You are on page 1of 37

Laporan Praktek

Ventilasi Tambang
Lobang Jepang Bukittinggi

Disusun Oleh :

Della Aulia Aidil


BP/ NIM: 15/ 151317032

S1-Teknik Pertambangan
Teknik Pertambangan
Fakulats Teknik

UNIVERSITAS NEGERI PADANG


PADANG

i
2017

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT. Yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Laporan Praktek Ventilasi di Lobang Jepang Bukittinggi, mata kuliah Ventilasi
program studi S1 2015 jurusan Teknik Pertambangan Fakultas Teknik,
Universitas Negeri Padang.

Penulisan laporan ini merupakan syarat UAS pada mata kuliah Ventilasi.
Dalam penulisan laporan ini, penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan masukan baik berupa kritik
dan saran yang bersifat membangun dari seluruh pihak demi kesempurnaan
Tugas Besar ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih. Semoga laporan ini


bermanfaat terutama bagi penulis sendiri, dan bagi pembaca yang
memerlukannya.

Padang, Desember 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ................................................................................... i


KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iv
BAB I. PENDAHULUAN
BAB II. PEMBAHASAN
BAB III. ANALISIS DATA
BAB IV. PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Sejarah Lobang Jepang Bukittinggi

Lobang Jepang (Japanese Tunnel) dibangun pertama kali pada tahun


1942 oleh para tentara Jepang dan pekerja Romusha di Indonesia. Uniknya,
Romusha yang dipekerjakan oleh tentara Jepang dalam pembuatan lobang ini,
tidak ada satupun yang berasal dari tanah Minang. Hal ini sudah diatur
sedemikian rupa oleh Jepang, sehingga apabila ada Romusha yang berhasil
lolos/keluar dari lobang ini, mereka tidak akan bisa berkomunikasi dengan
masyarakat setempat oleh sebab perbedaan bahasa dan ketidaktahuan
Romusha tersebut akan daerah Minang. Berbeda jika yang dipekerjakan
adalah Romusha dari tanah Minang itu sendiri, maka jika berhasil lolos akan
sangat mudah untuk menginformasikan lokasi lobang Jepang ini kepada
penduduk lainnya.

Lobang Jepang dibangun di bawah pemerintahan Komandan Tentara


Pertahanan Sumatera Jenderal Watanabe. Selain itu, fungsi ;ain dari Lobang
Jepang ini adalah sebagai tempat penyimpanan makanan, gudang
persenjataan milik Jepang, dan aktivitas tentara Jepang yang tidak
diperkenankan untuk diketahui oleh orang lain. Terbukti dari adanya
penemuan ruang-ruang seperti ruang makan, dapur, ruang sidang, ruang
penyiksaan, ruang pengintaian, ruang penyergapan, dan ruang amunisi. Ada
sekitar kurang lebih 16 ruangan yang terdapat di dalam lobang Jepang ini.

Dinamakan lobang Jepang oleh penduduk setempat, karena banyaknya


lorong atau ruangan yang terdapat di dalam lobang ini. Lobang Jepang
sebenarnya lebih tepat jika dinamakan sebagai terowongan (bunker) Jepang.
Pada dinding lobang Jepang ini terdapat semacam spasi/jarak berupa celah
hampir di setiap satu meter. Fungsi celah ini adalah sebagai peredam suara
(Jepang tidak ingin para Romusha yang disiksa akibat kelalaian dalam

2
pekerjaan berteriak keras hingga terdengar oleh Romusha lain sehingga
mengganggu ritme kerjanya), tempat menaruh obor, dan mengetahui seberapa
lama para Romusha mengerjakan pembangunan lobang ini (setiap satu meter,
dibuat satu celah).

Lobang Jepang ini diresmikan pertama kali oleh Menteri Pendidikan


Fuad Hasan, pada 11 Maret 1986. Pembangunan lobang Jepang ini hanya
dilakukan selama kurang lebih 2 tahun 8 bulan oleh para tentara Jepang dan
pekerja Romusha Indonesia, termasuk proses pembanguna yang cukup cepat
di kala itu. Bunker Jepang atau yang lebih dikenal dengan Lobang Jepang
merupakan salah satu destinasi wisata favorit di Sumatera Barat. Bunker
bawah tanah ini memiliki panjang 1.470 meter dan berjarak 40 meter di
bawah Ngarai Sianok. Terdapat 21 terowongan di dalam bunker, yang
dulunya digunakan untuk menyimpan amunisi, tempat tinggal, ruang
pertemuan, ruang tahanan, ruang makan, dapur, ruang sidang, ruang
penyiksaan, ruang mata-mata, ruang penyergapan, dan pintu gerbang untuk
melarikan diri.

1.2 Geografis

Secara geografis keberadaan Goa Jepang atau Lubang Jepang ini terletak
di Bukit Sihanok Bukittinggi yang berada dalam kawasan objek wisata
Taman Panorama Bukittinggi, Sumatera Barat. Taman Panorama dan Goa
Jepang berada di Jl. Panorama Bukittinggi, Sumatera Barat, hanya beberapa
meter dari Pical Sikai

3
.
Gambar 1.2 Geografis Lobang Jepang
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Lobang Jepang


Selain lokasinya yang strategis di kota yang dahulunya merupakan pusat
pemerintahan Sumatera Tengah, tanah yang menjadi dinding terowongan ini
merupakan jenis tanah yang jika bercampur air akan semakin kokoh. Bahkan
gempa yang mengguncang Sumatera Barat tahun 2009 lalu tidak banyak
merusak struktur terowongan. Diperkirakan puluhan sampai ratusan ribu
tenaga kerja paksa atau romusha dikerahkan dari pulau Jawa, Sulawesi dan
Kalimantan untuk menggali terowongan ini. Pemilihan tenaga kerja dari luar
daerah ini merupakan strategi kolonial Jepang untuk menjaga kerahasiaan
megaproyek ini. Tenaga kerja dari Bukittinggi sendiri dikerahkan di
antaranya untuk mengerjakan terowongan pertahanan di Bandung dan Pulau
Biak

Karena alasan keamanan, lorong yang mengarah persis ke sisi jurang


Ngarai Sianok, ditutup dengan terali besi. Mulut lorong tersebut hanya
berjarak beberapa meter dari sisi jurang. Ada juga lorong yang menuju ke
pintu darurat (emergency exit). Sepanjang kiri dan kanan dalam
lorong-lorong, terdapat ruangan-ruangan yang jumlah keseluruhannya hingga
21 ruang, terdiri dari:
- Ruang Amunisi

4
- Dapur
- Penjara
- Ruang Makan
- Barak tentara, dll
Pemerintah Kota Bukittinggi berencana untuk memanfaatkan beberapa
ruangan di lorong-lorong ini untuk dijadikan sebagai kafe, mini teater,
museum dan lain sebagainya. Tanpa mengalih fungsikan dari keadaan semula,
ruangan-ruangan tersebut akan memberi gambaran yang cenderung lebih
natural. Sehingga setiap pengunjung bisa mengetahui dengan jelas fungsi
awal dari masing-masing ruangan ini.

Gambar 2.1 Pintu Masuk Lobang Jepang

Gambar 2.2 Jalan Mauk Lobang Jepang

5
Gambar 2.3 Ruang Amunisi

Gamabar 2.4 Dapur Penjara

Gambar 2.5 Ruang Penjara

6
Gambar 2.6 Ruang Sidang

Gamabar 2.7 Pintu Kecil Dalam Lorong

7
Gambar 2.8 Lorong 1 dan 2

Gambar 2.9 Lorong 3 dan 4

Gambar 2.10 Lorong 5

8
2.2 Ventilasi Alami dan Kenyamanan Manusia

Mengalirnya udara di dalam suatu terowongan dapat disebabkan dua


faktor. Pertama adalah udara yang mengalir secara alami (natural), dan
berikutnya adalah udara mengalir dengan bantuan kipas angin. Ventilasi
alami terjadi akibat adanya perbedaan tekanan udara antara mulut terowongan
dan bagian dalam terowongan yang menyebabkan udara mengalir. Sedangkan
ventilasi buatan menggunakan prinsip yang sama dengan bantuan alat yang
dinamakan kipas angin yang bertujuan untuk menimbulkan perbedaan
tekanan antara dua titik di depan dan dibelakang kipas angin. Agar udara di
dalam suatu terowongan dapat mengalir secara alami ada beberapa kondisi
yang harus dipenuhi dalam hubungannya dengan konstruksi yang dibuat.

Berikut ini adalah beberapa persyaratan agar udara dapat mengalir secara
alami di dalam suatu terowongan :

1. Terowongan bukan merupakan terowongan buntu


2. Adanya perbedaan elevasi antara mulut terowongan dan bagian dalam
tambang serta mulut udara keluar
3. Adanya perbedaan temperatur di dalam dan di luar tambang

Suhu tubuh manusia normal berdasarkan prinsip pengontrolan


thermostatik menjaga kondisi suhu tubuh berkisar pada 37oC. Dalam proses
menjaga suhu tubuh ini manusia akan berkeringat bila terlalu panas dan
akan mengigil bila terlalu dingin. Lippsmeier 2003, menunjukkan beberapa
penelitian mengenai suhu yang nyaman untuk orang-orang yang berada di
daerah tropis dalam tabel 1.

Kenyamanan manusia di daerah tropis menurut Karsono, 2007,


berkisar dalam rentang suhu ruangan 23,40C sd 19,40C dengan kelembaban
berkisar antara 30-70%. Sedangkan dalam survei yang dilakukan pada
pekerja di perkantoran Jakarta didapatkan angka kenyamanan dapat di
rasakan bila suhu berkisar pada 26,4 0C. Kenyamanan manusia dalam

9
kondisi ruang juga berhubungan dengan kelembaban udara yang
berlangsung dalam lingkungan tersebut. Sebagaimana terlihat dari tabel 1
di atas, berdasarkan penelitian (Mom 194, dalam Karsono) di daerah
Bandung pada tahun 1936- 1940 terlihat bahwa kenyamanan dapat dicapai
pada temperatur efektif antara 20-260C.

Untuk mengetahui kenyamanan pengunjung di dalam Gua Jepang


Bukittinggi, maka temperatur yang sebaiknya di gunakan adalah
temperatur efektif. Hal ini dikarenakan udara yang ada di dalam
terowongan ventilasi merupakan udara bergerak yang bersumber dari
ventilasi alami.

Tabel 1. Temperatur Efektif Untuk Beberapa Daerah Iklim Tropis di Dunia


Pengarang Tempat Kelompok Manusia Batas Kenyamanan

ASHRAE USA Selatan (300LU) Peneliti 20,50C - 24,50C TE


Calcutta (220LU) India
Rao 20,00C - 24,50C TE
Singapura
Webb Malaysia, China
(Khatulistiwa) Indonesia 25,00C - 27,50C TE
Mom
(Khatulistiwa) Indonesia
20,00C - 26,00C TE
Ellis Eropa
Singapura (Khatulistiwa) 22,00C - 26,00C TE

Temperatur efektif adalah kondisi dimana manusia merasa lingkungan


tempatnya berada yang berhubungan dengan temperatur terasa nyaman.
Untuk menghitung temperatur efektif selain temperatur cembung kering
dan temperatur cembung basah, maka diperlukan juga data kecepatan udara
yang mengalir. Temperatur efektif dapat dicari dengan melakukan ploting
ke dalam nomograph temperatur efektif pada gambar 2.12.

10
Gambar 2.12 Nomograph Temperatur Efektif (Mc Elroy dalam Hartman 1997)

2.3 Peralatan dan Prosedur Pengukuran

Peralatan yang digunakan dalam kegiatan ini adalah sebagai berikut :

A. Pengukuran kecepatan udara

Menggunakan anemometer digital untuk kecepatan di atas 0,4 m/s


dan smoke detektor ntuk kecepatan udara di bawah 0,4 m/s

1. Prosedur pengukuran menggunakan smoke tube

 Pengukuran dilakukan dengan metode fixed point (dengan


membagi terowongan menjadi beberapa titik dan mengambil
data pada titik yang mewakili bidang-bidang khayal tadi).

 Smoke tube di posisikan di ujung penggaris yang memiliki skala


1-30 cm

11
 Smoke tube disemprotkan sehingga asap dari tube keluar
(stopwatch di start)

 Bila ujung asap telah sampai pada skala 30 cm, stopwatch di


matikan

 Kalkulasi waktu yang terbaca apabila jarak yang ditempuh hingga


1 meter.

2. Prosedur pengukuran menggunakan anemometer

 Pengukuran dilakukan dengan metode fixed point (dengan


membagi terowongan menjadi beberapa titik dan mengambil
data pada titik yang mewakili bidang-bidang khayal tadi).

 Anemometer diatur dalam mode pengambilan kecepatan udara


maximum

 Anemometer di posisikan hingga pembacaan pada alat menjadi


stabil.

 Bila angka kecepatan udara sudah tidak berubah dalam waktu


kurang lebih 1 menit, cata angka terakhir yang dibaca.

B. Pengukuran elevasi dan tekanan

Elevasi diukur dengan menggunakan peralatan GPS.

Prosedur :

 Hidupkan GPS sebelum mulai masuk ke dalam terowongan

 Tunggu hingga pembacaan alat menjadi stabil

 Catat angka yang terbaca untuk evelasi dan temperatur

C. Pengukuran temperatur dan kelembaban

12
Temperatur dan kelembaban diukur dengan menggunakan hygometer
merk Dekko 642 N.

Prosedur :

 Letakkan atau gantung hygrometer di tempat yang akan diukur


temperatur dan kelembapan udaranya

 Tunggulah tiga sampai lima menit

 Amati skala yang ada pada hygrometer, skala bagian atas


menunjukkan temperatur udara dan skala bagian bawah
menunjukkan nilai kelembapannya

13
BAB III
ANALIS DATA

3.1 Perhitungan Data

Setelah pengukuran selesai dilakukan didapatkan data sebagai berikut :

1. Kelompok 1

Data-data yang didapatkan di terowongan

 Luas terowongan ( A ) = 9,399 m2

 Kecepatan ( V ) = 0,12 m/s

 Temperatur kering ( td ) = 24,9 0C

14
 Temperatur basah ( tw ) = 23,4 0C

 Kelembapan relatif ( Rh ) = 81 %

Hasil pengolahan data yang didapatkan

 Debit (Q) = V . A

Debit (Q ) = 0,12 m/s . 9,399 m2 = 1,127 m3/s

 Temperatur efectif ( te ) = 23,80C

2. Kelompok 2

Data-data yang didapatkan di terowongan

 Luas terowongan ( A ) = 8,465 m2

 Kecepatan ( V ) = 0,039 m/s

 Temperatur kering ( td ) =24 0C

 Temperatur basah ( tw ) = 23 0C

 Kelembapan relatif ( Rh ) = 86 %

Hasil pengolahan data yang didapatkan

 Debit (Q) = V . A

Debit (Q ) = 0,039 m/s . 8,465 m2 = 0,33 m3/s

 Temperatur efectif ( te ) = 23,3 0C

3. Kelompok 3

Data-data yang didapatkan di terowongan

 Luas terowongan ( A ) = 7,578 m2

15
 Kecepatan ( V ) = 0,042 m/s

 Temperatur kering ( td ) = 24,2 0C

 Temperatur kering ( td ) = 22,9 0C

 Temperatur basah ( tw ) = 21,50C

 Temperatur basah ( tw ) = 21,50C

 Kelembapan relatif ( Rh ) = 76 %

 Kelembapan relatif ( Rh ) = 74 %

Hasil pengolahan data yang didapatkan

 Debit (Q) = V . A

Debit (Q ) = 0,042 m/s . 7,578 m2 = 0,318 m3/s

 Temperatur efectif ( te ) = 24,5 0C

 Temperatur efectif ( te ) = 22,5 0C

4. Kelompok 4

Data-data yang didapatkan di terowongan

 Luas terowongan ( A ) = 5,35 m2

Luas terowongan ( A ) = 5,38 m2

 Kecepatan ( V ) = 0,137 m/s

Kecepatan ( V ) = 0,147 m/s

 Temperatur kering ( td ) = 22,9 0C

Temperatur kering ( td ) = 23,1 0C

 Temperatur basah ( tw ) = 21,60C

16
Temperatur basah ( tw ) = 22 0C

 Kelembapan relatif ( Rh ) = 82%

Kelembapan relatif ( Rh ) = 85%

Hasil pengolahan data yang didapatkan

 Debit (Q) = V . A

Debit (Q ) = 0,137 m/s . 5,35 m2 = 0,732 m3/s

Debit (Q ) = 0,147 m/s . 5,38 m2 = 0,791 m3/s

 Temperatur efectif ( te ) = 220C

Temperatur efectif ( te ) = 22,50C

5. Kelompok 5

Data-data yang didapatkan di terowongan

 Luas terowongan ( A ) = 5,31 m2

 Kecepatan ( V ) = 0,4 m/s

 Temperatur kering ( td ) =22,6 0C

 Temperatur basah ( tw ) = 21,7 0C

 Kelembapan relatif ( Rh ) = 86 %

Hasil pengolahan data yang didapatkan

 Debit (Q) = V . A

Debit (Q ) = 0,4 m/s . 5,31 m2 = 2,12 m3/s

 Temperatur efectif ( te ) = 19,5 0C

6. Kelompok 6

17
Data-data yang didapatkan di terowongan

 Luas terowongan ( A ) = 4,52 m2

 Kecepatan ( V ) = 0,2 m/s

 Temperatur kering ( td ) = 23,4 0C

 Temperatur basah ( tw ) =21,9 0C

 Kelembapan relatif ( Rh ) = 72 %

 Koordinat tunnnel = S 00053’57”

E 100020’54,2”

Hasil pengolahan data yang didapatkan

 Debit (Q) = V . A

Debit (Q ) = 0,2 m/s . 4,52 m2 = 0,905 m3/s

 Temperatur efectif ( te ) = 21,5 0C

7. Kelompok 7

Data-data yang didapatkan di terowongan

 Luas terowongan ( A1 ) = 5,321 m2

Luas terowongan ( A2 ) = 6,543 m2

Luas terowongan ( A3 ) = 5,756 m2

 Kecepatan ( V1 ) = 0,23 m/s

Kecepatan ( V2 ) = 0,169m/s

Kecepatan ( V3 ) = 0,188 m/s

18
 Temperatur kering ( td ) = 22,3 0C

Temperatur kering ( td ) = 22,2 0C

Temperatur kering ( td ) = 22,2 0C

 Temperatur basah ( tw ) = 21,5 0C

Temperatur basah ( tw ) = 21,4 0C

Temperatur basah ( tw ) = 21,3 0C

 Kelembapan relatif ( Rh ) = 87 %

Kelembapan relatif ( Rh ) = 91 %

Kelembapan relatif ( Rh ) = 89 %

 Koordinat tunnnel = S 00018’07,6”

E 100021’56,2”

Hasil pengolahan data yang didapatkan

 Debit (Q) = V . A

Debit (Q ) = 0,23 m/s . 5,321 m2 = 1,223 m3/s

Debit (Q) = 0,169m/s . 6,543 m2 = 1,105 m3/s

Debit (Q) = 0,188 m/s . 5,756 m2 = 1,082 m3/s

 Temperatur efectif ( te ) = 22,7 0C

Temperatur efectif ( te ) = 22,4 0C

Temperatur efectif ( te ) = 22,3 0C

8. Kelompok 8

Data-data yang didapatkan di terowongan

19
 Luas terowongan ( A ) = 6,325 m2

 Kecepatan ( V ) = 0,17 m/s

 Temperatur kering ( td ) =22,5 0C

 Temperatur basah ( tw ) = 21,3 0C

 Kelembapan relatif ( Rh ) = 82 %

Hasil pengolahan data yang didapatkan

 Debit (Q) = V . A

Debit (Q ) = 0,17 m/s. 6,325 m2 = 1,07 m3/s

 Temperatur efectif ( te ) =22,7 0C

9. Kelompok 9

Data-data yang didapatkan di terowongan

 Luas terowongan ( A ) = 5,75 m2

 Kecepatan ( V ) = 0,35 m/s

 Temperatur kering ( td ) = 22,7 0C

 Temperatur basah ( tw ) = 21,7 0C

 Kelembapan relatif ( Rh ) = 86 %

 Koordinat tunnnel = S 0650604

E 9900723

Hasil pengolahan data yang didapatkan

 Debit (Q) = V . A

Debit (Q ) = 0,35 m/s . 5,75 m2 = 2,086 m3/s

20
 Temperatur efectif ( te ) = 20,5 0C

10. Kelompok 10

Data-data yang didapatkan di terowongan

 Luas terowongan ( A ) = 9,676 m2

 Kecepatan ( V ) = 0,245 m/s

 Temperatur kering ( td ) = 28,6 0C

 Temperatur basah ( tw ) = 25,6 0C

 Kelembapan relatif ( Rh ) = 63 %

Hasil pengolahan data yang didapatkan

 Debit (Q) = V . A

Debit (Q ) = 0,245 m/s . 9,676 m2 = 2,37 m3/s

 Temperatur efectif ( te ) = 25,9 0C

11. Kelompok 11

Data-data yang didapatkan di terowongan

 Luas terowongan ( A ) = 6,412 m2

Luas terowongan ( A ) = 7,375 m2

Luas terowongan ( A ) = 7,593 m2

 Kecepatan ( V ) = 0,25 m/s

Kecepatan ( V ) = 0,17 m/s

21
Kecepatan ( V ) = 0,14 m/s

 Temperatur kering ( td ) = 22,8 0C

Temperatur kering ( td ) = 22,6 0C

Temperatur kering ( td ) = 22,7 0C

 Temperatur basah ( tw ) = 21,5 0C

Temperatur basah ( tw ) = 21,5 0C

Temperatur basah ( tw ) = 21,3 0C

 Kelembapan relatif ( Rh ) = 81 %

Kelembapan relatif ( Rh ) = 83 %

Kelembapan relatif ( Rh ) = 79 %

Hasil pengolahan data yang didapatkan

 Debit (Q) = V . A

Debit (Q ) = 0,25 m/s . 6,412 m2 = 1,603 m3/ s

Debit (Q ) = 0,17 m/s . 7,375 m2 = 1,253 m3/ s

Debit (Q ) = 0,14 m/s . 7,593 m2 = 1,063 m3/ s

 Temperatur efectif ( te ) = 23 0C

Temperatur efectif ( te ) = 22,6 0C

Temperatur efectif ( te ) = 22,8 0C

12. Kelompok 12

 Luas terowongan ( A1 ) = 7,5 m2

Luas terowongan ( A2 ) = 7,187m2

22
Luas terowongan ( A3 ) = 7,5 m2

 Kecepatan ( V1 ) = 0,142 m/s

Kecepatan ( V2 ) = 0,076 m/s

Kecepatan ( V3 ) = 0,0798 m/s

 Temperatur kering ( td ) =22,7 0C

Temperatur kering ( td ) = 22,8 0C

Temperatur kering ( td ) = 22,3 0C

 Temperatur basah ( tw ) = 21,6 0C

Temperatur basah ( tw ) = 21,5 0C

Temperatur basah ( tw ) = 21,6 0C

 Kelembapan relatif ( Rh ) = 82 %

Kelembapan relatif ( Rh ) = 79 %

Kelembapan relatif ( Rh ) = 79 %

 Koordinat tunnnel = S 065640

E 990072

Hasil pengolahan data yang didapatkan

 Debit (Q) = V . A

Debit (Q ) = 0,142 m/s . 7,5 m2 = 1,071 m3/ s

Debit (Q ) = 0.076 m/s . 7,18 m2 = 0,573 m3/ s

Debit (Q ) = 0,0798 m/s .7,5 m2 = 0,598 m3/ s

 Temperatur efectif ( te ) = 22,6 0C

Temperatur efectif ( te ) = 22,9 0C

23
Temperatur efectif ( te ) = 23,4 0C

13. Kelompok 13

Data-data yang didapatkan di terowongan

 Luas terowongan ( A ) = 8,44 m2

 Kecepatan ( V ) = 0,25 m/s

 Temperatur kering ( td ) = 22,4 0C

 Temperatur basah ( tw ) = 21,3 0C

 Kelembapan relatif ( Rh ) = 83 %

Hasil pengolahan data yang didapatkan

 Debit (Q) = V . A

Debit (Q ) = 0,25 m/s . 8,44 m2 = 2,11 m3/s

 Temperatur efectif ( te ) = 22,6 0C

14. Kelompok 14

Data-data yang didapatkan di terowongan

 Luas terowongan ( A ) = 4,83 m2

 Kecepatan ( V ) = 0,185 m/s

 Temperatur kering ( td ) =23,1 0C

 Temperatur basah ( tw ) = 21,4 0C

 Kelembapan relatif ( Rh ) = 80 %

Hasil pengolahan data yang didapatkan

24
 Debit (Q) = V . A

Debit (Q ) = 4,83 m/s . 0,185 m2 = 0,893 m3/s

 Temperatur efectif ( te ) = 25,6 0C

15. Kelompok 15

Data-data yang didapatkan di terowongan

Data-data yang didapatkan di terowongan

 Luas terowongan ( A ) = 5,67 m2

Luas terowongan ( A ) = 8,96 m2

Luas terowongan ( A ) = 8,42 m2

 Kecepatan ( V ) = 0,15 m/s

Kecepatan ( V ) = 0,175 m/s

Kecepatan ( V ) = 0,23 m/s

 Temperatur kering ( td ) = 23,1 0C

Temperatur kering ( td ) = 22,9 0C

Temperatur kering ( td ) = 22,8 0C

 Temperatur basah ( tw ) = 21,5 0C

Temperatur basah ( tw ) = 21,3 0C

Temperatur basah ( tw ) = 21,3 0C

 Kelembapan relatif ( Rh ) = 86 %

Kelembapan relatif ( Rh ) = 83 %

Kelembapan relatif ( Rh ) = 83 %

25
Hasil pengolahan data yang didapatkan

 Debit (Q) = V . A

Debit (Q ) = 0,15 m/s . 5,67 m2 = 0,85 m3/s

Debit (Q ) = 0,175 m/s . 8,96 m2 = 1,56 m3/s

Debit (Q ) = 0,23 m/s . 8,42 m2 = 1,93 m3/s

 Temperatur efectif ( te ) = 25 0C

Temperatur efectif ( te ) = 24 0C

Temperatur efectif ( te ) = 24 0C

16. Kelompok 16

Data-data yang didapatkan di terowongan

 Luas terowongan ( A ) = 4,989 m2

 Kecepatan ( V ) = 0,15m/s

 Temperatur kering ( td ) =22,2 0C

 Temperatur basah ( tw ) = 21,7 0C

 Kelembapan relatif ( Rh ) = 87 %

Hasil pengolahan data yang didapatkan

 Debit (Q) = V . A

Debit (Q ) = 0,15 m/s .4,989 m2 = 0,748 m3/s

 Temperatur efectif ( te ) = 22,5 0C

17. Kelompok 17

26
Data-data yang didapatkan di terowongan

 Luas terowongan ( A ) = 4,5 m2

 Kecepatan ( V ) = 0,09 m/s

 Temperatur kering ( td ) =22,8 0C

 Temperatur basah ( tw ) = 21,5 0C

 Kelembapan relatif ( Rh ) = 75 %

Hasil pengolahan data yang didapatkan

 Debit (Q) = V . A

Debit (Q ) = 0,09 m/s . 4,5 m2 = 0,405 m3/s

 Temperatur efectif ( te ) = 23,2 0C

18. Kelompok 18

Data-data yang didapatkan di terowongan

 Luas terowongan ( A ) = 7,3 m2

 Kecepatan ( V ) = 0,08 m/s

 Temperatur kering ( td ) = 22,8 0C

 Temperatur basah ( tw ) = 21,9 0C

 Kelembapan relatif ( Rh ) = 76 %

Hasil pengolahan data yang didapatkan

 Debit (Q) = V . A

Debit (Q ) = 0,08 m/s . 7,3 m2 = 0,6 m3/s

 Temperatur efectif ( te ) = 23,8 0C

27
3.2 Hasil Perhitungan

Setelah dilakukan perhitungan dapat kita ketahui panjang, tinggi, luas,


temperatur basah, temperatur kering, temperatur efektif, kelembapan relatif
serta kecepatan aliran udara pada lobang jepang. Arah aliran udara dapat kita
lihat seperti pada gambar 3.1.

Gambar 3.1 Arah Aliran Udara

28
BAB III
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

A. Lobang Jepang (Japanese Tunnel) dibangun pertama kali pada tahun


1942 oleh para tentara Jepang dan pekerja Romusha di Indonesia.
Sebelumnya, Lubang Jepang dibangun sebagai tempat penyimpanan
perbekalan dan peralatan perang tentara Jepang, dengan panjang
terowongan yang mencapai 1400 m dan berkelok-kelok serta memiliki
lebar sekitar 2 meter. Sejumlah ruangan khusus terdapat di terowongan
ini, di antaranya adalah ruang pengintaian, ruang penyergapan, penjara,
dan gudang senjata.

B. Konstruksi terowongan-terowongan ini dirancang dengan menerapkan


prinsip-prinsip pengaliran udara secara alami. Dengan adanya kontur
yang berbeda elevasi, beberapa mulut terowongan dibangun untuk
mendukung mengalirnya udara secara alami ke terowongan bagian
dalam yang berisi ruangan-ruangan untuk berbagai keperluan.Untuk

29
mengetahui kenyamanan pengunjung di dalam Gua Jepang Bukittinggi,
maka temperatur yang sebaiknya di gunakan adalah temperatur efektif.
Hal ini dikarenakan udara yang ada di dalam terowongan ventilasi
merupakan udara bergerak yang bersumber dari ventilasi alami.

C. Temperatur efektif yang tercatat dari hasil pengukuran yang dilakukan


berkisar antara 19,50C hingga 25,90C. Range ini masih berada di antara
rentang nyaman berdasarkan penelitian Mom. Dan tercatat satu lokasi
dengan temperatur efektif di bawah standar yaitu di lubang pelarian
yang memang dirasa cukup dingin bila berada di daerah ini dalam
waktu agak lama.

4.2 Saran

Dari hasil pengukuran yang didapatkan, maka perlu dilakukan


penelitian lebih lanjut dengan memperhitungkan lebih akurat mengenai
data-data elevasi, dimensi terowongan dengan menggunakan peralatan dan
metode yang lebih sesuai dan presisi. Sehingga akan didapatkan
keakuratan data yang lebih tinggi. Dengan diketahuinya data yang lebih
akurat, perilaku udara yang mengalir di dalam terowongan terowongan
dapat disimulasikan dengan lebih baik.

30
DAFTAR PUSTAKA

Yulianingsih, T.M.; Ratino. Jelajah wisata Nusantara: berbagai pilihan tujuan


wisata di 33 provinsi. Niaga Swadaya. ISBN 979-788-166-0.

31
Yono, Tri Harso, 2007, “Dari Kenyamanan Termis Hingga Pemanasan Bumi :
Suatu Tinjauan Arsitektur Dan Energi”, Pidato Pengukuhan Guru Besar
Tetap, Universitas Tarumanegara, Jakarta

32
LAMPIRAN

33
34
35

You might also like