You are on page 1of 24

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Heat Treatment

2.1.1 Pengertian Heat Treatment

Pada dasarnya proses pengerasan logam dilakukan dengan


menghambat pergerakan dislokasi sehingga logam yang bersangkutan
akan semakin sulit untuk dideformasi plastis, atau dengan kata lain ia
menjadi lebih keras dari keadaan sebelumnya. Heat Treatment aatau yang
biasa disebut dengan perlakuan panas adalah kombinasi dari operasi
pemanasan dan pendinginan dengan kecepatan tertentu yang dilakukan
terhadap logam atau paduan dalam keadaan padat, sebagai suatu upaya
untuk memperoleh sifat-sifat tertentu.
Proses laku-panas pada dasarnya terdiri dari beberapa tahapan,
dimulai dengan pemanasan sampai ke temperatur tertentu, lalu diikuti
dengan penahanan selama beberapa saat, baru kemudian dilakukan
pendinginan dengan kecepatan tertentu. Pengerasan dilakukan dengan
pemanasan baja tersebut sampai terbentuk fasa austenit pada baja tersebut.
Setelah dilakukan holding time untuk membuat temperature
bersifat homogen di seluruh baja, baja tersebut kemudian didinginkan
secara cepat sehingga timbul fasa martensit yang keras. Pada saat
temperature austenisasinya tercapai, maka fasa yang terjadi pada baja
karbon tersebut adalah austenite(γ). Setelah dalam fasa gamma kemudian baja tersebut
di-quench sehingga akan terbentuk martensit. Martensit yang terjadi
tersebut bersifat keras. Oleh karena itu, pengintrolantransformasi dari
austenite menjadi martensit diperlukan untuk meningkatkan kekuatan dan
kekerasan dari baja.

2.1.2 Diagram Fasa

Diagram fasa adalah diagram yang mneampilkan


hubungan antara temperature yang di mana terjadi perubahan fasa
selama proses pendinginan dan pemanasan yang lambat dengan
kadar karbon. Diagram ini merupakan dasar pemahaman untuk
semua operasi-operasi perlakuan panas atau heat treatment.

Diagram fasa berfungsi untuk memudahkan memilih


memilih temperature pemanasan yang setiap untuk setiap proses
perlakuan panas baik proses annealing, normalizing, ataupun
proses hardening.

Diagram fasa mempunyai 3 titik invarian yaitu titik


peritectic (pada suhu 1493 °C), titik eutectic (pada suhu 1147°C
dan C=4,3%) dan titik eutectoid (pada suhu 723 °C dan C=0,8%).
Berdasarkan fasa yang terbentuk :

1. Ferrite
Ferrite (α) merupakan fasa yang terbentuk pada temperatur sekitar
300-723 derajat celcius. Pada daerah ini, kelarutan karbon
maksimalnya adalah 0,025% pada temperatur 725 derajat celcius, dan
turun drastis menjadi 0% pada 0 derajat celcius. Fasa ini biasa terjadi
bersamaan dengan cementite, membentuk pearlite pada pendinginan
lambat. Fasa ini lunak, dan memberikan kemampuan bentuk pada
logam. Gambar di sebelah kiri menunjukkan struktur fasa ferrite yang
berwarna hitam, dan austenite yang berwarna putih. Hal ini
menunjukkan bahwa, selain lunak, ferrite sendiri cenderung lebih
mudah berkarat dibandingkan austenite.

2. Pearlite (α + Fe3C)
Pearlite merupakan satu fasa yang terbentuk dari gabungan dua
fasa, Ferrite dan Cementite. Pearlite dianggap sebagai satu fasa
sendiri, karena memberikan kontribusi sifat yang seragam. Seperti
dijelaskan di atas, di dalam satu fasa, biasa terbentuk dalam satu butir.
Namun, untuk Pearlite berbeda, karena ada dua fasa dalam satu butir.
Karena butir berukuran lebih besar dari ukuran fasa Ferrite dan
Cementite itu sendiri (ukuran terkecil yang bisa dikarakterisasi
sebesar ukuran indentasi dari uji keras mikro vickers, sekitar 50
mikron), maka Pearlite, atas kesepakatan bersama para ahli material,
digolongkan sebagai satu fasa dalam satu butir. Pearlite memiliki
morfologi mirip seperti lapisan (lamellae) antara Ferrite (hitam) dan
Cementite (putih).

3. Austenite (γ)
Gamma Iron merupakan fasa yang terbentuk pada terbentuk pada
temperatur 1140 derajat celcius, dengan kelarutan karbon 2,08%.
Kelarutan karbon akan turun menjadi o,08% pada 723 derajat celcius.
Fasa ustenite terlihat jelas pada gambar di bagian Ferrite di atas,
berwarna putih. Hal ini menunjukkan bahwa fasa ini memiliki
ketahanan karat yang lebih baik daripada fasa yang lain. Austenite
merupakan fasa yang tidak stabil di temperatur kamar, sehingga
dibutuhkan komposisi paduan lain yang akan berungsi sebagai
penstabil fasa austenite pada temperatur kamar, contohnya adalah
mangan (Mn).
4. Cementite (Fe3C)
Cementite merupakan fasa intermetalik yang terbentuk pada
logam dengan kelarutan karbon maksimal 6,67 %. Kelarutan karbon
yang tinggi memberikan sifat keras pada fasa ini, dan berkontribusi
bersama dengan ferrite untuk menentukan kekuatan dari suatu logam.
Gambar di sebelah kanan menunjukkan fasa cementite yang
didapatkan dari proses pendinginan lambat baja cor putih.

5. Delta Iron (Delta Ferrite)


Delta Iron merupakan fasa yang terbentuk dan stabil pada
temperatur sekitar 1500 derajat celcius. Pada daerah ini, karbon yang
bisa menjadi interstisi didalam besi maksimal sekitar 0.09%. Tahu
darimana? Garis mendatar. Delta, di sebelah kiri, memiliki garis
kelarutan karbon (lebih dari 0.025% dan kurang dari 0.5%), garis
mendatar di sebelah kanan, menunjukkan kelarutan karbon maksimal.
Fasa delta ini cenderung lunak dan tidak stabil pada suhu kamar.
Struktur kristal yang terbentuk adalah BCC. Gambar di sebelah kanan
menunjukkan gambar struktur mikro Delta Iron yang
di etching menggunakan teknik metalurgi khusus pada baja stainless
steel.
2.1.3 Tujuan Heat Treatment

Tujuan dari dilakukannya heat treatment diantaranya :

1. Menghilangkan tegangan dalam


2. Mempermudah proses machining
3. Memperbaiki keuletan dan kekuatan material
4. Mempersiapkan material untuk pengolahan berikutnya.
5. Mengurangi kebutuhan daya pembentukan dan kebutuhan
energi.
6. Memperbesar atau memperkecil ukuran butiran agar seragam.
7. Menghasilkan pemukaan yang keras disekeliling inti yang
ulet.
8. Mengeraskan logam sehingga tahan aus dan kemampuan
memotong meningkat.

2.2 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Proses Heat Treatment

1. Pengaruh Unsur Karbon


Kekerasan baja ini tergantung dari pada jumlah karbon yang terkandung
di dalam baja, dimana makin tinggi prosentase karbonnya makin keras baja.
Berdasarkan kandungan karbonnya, baja dapat dikelompokkan menjadi :
a. Baja karbon rendah (low carbon steel) yang mengandung karbon kurang
dari 0.3%
b. Baja karbon sedang (medium carbon steel) yang mengandung karbon
0.3%-0.7%
c. Baja karbon tinggi (high carbon steel) kandungan karbon sekitar 0.7%-
1.3%

2. Pengaruh Suhu Pemanasan


Baja karbon rendah dipanaskan diatas titik kritis atas (tertinggi). Seluruh
unsur karbon masuk ke dalam larutan padat dan selanjutnya didinginkan. Baja
karbon tinggi biasanya dipanaskan hanya sedikit diatas titik kritis terendah
(bawah). Dalam hal ini, terjadi perubahan perlit menjadi austenit. Pendinginan
yang dilakukan pada suhu itu akan membentuk martensit. Juga sewaktu
kandungan karbon diatas 0,83% tidak terjadi perubahan sementit bebas
menjadi austenit, karena larutannya telah menjadi keras. Sehingga perlu
dilakukan pemanasan pada suhu tinggi untuk mengubahnya dalam bentuk
austenit. Lamanya pemanasan bergantung atas ketebalan bahan tetapi bahan
harus tidak berukuran panjang karena akan menghasilkan struktur yang kasar.

3. Pengaruh Pendinginan
Jika baja didinginkan dengan kecepatan minimum yang disebut dengan
kecepatan pendinginan kritis maka seluruh austenit akan berubah ke dalam
bentuk martensit. Sehingga akan dihasilkan kekerasan baja yang maksimum.
Adapun kecepatan pendinginan kritis adalah bergantung pada komposisi
kimia baja. Kecepatan pendinginan tergantung pada pendinginan yang
digunakan. Untuk pendinginan yang cepat digunakan larutan garam atau soda
api yang dimasukkan ke dalam air. Sementara itu, untuk pendinginan yang
sangat lambat digunakan embusan udara secara cepat melalui batas
lapisannya.
4. Pengaruh Bentuk
Baja cair bila didinginkan melai membeku pada titik-titk inti yang cukup
banyak. Atom-atom yang tergabung dalam kelompok di sekitar suatu inti
cenderung memiliki letak yang serupa. Ukuran butir tergantung pada beberapa
factor anatara lain laju pendinginan sewaktu pembekuan. Baja dengan butiran
yang kasar kurang tangguh dan kecenderungan untuk distorsi. Besar butir
dapat dikendalikan melalui komposisi pada waktu proses pembuatan , akan
setelah baja jadi dapat dikendalikan melalui perlakuan panas.

5. Pengaruh ketebalan bahan


Pengaruh ketebalan bahan terhadap lama pemanasan atau penahanan pada
suhu tertentu adalah semakin tebal bahan yang akan di heat treatment maka
semakin lama waktu penahanan yang diperlukan.

2.3 Proses-Proses pada Heat Treatment

1. Hardening (Pengerasan)
Proses Hardening atau pengerasan baja adalah suatu proses pemanasan
logam sehingga mencapai batas austenit yang homogen. Untuk mendapatkan
kehomogenan ini maka austenit perlu waktu pemanasan yang cukup.
Selanjutnya secara cepat baja tersebut dicelupkan ke dalam media pendingin,
tergantung pada kecepatan pendingin yang kita inginkan untuk mencapai
kekerasan baja.
Pada waktu pendinginan yang cepat pada fase austenit tidak sempat
berubah menjadi ferit atau perlit karena tidak ada kesempatan bagi atom-atom
karbon yang telah larut dalam austenit untuk mengadakan pergerakan difusi
dan bentuk sementit oleh karena itu terjadi fase mertensit, ini berupa fase yang
sangat keras dan bergantung pada keadaan karbon. Martensit adalah fasa
metastabil terbentuk dengan laju pendinginan cepat, semua unsur paduan
masih larut dalam keadaan padat. Pemanasan harus dilakukan secara bertahap
(preheating) dan perlahan-lahan untuk memperkecil deformasi ataupun resiko
retak. Setelah temperatur pengerasan (austenitizing) tercapai, ditahan dalam
selang waktu tertentu (holding time) kemudian didinginkan cepat.

Pada dasarnya baja yang telah dikeraskan bersifat rapuh dan tidak cocok
untuk digunakan. Melalui temper, kekerasan, dan kerapuhan dapat diturunkan
sampai memenuhi persyaratan. Kekerasan turun, kekuatan tarik akan turun,
sedang keuletan dan ketangguhan akan meningkat. Pada saat tempering proses
difusi dapat terjadi yaitu karbon dapat melepaskan diri dari martensit berarti
keuletan (ductility) dari baja naik, akan tetapi kekuatan tarik, dan kekerasan
menurun. Sifat-sifat mekanik baja yang telah dicelup, dan di-temper dapat
diubah dengan cara mengubah temperatur tempering.

Untuk mencapai suhu austenit ± 900 ºC harus dilakukan pemanasan


bertahap, misalnya untuk Special K (Bohler) suhu hardening 950-980 ºC
untuk mencapai kekerasan 63-65 RC, dengan media quenching oli atau udara

Untuk mencapai suhu 950 ºC harus dipanaskan bertahap yaitu

1. Suhu 450 ditahan selama 10 menit / 10 mm tebal material

2. Lalu dipanaskan lagi ke 750 ºC selama 10 menit / 10 mm tebal material

3. Lalu dipanaskan kembali sampai suhu 950-980 ºC


4. Di tahan sebentar lalu di keluarkan dan di celupkan kedalam oli
quenching sambil digoyang goyang supaya gelembung asap cepat terlepas
dari permukaan baja sehingga pendinginannya dapat merata.

5. Jika bentuk dari material yang dikeraskan berpenampang komplex atau


benda tersebut berpenampang tipis, temperatur pengerasan harus memakai
atas bawah, sedangkan juka material besar dan tebal atau berbentuk
sederhana memakai temperatur pengerasan batas atas.

Ada beberapa penyebab kegagalan proses Hardening :

a. Suhu pengerasan terlalu rendah sehingga suhu belum mencapai pada


temperature austenit sehingga kekerasan tidak tercapai seperti yang
diharapkan

b. Pemanasan terlalu cepat sehingga temperatur inti dari benda kerja


belum sama dengan temperatur kulit luar pada baja.

c. Tidak adanya proses pemanasan bertahap dan tidak adanya waktu


penahanan pada proses pemanasan sehingga pada waktu di quenching
benda kerja akan mengalami retak.

d. Timbulnya nyala api yang mengakibatkan terlepasnya karbon pada


permukaan benda kerja, sehingga permukaan benda kerja kurang keras.

e. Kesalahan pemilihan media quenching, misalnya baja keras ilo di


quenching dengan air.

2. Annealing
Proses anneling atau melunakkan baja adalah prose pemanasan baja di atas
temperature kritis ( 723 °C ) selanjutnya dibiarkan bebrapa lama sampai
temperature merata disusul dengan pendinginan secara perlahan-lahan sambil
dijaga agar temperature bagian luar dan dalam kira-kira sama hingga diperoleh
struktur yang diinginkan dengan menggunakan media pendingin udara.
Proses soft anneling ini dapat dilakukan dengan 2 cara :

1. Benda kerja dipanaskan secara merata sampai temperatur titik ubah A1


( diatas 721 ºC ) ditahan sebentar supaya suhu pada inti benda kerja sama
dengan suhu pada permukaan benda kerja, lalu didinginkan di oven agar
pendinginan dapat berlangsung secara teratur.

2. Benda kerja dipanaskan dibawah titik ubah atau hampir menyentuh titik
ubah lalu ditahan dengan waktu yang lama 2sampai 20 jam, baru
didinginkan secara teratur. Tidak seperti cara pertama, pada cara kedua ini
kecepatan pendinginan disini tidak mempunyai pengaruh apapun.

Tujuan proses anneling :

a. Melunakkan material logam

b. Menghilangkan tegangan dalam / sisa

c. Memperbaiki butir-butir logam

3. Normalizing
Normalizing adalah suatu proses pemanasan logam hingga mencapai fase
austenit yang kemudian diinginkan secara perlahan-lahan dalam media
pendingin udara. Hasil pendingin ini berupa perlit dan ferit namun hasilnya
jauh lebih mulus dari anneling. Prinsip dari proses normalizing adalah untuk
melunakkan logam. Namun pada baja karbon tinggi atau baja paduan tertentu
dengan proses ini belum tentu memperoleh baja yang lunak, mungkin berupa
pengerasan dan ini tergantung dari kadar karbon.

4. Tempering
Perlakuan untuk menghilangkan tegangan dalam dan menguatkan baja
dari kerapuhan disebut dengan memudakan (tempering). Tempering
didefinisikan sebagai proses pemanasan logam setelah dikeraskan pada
temperatur tempering (di bawah suhu kritis), yang dilanjutkan dengan proses
pendinginan. Baja yang telah dikeraskan bersifat rapuh dan tidak cocok untuk
digunakan, melalui proses tempering kekerasan dan kerapuhan dapat
diturunkan sampai memenuhi persyaratan penggunaan. Kekerasan turun,
kekuatan tarik akan turun pula sedang keuletan dan ketangguhan baja akan
meningkat. Meskipun proses ini menghasilkan baja yang lebih lunak, proses
ini berbeda dengan proses anil (annealing) karena di sini sifat-sifat fisis dapat
dikendalikan dengan cermat. Pada suhu 200°C sampai 300°C laju difusi
lambat hanya sebagian kecil. karbon dibebaskan, hasilnya sebagian struktur
tetap keras tetapi mulai kehilangan kerapuhannya. Di antara suhu 500°C dan
600°C difusi berlangsung lebih cepat, dan atom karbon yang berdifusi di
antara atom besi dapat membentuk sementit.
Secara kimia selama tempering yang terjadi adalah atom C yang setelah
proses hardening terperangkap pada jaringan besi Alfa dan pada proses
pemanasan tempering atom C mendapat kesempatan untuk melakukan diffuse
yaitu pemerataan kadar C tanpa adanya halangan dan kembali menjadi
Zementit.Proses ini berlangsung terus sehingga diperoleh struktur ferrite yang
bercampur dengan zementit, dan diperoleh struktur yang ulet.
Tempering ini bertujuan untuk :
a. Mengurangi kekerasan
b. Mengurangi tegangan dalam
c. Memperbaiki susunan struktur Baja
Menurut tujuannya proses tempering dibedakan sebagai berikut:
a. Tempering pada suhu rendah ( 150° – 300°C )
Tempering ini hanya untuk mengurangi tegangan-tegangan kerut
dan kerapuhan dari baja, biasanya untuk alat-alat potong, mata bor dan
sebagainya.
b. Tempering pada suhu menengah ( 300° - 550°C )
Tempering pada suhu sedang bertujuan untuk menambah keuletan
dan kekerasannya sedikit berkurang. Proses ini digunakan pada alat-
alat kerja yang mengalami beban berat, misalnya palu, pahat, pegas.
Suhu yang digunakan dalam penelitian ini adalah 500C pada proses
tempering.
c. Tempering pada suhu tinggi ( 550° - 650°C )
Tempering suhu tinggi bertujuan memberikan daya keuletan yang
besar dan sekaligus kekerasannya menjadi agak rendah misalnya pada
roda gigi, poros batang pengggerak dan sebagainya.
5. Quenching
Proses quenching adalah suatu proses pemanasan logam sehingga
mencapai batas austenite yang homogen. Untuk mendapatkan kehomogenan
ini maka austenite perlu waktu pemanasan yang cukup. Selanjutnya secara
cepat baja tersebut dicelupkan ke dalam media pendingin, tergantung pada
kecepatan pendingin yang kita inginkan untuk mencapai kekerasan baja. Ini
mencegah proses suhu rendah, seperti transformasi fase dari terjadi hanya
menyediakan jendela sempit waktu di mana reaksi ini menguntungkan kedua
termodinamika dan kinetis diaksies, dapat mengurangi kristalinitas dan
dengan demikian meningkatkan ketangguhan dari kedua paduan dan plastik
(dihasilkan melalui polimerisasi).
Pada waktu pendinginan yang cepat pada fase austenit tidak sempat
berubah menjadi ferrite atau perlite karena tidak ada kesempatan bagi atom-
atom karbon yang telah larut dalam austenit untuk mengadakan pergerakan
difusi dan bentuk sementi. Oleh karena itu, terjadi fase lalu yang martensit,
yang mana berupa fase yang sangat keras dan bergantung pada keadaan
karbon.

2.4 Jenis-Jenis Pengerasan Permukaan Logam

1. Karburasi
Cara ini sudah lama dikenaloleh orang sejak dulu. Dalam cara ini, besi
dipanaskan di atas suhu dalam lingkungan yang mengandung karbon, baik
dalan bentuk padat, cair ataupun gas. Beberapa bagian dari cara kaburasi
yaitu kaburasi padat, kaburasi cair dan karburasi gas.

2. Karbonitiding
Karbonitiding adalah suatu proses pengerasan permukaan dimana baja
dipanaskan di atas suhu kritis di dalam lingkungan gas dan terjadi penyerapan
karbon dan nitrogen. Keuntungan karbonitiding adalah kemampuan
pengerasan lapisan luar meningkat bila ditambahkan nitrogen sehingga dapat
diamfaatkan baja yang relative murah ketebalan lapisan yang tahan antara
0,80 sampai 0,75 mm.

3. Cyaniding
Cyaniding adalah proses dimana terjadi absobsi karbon dan nitrogen untuk
memperoleh specimen yang keras pada baja karbon rendah yang sulit
dikeraskan.

4. Nitriding
Nitriding adalah proses pengerasan permukaan yang dipanaskan sampai ±
510°c dalam lingkungan gas ammonia selama beberapa waktu.

2.5 Media Pendingin

1. Air Garam
Air memiliki viskositas yang rendah sehingga nilai kekentalan cairan
kurang, sehingga laju pendinginan cepat dan massa jenisnya lebih besar
dibandingkan dengan media pendingin lainnya seperti air,solar,oli,udara,
sehingga kecepatan media pndingin besar dan makin cepat laju
pendinginannya.
2. Air
Air memiliki massa jenis yang besar tapi lebih kecil dari air garam,
kekentalannya rendah sama dengan air garam. Laju pendinginannya lebih
lambat dari air garam.
3. Solar
Solar memiliki viskositas yang tinggi dibandingkan dengan air dan massa
jenisnya lebih rendah dibandingkan air sehingga laju pendinginannya lebih
lambat.
4. Oli
Oli memiliki nilai viskositas atau kekentalan yang tertinggi dibandingkan
dengan media pendingin lainnya dan massa jenis yang rendah sehingga laju
pendinginannya lambat.
5. Udara
Udara tidak memilki viskositas tetapi hanya memiliki massa jeni sehingga
laju pendinginannya sangat lambat.

2.6.1 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Laju Pendinginan pada Media


Pendingin

1. Densitas
Semakin tinggi densitas suatu media pendingin, maka semakin cepat
proses pendinginan oleh media pendingin tersebut.
2. Viskositas
Semakin tinggi viskositas suatu media pendingin, maka laju pendinginan
semakin lambat, Viskositas adalah sebuah ukuran penolakan sebuah fluid
terhadap perubahan bentuk di bawah tekanan shear. Biasanya diterima sebagai
"kekentalan", atau penolakan terhadap penuangan. Viskositas
menggambarkan penolakan dalam fluid kepada aliran dan dapat dipikir
sebagai sebuah cara untuk mengukur gesekan fluid. Air memiliki viskositas
rendah, sedangkan minyak sayur memiliki viskositas tinggi.

2.7 Pengujian Bahan

Proses pengujian bahan adalah proses pemeriksaan bahan-bahan untuk


diketahui sifat dan karakteristiknya yang meliputi sifat mekanik, sifat fisik, bentuk
struktur dan komposisi unsur-unsur yang terdapat di dalamnya. Melalui pengujian
kita dapat mengetahui sifat-sifat mekanik logam dan sifat fisik lainnya, seperti
kekerasan, kekuatan, dan plastisitas bahan. Adapun jenis pengujiannya antara lain
yaitu:
2.7.1 Pengujian Kekerasan

Salah satu sifat mekanik beban yang penting adalah kekerasan dari
suatu bahan, dilakukan pengujian kekerasan dari suatu bahan,
dilakukan pengujian kekerasan menurut suatu metode tertentu.
Pengujian kekerasan ini bertujuan :
1. Untuk memperoleh harga kekerasan suatu logam
2. Untuk mengetahui perubahan suatu sifat dan perubahan suatu
kekerasan dari logam setelah di heat treatment
3. Untuk mengetahui kekerasan baja terhadap kecepatan pendinginan
4. Untuk mengetahui perbedaan kekerasan yang disebabkan oleh
media pendingin.

Kekerasan suatu bahan pada umumnya menyatakan deformasi dan


untuk logama dengan sifat tersebut merupakan ukuran ketahanannya
terhadap deformasi plastik atau deformasi permanen apabila yang
menyatakan kekerasan sebagai ukuran terhadap lekukan da nada pula
yang mengartikan kekerasan sebagai ukuran kemudahan dan kuantitas
khusus yang menunjukkan suatu mengenai kekuatas dan perlakuan
panas dari suatu logam.
Terdapat 3 jenis ukuran kekerasan secara umum, yang bergantung
pada cara, ketiga jenis tersebut adalah :
1. Kekerasan Goresan (Stracth Hardness)
Kekerasan goresan adalah kekerasan yang diukur dari hasil
goresan yang terdapat pada benda kerja, misalnya pada pengujian
MOHS.
2. Kekerasan Lekukan (Identation Hardness)
Kekrasan leukukan adalah harga kekasaran yang diukur
dari lekukan yang terdapat pada benda kerja.
3. Kekasaran Pantulan (Rebound Hardness) atau Kekasaran Dinamik
(Dynamic Hardness)
Kekasaran pantulan atau kekasaran dinamik merupakan
harga kekasaran yang diukur dari hasil pantulan yang dilakukan
pada saat pengujian

Penentuan kekerasan untuk keperluan industry biasanya


digunakan metode pengukuran ketahanan ppenetrasi bola kecil, kerucut,
atau piramida. Pengujian kekerasan adalah satu dari sekian banyak
pengujian yang dipakai, karena dapat dilakukan pada benda uji kecil tanpa
kesukaran mengenai spesifikasinya.
Di dunia teknik, umumnya pengujian kekerasan menggunakan 4
macam metode pengujian kekerasan, yakni :
1. Rockwell (HR/RHN
2. Brinnel (HB / BHN)
3. Vikers (HV / VHN)
4. Micro Hardness
2.7.1.1.1 Pengujian Kekerasan Rockwell

Rockwell merupakan metode yang paling umum


digunakan karena simple dan tidak menghendaki
keahlian khusus. Digunakan kombinasi variasi indenter
dan beban untuk bahan metal dan campuran mulai dari
bahan lunak sampai keras.
Pada cara rockwell pengukuran langsung dilakukan
oleh mesin, dan mesin langsung menunjukan angka
kekerasan dari bahan yang di uji. Cara ini lebih cepat
dan lebih akurat. Pada cara rockwell yang normal ,
permukaan logam yang di uji di tekan oleh indentor
dengan gaya tekan 10 kg, beban awal (minor load Po)
sehinga ujung indikator menembus permukan sedalam
h.. Selama itu penekanan di teruskan dengan
memberikan beban utama di lepas; hanya tinggal beban
awal pada saat ini kedalaman penetrasi ujung indentor
adalah Dengan cara rokwell dapat digunakan beberapa
skala tergantung pada kombinasi jenis indentor dan
besar beban utama yang digunakan. Macam skala dan
jenis indentor serta besar beban utama dapat dilihat
pada tabel
Skala yang umum dipakai dalam pengujian
Rockwell adalah :
a. HRa (Untuk material yang sangat keras)
b. HRb (Untuk material yang lunak). Identor berupa
bola baja dengan diameter 1/16 Inchi dengan
beban uji 100 Kgf.
c. HRc (Untuk material dengan kekerasan sedang).
Identor berupa kerucut intan dengan sudut puncak
120 derajat dan beban uji sebesar 150 kgf.

Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell


bertujuan menentukan kekerasan suatu material dalam
bentuk daya tahan material terhadap benda uji (speciment)
yang berupa bola baja ataupun kerucut intan yang
ditekankan pada permukaan material uji tersebut.

2.7.1.2 Pengujian Kekerasan Brinnel


Pengujian kekerasan dengan metode Brinnel bertujuan
untuk menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya
tahan material terhadap bola baja (identor) yang ditekankan
pada permukaan material uji tersebut (speciment). Idealnya,
pengujian Brinnel diperuntukan bagi material yang memiliki
kekerasan Brinnel sampai 400 HB, jika lebih dati nilai tersebut
maka disarankan menggunakan metode pengujian Rockwell
ataupun Vickers. Angka Kekerasan Brinnel (HB) didefinisikan
sebagai hasil bagi (Koefisien) dari beban uji (F) dalam Newton
yang dikalikan dengan angka faktor 0,102 dan luas permukaan
bekas luka tekan (injakan) bola baja (A) dalam milimeter
persegi. Identor (Bola baja) biasanya telah dikeraskan dan
diplating ataupun terbuat dari bahan Karbida Tungsten. Jika
diameter Identor 10 mm maka beban yang digunakan (pada
mesin uji) adalah 3000 N sedang jika diameter Identornya 5
mm maka beban yang digunakan (pada mesin uji) adalah 750
N.
Diameter bola dengan gaya yang di berikan mempunyai
ketentuan, yaitu:
1. Jika diameter bola terlalu besar dan gaya yang di berikan
terlalu kecil maka akan mengakibat kan bekas lek/ukan
yang terjadi akan terlalu kecil dan mengakibat kan sukar
diukur sehingga memberikan informasi yang salah.
2. Jika diameter bola terlalu kecil dan gaya yang di berikan
terlalu besar makan dapat mengakibat kan diameter bola
pada benda yang di uji besar (amblas nya bola)sehingga
mengakibat kan harga kekerasan nya menjadi salah.
3.

Pengujian kekerasan pada brinneel ini biasa disebut


BHN(brinnel hardness number). Pada pengujian brinnel akan
dipengaruhi oleh beberapa factor berikut:
1. Kehalusan permukaan.
2. Letak benda uji pada identor.
3. Adanya pengotor pada permukaan.

Dalam Praktiknya, pengujian Brinnel biasa dinyatakan


dalam (contoh ) : HB 5 / 750 / 15 hal ini berarti bahwa
kekerasan Brinell hasil pengujian dengan bola baja (Identor)
berdiameter 5 mm, beban Uji adalah sebesar 750 N per 0,102
dan lama pengujian 15 detik. Mengenai lama pengujian itu
tergantung pada material yang akan diuji. Untuk semua jenis
baja lama pengujian adalah 15 detik sedang untuk material
bukan besi lama pengujian adalah 30 detik.

Pengujian brinell adalah salah satu carapengujian


kekerasan yang paling banyak digunakan. Pada pengujian
brinel digunakan bola baja yang dikeraskan sebagai indentor.
Kekerasan Brinel zl dihitung sebagai

BHN = luas tampak tekan


P = gaya tekan (kg)
D = diameter bola indentor [mm]
d = diameter tampak tekan [mm]

2.7.1.3 Pengujian Kekerasan Vickers

Vickers adalah hampir sama dengan uji kekerasan Brinell


hanya saja dapat mengukur sekitar 400 VHN. Pengujian
kekerasan dengan metode Vickers bertujuan menentukan
kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material
terhadap intan berbentuk piramida dengan sudut puncak
136.Derajat yang ditekankan pada permukaan material uji
tersebut. Angka kekerasan Vickers (HV) didefinisikan sebagai
hasil bagi (koefisien) dari beban uji (F) dalam Newton yang
dikalikan dengan angka faktor 0,102 dan luas permukaan bekas
luka tekan (injakan) bola baja (A) dalam milimeter persegi.

Hasil pengujian kekerasan vickers ini tidak akan


bergantung pada besar gaya tekan (tidak seperti pada Brinell),
dengan gaya tekan yang berbeda akan menunjukan hasil yang
sama untuk bahan yang sama. dengan demikian vickers dapat
mengukur kekrasan bahan mulai dari yang sangat lunak (5HV)
sampai yang amat keras (1500HV) tanpa perlu mengganti gaya
tekan.

Secara matematis dan


setelah disederhanakan, HV
sama dengan 1,854 dikalikan
beban uji (F) dibagi dengan
diagonal intan yang
dikuadratkan.

Beban uji (F) yang biasa dipakai adalah 5 N per 0,102; 10 N


per 0,102; 30 N per 0,102N dan 50 per 0,102 N.
Dalam Praktiknya, pengujian Vickers biasa dinyatakan
dalam (contoh ) : HV 30 hal ini berarti bahwa kekerasan
Vickers hasil pengujian dengan beban uji (F) sebesar 30 N per
0,102 dan lama pembebanan 15 detik. Contoh lain misalnya
HV 30 / 30 hal ini berarti bahwa kekerasan Vickers hasil
pengujian dengan beban uji (F) sebesar 30 N per 0,102 dan
lama pembebanan 30 detik.
Angka kekerasan vickers dihitung dengan :

2.7.1.4 Uji Kekerasan Mikro

Pada pengujian ini identor nya menggunakan intan kasar


yang di bentuk menjadi piramida. Bentuk lekukan intan
tersebut adalah perbandingan diagonal panjang dan pendek
dengan skala 7:1. Pengujian ini untuk menguji suatu material
adalah dengan menggunakan beban statis. Bentuk idento yang
khusus berupa knoop meberikan kemungkinan membuat
kekuatan yang lebih rapat di bandingkan dengan lekukan
Vickers. Hal ini sangat berguna khususnya bila mengukur
kekerasan lapisan tipisatau emngukur kekerasan bahan getas
dimana kecenderungan menjadi patah sebanding dengan
volume bahan yang ditegangkan.
Angka kekerasan knoop dihitung sebagai berikut :

Mengingat bentuk identornya maka knoopakan


menghasilkan identitas yang sangat dangkal jika dibandingkan
dengan vickers, sehiingga sangat cocok untuk pengujian
kekerasan pada lapisan yang sangat tipis

Pemilihan masing-masing skala metode pengujian


bergantung pada :
1. Permukaan material
2. Jenis dan dimensi material
3. Jenis data yang diinginkan
4. Ketersedian alat uji

You might also like