You are on page 1of 12

MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol. 3 No.

1 Januari 2016

UJI IN-VITRO SENSITIVITAS ANTIBIOTIK TERHADAP BAKTERI


SALMONELLA TYPHI DI KOTA PALU

Reska Perdana*, Tri Setyawati**


* Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas
Tadulako
**Departemen Biokimia, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Tadulako

ABSTRACT
Background: Typhoid fever is an acute infectious disease caused by Salmonella typhi.
Salmonella typhi infection resulted in high mortality in patients, especially in some
developing countries such as Indonesia.
purpose: Researching and analyzing the sensitivity of antibiotics against the bacterium
Salmonella typhi in Palu City.
Method: This study is pure experimental research using research design post test only
control group design. Sixteenth with chloramphenicol and sixteenth with Amoxicillin
antibiotic. The testing of antibiotic sensitivity test is done by using the diffusion method
of Kirby-bauer. Interpretation of results is based on inhibition zone formed and
adapted to the standard criteria of the National Committee for Clinical Laboratory
Standards (NCCLS). The number of samples in this study were a total of 32 samples of
antibiotics. The study was conducted at the Laboratory of Health Province Central
Sulawesi.
Result: Antibiotic sensitivity test results against Salmonella typhi bacteria using the
Kirby-Bauer diffusion method showed that the antibiotic chloramphenicol sensitive,
(100%) with a mean inhibition of 23.06 mm; and the antibiotic amoxicillin sensitive,
(100%) with a mean inhibition of 21.13 mm. The study showed a significant difference
between the inhibition formed of chloramphenicol and amoxycillin.
Conclusion: Chloramphenicol and amoxycillin sensitive to the Salmonella typhi
bacteria.

Keywords: Salmonella typhi, chloramphenicol, amoxicillin, antibiotic sensitivity

11 Reska Perdana & Tri Setyawati, Uji In-Vitro Sensitivitas Antibiotik ...
MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol. 3 No. 1 Januari 2016

ABSTRAK
Latar belakang: Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh
bakteri Salmonella typhi.
Tujuan penelitian: Meneliti dan menganalisis sensitivitas antibiotik terhadap bakteri
Salmonella typhi di Kota Palu.
Metode penelitian: Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental murni
dengan menggunakan rancangan penelitian post test only control group design. Jumlah
sampel 32, 16 diberi kloramfenikol, dan 16 diberi antibiotik amoksisilin. Pengujian uji
sensitivitas antibiotik dilakukan dengan menggunakan metode difusi Kirby-bauer.
Interpretasi hasil didasarkan pada zona hambat yang terbentuk dan disesuaikan dengan
kriteria standar dari National Committee for Clinical Laboratory Standards (NCCLS).
Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 32 sampel antibiotik. Penelitian
dilakukan di Laboratorium Kesehatan Propinsi Sulawesi Tengah.
Hasil penelitian: Hasil uji sensitivitas antibiotik terhadap bakteri Salmonella typhi
menggunakan metode difusi Kirby-Bauer menunjukkan bahwa antibiotik kloramfenikol
sensitif, (100%) dengan rerata daya hambat sebesar 23,06 mm; dan antibiotik
amoksisilin sensitif, (100%) dengan rerata daya hambat 21,13 mm. Penelitian tersebut
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antara daya hambat yang terbentuk dari
kloramfenikol dan amoksisilin.
Kesimpulan : Kloramfenikol dan amoksisilin sensitif terhadap bakteri Salmonella
typhi.

Kata kunci: Salmonella typhi, kloramfenikol, amoksisilin, sensitivitas antibiotik.

12 Reska Perdana & Tri Setyawati, Uji In-Vitro Sensitivitas Antibiotik ...
MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol. 3 No. 1 Januari 2016

PENDAHULUAN sekitar 0,6-5% sebagai akibat dari


Demam tifoid banyak ditemukan keterlambatan mendapat pengobatan
di Indonesia, baik di perkotaan maupun serta tingginya biaya pengobatan.[14],[6]
pedesaan, masyarakat mampu ataupun Terapi utama yang dipakai dalam
kurang mampu. Penyakit tersebut penanganan demam tifoid adalah
berkaitan erat dengan kualitas yang antibiotik Kloramfenikol. Antibiotik lain
berasal dari kebersihan pribadi dan seperti Kotrimoksazol, Siprofloksasin,
sanitasi lingkungan seperti; kebersihan Ofloksasin, Amoksisilin, dan
makanan dan minuman yang rendah, Sefalosporin generasi ketiga menjadi
kebersihan tempat-tempat umum (rumah alternatif obat tifoid apabila
makan, restoran) yang kurang, serta Kloramfenikol sebagai lini pertama
perilaku masyarakat yang tidak sudah tidak lagi efektif.[11]
mendukung untuk hidup sehat.[14] Resistensi antibiotik maupun
Demam tifoid merupakan infeksi multi-resistensi dari spesies Salmonella
sistemik yang disebabkan oleh bakteri telah meningkat dengan pesat, terutama
Salmonella enterica serotype Typhi di negara-negara berkembang seiring
(Salmonella typhi). Penyakit tersebut dengan peningkatan penggunaan
tetap menjadi masalah kesehatan antibiotik secara sembarangan dan tidak
masyarakat di negara-negara terkontrol. Berbagai serovar dari spesies
berkembang. Tahun 2000, perkiraan Salmonella resisten terhadap antibiotik
bahwa lebih dari 2,16 juta infeksi terjadi konvensional seperti Ampisilin,
diseluruh dunia, menghasilkan 216,000 Kloramfenikol, Trimethoprim-
kematian, dengan lebih dari 90% angka Sulfamethoxazole, dan antibiotik yang
kesakitan dan kematian terjadi di Asia. lebih baru lainnya (Kuinolon dan
Demikian juga dari telaah kasus demam Sefalosporin berspektrum luas)
tifoid di rumah sakit besar di Indonesia, dilaporkan meningkat frekuensinya
menunjukkan angka kesakitan dalam beberapa area di seleruh dunia.[9]
cenderung meningkat setiap tahun Pola resistensi yang terjadi sangat
dengan rata-rata 500 per 100.000 tergantung dari pola atau sifat bakteri
penduduk. Angka kematian diperkirakan dan penggunaan antibiotik dan

13 Reska Perdana & Tri Setyawati, Uji In-Vitro Sensitivitas Antibiotik ...
MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol. 3 No. 1 Januari 2016

penatalaksanaan penyakit serta penelitian ini merupakan isolat murni


kecepatan resistensi bakteri terhadap bakteri Salmonella typhi yang berasal
antibiotik. Tiap-tiap daerah mempunyai dari pasien dan telah dibiakkan di
pola sensitivitas Salmonella yang Laboratorium Kesehatan Propinsi
berbeda, sehingga perlu dilakukan uji Sulawesi Tengah. Perlakuan yang
sensitivitas secara berkala karena pola diberikan yaitu:
sensitivitas bakteri dapat bervariasi pada
Perlakuan 1 : Menempatkan cakram
waktu dan tempat yang berbeda.[8]
antibiotik kloramfenikol
Meneliti pola sensitivitas
pada media pertumbuhan
antibiotik terhadap suatu bakteri patogen
bakteri Salmonella typhi.
merupakan hal yang sangat penting
untuk menyesuaikan pengobatan terbaru Perlakuan 2 : Menempatkan cakram
dan melihat manfaat dari pengobatan antibiotik amoksisilin
sebelumnya.[9] pada media pertumbuhan
bakteri Salmonella typhi.
METODE
Replikasi sampel bakteri
Penelitian ini merupakan jenis
dilakukan sebanyak 16 kali, sehingga
penelitian eksperimental murni dengan
didapatkan besaran total sampel
menggunakan rancangan penelitian post
antibiotik sebanyak 32 Sampel yang
test only control group design.
terdiri dari 16 antibiotik kloramfenikol
Penelitian dilakukan di Laboratorium
dan 16 antibiotik amoksisilin.
Kesehatan Propinsi Sulawesi Tengah
pada 2015. Pengambilan sampel bakteri,
HASIL
antibotik beserta prosedur penelitian
Pada penelitian ini dilakukan
dilakukan langsung di Laboratorium
prosedur uji sensitivitas antibiotik yang
Kesehatan Propinsi Sulawesi Tengah.
dengan memakai metode difusi agar (tes
Populasi dalam penelitian ini adalah
Kirby-Bauer). Prosedur pengujian ini
bakteri Salmonella typhi yang berasal
dimulai dengan menempatkan bakteri
dari pasien suspek demam tifoid di Kota
Salmonella typhi pada media Mueller-
Palu. Sampel yang digunakan dalam
Hinton agar (MHA), selanjutnya cakram

14 Reska Perdana & Tri Setyawati, Uji In-Vitro Sensitivitas Antibiotik ...
MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol. 3 No. 1 Januari 2016

antibiotik Kloramfenikol dan hasilnya dapat dilihat pada tabel di


Amoksisilin ditanam di setiap bawah ini:
permukaan agar dengan memperhatikan
Tabel 4.1 Hasil pengukuran diameter
jarak yang sesuai (tidak terlalu dekat zona hambat, interpretasi
atau terlalu jauh) lalu dilakukan replikasi dan rerata dari uji
sensitivitas antibiotik
sampel bakteri sebanyak 16 kali. metode difusi Kirby-Bauer.
Berdasarkan jumlah replikasi didapatkan
total 32 sampel antibiotik yang
digunakan (16 Kloramfenikol dan 16
Amoksisilin). Selanjutnya media agar
diinkubasi pada suhu 37oC selama 24
jam. Setelah 24 jam, kemudian
dilakukan pengamatan langsung dan
pengukuran memakai jangka sorong
pada zona jernih yang terbentuk pada
media agar dan merupakan hasil dari
daya hambat yang diteliti. Hasil
Perbedaan zona hambat yang
pengukuran didapatkan bahwa setiap
terbentuk dari tiap replikasi dapat juga
replikasi memiliki hasil sensitif.
dilihat melalui grafik dibawah ini.
Hasil tersebut telah disesuaikan Grafik 4.1 Grafik perbedaan masing-
masing zona hambat yang
dengan kriteria standar dari National terbentuk dari berbagai
Committee for Clinical Laboratory replikasi.
Standards (NCCLS) dan dengan tingkat
sensitivitas sebesar 100% dari kedua
antibiotik. Diameter rerata yang
terbentuk dari antibiotik Kloramfenikol
sebesar 23,06 mm dan Amoksisilin
Setelah pengukuran daya hambat
sebesar 21,13 mm. Besaran diameter
telah selesai dilakukan, kemudian
daya hambat yang terbentuk dan
dilanjutkan dengan melakukan analisis

15 Reska Perdana & Tri Setyawati, Uji In-Vitro Sensitivitas Antibiotik ...
MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol. 3 No. 1 Januari 2016

data. Analisis data diawali dengan Berdasarkan pada tabel 4.2 diatas,
melakukan uji normalitas memakai uji didapatkan signifikansi hasil dari uji
Shapiro-Wilk dengan nilai kemaknaan alternatif memakai uji Mann-Whitney
sebesar (p>0,05). Apabila hasil tidak adalah (p=0,000) dimana nilai dari
sesuai dengan standar tersebut, maka (p<0,05) sehingga dapat ditarik
disimpulkan bahwa data tidak memiliki kesimpulan bahwa terdapat perbedaan
distribusi yang normal.[15] yang bermakna antara daya hambat dari
Hasil pada uji normalitas antibiotik Kloramfenikol dan antibiotik
menggunakan uji Shapiro-Wilk, Amoksisilin serta menunjukkan bahwa
didapatkan signifikansi (p<0,05) maka hipotesis diterima.
dapat disimpulkan bahwa data tidak
terdistribusi normal. Karena hasil DISKUSI
pengujian data tidak terdistribusi dengan Uji sensitivitas antibiotik yang
normal, maka dilakukan uji alternatif digunakan merupakan uji sensitivitas
memakai uji non-parametrik yaitu uji dengan metode difusi agar (Kirby-
Mann-Whitney. Bauer) memakai media Mueller-Hinton
agar (MHA). Metode difusi agar (disc
Tabel 4.2 Tabel perbedaan daya hambat diffusion) atau (tes Kirby-Bauer)
Median merupakan cara pengujian kepekaan
n (minimum- p
maksimum)
antibiotik dengan meletekkan agen
Daya hambat antimikroba pada media yang telah
antibiotik 23,06 (22,0-
Kloramfenikol 16 24,0)
,000
ditanami oleh mikroorganisme. Agen
Daya hambat
antibiotik 21,00 (20,0- antimikroba tersebut akan berdifusi pada
Amoksisilin 16 22,0)
media yang ditumbuhi oleh bakteri.[17]
Keterangan :
n : Merupakan jumlah total Zona jernih pada lapisan agar yang
subjek dari setiap
kelompok perlakuan. terbentuk diakibatkan oleh karena
Median : Nilai tengah dari daya
hambat yang terbentuk. senyawa antimikroba berdifusi ke dalam
(minimum-maksimum) : Nilai minimal hingga
maksimal dari tiap daya lapisan agar dan menghambat
hambat yang terbentuk.
p : Nilai signifikan uji Mann- pertumbuhan mikroorganisme (bakteri)
Whitney.
dan disebut sebagai zona hambat,
16 Reska Perdana & Tri Setyawati, Uji In-Vitro Sensitivitas Antibiotik ...
MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol. 3 No. 1 Januari 2016

sedangkan lapisan agar yang ditumbuhi dari masing-masing obat dan dari hasil
mikroorganisme akan tampak keruh. pengukuran didapatkan bahwa setiap
Senyawa antimikroba bekerja dengan antibiotik Kloramfenikol masuk dalam
cara berinteraksi dengan dinding sel kriteria sensitif, dan setiap antibiotik
bakteri sehingga mengakibatkan Amoksisilin masuk dalam kriteria
gangguan permeabilitas pada dinding sel sensitif dengan persentase sensitivitas
bakteri dan memudahkan seyawa dari kedua antibiotik uji tersebut sebesar
antimikroba untuk bisa berdifusi ke 100%.
dalam sel bakteri. Difusi yang terjadi Dasar penggolongan antibiotik yang
akan mengakibatkan gangguan pada sensitif, intermediet maupun resisten
serangkaian proses pertumbuhan dari didasarkan pada antibiotik yang melalui
bakteri sehingga menghambat pengujian laboratorium dan disesuaikan
pertumbuhannya (bakteriostatik) dengan kriteria standar baku dari
ataupun memberikan efek lain yaitu masing-masing jenis antibiotik. Standar
dengan membunuh bakteri dari tiap antibiotik berbeda terhadap
(bakteriosidal). Selain itu, senyawa suatu bakteri tertentu yang diujikan.
antimikroba juga dapat menembus Hasil pengujian tersebut kemudian
membran sel dan berinteraksi dengan ditandai dengan huruf “S” dan “I”
material genetik dari bakteri sehingga (intermediet) sedangkan antibiotik
bakteri dapat mengalami mutasi.[16] resisten ditandai dengan huruf “R”.
Sensitif menunjukkan bahwa antibiotik
Hasil yang didapatkan dari
tersebut memiliki daya hambat yang
pengukuran zona hambat menunjukkan
lebih besar dari kriteria yang
bahwa antibiotik Kloramfenikol
seharusnya, intermediet berada pada
memiliki rerata zona hambat sebesar
rentang minimum terendah hingga
23,06 mm dan Amoksisilin sebesar
mencapai sensitif, dan resisten
21,13 mm. Hasil tersebut disesuaikan
menunjukkan daya hambat yang
dengan kritetia standar dari National
terbentuk berada jauh dibawah kriteria
Committee for Clinical Laboratory
yang telah ditentukan.[7]
Standards (NCCLS) untuk kriteria
sensitif, intermediet, ataupun resisten
17 Reska Perdana & Tri Setyawati, Uji In-Vitro Sensitivitas Antibiotik ...
MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol. 3 No. 1 Januari 2016

Data yang terkumpul kemudian yang dilakukan di Jakarta menjelaskan


dianalisis menggunakan analisis data bahwa pada uji sensitivitas antibiotik,
alternatif non-parametrik menggunakan hasil kultur dari bakteri Salmonella typhi
uji Mann-Whitney. Uji Mann-Whitney menunjukkan respon yang baik terhadap
merupakan uji jenjang untuk dua beberapa antibiotik. Respon tersebut
populasi atau sampel yang berbeda. menunjukkan bahwa ditemukan hasil
(Sunyoto, 2014)[3]. Uji Mann-Whitney sensitif 100% terhadap antibiotik
digunakan apabila uji T-independent Amoksisilin, Sefotaksim, Seftriakson,
tidak dapat dilakukan. Agar uji T- Kloramfenikol, Gentamisin, Imipenem,
independent dapat dilakukan, maka Kanamisin, Asam Nalidiksat, dan
sebaran data haruslah normal, sehingga Sulfametoksazol.[10]
data pada penelitian ini tidak memenuhi Beberapa laporan data
syarat untuk dilakukan pengujian memperlihatkan 80% isolat dari strain
tersebut. Hasil dari uji Mann-Whitney Salmonella typhi yang diambil di
didapatkan signifikansi sebesar Vietnam menunjukkan hasil resisten
(p=0,000) dan memenuhi nilai (p<0,05) terhadap Kloramfenikol, sedangkan
sehingga diartikan bahwa terdapat sampel Salmonella typhi yang berasal
perbedaan daya hambat yang bermakna dari India dan Indonesia menunjukkan
secara statistik dari kedua antibiotik tidak ada resistensi.[13]
Kloramfenikol dan Amoksisilin serta Penelitian lain yang dilakukan oleh
menunjukkan jika hipotesis telah Juwita (2013) menunjukkan tingkat
diterima. sensitivitas antibiotik secara in-vitro
Sensitivitas antibiotik Kloramfenikol terhadap Salmonella typhi yang
dan Amoksisilin yang didapatkan pada dilakukan di kota Banjarmasin
penelititan tersebut memiliki respon memberikan hasil bahwa tingkat
yang baik dengan persentase sensitivitas sensitivitas antibiotik Kloramfenikol
sebesar 100%. Penelitian tersebut sesuai dengan persentase sebesar 65%, dan
dengan penelitian yang dilakukan pada tingkat sensitivitas antibiotik
penelitian sebelumnya di Indonesia. Amoksisilin sebesar 15% atau telah
Katarnida (2013) dalam penelitiannya masuk dalam kategori resisten.

18 Reska Perdana & Tri Setyawati, Uji In-Vitro Sensitivitas Antibiotik ...
MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol. 3 No. 1 Januari 2016

Penelitian yang dilakukan di Bandung dapat diakibatkan oleh karena


oleh Mulyana (2009) menunjukkan banyaknya faktor-faktor yang
bahwa antibiotik Kloramfenikol mempengaruhi tingkat sensitivitas suatu
memiliki sensitivitas sebesar 99,05% antibiotik terhadap bakteri Salmonella
dan antibiotik Amoksisilin sebesar typhi. Faktor-faktor tersebut dapat
99,36%. berupa penggunaan antibiotik dalam
Perbedaan tingkat sensitivitas jangka waktu yang lama, penggunaan
antibiotik Amoksisilin pada tiap daerah yang tidak tepat, kepatuhan pasien
sangatlah berbeda. Hal tersebut bisa dalam meminum obat, dan masih
disebabkan oleh beberapa hal, seperti banyak lagi baik dari tingkat sel bakteri
kerasionalan dalam penggunaannya dan maupun dari tingkat ekonomi pasien.[8]
kepatuhan penderita dalam meminum Antibiotik Kloramfenikol sebagai
obat. Hal lain yang dapat mempengaruhi obat pilihan atau “drug of choice”
ialah dikarenakan Amoksisilin memberikan respon yang baik pada
merupakan obat pasaran yang sudah penelitian ini. Sehingga penggunaan
banyak dikenal oleh masyarakat untuk antibiotik Kloramfenikol sebagai “drug
dikonsumsi pada berbagai macam of choice” dapat terus dilanjutkan
penyakit dan juga karena harganya yang dengan tetap memperhatikan efek
murah dan terjangkau bagi samping dari penggunaan obat tersebut.
masyarakat.[8] Hasil tersebut telah sesuai dengan teori
Perbedaan persentase hasil uji yang ada dan dikemukakan oleh
sensitivitas antibiotik yang didapatkan beberapa penelitian sebelumnya, antara
dari masing-masing antibiotik uji lain oleh Bajracharya et al (2006) dan
(Kloramfenikol dan Amoksisilin) yang Choudhary et al (2013), yang
dilakukan oleh peneliti maupun dari menjelaskan bahwa sejak Kloramfenikol
penelitian-penelitian sebelumnya di tiap diperkenalkan pada tahun 1948,
daerah menunjukkan bahwa adanya Kloramfenikol menjadi obat pilihan
keberagaman tingkat sensitivitas suatu yang digunakan dalam terapi demam
antibiotik terhadap bakteri Salmonella tifoid diseluruh belahan dunia. Terapi
typhi. Keberagaman tingkat sensitivitas dengan Kloramfenikol, menurunkan

19 Reska Perdana & Tri Setyawati, Uji In-Vitro Sensitivitas Antibiotik ...
MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol. 3 No. 1 Januari 2016

angka kematian akibat demam tifoid hewan. Amoksisilin dipakai untuk


dengan sangat signifikan dan penurunan mengobati berbagai jenis infeksi yang
durasi demam yang selama 14-28 hari disebabkan oleh bakteri pada beberapa
memendek menjadi 3-5 hari. lokasi infeksi, seperti infeksi telinga,
Pemendekan demam tersebut sangat infeksi saluran kemih, pneumonia,
membantu dalam keberhasilan terapi gonorrhea, dan E-coli maupun infeksi
khususnya bagi kenyamanan pasien.[5],[1] salmonella.[4],[2]
Hasil uji sensitivitas dari antibiotik Obat-obat lini pertama yang
Amoksisilin yang dilakukan pada digunakan dalam pengobatan demam
penelitian ini memberikan respon yang tifoid adalah Kloramfenikol,
baik terhadap bakteri Salmonella typhi, Tiamfenikol, atau Ampisilin/
sehingga penggunaan Amoksisilin Amoksisilin. Kloramfenikol masih
dalam pengobatan penyakit dengan merupakan pilihan utama untuk
penyebab bakteri Salmonella typhi dapat pengobatan demam tifoid karena efektif
terus dilanjutkan apabila antibiotik dalam mempercepat penyembuhan,
Kloramfenikol sebagai “drug of choice” murah, mudah didapat, dan dapat
tidak dapat digunakan. Hasil penelitian diberikan secara oral. Umumnya
tersebut sesuai dengan teori yang perbaikan klinis sudah tampak dalam
dikemukakan oleh Kaur (2011) dan waktu 72 jam.[12]
Markose & Parthiban (2012), dimana
mereka menjelaskan bahwa antibiotik KESIMPULAN DAN SARAN
Amoksisilin, memiliki tingkat keasaman Berdaskan dari hasil penelitian di
yang stabil dalam tubuh, obat tersebut atas, dapat disimpulkan bahwa antibiotik
merupakan semi-sintetis dari kelas Kloramfenikol dan Amoksisilin
antibiotik yang disebut Penisilin memiliki sensitivitas yang tinggi
(antibiotik beta-laktam) dan telah terhadap bakteri Salmonella typhi
terbukti efektif terhadap berbagai jenis dengan persentase masing-masing
infeksi yang disebabkan oleh bermacam- sebesar 100% dan rerata daya hambat
macam bakteri gram negatif maupun yang terbentuk sebesar 23,06 mm dan
bakteri gram positif pada manusia dan 21,13 mm, serta terdapat perbedaan daya

20 Reska Perdana & Tri Setyawati, Uji In-Vitro Sensitivitas Antibiotik ...
MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol. 3 No. 1 Januari 2016

hambat yang nyata secara statistik dari of the World Health Organization
kedua antibiotik terhadap bakteri 2008, (86):260–268.
7. Refdanita., Maksum, R., Nurgani,
Salmonella typhi. Peneliti sangat
A., Endang, P., 2004. Pola
berharap kekurangan pada penelitian Kepekaan Kuman Terhadap
tersebut dapat dperbaiki pada penelitian- Antibiotika Di Ruang Rawat Intensif
Rumah Sakit Fatmawati Jakarta
penelitian selanjutnya.
Tahun 2001 – 2002. Makara,
Kesehatan, 8 (2): 41-48.
DAFTARPUSTAKA 8. Juwita, S., Hartoyo, E., Budiarti,
L.Y., 2013. Pola Sensitivitas In
1. Choudhary, A, et al., 2013. Vitro Salmonella typhi Terhadap
Antimicrobial susceptibility of Antibiotik Kloramfenikol,
Salmonella enterica serovars in a Amoksisilin, Dan Kotrimoksazol Di
tertiary care hospital in southern Bagian Anak Rsud Ulin
India. Indian J Med Res, (137): Banjarmasin Periode Mei-
800-802. September 2012. Berkala
2. Markose & Parthiban., 2012. Kedokteran Vol. 9 No. 1 April
Formulation And Evaluation Of 2013.
Dispersible Tablets Of Amoxicillin 9. Mijovic, C, et al., 2012. Antibiotic
Trihydrate And Dicloxacillin Susceptibility Of Salmonella Spp.: A
Sodium. IRJP, 2012 3(6). Comparison Of Two Surveys With A
3. Sunyoto, D., 2014. Analisis Data 5 Years Interval. Journal of
Penelitian Kesehatan Dengan SPSS. IMAB,18(1).
Nuha Medika. Yogyakarta. 10. Katarnida, S.S., Karyanti, M.R.,
4. Kaur, S.P, Rao, R., Nanda, S., 2011. Oman, D.M., Katar, Y., 2013. Pola
Amoxicillin: A Broad Spectrum Sensitivitas Bakteri dan
Antibiotic. Int J Pharm Pharm Sci, 3 Penggunaan Antibiotik. Sari
(3):3037. Pediatri, Vol. 15, No. 2, Agustus
5. Bajracharya, B.L, et al., 2006. 2013.
Clinical profile and antibiotics 11. Mulyana, Y., 2009. Sensitivitas
response in typhoid fever. Salmonella Sp. Penyebab Demam
Kathmandu University Medical Tifoid Terhadap Beberapa
Journal, 4 (13):25-29. Antibiotik Di Rumah Sakit
6. Ochiai, R.L, et al., 2008. A study of Immanuel Bandung. Fakultas
typhoid fever in five Asian Kedokteran Universitas Padjajaran.
countries: disease burden and Bandung.
implications for controls. Bulletin 12. Rampengan, N.H., 2013. Antibiotik
Terapi Demam Tifoid Tanpa
Komplikasi pada Anak. Sari
21 Reska Perdana & Tri Setyawati, Uji In-Vitro Sensitivitas Antibiotik ...
MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol. 3 No. 1 Januari 2016

Pediatri, Vol. 14, No. 5, Februari


2013.
13. Butler, T., 2011. Treatment of
typhoid fever in the 21st century:
promises and shortcomings. Clin
Microbiol Infect, (17): 959–963.
14. Kemenkes., 2006. Keputusan
Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor
364/MENKES/SK/V/2006 Tentang
Pedoman Pengendalian Demam
Tifoid. Menteri Kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta.
15. Dahlan, M.S., 2013. Statistik Untuk
Kedokteran dan Kesehatan;
Deskriptif, Bivariat, dan
Multivariat, Dilengkapi Aplikasi
dengan menggunakan SPSS, Edisi
5. Salemba Medika. Jakarta.
16. Roihanah S., Sukoso., Andayani S.,
2011. Aktivitas Antibakteri Ekstrak
Teripang Holothuria sp. Terhadap
Bakteri Vibrio harveyi Secara In
vitro. J. Exp. Life Sci. Vol. 1 No. 2,
2011.
17. Pratiwi, S.T., 2008. Mikrobiologi
Farmasi. Erlangga. Jakarta.

22 Reska Perdana & Tri Setyawati, Uji In-Vitro Sensitivitas Antibiotik ...

You might also like