Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Konsep pemasaran menegaskan bahwa kunci untuk mencapai sasaran organisasi adalah
perusahaan harus menjadi lebih efektif dibandingkan para pesaing dalam menciptakan,
menyerahkan, dan mengkomunikasikan nilai pelanggan kepada pasar sasaran yang terpilih.
Lingkungan pemasaran terdiri dari lingkungan tugas dan lingkungan luas. Linkungan
tugas mencakup para pelaku dekat yang terlibat dalam memproduksi, menyalurkan, dan
mempromosikan tawaran. Sedangkan lingkungan luas terdiri dari enam komponen, yaitu:
lingkungan demografis, lingkungan ekonomi, lingkungan alam, lingkungan teknologi,
lingkungan hukum politik, dan lingkungan sosial budaya. Lingkungan-lingkungan itu
mencakup kekuatan yang dapat berdampak besar bagi para pelaku di lingkungan tugas.
Para pelaku pasar harus memberi perhatian yang besar terhadap kecenderungan dan
perkembangan lingkungan-lingkungan itu serta melakukan penyesuaian sewaktu-waktu
atas strategi pemasaran mereka.
Potensial untuk global advertising yang efektif dapat pula meningkatkan pengharapan
perusahan dan menciptakan konsep baru seperti “product culures”. Kerena advertising
selalu didesign dengan menambahkan nilai psikologis pada sebuah produk atau brand, cara
berkomunikasi dalam marketing consumer product lebih penting daripada dalam marketing
industrial product. Global advertising juga menawarkan skala ekonomi perusahaan sama
baiknya dengan akses yamg dikembangkan pada distribution channels.
Ahli di bidang komunikasi umumnya setuju bahwa segala kebutuhan akan komunikasi
dan persuasi yang efektif adalah sama dan tidak dibedakan dari negera ke negara. Berikut
ini empat kesulitan utama dalam memenuhi suatu percobaan perusahaan untuk
berkomunikasi dengan pelanggannya di ber bagai lokasi menurut Keegan (2005: 440):
1. The messages may not get through to the intended recipient. This problem may be
the result of an advertiser’s lack of knowledge about appropriate media for reaching
certain types of audiences.
2. The messages may reach the target audience but may not be understood or may
even be misunderstood. This can be the result of an improper encoding or an
inadequate understanding of the target audience’s level of sophistication.
3. The messages may reach the target audience and may be understood but still may
not induce the recipient to take the action desired by the sender. This could result
from a lack of cultural knowledge about a target audience.
4. The effectiveness of the message can be impaired by noise. Noise in this case is an
external inluence such as competitive advertising, other sales pesonnel, and
confusion at the receiving end. These factors can detract from the ultimate
effectiveness of the communication.
Tabel 2.1
Definisi Public Relations
1 Frank Jefkins dalam Public relations consist of all forms of planned communication,
Neni Yulianita outwards and inwards, between an organization and its publics
(2007: 33) for the purposes of achieving specific objectives concerning
mutual understanding.
2 Cutlip, Center and Public relations is the management function that identifies,
Broom dalam Neni establishes, and maintains mutually beneficial relationships
Yulianita (2007: 34) between an organization and the various publics on whom its
success or failure depends.
Adapun tugas public relations dalam pemasaran menurut Rambat Lupiyoadi (2006: 122)
adalah sebagai berikut:
1) Membangun citra
2) Mendukung aktivitas komunikasi lainnya
3) Mengatasi permasalahan dan isu yang ada
4) Memperkuat positioning perusahaan
5) Mempengaruhi publik yang spesifik
6) Mengadakan peluncuran untuk produk atau jasa baru
Sedangkan menurut Warren J. Keegan (2005: 459) salah satu tugas dari public relations
adalah untuk membangun publisitas yang baik. Berdasarkan definisinya, publisitas menurut
Keegan (2005: 459) adalah komunikasi tentang perusahaan atau produk yang tidak dapat
dibayarkan oleh perusahaan.
Tujuan public relations secara umum/universal yang pada prinsipnya tujuan public
relations adalah untuk menciptakan, memelihara, dan meningkatkan citra yang baik dari
organisasi kepada publik yang disesuaikan dengan kondisi-kondisi daripada publik yang
bersangkutan, dan memperbaikinya jika citra itu menurun/rusak.
Menurut Kotler dan Amstrong (2006: 308), tujuan public relations meliputi:
a. Membangun kesadaran
Public relations dapat menempatkan citra di media untuk menarik perhatian
masyarakat terhadap suatu produk, jasa, orang, organisasi, atau ide.
b. Membangun kredibilitas
Public relations dapat menambah kredibilitas dengan mengkomunikasikan pesan
dalam suatu konteks editorial.
Menurut Bertrand R. Canfield dalam bukunya Public Relations Priciples and Problems
dalam Neni Yulianita (2007: 49) mengemukakan tiga fungsi publc relations:
Sedangkan menurut Cravens dan Piercy (2006: 339), promosi penjualan terdiri dari
kegiatan-kegiatan promosi yang beragam, termasuk pertunjukan perdagangan, kontes,
sampel/contoh, memajang melalui pajangan dan peragaan ditempat pembelian, insentif
perdagangan, dan kupon . pembelanjaan promosi penjualan jumlahnya lebih besar daripada
jumlah pengeluaran untuk iklan, dan sama besar jumlah pembelanjaan dengan tenaga
penjualan.
Menurut Lamb, Hair, Mc Daniel (2001:167) keuntungan dari penjualan pribadi antara
lain:
1. Penjualan pribadi menyediakan suatu penjelasan secara rinci atau peragaan dari
produk.
2. Pesan penjualan dapat berbeda-beda menurut motivasi dan minat dari setiap calon
pelanggan.
3. Penjualan pribadi dapat diarahkan hanya bagi calon konsumen yang memenuhi
kualifikasi.
Biaya penjualan pribadi dapat dikontrol dengan melakukan penyesuaian jumlah tenaga
penjual dalam meningkatkan biaya per orang.
Tabel 2.2
Definisi Direct Marketing
No Ahli Judul Buku Definisi
a. Katalog
b. Surat
c. Telemarketing
d. Electronic Shopping
e. Kiosk Shopping
f. TV Direct Response Marketing
g. Radio, magazine, newspaper direct response marketing
Setiap kegiatan dari bauran promosi yang dilakukan oleh perusahaan pasti memiliki
karakteristik tertentu yang diungkapkan menurut Kotler dan Keller (2006:517) bahwa
banyak keuntungan dari events/experiences, yaitu:
a) Relevant – A well-chosen event or experiences can be seen as highly relevant as the
customer gets personally involved. Relevan – event atau experiences dapat dilihat
secara relevan sehingga melibatkan konsumen secara pribadi.
b) Involving – Given their live, real time quality, consumers can find events and
experiences more actively engaging. Mengikutsertakan dapat melibatkan konsumen
dengan aktif.
c) Implicit – Events are more of an indirect “soft sell”. Tersembunyi – Event menjadi
lebih dari suatu hubungan tidak langsung “cara penjualan yang lunak”.
Dalam pemasaran global product placement menjadi alat komunikasi berbasis global
virtual. Product placement menjadi hal yang menarik bagi pemasar internasional, terutama
bagi perusahaan internasional. Taktik yang digunakan oleh perusahaan dalam product
placement dengan mengunakan pendekatan strategi prooduk yang di tetapkan oleh
perusahaan, karena dalam penempatanya seperti dalam sebuah scene film disesuaikan
dengan jalur cerita dari film tersebut sehingga lebih mudah di adaptasi oleh masyarakat
global.
2.2 Model Pemecahan Masalah
1. Advertising akan sangat membantu dan efektif dalam menyampaikan budaya Adidas
dan membangun brand di USA karena pesaing-pesaing dari Adidas itu sendiri
melakukan promosi dengan melalui advertising dengan budget yang tinggi. Untuk
itu, agar dapat tetap bertahan dalam persaingan brand-brand sepatu ternama di
USA, Adidas perlu mengikuti jejak para pesaingnya tersebut. Selain itu, advertising
juga merupakan komunikasi penghubung perusahaan dengan pasarnya yang paling
efektif menjangkau seluruh pasar yang tersebar di berbagai tempat, walaupun
memang komunikasi yang disampaikan bersifat non-personal.
2. Advertising tagline dari Adidas yaitu “nothing is impossible” akan mampu mencapai
kepopuleran yang sama seperti Nike dengan tagline-nya yaitu “just do it” karena
dalam produknya sendiri Adidas selalu merestukturisasi dengan fitur-fitur teknologi
yang berbeda dengan pesaingnya dan selalu diminati pasar. Yang diperlukan dalam
mencapai kekopuleran tersebut, Adidas perlu menjangkau pasarnya dengan lebih
fokus dan terarah sesuai tagline Adidas tersebut.
3. Dengan initial price tag $250, Adidas 1 akan sulit memperoleh pasar umum. Dengan
demikian public relations (PR) perusahaan perlu memiliki cara tersendiri untuk
mempopulerkan Adidas 1. Cara yang perlu dikembangkan PR perusahaan untuk
mencapai target penjualan Adidas 1 adalah dengan menggunakan endorse para
bintang-bintang legenda olahraga pada iklan-iklan promosinya yang telah memiliki
catatan prestasi yang diakui di dunia dan memiliki pengaruh emosional pada para
penggemarnya sehingga tercipta product & brand cultures.
BAB III
ANALISIS KASUS
Pada tahun 1948, Adi dan Rudolf memutuskan untuk berpisah dan masing-masing
membuat merk sepatu sendiri. Rudolf membuat merk sepatu 'Puma' sedangkan Adi
membuat merk 'Adidas'. Pengambilan nama Adidas berasal dari nama Adi Dassler dengan
menggabungkan nama depan Adi dan satu suku kata nama belakang Dassler yakni 'das'
sehingga menjadi kata 'Adidas'.
Penggunaan logo Adidas sendiri baru dipergunakan pada sekitar tahun 1948, pada saat
dua bersaudara Dassler tersebut berpisah. Secara visual, logo Adidas hanya berupa huruf
Adidas, dengan nama Adolf Dassler diatasnya serta ilustrasi sepatu ditengahnya. Dengan
merk ini, sepatu buatan Adi Dassler mencapai titik kesuksesannya, dengan diakuinya merek
sepatu Adidas di ajang pesta olahraga dunia seperti Olimpiade Helsinki, Melbourne, Roma
dan lainnya. Serta saat itu tim sepakbola Jerman menjadi juara dunia sepakbola dengan
menggunakan sepatu Adidas.
Walaupun berbagai kemajuan yang diraih, pada 1948 konflik antara Dassler bersaudara
berakibat pada pecahnya perusahaan mereka. Adi Dassler menjalankan sendiri perusahaan,
mengambil nama kecilnya “Adi” dan mengkombinasikannya dengan potongan nama
belakangnya sehingga menjadi “adidas”, ia pun mendafarkan logo 3 strip sebagai trademark
dari adidas. Sedangkan saudaranya Rudolph berpindah ke bagian lain dari kota itu dan
mendirikan perusahaan olahraga miliknya sendiri, Puma.
Pada tahun 1971 Muhammad Ali dan Joe Frazier yang menjadi icon olahraga tinju pada saat
itu, sudah menggunakan produk adidas. Pada Olimpiade Munich 1972 1.164 dari 1.490 atlet
internasional menggunakan adidas. Sehingga pada tahun 70-an adidas mencapai masa
jayanya.
Setelah krisis pada awal 80-an, terutama karena berjayanya Nike di pasar internasional,
adidas berhasil mengembalikan pamornya pada tahun 1986 ketika Run D.M.C, sebuah grup
rap dari New York, membuat lagu yang berjudul “My Adidas”, dan sekaligus
mempopulerkan sepatu adidas yang mereka pakai tanpa menggunakan tali. Hal tersebut
menjadi gaya tersendiri yang banyak ditiru oleh fans-fans mereka.
Pada dekade 90-an terutama di AS dan Eropa berkembang pikiran bahwa generasi muda
cenderung menghindari apapun yang orang tua mereka pakai, termasuk dalam urusan
sepatu. Mereka menghindari pemakaian nike dan reebok, yang dulu dipakai oleh orang tua
mereka. Sehingga barang-barang produksi adidas (sepatu, jaket,…) yang sudah berumur 20
tahun-pun tiba-tiba menjadi barang koleksi yang mahal harganya dan dicari-cari oleh
banyak orang (coba deh liat-liat barang adidas vintage di ebay). Hal ini pun dimanfaatkan
oleh adidas untuk memproduksi dan mengeluarkan kembali (re-issue) beberapa model
sepatu populernya (seperti adidas rom, rekord, athen, dublin,..). Hal ini mengangkat status
adidas itu sendiri, dari sekedar produk olahraga menjadi semacam lambang gaya hidup yang
baru.
Pada tahun 1972, logo Adidas mengalami perubahan yakni dengan menggunakan konsep
'Trefoil Logo', yaitu logo dengan visual tiga daun terangkai. Konsep tiga daun ini memiliki
makna simbolisasi dari semangat Olimpiade yang menghubungkan pada 3 benua. Sejak saat
itulah Adidas menjadi sepatu resmi yang dipergunakan pada even Olimpiade diseluruh
dunia. Akhirnya setelah bertahun-tahun berjaya dan mengalami liku-liku perkembangan
usaha, pada tahun 1996, Adidas mengalami modernisasi dengan menerapkan konsep 'We
knew then - we know now' yang kurang lebih menggambarkan kesuksesan masa lalu dan
kejayaan hingga kini. Adapun logo baru yang digunakan secara visual berupa tiga balok
miring yang membentuk tanjakan yang menggambarkan kekuatan, daya tahan serta masa
depan. Sejak saat itu logo Adidas tidak pernah mengalami perubahan, serta masih berjaya
hingga saat ini.
Sejarah Adidas berawal di mana ketika Jesse Owens menang 4 medali emas pada
Olympic tahun 1936, dan dia menang dengan menggunakan sepatu lari (track shoes) yang
dibuat oleh Adi Dassler. Beberapa tahun kemudian, Dassler mencapai awal dikenalnya
Adidas sejak kemenangan Owens di Olympic yang telah membantu membuat Adidas
menjadi pemimpin pasar sepatu olahraga di dunia. Trefoil logo perusahaannya adalah iconic
sebagai merek yang membuat pendapatan perusahaan meningkat mencapai $7,8 milyar
pada 2003.
Perusahan sepatu atletik di Amerika adalah kemampuan menjual yang global. Pada
2003, Nike naik $10,6 milyar untuk penjualan di dunia, di mana Reeboks menjual total $3,1
milyar pada 2002. Reeboks merupakan pemimpin pasar di Perancis, Spanyol, dan Inggris,
dan Nike merupakan pemimpin di beberapa negara Eropa. Walaupun advertising taglines
seperti “Just Do It” dan “Planet Reebok” yang di tayangkan di Inggris, sebagian dari pesan
yang disampaikan adalah adaptasi yang dicerminkan dengan perbedaan budaya. Sebagai
contoh di Perancis, kekerasan dalam advertising tidak diperbolehkan, dengan begitu Reebok
mengganti boxing scenes dengan menciptakan image di mana seorang wanita berlari di
pantai.
Adidas tetap santai dengan menikmati loyalitas mereknya yang tinggi pada masyarakat
Eropa yang berusia lanjut. Perusahaan merekrut anak-anak muda dan membayar mereka
untuk menggunakan sepatu Adidas di umum, dan mereka dibayar untuk bekerja di toko
peralatan olahraga dan mempromosikan produk-produk Adidas. Adidas memperbaharui
citra dengan menjadikan masyarakat muda Eropa segai konsumen dengan menciptakan
sebuah olahraga baru yang disebut streetball. Penayangan advertising di MTV Europe
ditambahkan alat-alat perlengkapan pemain dari apparel line perusahaan sreetball yang
baru. Tidak seperti rival Amerika, Adidas tidak menggunakan kampanye global. Sebagai
contoh, pada kampanye tahun 1995 yang ditayangkan di luar USA dengan model Emil
Zatopke, Pelari Olimpyc Cekoslovakia.
Pada permulaan abad 21, perusaahan membutuhkan sebuah strategi global. Tahap
pertama yaitu suatu brand positioning yang baru : “forever sport-from competition to
lifestyle”. Sebagai kepala pemasaran global, Erich Stamminger mencatat bahwa pada 2001,
“we want to mean more to more people. We want to expand our customer base and again
deeper market penetration in our existing markets”. Agar target ini berhasil, 3 divisi di
perusahaan direstrukturisasi pada bagian lini produknya: performance product, leisure
products, multifunctional products. Pada Januari 2002, perusahaan mengajak bergabung
agen periklanan untuk beberapa tahun, London-based Leagas Delany. Agen baru Adidas, Los
Angeles-based TBWA, akan bekerjasama dengan 180, sebuah agen Belanda. Stramminger
mencatat, “by appointing one global agency network, we are continuing our strategy of
strengtheing the addidas brand worldwide”.
Dwain Chambers, seorang sprinter Inggris yang menjadi endorse Adidas, terkena THG
positif. Sepanjang 2003 Adidas terpuruk dan strategi Adidas tidak berjalan, pesanan dalam
pasar USA turun. Sedangkan Nike menjadi pemimpin industri dengan 40% pangsa pasar
untuk pasar sepatu atletik. Perusahaan sepatu T-Mac dengan Tracy Mc Grandy sebagai
endorse di Orlando Magic yang menjadi penjual teratas sepatu basketball di USA pada 2001
dan 2002.
4.1 Kesimpulan
Dalam persaingan global, advertising merupakan media pemberitahuan perusahaan
kepada pasar sasarannya yang dinilai paling mudah beradaptasi dalam mengkomunikasikan
keberadaan perusahaan dengan kata memperkenalkan produk dan brandnya di tengah
masyarakat internasional mengingat jangkauannya yang begitu luas. Hal ini terbukti pula
dalam kasus Adidas-Salomon AG yang merupakan perusahaan global yang dikenal sebagai
perusahaan peralatan olahraga terbesar kedua setelah Nike. Dalam perkembangan
perusahannya terlihat bahwa advertising merupakan alat promosi yang paling
mempengaruhi kelangsungan hidup perusahaan dan kesadaran pasar akan keberadaan
perusahaan.
4.2 Saran
Advertising merupakan media promosi perusahaan yang tidak boleh dipandang sebelah
mata oleh setiap perusahaan terutama perusahaan yang yang tingkat persaingannya berada
di tingkat internasional. Begitu pula untuk perusahan global seperti Adidas-Salomon AG,
sebelumnya advertising sempat diabaikan perusahaan ini hingga dinilai mempengaruhi
penurunan pada penjualan produknya. Tidak seperti apa yang terjadi pada pertumbuhan
Nike, pesaing utama Adidas, yang menjadikan advertising taglinenya ”Just do it” sebagai
culture di tengah pasar sasarannya.
DAFTAR PUSTAKA
Cravens, David W. & Nigel F. Piercy. 2006. Strategic Marketing 8th Edition. New York USA: Mc
Graw-Hill Education.
Fandy Tjiptono. 2006. Bauran Pemasaran Jasa. Jawa Timur: Bayu Media.
Griffin, R. W. dan Ronald J. Elbert. 2006. Business 8th Edition. New Jersey: Prentice Hall.
Keegan, Warren J. 2005. Global Marketing 4th Editon International Edition. USA: Prentice Hall
Kotler, Philip. 2007. Manajemen Pemasaran (Edisi Kesebelas). Jakarta: PT. Indeks Kelompok
Gramedia.
LAMPIRAN
Adidas:
Sukses Menggenggam Pasar Atas
Sudarmadi & Tutut Handayani
Di kategori produk sepatu, sesuai dengan hasil riset Majalah SWA dan MARS 2006, Adidas
memiliki brand value paling tinggi. Prestasi yang tentu saja amat bagus, mengingat persaingan
di bisnis sepatu di Tanah Air cukup ketat. Selain harus berhadapan dengan musuh
bebuyutannya, Nike, maka Adidas harus mengalahkan sederet pemain top, termasuk pemain
lokal yang belakangan tak kalah hebat strategi pemasarannya. Dari kalangan merek
multinasional, Adidas harus mengalahkan Reebok, Nike, Fila, Spalding dan Universe. Sementara
dari pemain top lokal, Adidas juga harus menangkis serangan Eagle, Piero, Spotec, Specs, hingga
New Era.
Menanggapi hasil survei yang menempatkan Adidas sebagai merek dengan brand value paling
tinggi di segmen sepatu, Amit Das Gupta, Kepala Penjualan & Pemasaran Adidas Indonesia, tak
merasa kaget. Karena di dunia pun pihaknya merasa Adidas memang merek kuat. Juga, survei
itu menurutnya selaras dengan kinerja pasar Adidas di Indonesia. Maklum, pertumbuhan
penjualan Adidas selama tiga tahun terakhir di Indonesia menunjukkan angka signifikan. “Rata-
rata pertumbuhan penjualan di Indonesia 20% per tahun,” kata Gupta seraya menambahkan
bahwa Adidas sudah 10 tahun aktif di Indonesia. Selain itu, dari sisi penerimaan konsumen,
merek Adidas semakin bisa diterima sebagai merek pilihan konsumen. Setidaknya hal ini sesuai
dengan hasil riset lembaga independen yang diterimanya. "Ini salah satu tolok ukur
keberhasilan Adidas di Indonesia," ungkapnya.
Manajemen Adidas sendiri selama ini melihat Indonesia sebagai salah satu target pasar utama
yang sangat potensial. Maklum, begitu banyak pecinta olah raga di Indonesia, khususnya sepak
bola. "Indonesia is a crazy country who loves so much with football," ujar Gupta. Ia
menjelaskan, bagusnya pamor Adidas di Indonesia tak lepas dari kegemaran masyarakatnya
terhadap sepak bola. Sejauh ini dari keseluruhan bisnis Adidas di Indonesia, produk footwear
(sepatu) tetap menjadi kontributor terbesar (50% lebih) dibandingkan dengan kategori lainnya,
sedangkan sisanya berasal dari kategori lain seperti apparel semacam T-shirt, celana, topi, jaket,
dan aksesori lainnya seperti tas.
Soal kiatnya mengembangkan merek hingga punya nilai tinggi, Gupta mengungkapkan, dari sisi
produk, Adidas menawarkan perpaduan antara sport dan fashion. Jadi tak hanya manfaat
fungsional yang memberikan kenyamanan untuk melakukan sport, tapi juga ada unsur fashion.
Target pasar Adidas yang disasar khusus kalangan atas di Indonesia. “Ini memang brand
positioning-nya Adidas,” Gupta berujar.
Sementara dari sisi promosi, langkah Adidas cukup menarik karena Adidas tak mau ikut-ikutan
pemain lain yang banyak beriklan di televisi. "Bagi Adidas, cara beriklan paling efektif harus
sering terlihat di berbagai event olah raga karena Adidas adalah produk untuk olah raga," Gupta
mengatakan. Maka, Adidas memilih menggunakan endorser bintang-bintang olah raga terkenal
dunia untuk mempromosikan produknya. Contoh, memakai bintang sepak bola ternama dunia
semacam Del Piero dan David Beckham. Dengan cara itu konsumen dapat melihat langsung
performa bintang olah raga terkemuka yang memakai produk Adidas. Tentu tidak hanya
bintang sepak bola yang dijadikan endorser, sebab pemain bola basket ternama seperti Tracy
McGraddy juga memakai produk Adidas. Adidas dapat ditemui hampir di semua event olah raga
yang tayang di televisi. Konsumen dapat melihat Adidas secara lengkap yang digunakan para
bintang olah raga beserta timnya yang sedang berlaga tanding – benar-benar sedang
bertanding – mulai dari ujung kepala sampai kaki. “Adidas tak hanya beriklan dengan sekadar
menampilkan produk di televisi, tapi juga terlibat penuh dalam event,” kata Gupta.
Namun, semua itu tidak berarti beriklan di lini atas ditinggalkan. Adidas tetap beriklan above
the line dalam bentuk print out atau elektronik (televisi), juga dengan menggunakan bintang-
bintang olah raga yang erat kaitannya dengan dunia olah raga sesuai dengan fungsi produk
Adidas sendiri yang memberi kesan sporty. Adidas menginvestasikan dana yang “cukup besar”
untuk aktivitas pemasaran meski dana promosi di televisi tidak besar. Sebagian besar dana
promosi Adidas ditanamkan di berbagai hajatan olah raga yang bertujuan agar konsumen
melihat Adidas in action secara utuh. “Adidas harus terlihat dalam sport itself. Inilah cara untuk
meraih kredibilitas merek,” papar Gupta tanpa mau menyebutkan anggaran promosinya.
Ananda Puteri, Manajer Produk (Footwear) Adidas Indonesia menjelaskan, selama ini aktivitas
promosi Adidas sebagian besar memang melalui kegiatan below the line. Khususnya sebagai
sponsor eksklusif atau sponsor utama di berbagai acara olah raga. “Kami juga pernah
melakukan aktivitas promosi melalui coaching clinic yang diperuntukkan bagi anak-anak yang
menggemari olah raga, misalnya sepak bola dan basket,” katanya. Dalam coaching clinic ini,
didatangkan pemain sepak bola Indonesia ternama, misalnya dari PSSI, untuk mengedukasi
anak-anak agar bisa bermain sepak bola dengan benar. Media promosi lain, khususnya ketika
mengenalkan produk terbaru, tim Adidas juga melakukan pengenalan melalui e-mail yang
dikirimkan ke milis-milis pecinta olah raga, seperti milling list pecinta klub Liverpool, dan
lainnya.
Yang sangat penting, sebagai bagian untuk membangun merek, Adidas menciptakan beberapa
speciality store yang khusus menjual produk Adidas dan dikelola langsung manajemen Adidas.
Di Indonesia konter Adidas ini dimiliki dan dikembangkan oleh PT Trigaris Sportindo sebagai
kepanjangan tangan Adidas. Namun selain di speciality store, produk Adidas juga bisa ditemui di
chain store yang menjual produk sejenis Adidas. Dalam hal ini manajemen Adidas menjalin
kerja sama dengan pemilik chain store. Sekarang terdapat 25 speciality store Adidas – khusus
menjual produk Adidas – sementara jumlah chain store-nya 300 toko. Setiap tiga bulan sekali,
Adidas mengganti model yang dipasarkan di toko-toko itu.
Diakui Gupta, ketersediaan barang dan kemudahan dijangkau membuat sebuah produk akan
tetap dipilih konsumen. Karenanya, pihaknya juga akan berusaha selalu menyediakan apa yang
dicari konsumen tanpa harus membuat konsumen keluar dari toko Adidas dengan perasaan
kecewa. Gupta menerangkan, selama ini pembeli Adidas adalah orang-orang loyal, “Hampir
80% datang dari loyal costumer.” Mereka tak akan mudah berganti ke merek lain jika yang
dicari tidak ada.
Gupta mengakui, persaingan bisnis sepatu di Indonesia cukup ketat. Toh, pihaknya tak gentar
karena persaingan ketat tak hanya di pasar Indonesia, melainkan juga global. Sejauh ini, lanjut
Gupta, Reebok adalah kompetitor terbesar Adidas. Maklum, Reebok memiliki pula jalur
distribusi yang kuat, mapan dan luas. "Persaingan cukup ketat dengan Reebok terletak pada
kategori sepatu running (lari)," katanya. Toh, menurut Gupta, Adidas tetap sebagai pemain
terbesar di kategori sepatu sepak bola. Ia melihat secara umum persaingan di bisnis sepatu
terletak pada jalur distribusi. “Semakin kuat, luas dan mapan jalur distribusinya, maka akan
semakin kuat merek produk kami berpenetrasi di pasar.”
Yang tak kalah penting, selama ini Adidas tak ingin menjadikan strategi diskon untuk
meningkatkan penjualan. “Kami jarang memberikan diskon harga terlebih secara drastis, sebab
sangat erat dengan citra merek Adidas itu sendiri. Adidas berada di pasar kelas atas di mana
para pembelinya bukan yang sangat sensitif harga,” ujar Gupta. Konsumen Adidas lebih
mementingkan kualitas. Meski mahal jika kualitasnya sepadan dengan harga maka tetap dibeli.
Di Adidas, diskon harga dilakukan untuk menghabiskan barang yang sudah out of season, itu
pun hanya dilakukan di factory outlet.
Meski saat ini Adidas sudah menjadi big brand dan orang begitu familier dengan merek Adidas,
menurut Gupta, pihaknya tetap harus hati-hati menjaganya agar tidak tergusur dari benak
konsumen. Untuk itu pihaknya akan fokus pada pengembangan rentang produk yang in-line
dengan ekspektasi konsumen. “Kami menawarkan produk yang relevan dengan ekspektasi
konsumen,” katanya. Selain itu, memberikan sesuatu yang benar-benar dapat dirasakan
konsumen, dan membangun titik yang memungkinkan konsumen menyentuh langsung produk
Adidas. “Inilah alasan mengapa Adidas membangun toko monobrand atau speciality stores,”
ujar Gupta seraya menambahkan bahwa ambience (suasana) toko ini dibuat agar konsumen
(pengunjung toko) langsung merasakan menjadi bagian dari sebuah merek produk yang sangat
mendunia. Sementara soal peluncuran produk baru, Adidas memilih cara serentak di seluruh
dunia. Ke depan, di samping tetap mempertahankan dan mengembangkan produk olah raga
sepak bola, Adidas akan semakin meluaskan pasar produk di kategori olah raga basket dan
tenis. “Kami melihat basket dan tenis adalah dua olah raga yang semakin digemari oleh
konsumen Indonesia. Tidak hanya itu, footwear untuk wanita dan anak-anak yang tetap
terkesan sporty tapi fashionable juga akan semakin dikembangkan.”
Untuk melihat ekspektasi konsumen, Adidas mengembangkan survei insight consumer. Survei
internal ini dilakukan setiap 6 bulan sekali dan dikelola oleh Regional Area Services. Hasilnya
dibuat laporan khusus dan diberikan ke tiap kantor di negara mana Adidas berada. Selama ini
Adidas melakukan perencanaan pemasaran 6 bulan sebelum action dimulai. “Contohnya kami
sedang menyiapkan business plan untuk memasarkan produk musim semi dan panas tahun
2007,” Gupta membeberkan. Selama ini hubungan Adidas dengan mitra bisnis selalu
diusahakan agar win-win. Harus saling menguntungkan. Bagi Adidas, ada tiga tool prinsip yang
manjur untuk mengatasi segala tantangan bisnis. Yakni: believe in brand and full commitment
to support the brand; planning; and make sure always offer the product relevant with the
market and consumer expectation.
Jahja B. Soenarjo, pengamat pemasaran dari Direxion Consulting melihat, Adidas memang
memiliki awareness yang semakin baik di mata konsumennya. Terlebih dengan adanya ajang
Piala Dunia 2006 di mana merek Adidas terlihat sekali mendominasi. Semua atribut hampir
sebagian besar kesebelasan peserta Piala Dunia 2006 memakai merek Adidas, mulai dari T-shirt,
celana, kaus kaki, dan sepatu. Bahkan, di bola sepaknya pun tercantum merek Adidas. Belum
lagi Adidas memanfaatkan euforia Piala Dunia itu, di mana Adidas memasarkan pula
merchandise berupa T-shirt kesebelasan kesayangan para penggemar sepak bola. “Adidas
cermat memanfatkan berbagai ajang olah raga sebagai media promosinya yang efektif.
Termasuk menggunakan endorser para bintang olah raga ternama di dunia. Konsumen akan
langsung percaya dan pasti akan memakai produk yang dipakai oleh bintang olah raga ternama
kesayangannya itu.”
Sejalan dengan Jahja, pengamat pemasaran dari Unika Atma Jaya Roy Goni melihat pula, Adidas
mulai menggeliat utamanya sejak dua tahun lalu. “Agresivitas Adidas terlihat semenjak Adidas
mengubah strateginya untuk lebih fokus pada sepatu sepak bola beserta apparel-nya meski
kategori sepatu olah raga lainnya tetap di-maintain,” katanya. Menurut Jahja, belakangan ini
Adidas memang menandingi Nike. “Semangat yang dibawa Adidas hampir sama dengan yang
dibawa Nike. Merek Adidas sangat menggambarkan force or strong desire yang secara rinci
menggambarkan kekuatan, ambisius, dinamis, dan driving energy. Hanya ia lebih aktif.” Namun,
yang menjadi tantangan Adidas jika ingin menguasai pasar Indonesia, lanjut Roy, sejauh mana
kebijakan global Adidas dapat diadaptasi dengan situasi dan kondisi pasar Indonesia. Adidas
adalah merek global, maka strategi pemasaran dan penjualannya selalu mengacu pada
kebijakan global atau kantor pusat. “Artinya belum tentu semua kebijakan global itu bisa
langsung diterapkan di pasar Indonesia.”