Professional Documents
Culture Documents
EDISI 27/2010
Misalnya, pandangan Baudrillard mengenai konsep hyper (baca: melampaui) mungkin koheren dengan konsep ultra/super
COVER BY: dalam pemikiran Nietzsche. Perkembangan teknologi informasi terkini seperti cyberspace merupakan contoh dari apa yang dise-
THOMAS HERBRICH but hyper-mind dimana prinsip cyberspace sebagai suatu jaringan-jaringan pikiran manusia yang bersatu membentuk pikiran-
pikiran lebih tinggi. Di masa lalu, itu adalah ketidakmungkinan, tetapi sekarang apa yang dinyatakan dalam pemikiran-pemikiran
mereka adalah keniscayaan yang menjadi keseharian kita.
Mewujudkan mimpi menjadi sesuatu yang “nyata” adalah keinginan manusia sejak masa purba, meskipun mimpi juga kenyataan
PT Imajinasia Indonesia, itu sendiri karena setiap manusia bermimpi. Rama Surya, menjelmakan mimpi kanak-kanak dan masa remajanya dalam fotograf-
www.thelightmagz.com
fotograf hitam putihnya. Penciptaan dunia baru dalam mengatasi ketidakmungkinan pengabadian momen yang menentukan
sebelum fotografi lahir.
PEMIMPIN PERUSAHAAN:
Ignatius Untung,
Agus Pande adalah fotografer dari Bali yang membalikkan ketidakmungkinan persaingan fotografer lokal dengan fotografer bule
PEMIMPIN REDAKSI: yang selalu mendapatkan bayaran lebih tinggi. Kualitas dan sikap yang berani mendidik klien adalah metodenya. Ada pula foto-
Siddhartha Sutrisno, grafer Singapura, Deanna Ng yang tertarik membuat fotograf-fotograf tentang pasar kemanapun ia pergi, satu lagi kemungkinan
KONTRIBUTOR: yang sebagian dari kita mengatakan tidak mungkin.
Thomas Herbrich, Rama Surya,
Agus Pande, Deanna Ng, Memiliki sikap otentik, pada banyak fotografer, pemula sampai profesional selalu dianggap ketidakmungkinan dengan argumen-
Siddhartha Sutrisno, Ignatius tasi tak mengikuti trend berarti “bunuh diri”. Sikap otentik adalah seumpama “silent road” yang jika tidak pernah dijalani sebena-
Untung rnya tak berhak atas klaim bunuh diri tadi. Selalu ada kemungkinan “menarik” di jalan sunyi.
WEBMASTER:
Gatot Suryanto Kemunculan messiah fotografi Indonesia dalam pandangan skeptis jangka pendek adalah ketidakmungkinan. Tetapi ‘uber-
LAYOUT & GRAPHIC: mensch’ selalu dirundung keinginan mewujudkannya dalam keniscayaan. The Light bersama-sama mencoba mewujudkannya
Imagine Asia Indonesia
dalam event yang akan segera hadir di bulan Maret. Perjuangkan takdirmu!
Selamat membaca
“Hak cipta semua foto dalam majalah ini milik fotografer yang bersangkutan dan pihak-pihak yang terlibat dalam pembuatannya, serta dilindungi oleh Undang-undang. Penggunaan foto-foto dalam
majalah ini sudah seijin fotografernya. Dilarang menggunakan foto dalam majalah ini dalam bentuk / keperluan apapun tanpa ijin tertulis pemiliknya.”
public relation
dokter produser
designer make up artist masinis
mantri kuli pangul tokoh agama
akuntan
tukang kain mahasiswa
tukang becak
DJ
menteri tukang sol sepatu aktor aktris
jaksa koki tukang ojeg satpam
presiden
guru pemulung
dosen
bankirtukang batu tukang bajaj
nahkoda model
filsuf
politikus
sutradara sopir pramuka
bartender kasir
manager tukang tukang patri
loak pengacara tukang bakso
tentara pilot perawat polisi tukang kayu
pengangguran
dukun musisi
direktur
pelayan wartawan
bisa menjadi...
The bank buildings are very well- the tedious rituals of gaining approval
known in Germany, so it was easy to to take photos from various property
use them as symbolic objects. When administration offices, I prefer to look
standing directly in front of them around for tower buildings under
though, one can only photograph construction. We were in luck: one was
them with a very wide angle lens and just being built directly on the river
slightly distorted, which makes it diffi- Main, and already had all thirty storeys
cult to portray a group of buildings. So finished. Yes, of course the obligatory
I had to take the photos from a greater “KEEP OUT! PARENTS ARE RESPONSIBLE
At the moment everyone’s talking about the “bank crisis”, so I made a picture to
go with it. I chose downtown Frankfurt as the location, as Frankfurt is Germany’s
financial centre.
I love spectacular scenes and I’ve already made quite a number of “catastrophe
photos”. As long as one is not in the middle of the real scenario, that’s easy to do ...
My idea this time was to show the demise of the banking world, as it gets washed
away by a huge storm flood..
line required a victim: the banker. I could have made that really spooky, but I pre-
ferred a bizarre setting. A man holding on to a street lamp certainly looks weird.
He’s looking into the camera and seems to be on the point of slipping away. This
final, surprised look I copied from Laurel & Hardy.
Unfortunate, though, that we had to carry our equipment right up to the rooftop
on foot. And up there on the windy, unsecured rooftop, I realised why this was
absolutely no place for children! Anyway, I got good pictures of all the important
banks. Citizens of Frankfurt: please forgive me for not positioning them properly
within the finished picture, but in this case the directive was “story before truth”.
My brother Markus (you know: my universal studio genius) built a huge copper
pipe as the lamppost. Our friend Andreas gave his all in my studio to represent
Now to the foreground: to give the picture more depth and to prevent it from
the drowning banker in wet clothing. It’s hard to imagine just how difficult it is to
looking merely like a dramatised landscape, I needed a person in there. The story-
hang on to a smooth pipe in soaking wet gear!
For the water effects, I only It took me 11/2 days to create the flood wave and include the buildings – all in
had to search in my large ar- all, the composition contains 35 pictures. Have you noticed that I assembled all
chives where I have plenty of the buildings slightly crookedly? Not one of them is straight. That may not really
photos of waterfalls, wild wa- be logical, but it’s important for the atmosphere. And because the press is always
ters etc. There I found ample present in such situations, there’s a helicopter hovering in the background ...
storm flood material for this
fairly complex photo composi-
tion (I actually combined more
than 20 water photos here).
Deanna Ng,
Berburu
momen,
keluar
masuk pasar
Beberapa tahun yang lalu seorang fotografer kenamaan Indonesia yang tinggal di
jerman mengaku melewati masa di mana selama bertahun-tahun ia hanya mau
memotret satu obyek saja yaitu besi. Kapanpun dan kemanapun ia pergi hanya
besi lah yang membuatnya berhenti dan memotret.
Beberapa fotografer memang berkeyakinan bahwa konsistensi dan keuletan
dalam menekuni suatu bidang dan bahkan satu object saja dalam satu periode
waktu akan mengasah kita untuk menemukan hal-hal yang tidak ditemui orang
lain. Untuk itu pada kesempatan kali ini kami mendatangkan seorang fotografer
wanita yang berdomisili di Singapore yang begitu tertarik membuat foto-foto
tentang pasar ke manapun ia pergi. Deanna Ng sudah pergi ke beberapa Negara
untuk memotret gambaran pasar melalui kameranya. Beberapa pasar di Indo-
nesia pun tidak luput dari sasarannya. Dan mudah-mudahan kesempatan untuk
menimba pemikiran dan pengalaman darinya bisa mengajarkan kita banyak hal
yang baik akan kesabaran dan konsistensi.
wrong with our that was my only lens for about 2 years. How do you find photography on
I learn a
influencing us to see how’s life. Do
pictures.” you think by doing a human interest
What interest you on photography? photography a photographer become
little more
about
more sensitive to humanity, or in
Like most amateur photographers, contrary photographer should be more
life and
I spent my weekends going to the sensitive to humanity in order to have
Singapore Botanical Gardens to pho- good capability doing human interest
tograph nature or to beach to photog-
raphy landscape. After a while, i got
photography? Please explain.
the world
bored and wanted to do more with my I think a photographer has to be sensi-
around
me.”
photographer. I took a course, called tive first because you need to be able
Shooting Home in 2004 with objec- to relate to your subjects to tell their
tives, a centre for filmmaking and pho- story. It’s not your story but theirs, so
“I wanted
Photography so that youth could start enced by the photography art of
earlier in life than i did. I started teach- seeing? Please explain how they can be
students
university and get a stable 9-5 jobs. I Photography offers them a different
did all that but i wasn’t happy. way of looking at life. Sometimes, they
are alter- brought up in Singapore and it seemed are actually reflecting on their sur-
natives in
like a mainstream process in life. Like roundings. For example, a student of
a manufacturing line. I wanted an mine wanted to photograph a series
life.”
alternative and it turned out to be of pictures of how everyone is always
photography. I wanted to share with plugged into their ear phones and lost
my students that there are alternatives in the their own world. It was interest-
in life. ing to see how she saw the world and
maybe that sense of disconnection
Do you think is it good for youth to with the people around her. In this era when digital photography
learn photography and to be influ- grows rapidly, so many people start to
we need to understand their lives be-
fore we even begin to photograph. It’s buy a DSLR camera and start shooting.
a two way street, When the people that But most of them interest more to fash-
you are photographing open up their “I think a photographer has to be ion & sexy kind of photography rather
“The cam-
of photography. It raises interest for
photography which is actually good for
photographers as it creates awareness.
era is just
I think most of my students realize how
a piece
of equip-
hard it is to get a good picture and it’s
not always about the camera. It makes
them appreciate photography bet-
ter. It’s not just point and shoot. The ment.
camera is just a piece of equipment.
What’s
more im-
What’s more important is the idea of
the photographer.
Oh dear..... I can’t describe it. Maybe, What kind of picture deserves labeled
Real? I try to keep it real. as the great one.
Hustle yang dari fotorgafer professional yang baik sebuah event fotografi terbesar yang
berubah dari
sepertinya menjadi sinyal utama yang belum pernah ada di Indonesia. Event
menginformasikan bahwa walaupun ini berupa pencarian bakat dalam
nothing men- secara kuantitas fotografi Indonesia bidang fotografi untuk nantinya di-
jadi something mengalami kemajuan, namun secara arahkan melalui serangkaian pelatihan
grafi. Di mana Proses pencarian bakat-bakat foto- Indonesia’s Next Top Photographer
jangan-jangan grafer muda seharusnya semakin tidak akan memulai debutnya melalui se-
sosok fotografer menjadi kendala mengingat secara rangkaian promo roadshow ke empat
secara tidak ter- kesempatan seluas-luasnya kepada juangkan kesempatan mereka menjadi
mal Rp.125.000 dan minimal Rp.50.000 untuk kelas-kelas dan kondisi tertentu.
“Ini jauh sangat murah jika mereka terpilih menjadi 5 orang yang akan mengi-
kuti pelatihan intensif selama 6 bulan penuh tanpa libur yang meliputi bidang
fotografi baik teknis maupun artistic, apresiasi seni, bisnis, dan bidang-bidang
lain yang terkait dengan fotografi seperti digital imaging, fashion & food styling,
make up dan bidang-bidang lainnya.” Ungkap Ignatius Untung, founder The Light
magazine yang juga menjadi penggagas ide program social ini.
Program ini akan melibatkan beberapa nama yang sudah dikenal dalam bidang
fotorgafi, bisnis dan seni dan hebatnya mereka semua mengajar tanpa dibayar
karena misi sosial yang diemban program ini.
Tema yang diusung dalam pelaksanaan Indonesia’s Next Top Photographer yang
pertama ini menyinggung tentang memberi kesempatan kepada semua orang.
“Di film Kungfu Hustle kita melihat bahwa seorang jago silat nomor satu dilahir- Chow dalam film Kungfu Hustle yang berubah dari nothing menjadi something
kan secara tidak sengaja dalam sosok Stephen Chow yang tidak terduga sebel- tanpa dugaan dan tanpa sengaja juga bisa terjadi di fotografi. Di mana jangan-
umnya. Stephen Chow memerankan tokoh pemuda pengangguran yang ingin jangan sosok fotografer terbaik Indonesia nantinya juga akan lahir secara tidak
menunjukkan eksistensinya sebagai orang yang dihormati. Tiga perempat dari terduga dan tidak sengaja dari sosok-sosok yang sangat amat jauh dari fotografi.”
cerita tersebut sama sekali membuat Sambungnya. “Tukang becak, dosen filsafat, polisi, tukang sampah, pengacara,
kita tidak menduga bahwa Stephen bankir, pekerja pelabuhan, pemulung bisa saja menjadi sosok-sosok yang jangan-
Chow itulah yang akhirnya menjadi jangan sudah digariskan untuk menjadi Indonesia’s Next Top Photographer. Dan
seorang jago silat nomor satu di dunia dengan mengabaikan sosok-sosok yang sangat jauh dari fotografi seperti mereka
setelah terkena pukulan maha dah- sama saja dengan mencegah lahirnya sosok Indonesia’s Next Top Photographer.”
syat dari lawannya. Cerita yang sama Lanjutnya lagi.
bisa kita temui pada bidang fotografi.
Menganggap bahwa fotografer terbaik Maka dari itu, materi visual promosi yang digunakan untuk mengkampanyekan
Indonesia masih belum dilahirkan program ini mengobarkan spirit keterbukaan terhadap berbagai kemungkinan.
(karena selalu ada yang lebih baik) Spirit memberikan kesempatan bahkan kepada setiap ketidakmungkinan inilah
membuat Indonesia’s Next Top Photog- yang dirasa mampu membangkitkan takdir yang jangan-jangan hampir terbatal-
rapher membuka berbagai kemungki- kan mengenai kelahiran sosok fotografer professional terbaik Indonesia.
nan untuk mencari dan menemukan Tertarik untuk mencoba memberikan diri anda kesempatan untuk menyingkap
sosok Indonesia’s Next Top Photogra- kebenaran mengenai sosok fotografer terbaik Indonesia yang jangan-jangan bisa
pher.” Jelas Untung. “Sosok Stephen saja anda? Kungjungi www.indonesiasnexttopphotographer.com
public relation
dokter produser
designer make up artist masinis
mantri kuli pangul tokoh agama
akuntan
tukang kain mahasiswa
tukang becak
DJ
menteri tukang sol sepatu aktor aktris
jaksa koki tukang ojeg satpam
presiden
guru pemulung
dosen
bankirtukang batu tukang bajaj
nahkoda model
filsuf
politikus
sutradara sopir pramuka
bartender kasir
manager tukang tukang patri
loak pengacara tukang bakso
tentara pilot perawat polisi tukang kayu
pengangguran
dukun musisi
direktur
pelayan wartawan
bisa menjadi...
“Saya bisa
nya yang indah. Dan hal itu pulalah fotografi. Tekadnya untuk “nyemplung” rajin. Saya tidak pernah bolos.” Ke-
yang seolah-olah membuat Bali keban- secara lebih serius ke dunia fotografi nangnya. Selama bersekolah di Brooks,
dengan sekitar 80 orang diantaranya meru- dan harus mengantarkan sang kekasih namun di sisi lain ia merasa mengalami
teknik
pakan gabungan keduanya. Sementara ke sebuah sesi pemotretan. Ia menyak- kemunduran. “Saya bisa memotret
di bidang komersil Bali masih menye- sikan daya tarik tersendiri dari peker- dengan teknik yang lebih bagus tapi
bagus tapi komersil terkemuka yang berdomisili di Tahun 1990 Agus tinggal di Singapore saikan sekolahnya, Agus pun memu-
saya mera-
Bali adalah Agus Pande. untuk mempersiapkan diri untuk tuskan untuk kembali ke Indonesia dan
belajar fotografi di Brooks Institute, setelah sempat bekerja selama 1 tahun
sa kreati-
Lelaki yang mengenal fotografi dari Amerika Serikat. Di sana ia sudah mem- di Jakarta ia kembali ke Bali.
pamannya yang membawa sebuah persiapkan diri dengan lebih banyak
“Jangan
karirnya di bidang fotografi walaupun
tanpa ada jaminan masa depan yang
jelas. Hingga pada suatu saat sebuah
kejadian merubah peruntungan Agus bikin
di bidang fotografi. “Waktu itu saya
cuma
satu. Bikin
dapat kerjaan untuk memotret restoran
yang tidak besar. Saya pikir, kenapa
tidak saya kerjakan saja. Dan benar saja
setelah saya kerjakan ternyata klien satu box
saya puas dan ia mau memberikan
dan kasih
ke saya
pekerjaan memotret untuk bisnisnya
yang lain.” Ungkapnya. “Suatu saat saya
semuan-
dimintai kartu nama. Dan karena saya
belum punya maka saya bilang apa
adanya. Klien saya itu pun menyuruh
saya untuk membuat kartu nama dan ya. Nanti
memberikan kepadanya. Saya pun
saya bagi-
bagikan ke
pulang dan membuat kartu nama. Es-
oknya saya kembali dan menyerahkan
selembar kartu nama seperti yang dim-
inta. Klien saya pun tertawa dan bilang. teman-te-
Jangan bikin cuma satu. Bikin satu box
dan kasih ke saya semuanya. Nanti saya
bagi-bagikan ke teman-teman saya.
man saya.”
Dan mulai saat itu secara perlahan tapi
pasti saya mendapat banyak pekerjaan
komersil.” Lanjutnya. Berkaca dari pen-
galaman tersebut Agus teringat akan
pesan seorang gurunya, bahwa untuk
mau maju harus mau berkorban juga
termasuk keluar uang.
“Kalau di-
fesi sebagai fotografer komersil, Agus
masih merasakan persaingan yang
jangan
kamu lebih mahal dari bule.” Saya jadi
bingung, kenapa seolah-olah jadi saya
percaya
fotografer-fotografer bule, Agus
mengedepankan rasa percaya diri dan
diri dan
kemauan yang keras untuk membuk-
tikannya. “Kalau dianggap remeh, jan-
ing bukti-
gak cuma dianggap bluffing.” Tegasnya.
Agus berpendapat ketika kita bisa
diri kita
dan mereferensikan kepada teman-
temannya. “Dan untungnya di Bali klien
berdasar,
relatif lebih loyal.” Lanjutnya.
dianggap
gulan dalam mencari nafkah di Bali.
“Menangnya orang asing adalah begitu
“Seringkali
hari mereka jumpai. Tidak seperti
orang Bali sendiri yang sudah kehilan-
gan kepekaan dalam melihat Bali, ini
karena mereka menyaksikan dan hidup saya mera-
di tengah-tengahnya setiap harinya.”
sa sering
menang
Ungkapnya.
Agus melihat fotografi di Bali belum
mendapat respek yang cukup baik dari
pendatang, berbeda dengan bidang perang
lain seperti surfing. “Di Bali, hanya surf-
ketika
menang
inglah yang mendapat penghormatan
yang luar biasa. Ketika juara dunia surf-
pitch-
ing ke Bali, walaupun lebih hebat dari
surfer Bali tapi mereka tetap hormat
dengan surfer lokal. Dan itu belum
terjadi di fotografi.” Ungkapnya. ing, tapi
kok masih
struggle
Berada di barisan papan atas fotografer
komersil Bali tidak membuat Agus
puas dan berhenti untuk menjadi lebih
baik lagi. Agus pun mengaku bahwa hidupnya.
ia masih lemah dalam pengetahuan
Artinya
masih
bisnis. “Saya suka ikut seminar bisnis.
Saya merasa masih sangat lemah di
ada yang
situ.” Akunya. “Seringkali saya merasa
sering menang perang ketika menang
pitching, tapi kok masih struggle
hidupnya. Artinya masih ada yang
salah.” Lanjutnya. Untuk itulah Agus
salah.”
berusaha memperkaya pengetahuan-
nya mengenai bisnis. “Bisnis is about
how much you can afford to loose.”
Tegasnya. “Untuk itu sebelum memu-
“Bisnis is
lai bisnis kita harus siap untuk kalah
dulu. Kalau kita tidak siap untuk kalah
can afford
guhnya.” Sambungnya lagi. Dalam
menjalani bisnis fotografinya Agus
Groups-groups dukungan
berlanjut dengan mulai dimunculkan atas kerugian tersebut. Rombongan
dramanya ketika media mengangkat pendemo ini terdiri dari lebih dari 10
latar belakang kehidupan sang ibu
yang sedang memiliki anak di bawah terhadap salah satu pihak bis dengan penumpang penuh bahkan
sampai berdiri di atas. Terlihat pula be-
6 bulan. Dalam waktu singkat dukun-
yang akhirnya mendapat berapa buah truk pengangkut sound
Masih hangat dalam pembicaraan saya berpikir lagi, kalau Dalam kesempatan kali ini saya tidak
bagaimana Negara ini masih disibuk-
memang itu suara Tuhan, tertarik untuk mengomentari apalagi
dukungan terhadap salah satu pihak yang berselisih pada keempat kasus di atas istilah “mental kerumunan”. Mental
mengalir dengan sangat deras. Permasalahannya, dari sekian banyak orang yang kerumunan yang saya tangkap adalah
mendukung groups/halaman-halaman tersebut berapa persen yang memang sikap yang selalu mendukung keru-
menyetujui dengan modal pengetahuan yang cukup akan duduk persoalan dan munan, gerombolan, mayoritas, siapa
aturan hukum yang berlaku? yang banyak, tanpa bisa menjelaskan
dengan jelas dan detail mengapa ia
Jujur saja, banyak dari teman saya yang mendukung hal-hal tersebut hanya memilih untuk bergabung dengan
karena diundang oleh temannya, kenalannya, kliennya, pacarnya, keluarganya, dll kerumunan itu. Groups-groups dukun-
tanpa mengetahui detail permasalahannya. Akhirnya dukungan yang mengalir gan terhadap salah satu pihak yang
pun dukungan yang “asal banyak”. Saya dalam posisi tidak mempermasalahkan akhirnya mendapat dukungan banyak
keputusan mendukung atau tidak mendukung, namun mengapa anda men- orang seolah-olah mencoba memben-
dukung, mengapa anda tidak mendukung dan sejauh apa pengetahuan anda tuk opini bahwa “inilah suara Tuhan,
mengenai duduk permasalahan itulah yang penting. karena ini suara rakyat”. Lalu saya
berpikir lagi, kalau memang itu suara
Di awal-awal majalah ini terbit, seorang teman yang kini sudah bergabung Tuhan, mengapa banyak Tuhan-Tuhan
bersama kami sebagai pemimpin redaksi pernah memperkenalkan kepada saya (baca: rakyat) yang tidak berpikir dan
“...bahwa akan
tahu permasalahannya terlebih dahulu
sebelum memberikan atau menolak banyak hal-
untuk memberikan dukungan? hal baik tidak
muncul ke per-
Baiklah, supaya kita tidak terlalu dibuat
mukaan dan
berkembang
jengah oleh topik-topik politik terse-
but, mari kita bicarakan korelasinya
dengan dunia fotografi. serta meng-
Saya melihat seringkali seseorang me-
hasilkan hal
milih kamera tertentu karena banyak
penggunanya. Seringkali saya melihat yang baik bagi
pelaku fotografi memilih bergabung semua hanya
dengan satu komunitas dan menjadi karena dibunuh
FANATIK pada komunitas itu tanpa
oleh gerakan
kerumunan dan
tahu komunitas di luar itu. Seringkali
saya melihat pelaku fotografi mengelu-
elukan satu atau beberapa nama di bi- keroyokan.”
98 EDISI XXVII / 2010 EDISI XXVII / 2010 99
THEINSPIRATION FINEART & JURNALISM PHOTOGRAPHY
Rama Surya,
mental keroyokan.
Mengejar
memang seringkali menjebak kita
kepada suatu keputusan yang ternyata
tidak terlalu tepat, terutama ketika kita
mimpi ke
memilih hanya atas dasar ikut-ikutan,
solidaritas, dll. Mengutip perkataan
seorang kontributor di edisi lalu,
bahwa akan banyak hal-hal baik tidak
negeri Cina
muncul ke permukaan dan berkem-
bang serta menghasilkan hal yang baik
bagi semua hanya karena dibunuh oleh
gerakan kerumunan dan keroyokan.
“Kebetu-
Kenangnya. Rama pun tidak hilang Selama menetap di Yogya, Rama
akal, ia pun menimba ilmu di Institut banyak menghasilkan foto-foto yang
“Dalam berfoto-
lan paman Seni Fotografi dan Design Bandung. akhirnya dipamerkan di Zurich. Dan
dari pameran itu, Rama ditawari untuk grafi, kejelian
saya pe- Ketertarikan Rama akan dunia fotografi membuat foto untuk buku tentang
dan kesiapan
lukis dan sangatlah perlu.
berawal dari hobby membaca buku- Bali. Rama pun menerimanya dan ia
buku petualangan. “Karena saya suka pun sekali lagi pindah ke Bali pada ta-
Fotografer yang
hidupnya bepergian melihat tempat lain saya
sempat keliling Sumatra Barat dengan
hun 2001. Bali, Rediscover Paradise dan
Eye Of Bali, sebuah buku yang pengu-
jeli seolah-olah
susah. Jadi sepeda ketika saya SMP.” Kenangnya. pas kehidupan masyarakan Bali pasca
bisa merasakan
mungkin
Rama pun bertekad untuk pergi ke Bom Bali adalah dua buku yang sudah
tempat lain yang belum pernah ia dihasilkan oleh Rama. momen yang
akan terjadi se-
orang tua
kunjungi setelah SMA dan di jenjang-
jenjang berikutnya. Dari hobby Dalam berkarya, Rama banyak ter-
hingga ia telah
saya ta- bepergiannya itu Rama mendapati
kenikmatan tersendiri dalam bepergian
inspirasi oleh berbagai hal mulai
dari tulisan, puisi, foto, kejadian, dan bersiap-siap se-
kut saya sambil berfotografi. juga adegan-adegan dalam film. Dan belum momen
itu terjadi.”
akan sama
sensitifitasnya dalam mencerna dan
Tahun 1994, Rama bekerja di majalah merekam hal-hal yang bisa menjadi
seperti pa- pun pindah ke Yogya untuk belajar ba- “Dalam berfotografi, kejelian dan
man saya
hasa Inggris. “Waktu kerja di Fotomedia kesiapan sangatlah perlu. Fotografer
saya merasa bahasa Inggris saya sangat yang jeli seolah-olah bisa merasakan
itu.”
payah. Dan karena waktu itu saya baru momen yang akan terjadi sehingga ia
saja terpilih sebagai fotografer of the telah bersiap-siap sebelum momen itu
year di majalah Foto Magazin (Ger- terjadi.” Ungkapnya. “Dan ketika terjadi
man) yang berhadiah kamera Leica kita tinggal mengambilnya saja. Karena
dan 6 buah lensanya, maka saya pun seringkali momen-momen menarik
memutuskan untuk pindah ke Yogya sangat mirip dengan paragraph dari
dan menggunakan sebagian hadiah novel tertentu atau adegan dalam film
tersebut sebagai ongkos dan biaya tertentu. Jadi secara imajinasi nyam-
hidup di Yogya. bung dan tertriger. Walaupun ini harus
“Dalam
dilatih.” Lanjutnya.
kita ha-
“Tapi memang harus diakui di Indone-
sia banyak yang hanya berpikir untuk
bikin portfolio jangka pendek, portfolio
jualan.” Ungkapnya. Namun begitu rus selalu
Rama melihat hal ini terjadi karena
proses pembuatan portfolio yang besar
dan jangka panjang memang sulit dan
siap.”
memakan waktu dan biaya yang tidak
sedikit. Sehingga tidak banyak yang
mau meluangkan waktu dan menjaga
semangat serta mendapatkan dukun-
gan untuk mewujudkannya.
karya-karya terikat pada kereta modernisme. Sampai kini orang menunggu muncul-
maka tak mun-
besar seperti
Sebagai konsekuensi dari hubungan nya karya-karya besar seperti menanti
menanti so-
kodependen ini, maka kritik fotografi, sosok para Messiah yang dapat mem-
cul tulisan kritik
sok para Mes-
untuk sebagian orang, menjadi makh-
luk jahat bagi dunia fotografi, hantu
berikan pencerahan sejarah. Tentu, jika
dilihat dari sudut pandang tersebut, yang meng-
siah yang dapat penyelundup yang akan merayu foto- orang dapat mengatakan bahwa tak gugah pula.
grafi untuk tujuan egois tertentu, apa ada perkembangan selama satu tahun
memberikan pun konsekuensinya. Mitos ini terus terakhir bahkan dua puluh tahun Fotografi kita berjalan sebagai kegiatan
pencerahan se- berlangsung, walaupun kenyataan- terakhir, kecuali perkembangan teknik rutin dan datar-datar saja. Beberapa
jarah. nya bahwa karya fotografi memainkan yang itu pun lebih kepada tiru-tiru. buku fotografi tetap terbit. Foto-foto
peran ”lebih penting”. terpampang di surat kabar-surat kabar
benar-benar
nya alat fotografi yang ternyata harga
Bagaimana pun para pemotret yang mahal itu tetap dapat terjangkau. Silah-
didirikan den- kian banyak jumlahnya itu adalah kan pergi ke toko-toko alat fotografi,
gan niat yang produsen gambar dan ”pembaca” dijamin ramai pembeli. Akan tetapi,
”lempeng”.
Jika karya
adalah konsumennya. Azas supply- tentu ada beberapa karya yang tidak
demand-lah yang menggerakkan. terseret oleh bombardir “pelecehan”
Yang jelek sela-
fotografi
Fotografi menjadi kegiatan ekonomi tersebut. Dalam karya-karya jenis ini
lu lebih banyak. biasa. Dalam konteks kegiatan situasi saya melihat gejala yang menarik,
Atau barangkali
ketidak menger-
pasar semacam itu akan semakin ban-
yak orang yang memotret, tetapi kian
yakni, terjadinya pergeseran atau per-
luasan dari apa yang ingin saya sebut adalah Ro-
tian, ketidak
jarang yang dapat memotret dengan sebagai “bobot kehadiran” teks. Foto
meo, kritik
fotografi
baik. Maksudnya, foto-foto mereka itu adalah teks, pertautan antar elemen
mampuan pen- tak ubahnya hanya foto biasa yang yang konstruksinya diperhitungkan
gelola. Pertan-
yaannya, jika
dicetak dalam macam-macam bentuk
dan disebarluaskan sebagai dagangan
layaknya sebuah rangkaian kata, te-
nunan, bangunan. adalah Ju-
tidak mampu
ataukoleksi pribadi. Maka, tak akan
liet, maka
sekolah
banyak yang benar-benar serius ber- Kritik
mengapa buka gumul dengan kemungkinan-kemung- Selama 2009, saya tak menemukan
sekolah? fotografi
kinan yang disediakan oleh bahasa tulisan yang layak disebut sebagai
fotografi. Bahkan mereka rata-rata tak kritik fotografi. Yang banyak adalah
menguasai tekniknya, bisnisnya (untuk
komersial) bahasa ungkapnya, seninya.
ulasan ringkas di surat kabar tertentu
mengenai suatu karya dan tulisan- adalah
Keterampilan pengungkapan mereka tulisan pengantar pada buku fotografi,
Shake-
speare.
rata-rata lemah. Itu juga terjadi pada pengantar pada pameran fotografi
fotografer yang –maaf- berpengalaman dari para kurator yang tentu saja-
sekalipun,yang kemampuan teknisnya memuji. Tulisan-tulisan tersebut tak
–maaf lagi- selangit pun. jauh berbeda dengan yang terbit pada
masa-masa sebelumnya. Barangkali
media penerbitan buku. Saya yakin hal jadi medan tempur antara kekacauan sebagai karya maupun kritik tak kan
itu juga berlaku dalam fotografi kita, dan eksperimentasi dengan daya-daya sanggup berdiri tanpa ketangguhan
setidaknya sampai beberapa tahun yang melekat padanya berupa kenis- masyarakatnya, manusia-manusia yang
ke depan. Majalah-majalah fotografi cayaan untuk menata suatu dunia terdidik. Sementara harus diakui pen-
semacam The Light sejujurnya masih yang terkontrol dan dibayangkan didikan fotografi berupa kursus-kursus
dipandang sebelah mata, ”perbawa- utuh. Sementara itu, eksperimentasi maupun yang menempel di perguruan
nya” banyak diragukan meski dirindu- membawa pada perluasan “bobot tinggi banyak yang salah urus, mulai
kan. Barangkali karena dianggap dana kehadiran” dan kekacauan membawa dari kurikulum sampai manajemen-
produksinya rendah dan gratis. Pada- pada keteledoran, kesembronoan yang nya. Prosentase sekolah fotografi
hal, kritik fotografi dan karya fotografi kelewatan dalam mengolah bahasa yang bobrok jauh lebih banyak dari
di era pos sosial tak lagi perlu media ungkap. Fotografi berjibaku pada garis yang benar-benar ingin memberikan
lama, walaupun khusus karya fotografi tegangan antara kejelasan dan ketida- sumbangan bagi sumber daya manu-
seolah ”lebih bergengsi” jika dipresen- kjelasan. Dalam tahun 2009 ini yang sia fotografi Indonesia, yang berarti
tasikan dalam bentuk cetak. tampak kuat adalah ketidakjelasan. kebobrokan itu akan melahirkan sum-
lantaran tidak ada karya yang benar-
Barangkali ini bukan hanya terjadi pada ber daya yang tak mampu bersaing
benar menggugah maka tak muncul
Perkembangan Fotografi Ke Depan fotografi, tetapi juga pada berbagai dengan cara yang tepat. Tiang-tiang
tulisan kritik yang menggugah pula.
Dalam hal fotografi, dapat diduga sektor kehidupan yang lain. Fotografi penyangga fotografi Indonesia tak
Jadi, pada 2009 ini dapat dikatakan tak
gejala pergeseran “bobot kehadiran” pernah benar-benar didirikan dengan
ada perkembangan baru dalam kritik
seperti yang disebutkan tadi akan terus niat yang ”lempeng”. Yang jelek selalu
fotografi Indonesia.
berlanjut pada tahun-tahun men- lebih banyak. Atau barangkali ketidak
datang. Pada satu pihak mungkin akan mengertian, ketidak mampuan penge-
Tahun-tahun belakangan, media cyber
semakin banyak muncul karya yang lola. Pertanyaannya, jika tidak mampu
menjadi ruang baru untuk melaku-
berani mencoba mengembangkan mengapa buka sekolah?
kan mediasi karya. Media cyber atau
dimensi-dimensi lain tanpa harus men-
dunia maya memang dapat menjadi
egasi sepenuhnya teknik,estetika, atau Jika karya fotografi adalah Romeo,
wahana penyebaran fotografi secara
bahasa ungkap. Di dalamnya termasuk kritik fotografi adalah Juliet, maka
lebih bebas dan mandiri. Akan tetapi,
kekuatan ”deksripsi” terhadap peristiwa sekolah fotografi adalah Shakespeare.
karya-karya penting di Eropa, Amerika,
tanpa dibebani oleh berbagai tendensi Lalu siapa yang gemas dengan pertun-
dan negara-negara maju lainnya, tak
moral yang berlebihan. jukan ini? Diskusi ini menjadi tak layak
lahir dari dunia maya. Para fotografer
Di lain pihak gejala “pelecehan” terha- dilanjutkan jika yang fundamental saja
dan kritikus penting di sana tetap
dap bahasa visual barangkali akan kian belum dibenahi.
muncul dari majalah cetak, jurnal, atau
menjadi-jadi. Akan tetapi di situlah
surat kabar-surat kabar yang menye-
terletak paradoksnya. Fotografi men- WA
diakan rubrik fotografi, juga melalui
DAVID LA CHAPELLE:
GAMBAR-GAMBAR
BERSIMBAH DRAMA
“Aku menanak segala kemungkinan dalam kualiku. Dan setelah kemungkinan- di komik-komik itu dengan sebelah pribadi saya ketika menjadi subyek
kemungkinan itu benar-benar matang, barulah kuterima sebagai pengananku. tangan memegang sebentuk hati pemandang foto-foto dalam buku-bu-
Betul, suatu kemungkinan kadang datang dengan pongahnya, tapi kemudian dengan mahkota duri, seorang lelaki ku David La Chapelle. Catatan-catatan
ia akan bersimpuh meratap-ratap memohon perlindungan dan perkenan cinta yang kita kenali mungkin berdasarkan ini sifatnya potongan-potongan,
dariku”. tafsir Da Vinci akan sosok Yesus melalui kata kerennya adalah aforisma, yang
(Also Sprach Zarathustra, Friedrich Nietzsche) Jacques de Molay berada di jalan raya mungkin saja antar paragraf yang demi
di kelilingi belasan anak muda dari penyusunan tulisan untuk Anda seolah
Patut dikatakan terlebih dahulu, tulisan perasaan Anda ketika melihat gam- rapper sampai pemain skateboard, tak beraturan, tapi sebisa mungkin
ini bukanlah puja-puji kepada David bar kepala seorang Daniel Day-Lewis seorang lelaki berkulit hitam bertubuh saya urutkan. Saya percaya dengan
La Chapelle, sang pencipta foto-foto berada dalam kubus kaca, Leonardo kekar bak binaragawan nungging pencerapan Anda yang baik akan
dalam ”Hotel La Chapelle” dan beber- Di Caprio memandangi pisau yang dari –maaf- pantatnya muncul seikat dapat melihat benang merahnya.
apa buku lainnya. Dalam bahasa yang menancap di meja, ia dalam gambar kembang dengan perempuan kauka-
pura-pura serius ini hanyalah sekedar lain berpakaian macam Marlon Brando sia memunggunginya seolah meng- Pertama, dalam salah satu pengertian-
ikut meramaikan tafsir kajian budaya atau Indiana Jones Junior, Pamela gambarkan frigiditas dalam hubungan nya, seni adalah sebuah kosmos yang
akan kematian makna. Saya katakan Anderson yang tetap dengan dada seksual, Mark Wahlberg memegang tercipta dari semacam khaos, penataan
pura-pura, bukankah rubrik saya hanya tumpah ruahnya tergeletak melongo sebatang rokok dihimpit ratusan buah dari dunia yang tak teratur. Dalam
anekdot saja, asik-asik saja... di depan mercedes tua dengan kepala dada perempuan. Wuihhh... kalimat Albert Camus, seni tak putus
gundul pacul gembelengan, Madonna dirundung mimpi untuk “menyem-
Apa yang ada dalam pikiran dan dengan lingkar cahaya malaikat seperti Saya ingin membagi catatan-catatan purnakan dunia”. Membaca karya seni
“menyempur- teringat Geometri Fraktalnya Benoit tidak terdapat kaitan logis di antara
nakan dunia”.
Mandelbrot. Apakah saya hendak elemen-elemennya, berserakan seperti
mengatakan bahwa gambar-gambar kain perca, tanpa ujung pangkal, tapi
Membaca karya David La Chapelle adalah fotografi fantastik. Saya menyebut teks, dengan
seni berarti seni? Nanti dulu...Jika yang dimaksud pikiran saya yang sok naif, mohon jan-
buhi” sebuah
mengerti seni, juga dalam tataran yang saya dengan karya sastra “Le Diable
disebut akademis dimana kita tahu Amoureux” karya Cazotte tahun 1772.
dunia yang hen- bersama bahwa La Chapelle adalah Le Diable Amoureux yang berkisah
dak “disempur- anak sekolahan. Richard Avedon –saya tentang setan yang jatuh cinta pada
Chapelle menjadi semacam interteks membuat mual. Di foto itu dia tergele- saja pembacaan cara saya tak akan Fotografi adalah halaman permainan
yang dalam ajaran Julia Kristeva berarti tak di depan mercedes tua yang seolah sama dengan pembacaan cara Anda. kebebasan La Chapelle, permainan me-
menunjuk pada transposisi satu – atau menabraknya, kepala Pamela gundul, Saya melihatnya sekaligus sebagai su- mang mengasyikkan, bagi siapapun.
beberapa- sistem tanda ke dalam meski kita tetap mengenalinya sebagai ara kata, ceracau dan kegelisahan, serta
sistem tanda lainnya, yang di dalamnya Pamela Anderson dengan ekspresi igauan. Dengan sengaja La Chapelle Ketiga, foto-fotonya datang
tempat pengujaran dan obyek yang dungunya yang khas, di sampingnya merusak logika plot sebagai strategi seperti semburan, semprotan dan saya
dirujuk tidak pernah tunggal, selesai, seorang lelaki tampak syok meng- narasi. Walau begitu, patut diakui foto- sempat tenggelam dalam pusaran
dan identik dengan dirinya sendiri; hadap ke kamera, entah syok karena fotonya merupakan sebuah manifestasi ekstase visual. Saya tidak peduli lagi
akan tetapi selalu plural, cerai berai bak Pamela tertabrak, atau syok karena kemampuan ungkap bahasa visual apakah di dalamnya terdapat semacam
kain perca tadi, meskipun bisa disatu- paparazi lebih memilih memotret dalam mencipta mitos-mitos baru logika dan koherensi tertentu. Yang
kan bagai tambalan-tambalan pakaian daripada menolong. Fantastik bukan? dari serpihan realita maupun sejarah, saya cari adalah semacam kenik-
gembel. Foto-fotonya adalah Interteks Foto itu hanyalah sebuah contoh dari sejarah Yesus dengan belasan murid- matan visual dari sesuatu yang acak,
dari karya seni lain seperti sastra dan cerita yang membangun cerita. Seperti nya, misalnya. Sementara di sisi lain tanpa pola, suatu kilasan-kilasan imaji,
lukisan, juga foto.Seperti yang saya dalam pembacaan terhadap karya La dapat saya sebut sebagai foto puitis sabetan-sabetan impresi, terasa seperti
tulis di atas, kita mengenali seorang Chapelle, kali ini adalah suatu fenom- dengan sifat puisi yang bebas bermain, memahami penderita skizofrenia. De-
Pamela Anderson yang mampu mem- ena opera aperta yakni teks sebagai kepala Day-Lewis di dalam kubus kaca leuze dan Guattari menuliskan bahwa
buat mata Anda melotot, tak peduli karya terbuka. Terbuka untuk diper- atau Di Caprio hendak meyentuh ujung skizofrenik melintas dari satu kode ke
jenis kelamin Anda, sekaligus mampu lakukan sebebas-bebasnya yang tentu pisau yang menancap berdiri di meja. kode lainnya, bahwa ia dengan sengaja
Sikap diam be- Memandangi foto-foto La Chapelle adalah model-model Tuhan seperti
manusia ke dalam seluruh bidang kehidupan manusia. liruan yang tan- lebih dari itu, ia sebenarnya mengar-
menjalani hidup isme mengantarkan manusia kepada harus mening- tentu tidak menghidupkan tuhan-
kasih sayang.
menjadi “gelap terus menerus”, karena
seluruh kepastian hidupnya runtuh.
sampan kita sudah dalam menghadapi nihilisme. Sikap
diam berarti membiarkan diri didikte
Nietzsche memaklumkan situasi ini aus dan tak dapat oleh keadaan nihilistik atau krisis terus-
dengan mengatakan: “Tuhan sudah digunakan berlayar menerus. Sikap ini akan menghantar
mati! Tuhan terus mati! Kita telah lagi, sampan itu manusia ke dalam situasi dekaden
membunuhnya!” “Gott ist tot! Gott harus dihancurkan yang tak tertahankan. Dekaden adalah
bleibt tot! Und wir haben ihn geto- dan diganti den- sikap tak berani berkata “Ya” pada hid-
tet!” Ucapan yang kemudian menjadi
gan sampan baru. up. Amor Fati, menjalani hidup dengan
sangat terkenal itu dipakai Nietzsche
untuk mengawali perang melawan
Menurutnya, hanya sepenuh kasih sayang. Alternatif yang
diajukan Nietzsche adalah sikap tidak
setiap bentuk jaminan kepastian yang dengan semangat tinggal diam, yaitu mengatasi nihilisme
sudah mulai pudar. Jaminan yang inilah kita dapat tanpa harus menolak nihilisme. Usaha
pertama adalah Tuhan sebagaimana menikmati nihil- ini dilakukan dengan mengadakan
diwariskan oleh agama-agama. Dan isme. Dan inilah pembalikan nilai-nilai. Cara ini akan
jaminan-jaminan kepastian lainnya, nihilisme aktif. menghasilkan nihilisme aktif. Dilihat
La Chapelle, telah sudah aus dan tak dapat digunakan nya lewat efek-efek modulasi pertan-
bar-gambar fantas- yung dengan cara Magritte dan War- keseluruhan foto-foto La Chapelle,
TAK ADA
jembatan di belakang kita dan lagi, kita
juga sudah menghanguskan daratan di
belakang kita! Dan kini, hati-hatilah kau
PEMENANG DI
kapal mungil! Samudera raya men-
gelilingimu: memang benar, dia tidak
senantiasa mengaum, dan kadang-
kadang dia tampak lembut bagai
BULAN INI
sutera, emas dan mimpi yang indah.
Namun akan tiba waktunya, bila kau
ingin tahu, bahwa dia tidak berbatas.
Oh burung yang malang yang merasa
Sebelumnya, The Light mengucapkan terimakasih kepada peserta atas kerja keras
bebas dan kini menabrak dinding-
dalam memotret dan mengirimkannya dalam tantangan foto The Light yang
dinding sarangnya! Ya, bila kau merasa
bekerjasama dengan Ayo Foto. Kali ini Tim Juri harus bekerja lebih keras, berpikir
rindu akan daratanmu yang seolah
lebih cermat, melakukan pertimbangan berkali-kali untuk menghasilkan keputu-
menawarkan kebebasan lebih banyak
san yang ”paling bijaksana”.
dan tak ada ’daratan’ lagi”.
erasi dalam sebuah kebudayaan
yang didalamnya dusta, kepalsuan, Sayangnya, kami tidak menemukan foto-foto yang memenuhi standar untuk
Keenam, maaf jika Anda mual kare-
kesemuan, kedangkalan, imanensi, didaulat sebagai pemenang. Di saat melakukan penjumlahan dari setiap juri
nanya...
permainan, artifisialitas, superlatifitas, dengan pertimbangan teknis, estetis, komunikasi, kesesuaian dengan tema dan
dirayakan sebagai semangat utamanya sebagainya, panitia tidak mendapatkan nilai standar minimum untuk foto-foto
SS
dan sebaliknya, kebenaran, otentisitas, pemenang.
kedalaman, transendensi, metafisika
ditolak sebagai penghambat kreatifitas Perlu dijelaskan, jika ada pertanyaan apakah mungkin suatu lomba tetapi tanpa
dan produktifitas budaya. Hipersemio- pemenang? Kami lebih memilih kemungkinan itu. Lomba ini memiliki sifat inde-
tika adalah semangat jaman postmod- penden, tidak mengacu kepada ”sponsor” apa pun kecuali sumbangsih kepada
ern. Kira-kira David La Chapelle dengan dunia fotografi Indonesia. Tidak adanya pemenang hanyalah sebuah ”kebetulan”,
kuatnya memiliki spirit itu. Kita berpikir sebuah kemungkinan yang tak terhindarkan dari sebuah proses untuk menuju
keras menafsir foto-fotonya, barangkali pada pemahaman bahasa fotografi, dalam hal ini adalah ”medan” yang kami se-
ia tertawa-tawa sembari menyanyikan diakan untuk bersama-sama melihatnya dalam kacamata yang paling mendasar.
lirik Nietzsche: Tim Juri kali ini belum menemukan penguasaan teknik yang memadai, gambar
yang bermakna, foto yang unik, penyampaian dalam bahasa fotografi yang khas
atau foto yang bagus. Belum ada. fotografi memang tak lagi persoalan
sederhana dan bukan hal mudah. Foto-
Dan seperti sudah berkali-kali kami tekankan bahwa bobot mayoritas penjurian grafi denga F besar tidak sama dengan
dalam lomba ini adalah kemampuan konseptual dari foto yang disertakan dalam fotografi dengan f kecil. Lomba ini
lomba. Tema ”balance” atau ”kesimbangan” sekilas merupakan konsep yang mu- adalah fotografi dengan F besar. Foto
dah, sederhana, dangkal, cetek. Namun justru karena begitu sederhana dan dang- yang menang adalah representasi atas
kalnya konsep itu memaksa peserta untuk lebih keras lagi mengolah imajinasinya standar penilaian, bukan lagi suka dan
agar karya yang disertakan tidak sekedar memenuhi artian harafiah dari konsep tidak suka yang variabel ukurnya men-
tersebut. Karena konsep yang begitu sederhana memang menjebak orang untuk jadi sumir. Lomba ini milik bersama dan
cenderung menggampangkan dan akhirnya mengikutsertakan foto-foto yang karena itu tak pantas jika kemenangan
dangkal sedangkal temanya. Dan karena dangkal makanya predictable, dan tidak harus dipaksakan.
unik karena juga terpikir oleh peserta lain. ”Balance” atau keseimbangan tidak
harus diterjemahkan sebagai suatu kejadian yang membutuhkan keseimbangan Ini adalah sebuah tantangan, bukan
seperti orang yang berjalan di atas tali. Keseimbangan juga tidak harus diter- untuk mengecilkan semangat peserta
jemahkan dalam visual kembar identik seperti pada visual-visual di mana bagian di waktu-waktu mendatang. Jalani
kiri dan kanan foto relatif identik dan similar sehingga dianggap balance. Foto- takdir Anda, kami menunggu dan Ayo
foto seperti itu memang tidak salah jika ditinjau dari kesesuaian tema, namun melukis dengan Cahaya.
bukanlah lomba jika sebuah foto yang terpikir oleh banyak orang atau biasa kami
sebut dengan label ”predictable” terpaksa dimenangkan.
Jika harus menggunakan visual-visual keseimbangan yang harafiah, setidaknya LOMBA INI TERSELENGGARA ATAS KERJASAMA:
balance bisa digambarkan dengan visual yang unik, misalnya bajaj yang salah
satu rodanya terangkat ketika sedang berbelok dengan kencang. Atau visual se-
buah bus yang walaupun miring karena banyaknya penumpang yang bergelan-
tungan namun masih tetap bisa berjalan. Setidaknya gambar-gambar semacam
itu layak untuk diganjar juara 2 atau 3.
Ide lain yang lebih ”beyond” adalah keseimbangan yang tidak harafiah, seperti
visual-visual yang menggambarkan keseimbangan antara dunia dan akhirat,
miskin dan kaya, dosa dan pahala, hidup dan mati, beauty and the beast dan
semacamnya.
Dalam kondisi semacam ini, setidaknya kita belajar untuk memahami bahwa
JAKARTA JakSel 12930; XL Photograph Jl. Mega Square Lt. 1 Blok B2 28-29, Jkt; Neep’s VIII No.2, Semarang 50243
Telefikom Fotografi Universitas Prof. Kuningan Kav. E4-7 No. 1 JakSel; Free- Art Institute Jl. Cideng Barat 12BB,
Dr. Moestopo (B) Jalan Hang Lekir Phot (Freeport Jakarta Photography Jakarta ; POIsongraphy ConocoPhil- SOLO
I, JakSel; Indonesia Photographer Community) PT Freeport Indonesia lips d/a Ratu Prabu 2 Jl.TB.Simatupang HSB (Himpunan Seni Bengawan)
Organization (IPO) Studio 35, Rumah Plaza 89, 1st Floor Jl. Rasuna Said Kav kav 18 Jakarta 12560; NV Akademie Jl. Jl. Tejomoyo No. 33 Rt. 03/ 011, Solo
Samsara, Jl.Bunga Mawar, no. 27, X-7 No. 6 PSFN Nothofagus (Perhim- Janur Elok VIII Blok QG4 No.15 Kelapa 57156; Lembaga pendidikan seni dan
Jakarta punan Seni Fotografi PT Freeport Gading permai Jakarta 14240 design visimedia college Jl. Bhay-
Selatan 12410; Unit Seni Fotografi Indonesia) PT Freeport Indonesia angkara 72 Solo, FISIP Fotografi Club
IPEBI (USFIPEBI) Komplek Perkantoran Plaza 89, 1st Floor Jl Rasuna Said Kav BANDUNG (FFC) UKM FFC
BankIndonesia, Menara Sjafruddin- X-7 No. 6; CybiLens PT Cyberindo PAF Bandung Kompleks Banceuy Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Prawiranegara lantai 4, Jl.MH.Thamrin Aditama, Manggala Wanabakti IV, 6th Permai Kav A-17,Bandung 40111; Je- Universitas Sebelas Maret Jl Ir Sutami
No.2, Jakarta; UKM mahasiswa IBII, floor. Jl.Gatot Subroto, jakarta 10270; \ pret Sekretariat Jepret Lt. Basement 36A 57126 Solo, Jawa Tengah
Fotografi Institut Bisnis Indonesia FSRD Trisakti, Kampus A. Jl. Kyai Tapa, Labtek IXB Arsitektur ITB, Jl Ganesha
(FOBI) Kampus STIE-IBII, Jl Yos Su- Grogol. Surat menyurat: jl.Dr. Susilo 2B/ 10, Bandung Spektrum (Perkumpulan YOGYAKARTA
darsoKav 87, Sunter, Jakarta Utara; 30, Grogol, Jakbar; SKRAF (Seputar Unit Fotografi Unpad) jl. Raya Jati- Atmajaya Photography club Gedung
Perhimpunan Penggemar Fotografi Kamera Fikom) Universitas SAHID nangor Km 21 Sumedang, Satyabodhi PUSGIWA kampus 3 UAJY, jl. babarsari
Garuda Indonesia(PPFGA) PPFGA, Jl. Jl. Prof. Dr.Soepomo, SH No. 84, Jak- Kampus Universitas Pasundan Jl. Se- no. 007 yogyakarta; “UKM MATA” Aka-
Medan Merdeka SelatanNo.13, Gedung Sel 12870 One Shoot Photography tiabudi No 190, Bandung Air Photog- demi Seni Rupa dan Desain MSD Ja-
Garuda Indonesia Lt.18 ; Komunitas FIKOM UPI YAI jl. Diponegoro no.74, raphy Communications Jalan Taman lan Taman Siswa 164 Yogyakarta 55151;
Fotografi Psikologi Atma Jaya, JKT Jl. JakPus Lasalle College Sahid Office Pramuka 181 Bandung 40114 Unif Fotografi UGM (UFO)Gelang-
Jendral Sudirman 51, Jakarta.Sekre- Boutique Unit D-E-F\ (komp. Hotel gang mahasiswa UGM,Bulaksumur,
tariat Bersama Fakultas Psikologi Atma Sahid Jaya). Jl. Jend Sudirman Kav. 86, PURWOKERTO Yogya; Fotografi Jurnalistik Club
Jaya Ruang G. 100; Studio 51 Unver- Jakarta 1220 Jurusan Ilmu Komuni- ECOLENS Sekretariat Bersama FE Kampus 4 FISIP UAJY Jl Babarsari
sitas Atma Jaya, Jl. Jendral Sudirman kasi Universitas Al-Azhar Indonesia UNSOED, Jl HR Bunyamin No.708 Pur- Yogyakarta; FOTKOM 401 gedung
51, Jakarta; Perhimpunan Fotografi Jl. Sisingamangaraja, Kebayoran baru, wokerto 53122 Ahmad Yani Lt.1 Kampus FISIPOL UPN
Tarumanegara Kampus I UNTAR Blok Jak-Sel, 12110; LSPR Photography “Veteran” Jl Babasari No.1, Tambak-
M Lt. 7 Ruang PFT. Jl. Letjen S. Parman Club London School of Public Rela- SEMARANG bayan, Yogyakarta, 55281; Jurusan
I JakBar; Pt. Komatsu Indonesia Jl. tion Campus B (Sudirman Park Office PRISMA (UNDIP) PKM (Pusat Ke- Fotografi Fakultas Seni Media Rekam
Raya Cakung Cilincing Km. 4 Jakarta Complex) Jl. KH Mas Mansyur Kav 35 giatan Mahasiswa) Joglo Jl. Imam Institut Seni Indonesia Jl. Parangtritis
Utara 14140; LFCN (Lembaga Foto- Jakarta Pusat 10220 FOCUS NUS- Bardjo SH No. 1 Semarang 50243 Km. 6,5 Yogyakarta Kotak Pos 1210;
MATA Semarang Photography Club UKM Fotografi Lens Club Universitas
grafi Candra Naya) Komplek Green ANTARA Jl. KH Hasyim Ashari No. 18,
FISIP UNDIP Jl. Imam Bardjo SH. No.1, Sanata Dharma Mrican Tromol Pos 29
Ville -AW / 58-59, Jakarta Barat 11510; Jakarta; e-Studio Wisma Starpage,
Semarang; DIGIMAGE STUDIO Jl. Yogyakarta 55281
HSBC Photo Club Menara Mulia Lt. 22, Salemba Tengah No. 5, JKT 10440; Roxy
Setyabui 86A, Semarang Jl. Pleburan
Jl. Jendral Gatoto Subroto Kav. 9-11,