You are on page 1of 26

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembangunan kesehatan merupakan salah satu bagian integral dari pembangunan nasional
yang mempunyai peranan besar dalam menentukan keberhasilan pencapaian tujuan
pembangunan nasional. Pembangunan kesehatan yang dilakukan dapat meningkatkan kualitas
sumber daya manusia yang ditandai dengan tingkat kesehatan penduduk yang meningkat.
Upaya promotif dan preventif dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan bangsa dan
masyarakat dapat dilakukan dengan penerapan perilaku hidup bersih dan sehat. Kebiasaan
mencuci tangan dengan sabun, adalah bagian dari perilaku hidup sehat yang merupakan salah
satu dari tiga pilar pembangunan bidang kesehatan yakni perilaku hidup sehat, penciptaan
lingkungan yang sehat serta penyediaan layanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh
semua lapisan masyarakat. Perilaku hidup sehat yang sederhana seperti mencuci tangan dengan
sabun merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang
pemeliharaan kesehatan pribadi dan pentingnya berperilaku hidup bersih dan sehat.
Mencuci tangan merupakan teknik dasar yang paling penting dalam pencegahan dan
pengontrolan infeksi (Potter & Perry, 2005).Mencuci tangan merupakan proses pembuangan
kotoran dan debu secara mekanis dari kedua belah tangan dengan memakai sabun dan air.
Tujuan cuci tangan adalah untuk menghilangkan kotoran dan debu secara mekanis dari
permukaan kulit dan mengurangi jumlah mikroorganisme (Tietjen, 2003 dalam
Moestika).Cuci tangan sering dianggap sebagai hal yang sepele di masyarakat, padahal cuci
tangan bisa memberi kontribusi pada peningkatan status kesehatan masyarakat. Berdasarkan
fenomena yang ada terlihat bahwa anakanak usia sekolah mempunyai kebiasaan kurang
memperhatikan perlunya cuci tangan dalam kehidupan sehari-hari, terutama ketika di
lingkungan sekolah. Mereka biasanya langsung makan makanan yang mereka beli di sekitar
sekolah tanpa cuci tangan terlebih dahulu, padahal sebelumnya mereka bermain-main. Perilaku
tersebut tentunya berpengaruh dan dapat memberikan kontribusi dalam terjadinya penyakit
diare. Cuci tangan merupakan tehnik dasar yang paling penting dalam pencegahan dan
pengontrolan penularan infeksi. Penelitian yang dilakukan oleh Luby, et al (2009), mengatakan
bahwa cuci tangan dengan sabun secara konsisten dapat mengurangi diare dan penyakit
pernafasan. Cuci tangan pakai sabun (CTPS) dapat mengurangi diare sebanyak 31 % dan
menurunkan penyakit infeksi saluran nafas atas (ISPA) sebanyak 21 %. Riset global juga
menunjukkan bahwa kebiasaaan CTPS tidak hanya mengurangi, tapi mencegah kejadian diare
hingga 50 % dan ISPA hingga 45 % (Fajriyati, 2013).
Penelitian oleh Burton, et al (2011) menunjukkan bahwa cuci tangan dengan menggunakan
sabun lebih efektif dalam memindahkan kuman dibandingkan dengan cuci tangan hanya
dengan mengggunakan air. Masyarakat menganggap CTPS tidak penting, mereka cuci tangan
pakai sabun ketika tangan berbau, berminyak dan kotor. Hasil penelitian oleh kemitraan
pemerintah dan swasta tentang CTPS menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat tentang
CTPS sudah tinggi, namun praktik di lapangan masih rendah. (Mikail, 2011). Tangan adalah
bagian tubuh kita yang paling banyak tercemar kotoran dan bibit penyakit. Ketika memegang
sesuatu, dan berjabat tangan, tentu ada bibit penyakit yang melekat pada kulit tangan kita.
Telur cacing, virus, kuman dan parasit yang mencemari tangan, akan tertelan jika kita tidak
mencuci tangan dulu sebelum makan atau memegang makanan. Dengan cara demikian
umumnya penyakit cacing menulari tubuh kita. Di samping itu, bibit penyakit juga dapat
melekat pada tangan kita setelah memegang uang, memegang pintu kamar mandi, memegang
gagang telepon umum, memegang mainan, dan bagian-bagian di tempat umum (Potter &
Perry, 2005). Melalui tangan kita sendiri segala bibit penyakit itu juga bisa memasuki mulut,
lubang hidung, mata, atau liang telinga, karena kebiasaan memasukkan jari ke hidung,
mengucek mata, mengorek liang telinga, bukan pada waktu yang tepat (pada saat tangan
kotor), dan ketika jari belum dibasuh (belum cuci tangan).
Gangguan pada sistem pencernaan dapat disebabkan oleh pola makan yang salah, infeksi
bakteri, dan kelainan alat pencernaan yang memberikan gejala seperti gastroenteritis,
konstipasi, obstipasi maupun ulkus. Gangguan pencernaan ini banyak disebabkan oleh
sebagian besar Enterobacteriaceae, namun tidak semua Enterobacteriaceae dapat
menyebabkan gangguan pencernaan, seperti Proteus mirabilis yang merupakan flora normal
usus manusia dapat menjadi patogen bila berada di luar usus manusia dan mengenai saluran
kemih (Jawetz, Melnick, Adelberg, 2010).
Indonesia mempunyai angka kejadian yang tinggi untuk infeksi saluran pencernaan, contoh
diare yang disebabkan oleh infeksi Escherichia coli yang termasuk keluarga
Enterobacteriaceae, merupakan penyakit yang morbiditasnya cukup tinggi di Indonesia,
walaupun pada tahun 2010 sudah mengalami sedikit penurunan yaitu dari 423 per 1000
penduduk pada tahun 2006 menurun menjadi 411 per 1000 penduduk pada tahun 2010
(Dinkes, 2010). Manusia terinfeksi Enterobacteriaceae secara fecal-oral, biasanya melalui
makanan dan minuman yang kurang terjaga kebersihannya, kurang masak, dan atau individu
lainnya (Todar, 2012).
Palancoi (2014) mengadakan penelitian yang menyatakan bahwa, salah satu faktor yang
mempengaruhi kejadian diare adalah perilaku, lingkungan dan pengetahuan tentang diare.
Perilaku kesehatan merupakan suatu respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang
berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, minuman dan
lingkungan (Notoatmodjo, 2010). Salah satu perilaku kesehatan adalah pengetahuan tentang
mencuci tangan, mencuci tangan merupakan suatu perilaku kesehatan (Syarifah Fazila dkk,
2013).
Fenomena yang terjadi terhadap beberapa pasien yang berkunjung di Puskesmas Sumber
Pucung diketahui bahwa 5 orang yang mengalami penyakit pada system pencernaan yaitu diare
dan thypoid mengatakan bahwa disebabkan oleh makanan yang mereka makan dan juga tidak
tahu penyebab lainnya. Masalah kesehatan yang terjadi pada pasien disebabkan karena
kebiasaan pasien banyak yang makan makanan yang sembarangan atau kurang sehat, di
tambah lagi pasien jarang mencuci tangan sebelum makan menyebabkan berbagai macam
kuman penyakit mudah masuk kedalam tubuh, oleh karena itu diperlukan pengetahuan bagi
lansia dalam mencegah terjadinya diare diantaranya pengetahuan tentang cuci tangan yang
benar. Bedasarkan latar belakang tersebut peneliti ingin meneliti hubungan antara
pengehtahuan cuci tangan yang benar dengan kejadian penyakit pada system pencernaan pada
pasien rawat inap di Puskesmas Sumber Pucung.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana hubungan antara pengehtahuan tentang cuci tangan yang benar dengan
kejadian penyakit system pencernaan pada pasien rawat inap di Puskesmas Sumber Pucung?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara pengehtahuan tentang cuci tangan yang benar
dengan kejadian penyakit system pencernaan pada pasien rawat inap di Puskesmas Sumber
Pucung
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi pengehtahuan tentang cuci tangan yang bena pada pasien rawat
inap di Puskesmas Sumber Pucung
2. Mengidentifikasi kejadian penyakit system pencernaan pada pasien rawat inap di
Puskesmas Sumber Pucung
3. Menganalisis hubungan antara pengehtahuan tentang cuci tangan yang benar
dengan kejadian penyakit system pencernaan pada pasien rawat inap di Puskesmas
Sumber Pucung.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Penulis
Mengembangkan dan memanfaatkan ilmu tersebut dalam kehidupan sehari – hari serta
dapat memecahkan permasalahan yang ada dilingkungan masyarakat terkait masalah
penyakit saluran pencernaan.
1.4.2 Bagi Instansi Kesehatan
Dalam hal ini Puskesmas Sumber Pucung dapat digunakan sebagai informasi serta acuan
di dalam penyuluhan dan konsultasi terkait masalah ganguan pencernaan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Cuci Tangan
2.1.1 Pengertian cuci tangan
Mencuci tangan dilakukan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan
walaupun memakai sarung tangan dan alat pelindung diri lain. Tindakan ini untuk
mengurangi mikroorganisme yang ada di tangan sehingga penyebaran infeksi dapat
dikurangi (Nursalam dan Ninuk, 2007). Mencuci tangan adalah proses yang secara
mekanik melepaskan kotoran dan debris dari kulit tangan dengan menggunakan sabun
biasa dan air (Depkes RI, 2009). Menurut Susiati (2008), tujuan dilakukannya cuci tangan
yaitu untuk mengangkat mikroorganisasi yang ada ditangan, membuat kondisi tangan steril
sehingga infeksi silang bisa dicegah.
2.1.2 Indikator Cuci Tangan

Menurut Himpunan Perawat Pengendali Infeksi Indonesia (HPPI) tahun 2010


waktu melakukan cuci tangan, adalah bila tangan kotor, saat tiba dan sebelum
meningggalkan rumah sakit, sebelum dan sesudah melakukan tindakan, kontak dengan
pasien, lingkungan pasien, sebelum dan sesudah menyiapkan makanan, serta sesudah
kekamar mandi. Indikator mencuci tangan digunakan dan harus dilakukan untuk antisipasi
terjadinya perpindahan kuman melalui tangan (Depkes,2008) yaitu:

a. Sebelum melakukan tindakan, misalnya saat akan memeriksa (kontak langsung


dengan klien), saat akan memakai sarung tangan bersih maupun steril, saat akan
melakukan injeksi dan pemasangan infus.
b. Setelah melakukan tindakan, misalnya setelah memeriksa pasien, setelah
memegang alat bekas pakai dan bahan yang terkontaminasi, setelah menyentuh
selaput mukosa. WHO telah mengembangkan Moments untuk Kebersihan Tangan
yaitu Five Moments for Hand Hygiene, yang telah diidentifikasi sebagai waktu
kritis ketika kebersihan tangan harus dilakukan yaitu sebelum kontak dengan
pasien, sebelum tindakan aseptik, setelah terpapar cairan tubuh pasien, setelah
kontak dengan pasien, dan setelah kontak dengan lingkungan pasien (WHO, 2009).
Dua dari lima momen untuk kebersihan tangan terjadi sebelum kontak. Indikasi
"sebelum" momen ditujukan untuk mencegah risiko penularan mikroba untuk
pasien. Tiga lainya terjadi setelah kontak, hal ini ditujukan untuk mencegah risiko
transmisi mikroba ke petugas kesehatan perawatan dan lingkungan pasien.

2.1.3 Macam-macam cuci tangan

Cuci tangan medis dibedakan menjadi 3 jenis yaitu:

a. Cuci tangan sosial/mencuci tangan biasa : untuk menghilangkan kotoran


dan mikroorganisme transien dari tangan dengan sabun atau detergen paling
tidak selama 10 sampai 15 detik.
b. Cuci tangan prosedural/cuci tangan aseptik : untuk menghilangkan atau
mematikan mikroorganisme transien, disebut juga antisepsi tangan,
dilakukan dengan sabun antiseptik atau alkohol paling tidak selama 10
sampai 15 detik.
c. Cuci tangan bedah/cuci tangan steril : proses menghilangkan atau
mematikan mikroorganisme transien dan mengurangi mikroorganisme
residen, dilakukan dengan larutan antiseptik dan diawali dengan menyikat
paling tidak 120 detik.

2.1.4 Teknik mencuci tangan

Teknik mencuci tangan biasa adalah membersihkan tangan dengan sabun dan
air bersih yang mengalir atau yang disiramkan, biasanya digunakan sebelum dan
sesudah melakukan tindakan yang tidak mempunyai risiko penularan penyakit.
Peralatan yang dibutuhkan untuk mencuci tangan biasa adalah setiap wastafel
dilengkapi dengan peralatan cuci tangan sesuai standar rumah sakit (misalnya kran
air bertangkai panjang untuk mengalirkan air bersih, tempat sampah injak tertutup
yang dilapisi kantung sampah medis atau kantung pembersih tangan yang berfungsi
sebagai antiseptik, lotion tangan, serta di bawah plastik berwarna kuning untuk
sampah yang terkontaminasi atau terinfeksi), alat pengering seperti tisu, lap tangan
(hand towel), sarung tangan (gloves), sabun cair atau cairan wastefel terdapat alas
kaki dari bahan handuk. Prosedur kerja cara mencuci tangan biasa adalah sebagai
berikut :
1. Melepaskan semua benda yang melekat pada daerah tangan, seperti cincin
atau jam tangan.
2. Mengatur posisi berdiri terhadap kran air agar memperoleh posisi yang
nyaman.
3. Membuka kran air dengan mengatur temperatur airnya.
4. Menuangkan sabun cair ke telapak tangan.
5. Melakukan gerakan tangan, dimulai dari meratakan sabun dengan kedua
telapak tangan, kemudian kedua punggung telapak tangan saling
menumpuk,bergantian, untuk membersihkan sela-sela jari.
6. Membersihkan ujung-ujung kuku bergantian pada telapak tangan.
7. Membersihkan kuku dan daerah sekitarnya dengan ibu jari secara
bergantian,kemudian membersihkan ibu jari dan lengan secara bergantian.
8. Membersihkan (membilas) tangan dengan air yang mengalir sampai bersih,
sehingga tidak ada cairan sabun dengan ujung tangan menghadap ke bawah.
9. Menutup kran air menggunakan siku, bukan dengan jari karena jari yang
telah selesai kita cuci pada prinsipnya bersih.
Hal yang perlu diingat setelah melakukan cuci tangan yaitu mengeringkan tangan
dengan hand towel.

2.1.5 Enam Langkah Cuci Tangan

a. Ratakan sabun dengan kedua telapak tangan.


b. Gosokan punggung dan sela-sela jari tangan dengan tangan kanan dan sebaliknya.
c. Gosokan kedua telapak tangan dan sela-sela jari.
d. Jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci.
e. Kemudian gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan
sebaliknya.
f. Gosok dengan memutar ujung jari ditelapak tangan kiri dan sebaliknya.
2.2 Sistem Pencernaan

2.2.1 Pengertian Sistem pencernaan

Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai


anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima
makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke
dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau
merupakan sisa proses tersebut dari tubuh. (Abadi. 2010).

Sistem pencernaan berhubungan dengan penerimaan makanan dan


mempersiapkan nya untuk diasimilasi tubuh. Selain itu mulut memuat gigi untuk
mengunyah makanan, dan lidah yang membantu untuk cita rasa dan menelan.
Beberapa kelenjar atau kelompok kelenjar menuangkan cairan pencerna penting ke
dalam saluran pencernaan. Saluran-saluran pencernaan dibatasi selaput lendir
(membran mukosa), dari bibir sampai ujung akhir esofagus, ditambah lapisan-
lapisan epitelium. (Pearce Evelin C. 2009).
2.2.2 Fisiologi Sistem Pencernaan

Selama dalam proses pencernaan, makanan dihancurkan menjadi zat-zat


sederhana yang dapat di serap dan digunakan sel jaringan tubuh. Berbagai
perubahan sifat makanan terjadi karena kerja berbagai enzim yang terkandung
dalam cairan pencern. Setiap jenis zat ini mempunyai tugas khusus menyaring dan
bekerja atas satu jenis makanan dan tidak mempunyai pengaruh terhadap jenis
lainnya.

Pitalin (amilase ludah) misalnya bekerja hanya atas gula dan tepung,
sedangkan pepsin hanya atas protein. Satu jenis cairan pencerna, misalnya cairan
pankreas, dapat mengandung beberapa enzim dan setiap enzim bekerja hanya atas
satu jenis makanan. (Pearce Evelin C. 2009)

Enzim ialah zat kimia yang menimbulkan perubahan susunan kimia


terhadap zat lain tanpa enzim itu sendiri mengalami suatu perubahan. Untuk dapat
bekerja secara baik, berbagai enzim tergantung adanya garam mineral dan kadar
asam atau kadar alkali yang tepat. (Pearce Evelin C. 2009)

Fungsi utama sistem pencernaan adalah memindahkan nutrient, air dan


elektrolit dari makanan yang kita makan ke dalam lingkungan internal tubuh.
Manusia menggunakan molekul-molekul organic yang terkandung dalam makanan
dan O2 untuk menghasilkan energi. (Drs. Irianto Kus. 2004) Makanan harus
dicerna agar menjadi molekul-molekul sederhana yang siap diserap dari saluran
pencernaan ke dalam sistem sirkulasi untuk didistribusikan ke dalam sel. (Abadi.
2010).

Secara umum sistem pencernaan melakukan empat proses pencernaan


dasar, yaitu:

1. Motilitas
Motilitas mengacu pada kontraksi otot yang mencampur dan
mendorong isi saluran pencernaan. Otot polos di saluran pencernaan terus
menerus berkontraksi dengan kekuatan rendah yang disebut tonus.
Terhadap aktivitas tonus yang terus menerus terdapat dua jenis dasar
motilitas pencernaan: (Abadi. 2010).
a. Gerakan propulsif (mendorong) yaitu gerakan memajukan isi
saluran pencernaan ke depan dengan kecepatan yang berbeda-beda.
Kecepatan propulsif bergantung pada fungsi yang dilaksanakan oleh
setiap organ pencernaan.
b. Gerakan mencampur memiliki fungsi ganda. Pertama, mencampur
makanan dengan getah pencernaan. Kedua, mempermudah
penyerapan dengan memajankan semua bagian isi usus ke
permukaan penyerapan saluran pencernaan.
2. Sekresi
Sejumlah getah pencernaan disekresikan ke dalam lumen saluran
pencernaan oleh kelenjar-kelenjar eksokrin. Setiap sekresi pencernaan
terdiri dari air, elektrolit, dan konstituen organik spesifik yang penting
dalam proses pencernaan (misalnya enzim, garam empedu, dan mukus).
Sekresi tersebut dikeluarkan ke dalam lumen saluran pencernaan karena
adanya rangsangan saraf dan hormon sesuai. (Abadi. 2010).
3. Pencernaan
Pencernaan merupakan proses penguraian makanan dari struktur
yang kompleks menjad struktur yang lebih sederhana yang dapat diserap
oleh enzim. Manusia mengonsumsi tiga komponen makanan utama, yaitu:
(Abadi. 2010).
a. Karbohidrat
Kebanyakan makanan yang kita makan adalah karbohidrat
dalam bentuk polisakarida, misalnya tepung kanji , daging
(glikogen), atau tumbuhan (selulosa) .Bentuk karbohidrat yang
paling sederhana adalah monosakarida seperti glukosa, fruktosa,
dan galaktosa.
b. Lemak
Protein terdiri dari kombinasi asam amino yang disatukan
oleh ikatan peptida. Protein akan diuraikan menjadi asam amino
serta beberapa polipeptida kecil yang dapat diserap dalam saluran
pencernaan.
c. Protein
Sebagian besar lemak dalam makanan berada dalam bentuk
trigelsida. Produk akhir pencernaan lemak adalah monogliserida dan
asam lemak. Proses pencernaan dilakukan melalui proses hidrolisis
enzimatik. Dengan menambahkan H2O di tempat ikatan, lalu enzim
akan memutuskan ikatan tersebut sehinggan molekul-molekul kecil
menjadi bebas. (Pearce Evelin C. 2009)
4. Penyerapan
Proses penyerapan dilakukan di usus halus. Proses penyerapan
memindahkan molekul-molekul dan vitamin yang dihasilkan setelah proses
pencernaan berhenti dari lumen saluran pencernaan ke dalam darah atau
limfe. (Abadi. 2010).
Saluran pencernaan (traktus digestivus) merupakan saluran dengan
panjang sekitar 30 kaki (9 m) yang berjalan melalui bagian tengaj tubuh
menuju ke anus. Pengaturan fungsi saluran pencernaan bersifat kompleks
dan sinergistik.
Terdapat empat faktor yang berperan dalam pengaturan fungsi
pencernaan, yaitu:
a. Fungsi otonom otot polos
b. Pleksus saraf intrinsic
c. Saraf ekstrinsik
d. Hormon saluran pencernaan.
2.3 Organ saluran pencernaan

Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung, usus
halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak
diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.(Drs. Irianto Kus. 2004).

a) Mulut
Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air pada hewan.
Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya merupakan bagian awal dari sistem
pencernaan lengkap yang berakhir di anus. (Abadi. 2010) Mulut merupakan jalan
masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir.
Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan lidah.
Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan pahit. Penciuman
dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung dan lebih rumit, terdiri dari berbagai macam
bau. (Pearce Evelin C. 2009).
Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi
belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna.
Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut
dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung
antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri
secara langsung.
Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis. (Abadi. 2010):
1. Tenggorokan ( Faring)
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Berasal dari
bahasa yunani yaitu Pharynk. Didalam lengkung faring terdapat tonsil ( amandel )
yaitu kelenjar limfe yang banyak mengandung kelenjar limfosit dan merupakan
pertahanan terhadap infeksi. (Drs. Irianto Kus. 2004)

2. Kerongkongan (Esofagus)

Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu
makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan berjalan melalui
kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. (Drs.H. Syaifudin.AMK.
2006).

3. Lambung

Merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti kandang keledai.
Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot berbentuk cincin
(sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan normal, sfinter
menghalangi masuknya kembali isi lambung ke dalam kerongkongan. (Drs. Irianto
Kus. 2004)

Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk
mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi lambung
menghasilkan 3 zat penting :

1). Lendir

Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung.


Setiap kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang
mengarah kepada terbentuknya tukak lambung.

2). Asam klorida (HCl).

Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh
pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan
sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri.
(Drs. Irianto Kus. 2004)

3). Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein).

b) Usus halus (usus kecil).


Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang
terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah
yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus
melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan
pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah
kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak. (Drs.H. Syaifudin.AMK.
2006).
c) Usus besar

Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna


beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus besar
juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting
untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa
menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi
iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.
(Drs. Irianto Kus. 2004).

d) Usus Buntu (sekum)

Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam istilah
anatomi adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian
kolon menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan
beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivora memiliki sekum yang besar,
sedangkan karnivora eksklusif memiliki sekum yang kecil, yang sebagian atau
seluruhnya digantikan oleh umbai cacing.

e) Umbai Cacing (Appendix)

Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu.
Infeksi pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing. Apendisitis
yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam
rongga abdomen atau peritonitis (infeksi rongga abdomen). (Drs. Irianto Kus.
2004)

f) Rektum dan anus


Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”) adalah sebuah
ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir
di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses.
Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu
pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam
rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB). (Drs. Irianto Kus.
2004) Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam
rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan
defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus
besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi
untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi. (Drs.H.
Syaifudin.AMK. 2006).
g) Pankreas

Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi
utama yaitu menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon penting
seperti insulin. Pankreas terletak pada bagian posterior perut dan berhubungan erat
dengan duodenum (usus dua belas jari). Pankreas melepaskan enzim pencernaan ke
dalam duodenum dan melepaskan hormon ke dalam darah. Enzim yang dilepaskan
oleh pankreas akan mencerna protein, karbohidrat dan lemak. Enzim proteolitik
memecah protein ke dalam bentuk yang dapat digunakan oleh tubuh dan dilepaskan
dalam bentuk inaktif. Enzim ini hanya akan aktif jika telah mencapai saluran
pencernaan. Pankreas juga melepaskan sejumlah besar sodium bikarbonat, yang
berfungsi melindungi duodenum dengan cara menetralkan asam lambung. (Drs.
Irianto Kus. 2004).

h) Hati

Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan manusia dan
memiliki berbagai fungsi, beberapa diantaranya berhubungan dengan
pencernaan.Organ ini memainkan peran penting dalam metabolisme dan memiliki
beberapa fungsi dalam tubuh termasuk penyimpanan glikogen, sintesis protein
plasma, dan penetralan obat. (Drs. Irianto Kus. 2004)

2.4 Proses Pencernaan


Proses pencernaan dimulai ketika makanan masuk ke dalam organ pencernaan dan berakhir
sampai sisa-sisa zat makanan dikeluarkan dari organ pencernaan melalui proses defekasi.
Makanan masuk melalui rongga oral (mulut). Langkah awal adalah proses mestikasi
(mengunyah). Terjadi proses pemotongan, perobekan, penggilingan, dan pencampuran
makanan yang dilakukan oleh gigi. (Drs.H. Syaifudin.AMK. 2006)

Tujuan mengunyah adalah:

1. Menggiling dan memecah makanan


2. Mencampur makanan dengan air liur.
3. Merangsang papil pengecap. Ketika merangsang papil pengecap maka akan
menimbulkan sensasi rasa dan secara refleks akan memicu sekresi saliva. Di dalam
saliva terkandung protein air liur seperti amilase, mukus, dan lisozim.
Fungsi saliva dalam proses pencernaan adalah:
 Memulai pencernaan karbohidrat di mulut melalui kerja enzim amilase.
 Mempermudah proses menelan dengan membasahi partikel-partikel makanan
dengan adanya mukus sebagai pelumas.
 Memiliki efek antibakteri oleh lisozim.
 Pelarut untuk molekul-molekul yang merangsang pupil pengecap.
 Penyangga bikarbonat di air liur menetralkan asam di makanan serta asam yang
dihasilkan bakteri di mulut sehingga membantu mencegah karies.

Selanjutnya adalah proses deglutition (menelan). Menelan dimulai ketika bolus di


dorong oleh lidah menuju faring. Tekanan bolus di faring merangsang reseptor tekanan
yang kemudian mengirim impuls aferen ke pusat menelan di medula. Pusat menelan secara
refleks akan mengaktifkan otot-otot yang berperan dalam proses menelan. Tahap menelan
dapat dibagi menjadi 2, yaitu:

a. Tahap orofaring: berlangsung sekitar satu detik. Pada tahap ini


bolusdiarahkan ke dalam esofagus dan dicegah untuk masuk ke saluran lain
yang berhubungan dengan faring.
b. Tahap esofagus: pada tahap ini, pusat menelan memulai gerakan peristaltik
primer yang mendorong bolus menuju lambung. Gelombang peristaltik
berlangsung sekitar 5-9 detik untuk mencapai ujung esofagus.

Selanjutnya, makanan akan mengalami pencernaan di lambung. Di lambung


terjadi proses motilita. Terdapat empat aspek proses motilitas di lambung, yaitu:

a. Pengisian lambung (gastric filling): volume lambung kosong adalah 50 ml


sedangkan lambung dapat mengembang hingga kapasitasnya 1 liter.
b. Penyimpanan lambung (gastric storage): pada bagian fundus dan korpus
lambung, makanan yang masuk tersimpan relatif tenang tanpa adanya
pencampuran. Makanan secara bertahap akan disalurkan dari korpus ke
antrum.
c. Pencampuran lambung (gastric mixing): kontraksi peristaltik yang kuat
merupakan penyebab makanan bercampur dengan sekresi lambung dan
menghasilkan kimus. Dengan gerakan retropulsi menyebankan kimus
bercampur dengan rata di antrum. Gelombang peristaltik di antrum akan
mendorong kimus menuju sfingter pilorus.
d. Pengosongan lambung (gastric emptying): kontraksi peristaltik antrum
menyebabkan juga gaya pendorong untuk mengosongkan lambung. (Drs.H.
Syaifudin.AMK. 2006).

Selain melaksanakan proses motilitas, lambung juga mensekresi getah


lambung. Beberapa sekret lambung diantaranya:

1. HCL: sel-sel partikel secara aktif mengeluarkan HCL ke dalam lumen


lambung. Fungsi HCL dalam proses pencernaan adalah (1) mengaktifkan
prekusor enzim pepsinogen menjadi pepsin dan membentuk lingkungan
asam untuk aktivitas pepsin; (2) membantu penguraian serat otot dan
jaringan ikat; (3) bersama dengan lisozim bertugas mematikan
mikroorganisme dalam makanan.
2. Pepsinogen: pada saat di ekresikan ke dalam lambiung, pepsinogen
mengalami penguraian oleh HCL menjadi bentuk aktif, pepsin. Pepsin
berfungsi dalam pencernaan protein untuk menghasilkan fragmen-fragmen
peptida. Karena fungsinya memecah protein, maka peptin dalam lambung
harus disimpan dan disekresikan dalam bentuk inaktif (pepsinogen) agar
tidak mencerna sendiri sel-sel tempat ia terbentuk.
3. Sekresi mukus: Mukus berfungsi sebagai sawar protektif untuk mengatasi
beberapa cedera pada mukosa lambung.
4. Faktor intrinsik: faktor intrinsik sangat penting dalam penyerapan vitamin
B12. vitamin B12 penting dalam pembentukan eritrosit. Apabila tidak ada
faktor intrinsik, maka vitamin B12 tidak dapat diserap.
5. Sekresi Gastrin: Di daerah kelenjar pilorus (PGA) lambung terdapat sel G
yang mensekresikan gastrin. (Drs.H. Syaifudin.AMK. 2006)

Aliran sekresi getah lambung akan dihentikan secara bertahap seiring


dengan mengalirnya makanan ke dalam usus. Di dalam lambung telah terjadi
pencernaan karbohidrat dan mulai tejadi pencernaan protein. Makanan tidak
diserap di lambung. Zat yang diserap di lambung adalah etil alkohol dan aspirin.
(Pearce Evelin C. 2009)

Makanan selanjutnya memasuki usus halus. Usus halus merupakan tempat


berlangsungnya pencernaan dan penyerapan. Usus halus di bagi menjadi tiga
segmen, yaitu:

a. Duodenum (20 cm/ 8 inci): pencernaan di lumen duodenum di bantu oleh


enzim-enzim pankreas. Garam-garam empedu mempermudah pencernaan
dan penyerapan lemak.
b. Jejenum (2,5 m/ 8 kaki)
c. Ileum (3,6 m/12 kaki)

Proses motalitas yang terjadi di dalam usus halus mencakup:

1. Segmentasi:proses mencampur dan mendorong secara perlahan kimus.


Kontraksi segmental mendorong kimus ke depan dan ke belakang. Kimus
akan berjalan ke depan karena frekuensi segmentasi berkurang seiring
dengan panjang usus halus. Kecepatan segmentasi di duodenum adalah 12
kontraksi/menit, sedangkan kecepatan segmentasi di ileum adalah 9
kontraksi/menit. Segmentasi lebih sering terjadi di bagian awal usus halus
daripada di bagian akhir, maka lebih banyak kimus yang terdorong ke depan
daripada ke belakang. Akibatnya, kimussecara perlahan bergerak maju ke
bagian belakang usus halus dan selama proses ini kimus mengalami proses
maju mundur sehingga terjadi pencampuran dan penyerapan yang optimal.
Komplek motilitas migratif: jika sebagian makanan sudah diserap maka
proses segmentasi akan berhenti dan digantikan oleh komplek motilitas
migratif yang akan “menyapu” bersih usus diantara waktu makan. (Abadi.
2010).
2. Usus halus mensekresikan 1,5 liter larutan garam dan mukus cair yang
disebut sukus enterikus ke dalam lumen yang fungsinya adalah (1) mukus
menghasilkan proteksi dan limbrikasi; (2) sekresi encer ini menghasilkan
H2O untuk ikut serta dalam pencernaan makanan secara enzimatik. Proses
pencernaan di usus halus dilakukan oleh enzim-enzim pankreas. Dalam
keadaan normal, semua produk pencernaan karbohidrat, protein dan lemak
serta sebagian besar elektrolit, vitamin, dan air diserap oleh usus halus.
Sebagian besar penyerapan terjadi di duodenum dan jejenum. Organ
pencernaan yang terakhir adalah usus besar yang terdiri dari kolon, sekum,
apendiks, dan rektum. Dalam keadaan normal kolon menerima 500 ml
kimus dari usus halus setiap hari. Isi usus yang disalurkan ke kolon terdiri
dari residu makanan yang tidak dapat dicerna, komponen empedu yang
tidak diserap, dan sisa cairan. Zat-zat yang tersisa untuk dieliminasi
merupakan feses. Fungsi utama usus besar adalah untuk menyimpan feses
sebelum defekasi. (Drs.H. Syaifudin.AMK. 2006).
Feses akan dikeluarkan oleh refleks defekasi yang disebabkan oleh sfingter
anus internus (terdiri dari otot polos) untuk melemas dan rektum serta kolon
sigmoid untuk berkontraksi lebih kuat. Apabila sfingter anus eksternus
(terdiri dari otot rangka) juga melemas maka akan terjadi defekasi.
Peregangan awal di dinding rektum menimbulkan rasa ingin buang air
besar. Ketika terjaid defekasi biasanya dibantu oleh mengejan volunter yang
melibatkan kontraksi simultan otot-otot abdomen dan ekspirasi paksa
dengan glotis dalam posisi tertutup sehingga meningkatkan tekanan intra-
abdomen yang membantu pengeluaran feses. (Abadi. 2010)
Kelainan dan gangguan pada sistem pencernaan manusia adalah
sebagai berikut : (Corwin, Elisabet:2009)
a. Apendisitis merupakan radang pada apendiks ( umbai cacing yang
melekat pada usus buntu ).
b. Diare terjadi jika fese keluar dalam bentuk encer karena adanya infeksi
pada kolon. Kondisi diare dapat semakin parah dan menjadi penyakit
disentri. Disentri merupakan diare dengan feses yang bercampur darah
dan nanah, disertai dengan perut mulas. Hal ini dapat terjadi karena
infeksi bakteri shigela atau protozoa entamoeba histolytica.
c. Gastritis merupakan radang selaput lendir pada dinding lambung.
d. Gastroenteritis merupakan radang akut pada selaput lendir dinding
lambung dan usus umumnya disertai diare dan kejang-kejang.
e. Heart Burn merupakan mengalirnya kembali cairan lambung yang
terlalu asam ke esofagus. Hal ini terjadi karena produksi HCL yang
berlebihan di lambung.
f. Konstipasi ( sembelit ) merupakan gejala sulit buang air besar karena
feses terlalu keras. Hal ini terjadi jika asupan makanan yang di konsumsi
kurang mengandung serat ( selulosa).
g. Maltnutrisi seperti kwashiorkor dapat menyebabkan sel–sel pankreas
mengalami atropi dan kehilangan banyak reticulum endoplasma dalam
sel. Akibatnya pembentukan enzim pencernaan terganggu.
h. Ulkus peptikum ( tukak lambung ) merupakan kerusakan selaput lendir
yang disebabkan faktor–faktor psikosomatis, toksin, ataupun kuman
seperti streptococcus. Faktor psikosomatis ( ketakutan, kecemasan,
kelelahan, keinginan.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Desain penelitian yang digunakan dalam mini riset ini adalah komparatif yang
bertujuan untuk membandingkan hubungan penelitian yang sudah dilkukan dengan
mini riset yang akakn dilakukan oleh riserver.
3.2 Kerangka Kerja
Kerangka Kerja adalah tahapan atau langkah kegiatan penelitian yang akan
dilakukan untuk mengumpulkan data yang diteliti untuk mencapai tujuan penelitian.
Setiadi, (2007).
Populasi
Pasien Rawat Inap Puskesmas Sumber Pucung Dengan Gangguan Sistem Pencernaan Sebanyak 10
orang

Teknik Sampling
Teknik sampling yang di gunakan adalah total sampling

Sampel
Pasien rawat inap yang memenuhi kriteria inklusi

Desain Penelitian
Komparatif

Variable independent Variable Dipendent


Tingkat Pengetahuan Cuci Tangan Kejadian Diare

Instrumen Penelitian
Kuisioner

Analisa Data

Pembahasan

Kesimpulan
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi dalam mini riset ini adalah semua pasien rawat inap di Puskesmas
Sumber Pucung.
3.3.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah pasien rawat Inap dengan gangguan
system pencernaan. Jumlah sampel yang di teliti dalam mini riset ini adalah 10
orang.
3.3.3 Kriteria Inklusi dan Eklusi
Kriteria Inklusi yaitu karakteristik sampel yang dapat diteliti, yaitu :
1. Pasien Rawat Inap dengan gangguan system pencernaan
2. Bersedia menjadi responden
3. Layak untuk menjadi responden dan tidak memiliki gangguan
degenerative dan serebrovaskular
4. Bias baca tulis dan hitung.

Kriteria eksklusi adalah Pasien rawat inap yang tidak layak diteliti menjadi
sampel, yaitu :

1. Tidak dapat berbicara, tidak merespon dengan baik, tidak dapat baca dan tulis
dan gangguan pendengaran.
2. Tidak bersedia menjadi responden
3.4 Teknik sampling
Tehnik penelitian (tehnik sampling) merupakan cara – cara yang di tempuh dalam
pengambilan sampel agar memperoleh sampel yang benar-benar sesuai dengan
keseluruhan subjek penelitian. Nursalam, (2015). Teknik pengambilan sampel dalam
mini riset ini menggunakan teknik purposive sampling.
3.5 Lokasi dan Waktu Pengambilan Data
3.5.1 Lokasi
Pengambilan data ini dilaksankan di Puskesmas Sumber Pucung Kabupaten
Malang.
3.5.2 Waktu
Waktu pengambilan data ini dilaksankan pada tanggal 15 Januari – 23 Januari 2018.
3.6 Prosedur penelitian/ pengumpulan data
Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan proses
pengumpulan karakteristik subjek yang di perlukan dalam penelitian.
Terdapat tugas – tugas dalam pengumpulan data oleh peneliti, antara lain :
1. Menyeleksi subjek
2. Mengumpulkan data secara konsisten
3. Mempertahankan pengendalian dalam penelitian
4. Menjaga integritas atau validitas
5. Menyelesaikan masalah/problem solving (Nursalam, 2015)
3.7 Analisis Data
Pengolahan data atau analisa data pada dasarnya merupakan suatu proses untuk
memperoleh data atau data ringkasan berdasarkan suatu kelompok data mentah dengan
menggunakan rumus tertentu sehingga menghasilkan informasi yang diperlukan
(Setiadi, 2007). Proses analisa data pada penelitian ini adalah :
1. Editing
Dalam tahapan ini peneliti melakukan pemeriksaan jawaban kuisioner dari
responden yang sudah dikumpulkan.
2. Koding
Mengklarisifikasi jawaban dari responden ke dalam kategori. Biasanya klarisifikasi
dilakukan dengan cara memberi tanda atau kode berbentuk angka pada masing –
masing jawaban.
3. Entry Data
Data yang sudah di koding kemudian di entry ke dalam computer untuk selanjutnya
siap di olah dan dianalisis secara perhitungan manual oleh peneliti.
4. Tabulating
Adalah proses menyusun data dalam bentuk tabel.
5. Scoring
Adalah memberikan skor terhadap jawaban dari pernyatan atau pertanyaan yang
ada didalam kuisioner.
3.8 Etika Penelitian
1. Right To Self Determination
2. Right To Privacy And Dignity
3. Right To Anonymity And Confidentially
4. Right To Fair Treatment
5. Right To Protection From Discomport And Harm
BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Data Umum Responden

You might also like