You are on page 1of 14

A.

LATAR BELAKANG

Tuberkulosis hingga kini masih menjadi masalah kesehatan utama di


dunia. Berbagai pihak mencoba bekerja bersama untuk memeranginya. Bahkan
penyakit ini akhirnya membuat beberapa tokoh dunia seperti Bill Gates dan
George Soros memberikan dana sehingga terbentuk GF ATM (Global fund
against human immuno deficiency virus acquired immuno deficiency syndrome,
tuberculosis, and malaria ) yang diterima oleh program penanggulangan
tuberkulosis di negara Indonesia (Aditama, 2006)

Berdasarkan laporan Global Tuberculosis Kontrol Tahun 2009, angka


prevalensi semua tipe kasus TBC, insidensi semua tipe kasus TBC dan kasus baru
TBC paru BTA positif, dan kematian kasus TBC mengalami penurunan dari
tahun 1990 sampai tahun 2009 akan tetapi angka kejadiannya masih tinggi.
Insidensi semua tipe TBC turun dari 343 menjadi 228 per 100.000 penduduk atau
sekitar 626.867 menjadi 528.063 kasus semua tipe TBC, Insidensi kasus baru
TBC BTA Positif turun dari 154 menjadi 102 per 100.000 penduduk atau sekitar
282.090 menjadi 236.029 kasus baru TBC Paru BTA Positif. Sedangkan kematian
akibat TBC turun dari 92 menjadi 39 per 100.000 penduduk atau 463 menjadi
250 orang per hari (Global Report TBC, WHO, 2009). World Health Organization
(WHO) (2009) juga menyebutkan, di negara-negara berkembang, kematian TBC
merupakan 25% dari seluruh kematian yang sebenarnya dapat dicegah.
Diperkirakan 95% penderita TBC berada di negara berkembang, seperti
Indonesia.

TBC adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh


Mycobacterium Tuberculosis dan merupakan penyakit yang sulit dibasmi karena
pengobatan TBC yang belum seragam, menghabiskan waktu lama serta biaya
yang tidak sedikit. Akibatnya banyak penderita tidak mampu mengonsumsi obat
secara rutin, yang pada akhirnya mengakibatkan kejadian Multi Drug Resistance
(MDR). Penurunan daya tubuh juga memegang peranan penting dalam
peningkatan penularan infeksi dan insidensi TBC (Depkes RI, 2006).
Meningkatnya penularan infeksi TBC banyak dihubungkan dengan
memburuknya kondisi sosial ekonomi, belum optimalnya fasilitas pelayanan
kesehatan masyarakat, meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai
tempat tinggal, dan adanya epidemi dari infeksi HIV. Di samping itu daya tahan
tubuh yang lemah atau turun, jumlah kuman memegang peranan penting dalam
terjadinya infeksi TBC (Depkes RI, 2006).

Pentingnya sistem imun yang baik pada penderita TBC menjadi dasar
diberikannya suplemen-suplemen bagi penderita tuberculosis, karena penyakit ini
dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel. Ada berbagai macam suplemen
untuk menambah sistem kekebalan tubuh manusia, salah satunya dengan propolis.

Propolis adalah bahan perekat atau dempul yang bersifat resin yang
dikumpulkan oleh lebah pekerja dari kuncup, kulit tumbuhan atau bagian-bagian
lain dari tumbuhan (Woo, 2004). Propolis dimanfaatkan dalam penyembuhan
berbagai penyakit dalam dunia pengobatan. Manfaat propolis yang bermacam-
macam ini dapat dimungkinkan karena kandungan kimianya yang beragam.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa propolis efektif sebagai antikanker,
antivirus, antiinflamasi, antifungi, antibakteri, antioksidan, meningkatkan
imunitas tubuh, memperkuat dan mempercepat regenerasi sel, dan lain-lain
(Winingsih, 2004).

Berdasarkan kenyataan tersebut, peneliti ingin melakukan penelitian


untuk mengetahui efektifitas propolis terhadap tingkat kesembuhan pada penderita
Tuberkulosis dewasa di BP4 Yogyakarta. Tingkat kesembuhan yang akan dinilai
yaitu tes darah (angka leukosit dan Laju Endap Darah (LED)) dan sputum BTA.

B. PERUMUSAN MASALAH

Apakah ada pengaruh pemberian propolis terhadap tingkat kesembuhan


pada penderita Tuberkulosis dewasa?
C. TUJUAN PENELITIAN

Mengetahui efektivitas pemberian propolis terhadap tingkat kesembuhan


pada penderita Tuberkulosis dewasa yang dipantau melalui tes darah (angka
leukosit dan LED) dan sputum BTA.

D. LUARAN YANG DIHARAPKAN

Terbentuknya artikel ilmiah yang akan dipublikasikan di jurnal nasional


maupun internasional, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sumber pustaka bagi
peneliti-peneliti selanjutnya yang berminat dengan penelitian serupa.

E. KEGUNAAN

Hasil penelitian digunakan untuk:

1. Peneliti, dapat mengembangkan ilmu pengetahuan mengenai manfaat propolis


sebagai suplemen dalam meningkatkan hasil pemeriksaan laboratorium pada
penderita Tuberkulosis.

2. Pasien, membantu pasien dalam memperbaiki status gizi dan kesehatannya.

3. BP4, dapat membantu penatalaksanaan pasien tuberkulosis.

4. Pemerintah, sebagai bahan rujukan untuk membantu mengatasi penyakit


tuberkulosis sehingga angka kejadian penyakit tuberkulosis semakin berkurang.

F. TINJAUAN PUSTAKA

1. Tuberkulosis

a. Definisi

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh


kuman TBC (Mycobacterium tuberculosis), sebagian besar kuman TBC
menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (Price, 2005).
b. Patogenesis

Tempat masuk kuman M. tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran


pencernaan (GI), dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi TBC terjadi
melalui udara, yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman
basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. Tuberkulosis merupakan
penyakit yang dikendalikan oleh respons imunitas diperantarai sel. Makrofag
sebagai sel efektor sedangkan limfosit (sel T) sebagai sel imunoresponsif. Tipe
imunitas seperti ini biasanya lokal, melibatkan makrofag yang diaktifkan di
tempat infeksi oleh limfosit dan limfokinnya. Respon ini disebut sebagai reaksi
hipersensitivitas selular (lambat) (Price, 2005).
Selama 2 hingga 8 minggu setelah infeksi primer, saat basilus terus
berkembang biak di lingkungan interselulernya, timbul hipersensitivitas pada
pejamu yang terinfeksi. Limfosit yang cakap secara imunologik memasuki daerah
infeksi, disitu limfosit menguraikan faktor kemotaktik, interleukin dan limfokin.
Sebagai responnya, monosit masuk ke daerah tersebut dan mengalami perubahan
bentuk menjadi makrofag dan selanjutnya menjadi sel histiosit yang khusus, yang
tersusun menjadi granuloma. Mikobakterium dapat bertahan dalam makrofag
selama bertahun-tahun walaupun terjadi peningkatan pembentukan lisozim dalam
sel ini, namun multiplikasi dan penyebaran selanjutnya biasanya terbatas.
Kemudian terjadi penyembuhan, seringkali dengan kalsifikasi granuloma yang
lambat yang kadang meninggalkan lesi sisa yang tampak pada rontgen paru.
Kombinasi lesi paru perifer terkalsifikasi dan kelenjar limfe hilus yang
terkalsifikasi dikenal sebagai komplek Ghon (Isselbacher et al., 1999).
c. Diagnosis Tuberculosis

1) Anamnesis

Dengan cara menanyakan gejala-gejala yang terjadi seperti batuk terus


menerus dan berdahak selama 3 (tiga) minggu atau lebih, batuk darah, sesak napas
dan rasa nyeri dada, badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa
kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan,
demam meriang lebih dari sebulan (utama, 2007).
2) Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda :


a) Bila dicurigai adanya infiltrate yang agak luas, maka didapatkan perkusi yang
redup dan auskultasi suara napas bronchial, suara napas tambahan berupa ronki
basah, kasar dan nyaring (Amin et al., 2007).

b) Sering ditemukan atrofi dan retraksi otot-otot interkostal sehingga bagian paru
yang sakit jadi menciut dan menarik isi mediastinum atau paru lainnya (Amin et
al., 2007).

c) Jika mengenai pleura akan terbentuk efusi pleura (Amin et al., 2007).

3) Pemeriksaan Darah

Pada TBC aktif akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi,
jumlah limfosit masih dibawah normal, laju endap darah mulai meningkat. Hasil
pemeriksaan darah lain didapatkan juga : anemia ringan dengan gambaran
normokrom dan normositer, gama globulin meningkat, dan kadar natrium darah
menurun (Amin et al., 2007).
4) Foto toraks PA dan lateral. Gambaran foto toraks yang menunjang diagnosis
TBC, yaitu : (Mansjoer, 2000)

 Bayangan lesi terletak di lapangan atas paru atau segmen apikal lobus bawah.

 Bayangan berawan (patchy) atau berbercak (nodular).

 Adanya kavitas bilateral, terutama di lapangan atas paru.

 Adanya kalsifikasi.

 Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian.

 Bayangan milier.
5) Pemeriksaan Sputum BTA

Pemeriksaan sputum BTA memastikan diagnosis TBC paru, namun pemeriksaan


ini tidak sensitif karena hanya 30-70% pasien TBC yang dapat didiagnosis
berdasarkan pemeriksaan ini (Mansjoer, 2000).
d. Terapi TBC

Obat Anti TB (OAT)

OAT harus diberikan dalam kombinasi sedikitnya dua obat yang bersifat
bakterisid dengan atau tanpa obat ketiga. Tujuan pemberian OAT, antara lain:
(Mansjoer, 2000)
a) Membuat konversi sputum BTA positif menjadi negatif secepat mungkin melalui
bakteriside.

b) Mencegah kekambuhan dalam tahun pertama setelah pengobatan dengan kegiatan


sterilisasi.

c) Menghilangkan atau mengurangi gejala dan lesi melalui perbaikan daya tahan
imunologis.

2. Propolis
a. Definisi

propolis adalah bahan perekat atau dempul yang bersifat resin yang
dikumpulkan oleh lebah pekerja dari kuncup, kulit tumbuhan atau bagian-bagian
lain dari tumbuhan. Resin-resin yang diperoleh dari bermacam-macam tumbuhan
ini dicampur dengan saliva dan enzim lebah sehingga berbeda dari resin asalnya.
Propolis berwarna kuning sampai coklat tua, bahkan ada yang transparan. Hal ini
dipengaruhi oleh kandungan flavanoidnya. Propolis dipengaruhi oleh temperature.
Pada temperature di bawah 150C, propolis keras dan rapuh, tapi kembali lebih
lengket pada temperature yang lebih tinggi tinggi (25-450C). Propolis umumnya
meleleh pada temperature 60-900C dan beberapa sampel mempunyai titik leleh di
atas 1000C (Woo 2004).
b. Kandungan dan Manfaat
Gojmerac (1983), menyatakan bahan propolis mengandung bahan
campuran kompleks melam, resin, balsam, minyak, dan sedikit polen.
Komposisinya bervariasi tergantung dari tumbuhan asal. Propolis juga
mengandung zat aromatik, zat wangi, dan barbagai mineral (Pusat Pelebahan
Apiari Pramuka 2003).

Unsur aktif yang penting dalam farmakologi dan aktivitas biologis adalah
flavanoid (flavon, flavonol, flavonon) dan senyawa fenolat serta senyawa
aromatik. Flavonoid berperan dalam pewarnaan tumbuhan. Sekurang-kurangnya
ada 38 jenis flavanoid termasuk flavonol (galangin, kaemferol, querserin),
flavonon (pinocembrin dan pinosrobin), dan flavonol (pinobanksin), serta flavon
(chrysin, acacetin, apigenin, ermanin). Beberapa senyawa fenolat yang terkandung
di dalam propolis antara lain adalah hidrosisinamat, asam sinamat, vanillin, benzyl
alkohol, asam benzoat, kafeat, kumarat, serta asam ferulat. Nilai nutrisi langsung
propolis sanagt kecil, yaitu berasal dari protein, asam amino, mineral, dan gula,
serta vitamin dalam jumlah kecil seperti vitamin A, B1, B2, B6, C, dan E
(khismatullina 2005).

Propolis dianggap sebagai pencemar bagi malam (lilin), tetapi propolis


berfungsi untuk melindungi sarang dari bakteri serta virus dan melindungi telur-
telurnya dari Bacillus larvae yang menyebabkan kebusukan telur-telur tersebut
serta mensterilkan simpanan makanan. Bangsa romawi dan yunani menggunakan
propolis untuk mengobati bengkak. Bangsa mesir menggunakannya sebagai obat
dan memakai sebagai perekat dalam membuat kano (winingsih 2004).

Propolis dimanfaatkan dalam penyembuhan berbagai penyakit dalam


dunia pengobatan,. Manfaat propolis yang bermacam-macam ini dapat
dimungkinkan karena kandungan kimianya yang beragam. Beberapa hasil
penelitian menunjukkan bahwa propolis efektif sebagai antikanker, antivirus,
antiinflamasi, antifungi, antibakteri, antioksidan, meningkatkan imunitas tubuh,
memperkuat dan mempercepat regenerasi sel, dan lain-lain. (gojmerac 1983).
Karena kemampuannya antimikrobanya, propolis disebut “antibiotik alami”.
Senyawa aktif yang memberikan efek antibakteri adalah pinochembrin, galagin,
asam kafeat, dan asam ferulat. Senyawa antifunginya adalah pinocembrin,
pinobanksin, asam kafeat, benzil ester, sakuranetin, dan pterostilbene. Senyawa
antiviralnya adalah asam kafeat, lutseolin, dan quersetin. Zat aktif yang diketahui
bersifat antibiotic adalah asam ferulat. Zat ini efektif terhadap bakteri gram positif
dan gram negatif. Asam ferulat juga berperan dalam pembekuan darah sehingga
bisa dimanfaatkan untuk mengobati luka dan diberikan dalam bentuk salep
(winingsih 2004).

Kelebihan propolis sebagai antibiotik alami dibandingkan dengan bahan


sintetik adalah lebih aman serta efek samping yang kecil. Satunya-satunya efek
samping yang terjadi dan itupun jarang yaitu timbulnya reaksi alergi yang
digunakan secara lokal sedangkan bila diberikan secara peroral tidak
menimbulkan resistensi. Selain itu propolis sebagai antibiotik memiliki
selektivitas tinggi. Propolis hanya membunuh penyebab penyakit sedangkan
mikroba yang berguna seperti flora usus tidak terganggu (winingsih 2004).

G. METODE PENELITIAN

1. Variabel dalam Penelitian

a. Variabel Bebas : Propolis 12 ml selama 2 bulan

b. Variabel Terikat : tes darah (angka leukosit dan LED) dan Sputum BTA

c. Variabel Terkendali : Pasien Tuberkulosis dewasa dengan usia diatas 25 tahun

2. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain quasi eksperimen, pre-tes, post-tes, dan


kontrol group. Akan dibuat dua kelompok untuk sampel penelitian dan untuk
kontrol.
3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilakukan di Balai Pengobatan Penyakit Paru – Paru


Yogyakarta. Penelitian ini berlangsung selama 2 bulan.
4. Besar Sample

Besar sampel yang digunakan sebaiknya representatif dan dapat


menggambarkan populasi yang akan diteliti. Menurut patokan umum rule of
thumb setiap penelitian yang datanya akan dianalisis secara statistik dengan
analisis bivariat membutuhkan sampel minimal 30 subjek penelitian (Murti,
2006).
5. Instrumen Penelitian

a. Alat – Alat Penelitian

1) Timbangan

2) Peralatan laboratorium untuk tes darah (angka leukosit dan LED)

3) Peralatan laboratorium untuk tes sputum BTA

4) Masker

5) Alat tulis

b. Bahan – Bahan Penelitian

1) Propolis 12 ml tiap 1 pasien

2) Bahan untuk tes darah rutin

6. Prosedur Penelitian

Tahap penelitian dirancang utuk pengumpulan data adalah sebagai berikut:

a. Perijinan.
b. Menetapkan sampel dan kontrol penelitian.
c. Sosialisasi program.
d. Penandatanganan persetujuan oleh pasien yang akan dijadikan kontrol maupun
sampel.
e. Pengambilan data pasien yang terpilih sebagai sampel dan kontrol penelitian
meliputi: identitas dan pre-tes, [tes darah (angka leukosit dan LED), dan tes
sputum BTA].
f. Memberikan propolis selama 2 bulan, sehari satu kali.
g. Pengambilan data pasien yang terpilih sebagai sampel dan kontrol penelitian
meliputi : identitas dan post-tes [tes darah (angka leukosit dan LED), dan tes
sputum BTA].
h. Melakukan pengolahan dan analisis data.
i. Penyusunan laporan.
j. Persentasi hasil penelitian.

7. Analisis Data

Analisa data merupakan uji statistik untuk mengetahui pengaruh perbedaan


pemberian propolis terhadap pasien TBC dibandingkan dengan yang tidak diberi
propolis. Variable data yang akan digunakan meliputi :
a. Variable dengan data numeric yaitu angka leukosit dan laju endap darah akan
diuji dengan uji T-test jika data memiliki sebaran normal. Jika tidak memiliki
sebaran normal akan menggunakan uji Man Whitney.

b. Variable dengan data nominal menggunakan uji X2 (Chi Square).

H. JADWAL KEGIATAN
Tabel 3. Jadwal Kegiatan
Keterangan Bulan I Bulan II Bulan III Bulan IV
Penanggung
Minggu ke I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV jawab
1. Perijinan Julia
2. penetapan Herlingga
sampel
penelitian
3. Sosialisasi Herlambang
program
4. Penandatanganan Herlingga
persetujuan
pasien
5. Pre-Test Herlingga
6. Pelaksanaan Julia
Program
7. Post-Test Herlambang
8. Pengolahan data Herlambang
dan analisis data
9. Penyusunan Julia
laporan
10. Pengiriman Herlingga
Laporan

I. RANCANGAN BIAYA

1. Rekapitulasi Biaya

Tabel 4. Rekapitulasi Biaya

No Jenis Pengeluaran Jumlah

1 Perijinan Rp 3.600.000,00

2 Sosialisasi Program Rp 660.000,00

Pelaksanaan pre-tes dan post-


3 Rp 2.400.000,00
tes (tes darah dan Sputum BTA)

4 Pelaksanaan Program Rp 4.100.000,00

5 Transportasi Rp 450.000,00
6 Dokumentasi Rp 230.000,00

7 Penyusunan Laporan Rp 460.000,00

Jumlah Biaya Rp 11.900.000,00

2. Rincian Pengeluaran
a. Perijinan
1) Perijinan BP4
@ 1.500 x 30 orang x 60 hari Rp 2.700.000,00
2) Bimbingan BP4 Rp 900.000,00
Jumlah Rp 3.600.000,00
b. Sosialisasi Program
1) Hand out 40 buah x Rp 1.500,00 Rp 60.000,00
2) Konsumsi
a) Snack 40 buah x Rp 5.000,00 x 3 (sosialisasi, Rp 600.000,00
pre-tes, post-tes)
Jumlah Rp 660.000,00
c. Pelaksanaan Pre-test dan Post-test
1) Tes Darah (angka leukosit dan LED)
2 x 30 x Rp 15.000,00 Rp 900.000,00
2) Tes Sputum BTA
2 x 30 x Rp 25.000,00 Rp 1 500.000,00
Jumlah Rp 2.400.000,00
d. Pelaksanaan Program
Masker 2 box x Rp 50.000 Rp 100.000,00
Propolis 40x Rp 100.000 Rp 4.000.000,00
Jumlah Rp 4.100.000,00
e. Transportasi
1) Pre research Rp 200.000,00
2) Pelaksanaan research Rp 250.000,00
Jumlah Rp 450.000,00
f. Dokumentasi
1) Cuci cetak Rp 230.000,00
Jumlah Rp 230.000,00
g. Penyusunan Laporan
1) Kertas 80gr 1 rim x Rp 40.000,00 Rp 40.000,00
2) Tinta Print Rp 160.000,00
3) Scan gambar Rp 160.000,00
4) Penggandaan 5 buah x Rp 20.000,00 Rp 100.000,00
Jumlah Rp 460.000,00
Jumlah Pengeluaran Rp 11.900.000.00

DAFTAR PUSTAKA

Aditama, T Y. 2006. Jurnal Tuberkulosis Indonesia. Diakses tanggal 1 Oktober


2012, dari www.tbindonesia.or.id/pdf/Jurnal_TB_Vol_3_No_2_PPTI.pdf

Amin, Z. dan Bahar, A. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FKUI.

Anonim. 2008. Situasi Epidemiologi TB Indonesia. Diakses tanggal 26 September


2010, dari http://www.tbindonesia.or.id/tbnew/situasi-epidemiologi-tb-
indonesia/article/182.

Depkes RI. 2006. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis.

Gojmerac WL. 1983: Bee and Mandkind. London: George Allen & Unwin.

Isselbacher, K. J., Braunwald, E., Wilson, J. D., et al. 1999. Harrison Prinsip-
prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 13. Jakarta : EGC.

Khismatullina N. 2005. Apitherapy. Russia: Mobile Ltd.

Mansjoer, A., Suprohaita, Wardhani, W. I., Setiowulan, W. 2000. Kapita Selekta


Kedokteran. Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius.

Price, S. A dan Wilson, L. M. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses


Penyakit. Edisi 6. Jakarta : EGC.

Pusat Pelebahan Apiari Pramuka. 2003. Lebah Madu: Cara Beternak dan
Pemanfaatan. Jakarta: Penebar Swadaya.
Utama, Andi. 2007. Tuberkulosis. Diakses tanggal 3 Oktober 2012, dari
http://www.infeksi.com/articles.php?lng=in&pg=57.

Winingsih W.2004. Kediaman lebah sebagai antibiotik dan antikanker.


Htt//www.pikiranrakyat.com/cetak/0904/16/cakrawala/lainnya6.htm [18 Jan
2006]

Woo KS. 2004. Use of bee venom and propolis for apitherapy in korea. Di dalam:
Proceeding of the 7th Asian Apicultural Association Conference and 10th
BEENET Symposium and Technofora; Los Banos, 23-27 Feb 2004. Univ
Philippines. Hlm 311-315

You might also like