You are on page 1of 44

1

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.

Salah satu indikasi keberhasilan pembangunan kesehatan adalah terlihat dari


Umur Harapan Hidup (UHH), angka harapan hidup (AHH). Peningkatan usia
harapan hidup dan penurunan angka fertilitas mengakibatkan populasi penduduk
lanjut usia meningkat. World health organization (WHO) memperkirakan akan terjadi
peningkatan proporsi lanjut usia didunia dari 7% pada tahun 2020 sampai 23% pada
tahun 2025.

Sedangkan untuk penderita hipertensi menurut survey yang dilakukan oleh


world health organization (WHO) dalam siringoringo, (2013) mencatat satu miliar
orang di dunia menderita penyakit hipertensi.

Berdasarkan laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa 2011, pada tahun 2000-


2005 Umur Harapan Hidup adalah 66,4 tahun dengan persentase populasi lanjut usia
tahun 2000 adalah 7,74%, angka ini akan meningkat pada tahun 2045-2050 yang
diperkirakan Umur Harapan Hidup menjadi 77,6 tahun dengan persentase populasi
lanjut usia tahun 2045 adalah 28,68%.

Begitu pula dengan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) di Indonesia terjadi
peningkatan Umur Harapan Hidup. Pada tahun 2000 Umur Harapan Hidup di
Indonesia adalah 64,5 tahun dengan persentase populasi lanjut usia adalah 7,18%.
Angka ini meningkat menjadi 69,43 tahun pada tahun 2010 dengan persentase
populasi lanjut usia adalah 7,56% kemudian pada tahun 2011 menjadi 69,65 tahun
dengan persentase populasi lanjut usia adalah 7,58%. Hasil data Riset Kesehatan
dasar (Riskesdas) 2013, prevalensi hipertensi pada penduduk berumur 18 tahun ke
atas pada tahun 2013 sebesar (25,8%). Data tertinggi di Bangka Belitung (30,9%),
diikuti Kalimantan Selatan (30,8%), Kalimantan Timur (29,6%), Jawa Barat (29,4%)
dan Gorontalo (29,4%). Provinsi Sulawesi Utara mencapai (15,2%).

Berdasarkan data yang diperoleh di Wilayah Kerja Puskesmas Kahakitang


Kecamatan Tatoareng tahun 2016 terdapat 10 penyakit terbanyak yaitu ISPA 40%;
816 Orang, Gastritis 16%; 324 orang, Hipertensi 14%; 285 orang, Malaria 7%; 149
orang, Obs Febris 7%; 142 orang, Dermatitis 6%; 116 orang, Diare 3%; 72 orang,
Artritis 3%;
2

69 orang, Abses 2%; 48 orang, ISK 2%; 37 orang. (sumber laporan LB 1 PKM
Kahakitang 2016). Hipertensi tertinggi ke III dari 10 penyakit yang dikaji pada bulan
Februari 2016 sampai Oktober 2017 berjumlah 285 orang, hipertensi ini terjadi karna
pola makan yang tidak teratur serta kebiasaan masyarakat setempat yang sering
mengkonsumsi ikan garam dengan porsi yang banyak sehingga menyebabkan tekanan
darah meningkat sehingga dengan adanya peningkatan tekanan darah dapat
menyebabkan kecemasan pada lanjut usia, dalam penelitian ini total sampel
berjumlah 95 orang terdiri dari 12 orang laki-laki dan 83 orang perempuan.

Hasil survei pada hari senin 9 oktober 2017 saat wawancara pada 5 orang pasien
lanjut usia yang datang berobat ke puskesmas diketahui memiliki riwayat hipertensi
dengan hasil pemeriksaan tekanan darah diatas 140/90 mmHg. Mereka merasa cemas
karena penyakit hipertensi yang diderita sudah berlangsung lama, dan ada 2 diantara
mereka yang pernah mengalami stroke. Petugas kesehatan mengatakan bahwa selama
ini belum ada yang melakukan penelitian mengenai tingkat kecemasan pada pasien
lansia dengan hipertensi.

Penelitian Kadek Devi Pramana, Okatiranti dan Tita Puspita Ningrum (2016)
mengatakan ada hubungan antara tingkat kecemasan dengan kejadian hipertensi di
Panti Sosial Tresna Werdha Senjarawi Bandung. Hasil penelitian Laksita Dwi Indra
(2016) ditemukan ada hubungan lama penyakit hipertensi dengan tingkat kecemasan
pada lansia di Desa Praon Nusukan Surakarta. Demikian juga hasil penelitian
Uswandari Dian Baiq (2017) ditemukan ada hubungan antara kecemasan dengan
kejadian hipertensi pada lansia di Panti Sosial Tresna werdha. Penelitian Siwu
Chrisendi (2014) mengatakan ada hubungan penyakit hipertensi dengan tingkat
kecemasan pada lanjut usia di Wilayah Kerja Puskesmas Minanga Kecamatan
Malalayang.

Dari data yang diperoleh maka penulis tertarik melakukan penelitian dengan
judul hubungan penyakit hipertensi dengan tingkat kecemasan pada lanjut usia di
Wilayah Kerja Puskesmas Kahakitang Kecamatan Tatoareng.
3

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka rumusan

masalah penelitian sebagai berikut: Bagaimana hubungan penyakit hipertensi dengan

tingkat kecemasan pada lanjut usia di Wilayah Kerja Puskesmas Kahakitang

Kecamatan Tatoareng?

C. Tujuan penelitian
a. Tujuan umum
Mengetahui hubungan penyakit hipertensi dengan tingkat kecemasan pada lanjut usia

di Wilayah Kerja Puskesmas Kahakitang Kecamatan Tatoareng.


b. Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi derajat penyakit hipertensi yang diderita lanjut usia
b. Mengidentifikasi tingkat kecemasan yang dialami lanjut usia
c. Menganalisis hubungan derajat penyakit hipertensi dengan tingkat kecemasan

pada lanjut usia

D. Manfaat Penelitian
a.Bagi Institusi Pendidikan.
Sebagai contoh dalam penelitian lanjutan dan bahan pertimbangan bagi yang

berkepentingan untuk melanjutkan penelitian sejenis.


b. Puskesmas
Hasil penelitian menjadi bahan masukan pada puskesmas untuk meningkatkan

mutu aspek komprehensif, Menguasai kebijakan, kuesioner yang ada dan pelayanan

asuhan keperawatan dengan sosiospiritual, untuk upaya mengatasi tingkat

kecemasan pada lanjut usia yang menderita penyakit hipertensi.


c.Klien dan Keluarga
4

Ada pengaruh hipertensi bagi klien jika berobat dengan benar supaya

kecemasan tidak berat dan dapat ditangani.


d. Bagi peneliti
Dapat menambah pengetahuan dan wawasan dari pengalaman mengenai

hubungan penyakit hipertensi dengan tingkat kecemasan pada lanjut usia di

Wilayah Kerja Puskesmas Kahakitang Kecamatan Tatoareng.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Hipertensi
1. Definisi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan persistem

pada pembuluh darah arteri, dimana tekanan darah sistolik di atas 140 mmHg dan

tekan diastolic diatas 90 mmHg (LeMone, Burke,& Baudoff, 2013; World Health

Organization (WHO), 2013)


Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah dari arteri yang bersifat sistemik

yang berlangsung terus-menerus dan terjadi dalam jangka waktu yang lama.

Hipertensi adalah suatu kondisi saat nilai tekanan sistolik lebih tinggi dari 140

mmHg atau nilai tekanan diastolic lebih tinggi dari 90 mmHg. untuk menegahkan

diagnosis hipertensi perlu dilakukan pengukuran tekanan darah minimal 2 kali

dengan jarak 1 minggu bila tekanan darah kurang dari 160/100 mmHg (Garnadi,

2012).
Lingga (2012) mengatakan hipertensi umumnya dialami oleh orang tua.

Pertambahan usia menyebabkan tekanan darah meningkat dan berpotensi


5

mengalami hipertensi. Pada usia 35 tahun, pria memiliki kecenderungan

hipertensi lebih besar dari pada wanita, namun setelah memasuki usia 60 tahun,

wanita lebih beresiko menderita hipertensi ketimbang pria, resiko hipertensi

berjalan sesuai dengan pertambahan usia. Saat usia bertambah wanita lebih

beresiko mengalami hipertensi. Kepekaan yang tinggi terhadap makanan dan

stress yang dialami oleh wanita lanjut usia menyebabkan dirinya beresiko sebagai

penderita hipertensi (Lingga, 2012).

Bertambahnya umur mengakibatkan tekanan darah meningkat, karena

dinding arteri akan mengalami penembalan yang mengakibatkan penumpukan zat

kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan berangsur-angsur

menyempit dan menjadi kaku (Anggraini dkk, 2009). Berbagai faktor yang

mempengaruhi tekanan darah seperti usia, jenis kelamin, tingkat Pendidikan,

aktivitas fisik, faktor genetik (keturunan), asupan makan, kebiasaan merokok, dan

kecemasan ( Rosta, 2011).

Hipertensi adalah penyakit kronis yang dapat menyebabkan komplikasi

seperti stroke. Menurut Hawari (2007) penyakit kronis dapat menyebabkan stress

psikologis yang dapat berlanjut menjadi kecemasan. Gangguan ini sering dialami

oleh individu yang berusia diatas 60 tahun dan lebih banyak menyerang wanita

daripada pria.

2. Etiologi
Hipertensi berdasarkan etiologinya dibagi menjadi dua yaitu hipertensi

primer atau esensial dan hipertensi sekunder.


a. Hipertensi primer.
Sekitar 95% pasien merupakan hipertensi esensial (primer). Penyebab

hipertensi esensial ini masih belum diketahui, tetapi faktor genetik dan

lingkungan diyakini memegang peranan dalam menyebabkan hipertensi


6

esensial (Weber dkk. 2014). Faktor genetic mempengaruhi terjadinya hipertensi

primer. Kemudian faktor lingkungan juga yang mempengaruhi terjadinya

hipertensi antara lain konsumsi garam berlebihan, obesitas dan aktifitas hidup

yang tidak sehat (Robbins dkk. 2007).

b. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder diderita sekitar 5% pasien hipertensi (Weber dkk, 2014).

Hipertensi sekunder terjadi karena penyebab yang mendasari seperti : konsumsi

alkohol berlebihan, penyakit ginjal atau renalis, koarktasio (penyempitan) aorta

serta sindrom cushing atau penyakit yang disebabkan oleh hormone kortisol yang

abnormal.
3. Gejala klinis Hipertensi.
Menurut WHO (2013) sebagian besar penderita hipertensi tidak merasakan

gejala penyakit. Hipertensi terkadang menimbulkan gejala seperti sakit kepala,

nafas pendek, pusing, nyeri dada, palpasi, dan epistaksis gejalan ini sering

diketahui melalui pemeriksaan tekanan darah atau terjadi karena penyakit lain.

Beberapa gejala tersebut berbahaya jika diabaikan, tetapi bukan merupakan tolak

ukur keparahan dari penyakit hipertensi.


4. Klasifikasi Hipertensi
Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan dengan menggunakan

stigmomanometer air raksa atau dengan tensimeter digital. Hasil dari pengukuran

tersebut adalah tekanan darah sistolik maupun diastolic yang dapat digunakan

untuk menentukan hipertensi atau tidak. Klasifikasi hipertensi hasil pengukuran

tekanan darah tersebut menurut JNC VII 2003 sebagai berikut seperti yang

tercantum pada tabel 1.


Tabel 1. Kalsifikasi hipertensi menurut JNC VII 2003

Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)


Normal <120 <80
Prehipertensi 120-139 80-90
7

Hipertensi tingkat I 140-159 90-99


Hipertensi tingkat II >160 >100
Sumber : JNC VII 2003 (Garnadi, 2012)
JNC VII (The Seventh Report Of The Joint National Committee On Prevention,

Detection, Evaluation and Treatment of Hight Blood Pressure) adalah suatu

komite hipertensi di Amerika Serikat (USA). Komite ini menerbitkan klasifikasi

derajat hipertensi, serta menangani masalah pencegahan, deteksi, Evaluasi, dan

Penanganan hipertensi di Amerika Serikat (Garnadi, 2012).


Selanjutnya ada juga klasifikasi derajat hipertensi yang di teliti WHO sesuai
yang tercantum pada tabel 2.

Tabel 2. Klasifikasi hipertensi menurut World Health Organization (WHO)


ISH 1999

Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)


Optimal < 120 < 80
Normal < 130 < 85
Normal-tinggi 130-139 85-89
Hipertensi derajat 1 (ringan) 140-159 90-99
Hipertensi derajat 2 (sedang) 160-169 100-109
Hipertensi derajat 3 (berat) ≥ 180 ≥ 110

5. Patofisiologi Hipertensi
Menurut Wijaya (2013) proses terjadinya hipertensi adalah menurunnya tonus

otot vaskuler merangsang saraf simpatis untuk diturunkan ke sel jugularis. Sel

jugularis ini yang menyebabkan meningkatnya tekanan darah, jika sel jugularis ini

diteruskan pada ginjal akan mempengaruhi ekskresi renin yang berkaitan dengan

angiotensin, adanya perubahan angiostensin II berakibat terjadinya vasokontriksi

pada pembuluh darah dan dapat meningkatkan hormon aldosteron yang

menyebabkan retensi natrium. Hal tersebut akan berakibat pada peningkatan

tekanan darah. Adanya peningkatan tekanan darah akan menimbulkan kerusakan

pada organ seperti ginjal dan mata sehingga jika hipertensi tidak ditangani dan

dikontrol dengan baik dapat mengakibatkan akibat lanjut seperti stroke, gagal

jantung, gagal ginjal dan gangguan pengelihatan.


8

6. Komplikasi Hipertensi.

Wijaya (2013) mengatakan tekanan darah tinggi jika tidak ditangani atau

diobati, maka dalam jangka panjang akan merusak pembuluh darah diseluruh

tubuh, kompilkasi hipertensi antara lain :

a. Stroke

Menurut WHO Stroke adalah gangguan fungsi saraf akut disebabkan

karena adanya gangguan peredaran darah otak dimana secara mendadak

(dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) timbul gejala

dan tanda yang sesuai dengan daerah fokal diotak yang terganggu. Stroke

dibedahkan menjadi dua yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik.

b. Retinopati Diabetik

Kelainan retina pada pasien yang menderita penyakit diabetes Mellitus,

ini terjadi pada pasien yang menderita DM lebih dari 5 tahun.

c. Kerusakan ginjal

Keadaan dimana kedua ginjal tidak bias lagi menjalankan fungsinya

dengan baik.

d. Gagal ginjal dan penyempitan jantung koroner.

Gagal ginjal dibagi 2 golongan yaitu gagal ginjal akut dan kronik. Gagal

ginjal akut adalah hilangnya kemampuan ginjal untuk mempertahankan

homoeotasis tubuh. Sedangkan gagal ginjal kronik disebabkan oleh penurunan

fungsi ginjal yang bersifat menahun dan akhirnya akan mencapai gagal ginjal

terminal.
9

7. Pengendalian Hipertensi.

Menurut pedoman teknis penemuan dan tatalaksana hipertensi Kemenkes

(2013) pola hidup sehat yang dianjurkan untuk mencegah dan mengontrol

hipertensi adalah :

a. Gizi seimbang dan pembatasan gula, garam dan lemak (Dietary Approaches

To Stop Hypertension) sesuai tabel 3 sebagai berikut :

Tabel 3. Pedoman Gizi Seimbang Untuk Penderita Hipertensi

Garam (natrium klorida) Makanan berlemak


1. Batasi garam <5 gram (1 1. Batasi daging berlemak, lemak susu
sendok teh) per hari. dan minyak goreng (1,5-3 sendok
2. Kurangi garam saat memasak makan per hari
3. Membatasi makanan olahan dan 2. Ganti daging lainnya dengan
cepat saji daging ayam (tanpa kulit)
Buah-buahan dan sayuran Ikan
4. 5 porsi (400-500 gram) buah- 3. Makan ikan sedikitnya tiga kali
buahan dan sayuran per hari seminggu
4. Utamakan ikan berminyak seperti
tuna, makarel, salmon
Sumber : Pedoman teknis penemuan dan tatalaksana hipertensi kemenkes

(2013)

b. Mempertahankan berat badan dan lingkar pinggang ideal

Upayakan untuk menurunkan berat badan sehingga mencapai IMT normal

18,5-22,9 kg/m2, lingkar pinggang <90 cm untuk laki-laki atau <80 cm untuk

perempuan.

c. Gaya hidup aktif serta olahraga teratur


10

Berolaraga seperti senam aerobic atau jalan cepat selama 30-45 menit sejauh 3

kilometer lima kali per minggu dapat menurunkan tekanan darah sistol 4

mmHg dan diastole 2,5 mmHg

d. Berhenti merokok

Beberapa metode secara umum dicoba untuk berhenti merokok adalah

1. Inisiatif sendiri

2. Menggunakan permen yang mengandung nikotin

3. Kelompok program

4. Konsultasi ke klinik berhenti merokok.

e. Membatasi konsumsi alkohol.

Satu studi menganalisis dan menunjukan bahwa kadar alcohol seberapapun

akan meningkatkan tekanan darah.

8. Pencegahan Hipertensi

Menurut pedoman teknis penemuan dan tatalaksana hipertensi Kemenkes

(2013) pencegahan hipertensi dapat dilakukan dengan jenis obat anti hipertensi

antara lain :

a. Diuretik
11

Obat jenis diuretik bekerja dengan mengeluarkan cairan tubuh (lewat kencing)

sehingga volume cairan tubuh berkurang, tekanan darah turun dan beban

jantung lebih ringan.

b. Penyekat beta (β-blockers)

Mekanisme kerja obat antihipertensi ini adalah melalui penurunan laju nadi

dan daya pompa jantung.

c. Golongan penghambat Angiotensin converting Enzyme (ACE) dan

Angiotensin Receptor Bloker (ARB).

Obat yang termasuk golongan ini adalah Valsartan, lisinopril dan Ramipril.

d. Golongan Calcium Channel Blokers (CCB).

e. Golongan Antihipertensi lain.

B. Kecemasan
1. Definisi
Kecemasan adalah suatu perasaan subjektif mengenai ketegangan mental

yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dari ketidakmampuan mengatasi suatu

masalah atau tidak adanya rasa aman. Perasaan yang tidak menentu tersebut pada

umumnya tidak menyenangkan akan menimbulkan atau disertai perubahan

fisiologis dan psikologis (Kholil Lur Rochman, 2010).


12

Kecemasan sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya.

Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik. Namun kondisi dialami

secara objektif dan dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal.


2. Predisposisi Kecemasan.
Menurut Kusnadi Jaya (2015) faktor predisposisi terjadinya kecemasan dapat

dijelaskan dari berbagai sudut pandang teori sebagai berikut :


a. Pandangan psikoanalitik
Ansietas Adalah dua elemen kepribadian id dan superego yang

merupakan konflik emosional. Fungsi dari ego atau aku adalah menengahi

tuntutan dari dua elemen yang bertentangan, dan fungsi ansietas adalah

mengingatkan bahwa ego ada bahaya.


b. Pandangan Interpersonal
Ansietas adalah perasaan takut yang timbul terhadap tidak adanya

penerimaan dan penolakan interpersonal. Kecemasan juga berhubungan

dengan perkembangan trauma, perpisahan dan kehilangan serta berbagai hal

yang menimbulkan kelemahan fisik.

c. Pandangan perilaku
Ansietas merupakan suatu yang mengganggu kemampuan untuk

mencapai tujuan yang disukai atau diinginkan.


d. Kajian Keluarga.
Pada kajian keluarga bisa ditemukan adanya gangguan ansietas, dalam

suatu keluarga ada tumpang tindih dalam gangguan ansietas dengan depresi.
e. Kajian Biologis
Dalam kajian ini menunjukan bahwa otak mengandung reseptor khusus

untuk benzodiazepine, reseptor mungkin mengatur dan memantau ansietas.


f. Teori Kognitif
Ansietas akan timbul karena adanya stimulus yang datang tidak dapat

ditanggapi dengan respon yang sesuai.


3. Presipitasi Kecemasan.
13

Menurut Kusnadi Jaya (2015) faktor presipitasi dari kecemasan adalah sebagai

berikut :
a. Ancaman terhadap integritas diri
Ketidakmampuan fisiologis yang akan dating atau menurunkan kapasitas

untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari.


b. Ancaman terhadap sistem diri
Membahayakan identitas, harga diri, dan fungsi social. Sedangkan untuk

kemampuan individu dalam beradaptasi terhadap faktor yang berhubungan

dengan kecemasan bergantung pada usia, status kesehatan, jenis kelamin,

pengalaman, sistem pendukung, intensitas stressor dan tahap perkembangan.

4. Faktor Penyebab Kecemasan


Menurut Kusnadi Jaya (2015) faktor yang menyebabkan kecemasan antara lain :
a. Biologis
Kecemasan terjadi akibat dari reaksi saraf otonom yang berlebihan

dengan naiknya sistem tonus saraf simpatis atau terjadinya pelepasan

katekolamin dan naiknya norepinefrin.


b. Psikologis
Dapat ditinjau dari aspek psikoanalisis, kecemasan dapat timbul akibat

impuls bawah sadar. Seperti sesks, gangguan terhadap kebutuhan dasar

makan, minum, kehangatan.


c. Sosial
Frustasi, tekanan, konflik atau krisis dapat menyebabkan kecemasan,

kecemasan akan timbul akibat hubungan interpersonal pada individu

menerima suatu keadaan yang tidak disukai oleh orang lain


5. Tanda Dan Gejala Kecemasan
Tanda dari kecemasan adalah rasa ketakutan yang difus, tidak menyenangkan

dan samar-samar. Gejalanya seringkali disertai seperti nyeri kepala, berkeringat,

hipertensi, gelisah, tremor, gangguan lambung, diare, takut akan apa yang

dipikirkannya, mudah tersinggung, merasa tegang, tidak tenang, gangguan pola

tidur, dan gangguan kosentrasi.


Kecemasan juga memiliki karakteristik berupa perasaan takut dan kehati-

hatian atau kewaspadaan yang tidak jelas, gejala kecemasan yang muncul dapat
14

berbeda pada masing-masing orang.(Kaplan, Sadock, & Grebb dalam Fitri Fauziah

& Julianti Widury, 2007)


6. Klasifikasi Tingkat Kecemasan
Empat level tingkat kecemasan antara lain adalah kecemasan ringan,

kecemasan sedang, kecemasan berat, dan panik. (Stuart & Laraia 2005 dalam Eka

Angelina, 2010).
a. Kecemasan ringan (Mild anxiety)
Merupakan kecemasan yang terjadi akibat kejadian sehari-hari selama

hidup. Pada level ini seorang akan merasa waspada dan pandangan perseptual

orang tersebut meningkat. Seseorang itu lebih peka dalam melihat, mendengar

dan merasakan. Level kecemasan ini dapat memotivasi diri untuk belajar dan

membuat seseorang menjadi dewasa dan kreatif.


Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah kelelahan, iritabel, dapat

belajar dengan baik, motivasi meningkat, dan tingkah laku sesuai situasi.
b. Kecemasan sedang (Moderate anxiety)
Pada level ini seseorang hanya focus pada urusan yang akan dilakukan

dengan segera termasuk mempersempit pandangan perseptual sehingga apa

yang dilihat, didengar dan dirasakan menjadi lebih sempit, pada level ini

seseorang akan fokus pada sumber kecemasan yang dihadapi mulai membuat

perencanaan tetapi dia masih dapat melakukan hal lain jika menginginkan

untuk melakukan hal lain tersebut.


Manifestasi yang terjadi pada tingkat ini yaitu kelelahan meningkat,

denyut jantung dan perasaan meningkat, ketegangan otot meningkat, bicara

cepat dengan volume tinggi, kemampuan kosentrasi menurun, mudah

tersinggung, tidak sabar, mudah lupa dan menangis.


c. Kecemasan berat (Severe anxiety)
Ditandai dengan pengurangan siginifikan pada pandangan konseptual.

Seseorang akan menjadi focus pada sumber kecemasan yang dia rasakan dan

tidak berfikir lagi tentang hal lain. Semua perilaku yang muncul kemudian

bertujuan untuk mengurangi kecemasan.


15

Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah mengeluh pusing, sakit

kepala, mual, tidak dapat tidur (insomnia). Sering kencing, diare, palpitasi,

tidak dapat belajar secara efektif berfokus pada dirinya sendiri, munculnya

keinginan tinggi untuk menghilangkan kecemasan, perasaan tidak berdaya,

bingung dan disorientasi.


d. Panik
Panik ditandai dengan perasaan ketakutan dan teror luar biasa karena

mengalami kehilangan kendali terhadap dirinya. Orang mengalami panik tidak

mampu melakukan sesuatu meskipun diberi pengarahan. Tanda dan gejala yang

terjadi pada keadaan in adalah susah bernafas. Dilatasi pupil palpitasi, pucat,

tidak dapat berespon terhadap perintah yang sederhana, berteriak, menjerit,

mengalami halusinasi dan delusi.


7. Rentang respons kecemasan
Videbeck, (2008) menjelaskan tentang respons kecemasan yang disajikan

dalam tabel 4 sebagai berikut :


Tabel 4. Tingkat respons kecemasan

Tingkat Respons Fisik Respons Kognitif Respons Emos


Kecemasan
Ringan Ketegangan otot Lapang persepsi Perilaku otomatis, sedikit tidak sabar, ak
ringan, sdar akan luas, terlihat terstimulasi, tenang.
lingkungan, rileks tenang, percaya
atau sedikit diri, perasaan gagal
gelisah, penuh sedikit, waspada
perhatian, rajin dan memperhatikan
sesuatu hal
Sedang Ketegangan otot Lapang persepsi Tidak nyaman, mudah tersinggung, kep
sedang, tanda- menurun, tidak sabar, gembira.
tanda vital perhatian secara
meningkat, pupil
dilatasi, mulai selektif, focus
berkeringat, sering terhadap stimulus
mondar-mandir, meningkat, rentang
memukul tangan, perhatian menurun,
suara berubah, penyelesaian
kewaspadaan dan masalah menurun.
ketegangan
meningkat, sering
berkemih, skit
16

kepala, pola tidur


berubah, nyeri
punggung
Berat Ketegangan otot Lapang persepsi Sangat cemas, takut, bingung, merasa ti
berat, terbatas, proses penyangkalan ingin bebas
hiperventilasi, berfikir terpecah-
kontak mata pecah, sulit berfikir,
buruk, pengeluaran penyelesaian
keringat masalah buruk,
meningkat, biacara tidak mampu
cepat nada suara mempertimbangkan
tinggi, tindakan informasi.,
tanpa tujuan dan memperhatikan
sarampangan, ancaman
kebutuhan ruang
gerak meningkat,
gemetar.
Panik Ketegangan otot Persepsi sangat Merasa terbebani,
sangat berat, pupil sempit, pikiran merasa tidak mampi,
dilatasi, tanda vital tidak logis, tidak berdaya, lepas
meningkat terganggu, kendali, mengamuk,
kemudian kepribadian kacau putus asa, sangat
menurun, tidak tidak dapat takut, mengharapkan
dapat tidur. menyelesaikan hasil yang buruk,
masalah, focus pada kaget, takut, lelah.
pikiran sendiri,
tidak rasional, sulit
memahami stimulus
eksternal,
halusinasi, waham,
ilusi mungkin
terjadi.

8. Pengendalian kecemasan
Menurut Kusnadi Jaya (2015) pengendalian kecemasan adalah upaya dalam

mengatasi kecemasan yang mengganggu. Pengendalian kecemasan ini

merupakan bagian dari pengendalian diri. Metode yang dikenal didunia psikologi

klinis dan konseling untuk mengatasi kecemasan adalah relaksasi. Jacobson

adalah orang yang pertama kali mengembangkan prosedur relaksasi. Relaksasi

adalah salah satu Teknik dalam terapi perilaku yang dapat mengurangi
17

ketegangan dan kecemasan. Banyak bentuk relaksasi untuk mengendalikan

kecemasan antara lain :


a. Relaksasi pernafasan
b. Relaksasi untuk mengendalikan kecemasan dan stress.
C. Lanjut Usia
1. Definisi.
Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut

usia (lansia) adalah seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia

merupakan kelompok umur pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari

fase kehidupannya. Kelompok yang dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu

proses yang disebut Aging Process atau proses penuaan.


Lanjut usia adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan

kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan struktur dan

fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi)

dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Wahyu dan Ina, 2009).

Menurut Azizah (2011) Lansia atau dikenal dengan lanjut usia merupakan

suatu proses yang alami yang ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Semua

orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa hidup manusia yang terakhir.

Gambaran kemunduruan fisik yang terjadi menurut Constantindes dalan

Nugroho, (2008) ditandai proses menghilangnya secara perlahan-lahan

kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mempertahankan fungsi

normalnya secara perlahan sehingga daya tahan tubuh tidak dapat bertahan untuk

menghadapi rangsangan dari dalam maupun dari luar tubuh. Hal ini disebut

sebagai penyakit degenerative seperti hipertensi dan diabetes melitus.

Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan tahapan-

tahapan menurunnya berbagai fungsi organ tubuh, yang ditandai dengan semakin

rentannya tubuh terhadap berbagai serangan penyakit yang dapat menyebabkan

kematian misalnya pada system kardiovaskuler dan pembuluh darah, pernafasan,


18

pencernaan, endokrin dan lain sebagainya. Hal tersebut disebabkan seiring

meningkatnya usia sehingga terjadi perubahan dalam struktur dan fungsi sel,

jaringan, serta sistem organ. Perubahan tersebut pada umumnya mengaruh pada

kemunduran kesehatan fisik dan psikis yang pada akhirnya akan berpengaruh

pada ekonomi dan social lansia. Sehingga secara umum akan berpengaruh pada

activity of daily living (Fatmah, 2010)


2. Batasan umur lanjut usia
Batasan umur pada usia lanjut dari waktu ke waktu berbeda. Menurut World

health Organitation (WHO) 1999 lansia meliputi :


a. Usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59 tahun
b. Lanjut usia (elderly) antara usia 60 sampai 74 tahun
c. Lanjut usia tua (old) antara usia 75 sampai 90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) diatas usia 90 tahun

3. Tugas Perkembangan lanjut usia.


Seiring tahap kehidupan, lanjut usia memiliki tugas perkembangan khusus.

Hal ini dideskripsikan oleh Burnside (1979), Duvall (1977) dan Havirghust

(1953) dikutip oleh Potter dan Perry (2005), Tujuh kategori utama tugas

perkembangan lansia meliputi :


a. Menyesuaikan terhadap penurunan kekuatan fisik dan kesehatan.
b. Menyesuaikan terhadap masa pension dan penurunan pendapatan
c. Menyesuaikan terhadap kematian pasangan
d. Menerima diri sendiri sebagai individu lansia
e. Mempertahankan kepuasan pengaturan hidup
f. Mendefinisikan ulang hubungan dengan anak yang dewasa
g. Menentukan cara untuk mempertahankan kualitas hidup.
4. Berbagai perubahan yang terjadi pada lansia
Menurut Maryam Siti, R. dkk, (2008), berbagai perubahan yang terjadi pada

lanjut usia adalah :


a. Perubahan fisik
1. Sel
Lebih sedikit jumlahnya, lebih besar ukurannya, berkurangnya

jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan tubuh dan berkurangnya

cairan intraseluler, menurunnya proporsi protein diotak, otot ginjal

darah, dan hati, jumlah sel otak menurun, terganggunya mekanisme

perbaikan sel, otak menjadi atrofi, beratnya berkurang 5-10%.


19

2. Sistem persarafan

Berat otak menurun 10-20% (setiap orang berkurang sel saraf

otaknya dalam setiap harinya), cepatnya menurun hubungan

persarafan, lambat dalam responden waktu untuk bereaksi khususnya

dengan stress.
3. Presbiakusis (gangguan pada pendengaran)
Hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam

terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang

tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas 65

tahun, membrane timpani menjadi atrofi menyebabkan otot seklerosis,

terjadinya pengumpulan serumen dapat mengeras karena

meningkatnya keratin, pendengaran bertambah menurun pada lanjut

usia yang mengalami ketegangan jiwa atau stress.


4. Sistem pengelihatan
Sfingter pupil timbul sclerosis dan hilangnya respon terhadap sinar

kornea lebih terbentuk sferis (bola), lensa lebih suram (kekeruhan pada

lensa) menjadi katarak menyebabkan gangguan pengelihatan, daya

adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat dan susah melihat dalam

cahaya gelap, hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapang pandang

(berkurangnya luas pandang), menurunnya daya membedakan warna

biru atau hijau pada skala.


5. Sistem kardiovaskuler
Elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung menebal dan

menjadi kaku kemampuan jantung memompa darah menurun 1%

setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, hal ini menyebabkan

menurunya kontraksi dan volumenya, kehilangan elastisitas pembuluh

darah, kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi,


perubahan posisi dari tidur ke duduk, duduk ke berdiri, bias

menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg


20

(mengakibatkan pusing mendadak ± 170 mmHg, diastole normal ± 90

mmHg.
6. Sistem pengaturan temperature tubuh.
Pada pengaturan suhu hipotalamus dianggap bekerja sebagai suatu

thermostat, yaitu menetapkan suatu suhu tertentu, kemunduran terjadi

berbagai factor yang mempengaruhinya.


7. Sistem respirasi.
Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku

menurunnya aktifitas dai sillia, paru-paru kehilangan elastisitas,

kapasitas residu meningkat, menarik nafas lebih berat, kapasitas

pernafasan maksimum menurun, dan kedalaman bernafas menurun.


8. Sistem gastrointestinal
Kehilangan gigi penyebab utama adanya periodontal diase yang

biasanya terjadi setelah umur 30 tahun, penyebab lain meliputi

kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang buruk, indera pengecap

menurun adanya iritasi yang kronis dari selaput lender, esophagus

melebar, rasa lapar menurun, asam lambung menurun, hati (liver)

makin mengecil dan menurunya tempat penyimpanan, berkurangnya

aliran darah.
9. Sistem reproduksi.
Perubahan system reproduksi lansia ditandai dengan menciutnya

ovary dan uterus terjadi atrofi payudara, pada laki-laki testi masih

dapat

memproduksi sperma meskipun adanya penurunan secara berangsur-

angsur.
10. Sistem perkemihan
Pada system perkemihan terjadi perubahan yang siginifikan,

banyak fungsi yang mengalami kemunduran, contohnya : laju filtrasi,

eksresi, dan reabsorbsi oleh ginjal.


11. Sistem endokrin
Produksi dari hamper semua hormone menurun, fungsi paratiroid

dan sekresinya tidak berubah, pertumbuhan hormone ada tetapi tidak


21

rendah dan hanya didalam pembulu darah, menurunnya daya

pertukaran zat, menurunnya produksi adosteron, menurunnya sekresi

hormone kelamin, misalnya progesterone, estrogen, dan testeron.


12. Sistem kulit
Kulit mengerut akibat kehilangan jaringan lunak, kulit kepala dan

rambut menipis, berkurangnya leasrisitas akibat menurunnya cairan

dan vaskularisasi.
13. Sistem musculoskeletal
Dewasa lansia yang melakukan aktifitas secara teratur tidak

kehilangan massa atau tonus otot dan tulang sebanyak lansia yang

tidak pasif, sera toto berkurang ukurannya dan kekuatan otot

berkurang sebanding penurunan massa otot


b. Perubahan kognitif
1. Memori (kenangan) terdiri dari kenangan jangka Panjang (berjam-jam

sampai berhari-hati yang lalu mencakup beberapa perubahan), dan

kenangan jangka pendek atau seketika 0 sampai dengan 10 menit

kenangan buruk
2. Intellegentian Qusntion (iq) tidak berubah dengan informasi

matematika dan perkataan verbal, berkurangnya penampilan, persepsi

dan keterampilan psikomotor terjadi perubahan pada daya

membayangkan karena tekanan dari factor waktu.


c. Perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah
1. Perubahan fisik khususnya organ perasa
2. Kesehatan umum
3. Tingkat Pendidikan
4. Keturunan
5. Lingkungan
d. Perubahan spiritual
Lansia makin teratur dalam agamanya hal ini dapat dilihat dari cara

berfikir dan tindakan yang dilakukan oleh lansia.


e. Perubahan psikososial
1. Pensiun
Nilai seseorang sering diukur oleh produktifitasnya. Identitas dikaitkan

dengan peranan dalam pekerjaan.


2. Marasakan sadar akan kematian
22

3. Perubahan dalam cara hidup yaitu memasuki rumah perawatan

bergerak lebih sempit


4. Ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan, meningkatnya biaya

hidup pada penghasilan yang sulit

5. Kesepian akibat pengasingan social


6. Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan
7. Gangguan saraf pancaindra timbul kebutaan dan ketulian
8. Rangkaian dari kehilangan yaitu kehilangan hubungan dengan temam

dan family
9. Penyakit kronis dan ketidakmampuan
10. Hilangnya ketakutan dan kelengkapan fisik
11. Perubahan konsep gambaran diri dan konsep diri.
23

D. Kerangka Konsep

Variabel independen Variabel dependen

Tingkat Kecemasan Pada


Lanjut usia

Derajat Penyakit
hipertensi - Ringan
- Sedang
- Berat
- Panik

Variabel bebas (independen) : Derajat penyakit hipertensi

Variabel terikat (dependen) : Tingkat kecemasan pada lansia

( Kerangka konsep hubungan penyakit hipertensi dengan tingkat kecemasan pada

lanjut usia )

E. Hipotesis Penelitian

Ho : Tidak ada hubungan derajat penyakit hipertensi dengan tingkat kecemasan

pada lanjut usia.

Ha : Ada hubungan penyakit hipertensi dengan tingkat kecemasan pada lanjut usia
24

BAB III. METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah Analitik dengan pendekatan cross

sectional artinya obyek diobservasi satu kali saja dan pengukuran menggunakan

variabel independen dan dependen dilakukan pada saat penelitian. Hal ini dilakukan

untuk mengetahui hubungan penyakit hipertensi dengan tingkat kecemasan pada

lanjut usia.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Lokasi

Penelitian ini berlokasi Di Wilayah Kerja Puskesmas Kahakitang Kecamatan

Tatoareng yaitu Kampung Kahakitang Sowaeng, Kampung Taleko Batusaiki,

Kampung Dalako Bembanehe.

2. Waktu

Adapun waktu pelaksanaan penelitian yaitu bulan September 2017 sampai dengan

bulan Juni 2018

C. Variabel Penelitian

Penelitian ini menggunakan dua variabel, yaitu :

1. Variabel bebas (independen) : Derajat penyakit hipertensi

2. Variabel terikat (dependen) : Tingkat kecemasan pada lanjut usia


25

D. Definisi Operasional.

Tabel 5. Variabel, defisini operasional, parameter, alat ukur, skor, dan skala
penelitian.
Variabel Difinisi Parameter Alat Ukur Skor Skala
Operasional
Variabel Hipertensi pada Sistolik Tensimete Ringan Ordina
bebas lanjut usia diastolic r air raksa
sistolik : l
(independen merupakan 140-159
) : Derajat suatu keadaan mmHg
Penyakit penurunan Diastolik :
hipertensi fungsi tubuh 90-99
akibat mmHg
pertambahan Sedang
usia Sistolik :
160-169
mmHg
Diastolik :
100-109
mmHg
Berat
Sistolik :
≥180
mmHg
Diastolic
≥110
mmHg
Variabel Kecemasan - Somati Kuesioner Tidak ada Ordina
terikat merupakan c GAS kecemasa l
(dependen) perasaan - Kogniti n :0-13
:Tingkat khawatir yang f Kecemasa
kecemasan dirasakan lansia - Afektif n ringan :
pada lanjut yang - Perilak 14-24
usia menimbulkan u Kecemasa
gejala n sedang :
1. 25-49
Perasaan Kecemasa
- Cemas n Berat :
- Ketakuta 50-75
n
2. Tidur
3. Kecerdasan
4. Perilaku
26

E. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua lanjut usia yang

datang untuk berobat ke puskesmas kahakitang kecamatan tatoareng yang

berjumlah 95 orang dengan laki-laki 12 orang dan perempuan 83 orang

2. Sampel

Dalam penelitian ini pengambilan sampel menggunakan cara Total sampling

yaitu dengan kriteria sebagai berikut :


Kriteria inklusi sebagai berikut :
a. Lansia umur 45 sampai 90 tahun keatas
b. Lansia yang terdiagnosa penyakit hipertensi
c. Lansia yang dapat melakukan aktifitas sehari-hari

Kriteria penolakan (ekslusi) sebagai berikut :

a. Lansia dengan riwayat penyakit hipertensi tetapi pada saat penelitian tidak

hipertensi
b. Lansia yang ketergantungan dalam memberikan keputusan
c. Lansia yang tidak berada ditempat saat penelitian
d. Lansia yang tidak bersedia jadi responden.

F. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan kuesioner dan pengukuran tekanan

darah. Untuk mengetahui tingkat kecemasan pada lanjut usia menggunakan kuesioner

GAS (Geriatric Anxiety Scale) yang terdiri dari 30 pernyataan tetapi yang hanya

diteliti 25 pertanyaan, 5 pertanyaan untuk membantu dokter mengidentifikasi

responden.
27

Cara mengisi setiap pernyataan. diberi nilai 0 (tidak ada gejala sama sekali), nilai 1

kadang-kadang ( 1-2 kali dalam seminggu, nilai 2 seringkali (3-5 kali dalam

seminggu), nilai 3 sepanjang waktu (6-7 kali dalam seminggu). Rentang penilaian

skor 0-13 (tidak ada kecemasan), 14-24 (kecemasan ringan), 25-49 (kecemasan

sedang), 50-75 (kecemasan berat). Sedangkan untuk mengetahui penyakit hipertensi

pada lanjut usia dilakukan pengukuran tekanan darah dengan menggunakan stetoskop

dan tensimeter air raksa merek GEA, hasil penilaian didapatkan melalui pengukuran

dengan rentang ringan Sistolik 140-159 mmHg Diastolik 90-99 mmHg, sedang

Sistolik 160-169 mmHg Diastolik 100-109 mmHg, berat Sistolik ≥ 180 mmHg

Diastolik ≥ 110 mmHg yang diukur langsung oleh peneliti.

G. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini ada 2 jenis dan sumber data yang digunakan antara lain :

1. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh melalui hasil penelitian secara

langsung terhadap objek yang sedang diteliti. Data ini diperoleh melalui

pengukuran tekanan darah menggunakan stetoskop dan tensimeter air raksa

merek GEA dan pengisian kuesioner pada lansia.

2. Data sekunder.

Data sekunder berupa profil dokumen rekam medis pasien yang didapat

dipuskesmas kahakitang

3. Teknik pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan setelah mendapat ijin dari kepala

puskesmas kahakitang kemudian dilakukan informed concent setelah


28

mendapat persetujuan untuk menjadi responden dibagikan kuesioner GAS dan

dilakukan
pengukuran tekanan darah pada responden oleh peneliti dan petugas

puskesmas setempat dimana peneliti dan petugas kesehatan mendatangi tiap

rumah responden untuk dilakukan pengukuran tekanan darah dan

membutuhkan waktu selama 1 minggu.

H. Jalannya Penelitian

Dalam penelitian ini ada beberapa tahap yang dilakukan antara lain :

1. Tahap persiapan.

a. Memilih masalah yang akan diteliti

b. Pengajuan judul

c. Survey ke lokasi penelitian

d. Pengumpulan referensi

e. Menyusun proposal

f. Seminar proposal

2. Tahap pelaksanaan

a. Mendapatkan surat penelitian oleh Politeknik Kemenkes Manado

Jurusan Keperawatan

b. Melapor dan meminta izin kepada pihak Puskesmas Kahakitang dan

Pemerintah desa untuk melakukan penelitian

c. Responden dikumpulkan disatu tempat tiap kampung


29

d. Menjelaskan hal-hal yang harus diperhatikan sebelum penelitian dan

memberikan informed consent pada responden serta responden

mendatangani sebagai bukti kesediaan menjadi responden

e. Pengumpulan data pada responden dengan mengistirahatkan sejenak,

kemudian mengukur tekanan darah menggunakan tensimeter air raksa

dan

stetoskop merek GEA kemudian memberikan kuesioner pada responden

f. Memeriksa kelengkapan dan kesinambungan data.

g. Data dimasukan ke master tabel dan data diolah melalui analisis statistik

dengan menggunakan software yaitu SPSS for windows.

I. Pengolahan dan Analisa Data

Data yang terkumpul kemudian diolah melalui tahap-tahap sebagai berikut :

1. Editing, yaitu setiap lembar jawaban diteliti kembali, apakah jawaban pada

kuesioner sudah lengkap, jelas, relevan dan konsisten.

2. Coding, yaitu upaya mengklasifikasikan jawaban atau hasil menurut

macamnya dalam bentuk yang lebih ringkas dengan menggunakan kode-kode.

3. Transferring, yaitu pemindahan data atau penyusunan yang telah diberi kode

sesuai kelompok masing-masing untuk mempermudah pengolahan data.

4. Entry Data, proses memasukan data dalam master table dan pengolahan

dilakukan menggunakan program pengolahan computer

5. Cleaning yaitu proses pengecekan ulang dan pembersihan data dari kesalahan.

Analisa Data
30

1. Analisa Univariat

Dalam penelitian ini menguji setiap variabel dan disajikan dalam bentuk

tabel antara lain umur, jenis kelamin, tingkat kecemasan, dan penyakit

hipertensi pada lanjut usia.

2. Analisa Bivariat

Analisa yang dilakukan terhadap dua variabel yaitu variabel dependen dan

variabel independen yang diduga berhubungan atau berkolerasi (Notoatmojo

2012), Analisa ini menggunakan rumus statistik chi-square (X2), dengan

derajat

kemaknaan (α) < 0,05, dan tingkat siginifikan > 95% dengan rumus :
X2 : ∑ ( fo – fe)2
Fe
Keterangan :
X2 = harga nilai chi-square
Fo = frekuensi observasi
Fe = frekuensi harapan (Alimul, 2007)
Dimana :

a. Jika X2 hitung < X2 rabel, maka ada hubungan yang bermakna antara

variabel yang diamati

b. Jika X2 hitung > X2 rabel, maka tidak ada hubungan yang bermakna antara

variabel yang diamati.

J. Etika Penelitian

Etika penelitian merupakan masalah yang sangat penting dalam penelitian,

mengingat penelitian berhubungan langsung dengan manusia maka segi etika

penelitian harus diperhatikan antara lain sebagai berikut :

1. Informed consent
31

Merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden

penelitian dengan memberikan lembar persetujuan yang diberikan sebelum

penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk

menjadi responden. Tujuannya agar subyek mengerti maksud dan tujuan

penelitian dan mengetahui dampaknya. Jika responden bersedia , maka

mereka harus menandatangani lembar persetujuan.

2. Anonimity (tanpa nama)

Merupakan pemberian jaminan dalam penggunaan subyek penelitian

dengan cara tidak memberikan/mencantumkan nama responden pada

lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan

data atau hasil penelitian yang akan disajikan.

3. Kerahasiaan (confidentiality)

Merupakan etika dalam pemberian jaminan kerahasiaan hasil

penelitian, baik informasi masalah-masalah lainnya. Semua informasi

yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya

kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset.


32

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian


a. Geografis
Puskesmas Kahakitang mulai beroperasi pada tanggal 01 Juli 2006 dengan

tujuan memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat yang ada dibagian

selatan sangihe, Puskesmas ini berada di jalan genggulang lindongan 1 Kampung

Kahakitang Kecamatan Tatoareng.


Puskesmas Kahakitang Mempunyai wilayah Kerja Seluas 17,98 Km² terdiri dari 7

Kampung yaitu :
1. Kampung Kahakitang
2. Kampung Dalako Bembanehe
3. Kampung Taleko Batusaiki
4. Kampung Kalama
5. Kampung Mahengetang
6. Kampung Para
7. Kampung Para I

Wilayah ini sebagian besar terdiri dari lautan dan dataran yang berbukit-bukit

dengan ketinggian kira-kira 2-50 m diatas permukaan laut dengan batas-batas

wilayah puskesmas sebagai berikut :


33

1. Sebelah Utara : Kampung bebalang kecamatan Manganitu Selatan


2. Sebelah Barat : Nagha 1 Kecamatan Tamako
3. Sebelah Selatan : Teluk Pulau Kahakitang
4. Sebelah Timur : Pulau Siau

b. Tenaga
Fasilitas tenaga kesehatan puskesmas kahakitang pada tahun 2018 berjumlah

19 orang yang terdiri atas Dokter Umum 2 orang, Bidan 7 Orang, Perawat 5

orang, petugas gizi 1 orang, apoteker 1 orang, Sanitasi 1 orang, penyuluh

kesehatan 1 orang, KTU 1 orang.


c. Kependudukan
Jumlah penduduk puskesmas kahakitang pada tahun 2018 adalah 5357 jiwa

dengan laki-laki 2758 jiwa, perempuan 2599 jiwa dengan jumlah KK adalah 1731

KK, kepadatan penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Kahakitang dengan

kepadatan paling tinggi berada di kampung Kalama 8,6 Km². dan yang terendah

berada dikampung Dalako bembanehe dengan tingkat kepadatan 0,82 / Km².


34

B. Hasil Penelitian

Hasil penelitian yang dilakukan Di Wilayah Kerja Puskesmas Kahakitang

Kecamatan Tatoareng pada tanggal 12 april – 19 april 2018 didapatkan 67 sampel

Lanjut Usia dengan penyakit hipertensi adalah sebagai berikut :

1. Hasil Penelitian Univariat


a. Karakteristik Responden
Tabel 6. Distribusi Frekuensi Lanjut Usia Yang Menderita Penyakit Hipertensi
Menurut Umur

No Umur Frekuensi Persen


1. 45-59 25 37,31 %
2. 60-74 35 52,25 %
3. 75-90 7 10,44 %
Total 67 100 %

Berdasarkan frekuensi umur menunjukan penderita penyakit hipertensi tertinggi

pada lanjut usia terdapat pada umur 60 - 74 tahun berjumlah 35 orang ( 52, 25%)

Tabel 7. Distribusi Frekuensi Lanjut Usia Yang Menderita Penyakit Hipertensi


Menurut Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Frekuensi Persen


1. Laki-Laki 8 11.94 %
2. Perempuan 59 88,06 %
Total 67 100 %

Berdasarkan frekuensi jenis kelamin menunjukan dari 67 penderita hipertensi

pada lanjut usia dalam penelitian ini ditemukan jumlah terbanyak penderita

hipertensi pada lanjut usia dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 59 orang

(88,06 %) kemudian laki-laki 8 orang ( 11,94 %).


35

Tabel 8. Distribusi Frekuensi Lanjut Usia Yang Menderita Penyakit Hipertensi


Menurut Pendidikan

No Pendidikan Frekuensi Persen


1. SD 52 77,61 %
2. SMP 6 8,96 %
3. SMA 3 4,47 %
4. S1 6 8,96 %
Total 67 100 %

Berdasarkan frekuensi Pendidikan menunjukan dari 67 penderita hipertensi pada

lanjut usia dalam penelitian ditemukan jumlah tertinggi penderita hipertensi pada

lanjut usia dengan Pendidikan terakhir SD sebanyak 52 orang (77,61 %),

sedangkan yang terendah dengan tingkat Pendidikan terakhir SMA sebanyak 3

orang (4,47%).

Tabel 9. Distribusi Frekuensi Lanjut Usia Yang Menderita Penyakit Hipertensi


Menurut Pekerjaan

No Pekerjaan Frekuensi Persen


1. IRT 54 80,60 %
2. Wiraswasta 2 3%
3. Tukang 5 7,46 %
4. Guru 3 4,47 %
5. Pensiunan 3 4,47 %
Total 67 100 %

Berdasarkan frekuensi pekerjaan menunjukan dari 67 penderita hipertensi pada

lanjut usia dalam penelitian ini ditemukan jumlah tertinggi penderita hipertensi

pada lanjut usia dengan pekerjaan IRT sebanyak 54 orang (80,60%), sedangkan

yang terendah dengan pekerjaan sebagai Wiraswasta sebanyak 2 orang (3%).


36

b. Penyakit Hipertensi

Tabel 10. Distribusi Penyakit Hipertensi Pada Lanjut Usia

No Penyakit Hipertensi Frekuensi Persen


1. Ringan 24 36 %
2. Sedang 19 28 %
3. Berat 24 36 %
Total 67 100%

Berdasarkan frekuensi penderita hipertensi menunjukan dari 67 sampel

penderita hipertensi lanjut usia ditemukan yang tertinggi dengan jumlah 24

orang (36%) berada pada tingkat hipertensi ringan dan berat, sedangkan yang

terendah dengan jumlah 19 orang (28%) berada pada tingkat hipertensi

sedang.
c. Tingkat kecemasan

Tabel 11. Distribusi Tingkat Kecemasan Pada Lanjut Usia

No Tingkat kecemasan Frekuensi Persen


1. Ringan 21 31,34 %
2. Sedang 30 44,78 %
3. Berat 16 23,88 %
Total 67 100 %

Berdasarkan frekuensi tingkat kecemasan menunjukan dari 67 sampel

penderita hipertensi pada lanjut usia ditemukan yang tertinggi dengan jumlah

30 orang (44,78%) pada tingkat kecemasan sedang dan yang terendah dengan

jumlah 16 orang (23,88%) pada tingkat kecemasan berat.


37

2. Hasil Penelitian Bivariat

a). Penyakit hipertensi dengan tingkat kecemasan pada lanjut usia.

Tabel 12. Tabulasi Silang Antara Penyakit Hipertensi Dengan Tingkat Kecemasan
Pada Lanjut Usia

Tingkat Tingkat kecemasan Total Persen p-


Hipertensi value
Ringan sedang berat
Ringan 17 7 0 24 36 %
Sedang 4 14 1 19 28 % 0,000
Berat 0 9 15 24 36 %
Total 21 30 16 67 100 %

Dari tabel diatas menunjukan tabulasi silang antara variabel penyakit hipertensi

dan tingkat kecemasan pada lanjut usia, ternyata dari 24 lanjut usia dengan

hipertensi ringan terdapat 17 (70,8%) lanjut usia dengan tingkat kecemasan

ringan dan 7 (29,2%) lanjut usia dengan tingkat kecemasan sedang. Dari 19

lanjut usia dengan hipertensi sedang terdapat 4 (21,1%) lanjut usia dengan

tingkat kecemasan ringan, 14 (73,7%) lanjut usia dengan tingkat kecemasan

sedang dan 1 (5,3%) lanjut usia dengan tingkat kecemasan berat. Dari 24 lanjut

usia dengan hipertensi berat terdapat 9 (37,5%) lanjut usia dengan tingkat

kecemasan sedang dan 15 (62,5%) lanjut usia dengan tingkat kecemasan berat.

Uji yang akan digunakan adalah uji chi-square (pearson chi-square).

Dari hasil uji pearson Chi-square didapat nilai x² = 48,719 dengan p (asmp.sig)

= 0,000 <0,05 berarti bermakna, Jadi Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini

menunjukan bahwa ada hubungan yang bermakna antara penyakit hipertensi

dengan tingkat kecemasan pada lanjut usia Di Wilayah Kerja Puskesmas

Kahakitang.
38

C. Pembahasan
Setelah dilakukan penyajian data dalam bentuk tabel distribusi, dilakukan

pembahasan hasil penelitian sesuai dengan variabel yang diteliti, dari hasil penelitian

ini diperoleh :
1. Analisa Univariat
a. Karakteristik Responden.
Berdasarkan hasil penelitian Di Wilayah Kerja Puskesmas Kahakitang

Kecamatan Tatoareng, dari 67 responden yang berumur 45-90 tahun keatas

yang mengalami hipertensi ringan 24 orang, hipertensi sedang 19 orang dan

hipertensi berat 24 orang dengan total lanjut usia yang menjadi responden 67

orang. Menurut Maryan Ekasari, dkk (2010), dalam perkembangan lanjut usia

penurunan fungsi tubuh akan banyk terjadi. Penurunan fungsi tubuh pada

lansia diakibatkan karena proses penuaan. Proses penuaan merupakan proses

yang mengakibatkan perubahan-perubahan meliputi perubahan fisik,

psikologis, dan psikososial. Pada perubahan fisiologis terjadi penurunan

sistem kekebalan tubuh dalam menghadapi gangguan dari dalam maupun luar

tubuh, salah satu gangguan kesehatan yang paling banyak dialami pada lansia

adalah pada sistem kardiovaskuler dimana terjadi penyempitan pada

pembuluh darah akibatnya aliran darah terganggu sehingga memicu

peningkatan tekanan darah.


b. Jenis Kelamin.
Berdasarkan frekuensi jenis kelamin menunjukan bahwa dari 67

responden terbanyak penderita hipertensi dengan jenis kelamin wanita 59

orang (88,06%). Hipertensi atau tekanan darah lebih banyak menyerang

wanita pada usia setelah 55 tahun, sekitar 60 % penderita hipertensi adalah

wanita. Hal ini berkaitan dengan perubahan hormon setelah menopause

(marliani, 2007).
39

Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormone estrogen

yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL).

Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan factor pelindung dalam

mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan ekstrogen

dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada usia premenopause

(Anggraini, 2009).
c. Pendidikan
Berdasarkan frekuensi Pendidikan menunjukan bahwa tingkat Pendidikan

responden yang memiliki penyakit hipertensi yang paling banyak adalah SD

berjumlah 52 orang (77,61%) ini menunjukan bahwa dari segi pendidikan

sebagian responden sangat kurang. Pendidikan yang kurang mempengaruhi

ilmu yang didapat sehingga proses penyampain informasi kesehatan sangat

kurang, hal ini didukung oleh pendapat Redja Mulyahardjo (dalam

sulistiawan, 2008) Pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang

berlangsung dalam lingkungan dan sepanjang hidup serta segala situasi hidup

yang mempengaruhi pertumbuhan individu.


d. Pekerjaan.
Berdasarkan frekuensi pekerjaan menunjukan bahwa pekerjaan responden

terbanyak adalah IRT berjumlah 54 lanjut usia (80,60%). Ini dikarenakan

pekerjaan berhubungan dengan status sosial ekonomi atau pendapatan

keluarga yang juga berpengaruh dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan

yang ada. Menurut Lodahl & Kejner dalam Aryaningtyas & suharti (2013).

Pekerjaan didefinisikan sebagai sejauh mana seseorang mengidentifikasi

secara psikologis dengan pekerjaanya atau pentingnya pekerjaan dalam citra

diri individu.

e. Tingkat Hipertensi
Berdasarkan tingkat hipertensi didapat bahwa dari 67 lanjut usia yang

menderita penyakit hipertensi menunjukan angka tertinggi pada penderita


40

hipertensi tingkat ringan 24 lanjut usia (36%) dan hipertensi tingkat berat 24

lanjut usia (36%). Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa sebagian besar

responden penderita hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Kahakitang

Kecamatan Tatoareng berada pada tingkat hipertensi ringan dan berat.

Menurut Guyton, (2008). Semakin tinggi umur seseorang semakin tinggi

tekanan darahnya, jadi orang yang lebih tua cenderung mempunyai tekanan

darah yang tinggi dibanding dengan yang berusia lebih muda, pada lanjut usia

terkadang mengalami peningkatan tekanan darah mencapai lebih dari sistolik

140 mmHg dan diastolik 90 mmHg maka diperlukan perhatian serius untuk

menanganinya seperti memeriksakan diri ke tempat pelayanan kesehatan

terdekat, minum obat secara teratur dan mengurangi mengkonsumsi garam

yang berlebihan, melakukan olaraga ringan secara teratur dan menghilangkan

stress.
f. Tingkat Kecemasan
Berdasarkan frekuensi tingkat kecemasan, didapat bahwa dari 67 sampel

penderita hipertensi menunjukan angka tertinggi pada penderita hipertensi

tingkat kecemasan sedang berjumlah 30 lanjut usia (44,78).


Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa sebagian besar responden

penderita hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Kahakitang Kecamatan

Tatoareng berada pada tingkat kecemasan sedang, menurut Maryam (2008)

pada usia lanjut kecemasan akan kematian menjadi masalah psikologis yang

penting pada lanjut usia, khususnya lanjut usia yang mengalami penyakit

kronis.

2, Analisa Bivariat

Dari tabel diatas menunjukan tabulasi silang antara variabel penyakit

hipertensi dan tingkat kecemasan pada lanjut usia, ternyata dari 24 lanjut usia

dengan hipertensi ringan terdapat 17 (70,8%) lanjut usia dengan tingkat kecemasan
41

ringan dan 7 (29,2%) lanjut usia dengan tingkat kecemasan sedang. Dari 19 lanjut

usia dengan hipertensi sedang terdapat 4 (21,1%) lanjut usia dengan tingkat

kecemasan ringan, 14 (73,7%) lanjut usia dengan tingkat kecemasan sedang dan 1

(5,3%) lanjut usia dengan tingkat kecemasan berat. Dari 24 lanjut usia dengan

hipertensi berat terdapat 9 (37,5%) lanjut usia dengan tingkat kecemasan sedang

dan 15 (62,5%) lanjut usia dengan tingkat kecemasan berat.

Dari hasil uji pearson Chi-square didapat nilai x² = 48,719 dengan p

(asmp.sig) = 0,000 <0,05 berarti bermakna, Jadi Ho ditolak dan Ha diterima. Hal

ini menunjukan bahwa ada hubungan yang bermakna antara penyakit hipertensi

dengan tingkat kecemasan pada lanjut usia Di Wilayah Kerja Puskesmas

Kahakitang. Penelitian yang saya lakukan juga memiliki kesamaan dengan

penelitian yang dilakukan Laksita Dwi Indra (2016). Mengatakan ada Hubungan

lama penyakit hipertensi dengan tingkat kecemasan pada lansia Di Desa Praon

Nusukan Surakarta. Siwu Cresendi (2014). Mengatakan ada Hubungan penyakit

hipertensi dengan tingkat kecemasan pada lanjut usia Di Wilayah Kerja Puskesmas

Minanga Kecamatan Malalayang. Penelitian Kadek Devi Pramana. Okatiranti dan

Tita Puspita Ninggrum (2016). Mengatakan Ada Hubungan antara tingkat

kecemasan dengan kejadian hipertensi Di Panti Sosial Tresna Werdha Senjarawi

Bandung. Penelitian Uswandari Dian Baiq (2017). Mengatakan Ada Hubungan

antara kecemasan dengan kejadian hipertensi pada lansia Di Panti Sosial Tresna

werdha.

Hal ini didukung oleh pendapat lingga (2012). Bahwa pertambahan usia

menyebabkan tekanan darah meningkat dan berpotensi mengalami hipertensi.

Penyakit kronis seperti hipertensi dapat menyebabkan stress psikologis yang dapat
42

berkelanjutan menjadi kecemasan, Hawari (2007). Sebagaimana pendapat Elina

Raharisti Rufaidah, (2009). Kecemasan yang terjadi pada lanjut usia terjadi karena

beberapa faktor seperti selalu memikirkan penyakit yang dideritanya, kendala

ekonomi dan waktu berkumpul dengan keluarga sangat sedikit dikarenakan anak-

anaknya tidak berada satu rumah atau tinggal di luar kota

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
43

Dari hasil penelitian mengenai “Hubungan Penyakit Hipertensi Dengan

Tingkat Kecemasan Pada Lanjut Usia Di Wilayah Kerja Puskesmas Kahakitang

Kecamatan Tatoareng“, maka dapat ditarik kesimpulan penderita penyakit

hipertensi pada lanjut usia yang berumur 45-90 tahun keatas yang menderita

hipertensi 24 orang (36%) masing-masing berada pada hipertensi ringan dan berat

dengan tingkat kecemasan sedang 30 lanjut usia (44,78%) sehingga pada hasil

penelitian yang di analisis melalui uji chi-square ditemukan p = 0,000 yang lebih

kecil dari α = 0,05 yang berarti bahwa ada hubungan yang sangat bermakna pada

penyakit hipertensi dengan tingkat kecemasan pada lanjut usia Di Wilayah Kerja

Puskesmas Kahakitang Kecamatan Tatoareng.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas maka penulis mamberikan saran sebagai berikut :
1. Bagi Petugas Kesehatan Di Wilayah Kerja Puskesmas Kahakitang agar

mengajurkan lanjut usia untuk tetap mengontrol tekanan darah dan menjaga

keadaan psikologisnya, meningkatkan pelayanan promosi kesehatan pada

kelompok lanjut usia, mempertahankan pemberdayaan kelompok lanjut usia,

melatih kader-kader kelompok lanjut usia dalam peningkatan kelompok lanjut

usia.

2. Bagi keluarga, memberikan motivasi hidup pada lanjut usia, mendampingi

lanjut usia saat memeriksakan diri di tempat pelayanan kesehatan dan

mengikutsertakan lanjut usia dalam berbagai oraganisasi lanjut usia baik di

lingkungan masyarakat maupun ditempat ibadah


3. Bagi peneliti selanjutnya hendaknya penelitian ini dapat dijadikan sebagai

sumber informasi tentang penyakit hipertensi dan tingkat kecemasan, selain


44

itu penelitian ini juga dapat dijadikan gambaran dalam pengembangan

penelitian lainnya.

You might also like