohor pada perbandingan 1 : 3 dan 1 : 1 tidak berbeda nyata,
namun berbeda nyata terhadap perlakuan perbandingan bobot kasein terhadap
kapur tohor 3 : 1. Pada pengaruh perbandingan bobot kasein terhadap kapur

30
tohor 3 : 1 mengalami waktu kering keras yang lebih lama dibandingkan
perlakuan lainnya, hal ini disebabkan jumlah air pada perlakuan
perbandingan kasein terhadap kapur tohor 3 : 1 lebih banyak dibandingkan
perlakuan lainnya yaitu perbandingan kasein terhadap kapur tohor 1 : 3 dan
perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1 : 1.
Waktu mengering cat bukan hanya dipengaruhi oleh bahan baku yang
digunakan, waktu mengering cat dapat dipengaruhi juga oleh kondisi suhu
ruangan saat proses pengeringan. Kondisi ruangan yang memiliki ventilasi
yang baik akan mengalami waktu mengering yang lebih cepat dibandingkan
ruangan yang tertutup (Baird, 1908).

4.3.1.6 Daya Rekat Cat

Pengujian daya rekat digunakan untuk mengetahui daya rekat cat


setelah diaplikasikan ke suatu permukaan. Semakin tinggi daya rekat cat
terhadap suatu permukaan maka mutu cat semakin baik. Daya rekat cat
dipengaruhi oleh perekat (Nelson, 1995). Hubungan antara perbandingan
bobot kasein terhadap kapur tohor dengan daya rekat cat pada konsentrasi
larutan gambir 5%, 15% dan 25% diperlihatkan pada Gambar 11.

100

80
Daya Rekat (%)

60 Kasein : Kapur Tohor


3:1
40 Kasein : Kapur Tohor
1:1
20
Kasein : Kapur Tohor
0 1:3
5% 15% 25%
Konsentrasi Larutan Gambir

Gambar 11. Hubungan antara perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan
daya rekat cat pada berbagai tingkat konsentrasi larutan gambir

Daya rekat cat berkisar antara 44 – 81,75 persen. Daya rekat cat
tertinggi didapatkan pada penggunaan perbandingan bobot kasein terhadap
kapur tohor 1 : 1, dan yang paling terendah didapatkan pada penggunaan
perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 3 : 1. Namun, penggunaan
konsentrasi larutan gambir tidak berpengaruh nyata terhadap daya rekat cat.
Daya rekat cat lebih dipengaruhi oleh bahan perekat atau binder yang
digunakan (Nelson, 1995). Semakin banyak kasein yang digunakan, maka
kekuatan rekat cat akan semakin rendah sama halnya dengan dengan semakin
meningkatnya kapur tohor (CaO) yang digunakan maka daya rekat cat juga
akan semakin menurun. Oleh karena itu, perbandingan yang seimbang antara

31
kasein dan kapur tohor untuk mendapatkan daya rekat yang baik. Pada
Lampiran 14 diperlihatkan data hasil pengujian daya rekat cat.
Untuk terbentuknya suatu bahan perekat harus terdiri dari kasein dan
alkali, pada penelitian ini menggunakan kapur tohor sebagai alkali.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa pada perlakuan perbandingan
bobot kasein terhadap kapur tohor 1:1 memiliki daya rekat terbaik. Hal
tersebut menunjukan bahwa tidak selamanya dominan kasein atau dominan
kapur akan didapatkan daya rekat yang baik, sehingga diperlukan proporsi
yang tepat antara kasein dan kapur tohor yang digunakan. Merkatnya cat ke
tembok akibat adanya reaksi fisik yaitu kohesi dan ahesi. Kohesi merupakan
gaya tarik menarik antara partikel – partikel zat yang sejenis, sedangkan
adhesi adalah gaya tarik menarik antara partikel zat yang tidak sejenis
(Winarsih et al., 2008). Pada kasus merekatnya cat ke tembok diakibatkan
gaya adhesi cat lebih tinggi dibandingkan gaya kohesi, sehingga cat merekat
ke permukaan tembok. Gaya tarik menarik antara molekul cat lebih rendah
dibandingkan gaya tarik menarik antara cat dengan tembok. Ikatan kimia
yang ada pada cat lebih rendah dibandingkan ikatan fisik antara cat dan
tembok (Helm-Clark, 2007)
Berdasarkan analisis keragaman (Lampiran 15), menunjukan bahwa
pengaruh perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor berpengaruh
nyata terhadap daya rekat cat pada α = 0,05 dan α = 0,01. Pengaruh
konsentrasi larutan gambir dan interkasi antara perbandingan kasein terhadap
kapur tohor dan konsentrasi larutan gambir tidak berpengaruh nyata terhadap
daya rekat cat pada α = 0,05 dan α = 0,01. Hasil uji lanjut Duncan
menunjukan bahwa pada taraf perlakuan perbandingan bobot kasein terhadap
kapur tohor berbeda nyata pada α = 0,05 dan α = 0,01.

4.3.1.7 Daya Tutup Cat

Pengujian daya tutup cat (hiding power) dilakukan untuk mengetahui


berapa banyak cat yang dibutuhkan untuk menutupi suatu permukaan saat
proses pengecatan (Koleske, 1972). Pengujian daya tutup pada penelitian ini
adalah pengujian daya tutup untuk menutupi cat dasar yang bewarna putih.
Pengujian daya tutup ini untuk mengetahui luas wilayah yang dapat dicatkan
dengan menggunakan satu liter cat. Hubungan antara perbandingan bobot
kasein terhadap kapur tohor dengan daya tutup cat pada konsentrasi larutan
gambir 5%, 15% dan 25% diperlihatkan pada Gambar 12.

32
60

Daya Tutup (m2/L)


40 Kasein : Kapur Tohor
3:1
20 Kasein : Kapur Tohor
1:1
0 Kasein : Kapur Tohor
5% 15% 25% 1:3
Konsentrasi Larutan Gambir

Gambar 12. Hubungan antara perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan
daya tutup cat pada berbagai tingkat konsentrasi larutan gambir

Nilai daya tutup yang didapatkan adalah berkisar antara 29,165 –


50,000 (m3/liter). Daya tutup tertinggi didapatkan pada perlakuan A1B3
(perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1:3 dengan konsentrasi
larutan gambir 25%), A3B2 (perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor
3:1 dengan konsentrasi larutan gambir 15%), dan A3B3 (perbandingan bobot
kasein terhadap kapur tohor 3:1 dengan konsentrasi larutan gambir 25%)
yaitu 50,00 m3/liter. Nilai daya tutup yang dihasilkan sudah masuk krieria
yang ada pada SNI (Standar Nasional Indonesia) 3564-2009 dengan standar
daya tutup untuk cat yang bewarna terang minimal 8 m3/liter, dan untuk cat
yang bewarna gelap 11 m3/liter. Daya tutup cat lebih ditentukan oleh pewarna
atau pigmen yang digunakan dan juga penambahan bahan tambahan berupa
pengisi yang akan meningkatkan daya tutup cat (Kolaske, 1972). Pada
Lampiran 16 dapat dilihat hasil pengujian daya tutup cat.
Berdasarkan hasil analisis keragaman (Lampiran 17), didapatkan
bahwa pada α = 0,05 dan α = 0,01 pengaruh perlakuan perbandingan bobot
kasein terhadap kapur tohor dan interaksi antara perbandingan kasein
terhadap kapur tohor dengan konsentrasi larutan gambir tidak berbeda nyata.
Pengaruh perlakuan konsentrasi larutan gambir berbeda nyata pada α = 0,05
dan α = 0,01, sehingga perlu dilakukan uji lanjut Duncan. Uji lanjut Duncan
menyatakan bahwa pada α = 0,05 dan α = 0,01 pengaruh perlakuan
konsentrasi gambir 15% dan 25% tidak berbeda nyata. Daya tutup cat lebih
ditentukan oleh pewarna atau pigmen yang digunakan dan juga penambahan
bahan tambahan berupa pengisi yang akan meningkatkan daya tutup cat
(Kolaske, 1972).

4.3.1.8 Nilai L* a* b*

Warna merupakan sifat visual penting suatu bahan karena merupakan


sifat yang pertama kali diterima konsumen dan menentukan penerimaan
konsumen (Ranganna, 1978). Dalam industri cat, warna menjadi lebih
penting lagi artinya, karena berkenaan dengan fungsi cat itu sendiri, yaitu
sebagai alat dekorasi, proteksi dan penutup permukaan.
Dalam pembuatan cat alami, gambir digunakan sebagai pewarna atau
pigmen dalam cat. Gambir dipilih sebagai pewarna didasarkan atas gambir

33
memiliki kandungan tanin dan katekin yang dapat memberikan warna coklat
kemerahan. Alasan lainnya adalah pemanfaatan bahan pertanian sebagai
alternatif pewarna alami untuk cat.
Warna yang dihasilkan dari penambahan gambir sebagai pewarna
dalam cat alami alami adalah warna coklat. Cat diaplikasikan pada media
contoh, yaitu berupa eternit yang sebelumnya telah dilapisi oleh cat dasar
bewarna putih. Hasil pengecatan cat alami pada media eternit dapat dilihat
pada Gambar 13.

Gambar 13. Hasil warna setelah pengecatan

Pengukuran warna cat dengan menggunakan Colormeter Color-Tech


PCM yang menggunakan sistem notasi warna Hunter L*, a* dan b*. Nilai L
menyatakan parameter kecerahan yang memiliki nilai 0 (hitam) sampai 100
(putih). Nilai a menyatakan campuran warna merah sampai hijau dengan +a
(0 sampai +100) untuk warna merah dan nilai –a (0 sampai -80) untuk warna
hijau. Nilai b menyatkan campuran warna biru sampai kuning. Nilai +b (0
sampai +70) untuk warna kuning dan –b (0 sampai -70) untuk warna biru.
Nilai L* yang diperoleh dari hasil pengukuran berkisar antara 55,78 –
33,43. Semakin tinggi nilai L* maka warna yang dihasilkan semakin cerah.
Semakin meningkatnya konsentrasi larutan gambir yang digunakan maka
nilai L* semakin tinggi. Nilai L* semakin meningkat ketika penambahan
jumlah kapur tohor pada konsentrasi larutan gambir 5%, namun tidak seperti
halnya pada perlakuan konsentrasi gambir 15% dan 25%, peningkatan kapur
tohor tidak meningkatkan nilai L*, peningkatan kapur tohor menjadikan nilai
L* menurun. Nilai L*ada perlakuan perbandingan bobot kasein terhadap
kapur tohor 1 : 1 dengan konsentrasi larutan gambir 15% (39,745) dan 25%
(33,43) terjadi penurunan dibandingan pada perlakuan perbandingan bobot
kasein terhadap kapur tohor 3:1 pada konsentrasi gambir 15% (47,723) dan

34
25% (36,178). Namun, nilai L* kembali meningkat ketika penambahan kapur
tohor yaitu pada perlakuan perbandingan kasein terhadap kapur tohor 1:3
dengan konsentrasi lartan gambir 15% dan 25% nilai L* meningkat kembali
menjadi 40,723 dan 35,075. Nilai L* tertinggi didapatkan pada perlakuan
perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1:3 dengan konsentrasi
larutan gambir 5% (55,78) sedangkan nilai L* terendah didapatkan pada
perlakuan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1:1 dengan
konsentrasi larutan gambir 25% (33,43). Pada Lampiran 18 dapat dilihat hasil
pengurukuran nilai L* pada cat yang telah diaplikasikan.
Nilai L* menunjukan nilai kecerahan, semakin meningkatnya
konsentrasi larutan gambir maka nilai L* akan semakin menurun. Hal
tersebut disebabkan warna yang dihasilkan akan semakin gelap, sehingga
nilai L* atau tingkat kecerahan akan semakin menurun. Hubungan antara
perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan nilai L* cat pada
konsentrasi larutan gambir 5%, 15% dan 25% diperlihatkan pada Gambar 14.

60

50

40 Kasein : Kapur Tohor


Nilai L*

30 3:1
Kasein : Kapur Tohor
20 1:1
10 Kasein : Kapur Tohor
1:3
0
5% 15 % 25 %
Konsentrasi Larutan Gambir

Gambar 14. Hubungan antara perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan
nilai L* cat pada berbagai tingkat konsentrasi larutan gambir

Berdasarkan analisis keragaman (Lampiran. 19) didapatkan bahwa


pada α = 0,05 dan α = 0,01 perlakuan perbandingan kasein terhadap kapur
tohor dan konsentrasi larutan gambir dan interaksi antara keduanya
berpengaruh nyata terhadap nilai L* yang dihasilkan. Pada uji lanjut Duncan
dengan α = 0,05 pengaruh perbandingan kasein terhadap kapur tohor berbeda
nyata, namun pada α = 0,01 perbandingan kasein terhadap kapur tohor 1:3
dan 3 :1 tidak berbeda nyata terhadap nilai L* yang dihasilkan. Pada α = 0,05
dan α = 0,01 pengaruh konsentrasi larutan gambir berpengaruh nyata
terhadap nilai L* yang dihasilkan. Uji lanjut Duncan juga dilakukan pada
interaksi antara kedua perlakuan. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan
didapatkan bahwa pada α = 0,05 setiap perlakuan yang diberikan berbeda
nyata terhadap nilai L*, namun pada α = 0,01, pada perlakuan A3B3
(perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1:3 dengan konsentrasi
larutan gambir 25%) tidak berbeda nyata dengan A1B3 (perbandingan bobot
kasein terhadap kapur tohor 1:3 dengan konsentrasi larutan gambir 25%) ,

35
pada perlakuan A2B2 (perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1:1
dengan konsentrasi larutan gambir 15%) tidak berbeda nyata dengan A3B2
(perbandingan kasein terhadap kapur tohor 1:3 dengan konsentrasi larutan
gambir 15%).
Suatu warna tidak selamanya hanya diperoleh dari warna merah,
kuning, hijau atau biru saja, melainkan dapat diperoleh berdasarkan
kombinasi warna. Kombinasi tersebut dapat merupakan kombinasi warna
merah dan kuning, merah dan biru, kuning dan hijau atau kuning dan biru.
Berdasarkan nilai a* dan b* dapat diketahui kombinasi warna yang
membentuk warna pada hasil pengecetan cat alami (Agriawati, 2003).
Nilai a* menyatakan warna yang dihasilkan dari campuran warna
merah atau hijau. Berdasarkan hasil pengukuran nilai a* didapatkan bahwa
nilai a* semakin meningkat dengan semakin meningkatnya konsentrasi
larutan gambir yang digunakan. Nilai a* pada konsentrasi larutan gambir
yang sama juga semakin meningkat dengan semakin meningkatnya kapur
tohor yang digunakan. Nilai a* cat berkisar antara 23,278 – 35,608. Nilai a*
tertinggi didapatkan pada perlakuan perbandingan kasein terhadap kapur
tohor 1 : 3 dengan konsentrasi larutan gambir 25% (35,608). Nilai a*
terendah didapatkan pada perlakuan perbandingan kasein terhadap kapur
tohor 1 : 3 dengan konsentrasi larutan gambir 5% (23,278). Pada Lampiran
20 dapat dilihat hasil pengurukuran nilai a* pada cat yang telah diaplikasikan.
Nilai a* yang bernilai positif menunjukan bahwa cat yang dihasilkan
lebih didominasi warna merah dibandingkan warna hijau, karena warna yang
didominasi warna hijau akan menunjukan nilai a* yang negatif. Hubungan
antara perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan nilai a* cat
pada konsentrasi larutan gambir 5%, 15% dan 25% diperlihatkan pada
Gambar 15.

40

30
Kasein : Kapur Tohor
Nilai a*

20 3:1
Kasein : Kapur Tohor
10 1:1
Kasein : Kapur Tohor
0 1:3
5% 15 % 25 %
Konsentrasi Larutan Gambir

Gambar 15. Hubungan antara perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan
nilai a* cat pada berbagai tingkat konsentrasi larutan gambir

Berdasarkan hasil analisi keragaman (Lampiran 21), didapatkan


bahwa pada α = 0,05 dan α = 0,01 perlakuan perbandingan kasein terhadap
kapur tohor dan konsentrasi larutan gambir dan interaksi antara keduanya
berpengaruh nyata terhadap nilai a* yang dihasilkan. Pada uji lanjut Duncan

36
dengan α = 0,05 pengaruh perbandingan kasein terhadap kapur tohor berbeda
nyata, namun pada α = 0.01 perbandingan kasein terhadap kapur tohor 1:3
dan 3 : 1 tidak berbeda nyata terhadap nilai a* yang dihasilkan. Pada α =
0,05 dan α = 0,01 pengaruh konsentrasi larutan gambir berpengaruh nyata
terhadap nilai a* yang dihasilkan. Pada pengaruh interaksi antara
perbandingan kasein terhadap kapur tohor dengan konsentrasi larutan gambir,
pada perlakuan A2B2 (perbandingan kasein terhadap kapur tohor 1:1 dengan
konsentrasi larutan gambir 15%) tidak berbeda nyata dengan perlakuan A2B3
(perbandingan kasein terhadap kapur tohor 1:1 dengan konsentrasi larutan
gambir 25%), A3B2 (perbandingan kasein terhadap kapur tohor 1:3 dengan
konsentrasi larutan gambir 15%), dan A3B3 (perbandingan kasein terhadap
kapur tohor 1:3 dengan konsentrasi laruta ngambir 25%). Hal ini dapat
disebabkan karena pengaruh penambahan kapur tohor pada perlakuan
perbandingan kasein terhadap kapur tohor 1:1 dan 1:3 tidak berbeda nyata,
sehingga tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap nilai a* cat
pada konsentrasi larutan gambir 15% dan 25%.
Nilai b* menyatakan warna yang dihasilkan dari campuran warna biru
sampai kuning. Nilai b* yang diperoleh dari hasil pengukuran berkisar antara
12,367 – 8,523. Semakin meningkatnya konsentrasi larutan gambir yang
digunakan maka nilai b* semakin menurun. Nilai b* semakin meningkat
ketika penambahan jumlah kapur tohor pada konsentrasi larutan gambir 5%,
namun tidak seperti halnya pada perlakuan konsentrasi gambir 15% dan 25%,
peningkatan kapur tohor tidak meningkatkan nilai b*, peningkatan kapur
tohor menjadikan nilai b* menurun. Nilai b*pada perlakuan perbandingan
kasein terhadap kapur tohor 1 : 1 dengan konsentrasi larutan gambir 15%
(9,611) dan 25% (8,523) terjadi penurunan dibandingkan dengan perlakuan
perbandingan kasein terhadap kapur tohor 3:1 pada konsentrasi gambir 15%
(10,987) dan 25% (8,997). Namun, nilai b* kembali meningkat ketika
penambahan kapur tohor yaitu pada perlakuan perbandingan bobot kasein
terhadap kapur tohor 1:3 dengan konsentrasi lartan gambir 15% dan 25%
nilai L* meningkat kembali menjadi 9,780 dan 8,806. Nilai b* tertinggi
didapatkan pada perlakuan perbandingan kasein terhadap kapur tohor 1:3
dengan konsentrasi larutan gambir 5% (12,376), sedangkan nilai b* terendah
didapatkan pada perlakuan perbandingan kasein terhadap kapur tohor 50:50
dengan konsentrasi larutan gambir 25% (8,523). Pada Lampiran 22 dapat
dilihat hasil pengurukuran nilai b* pada cat yang telah diaplikasikan.
Nilai b* menunjukan bahwa warna yang dihasilkan menyatakan
campuran warna biru atau kuning, semakin meningkatnya konsentrasi larutan
gambir maka nilai b* akan semakin menurun. Hal ini disebabkan warna yang
dihasilkan akan semakin gelap dan lebih didominasi oleh warna merah
karena nilai a* yang semakin naik dan nilai L* yang semakin menurun.
Hubungan antara perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan
nilai b* cat pada konsentrasi larutan gambir 5%, 15% dan 25% diperlihatkan
pada Gambar 16.

37
14
12
10
Kasein : Kapur Tohor

Nilai b*
8 3:1
6 Kasein : Kapur Tohor
4 1:1
2 Kasein : Kapur Tohor
1:3
0
5% 15 % 25 %
Konsentrasi Larutan Gambir

Gambar 16. Hubungan antara perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan
nilai b* cat pada berbagai tingkat konsentrasi larutan gambir

Berdasarkan analisis keragaman (Lampiran 23) didapatkan bahwa


pada α = 0,05 dan α = 0,01 perlakuan perbandingan kasein terhadap kapur
tohor dan konsentrasi larutan gambir dan interaksi antara keduanya
berpengaruh nyata terhadap nilai b* yang dihasilkan. Pada uji lanjut Duncan
dengan α = 0,05 pengaruh perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor
berbeda nyata, namun pada α = 0,01 perbandingan bobot kasein terhadap
kapur tohor 1:3 dan 3 : 1 tidak berbeda nyata terhadap nilai b* yang
dihasilkan. Pada α = 0,05 dan α = 0,01 pengaruh konsentrasi larutan gambir
berpengaruh nyata terhadap nilai b* yang dihasilkan. Uji lanjut Duncan juga
dilakukan pada interaksi antara kedua perlakuan, berdasarkan hasil uji lanjut
Duncan didapatkan bahwa pada α = 0,05 setiap perlakuan yang diberikan
berbeda nyata terhadap nilai L*, namun pada α = 0,01, pada perlakuan A3B3
(perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1:3 dengan konsentrasi
larutan gambir 25%) tidak berbeda nyata dengan A1B3 (perbandingan bobot
kasein terhadap kapur tohor 1:3 dengan konsentrasi larutan gambir 25%).
Pada perlakuan A2B2 (perbandingan kasein terhadap kapur tohor 1:1 dengan
konsentrasi larutan gambir 15%) tidak berbeda nyata dengan A3B2
(perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1:3 dengan konsentrasi
larutan gambir 15%).
Berdasarkan hasil pengujian nilai L*, a*, dan b* pada cat yang telah
diaplikasikan, menunjukkan bahwa semakin meningkat konsentrasi larutan
gambir yang digunakan, maka nilai L* akan semakin menurun karena warna
yang dihasilkan semakin gelap. Warna yang dihasilkan didominasi warna
merah karena nilai a* positif yang semakin meningkat dan nilai b* positif
yang semakin menurun. Nilai L menyatakan parameter kecerahan yang
memiliki nilai 0 (hitam) sampai 100 (putih). Nilai a menyatakan campuran
warna merah sampai hijau dengan +a (0 sampai +100) untuk warna merah
dan nilai –a (0 sampai -80) untuk warna hijau. Nilai b menyatakan campuran
warna biru sampai kuning. Nilai +b (0 sampai +70) untuk warna kuning dan
–b (0 sampai -70) untuk warna biru (Volz, 1999). Menurut Muchtar (2000),
senyawa tanin dalam gambir memberikan aroma dan rasa yang khas serta

38
warna merah kecoklatan, mudah larut dalam air dingin dan alkohol, tetapi
tidak larut dalam ester dan bila airnya diuapkan akan membentuk kristal yang
berwarna coklat kemerahan. Katekin memberikan rasa manis dan enak, tidak
mudah larut dalam air dingin dan larut baik dalam air panas, serta pada
keadaan kering berbentuk kristal bewarna kuning.

4.3.2 Uji Kualitatif

Uji kualitatif merupakan pengujian yang dilakukan untuk mengetahui


karakteristik cat yang tidak dapat dinyatakan dalam suatu besaran. Uji kualitatif yang
dilakukan adalah efek kapur dan endapan (settling). Proses pengujian dilakukan pada
GRC Board (Glassfibre Reinforced Cement Board) atau eternit yang terbuat dari semen
yang memiliki kesamaan dengan tembok.

4.3.2.1 Efek Kapur

Efek kapur merupakan pengujian kualitatif yang dilakukan untuk


mengetahui ada atau tidaknya efek kapur pada cat yang dihasilkan. Efek
kapur dapat terjadi akibat penggunaan bahan pengisi yang terlalu banyak
(Talbert, 2008). Berdasarkan hasil pengujian, didapatkan bahwa pada sampel
yang menggunakan perlakuan perbandingan bobot kasein terhadap kapur
tohor 1 : 3 dengan konsentrasi larutan gambir 5%, 15%, dan 25% tidak
mengalami efek kapur. Hal ini dikarenakan pada perlakuan tersebut kapur
tohor yang digunakan jumlahnya lebih sedikit, sehingga efek kapur tidak
terjadi. Pada perlakuan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1:1
dan 3:1 dengan konsentrasi larutan gambir 5%, 15%, dan 25% terjadi efek
kapur. Efek kapur terjadi akibat penggunaan kapur tohor yang jumlahnya
bertambah.
4.3.2.2 Settling (Endapan)

Salah satu parameter mutu cat adalah terjadinya endapan atau tidak.
Cat yang diformulasikan dengan baik tidak akan mengendap ketika
penyimpanan. Untuk mendapatkan formulasi yang baik adalah pemilihan
jenis perekat, pewarna dan juga bahan tambahan lainnya (Talbert, 2008).
Cat alami yang telah dibuat disimpan selama 24 jam dalam suhu ruang
dengan keadaan tertutup, kemudian setelah 24 jam diperhatikan ada atau
tidaknya endapan. Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan bahwa cat alami
yang telah disimpan selama 24 jam terjadi endapan. Terjadinya endapan
dapat dikarenakan viskositas cat yang rendah dan diperlukan bahan tambahan
seperti thickener atau pengental (Talbert, 2008). Terjadinya endapan dapat
disebabkan karena komponen perekat, pewarna dan pelarut tidak menyatu
dengan baik sehingga terbentuk endapan. Endapan tersebut adalah komponen
perekat (kasein dan kapur tohor) dan pewarna yang terpisah dari pelarutnya
(air). Hasil analisis parameter mutu cat (uji kuantitatif dan uji kualitatif)
secara keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran 24.

39
4.4 Pengaruh Penambahan Pengental (Thickener)

Formula cat terbaik yang terpilih adalah pada perlakuan perbandingan bobot kasein
terhadap kapur tohor 50%:50% (1:1). Pemilihan tersebut berdasarkan parameter mutu utama
yaitu daya rekat. Namun, konsentrasi larutan gambir tidak berpengaruh nyata terhadap daya
rekat cat yang dhasilkan, sehingga penggunaan gambir hanya sebagai pewarna atau pigmen
dalam pembuatan cat alami. Cat yang dihasilkan terjadi endapan, sehingga perlu ditambahkan
bahan tambahan berupa pengental untuk memperbaiki stabilitas emulsi cat untuk menghindari
terjadinya endapan ketika penyimpanan.
Powrie dan Tung (1976), menyatakan bahwa ada tiga macam bahan yang dapat
digunakan sebagai penstabil emulsi, yaitu : (1) bahan pengemulsi yang berorientasi pada batas
permukaan kedua fase, (2) partikel – partikel halus yang teradsorbsi pada batas kedua fase
(interface), dan (3) hidrokoloid yang mampu meningkatkan viskositas fase eksternal. Menurut
Griffin (1954), fungsi pengemulsi adalah untuk mempermudah pembentukan emulsi serta
mempertinggi stabilitasnya. Fungsi tersebut dapat dilaksanakan oleh pengemulsi yang mampu
menurunkan tegangan interfasial antara kedua fase yang tidak dapat bercampur.
Bahan pengental yang digunakan adalah hydroxyethyl cellulose (HEC). HEC
merupakan bahan pengental turunan dari selulosa. Selulosa merupakan salah satu polimer yang
dapat ditemukan di alam. Kayu, kertas dan kapas mengandung selulosa. Selulosa merupakan
serat yang baik. Selulosa terbuat dari pengulangan unit dari monomer glukosa. Selulosa terdiri
dari banyak monomer gula, sehingga disebut dengan polisakarida (Billmeyer, 1962). Struktur
kimia glukosa dapat dilihat pada Gambar 17.

Gambar 17. Struktur kimia glukosa


Sumber : Billmeyer, 1962

HEC dinamakan berdasarkan dua komponen pembentuknya yaitu selulosa


(cellulose) dan hidroxietil (hydroxyethyl). HEC merupakan turunan atau bentuk lain dari
selulosa. Selulosa sendiri tidak dapat larut dalam air, molekul beranatai panjang yang
mengandung gugus anhydroglucose yang berulang-ulang. HEC dibedakan dengan selulosa
lainnya berdasarkan atom hidrogen pada gugus hidroksil selulosa digantikan dengan gugus
hidroksietil yang memberikan kemampuan untuk larut dalam air. Dalam pembuatan HEC,
selulosa direkasikan dengan natrium hidroksida sehingga menghasilkan selulosa yang lebih
reaktif (alkali cellulose), kemudaian selulosa alkali tersebut direaksikan dengan etilen oksida
sehingga dihasilkan HEC. Berbeda dengan CMC (carboxy methyl cellulose) di mana gugus

40
karboksimetil dihubungkan dengan glukosa dari selulosa melalui ikatan ester (Kirk dan
Othmer, 1976). Struktur kimia HEC dapat dilihat pada Gambar 18. HEC larut dalam air.
Biasanya HEC digunakan pada industri kosmetik, produk pembersih, shampo, cat, dan lain
sebagainya. HEC memiliki kemampuan mengentalkan, mengemulsi, mengikat, mendispersi
dan mengurangi kelebihan air (mengikat air) (Billmeyer, 1962).

Gambar 18. Struktur Kimia Hydroxyethyl cellulose (HEC) (Billmeyer, 1962)

Sebagai contoh cara kerja HEC adalah pada shampo. HEC membantu kerja shampo
untuk menghilangkan kotoran dengan membentuk koloid disekitar partikel kotoran. Secara
normal, partikel kotoran tidak larut dalam air, namun dengan adanya HEC yang dapat
membungkus partikel debu dan ketika dibasahi oleh air HEC menjadikan air dapat menerima
partikel kotoran tersebut, sehingga partikel kotoran tersebut akan terbuang besama air dan tidak
lagi menempel pada rambut (Billmeyer, 1962), sehingga jika dikaitkan dengan mekanisme
kerja pada cat, HEC akan membungkus komponen perekat dan juga pewarna sehingga lebih
stabil emulsinya dalam air dan mencegah terjadinya endapan. Pada Gambar 19 dapat dilihat
ilustrasi pembungkusan partikel kotoran oleh HEC.

Rantai
Partikel Kotoran

Gambar 19. Ilustrasi pembungkusan partikel kotoran oleh hydroxyethyl cellulose (HEC)
(Billmeyer, 1962)

Dalam pembuatan cat, bahan tambahan berupa pengental ditambahkan hanya dalam
komposisi yang sedikit yaitu sekitar 1-2% dalam keseluruhan komposisi dalam cat (Talbert,
2008). Pada penambahan zat pengental dalam pembuatan cat alami konsentrasi HEC yang
dipilih adalah 1,4% karena nilai ini dianggap terbaik untuk mendapatkan kekentalan yang

41
sesuai. Jika konsentrasi HEC lebih rendah cat belum memiliki kekentalan yang baik, namun
jika terlalu tinggi dari 1,4%, maka cat akan sulit untuk diaplikasikan. Perlakuan perbandingan
bobot kasein terhadap kapur tohor 50% : 50% (1:1) dengan konsentrasi larutan gambir 5%,
15% dan 25% ditambahkan masing – masing 1,4% HEC ke dalam formula cat. Hasil pengujian
formula cat setelah penambahan HEC dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Hasil pengujian cat setelah penambahan hydroxyethyl cellulose (HEC)


Sampel
Parameter Mutu Cat
A2B1H1 A2B2H1 A2B3H1 A2B1 A2B2 A2B3
Densitas (g/ml) 1,089 1,099 1,142 1,082 1,097 1,121
Padatan Total (%) 18,483 21,621 23,474 16,647 20,010 21,857
Bahan Menguap (%) 81,517 78,3795 76,526 83,353 79,989 78,143
Viskositas (KU) 85 96 142,5 64,76 65,59 67,74
Nilai pH 9,45 9,445 9,44 9,455 9,4225 9,425
Waktu Mengering
- Kering Sentuh 15,75 16 16 16,5 16,5 17
(Menit)
- Kering Keras 33,75 35,5 33 34,5 33,25 33,25
(Menit)
Daya Rekat (%) 83,75 84,25 84,25 81,25 81 81,75
Daya Tutup (m2/L) 31,2475 50 50 31,2475 45,8325 45,8325
Uji Warna
- Nilai L* 55,0925 45,935 40,925 53,605 39,745 33,43
- Nilai a* 20,75 30,2075 34,1875 25,61 35,1625 35,28
- Nilai b* 12,25775 10,679 9,8145 11,958 9,61125 8,52275
Terdapat Terdapat Terdapat Terdapat Terdapat Terdapat
Efek Kapur
efek kapur efek kapur efek kapur efek kapur efek kapur efek kapur
Tidak Tidak Tidak
Endapan (Settling) Mengendap Mengendap Mengendap
Mengendap Mengendap mengendap
Keterangan :
Sampel : A2B1 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, dan konsentrasi larutan gambir 5%
A2B2 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, dan konsentrasi larutan gambir 15%
A2B3 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 25%
A2B1H1 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, konsentrasi larutan gambir 5% , dan HEC 1,4%
A2B2H1 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, konsentrasi larutan gambir 15%, dan HEC 1,4%
A2B3H1 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, konsentrasi larutan gambir 25%, dan HEC 1,4%

Penambahan HEC menyebabkan nilai densitas dan total padatan cat meningkat,
namun peningkatnya tidak terlalu banyak. Peningkatannya densitas dan total padatan cat
disebabkan dengan penambahan HEC terjadi penambahan padatan dalam formula cat, hal
tersebut yang menjadikan nilai densitas meningkat. Peningkatan nilai densitas tidak terlalu
banyak yang semula densitas cat berkisar antara 1,082-1,121 g/ml dengan penambahan HEC
menjadi 1,089-1,142 g/ml. Hal tersebut disebabkan HEC yang ditambahkan hanya dalam
jumlah yang sedikit sehingga tidak mempengaruhi secara signifikan nilai densitas cat.
Peningkatan total padatan juga tidak menigkat secara signifikan yang semula berkisar 16,647-
21,857% menjadi 18,483 - 23,474%. Bahan menguap cat akan semakin menurun, karena

42
padatan toal dan bahan menguap berbanding terbalik, semakin tinggi total padatan cat makan
total bahan menguap akan semakin rendah. Total bahan menguap cat yang semula berkisar
antara 83,353 - 78,143% menjadi 81,517 - 76,526%.
Nilai viskositas atau kekentalan cat meningkat cukup jauh, karena HEC merupakan
bahan tambahan yang sengaja ditambahkan untuk meningkatkan kekentalan cat dan
menjadikan cat tidak mengendap. Viskositas cat yang semula berkisar antara 64,76 – 67,74 KU
(Krebs Unit) menjadi berkisar antara 85 – 142,5 KU (Krebs Unit). Nilai pH cat setelah
penambahan HEC tidak berbeda jauh yang semula berkisar antara 9,422 – 9,455 menjadi
berkisar antara 9,44 - 9,45. Waktu mengering cat yang terdiri dari waktu kering sentuh dan
waktu kering keras tidak mengalami perubahan yang signifikan dari sebelum penambahan
HEC. Hal tersebut disebabkan HEC bersifat untuk pengental dan penstabil emulsi dalam cat,
sehingga tidak berpengaruh terhadap waktu mengering cat.
Daya rekat cat semakin meningkat dengan penambahan HEC. Semula daya rekat cat
berkisar antara 81 – 84,75 % meningkat menjadi 83,75 – 84,25%, hal tersebut dapat terjadi
karena HEC memiliki daya perekat seperti halnya perekat pada cat. Menurut Talbert (2008),
perekat jenis nonconvertible adalah perekat yang terpolimerisasi yang terdispersi dalam suatu
medium yang akan menguap setelah lapisan cat diaplikasikan pada suatu permukaan,
contohnya adalah cellulose, nitrocellulose, dan resin vinil.
Pengaruh penambahan HEC pada daya tutup cat tidak berpengaruh secara signifikan
yang semula berkisar antara 45,834 – 31,248 m2/L menjadi 31,248 – 50 m2/L, hal tersebut
disebabkan HEC memiliki kemampuan mengentalkan, mengemulsi, mengikat, mendispersi dan
mengurangi kelebihan air (mengikat air) (Billmeyer, 1962). Daya tutup cat lebih dipengaruhi
oleh penggunaan pewarna atau pigmen yang digunakan karena perekat cat sebagian besar
transparan, sedangkan satu-satunya komponen cat yang dapat menutupi permukaan adalah
pewarna atau pigment (Talbert, 2008).
Nilai L*, a*, dan b* cat yang telah ditambahkan HEC terjadi perubahan yang tidak
terlalu jauh dari semula, nilai L* yang semula berkisar antara 33,43 - 53,605 menjadi 40,925 -
55,093. Nilai L* cat semakin menurun dengan semakin meningkatnya penggunaan konsentrasi
larutan gambir, nilai L* semakin meningkat ketika ditambahkan HEC. Nilai L menyatakan
parameter kecerahan yang memiliki nilai 0 (hitam) sampai 100 (putih). Nilai a menyatakan
campuran warna merah sampai hijau dengan +a (0 sampai +100) untuk warna merah dan nilai
–a (0 sampai -80) untuk warna hijau. Nilai b menyatkan campuran warna biru sampai kuning.
Nilai +b (0 sampai +70) untuk warna kuning dan –b (0 sampai -70) untuk warna biru (Volz,
1999).
Nilai a* cat yang telah ditambahkan HEC menjadi menurun yang semula berkisar
antara 25,61 – 35,28 menjadi 20,75 – 34,188. Nilai b* cat yang telah ditambahkan HEC
menjadi meningkat yang semula berkisar antara 8,523 – 11,958 menjadi 9,815 – 12,258.
Berdasarkan nilai L*, a*, dan b* cat yang telah ditambahkan HEC memiliki warna yang lebih
cerah karena nilai L* yang meningkat, namun warna yang dihasilkan masih didominasi warna
merah karena nilai a* positif yang semakin meningkat dan nilai b* positif yang semakin
menurun. Suatu warna tidak selamanya hanya diperoleh dari warna merah, kuning, hijau, atau
biru saja, melainkan dapat diperoleh berdasarkan kombinasi warna. Kombinasi ini dapat
merupakan kombinasi warna merah dan kuning, merah dan biru, kuning dan hijau atau kuning
dan biru. Berdasarkan nilai a* dan b* dapat diketahui kombinasi warna yang membentuk
warna pada hasil pengecetan cat alami (Agriawati, 2003).

43
Pada pengujian kualitatif yaitu pengujian terjadi atau tidaknya efek kapur dan juga
terjadi atau tidaknya endapan, didapatkan bahwa cat yang telah ditambahkan HEC masih
terjadi efek kapur. Hal tersebut disebabkan formula cat mengunakan kapur tohor sebagai salah
satu komponen bahan perekat dan HEC tidak memberikan pengaruh untuk mengurangi efek
kapur. HEC jelas memberikan efek terhadap pengujian ada atau tidaknya endapan pada
perlakuan A2B2H1 (perbandingan kasein terhadap kapur tohor 50:50 (1:1), dengan konsentrasi
gambir 15% dan penambahan 1,4% HEC dan A2B3H1(perbandingan bobot kasein terhadap
kapur tohor 50:50 (1:1), dengan konsentrasi gambir 25% dan penambahan 1,4% HEC, namun
tidak berpengaruh kepada perlakuan A2B1H1(perbandingan kasein terhadap kapur tohor 50:50
(1:1), dengan konsentrasi gambir 5% dan penambahan 1,4% HEC, ketika telah disimpan
selama satu minggu. Ketika penyimpanan dalam waktu 24 jam formula cat yang telah
ditambahkan HEC tidak terjadi endapan, namun ketika telah disimpan selama seminggu pada
perlakukan A2B1H1(perbandingan kasein terhadap kapur tohor 50:50 (1:1), dengan
konsentrasi gambir 5% dan penambahan 1,4% HEC terbentuk endapan. Hal tersebut dapat
dikarenakan pada perlakuan A2B1H1(perbandingan kasein terhadap kapur tohor 50:50 (1:1),
dengan konsentrasi gambir 5% dan penambahan 1,4% HEC kekentalan cat belum tercapai
dengan baik karena kandungan air pada perlakuan tersebut lebih tinggi dibandingkan dua
perlakuan lainnya, sehingga perlu ditambahkan HEC dengan konsentrasi sedikit lebih banyak
dari 1,4% untuk menghasilkan kekentalan yang baik dan menjadikan stabilitas emulsi cat lebih
baik.

44
V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Cat yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah cat berwarna coklat muda hingga
coklat kemerah-merahan yang dapat diaplikasikan pada tembok dan kayu. Perbandingan bobot
kasein terhadap kapur tohor dan konsentrasi larutan gambir mempengaruhi mutu cat yang
dihasilkan. Pengaruh perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor memberikan pengaruh
nyata terhadap densitas, total padatan, total bahan menguap, nilai pH, daya rekat dan nilai L*,
a* dan b*. Namun tidak berpengaruh nyata terhadap waktu kering sentuh, waktu kering keras
dan daya tutup cat.
Pengaruh konsentrasi larutan gambir memberikan pengaruh nyata terhadap densitas,
total padatan, total bahan menguap, daya tutup, dan nilai L*, a* dan b*. Namun tidak
memberikan pengaruh nyata terhadap nilai pH, daya rekat, waktu kering sentuh, dan waktu
kering keras.
Formula yang terbaik berdasarkan parameter mutu utama, yaitu daya rekat adalah
pada perlakuan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1:1, namun konsentrasi
gambir tidak berpengaruh nyata terhadap daya rekat cat. Untuk memperbaiki mutu cat
ditambahkan bahan pengental berupa hydroxyethy cellulose (HEC) sebanyak 1,4% yang
bertujuan agar cat yang dihasilkan tidak mengendap.
Setelah ditambahkan HEC didapatkan perlakuan terbaik yaitu pada perlakuan
perbandingan bobot kasein terhadap kpaur tohor 1:1 dengan konsentrasi larutan gambir 25%.
Hal tersebut dikarenakan, setelah penyimpanan selama dua bulan, cat tidak mengendap.
Setelah penambahan HEC tidak terjadi perubahan yang signifikan terhadap nilai densitas, total
padatan, total bahan menguap, nilai pH, daya tutup, nilai L*, a* dan b* serta efek kapur, tetapi
nilai daya rekat dan kekentalan meningkat dan cat yang dihasilkan tidak mengendap.

5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan untuk penelitian ini adalah sebagi berikut:
1) Perlu dipertimbangkan oleh peneliti penggunaan pewarna alami lainnya, agar didapatkan
variasi warna cat alami.
2) Cat alami berbahan baku kasein, kapur tohor, dan gambir merupakan salah satu alternatif
cat yang berpotensi besar untuk dikembangkan, sehingga diperlukan studi untuk
menganalisa kelayakan industri cat alami tersebut.

45
DAFTAR PUSTAKA

Adnan M. 1984. Kimia dan Teknologi Pengolahan Susu. Yogyakarta : Andi Offset.

Apriyantono A, Fardiaz NL, Puspitasari, Sedarnawati, Budiyanto S. 1988. Analisis Pangan Antar
Universitas. Bogor : Institut Pertanian Bogor Press.

ASTM. 1991. Annual Book of ASTM Standars. Paints, Related Coatings, and Aromatics. Volume
06.01. Paint – Test for Formulated Products and Applied Coatings. Philadelphia : American
Society for Testing and Materials,.

Badan Standarisasi Nasional. 2000. SNI 01-3391-2000. Gambir. Jakarta : Badan Standarisai Nasional.

Badan Standarisasi Nasional. 2009. SNI 3564-2009. Cat Emulsi. Jakarta : Badan Standarisai Nasional.

Baird HC. 1908. Painter, Gilder, and Varnishers Companion. Philadelphia: Industrial Publisher.

Bakhtiar A. 1991. Manfaat Tanaman Gambir. Makalah Penataran Petani dan Pedagang Pengumpul
Gambir di Kecamatan Pangkalan Kab. 50 Kota 29-30 November 1991. Padang : FMIPA
Universitas Andalas.

Banov A. 1982. Paint and coatings Hand Book, second edition. New York : Mc Graw-Hill Book
Company.

Billmeyer FW. 1962. Polymer Science. New York : Interscience Publishing.

Buckle KA. 1987. Ilmu Pangan. Jakarta: UI Press.

Budiono I. 2007. Faktor Risiko Gamngguan Fungsi Paru Pada Pekerja Pengecatan Mobil. [Tesis].
Semarang : Program Studi Magister Epidemiologi, Universitas Diponogoro.

Burkill IH. 1935. Manfaat Gambir. Laporan Pelaksanaan Penataran Petani dan Pedagang
Pengumpul Gambir di Kecamatan Pangkalan Kabupaten Lima Puluh Kota. Padang : FMIPA,
Universitas Andalas.

Gumbira-Sa’id E, Syamsu K, Mardliyati E, Herryandie A, Evalia NA, Rahayu DL, Puspitarini AAR,
Ahyarudin A, Hadiwijoyo A. 2009. Agroindustri dan Bisnis Gambir Indonesia. Bogor : IPB
Press.

Gove PB, Webster M. 1966. Webster’s Third International Dictionary the English Language
Unbridge. Massachussetts : G and C Merriam Company Publisher.

Hall C. 1981. Polymer Materials, An Introduction for Technologist and Scientist. London :
MacMillan Pub. Ltd.
Hermiyati I. 2009. Petunjuk Praktikum Analisa Bahan Kulit. Yogyakarta : Akademi Teknologi Kulit.

46
Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid III. Jakarta : Badan Litbang Kehutanan.

Koleske VJ. 1972. Paint and Coating Testing Manual. Philadelphia : Race Street.

Merck . 2000. The Merck Index of Chemical and Drugs. New York : Merck and Co.

Muchtar. 2000. Teknologi Pemurnian Gambir. Makalah pada Seminar nasional Hasil – hasil
Penelitian dan Pengkajian Pertanian. Padang : BPTP Sukarami dan Peragi.

Nazir N. 2000. Gambir, Budidaya, Pengolahan Hasil dan Prospek Diversivikasinya. Padang :
Yayasan Hutanku.

Nelson GL, Gray KN, Buckley SE. 1985. Modern Paint and Coatings. Hattiesburg : University of
Southern Mississippi.

Payne LF. 1961. Organic Coating Technology Volume 2. New York : John Wiley and Sons.

Powrie WD, Tung MA. 1976. Food Dispersions. New York : Marcel Dekker Inc.

Rizki TM. 2004. Pengaruh Suhu FormulasiResin dan Perbandingan Mol Formaldehida Terhadap
Total Fenolik dalam Pembuatan Cat Anti Karat Berbasis Resin Fenolik dari Cairan Kulit Biji
Mete (Cashew Nut Shell Liquid). [Skripsi]. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.obertson, T. B., The physical chemistry of the proteins, New York, London,

Robertson TB. 1918. The physical chemistry of the proteins. New York, London, Bombay, Calcuta,
and Madras.

Simanjuntak. 2008. Penuntun Praktikum Biokimia. Sumatera Utara : Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Jurusan Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Soebito S. 1988. Analisis Farmasi. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

Southward CR. 2000. Casein Products. New Zealand : Consumer and Application Science Section,
Dairy Research Institute.

Sudibyo A, Sait S, Loebis EH. 1988. Pengaruh Cara dan Lama Penyairan Terhadap Mutu Gambir
(Uncaria gambir Roxb.) yang Dihasilkan. Journal of Agro-Based Industry Vol.5, No.1.
BBIHP, Bogor.

Syarief. 1991. Teknologi Penyimpanan Pangan. Jakarta : Arcan.

Talbert R. 2008. Paint Technology Handbook. New York : CRC Press.

Thorpe JF, Whiteley MA. 1921. Thorpe’s dictionary of applied chemistry. Fourth edition, Vol. II.
London : Longmans, Green and Co.

47
Volz HG. 1999. Industrial Color Testing. Weinheim : VCH Publishers.

Walpole RE. 1992. Pengantar Statistika, Edisi ke-3. Jakata : Gramedia Pustaka Utama.

Webb BH, Johnson AH. 1985. Fundamental of Dairy Chemistry. Connecticut : The Avi Publishing
Company.

Winarno FG, Wiranatakusumah MA. 1981. Fisiologi Lepas Panen. Jakarta : Sastra Hudaya.

Nuryanti Y. 1976. Pengetahuan bahan cat, Pendidikan dan pelatihan untuk Production Engineering
Supervisor Industri Sepeda. Bandung

Zulnely, Lukman AH. 1994. Pengaruh Pengukusan dan Perajangan Daun Gambir (Uncaria gambir
Roxb.) Terhadap Mutu Ekstrak Gambir. Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 12 No. 6, Bogor.

48
LAMPIRAN

49
Lampiran 1. Prosedur Analisis Mutu Bahan Baku Cat

1) Penetapan Kadar Air dengan Metode Oven (AOAC, 1984)


Cawan aluminium kosong dipanaskan dengan oven 105 oC selama 15 menit, kemudian
didinginkan dengan desikator selama 30 menit dan ditimbang. Prosedur pengeringan cawan ini
diulang sampai didapatkan bobot tetap. Sampel sebanyak 4-5 gram ditimbang dalam cawan
tersebut, kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 105 oC selama 3-5 jam. Setelah cawan
dikeluarkan dari oven dan didinginkan, diulang sampai didapatkan bobot tetap bahan.
Presentase kadar air dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
% Kadar Air = A-B x 100%
C
Keterangan :
A : Bobot cawan berisi sampel sebelum dioven (g)
B : Bobot cawan berisi sampel setelah dioven (g)
C : Bobot sampel basa (g)

2) Penetapan Kadar Abu dengan Metode Oven (AOAC, 1984)


Sampel sebanyak 4-5 gram ditimbang dalam cawan yang bobotnya konstan. Dibakar
sampai tak berasap di atas Bunsen dengan api kecil, kemudian dimasukkan ke dalam tanur
pada suhu 600oC sampai menjadi abu. Cawan didinginkan dalam desikator selama 15 menit
kemudian ditimbang. Pengabuan diulangi, dengan cara dimasukkan ke dalam tanur pada suhu
600oC selama 1 jam sampai didapat bobot yang tetap. Presentase kadar abu dapat dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
% Kadar Abu = A-B x 100%
C
Keterangan :
A : Bobot cawan berisi abu sampel (g)
B : Bobot cawan (g)
C : Bobot sampel basa (g)

3) Penetapan Kadar Protein (Nitrogen) dengan Metode Kjedhal


Sampel sebanyak 0.2 gram, ditambahkan dengan 1 gram CuSO 4, 1.2 gram Na2SO4,
dan 2.5 larutan H2SO4 pekat dan didekstruksi dalam labu Kjeldhal selama 1 jam. Setelah dingin
ditambahkan larutan NaOH 50% sebanyak 15 ml dan didestilasi. Destilat ditampung dalam
erlenmeyer yang berisi larutan HCl 0.02 N. Destilat dititrasi dengan larutan NaOH 0.02 N yang
sebelumnya telah ditambahkan indikator mensel. Penentuan kadar nitrogen berdasarkan
volume larutan NaOH 0.02 N yang digunakan untuk titrasi. Blanko disiapkan seperti prosedur
penentuan kadar nitrogen dengan etode Kjeldhal. Penentuan kadar nitrogen dihitung
berdasarkan rumus sebagai berikut :
% Total N = (ml NaOH blanko – ml NaOH sampel) x N NaOH x 0.014 x FP x100%
gram sampel
% Protein = % Total N + Faktor Konversi (FK)

Keterangan :
FP : Faktor Pengenceran
FK : Faktor Konversi (6.25)

50
4) Penetapan Kadar Lemak dengan Metode Ekstraksi Langsung dengan Alat Soxhlet (SNI 01-
2891-1992)
Sebanyak 1-2 gram contoh, dimasukkan ke dalam selongsong kertas saring yang
dilapisi denga kapas. Kemudian selongsong kertas saring berisi contoh disumbat dengan kapas
lalu dikeringkan di dalam oven pada suhu 80 oC selama kuran lebih 1 jam. Kemudian
selongsong kertas yang telah dioven dimasukkan ke dalam alat soxhlet yang telah dihubungkan
dengan labu lemak berisi batu didih yang telah dikeringkan dan telah diketahui bobotnya.
Kemudian diekstraksi dengan hexana atau pelarut lemak lainnya selama kurang lebih 6 jam.
Kemudian hexana disuling dan ekstrak lemak dikeringkan di dalam oven pada suhu 105 oC
sampai bobotnya tetap. Didinginkan dan ditimbang. Penentuan kadar lemak dihitung
berdasarkan rumus sebagai berikut :
% Total Lemak = W2-W1 x 100%
W
Keterangan :
W : Bobot contoh (g)
W1 : Bobot labu lemak kosong (g)
W2 : Bobot labu lemak dan lemak (g).

5) Penetapan Kadar Serat Kasar (AOAC, 1984)


Sebanyak 2 gram contoh dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan
100 ml H2SO4 0.325 N, kemudian dihidrolisis di dalam autoklaf selama 15 menit pada suhu
105oC. Didinginkan lalu ditambahkan NaOH 1.25 N sebanyak 50 ml. Hidrolisis kembali ke
dalam autoklaf selama 15 menit. Kemudian contoh disaring dengan kertas saring yang telah
dikeringkan dan diketahui bobot tetapnya. Contoh dicuci berturut-turut dengan air panas
menggunakan 25 ml H2SO4 0.325 N, kemudian dicuci dengan air panas terakhir menggunakan
alkohol 25 ml. Kertas saring dikeringkan di dalam oven pada suhu 105oC sampai bobotnya
tetap. Penentuan kadar serat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut :
% Kadar Serat = Bobot kertas dan serat – Bobot kertas x 100%
Bobot contoh awal

6) Penetapan Kadar Karbohidrat (by different)


Penentuan karbohidrat (by different) dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut :
% KKh = 100% - % K air - % K abu - % K lemak - % K serat kasar

7) Kadar Katekin (SNI 01-3391-2000)


a. Pembuatan Kurva Standar
Pembuatan kurva standar dilakukan dengan penimbangan sampel katekin
standar sebanyak 25 mg, dimasukan kedalam labu takar 25 ml dan dilarutkan dengan
larutan etil asetat hingga tanda tera (larutan A). Larutan A kemudian disaring
menggunakan kertas saring dan diencerkan kembali mengunakan larutan etil asetat pada
berbagai tingkat konsentrasi, yaitu 10 ppm, 20 ppm, 30 ppm, 40 ppm, 50 ppm, 60 ppm,
70 ppm, 100 ppm. Larutan yang sudah terbentuk diukur dengan Spektrofotometer
Ultraviolet pada panjang gelombang 280 nm dengan menggunakan etil asetat sebagai
blanko. Nilai absorbansi yang didapat dibuat regresi linier sehinnga didapat persamaan
linier untuk menghitung kadar katekin sampel.

51
b. Pengujian Sampel Gambir
Sampel gambir yang diuji ditimbang sebanyak 50 mg dan dituangkan kedalam
labu takar 25 ml, dilarutkan dan diencerkan dengan etil asetat samapai tanda tera
(Larutan B). Larutan B diletakan dalam sonifikator selama 10 menit kemudian disaring.
Sebanyak 1,25 larutan B dimasukan ke dalam labu takar 25 ml dan diencerkan hingga
tanda tera (Larutan C). Larutan C kemudian diukur absorbansinya menggunakan etil
asetat sebagai blanko. Nilai absorbansi yang didapat dihitung kadar katekinnya
menggunakan persamaan linier dari kurva standar.

8) Kadar Bahan Tidak Larut Dalam Air dan Alkohol (SNI 01-3391-2000)
Prinsip : persentase bahan yang tidak learut dalam air dan alkohol diperoleh dengan
perbandingan antara bebas kotoran pada suhu oven 100 – 105 °C dengan bobot contoh yang
diuji.

a. Penentuan Bahan Tidak Larut Dalam Air (SNI 01-3391-2000)


Sebanyak satu gram contog gambir kering (bebas air) yang sudah dihaluskan
dimasukkan ke dalam gelas piala 200 ml yang telah berisi 100 ml air. Panaskan
campuran tersebut sampai mendidih kemudian saring dengan menggunakan cawan
gooch yang telah diketahui beratnya. Cawan Gooch yang telah berisi residu dikeringkan
dalam oven pada suhu 105 ° C selama satu jam, kemudian didinginkan dalam desikator
dan timbang sampai bobot tetap.

b. Penentuan Bahan Tidak Larut Dalam Alkohol (SNI 01-3391-2000)


Sebanyak satu gram contoh kering (bebas air) gambir yang sudah dihaluskan
dimasukkan ke dalam erlenmeyer 200 ml yang berisi 100 ml etanol absolut. Erlenmeyer
ditutup sumbat gabus yang diberi kapas dan dipanaskan sampai mendidih. Kemudian
campuran disaring dengan menggunakan cawan gooch yang diketahui beratnya. Cawan
berisi residu dikeringkan dalam oven pada suhu 105 °C selama satu jam, lalu
didinginkan dalam desikator dan ditibang.

Kadar bahan yang tidak larut dalam alkohol atau air = 100 (W2-W)
W1

Keterangan:
W : bobot cawan Gooch
W1 : bobot contoh atas dasar bahan kering
W2: bobto residu yang tidak larut dalam alkohol atau air + bobot cawan Gooch.

52
Lampiran 2. Perhitungan jumlah perekat

Basis perekat yang digunakan adalah 50 gram

 Perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 3 : 1 (75% : 25%)


Jumlah kasein yang digunakan =

Jumlah kapur tohor yang digunakan =

 Perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1:1 (50% : 50%)


Jumlah kasein yang digunakan =

Jumlah kapur tohor yang digunakan =

 Perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1:3 (25% : 75%)


Jumlah kasein yang digunakan =

Jumlah kapur tohor yang digunakan =

53
Lampiran 3. Prosedur analisis mutu cat

1) Densitas ( ASTM D.1475)

Pengukuran bobot jenis dilakukan untuk mengetahui bobot cat per satuan volume
(g/ml). Alat yang digunakan adalah piknometer. Pikometer ditimbang sampai didapat
perbedaan berat antar dua penimbangan sebesar maksimum 0,001% dari berat
piknometer (M gram). Piknometer diisi dengan air suling pada suhu yang disyaratkan,
tutup piknometer, kelebihan air suling yang mengalir segera dikeringkan dengan kain /
kertas penyerap dengan segera. Pada Gambar 8 dapat dilihat proses pengujian densitas
cat. Piknometer berisi air ditimbang dan dicatat bobotnya (N gram) perhitungan volume
piknometer sebagi berikut :

dengan :
V adalah volume piknometer (ml)
N adalah bobot piknometer dan air (g)
M adalah bobot piknometer (g)
ρ adalah kerapatan mutlak air (densitas) (g/ml).

Setelah ditentukan volme piknometer langkah selanjutnya adalah piknometer disi


dengan cat pada suhu yang disyaratkan, piknometer ditutup, kelebihan cat yang
mengalir segera dikeringkan dengan kain / kertas penyerap dengan segera. Piknometer
berisi cat ditimbang dan dicatat bobotnya (W gram). Menurut ASTM D.1475
perhitungan densitas cat adalah sebagai berikut :

Dengan :
Dm adalah densitas contoh (g/ml)
W adalah bobot piknometer berisi contoh (g)
M adalah bobot piknometer (g)
V adalah volume pikometer

2) Kadar Padatan Total dan Bahan Menguap (SNI 06-0475-1989)

Cawan aluminium dipanaskan dalam oven pada suhu 105±2 °C, dan didinginkan
dalam desikator, kemudian ditimbang dengan timbangan empat desimal. Prosedur
tersebut diulangi sampai bobotnya tetap (A). Cat dimasukkan ke dalam cawan sebanyak
dua gram (B) secara merata di seluruh permukaan cawan. Proses pengujian kadar
padatan total dan bahan menguap dapat dilihat pada gambar 9. Kemudian cawan yang
berisikan cat dimasukan ke dalam oven pada suhu 105±2 °C. Setelah satu jam, cawan
dikeluarkan, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Pengeringan
dilanjutkan sampai bobotnya tetap (C).

54
Kadar padatan total (%) =

Kadar bahan menguap (%) = 100 – Kadar padatan total.

3) Kekentalan / Viskositas (AOAC, 1995)

Pengukuran viskositas dilakukan dengan menggunakan alat Viskometer


Brookfield. Contoh cat sebanyak ± 25 ml (jumlah yang diperlukan untuk merendamkan
tanda tera pada beban) dimasukkan ke dalam gelas piala, dan diatur suhunya agar tetap
25 ± 0.5 °C. Beban dan putaran per menit (rpm) yang akan digunakan (bernomor) diatur
terlebih dahulu untuk menentukan angka konversinya yang terdapat pada tabel bagian
atas alat. Contoh cat dimasukkan ke dalam wadah hingga tanda tera pada beban
terendam. Motor penggerak dijalankan setelah jarum menunjukan angka nol. Motor
dimatikan setelah satu menit, dan tombol penekan jarum ditekan, kemudian dibaca
angka yang ditunjukkan oleh jarum tersebut (A). Pada Gambar 10 dapat dilihat proses
pengujian viskositas dengan menggunakan viscometer Brookfield. Rumus viskositas
adalah sebagai berikut.
Viskositas (cP) = A x angka konversi

4) Waktu Mengering (SNI 3564-2009)

4.1 Waktu Kering Sentuh

Lapisan cat disentuh dengan ringan dengan jari pada interval waktu
yang bervariasi. Lapisan tersebut disebut kering sentuh apabila tidak
meninggalkan bekas sentuhan jari pada daerah pengamatan yang sama.

1.2 Waktu Kering Keras

Lempeng uji (kaca bening) yang telah dilapisi cat ditempatkan pada
posisi mendatar dengan ketinggian yang cukup bila ibu jari diletakkan pada
lapisan contoh, lengan penguji dalam keadaan tegak lurus antara pergelangan
tangan sampai bahu. Lapisan contoh ditekan dengan ibu jari dengan tekanan
maksimum, putar ibu jari 90°. Lapisan contoh dinyatakan kering keras bila
tidak ada lapisan contoh yang terlepas, terpisah, mengkerut atau tanda
kerusakan lainnya.

5) Nilai pH (SNI 3564-2009)

Pengukuran nilai pH menggunakan alat pH meter yang bermerk Beckman. Alat


pH meter dapat dilihat pada Gambar 27.

55
6) Daya Rekat (ASTM, 1991)

Pengujian terhadap daya rekat suatu cat dilakukan dengan metode cross cut
tape test. Cat diaplikasikan pada suatu pelat, kemudian dalam luas 1 cm2 dibagi menjadi
100 bagian dengan menggunakan cutter dengan luas masing – masing 0,01 cm2. Bagian
– bagian tersebut dilekatkan dengan pita perekat dan dilepaskan kembali. Ketahanan
rekat diukur berdasarkan jumlah bagian cat yang masih menempel. Gambaran pengujian
daya rekat formula cat dapat dilihat pada Gambar 28.

7) Daya Tutup

Daya tutup atau hiding power merupakan pengujian yang dilakukan untuk
mengetahui seberapa banyak cat yang dibutuhkan untuk menutup suatu permukaan
yang akan dicat. Sebanyak 10 ml cat dimasukan ke dalam gelas ukur berukuran 10 ml,
kemudian dengan menggunakan kuas cat dioleskan ke permukaan lapisan uji seluas 100
cm2 yang sebelumnya telah dicat oleh cat putih sebagai warna dasar. Dicatat seberapa
banyak cat yang digunakan untuk menutupi cat putih yang telah dioleskan sebelumnya.
Proses pengujian daya tutup dapat dilihat pada Gambar 29.

8) Nilai L*, a*, b* (Metode Hunter)

Nilai L*,a*dan b* cat dapat dilihat dengan menggunakan Colormeter yang


bermerk ColorTech-PCM. Formula cat diaplikasikan pada suatu lapisan uji, kemudian
diukur nilai L*,a* dan b* dengan menggunakan alat Colormeter.

9) Efek Kapur (Chalking)

Formula cat diaplikasikan pada lapisan uji seluas 10 cm x 10 cm, kemudian


setelah cat telah kering dengan sempurna, lapisan uji yang telah dicatkan disentuh,
kemudian jika lapisan cat yang dihasilkan disentuh untuk memastikan terjadi efek kapur
atau setelah disentuh seperti ada kapur yang menempel.

10) Settling (Endapan)

Formula cat yang telah dimasukan ke dalam kemasan setelah 24 jam dilihat
apakah terbentuk endapan atau tidaknya.

56
Lampiran 4. Data hasil pengukuran densitas cat

Tabel 9. Data hasil pengukuran densitas cat


Ulangan
Perlakuan Rata-Rata
1 2
A1B1 1,063 1,064 1,064
A1B2 1,075 1,074 1,075
A1B3 1,086 1,084 1,085
A2B1 1,082 1,083 1,082
A2B2 1,097 1,096 1,097
A2B3 1,122 1,121 1,121
A3B1 1,094 1,094 1,094
A3B2 1,121 1,121 1,121
A3B3 1,138 1,136 1,137

Keterangan :
A1B1 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 5%
A1B2 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 15%
A1B3 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 25%
A2B1 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, dan konsentrasi larutan gambir 5%
A2B2 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, dan konsentrasi larutan gambir 15%
A2B3 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, dan konsentrasi larutan gambir 25%
A3B1 : Kasein : Kapur tohor = 1:3, dan konsentrasi larutan gambir 5%
A3B2 : Kasein : Kapur tohor = 1:3, dan konsentrasi larutan gambir 15%
A3B3 : Kasein : Kapur tohor = 1:3, dan konsentrasi larutan gambir 25%

57
Lampiran 5. Hasil analisis keragaman dan uji lanjut Duncan pada densitas cat

a. Sidik ragam pengaruh perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan konsentrasi
larutan gambir 5%, 15% dan 25%.

Ftabel Ftabel α= α=
Sumber Keragaman Db JK KT Fhitung
(α = 0,05) (α = 0.,1) 0,05 0,01
Perlakuan 8
Konsentrasi Gambir (Ei) 2 0,00357 0,00178 2630,901 4,26 8,02 BN BN
Kasein : KapurTohor (Vj) 2 0,00553 0,00277 4082,149 4,26 8,02 BN BN
Interaksi (EVij) 4 0,00035 8,768 129,386 3,63 6,42 BN BN
Ek (ij) 9 6,099 6,776
Total 17 0,00945
Keterangan : BN = Berbeda Nyata ; TBN = Tidak Berbeda Nyata

b. Uji lanjut selang berganda Duncan pengaruh perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor
terhadap densitas cat

Kelompok
Perbandingan Kasein dan Kelompok Duncan
Rata-Rata Duncan (α =
Kapur Tohor (α = 0,01)
0,05)
3:1 1,074608 A A
1:1 1,100217 B B
1:3 1,117267 C C

c. Uji lanjut selang berganda Duncan pengaruh konsentrasi larutan gambir terhadap kapur tohor
terhadap densitas cat

Kelompok Kelompok Duncan


Konsentrasi Gambir Rata-Rata
Duncan (α = 0,05) (α = 0,01)
5% 1,0801 A A
15% 1,097417 B B
25% 1,114575 C C

d. Uji lanjut selang berganda Duncan pengaruh interaksi antara perlakuan terhadap densitas cat.

Rata- Kelompok Kelompok


Perlakuan
Rata Duncan (α = 0,05) Duncan (α = 0,01)
A1B1 1,0640 A A
A1B2 1,0747 B B
A2B1 1,0824 C C
A1B3 1,0852 D D
A3B1 1,0939 E E
A2B2 1,0968 F F
A3B2 1,1209 G G
A2B3 1,1215 G G
A3B3 1,1371 H H
Keterangan : Huruf yang sama pada kelompok Duncan menunjukan taraf perlakuan tidak berbeda
nyata pada α = 0,05 dan α = 0,01

58
Lampiran 6. Data hasil pengukuran total padatan dan bahan menguap cat

Tabel 10. Data hasil pengukuran total padatan cat


Ulangan
Perlakuan Rata-Rata
1 2
A1B1 14,489 14,502 14,495
A1B2 17,681 17,600 17,641
A1B3 18,150 18,187 18,169
A2B1 16,652 16,642 16,647
A2B2 19,989 20,031 20,010
A2B3 21,913 21,798 21,857
A3B1 16,871 17,086 16,979
A3B2 23,663 23,366 23,515
A3B3 24,529 24,255 24,392

Table 11. Data hasil pengukuran total bahan menguap


Ulangan
Perlakuan Rata-Rata
1 2
A1B1 85,512 85,498 85,505
A1B2 82,319 82,400 82,359
A1B3 81,850 81,813 81,831
A2B1 83,348 83,358 83,353
A2B2 80,011 79,969 79,990
A2B3 78,085 78,202 78,143
A3B1 83,129 82,914 83,021
A3B2 76,337 76,634 76,485
A3B3 75,471 75,745 75,608

Keterangan :
A1B1 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 5%
A1B2 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 15%
A1B3 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 25%
A2B1 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, dan konsentrasi larutan gambir 5%
A2B2 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, dan konsentrasi larutan gambir 15%
A2B3 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, dan konsentrasi larutan gambir 25%
A3B1 : Kasein : Kapur tohor = 1:3, dan konsentrasi larutan gambir 5%
A3B2 : Kasein : Kapur tohor = 1:3, dan konsentrasi larutan gambir 15%
A3B3 : Kasein : Kapur tohor = 1:3, dan konsentrasi larutan gambir 25%

59
Lampiran 7a. Hasil analisis keragaman dan uji lanjut Duncan pada total padatan cat

a. Sidik ragam pengaruh perbandingan kasein terhadap kapur tohor dengan konsentrasi larutan
gambir 5%, 15% dan 25%.

Ftabel Ftabel α= α=
Sumber Keragaman Db JK KT Fhitung
(α = 0,05) (α = 0,01) 0,05 0,01
Perlakuan 8
Konsentrasi Gambir (Ei) 2 99,1774 49,58873 3831,212 4,26 8,02 BN BN
Kasein : KapurTohor (Vj) 2 71,243 35,6217 2752,123 4,26 8,02 BN BN
Interaksi (EVij) 4 10,136 2,5340 195,7773 3,63 6,42 BN BN
Ek (ij) 9 0,12 0,01294
Total 17 180,673
Keterangan : BN = Berbeda Nyata ; TBN = Tidak Berbeda Nyata

b. Uji lanjut selang berganda Duncan pengaruh perbandingan kasein terhadap kapur tohor
terhadap total padatan cat
Perbandingan Bobot Kelompok Kelompok
Kasein dan Kapur Rata-Rata Duncan (α = Duncan (α =
Tohor 0,05) 0,01)
3:1 16,76823 A A
1:1 19,50463 B B
1:3 21,62856 C C

c. Uji lanjut selang berganda Duncan pengaruh konsentrasi larutan gambir terhadap kapur tohor
terhadap total padatan cat.

Konsentrasi Rata- Kelompok Kelompok


Gambir Rata Duncan (α = 0,05) Duncan (α = 0,01)

5% 16,04043 A A
15% 20,38843 B B
25% 21,47258 C C

d. Uji lanjut selang berganda Duncan pengaruh interaksi antara perlakuan terhadap total padatan
cat.

Kelompok Kelompok
Rata-
Perlakuan Duncan (α = Duncan (α =
Rata
0,05) 0,01)

A1B1 14,4954 A A
A2B1 16,6471 B B
A3B1 16,9788 C C
A1B2 17,6406 D D
A1B3 18,1688 E E
A2B2 20,0102 F F
A2B3 21,8566 G G
A3B2 23,5145 H H
A3B3 24,3924 I I
Keterangan : Huruf yang sama pada kelompok Duncan menunjukan taraf perlakuan tidak berbeda
nyata pada α = 0,05 dan α = 0,01

60
Lampiran 7b. Hasil analisis keragaman dan uji lanjut Duncan pada total bahan menguap cat.

a. Sidik ragam pengaruh perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan konsentrasi
larutan gambir 5%, 15% dan 25%.
Ftabel Ftabel
Sumber Keragaman Db JK KT Fhitung α = 0,05 α = 0,01
(α = 0,05) (α = 0,01)
Perlakuan 8
Konsentrasi Gambir (Ei) 2 99,177 49,5887 3831,212 4,26 8,02 BN BN
Kasein : KapurTohor (Vj) 2 71,243 35,6217 2752,123 4,26 8,02 BN BN
Interaksi (EVij) 4 10,1361 2,5340 195,7773 3,63 6,42 BN BN
Ek (ij) 9 1,16490 0,01294
Total 17 180,673
Keterangan : BN = Berbeda Nyata ; TBN = Tidak Berbeda Nyata

b. Uji lanjut selang berganda Duncan pengaruh perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor
terhadap total bahan menguap cat.

Kelompok Kelompok
Perbandingan Kasein
Rata-Rata Duncan (α = Duncan (α =
dan Kapur Tohor
0,05) 0,01)
1:3 78,37144 A A
1:1 80,49537 B B
3:1 83,23177 C C

c. Uji lanjut selang berganda Duncan pengaruh konsentrasi larutan gambir terhadap kapur tohor
terhadap total bahan menguap cat.

Kelompok Kelompok
Konsentrasi Gambir Rata-Rata Duncan (α = Duncan (α =
0,05) 0,01)
25% 78,52743 A A
15% 79,61158 B B
5% 83,95958 C C

d. Uji lanjut selang berganda Duncan pengaruh interaksi antara perlakuan terhadap total bahan
menguap cat.
Kelompok Duncan Kelompok Duncan
Perlakuan Rata-Rata
(α = 0,05) (α = 0,01)
A3B3 75,6077 A A
A3B2 76,4855 B B
A2B3 78,1434 C C
A2B2 79,9898 D D
A1B3 81,8312 E E
A1B2 82,3595 F F
A3B1 83,0212 G G
A2B1 83,3529 H H
A1B1 85,5047 I I
Keterangan : Huruf yang sama pada kelompok Duncan menunjukan taraf perlakuan tidak berbeda
nyata pada α = 0,05 dan α = 0,01

61
Lampiran 8. Data hasil pengukuran kekentalan cat

Tabel 12. Data hasil pengukuran kekentalan cat


Ulangan
Perlakuan Rata-Rata
1 2
A1B1 74,93 75,02 74,975
A1B2 86,99 85,93 86,460
A1B3 98,59 99,34 98,965
A2B1 64,88 64,64 64,760
A2B2 65,59 65,59 65,590
A2B3 67,63 67,85 67,740
A3B1 64,64 64,16 64,400
A3B2 65,35 65,7 65,525
A3B3 68,51 67,41 67,960

Keterangan :
A1B1 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 5%
A1B2 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 15%
A1B3 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 25%
A2B1 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, dan konsentrasi larutan gambir 5%
A2B2 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, dan konsentrasi larutan gambir 15%
A2B3 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, dan konsentrasi larutan gambir 25%
A3B1 : Kasein : Kapur tohor = 1:3, dan konsentrasi larutan gambir 5%
A3B2 : Kasein : Kapur tohor = 1:3, dan konsentrasi larutan gambir 15%
A3B3 : Kasein : Kapur tohor = 1:3, dan konsentrasi larutan gambir 25%

62
Lampiran 9. Hasil analisis keragaman dan uji lanjut Duncan pada viskositas (kekentalan) cat.

a. Sidik ragam pengaruh perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan konsentrasi
larutan gambir 5%, 15% dan 25%.
Ftabel Ftabel α= α=
Sumber Keragaman Db JK KT Fhitung
(α = 0,05) (α = 0,01) 0,05 0,01
Perlakuan 8
Konsentrasi Gambir (Ei) 2 312,174 156,087 835,409 4,26 8,02 BN BN
Kasein : KapurTohor (Vj) 2 1731,267 865,634 4633,049 4,26 8,02 BN BN
Interaksi (EVij) 4 286,400 71,600 383,2177 3,63 6,42 BN BN
Ek (ij) 9 1,68 0,1868
Total 17 2331,523
Keterangan : BN = Berbeda Nyata ; TBN = Tidak Berbeda Nyata

b. Uji lanjut selang berganda Duncan pengaruh perbandingan kasein terhadap kapur tohor
terhadap viskositas (kekentalan) cat.

Perbandingan Kelompok
Kelompok Duncan
Kasein dan Kapur Rata-Rata Duncan (α =
(α = 0,01)
Tohor 0,05)
1:3 65,963 A A
1:1 66,03 A A
3:1 86,8 B B

c. Uji lanjut selang berganda Duncan pengaruh konsentrasi larutan gambir terhadap kapur tohor
terhadap viskositas (kekentalan) cat.

Kelompok Kelompok
Konsentrasi
Rata-Rata Duncan (α Duncan (α =
Gambir
= 0,05) 0,01)
5% 68,045 A A
15% 72,525 B B
25% 78,221667 B B

d. Uji lanjut selang berganda Duncan pengaruh interaksi antara perlakuan terhadap viskositas
(kekentalan) cat.

Kelompok Kelompok Duncan


Perlakuan Rata-Rata
Duncan (α = 0,05) (α = 0,01)
A3B1 64,4000 A A
A2B1 64,7600 A A
A3B2 65,5250 B B
A2B2 65,5900 B B
A2B3 67,7400 C C
A3B3 67,9600 C C
A1B1 74,9750 D D
A1B2 86,4600 E E
A1B3 98,9650 F F
Keterangan : Huruf yang sama pada kelompok Duncan menunjukan taraf perlakuan tidak berbeda
nyata pada α = 0,05 dan α = 0,01

63
Lampiran 10. Data hasil pengukuran nilai pH cat

Tabel 13. Data hasil pengukuran nilai pH cat


Ulangan
Perlakuan Rata-Rata
1 2
A1B1 9,34 9,42 9,38
A1B2 9,22 9,275 9,248
A1B3 9,14 9,215 9,178
A2B1 9,515 9,395 9,455
A2B2 9,425 9,42 9,423
A2B3 9,44 9,41 9,425
A3B1 9,915 9,89 9,903
A3B2 9,895 9,83 9,863
A3B3 9,82 9,865 9,843

Keterangan :
A1B1 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 5%
A1B2 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 15%
A1B3 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 25%
A2B1 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, dan konsentrasi larutan gambir 5%
A2B2 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, dan konsentrasi larutan gambir 15%
A2B3 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, dan konsentrasi larutan gambir 25%
A3B1 : Kasein : Kapur tohor = 1:3, dan konsentrasi larutan gambir 5%
A3B2 : Kasein : Kapur tohor = 1:3, dan konsentrasi larutan gambir 15%
A3B3 : Kasein : Kapur tohor = 1:3, dan konsentrasi larutan gambir 25%

64
Lampiran 11. Hasil analisis keragaman dan uji lanjut Duncan pada nilai pH cat

a. Sidik ragam pengaruh perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan konsentrasi
larutan gambir 5%, 15% dan 25%.

Ftabel Ftabel α= α=
Sumber Keragaman Db JK KT Fhitung
(α = 0,05) (α = 0,01) 0,05 0,01
Perlakuan 8
Konsentrasi Gambir (Ei) 2 0,0300 0,0150 7,2610738 4,26 8,02 BN TBN
Kasein : KapurTohor (Vj) 2 1,1555 0,578 279,1698 4,26 8,02 BN BN
Interaksi (EVij) 4 0,0173 0,00432 2,0895973 3,63 6,42 TBN TBN
Ek (ij) 9 0,0186 0,0021
Total 17 1,221
Keterangan : BN = Berbeda Nyata ; TBN = Tidak Berbeda Nyata

b. Uji lanjut selang berganda Duncan pengaruh perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor
terhadap nilai pH cat.

Perbandingan Kasein Kelompok Kelompok


Rata-Rata
dan Kapur Tohor Duncan (α = 0,05) Duncan (α = 0,01)
3:1 9,268 A A
1:1 9,434 B B
1:3 9,869 C C

c. Uji lanjut selang berganda Duncan pengaruh konsentrasi larutan gambir terhadap kapur tohor
terhadap nilai pH cat.

Kelompok Kelompok
Konsentrasi
Rata-Rata Duncan (α = Duncan (α
Gambir
0.05) = 0,01)
25% 9,482 A A
15% 9,511 A A
5% 9,579 B B
Keterangan : Huruf yang sama pada kelompok Duncan menunjukan taraf perlakuan tidak berbeda
nyata pada α = 0,05 dan α = 0,01

65
Lampiran 12. Data Hasil pengukuran waktu mengering cat

Tabel 14. Data hasil pengukuran waktu kering sentuh cat


Ulangan
Perlakuan Rata-Rata
1 2
A1B1 17,5 18 17,75
A1B2 16,5 17,5 17,00
A1B3 19 15,5 17,25
A2B1 15 18 16,50
A2B2 16,5 16,5 16,50
A2B3 17,5 16,5 17,00
A3B1 15,5 16 15,75
A3B2 15 16 15,50
A3B3 18 16,5 17,25

Tabel 15. Data hasil pengukuran waktu kering keras cat


Ulangan
Perlakuan Rata-Rata
1 2
A1B1 36,5 35,5 36
A1B2 35,5 33,5 34,5
A1B3 35 35 35
A2B1 34 35 34,5
A2B2 32,5 34 33,25
A2B3 34 32,5 33,25
A3B1 32 31,5 31,75
A3B2 33,5 30 31,75
A3B3 35,5 33,5 34,5

Keterangan :
A1B1 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 5%
A1B2 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 15%
A1B3 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 25%
A2B1 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, dan konsentrasi larutan gambir 5%
A2B2 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, dan konsentrasi larutan gambir 15%
A2B3 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, dan konsentrasi larutan gambir 25%
A3B1 : Kasein : Kapur tohor = 1:3, dan konsentrasi larutan gambir 5%
A3B2 : Kasein : Kapur tohor = 1:3, dan konsentrasi larutan gambir 15%
A3B3 : Kasein : Kapur tohor = 1:3, dan konsentrasi larutan gambir 25%

66
Lampiran 13a. Hasil analisis keragaman dan uji lanjut Duncan pada waktu kering sentuh cat

a. Sidik ragam pengaruh perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan konsentrasi
larutan gambir 5%, 15% dan 25%.

Ftabel Ftabel α= α=
Sumber Keragaman Db JK KT Fhitung
(α = 0,05) (α = 0,01) 0,05 0,01
Perlakuan 8
Konsentrasi Gambir (Ei) 2 2,11 1,056 0,704 4,26 8,02 TBN TBN
Kasein : KapurTohor (Vj) 2 4,11 2,056 1,370 4,26 8,02 TBN TBN
Interaksi (EVij) 4 2,39 0,597 0,398 3,63 6,42 TBN TBN
Ek (ij) 9 13,50 1,5
Total 17 22,11
Keterangan : BN = Berbeda Nyata ; TBN = Tidak Berbeda Nyata

67
Lampiran 13b. Hasil analisis keragaman dan uji lanjut Duncan pada waktu kering keras cat.

a. Sidik ragam pengaruh perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan konsentrasi
larutan gambir 5%, 15% dan 25%.

Ftabel Ftabel α= α=
Sumber Keragaman Db JK KT Fhitung
(α = 0,05) (α = 0,01) 0,05 0,01
Perlakuan 8
Konsentrasi Gambir (Ei) 2 4,08 2,04 1,361111 4,26 8,02 TBN TBN
Kasein : KapurTohor (Vj) 2 19,00 9,50 6,333333 4,26 8,02 BN TBN
Interaksi (EVij) 4 10,42 2,60 1,736111 3,63 6,42 TBN TBN
Ek (ij) 9 13,50 1,50
Total 17 47
Keterangan : BN = Berbeda Nyata ; TBN = Tidak Berbeda Nyata

b. Uji lanjut selang berganda Duncan pengaruh perbandingan kasein terhadap kapur tohor
terhadap waktu kering keras cat.

Perbandingan Kelompok Kelompok


Kasein dan Kapur Rata-Rata Duncan (α = Duncan (α =
Tohor 0,05) 0,01)
1:3 32,66667 A A
1:1 33,66667 A A
3:1 35,16667 B A
Keterangan : Huruf yang sama pada kelompok Duncan menunjukan taraf perlakuan tidak berbeda
nyata pada α = 0,05 dan α = 0,01

68
Lampiran 14. Data hasil pengukuran daya rekat cat

Tabel 16. Data hasil pengukuran daya rekat cat


Ulangan
Perlakuan Rata-Rata
1 2
A1B1 44,5 38,5 41,5
A1B2 46 42 44
A1B3 47 41 44
A2B1 80,5 82 81,25
A2B2 77,5 84,5 81
A2B3 80,5 83 81,75
A3B1 58,5 47 52,75
A3B2 65,5 59 62,25
A3B3 54,5 69,5 62

Keterangan :
A1B1 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 5%
A1B2 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 15%
A1B3 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 25%
A2B1 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, dan konsentrasi larutan gambir 5%
A2B2 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, dan konsentrasi larutan gambir 15%
A2B3 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, dan konsentrasi larutan gambir 25%
A3B1 : Kasein : Kapur tohor = 1:3, dan konsentrasi larutan gambir 5%
A3B2 : Kasein : Kapur tohor = 1:3, dan konsentrasi larutan gambir 15%
A3B3 : Kasein : Kapur tohor = 1:3, dan konsentrasi larutan gambir 25%

69
Lampiran 15. Hasil analisis keragaman dan uji lanjut Duncan pada daya rekat cat.

a. Sidik ragam pengaruh perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan konsentrasi
larutan gambir 5%, 15% dan 25%.

Ftabel Ftabel α= α=
Sumber Keragaman Db JK KT Fhitung
(α = 0,05) (α = 0,01) 0,05 0,01

Perlakuan 8
Konsentrasi Gambir (Ei) 2 64,0833 32,0417 1,058 4,26 8,02 TBN TBN
Kasein : KapurTohor (Vj) 2 4412,33 2206,167 72,864 4,26 8,02 BN BN
Interaksi (EVij) 4 62,0833 15,5208 0,5126 3,63 6,42 TBN TBN
Ek (ij) 9 272,5 30,2778
Total 17 4811
Keterangan : BN = Berbeda Nyata ; TBN = Tidak Berbeda Nyata

b. Uji lanjut selang berganda Duncan pengaruh perbandingan kasein terhadap kapur tohor
terhadap daya rekat cat.

Perbandingan Kelompok Kelompok


Kasein dan Kapur Rata-Rata Duncan (α = Duncan (α =
Tohor 0,05) 0,01)
3:1 43,1667 A A
1:3 59 B B
1:1 81,333 C C

Keterangan : Huruf yang sama pada kelompok Duncan menunjukan taraf perlakuan tidak berbeda
nyata pada α = 0,05 dan α = 0,01

70
Lampiran 16. Data hasil pengujian daya tutup cat

Tabel 17. Data hasil pengujian daya tutup cat


Ulangan
Perlakuan Rata-Rata
1 2
A1B1 33,33 25 29,165
A1B2 41,665 50 45,833
A1B3 50 50 50,000
A2B1 33,33 29,165 31,248
A2B2 41,665 50 45,833
A2B3 50 41,665 45,833
A3B1 29,165 29,165 29,165
A3B2 50 50 50,000
A3B3 50 50 50,000

Keterangan :
A1B1 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 5%
A1B2 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 15%
A1B3 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 25%
A2B1 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, dan konsentrasi larutan gambir 5%
A2B2 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, dan konsentrasi larutan gambir 15%
A2B3 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, dan konsentrasi larutan gambir 25%
A3B1 : Kasein : Kapur tohor = 1:3, dan konsentrasi larutan gambir 5%
A3B2 : Kasein : Kapur tohor = 1:3, dan konsentrasi larutan gambir 15%
A3B3 : Kasein : Kapur tohor = 1:3, dan konsentrasi larutan gambir 25%

71
Lampiran 17. Hasil analisis keragaman dan uji lanjut Duncan pada daya tutup cat.

a. .Sidik ragam pengaruh perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan konsentrasi
larutan gambir 5%, 15% dan 25%.
Ftabel Ftabel α= α=
Sumber Keragaman Db JK KT Fhitung
(α = 0,05) (α = 0,01) 0,05 0,01
Perlakuan 8
Konsentrasi Gambir (Ei) 2 1310,022 655,011 39,946 4,26 8,02 BN BN
Kasein : KapurTohor (Vj) 2 13,513 6,757 0,4121 4,26 8,02 TBN TBN
Interaksi (EVij) 4 38,584 9,646 0,5883 3,63 6,42 TBN TBN
Ek (ij) 9 147,58 16,3974
Total 17 1509,696
Keterangan : BN = Berbeda Nyata ; TBN = Tidak Berbeda Nyata

b. Uji lanjut selang berganda Duncan pengaruh konsentrasi larutan gambir terhadap daya tutup
cat.
Kelompok Kelompok
Konsentrasi
Rata-Rata Duncan (α Duncan (α
Gambir
= 0,05) = 0,01)
5% 29,859167 A A
15% 47,221667 B B
25% 48,610833 B B
Keterangan : Huruf yang sama pada kelompok Duncan menunjukan taraf perlakuan tidak berbeda
nyata pada α = 0,05 dan α = 0,01

72
Lampiran 18. Data hasil pengujian nilai L* cat

Tabel 18. Data hasil pengujian nilai L* cat


Ulangan Rata-
Perlakuan
1 2 Rata
A1B1 49,57 51,775 50,673
A1B2 46,625 48,82 47,723
A1B3 36,83 35,525 36,178
A2B1 53,245 53,965 53,605
A2B2 39,165 40,325 39,745
A2B3 33,425 33,435 33,43
A3B1 55,745 55,815 55,78
A3B2 41,035 40,41 40,723
A3B3 34,93 35,22 35,075

Keterangan :
A1B1 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 5%
A1B2 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 15%
A1B3 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 25%
A2B1 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, dan konsentrasi larutan gambir 5%
A2B2 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, dan konsentrasi larutan gambir 15%
A2B3 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, dan konsentrasi larutan gambir 25%
A3B1 : Kasein : Kapur tohor = 1:3, dan konsentrasi larutan gambir 5%
A3B2 : Kasein : Kapur tohor = 1:3, dan konsentrasi larutan gambir 15%
A3B3 : Kasein : Kapur tohor = 1:3, dan konsentrasi larutan gambir 25%

73
Lampiran 19 . Hasil analisis keragaman dan uji lanjut Duncan pada nilai L*cat.

a. Sidik ragam pengaruh perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan konsentrasi
larutan gambir 5%, 15% dan 25%.

Ftabel Ftabel α= α=
Sumber Keragaman Db JK KT Fhitung
(α = 0,05) (α = 0,01) 0,05 0,01
Perlakuan 8
Konsentrasi Gambir (Ei) 2 1029,896 514,948 675,25 4,26 8,02 BN BN
Kasein : KapurTohor (Vj) 2 20,602 10,301 13,508 4,26 8,02 BN BN
Interaksi (EVij) 4 89,053 22,263 29,194 3,63 6,42 BN BN
Ek (ij) 9 6,86 0,7626
Total 17 1146,414
Keterangan : BN = Berbeda Nyata ; TBN = Tidak Berbeda Nyata

b. Uji lanjut selang berganda Duncan pengaruh perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor
terhadap nilai L*cat.

Perbandingan Kelompok Kelompok


Kasein dan Rata-Rata Duncan (α Duncan (α
Kapur Tohor = 0,05) = 0,01)
1:1 42,26 A A
1:3 43,859167 B B
3:1 44,8575 C B

c. Uji lanjut selang berganda Duncan pengaruh konsentrasi larutan gambir terhadap nilai L*cat.

Kelompok Kelompok
Konsentrasi
Rata-Rata Duncan (α Duncan (α
Gambir
= 0,05) = 0,01)
25% 34,894167 A A
15% 42,73 B B
5% 53,3525 C C

74
d. Uji lanjut selang berganda Duncan pengaruh interaksi antara perlakuan terhadap nilai L*cat.

Kelompok Kelompok
Perlakuan Rata-Rata Duncan (α Duncan (α
= 0,05) = 0,01)
A2B3 33,4300 A A
A3B3 35,0750 B B
A1B3 36,1775 C B
A2B2 39,7450 D C
A3B2 40,7225 E C
A1B2 47,7225 F D
A1B1 50,6725 G E
A2B1 53,6050 H F
A3B1 55,7800 I G

Keterangan : Huruf yang sama pada kelompok Duncan menunjukan taraf perlakuan tidak berbeda
nyata pada α = 0,05 dan α = 0,01

75
Lampiran 20. Data hasil pengujian nilai a* cat

Tabel 19. Data hasil pengujian nilai a* cat

Ulangan
Perlakuan Rata-Rata
1 2
A1B1 28,68 26,79 27,735
A1B2 29,76 28,84 29,300
A1B3 34,42 34,465 34,443
A2B1 25,825 25,395 25,610
A2B2 35,165 35,16 35,163
A2B3 35,215 35,345 35,280
A3B1 23,025 23,53 23,278
A3B2 35,43 35,35 35,390
A3B3 35,5 35,715 35,608

Keterangan :
A1B1 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 5%
A1B2 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 15%
A1B3 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 25%
A2B1 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, dan konsentrasi larutan gambir 5%
A2B2 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, dan konsentrasi larutan gambir 15%
A2B3 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, dan konsentrasi larutan gambir 25%
A3B1 : Kasein : Kapur tohor = 1:3, dan konsentrasi larutan gambir 5%
A3B2 : Kasein : Kapur tohor = 1:3, dan konsentrasi larutan gambir 15%
A3B3 : Kasein : Kapur tohor = 1:3, dan konsentrasi larutan gambir 25%

76
Lampiran 21 . Hasil analisis keragaman dan uji lanjut Duncan pada nilai a*cat.

a. Sidik ragam pengaruh perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan konsentrasi
larutan gambir 5%, 15% dan 25%

Ftabel Ftabel α= α=
Sumber Keragaman Db JK KT Fhitung
(α = 0,05) (α = 0,01) 0,05 0,01
Perlakuan 8
Konsentrasi Gambir (Ei) 2 309,724 154,862 565,41844 4,26 8,02 BN BN
Kasein : KapurTohor (Vj) 2 7,092 3,546 12,947723 4,26 8,02 BN BN
Interaksi (EVij) 4 61,908 15,477 56,507967 3,63 6,42 BN BN
Ek (ij) 9 2,47 0,274
Total 17 381,189
Keterangan : BN = Berbeda Nyata ; TBN = Tidak Berbeda Nyata

b. Uji lanjut selang berganda Duncan pengaruh perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor
terhadap nilai a*cat.

Perbandingan Kelompok Kelompok


Kasein dan Kapur Rata-Rata Duncan (α Duncan (α =
Tohor = 0,05) 0,01)
3:1 30,4925 A A
1:3 31,425 B B
1:1 32,0175 C B

c. Uji lanjut selang berganda Duncan pengaruh konsentrasi larutan gambir terhadap nilai a*cat.

Kelompok Kelompok
Konsentrasi Gambir Rata-Rata Duncan (α Duncan (α =
= 0,05) 0,01)
5% 25,5408333 A A
15% 33,2841667 B B
25% 35,11 C C

d. Uji lanjut selang berganda Duncan pengaruh interaksi antara perlakuan terhadap nilai a*cat.

Kelompok Kelompok
Perlakuan Rata-Rata Duncan Duncan
(α=0.05) (α=0.01)
A3B1 23,2775 A A
A2B1 25,6100 B B
A1B1 27,7350 C C
A1B2 29,3000 D D
A1B3 34,4425 E E
A2B2 35,1625 F F
A2B3 35,2800 F F
A3B2 35,3900 F F
A3B3 35,6075 F F
Keterangan : Huruf yang sama pada kelompok Duncan menunjukan taraf perlakuan tidak berbeda
nyata pada α=0.05 dan α=0.01

77
Lampiran 22. Data hasil pengujian nilai b* cat

Tabel 20. Data hasil pengujian nilai b* cat


Ulangan
Perlakuan Rata-Rata
1 2
A1B1 11,3055 11,686 11,496
A1B2 10,7975 11,1755 10,987
A1B3 9,1085 8,8845 8,997
A2B1 11,9395 11,9765 11,958
A2B2 9,5115 9,711 9,611
A2B3 8,522 8,5235 8,523
A3B1 12,3695 12,382 12,376
A3B2 9,8335 9,7265 9,780
A3B3 8,781 8,8315 8,806

Keterangan :
A1B1 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 5%
A1B2 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 15%
A1B3 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 25%
A2B1 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, dan konsentrasi larutan gambir 5%
A2B2 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, dan konsentrasi larutan gambir 15%
A2B3 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, dan konsentrasi larutan gambir 25%
A3B1 : Kasein : Kapur tohor = 1:3, dan konsentrasi larutan gambir 5%
A3B2 : Kasein : Kapur tohor = 1:3, dan konsentrasi larutan gambir 15%
A3B3 : Kasein : Kapur tohor = 1:3, dan konsentrasi larutan gambir 25%

78
Lampiran 23 . Hasil analisis keragaman dan uji lanjut Duncan pada nilai b*cat.

a. Sidik ragam pengaruh perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan konsentrasi
larutan gambir 5%, 15% dan 25%.

Ftabel Ftabel α= α=
Sumber Keragaman Db JK KT Fhitung
(α = 0,05) (α = 0,01) 0,05 0,01
Perlakuan 8
Konsentrasi Gambir (Ei) 2 30,326 15,163 694,200 4,26 8,02 BN BN
Kasein : KapurTohor (Vj) 2 0,655 0,327 14,991 4,26 8,02 BN BN
Interaksi (EVij) 4 2,598 0,649 29,733 3,63 6,42 BN BN
Ek (ij) 9 0,20 0,022
Total 17 33,776
Keterangan : BN = Berbeda Nyata ; TBN = Tidak Berbeda Nyata

b. Uji lanjut selang berganda Duncan pengaruh perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor
terhadap nilai b*cat.

Perbandingan Kelompok Kelompok


Kasein dan Rata-Rata Duncan Duncan
Kapur Tohor (α = 0,05) (α = 0,01)
1:1 10,030667 A A
1:3 10,320667 B B
3:1 10,492917 C B

c. Uji lanjut selang berganda Duncan pengaruh konsentrasi larutan gambir terhadap nilai b*cat.

Kelompok Kelompok
Konsentrasi
Rata-Rata Duncan Duncan
Gambir
(α = 0,05) (α = 0,01)
25% 8,7751667 A A
15% 10,125917 B B
5% 11,943167 C C

d. Uji lanjut selang berganda Duncan pengaruh interaksi antara perlakuan terhadap nilai b*cat.

Kelompok Kelompok
Rata-
Perlakuan Duncan Duncan
Rata
(α = 0,05) (α = 0 ,01)
A2B3 8,5228 A A
A3B3 8,8063 B B
A1B3 8,9965 C B
A2B2 9,6113 D C
A3B2 9,7800 E C
A1B2 10,9865 F D
A1B1 11,4958 G E
A2B1 11,9580 H F
A3B1 12,3758 I G
Keterangan : Huruf yang sama pada kelompok Duncan menunjukan taraf perlakuan tidak berbeda
nyata pada α = 0,05 dan α = 0,01.

79
Tabel 21. Hasil Analisis Parameter Mutu Cat
Sampel
Parameter Mutu Cat
A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3
Densitas (g/ml) 1,064 1,075 1,085 1,082 1,096 1,121 1,094 1,121 1,137
Padatan Total (%) 14,495 17,641 18,169 16,647 20,010 21,857 16,979 23,515 24,392
Bahan Menguap (%) 85,505 82,359 81,831 83,353 79,990 78,143 83,021 76,485 75,608
Viskositas (KU) 74,975 86,46 98,965 64,76 65,59 67,74 64,4 65,525 67,96
$ilai pH 9,38 9,2475 9,1775 9,455 9,4225 9,425 9,9025 9,8625 9,8425
Waktu Mengering
- Kering Sentuh (Menit) 17,75 17 17,25 16,5 16,5 17 15,75 15,5 17,25
- Kering Keras (Menit) 36 34,5 35 34,5 33,25 33,25 31,75 31,75 34,5
Daya Rekat (%) 41,5 44 44 81,25 81 81,75 52,75 62,25 62
Daya Tutup (m2/L) 29,165 45,833 50 31,248 45,833 45,833 29,165 50 50
Uji Warna
Lampiran 24. Data hasil analisis parameter mutu cat

- $ilai L* 50,6725 47,7225 36,1775 53,605 39,745 33,43 55,78 40,7225 35,075
- $ilai a* 27,735 29,3 34,4425 25,61 35,1625 35,28 23,2775 35,39 35,608
- $ilai b* 11,49575 10,9865 8,9965 11,958 9,61125 8,52275 12,376 9,78 8,806
Tidak Tidak
Tidak terdapat Terdapat Terdapat efek Terdapat Terdapat efek Terdapat Terdapat
Efek Kapur terdapat efek terdapat
efek kapur efek kapur kapur efek kapur kapur efek kapur efek kapur
kapur efek kapur
Sudah tidak Sudah
Endapan (Settling) dapat tidak dapat Mengendap Mengendap Mengendap Mengendap Mengendap Mengendap Mengendap
diamati diamati
Keterangan :
Sampel : A1B1 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 5% A2B3 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 25%
A1B2 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 15% A3B1 : Kasein : Kapur tohor = 1:3, dan konsentrasi larutan gambir 5%
A1B3 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 25% A3B2 : Kasein : Kapur tohor = 1:3, dan konsentrasi larutan gambir 15%
A2B1 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, dan konsentrasi larutan gambir 5% A3B3 : Kasein : Kapur tohor = 1:3, dan konsentrasi larutan gambir 25%
A2B2 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, dan konsentrasi larutan gambir 15%

80
Lampiran 25. Dokumentasi proses pembuatan dan analisis mutu cat

Kasein yang telah


Susu yang didiamkan selama 24 jam menggumpal

Gambar 20. Proses Pengasaman Susu

Proses Penyaringan Kasein

Gambar 21. Proses Penyaringan Kasein

Gambar 22. Proses pencampuran kasein, kapur tohor dan aquades

81
Gambar 23. Hasil proses pencampuran binder dengan larutan gambir

Sampel cat yang akan dimasukan Piknometer yang akan dimasukkan


ke dalam piknometer ke dalam penangas air

Gambar 24. Proses pengujian densitas formula cat

Gambar 25. Proses pengujian kadar padatan total dan bahan menguap pada cat

Gambar 26. Proses pengujian viskositas dengan menggunakan viscometer Brookfield

82
Gambar 27. Penampakan alat pH meter

Gambar 28. Hasil proses pengujian daya rekat

Gambar 29. Proses pengujian daya tutup

83
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Prosedur Analisis Mutu Bahan Baku Pembuatan Cat ................................................. 50


Lampiran 2. Perhitungan Jumlah Perekat ........................................................................................ 53
Lampiran 3. Prosedur Analisis Mutu Cat ........................................................................................ 54
Lampiran 4. Data Hasil Pengukuran Densitas Cat .......................................................................... 57
Lampiran 5. Hasil Analisis Keragaman dan Uji Duncan pada Densitas Cat ................................... 58
Lampiran 6. Data Hasil Pengujian Total Padatan dan Bahan Menguap Cat ................................... 59
Lampiran 7a. Hasil Analisis Keragaman dan Uji Duncan pada Total Padatan Cat ........................... 60
Lampiran 7b. Hasil Analisis Keragaman dan Uji Duncan pada Total Bahan Menguap Cat ............. 61
Lampiran 8. Data Hasil Pengukuran Kekentalan Cat ...................................................................... 62
Lampiran 9. Hasil Analisis Keragaman dan Uji Duncan pada Kekentalan (Viskositas) Cat .......... 63
Lampiran 10. Data Hasil Pengukuran Nilai pH Cat .......................................................................... 64
Lampiran 11. Hasil Analisis Keragaman dan Uji Duncan pada Nilai pH Cat ................................... 65
Lampiran 12. Data Hail Pengukuran Waktu Mengering Cat ............................................................ 66
Lampiran 13a. Hasil Analisis Keragaman dan Uji Duncan pada Waktu Kering Sentuh Cat .............. 67
Lampiran 13b. Hasil Analisis Keragaman dan Uji Duncan pada Waktu Kering Keras Cat ................ 68
Lampiran 14. Data Hasil Pengukuran Daya Rekat Cat ..................................................................... 69
Lampiran 15. Hasil Analisis Keragaman dan Uji Duncan pada Daya Rekat Cat .............................. 70
Lampiran 16. Data Hasil Pengujian Daya Tutup Cat ........................................................................ 71
Lampiran 17. Hasil Analisis Keragaman dan Uji Duncan pada Daya Tutup Cat .............................. 72
Lampiran 18. Data Hasil Pengujian Nilai L* Cat .............................................................................. 73
Lampiran 19. Hasil Analisis Keragaman dan Uji Duncan pada Nilai L* Cat ................................... 74
Lampiran 20. Data Hasil Pengujian Nilai a* Cat .............................................................................. 76
Lampiran 21. Hasil Analisis Keragaman dan Uji Duncan pada Nilai a* Cat .................................... 77
Lampiran 22. Data Hasil Pengujian Nilai b* Cat .............................................................................. 78
Lampiran 23. Hasil Analisis Keragaman dan Uji Duncan pada Nilai b* Cat.................................... 79
Lampiran 24. Data Hasil Analisis Parameter Mutu Cat .................................................................... 80
Lampiran 25. Dokumentasi Proses Pembuatan Dan Analisis Mutu Cat ........................................... 81

ix

You might also like