You are on page 1of 9

BAB I

PENDAHULUAN

Diabetik retinopati (DR) merupakan penyebab kebutaan paling sering

ditemukan pada usia dewasa, dimana pasien diabetes memiliki risiko 25 kali lebih

mudah mengalami kebuataan dibanding non-diabetes. Diabetes mellitus (DM)

merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia

yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.

Hiperglikemia kronik pada DM berhubungan dengan kerusakan jangka panjang,

disfungsi atau kegagalan organ tubuh seperti mata, ginjal, saraf, jantung, dan

pembuluh darah. Diabetes mellitus dapat menyebabkan perubahan pada sebagian

besar jaringan okuler. Perubahan ini meliputi kelainan pada kornea, glaukoma, palsi

otot ekstraokuler, neuropati saraf optik dan retinopati. Diantara perubahan-perubahan

yang terjadi pada struktur okuler ini yang paling sering menyebabkan komplikasi

kebutaan yaitu diabetik retinopati. Hampir 100% pasien diabetes tipe 1 dan lebih dari

60% pasien diabetes tipe 2 berkembang menjadi DR selama dua decade pertama dari

diabetes. Berbagai usaha telah dilakukan untuk mencegah atau menunda onset

terjadinya kompilkasi kehilangan penglihatan pada pasien DR. Kontrol gula darah

dan tekanan darah sebagaimana yang ditetapkan oleh Diabetes Control and

Complications Trial (DCCT) dan Early Treatment DiabeticRetinopathy Study

(ETDRS) dapat mencegah insiden maupun progresifitas dari DR.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi dan Etiologi


Diabetik Retinopati (DR) merupakan suatu kondisi komplikasi mikrovaskular

Diabetes Melitus (DM) yang berpotensi terjadinya kebutaan. Kebutaan terjadi akibat

dari diabetes makulopati dan komplikasi poliferatif diabetik retinopati (PDR) seperti

pendarahan vitereous, ablasio retinal trakdi dan glaukoma neovaskular.

B. Patofisiologi

Mikroangiopati di pembuluh darah kapiler retina (intra retinal microangiopaty)

menyebabkan hilangnya pericyte dan menebalnya dinding pembuluh darah

mengakibatkan mengecilnya lumen pembuluh kapiler. Jika dalam keadaan berat

maka akan terjadi pembuntuan pembuluh kapiler retina. Hal tersebut menyebabkan

mikroneurisma dan retina akan hipoksi dan iskemia. Hal tersebut yang akhirnya

menjadi retinopati diabetik.

C. Klasifikasi Retinopati Diabetik


Early Treatment Diabetik Retinopathy Study Research Group (ETDRS)

membagi retinopati diabetik atas nonproliferatif dan proliferatif.Retinopati diabetik

digolongkan ke dalam retinopati diabetik non proliferatif (RDNP) apabila hanya

ditemukan perubahan mikrovaskular dalam retina.Neovaskuler merupakan tanda khas

retinopati diabetik proliferatif.

2
Retinopati Diabetik Non-Proliferatif

1. Retinopati nonproliferatif minimal : terdapat ≥1 tanda berupa dilatasi

vena, mikroaneurisma, perdarahan intraretina yang kecil atau eksudat

keras.

2. Retinopati nonproliferatf ringan sampai sedang : terdapat ≥1 tanda

berupa dilatasi vena derajat ringan, perdarahan, eksudat keras, eksudat

lunak atau IRMA.

3. Retinopati nonproliferatif berat : terdapat ≥1 tand berupa perdarahan

dan mikroaneurisma pada 4 kuadran retina, dilatasi vena pada 2

kuadran, atau IRMA pada 1 kuadran.

4. Retinopati nonroliferatif sangat berat : ditemukan ≥ 2 tanda pada

retinopati non proliferatif berat

Retinopati Diabetik Proliferatif

1. Retinopati proliferatif ringan (tanpa risiko tinggi) : bila ditemukan

minimal adanya neovaskular pada diskus (NVD) yang mencakup <1/4

dari daerah diskus tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus, atau

neovaskular dimana saja di retina (NVE) tanpa disrtai perdarahan

preretina atau vitreus.

2. Retinopati proliferatif risiko tinggi : apabila ditemukan 3 atau 4 dari

faktor resiko sebagai berikut, a) ditemukan pembuluh darah baru

dimana saja di retina, b) ditemukan pembuluh darah baru pada atau

3
dekat diskus optikus, c) pembuluh darah baru yang tergolong sedang

atau berat yang mencakup >1/4 daerah diskus, d) perdarahan vitreus.

Adanya pembuluh baru yang jelas pada diskus optikus atau setiap

adanya pembuluh darah baru yang disertai perdarahan, merupakan dua

gambaran yang paling sering ditemukan pada retinopati proliferatif

dengan resiko tinggi.

4
D. Gambaran Klinis

Gambaran klinis secara subjektif yang dapat dirasakan :

 Kesulitan membaca

 Penglihatan kabur disebabkan karena edema macula

 Penglihatan ganda

 Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata

 Melihat lingkaran-lingkaran cahaya jika telah terjadi perdarahan vitreus

 Melihat bintik gelap dan cahaya kelap kelip

Gambaran klinis secara objektif :

 Mikroaneurisma

 Perubahan pembuluh darah berupa dilatasi pembuluh darah dengan

lumennya irreguler dan berkelok-kelok seperti sausage-like

5
 Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina.

 Soft exudate yang sering disebut cotton wool patches merupakan iskemia

retina.

 Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah

makula, membuat tajam penglihatan terganggu.

 Neovaskularisasi

E. Pemeriksaan Klinis

Selain pemeriksaan rutin dalam bidang ilmu penyakit mata diperlukan

pemeriksaan funduskopi secara baik yaitu dengan melebarkan pupil yang maksimal

dan memeriksa dengan oftalmoskop direk, indirek dan lensa kontak 3 cermin dari

Goldmann. Untuk menegakkan dan mengetahui indikasi pengobatan perlu dilakukan

pemeriksaan Fundal Fluorescein Angiography (FFA).

Pada pemeriksaan FFA kita dengan jelas dan gamblang dapat melihat

adanya mikroneurisma yang berdifusi atau tidak berdifusi, daerah hipoksia atau

iskemi, adanya neovaskularisasi di retina di papil maupun di vitreous dan melihat

dengan pasti adanya edema di makula atau di retina, serta Intra Retina Micro

Angiopathy (IRMA).

H. Tatalaksana

Selain meregulasi kadar glukosa di darah untuk mencegah kebutaan akibat

RD ini dilakukan fotokoagulasi LASER didaerah hipoksia dan mikroneurisma yang

6
berdifusi dan adanya neovaskularisasi. Pengobatan dengan sinar laser hanya efektif

bila media optik masih jernih, oleh karena itu harus di obati sedini mungkin.

Teknik fotokoagulasi yaitu setelah pupil dikeluarkan maksimal dipasang

lensa kontak 3 cermin Goldmann, sinar LASER ditembakkan melalui lensa kontak,

kornea, lensa vitreous sampai retina. Fotokoagulasi lokak yaitu untuk daerah retina

yang hanya mengalami hipoksia atau mikroaneurisma yang berdifusi dan edema

makula. Fotokoagulasi par retina untuk RD yang sudah ada neovaskularisasi baik di

papil retina maupun vitreous.

Jika sudah terjadi perdarahan di vitreous dimana LASER tidak bisa

menembus sampai di retina, boleh dilakukan vitrektomi. Dosis LASER yang

digunakan pada daerah sentral dekat makula penampang LASER 50 mikron, makin

ke perifer makin melebar sampai 500 mikron, sedangkan daya LASER disesuaikan

dengan hasil tembakan yang terlihat saat melakukan fotokoagulasi yakni antara 0,1-

0,2 detik dengan daya 200-1000 mW. Jumlah tembakan LASER tergantung teknik

yang dipakai antara 200-2000 tembakan.

Saat penderita diabetes melitus yang sudah menderita lebih dari 5 tahun

walaupun tidak ada keluhan penglihatan harus diperiksa fundus okuli dengan

oftalmoskop. Jika didapatkan mikroaneurisma, eksudat, perdarahan retina yang

mengancam daerah makula harus dilakukan pemeriksaan FFA untuk mencari indikasi

adanya fotokoagulasi LASER. Jika dilakukan fotokoagulasi LASER setiap 3-6 bulan

diperiksa ulang untuk mengetahui kemajuan pengobatan. Jika belum ada indikasi

LASER, sebaiknya diperiksa FFA setiap tahun.

7
I. Diagnosa Banding

a. Mikroaneurisma dan perdarahan akibat retinopati hipertensi, oklusi vena retina

b. Perdarahan vitreous dan neovaskularisasi akibat kelainan vitreo-retina yang lain.

J. Prognosis

Prognosis visus penderita RD sangat tergantung pada regulasi kadar gula

yang baik dan ketepatan pengobatan dengan fotokoagulasi LASER, lebih awal

pengobatannya lebih baik prognosisnya.

8
DAFTAR PUSTAKA

1. Setiohadji, B. Community Opthalmology. Cicendo Eye Hospital/Dept of


Ophthalmology Medical Faculty of Padjadjaran University. 2006.

2. Suhendro G., Moestijab, Suryadi T., Sasono W.; Pedoman Diagnosis dan
Terapi. Bag/SMF Ilmu Penyakit Mata, Divisi Retina, RSU. Dr. Soetomo,
tahun 2002.

3. Ocampo VV & Foster CS. Cataract, Senile. Department of Ophthalmology.


2009.

4. Weng SK, William RL. Ophthalmic Pathology. USA: Blackwell publishing.


2005. Hal 13

5. Victor V. Cataract Senile. American academy of ophtalmology. 2017.

You might also like