You are on page 1of 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penggolongan Alkohol terbagi menjadi 3 yakni, Asiklik Alkohol, Terpena


Alkohol, Seskuiterpena Alkohol. Pada makalah ini kami membahas tanaman serai
yang berasal dari golongan Asiklik Alkohol yang terdapat Geraniol, sitronellal,
dan sitronellol.
Tanaman serai dipercaya berasal dari Asia Tenggara atau Sri Lanka.
Tanaman ini tumbuh alami di Sri Lanka, tetapi dapat ditanam pada berbagai
kondisi tanah di daerah tropis yang lembab, cukup sinar matahari dan memiliki
curah hujan relatif tinggi. Saat ini, tanaman serai dapat ditanam meluas dalam
kawasan tropika. Kebanyakan negara menanam serai untuk menghasilkan minyak
atsirinya secara komersial dan untuk pasar lokal sebagai perisa atau rempah ratus.
Sereh adalah tanaman rempah yang keberadaannya sangat melimpah di
Indonesia. Tanaman sereh banyak dibudidayakan pada ketinggian 200 – 800 dpl.
Sereh memiliki nama familiar yang berbeda-beda di setiap daerahnya seperti
sereue mongthi (Aceh), sere (Gayo), sangge-sangge (Batak), serai (Batawi)
(Minangkabau), sarae (Lampung), sere (Melayu), sereh (Sunda), sere (Jawa
Tengah), sere (Madura), dan masih banyak nama lain untuk menyebutkan serah di
daerah lain.

Tanaman sereh terdiri dari akar, batang dan daun. Selama ini akar tanaman
sereh dimanfaatkan untuk obat tradisonal dan batang tanaman sereh paling banyak
dimanfaatkan sebagai bumbu dapur dan aroma pada minuman hangat seperti
serbat, bajigur, dan bandrek, sedangkan daun tanaman sereh dimanfaatkan
menjadi minyak atsiri. Minyak atsiri daun sereh mengandung sitronelal 32-45%,
geraniol 12-18%, sitronelol 11-15%, geranil asetat 3-8%, sitronelil asetat 2-4%,
sitral, kavikol, eugenol, elemol, kadinol, kadinen, vanilin, limonen, kamfen. Di
Indonesia terdapat dua jenis tanaman serai yaitu serai dapur (Cymbopogon
citratus) dan serai wangi (Cymbopogon nardus). Tanaman serai ini banyak
ditemukan di daerah Jawa yaitu di dataran rendah yang memiliki ketinggian 60-
140 mdpl.

Tanaman serai wangi merupakan tanaman dengan habitus terna perenial


dan disebut dengan suku rumput-rumputan. Tanaman serai wangi memiliki akar
yang besar. Akarnya merupakan akar serabut yang berimpang pendek. Batang
tanaman serai wangi bergerombol dan berumbi, lunak dan berongga. Isi
batangnya merupakan pelepah umbi untuk pucuk dan berwarna putih kekuningan.
Namun ada juga yang berwarna putih keunguan atau kemerahan. Batangnya
bersifat kaku dan mudah patah serta tumbuh tegak lurus di atas tanah. Daun
tanaman serai berwarna hijau tidak bertangkai. Daunnya kesat, panjang, runcing
dan berbau khas. Daunnya memiliki tepi yang kasar dan tajam. Tulang daunnya
tersusun sejajar. Panjang daunnya sekitar 50-100 cm sedangkan lebarnya kira-kira
2 cm. Daging daunnya tipis serta pada pemukaan dan di bagian bawah daun
terdapat bulu halus.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Serai Wangi (Cymbopogon nardus)

Serai atau Cymbopogon citratus atau sering disebut Cymbopogon nardus


(Lenabatu) merupakan tumbuhan yang masuk ke dalam family rumput-rumputan
atau Poaceae. Dikenal juga dengan nama serai dapur (Indonesia), sereh (Sunda),
bubu (Halmahera); serai, serai dan serai dapur (Malaysia); tanglad dan salai
(Filipina); balioko (Bisaya), slek krey sabou (Kamboja), si khai/ shing khai
(Laos), sabalin (Myanmar), cha khrai (Thailand). Tanaman ini dikenal dengan
istilah Lemongrass karena memiliki bau yang kuat seperti lemon, sering
ditemukan tumbuh alami di negara-negara tropis (Oyen dan Dung, 1999).
Tanaman serai mampu tumbuh sampai 1-1,5m. Panjang daunnya mencapai 70-
80cm dan lebarnya 2-5cm, berwarna hijau muda, kasar dan mempunyai aroma
yang kuat.

Tanaman serai genus Cymbopogon meliputi hampir 80 spesies, tetapi


hanya beberapa jenis yang menghasilkan minyak atsiri yang mempunyai arti
ekonomi dalam perdagangan. Tanaman serai yang diusahakan di Indonesia terdiri
dari dua jenis yaitu Cympogon nardus (lenabatu) dan Cympogon winterianus
(mahapengiri). Jenis mahapengiri mempunyai ciri-ciri daunnya lebih lebar dan
pendek, disamping itu menghasilkan minyak dengan kadar sitronellal 30-45% dan
geraniol 65-90%. Sedangkan jenis lenabatu menghasilkan minyak dengan kadar
sitronellal 7-15% dan geraniol 55-65%.

2.2 Taksonomi Serai Wangi (Cymbopogon nardus)

Serai umumnya tumbuh sebagai tanaman liar di tepi jalan atau kebun,
tetapi dapat ditanam dalam berbagai kondisi di daerah tropis yang lembab, cukup
sinar matahari, dan bercurah hujan relatif tinggi. Kedudukan taksonomi tanaman
serai menurut Santoso (2007) :

Kingdom : Plantae
Sub kingdom : Trachebionta
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Sub Kelas : Commelinidae
Ordo : Poales
Famili : Graminae/Poaceae
Genus : Cymbopogon
Species : Cymbopogon nardus L. Rendle

2.3 Morfologi Serai Wangi (Cymbopogon nardus)


Daun tanaman serai berwarna hijau tidak bertangkai. Daunnya kesat,
panjang, runcing dan berbau khas. Daunnya memiliki tepi yang kasar dan tajam.
Tulang daunnya tersusun sejajar. Panjang daunnya sekitar 50-100 cm sedangkan
lebarnya kira-kira 2 cm. Daging daunnya tipis serta pada pemukaan dan di bagian
bawah daun terdapat bulu halus. Morfologi tanaman serai dapat dilihat pada
Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Morfologi tanaman serai wangi

2.4 Kandungan Kimia Serai Wangi (Cymbopogon nardus)


Tanaman serai mengandung minyak esensial atau minyak atsiri yang
terdiri dari aldehid isovalerik, betakariofilen, dipenten, furfural, geraniol,
limonene, linalool, mircen, metilheptenon, neral, nerol, sitral dan sitronellal. Serai
wangi mempunyai metabolit sekunder antara lain saponin, tanin, kuinon dan
steroid. Selain itu tumbuhan ini mengandung kumarin dan minyak atsiri
(Ningtyas, 2008).
Senyawa aktif pada serai wangi yang umumnya diambil adalah minyak
atsirinya. Minyak atsiri dari daun serai rata-rata 0,7% (sekitar 0,5% pada musim
hujan dan dapat mencapai 1,2% pada musim kemarau). Minyak sulingan serai
wangi berwarna kuning pucat. Bahan aktif utama yang dihasilkan adalah senyawa
aldehidehid (sitronelol-C10H6O) sebesar 30-45%, senyawa alkohol (sitronelol-
C10H20O dan geraniol-C10H18O) sebesar 55-65% dan senyawa-senyawa lain
seperti geraniol, sitral, nerol, metal, heptonon dan dipentena (Khoirotunnisa,
2008).

2.5 Kandungan Senyawa Kimia Minyak Atsiri Serai Wangi (Cymbopogon


nardus)
Menurut Guenther (1990), senyawa kimia dari minyak serai ada
berbagai macam. Senyawa penyusun dari minyak atsiri serai dapat dilihat
pada Tabel 2.5.

Senyawa Penyusun Kadar %


Sitronelal 32-45
Geraniol 12-18
Sitronelol 12-15
Geraniol asetat 3-8
Sitronelol asetat 2-4
Limonena 2-5
Elemol dan terpen lain 2-5
Elemena dan cadinen 2-5

Senyawa utama penyusun minyak sereh adalah sitronelal itronelol, dan


geraniol (Wijesekara, 1973). Gabungan ketiga komponen utama minyak sereh
dikenal sebagai total senyawa yang dapat diasetilasi. Ketiga komponen ini
menentukan intensitas bau harum, nilai dan harga minyak sereh. Menurut standar
pasar internasional, kandungan sitronelal dan jumlah total alkohol masing-masing
harus lebih tinggi dari 35% (Wijesekara, 1973).

1. Geraniol ( C10H180 )
Geraniol merupakan persenyawaan yang terdiri dari 2 molekul isoprene
dan 1 molekul air, dengan rumus bangun adalah sebagai berikut :

2. Sitronellol ( C10H200 )
Sitronelol hasil isolasi dari minyak atsiri sereh terdiri dari sepasang
enansiomer (R)-sitronelal dan (S)-sitronelal (Syamsuhidayat dan
Hutapea,1991). Rumus bangunnya adalah sebagai berikut:

3. Sitronellal (C10H16O)

Rumus bangunnya adalah sebagai berikut:


2.6 Kegunaan Sereh Wangi

Manfaat dari serai wangi terkait dengan kandungan senyawa aktif di


dalamnya yaitu minyak atsirinya. Minyak atsiri serai wangi memiliki banyak
kandungan, salah satunya adalah sitronelal yang memiliki potensi untuk
membunuh nyamuk (Sukamto dkk., 2011). Sitronelal dan geraniol merupakan dua
senyawa penting dalam serai wangi yang dapat digunakan sebagai bahan dasar
pembuatan ester untuk parfum dan kosmetik (Sukamto dkk., 2011). Apabila
dilihat dari segi pengobatan tradisional, serai wangi dapat digunakan untuk
perawatan pasca melahirkan dan sakit kepala. Serai wangi juga dapat digunakan
untuk menghasilkan minyak pijat untuk mengatasi pegal dan kembung perut
(Ningtyas, 2008).

Serai wangi dapat digunakan pula sebagai bahan pestisida nabati dan
tanaman konservasi (Sukamto dkk., 2011). Tanaman serai wangi dapat tumbuh
pada tanah yang memiliki ketersedian hara rendah. Selain itu, serai wangi
mempunyai perakaran serabut yang kuat sehingga banyak digunakan sebagai
tanaman untuk vegetasi konservasi lahan miring dan tanaman pioneer pada lahan
bekas tambang (Sukamto dkk., 2011).

BAB III

PEMBAHASAN
3.1 Determinasi Tanaman
Hasil determinasi tanaman yang diperoleh dari Balai Besar Pengembangan dan
Penelitian Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TO2T) Karanganyar Jawa
Tengah menunjukkan bahwa tanaman yang digunakan dalam penelitian ini
benar tanaman sereh wangi (Cymbopogon nardus L Rendle).

3.2 Metode Pemisahan


3.2.1 Bagian Tanaman
Sampel penelitian adalah batang sereh seberat 3 kg yang berumur 6
bulan dengan ciri batang berwarna putih kekuningan sampai putih
keunguan. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmasi Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Klaten.
3.2.2 Pembuatan Simplisia
Akar dipisahkan dari bagian batang yang merupakan batang semu dan
daun selanjutnya dicuci dengan bersih, selanjutnya dipotong-potong kecil
lalu dikeringkan dengan cara dianginanginkan. Setelah kering kurang lebih
mengandung kadar air + 10%, sampel diserbukkan dan siap digunakan
bahan penelitian.
3.2.3 Cara Ekstraksi
Pembuatan ekstrak daun sereh wangi menggunakan teknik
maserasi yaitu dengan memanaskan daun sereh wangi dalam air suhu
90 0C selama 30 menit. Selanjutnya di saring dan dipekatkan dengan
menggunakan Rotary evaporator.

3.3 Tinjauan Farmakologi

Pengujian In vitro

Uji daya hambat ekstrak daun sereh wangi terhadap


Colletotrichum sp secara in vitro dilakukan di dalam cawan petri dengan
menggunakan metode biakan cendawan. Dengan cara mencampurkan
ekstrak daun sereh wangi sesuai konsentrasi perlakuan ke dalam media
PDA dan selanjutnya disterilisasi menggunakan autoclave (pada kontrol
positif tidak ditambahkan ekstrak sereh wangi sedangkan pada kontrol
negatif yang dicampurkan ke media PDA adalah fungisida sintetik).
Setelah itu pada bagian tengah media PDA yang telah beku diletakan
potongan biakan Colletotrichum sp dengan diameter 0,5 cm. Setelah
inkubasi selama 7 hari dilakukan pengamatan dengan mengukur daya
hambat terhadap pertumbuhan Colletotrichum sp.

Pengujian In vivo

Pengujian in-vivo dilakukan untuk mengetahui kemampuan ekstrak


daun sereh wangi dalam meningkatkan ketahanan buah cabai terhadap
penyakit antraknosa. Buah cabai merah besar yang dalam kondisi sehat
dan segar digunakan sebagai unit percobaan. Buah cabai yang sehat dicuci
terlebih dahulu dengan menggunakan air steril dan dikeringkan.
Selanjutnya buah cabai diterilisasi dengan alcohol 70 % dan selanjutnya
direndam ke dalam ekstrak daun sereh wangi dengan konsentrasi sesuai
perlakuan selama 10 menit (pada control negative buah cabai tidak
direndam sedangkan pada control positif buah cabai direndam dalam
larutan fungisida kimia), kemudian buah cabai dikering anginkan dan
dimasukkan ke dalam bak plastic yang ditutup dengan alumunium foil dan
dibungkus dengan plastik untuk menjaga kelembaban selama 24 jam.
Setelah inkubasi cabai di inokulasi dengan isolat Colletotrichum sp dan
selanjutnya buah cabai diletakan pada bak plastik yang pada keempat
sudutnya diberi kapas basah steril. Buah cabai tersebut diinkubasi selama
7 hari dan setiap hari dilakukan pengamatan terhadap gejala yang muncul.
Pengamatan yang dilakukan adalah
1. Masa inkubasi (hari) Masa inkubasi merupakan waktu yang diperlukan
pathogen untuk melakukan infeksi dihitung berdasarkan waktu gejala
pertama muncul pada buah cabai setelah inokulasi.
2. Intensitas Serangan (%)
Intensitas serangan cendawan dihitung berdasarkan skor luas bercak,
kemudian

diidentifikasi berdasarkan kriteria ketahanan tanaman penyakit


(Sakerebau dan Soekarno 2013). Rumus yang digunakan adalah IS =
[ Σ(nxV)/(ZxN)] x

100 %, dimana IS = Intensitas serangan, n = jumlah buah setiap kelas


bercak, V = nilai skor setiap kelas bercak, N = jumlah buah yang diamati,
dan Z = nilai skor kelas luas bercak yang tertinggi

3. Susut bobot buah cabai


Pengukuran susut bobot dilakukan dengan menimbang buah cabai
sebelum dan sesudah pengamatan dengan rumus : Susut bobot = [(b1-
b2)/b1] x 100 %, dimana b1 = bobot awal dan b2 = bobot akhir.

BAB IV

PENUTUIP
4.1 KESIMPULAN
Serai atau Cymbopogon citratus atau sering disebut Cymbopogon
nardus (Lenabatu) merupakan tumbuhan yang masuk ke dalam family
rumput-rumputan atau Poaceae.
Taksonomi Serai Wangi (Cymbopogon nardus):
Kingdom : Plantae
Sub kingdom : Trachebionta
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Sub Kelas : Commelinidae
Ordo : Poales
Famili : Graminae/Poaceae
Genus : Cymbopogon
Species : Cymbopogon nardus L. Rendle

Kandungan Senyawa Kimia Minyak Atsiri Serai Wangi (Cymbopogon


nardus) :

Senyawa Penyusun Kadar %


Sitronelal 32-45
Geraniol 12-18
Sitronelol 12-15
Geraniol asetat 3-8
Sitronelol asetat 2-4
Limonena 2-5
Elemol dan terpen lain 2-5
Elemena dan cadinen 2-5

Manfaat dari serai wangi terkait dengan kandungan senyawa aktif


di dalamnya yaitu minyak atsirinya. Minyak atsiri serai wangi memiliki
banyak kandungan, salah satunya adalah sitronelal yang memiliki potensi
untuk membunuh nyamuk. Sitronelal dan geraniol merupakan dua
senyawa penting dalam serai wangi yang dapat digunakan sebagai bahan
dasar pembuatan ester untuk parfum dan kosmetik. Apabila dilihat dari
segi pengobatan tradisional, serai wangi dapat digunakan untuk perawatan
pasca melahirkan dan sakit kepala. Serai wangi juga dapat digunakan
untuk menghasilkan minyak pijat untuk mengatasi pegal dan kembung
perut.

4.2 Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna!
kedepannya penulis akanlebih fokus dan details dalam menjelaskan
tentang makalah di atas dengan sumber-sumber yang lebih banyak yang
tentunya dapat dipertanggung jawabkan.

DAFTAR PUSTAKA

Chooi, O.H. 2008. Rempah Ratus: Khasiat Makanan dan Ubatan. Prin-AD.
SDN.BHD, Kuala Lumpur

Agusta, A. 2000. Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika Indonesia. Penerbit ITB

Sastrohamidjojo, H. 2004. Kimia Minyak Atsiri.Yogyakarta : Gadjah Mada.


University Press. Simarta

Armando dan Rochim. 2009. Memproduksi Minyak Atsiri Berkualitas. Cetakan I.


Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta

Arifin, Zainal. 2014. Penelitian Pendidikan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya

Wijayakusuma, Hembing. 2005. Atasi Kanker dengan Tanaman Obat. Jakarta :


Puspa Swara

Wijoyo, P. M. 2009. 15 Ramuan Penyembuh Maag. Bee Media Indonesia.


Jakarta

Santoso, Singgih. 2007. Statistik Deskriptif: Konsep dan Aplikasi dengan.


Microsoft Exel dan SPSS. Yogyakarta: ANDI. Santrock

You might also like