You are on page 1of 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Perawat
a. Pengertian Perawat
Perawat atau Nurse berasal dari bahasa latin yaitu dari kata Nutrix
yang berarti merawat atau memelihara. Perawat adalah seseorang yang
berperan dalam merawat atau memelihara, membantu dan melindungi
seseorang karena sakit, injury dan peruses penuaan (Harlley, 1997).
Perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan program
pendidikan keperawatan, berwenang di Negara bersangkutan untuk
memberikan pelayanan dan bertanggung jawab dalam peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit serta pelayanan terhadap pasien
(International Council of Nurses, 1965).
Sedangkan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23
tahun 1992 tentang Kesehatan, mendefinisikan bahwa Perawat adalah
mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakkan
keperawatan berdasarkan ilmu yang dimilikinya, yang diperoleh melalui
pendidikan keperawatan.
b. Peran Perawat
Peran Perawat Menurut Hasil Lokakarya Keperawatan Tahun 1983
adalah sebagai berikut :
1. Pelaksana Pelayanan Keperawatan, memberikan asuhan
keperawatan baik langsung maupun tidak langsung dengan
metode proses keperawatan.
2. Pendidik dalam Keperawatan, mendidik individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat serta tenaga kesehatan yang berada di
bawah tanggung jawabnya.
3. Pengelola pelayanan Keperawatan, mengelola pelayanan maupun
pendidikan keperawatan sesuai dengan manajemen keperawatan
dalam kerangka paradigma keperawatan
4. Peneliti dan Pengembang pelayanan Keperawatan,
mengidentifikasi masalah penelitian, menerapkan prinsip dan
metode penelitian, serta memanfaatkan hasil penelitian untuk
meningkatkan mutu asuhan atau pelayanan dan pendidikan
keperawatan.

Sedangkan Peran perawat menurut Konsorsium Ilmu Kesehatan tahun


1989 yaitu:
1. Pemberi asuhan keperawatan dengan memperhatikan keadaan
kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian
pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses
keperawatan, dari yang sederhana sampai dengan kompleks.
2. Advokat pasien/klien, yaitu menginterprestasikan berbagai
informasi dari pemberi pelayanan atau informasi lain khususnya
dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang
diberikan kepada pasien, mempertahankan dan melindungi hak-
hak pasien.
3. Pendidik/Edukator, yaitu membantu klien dalam meningkatkan
tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan
yang diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien
setelah dilakukan pendidikan kesehatan.
4. Koordinator, yaitu mengarahkan, merencanakan serta
mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga
pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan
kebutuhan klien.
5. Kolaborator, peran ini dilakukan karena perawat bekerja melalui
tim kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi dan
lain-lain berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang
diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan
bentuk pelayanan selanjutnya.
6. Konsultan, yaitu sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau
tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini
dilakukan atas permintaan klien terhadap informasi tentang tujuan
pelayanan keperawatan yang diberikan.
7. Peneliti, yaitu dengan mengadakan perencanaan, kerja sama,
perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode
pemberian pelayanan keperawatan.
c. Fungsi Perawat
1. Fungsi Independen
Dalam fungsi ini, tindakan perawat tidak memerlukan perintah dokter.
Tindakan perawat bersifat mandiri, berdasarkan pada ilmu keperawatan.
Serta perawat bertanggung jawab terhadap akibat yang timbul dari
tindakan yang diambil.
2. Fungsi Dependen
Dalam fungsi ini perawat membantu dokter memberikan pelayanan
pengobatan dan tindakan khusus yang menjadi wewenang dokter dan
seharusnya dilakukan dokter, seperti pemasangan infus, pemberian
obat, dan melakukan suntikan. Oleh sebab itu, setiap kegagalan tindakan
medis menjadi tanggung jawab dokter.
3. Fungsi Interdependen
Tindakan perawat berdasar pada kerja sama dengan tim perawatan atau
tim kesehatan.

2. Needle Stick Injury


a. Pengertian Needle Stick Injury (NSI)

Needle Stick Injury (NSI) adalah sebuah istilah dari sebuah


kecelakaan kerja yang dialami oleh petugas kesehatan yaitu akibat tertusuk
jarum suntik atau benda tajam lainnya. Baik sebelum, sesudah atau ketika
memberikan pelayanan kesehatan. Tertusuk jarum suntik, tertusuk perkutan,
atau kejadian percutaneous. Percutaneous adalah penetrasi kulit melalui
jarum atau benda tajam lainnya, yang kontak dengan darah, jaringan, atau
cairan tubuh lainnya sebelum terpapar.

Benda tajam sangat berisiko menyebabkan perlukaan sehingga


meningkatkan terjadinya penularan penyakit melalui kontak darah.
Penularan infeksi HIV, Hepatitis B, dan Hepatitis C di sarana pelayanan
kesehatan, sebgaian besar disebabkan kecelakaan yang dapat dicegah, yaitu
tertusuk jarum suntik dan perlukaan alat tajam lainnya.

Dalam pelayanan kesehatan, penyakit infeksi ini termasuk dalam


penyakit yang paling berisiko terpajan kepada petugas kesehatan melalui
penanganan limbah klinis dan kontak dengan darah atau cairan tubuh yang
lainnya. Diperkirakan 8 juta petugas kesehatan terpajan penyakit infeksi
lewat darah dan berpotensi berakibat fatal (Healey dan Kenneth, 2009).

Needle Stick Injury karena pekerjaan mempengaruhi terutama pada


petugas pelayanan kesehatan, di Amerika Serikat 80% diantaranya
mengalami cedera akibat needle stick. Meskipun efek fisiologis akut dari
cedera needlestick umumnya sering diabaikan, kecelakaan seperti ini dapat
menularkan penyakit melalui darah yang terpajan pada petugas kesehatan.
Hal ini dapat menyebabkan meningkatnya risiko tertular penyakit menular
seperti hepatitis B (HBV), hepatitis C (HCV), dan human immunodeficiency
virus (HIV) pada petugas kesehatan. Di antaranya petugas layanan kesehatan
dan petugas laboratorium di seluruh dunia dinyatakan lebih dari 25 virus
yang terbawa darah telah dilaporkan disebabkan oleh karena luka akibat
jarum suntik.

Luka akibat needlestick sangat berpotensi menularkan bakteri,


protozoa, virus dan prion, dapat berisiko tertular penyakit hepatitis B,
hepatitis C, dan HIV adalah risiko yang tertinggi. Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) memperkirakan bahwa pada tahun 2000, 66.000 hepatitis B,
16.000 hepatitis C, dan 1.000 infeksi HIV disebabkan oleh luka jarum suntik.
Di tempat dengan tingkat penyakit bawaan darah yang lebih tinggi pada
populasi umum, petugas kesehatan lebih rentan terkena penyakit ini dari
cedera jarum suntik.

Hepatitis B membawa risiko penularan terbesar, dengan 10% pekerja


terpajan akhirnya menunjukkan serokonversi dan 10% memiliki gejala.
Tingkat transmisi hepatitis C telah dilaporkan sebesar 1,8%, namun survei
yang lebih baru dan lebih baru hanya menunjukkan tingkat transmisi 0,5%.
Risiko infeksi HIV secara keseluruhan setelah paparan perkutan terhadap
bahan terinfeksi HIV di tempat perawatan kesehatan adalah 0,3%. Resiko
infeksi bawaan darah secara individual dari hasil biomedis yang digunakan
lebih lanjut bergantung pada faktor tambahan. Cedera dengan jarum
berongga, penetrasi yang dalam, darah yang terlihat pada jarum, jarum yang
terletak di arteri atau vena dalam, atau alat biomedis yang terkontaminasi
dengan darah dari pasien yang sakit parah meningkatkan risiko tertular
infeksi yang ditularkan melalui darah.

Diperkirakan separuh dari semua kejadiaan Needle Stick Injury


karena pekerjaan tidak dilaporkan. Selain itu, sejumlah cedera akibat
tertusuk jarum yang tidak diketahui dilaporkan oleh karyawan yang terkena
dampak, namun karena kegagalan organisasi, catatan institusional cedera
tidak ada.
b. Penyebab Needle Stick Injury

Cedera jarum suntik merupakan peristiwa umum di lingkungan


kesehatan. Saat mengambil darah, memberikan obat
intramuskular/intravena, atau melakukan prosedur apapun yang melibatkan
benda tajam, kecelakaan dapat terjadi dan dapat memfasilitasi penularan
penyakit bawaan darah. Cedera juga biasanya terjadi karena kurangnya akses
ke peralatan pelindung diri yang sesuai, atau sebaliknya, kegagalan
karyawan untuk menggunakan peralatan yang disediakan, meningkatkan
risiko cedera akibat pekerjaan.

Faktor-faktor lain yang mempengaruhi terjadinya cedera akibat jarum suntik


antara lain seperti:

a. Ceroboh

b. Cenderung untuk celaka

c. Kurang fokus

d. Mengabaikan SOP

e. Tidak menggunakan APD

f. Tidak teliti dan cenderung untuk mengambil jalan pintas

Cedera jarum suntik juga bisa terjadi saat jarum ditukar antara
personel, dimasukkan ke dalam driver jarum, atau saat jahitan diikat saat
masih terhubung ke jarum. Selama operasi, jarum bedah atau instrumen
tajam lainnya mungkin secara tidak sengaja menembus sarung tangan dan
kulit personil ruang operasi jika tidak bekerja sesuai dengan Standart
Operasional Prosedur yang berlaku. Di Indonesia sendiri cedera akibat
tertusuk jarum sering terjadi karena petugas kesehatan tidak melakukan
prosedur sesuai SOP yang berlaku. Meski umumnya luka needlestick hanya
menyebabkan trauma ringan atau pendarahan; namun, meski tidak ada
pendarahan, risiko infeksi virus tetap ada.

Menurut Dessler (1997), ada tiga alasan dasar kecelakaan di tempat


kerja yaitu :

1. Kejadian yang bersifat kebetulan.

2. Kondisi tidak aman :

a. Peralatan pelindung yang tidak memadai.

b. Peralatan rusak.

c. Prosedur yang berbahaya dalam, pada, atau disekitar mesin atau


peralatan.

d. Gudang yang tidak aman, sumpek dan terlalu penuh.

e. Penerangan yang tidak memadai.

f. Ventilasi tidak memadai.

3. Tindakan-tindakan yang tidak aman yang dilakukan pekerja :

a. Membuang bahan-bahan sembarangan.

b. Beroperasi atau bekerja dengan kecepatan yang tidak aman (terburu-


buru).

c. Membuat peralatan keamanan tidak beroperasi dengan baik.

d. Menggunakan peralatan yang tidak aman.

e. Menggunakan prosedur yang tidak aman.

f. Mengambil posisi tidak aman.

g. Mengangkat secara tidak tepat.


h. Pikiran kacau, gangguan, penyalahgunaan, kaget, berselisih, dan
permainan kasar.

c. Pertolongan Pertama Needle Stick Injury

Adalah pertolongan pertama yang harus segera dilakukan saat


petugas kesehatan mengalami insiden tertusuk jarum suntik (needle stick
injury) bekas pasien yaitu :

1. Tekan satu kali diatas daerah tusukan sampai darah keluar.

2. Cuci dengan air mengalir menggunakan sabun atau cairan antiseptic.

3. Berikan cairan antiseptik pada area tertusuk/luka.

4. Segera ke IGD untuk penanganan selanjutnya.

d. Prosedur Pelaporan Saat Terjadi Needle Stick Injury

1. Setiap petugas yang mengalami insiden atau kecelakaan kerja karena


tertusuk jarum setelah tindakan pada pasien atau tertusuk jarum
bekas, jarum infuse, pisau bedah dan benda tajam lainnya yang
berhubungan dengan pasien segera di bawa ke unit gawat darurat
untuk diberi pertolongan pertama.

2. Setelah mendapat pertolongan dari UGD, petugas UGD memilah


apakah korban perlu dirujuk ke poli teratai atau tidak :

- Bila korban tertusuk jarum pasien pederita HIV-AIDS maka


korban perlu dirujuk ke poli teratai.

- Bila korban tertusuk jarum dengan pasien hepatitis atau penyakit


infeksi lain, maka petugas yang mengalami kecelakaan kerja
cukup diberi pertolongan di UGD untuk selanjutnya dilakukan
pemeriksaan lanjutan di poli pegawai.
- Setelah mendapatkan pertolongan, petugas atau rekan korban
melaporkan kejadian kecelakaan kerja tetapi langsung pada
atasan.

- Atasan korban segera membuat laporan insiden atau kecelakaan


kerja dengan formulir laporan insiden pada jam kerja ditanda
tangani pelapor dan diketahui oleh atasan langsung.

- Atasan langsung akan memeriksa laporan dan melakukan


investigasi sederhana penyebab terjadinya kecelakaan.

- Setelah selesai melakukan investigasi, laporan hasil investigasi


dan laopran insiden dilaporkan ke ketua komite mutu K3RS
dalam waktu 2x24 jam setelah terjadinya insiden tau kecelakaan
kerja.

- Komite mutu K3RS akan menganalisa kembali hasil investigasi


dan laporan insiden untuk menentukan apakah perlu dilakukan
investigasi lanjutan.

- Hasil investigasi lanjutan, rekomnedasi dan rencana kerja


dilaporkan ke direksi.

- Rekomendasi untuk perbaikan dan pembelajaran diberikan


umpan blik kepada unit kerja terkait.

- Unit kerja membuat analisa dan trend kejadian insiden atau


kecelakaan kerja di unit kerjanya masing-masing setiap 1 bulan
1 kali.

3. Standar Operasional Prosedur Penyuntikan

a. Pengertian Standar Operasional Prosedur (SOP)


Standar Operasional Prosedur merupakan suatu perangkat instruksi
atau langkah-langkah kegiatan yang dibakukan untuk memenuhi kebutuhan
tertentu klien (Depkes RI, 2006).

Standar Operasional Prosedur merupakan tata cara atau tahapan yang


harus dilalui dalam suatu proses kerja tertentu, yang dapat diterima oleh
seorang yang berwenang atau yang bertanggung jawab untuk
mempertahankan tingkat penampilan atau kondisi tertentu sehingga suatu
kegiatan dapat diselesaikan secara efektif dan efisien (Depkes RI, 2006).

Menurut Tjipto Atmoko, Standart Operasional Prosedur merupakan


suatu pedoman atau acuan untuk melaksanakan tugas pekerjaan sesuai
dengan fungsi dan alat penilaian kinerja instansi pemerintah berdasarkan
indicator-indikator teknis, administrati, dan prosedural sesuai tata kerja,
prosedur kerja dan sistem kerjapada unit kerja yang bersangkutan.

Tujuan umum standar operasional prosedur adalah untuk


mengarahkan kegiatan asuhan keperawatan untuk mencapai tujuan yang
efisien dan efektif sehingga konsisten dan aman dalam rangka meningkatkan
mutu pelayanan melalui pemenuhan standar yang berlaku.

b. Fungsi Standar Operasional Prosedur

Fungsi dari Standar Operasional Prosedur diantaranya adalah sebagai


berikut :

1) Memperkuat tugas petugas atau tim.

2) Sebagai dasar hukum dan etik bila terjadi penyimpangan.

3) Mengetahui dengan jelas hambatan-hambatan.

4) Mengarahkan perawat dan bidan untuk disiplin dalam bekerja.

5) Sebagai pedoman dalam melaksanakan pekerjaan tim.


c. Tujuan Standar Operasional Prosedur

Tujuan dari adanya Standar Operasional Prosedur adalah :

1) Agar pekerja menjaga konsistensi dan tingkat kinerja pekerja atau


tim dalam organisasi atau unit kerja.

2) Agar mengetahui dengan jelas peran dan fungsi tiap-tiap posisi dalam
organisasi.

3) Memperjelas alur tugas, wewenang dan tanggung jawab dari pekerja


terkait.

4) Melindungi organisasi atau unit kerja dan pekerja dari malpraktek


atau kesalahan administrasi lainnya.

5) Untuk menghindari kegagalan/kesalahan, keraguan, duplikasi, dan


inefisiensi.

d. Manfaat Standar Operasional Prosedur


Diantaranya adalah manfaat dari adanya Standar Operasional Prosedur :
1) Sebagai standarisasi cara yang dilakukan pekerja dalam
menyelesaikan pekerjaan dan menyelesaikan tugasnya.
2) Mengurangi tingkat kesalahan dan kelalaian yang mungkin
dilakukan oleh seorang pekerja dalam melaksanakan tugas.
3) Meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelaksanaan tugas dan
tanggung jawab individual pekerja dan organisasi secara
keseluruhan.
4) Membantu pekerja menjadi lebih mandiri dan tidak bergantung pada
intervensi manajemen, sehingga akan mengurangi keterlibatan
pimpinan dalam pelaksanaan proses sehari-hari.
5) Meningkatkan akuntibilitas pelaksanaan tugas.
6) Menciptakan ukuran standar kinerja yang akan memberikan pekerja
cara konkrit untuk memperbaiki kinerja serta membantu
mengevaluasi usaha yang telah dilakukan.
7) Memastikan pelaksanaan tugas penyelenggaraan pemerintahan dapat
berlangsung dalam berbagai situasi.
8) Memberikan informasi mengenai kualifikasi kompetensi yang harus
dikuasai oleh pekerja dalam melaksanakan tugasnya.
9) Memberikan informasi dalam upaya peningkatan kompetensi
pekerja.
10) Memberikan informasi mengenai beban tugas yang dipikul oleh
seorang pekerja dalam melaksanakan tugasnya.
e. Standar Operasional Prosedur Penatalaksanaan Jarum Suntik
Standar operasional prosedur penatalaksanaan jarum suntik
merupakan tindakan yang segera dilakukan setelah petugas melakukan
tindakan yang berhubungan dengan jarum suntik/benda tajam seperti
injeksi. Tujuan dibuatnya standar operasional prosedur ini adalah sebagai
acuan dan langkah-langkah yang harus dilakukan petugas untuk mencegah
pajanan benda tajam dan penularan infeksi akibat terpapar dengan jarum
suntik/benda tajam.
Salah satu contoh standar operasional prosedur penatalaksanaan
jarum suntik adalah yang sudah diberlakukan di RSUP Sanglah Denpasar.
Prosedur penatalaksanaan jarum suntik adalah sebagai berikut:
1. Standar Alat
a. Sarung tangan
b. Sharp box
c. Kupet
2. Prosedur Kerja
a. Petugas melakukan kebersihan tangan.
b. Petugas menggunakan sarung tangan.
c. Petugas melakukan desinfeksi tutup/karet obat/cairan pelarut
dengan alkohol bila berbentuk botol/vial.
d. Petugas membuka tutup jarum dan letakkan di tempat yang aman
dan mudah dijangkau seperti dalam kupet.
e. Bila obat diharuskan untuk diencerkan/dilarutkan, petugas
memasukkan cairan pelarut ke dalam vial obat dan lakukan
pengocokan tanpa menarik spuit dari vial obat.
f. Petugas menarik obat/cairan pelarut dengan spuit sesuai
dosis/kebutuhan.
g. Petugas menutup spuit pada kondisi jarum masih terbuka dengan
cara salah satu tangan mengarahkan ke tutup spuit yang telah
diletakkan sebelumnya dan memastikan seluruh bagian jarum telah
masuk ke dalam tutupnya.
h. Kemudian petugas mengencangkan tutup jarum dengan
menggunakan tangan lainnya di bagian pangkal jarum.
i. Petugas mengeluarkan udara yang masih ada di dalam spuit ketika
jarum sudah pasti tertutup dengan cukup kuat, dan jangan
mengeluarkan udara ketika jarum masih terbuka.
j. Petugas melakukan tindakan injeksi sesuai intruksi yang diberikan.
k. Setelah tindakan, petugas membuang segera jarum habis pakai ke
dalam sharp box (tanpa melakukan recapping).
- Bila sharp box dilengkapi fasilitas pembuka jarum, petugas
memutar bagian pangkal jarum dengan tangan sehingga jarum
dan syringe terlepas/terpisah, lalu petugas membuang syringe
ke dalam tempat sampah infeksius.
- Bila sharp box tanpa dilengkapi fasilitas pembuka jarum,
petugas membuang seluruh bagian spuit ke dalam sharp box.
l. Petugas membuang ampul bekas tempat obat ke sharp box,
vial/botol bekas obat ke kantong sampah domestik (dipisahkan
dengan sampah domestik lainnya).
m. Petugas melakukan kebersihan tangan.

3. Safety Talk
a. Pengertian Safety Talk
Safety talk merupakan salah satu sarana penunjang dalam upaya
mencegah terjadinya bahaya di tempat kerja serta berbagai masalah
pekerjaan dapat kita diskusikan (secara teoritis), untuk kemudian dapat
diterapkan dan dipraktekan hasil dari diskusi tersebut dilapangan, dengan
safety talk dapat pula meningkatkan pengetahuan kita terhadap :
- Pekerjaan yang kita hadapi dan bahayanya serta penanggulangannya.
- Prosedur kerja.
- Peralatan safety (alat-alat pelindung diri).
- Komunikasi.
b. Manfaat Safety Talk
1. Meningkatkan pengetahuan pekerjaan yang kita hadapi dan bahayanya
serta penangulangannya.
Semakin banyak pekerja melaksanakan tugas/pekerjaan dan tanggung
jawab yang diberikan maka akan membuat pekerja semakin
berpengalaman dengan tugas dan tanggung jawab tersebut, sehingga
pekerja akan semakin mengerti dengan keadaan lingkungan tempat
bekerja dan akan dengan cepat pula mengatasinya bila terjadi problem
atau keadaan darurat.
2. Meningkatkan pengetahuan tentang prosedur kerja.
Selama ini pekerja sering melakukan pekerjaan yang sama sehingga
pekerja menjadi terbiasa dan membuat pekerja semakin menguasai
pekerjaan itu, tetapi dilain pihak menjadikan pekerja tersebut terlena
dengan kemampuan itu, dikarenakan sudah terbiasa melakukannya
terkadang menjadikan pekerja lalai, gegabah dan sembrono dengan
prosedur kerja yang ada, akibatnya sangat fatal terhadap peralatan
maupun manusianya.
Apabila pekerja bekerja sesuai dengan prosedur, maka pekerja akan lebih
terlindungi bila terjadi hal – hal yang tidak kita inginkan, karena yang
akan bertanggung jawab adalah yang menyiapkan, memeriksa dan
mengesahkan prosedur tersebut.
3. Meningkatkan pengetahuan pekerja terhadap alat – alat pelindung diri.
Setiap pekerja mempunyai tanggung jawab yang sama untuk bekerja
yang aman dan selamat, pada dasarnya pekerja seharusnya mengerti
bahaya-bahaya yang mungkin timbul ditempat area kerjanya masing-
masing dan alat-alat pelindung diri apa saja yang harus digunakan.
Instansi tempat kerja seharusnya telah menyediakan dan memcukupi
perlengkapan dan kelengkapan alat pelindung diri yang diharapkan dapat
dipergunakan secara baik dan tepat.
4. Meningkatkan kemampuan pekerja untuk meningkatkan komunikasi.
Dalam safety talk tanpa sadar pekerja juga akan belajar berkomunikasi,
kapan pekerja harus mendengarkan, kapan pekerja berusaha untuk
mengutarakan pendapat sehingga permasalahan yang ada di lapangan
(tempat kerja) dapat disampaikan dan di diskusikan untuk mencari
solusi.

You might also like