You are on page 1of 13

MAKALAH PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM

“PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM MENURUT AL-QABISI”

Desen Pengampu :
Dr. Isa Anshori, M.Si

Oleh :
Farid Kurnia Ilahi

PRODI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO
2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Terdapat saling tarik menarik yang menjadikan isu pembaruan Islam aktual sekaligus
kontroversial sepanjang sejarah pemikiran Islam. Ada yang menganggap bahwa pembaruan
Islam sebagai suatu keharusan untuk aktualisasi dan kontekstualisasi ajaran Islam
sebagaimana dengan yang melakukan penolakan dan penentangan terhadap pembaruan
Islam karena dipandang bahwa Islam adalah agama pembawa kebenaran mutlak sehingga
upaya pembaruan dipandang bertentangan dengan watak kemutlakan Islam tersebut. Di
samping itu, penolakan tersebut didasari oleh suatu pandangan bahwa pembaruan
(modernitas) adalah produk kebudayaan Barat, sedangkan Barat dipandang sebagai musuh
Islam dan baik secara politik maupun kultural.1

Sejarah telah menunjukkan yakni perkembangan kegiatan pendidikan pada masa


klasik Islam telah menjadikan Islam sebagai jalan pengembangan dalam keilmuan dari
klasik ke modern. Banyak sekali peran ulama terdahulu dalam mengembangakan
keilmuannya yang menjadikan era keemasaan umat Islam pada masa itu, meskipun pada era
moderen saat ini perkembangan ilmu banyak yang berpatokan pada negeri barat. Dalam
bidang kajian Islam yang secara intens yang diteliti yakni dilakukan oleh kalangan dari
ilmuwan, pemerhati Islam dan akademisi adalah terkait pembaruan dalam dunia Islam. Hal
ini terlihat dari banyaknya penelitian dan kajian yang membicarakan dengan topik tersebut
seperti sejarahnya, tokohnya, serta pemikiran pembaruannya. Pengkajian dan Perbincangan
tersebut, menunjukkan bahwasanya di kalangan umat Islam, khususnya dari kalangan para
ilmuwan Islam telah berpandangan bahwa pembaruan Islam merupakan suatu hal
keniscayaan yang harus diwujudkan salah satunya dimulai dari bidang pendidikan, dan yang
akan penulis bahas saat ini yaitu Al-Qabisi yang merupakan ulama pemikir pendidikan
Islam.

1
Din Syamsudin, “Mengapa Pembaruan Islam?”, dalam Jurnal Ulumul Qur’an, No. 3 Vol. IV Tahun 1993, 68-69.

2
B. Rumusan Masalah

1. Identitas dan riwayat hidup Al-Qabisi?

2. Bagaimana pemikiran Al-Qabisi secara umum?

3. Bagaimana pemikiran Al-Qabisi tentang pendidikan Islam?

4. Bagaimana relevansi pemikiran pendidikan Islam Al-Qabisi dengan pendidikan


Islam sekarang?

C. Tujuan

1. Mengetahui identitas dan riwayat hidup Al-Qabisi.

2. Mengetahui pemikiran Al-Qabisi secara umum.

3. Mengetahui pemikiran Al-Qabisi tentang pendidikan Islam.

4. Mengetahui relevansi pemikiran pendidikan Islam Al-Qabisi dengan pendidikan


Islam sekarang.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Riwayat Hidup Al-Qabisi

Nama lengkap Al-Qabisiy adalah Abu Al-Hasan Muhammad bin Khalaf Al-
Ma‘arifi Al-Qairawaniy. Al-Qabisiy adalah penisbahan kepada sebuah bandar yang
terdapat di Tunis. Kalangan ulama lebih mengenal namanya dengan sebutan Al-Qabisiy.
Ia lahir di Kota Qairawan Tunisia pada tahun 324 H-935M dan meninggal dunia pada
tahun 1012 M.2 Semasa kecil dan remajanya belajar di Kota Qairawan. Ia mulai
mempelajari Al-Qur’an, hadits, fikih, ilmu-ilmu bahasa Arab dan Qira’at dari beberapa
ulama yang terkenal di kotanya. Di antara ulama yang besar sekali memberi pengaruh
pada dirinya adalah Abu Al-‘Abbas Al-Ibyani yang amat menguasai fikih mazhab Malik.
Al-Qabisiy pernah mengatakan tentang gurunya ini: “saya tidak pernah menemukan di
Barat dan di Timur ulama seperti Abu al-‘Abbas. Guru-guru lain yang banyak ia
menimba ilmu dari mereka adalah Abu Muhammad Abdullah bin Mansur Al-Najibiy,
Abdullah bin Mansur Al-Ashal, Ziyad bin Yunus Al-Yahsabiy, Ali Al-Dibagh dan
Abdullah bin Abi Zaid.3

Al-Qabisiy pernah sekali melawat ke wilayah Timur Islam dan menghabiskan


waktu selama 5 tahun, untuk menunaikan ibadah haji dan sekaligus menuntut ilmu. Ia
pernah menetap di bandar-bandar besar seperti Iskandariyah dan Kairo (Negara Mesir)
serta Hejaz dalam waktu yang relatif tidak begitu lama. Di Iskandariyah ia pernah belajar
pada Ali bin Zaid Al-Iskandariy, seorang ulama yang masyhur dalam meriwayatkan
hadits Imam Malik dan mendalami mazhab fikihnya.4

Al-Qabisi sendiri, menurut catatan sejarah, melakukan hijrah ke negeri Timur,


yakni Makkah dan Madinah, di samping menuntut ilmu, beliau juga menunaikan ibadah
haji. Dalam perjalanannya ke Timur al-Qabisi juga singgah dan menetap beberapa waktu
di Iskandariyah dan Mesir untuk menuntut ilmu. Di Mekah, beliau mempelajari ilmu fiqh

2
Ali al-Jumbulati, Dirasatun Muqaranatun fit Tarbiyyatil Islamiyyah, terj. M. Arifin, dengan judul Perbandingan
Pendidikan Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), 76.
3
Abdullah al-Amin al-Nu’my, Kaedah dan Tekhnik Pengajaran Menurut Ibnu Khaldun dan Al-Qabisy, (Jakarta:
t.pt., 1995), 184.
4
Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada, 2003), 25-26.

4
dan hadis Bukhari melalui ulama terkenal Ali Abu al-Hasan bin Ziyad al-Iskandari salah
seorang ulama yang termashur dalam meriwayatkan Imam Malik. Hal inilah yang
membuat ia menjadi seorang ahli fiqh Imam Malik. Demikian halnya selama beliau di
Iskandariyah beliau juga belajar hadis dengan Abu al-Hasan Ali bin Ja‟far. Perjalanannya
ke negeri Timur ini memberikan kefakihan dan menambahnya wawasan beliau dalam
ilmu-ilmu keislaman, sehingga ia dapat memberikan corak pendidikan Islam walaupun
dalam bentuk sederhana. Salah satu kegemilangan yang beliau peroleh dari perjalanannya
ke Timur ialah al-Qabisi adalah orang yang pertama kali membawa kitab Shahih Bukhari
ke Afrika Utara.5

B. Pemikiran Al-Qabisi secara umum

Al-Qabisi adalah seorang ilmuan sekaligus sebagai pemikiran pendidikan yang


sangat jenius, di mana banyak karya-karya yang ditinggalkannya dalam berbagai disiplin
ilmu pengetahuan sebagai khazanah bagi intelektual muslim, sebagaimana menurut
Qadhi Iyad, Ibn Farhun dan Abdurrahman. Kitab-kitab yang dikarang al-Qabisi ialah:

1. Al-Muhid al-Fiqh wa Ahkam ad-Diyanah


2. Al-Mub’id min Syibhi at-Ta’wil
3. Al-Munabbih li al-Fithan an Ghawail Fitan
4. Al-Risalah al-Mufashshalah li Ahwal al-Muta’allimin wa Ahkam al-Mu’allimin wa al-
Muta’allimin
5. Al-I’tiqadat
6. Manasik al-Hajj
7. Mulakhkhas li al-Muwattha’
8. Al-Risalah an-Nasyiriyah fi al-Radd ala’ al-Bikriyyah
9. Al-Zikr wa al-Du’a`.6
Dengan adanya beberapa karya-karya al-Qabisi, menginformasikan bahwa beliau
memiliki berbagai disiplin ilmu yang berbeda-beda seperti ilmu fiqh, teologi dan

5
Gamal Abdul Nasir, Prinsip-prinsip Pendidikan Islam Menurut Ibn Sahnun, al-Qabisi dan Ibn Khaldun, (Kuala
Lumpur: Cergas, 2003), 73.
6
Mushthafa ‘Abdullah al-Qasthanthani al-Rumi al-Hanafi, Kasyf al-Zhunun ‘an Asami al-Kutub wa al-Funun, Jilid
5, (Beirut : Dar al-Fikr, 1994), 549.

5
pendidikan. Meski al-Qabisi tidak pernah langsung belajar mengenai ilmu-ilmu
pendidikan secara formal seperti pada masa ini. Namun berkat pengalaman beliau
menuntut ilmu ke berbagai daerah dan keterlibatannya dalam dunia pendidikan sebagai
seorang guru menimbulkan inspirasi pemikirannya terhadap dunia pendidikan. Hal ini
terlihat dalam karangann beliau berjudul al-Risalah al-Mufashshalah li Ahwal
alMuta’allimin wa Ahkam al-Mu’allimin wa al-Muta’allimin, buku ini menguraikan
tentang hal ihwal para pelajar dan hukum-hukum untuk para guru dan pelajar. Banyaknya
karya yang dilahirkan oleh al-Qabisi, telah banyak tersebar di seluruh pelosok dunia
termasuk di Indonesia, di mana pemikiran beliau telah banyak diadopsi dan
diinterpretasikan kembali sesuai dengan kebutuhan yang ada.7

C. Pemikiran Al-Qabisi tentang pendidikan Islam

a). Pendidikan Anak-anak

Al-Qabisi memiliki perhatian yang besar terhadap pendidikan anak-anak yang


berlangsung di kuttab-kuttab. Menurutnya bahwa mendidik anak-anak merupakan
upaya amat strategis dalam rangka menjaga kelangsungan bangsa dan negara. Oleh
karena itu, pendidikan anak harus dilaksanakan dengan penuh kesungguhan dan
ketekunan yang tinggi.8 Selanjutnya ia juga dikenal sebagai ulama yang berakhlak
mulia. Keluasan ilmunya yang tinggi dibarengi dengan ketekunan ibadah dan budi
pekerti mulia, menyebabkan apa yang dikerjakannya kepada orang lain akan dapat
diterima. Sifat inilah yang nantinya menjadi salah satu faktor pendukung keberhasilan
seorang guru dalam mengajar. Guru bukan hanya menguasai berbagai materi
pengajaran dan cara menyampaikannya dengan baik, tetapi juga harus memiliki budi
pekerti mulia dan keteladanan yang tinggi. Ia senantiasa menunjukkan rasa takut
kepada Allah, bersih jiwanya, cinta pada fakir miskin, gemar berpuasa, shalat tahajjud,
menerima apa adanya (qanaah), berhati lembut terhadap orang-orang yang mendapat
musibah serta tabah dalam menderita cobaan Tuhan.9

7
Muslim, “Konfigurasi Pemikiran Al-Qabisi Tentang Pendidikan Islam”, POTENSIA: Jurnal Kependidikan Islam,
Vol. 2, No. 2, Desember 2016. 23.
8
Ali Al-Jumbulati, Perbandingan Pendidikan Islam, Terj. H. M. ARifin, dari judul asli Dirasah al-Muqarranah fi
al-Tarbiyah al-Islamiyah, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), 87.
9
Abudin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 2003), 27.

6
b). Kurikulum Pendidikan

Kurikulum pendidikan yang ditawarkan al-Qabisi terhadap anak didik dapat


dilihat dalam bentuk yang sederhana. Menurutnya, pendidikan yang pertama kali
diterima anak adalah dari lingkungan keluarganya, oleh sebab itu al-Qabisi tidak
memberikan batasan waktu kapan anak diserahkan ke kuttab (sekolah), karena
menurutnya, kuttab adalah perpanjangan tangan dari orang tua siswa untuk mendidik
anaknya, apabila orang tua tersebut tidak dapat untuk mendidik anaknya. Meski
demikian, menurut al-Qabisi, anak dapat diserahkan ke kuttab ketika anak tersebut
telah fasih berbicara atau telah berusia 7 tahun. Pelajaran yang pertama diterima anak
di sekolah adalah menghafal al-Qur'an, baik secara individu maupun kelompok, lalu
anak mempelajari cara penulisannya.10

Secara garis besar kurikulum menurut al-Qabisi dibagi kepada dua macam yaitu:
kurikulum pokok dan kurikulum pilihan (penunjang). Pembagian kurikulum ini juga
dilatarbelakangi oleh pemahaman bahwa ilmu itu juga terbagi kepada dua macam,
yaitu ilmu wajib dan tidak wajib sebagaimana halnya juga al-Ghazali membagi ilmu
kepada fardhu a’in dan fardhu kifayah. Ilmu- ilmu wajib ini merupakan kurikulum
pokok yang harus diajarkan terlebih dahulu kepada anak didik yang terdiri atas:
membaca atau menghafal al-Qur'an, mempelajari shalat, do‟a, sebahagian kaedah
nahwu kemudian membaca dan menulis. Sedangkan kurikulum pilihan ialah:
mempelajari ilmu hitung, seluruh kaedah nahwu, syair-syair, dan nama-nama hari
Arab.11

Kurikulum menurut pandangan al-Qabisi di atas adalah untuk jenjang pendidikan


dasar, yakni pendidikan di al-Kuttab, sesuai dengan jenjang yang telah di kenal di
masa itu. Al-Kuttab merupakan lembaga pendidikan Islam terlama. AlKuttab ini
didirikan oleh orang Arab pada masa Abu Bakar dan Umar, yaitu sesudah mereka
melakukan penaklukan-penaklukan dan sesudah mereka mempunyai hubungan dengan
bangsa-bangsa yang telah maju. Al-Kuttab ini memegang peranan penting dalam

10
Muslim, “Konfigurasi Pemikiran Al-Qabisi Tentang Pendidikan Islam”, 206
11
Ibid.,

7
kehidupan Islam karena mengajarkan Al-Qur‟an bagi anak-anak diangggap satu hal
yang amat perlu, sehingga kebanyakan para Ulama berpendapat mengajarkan Al-
Qur‟an bagi anak-anak dipandang sebagai fardhu kifayah, di samping itu Nabi sendiri
menyatakan bahwa belajar itu sangat perlu, sehingga beliau mewajibkan tiap- tiap
tawanan perang Badar untuk mengajarkan orang- orang Islam sebagai tebusan
perang.12

c). Metode dan Teknik Pembelajaran

Al-Qabisi juga mengemukakan metode belajar yang efektif, yaitu menghafal,


melakukan latihan dan demonstrasi. Belajar dengan menghafal adalah cara pengajaran
yang amat diperhatikan oleh pendidikan modern sekarang. Di antara ketetapannya
adalah pemahaman terhadap pelajaran dengan baik akan mmbantu hapalan yang baik.
Pendidikan modern sekarang ini menganjurkan agar mengajar anak dengan cara
menghafalkan pelajaran agar mereka memahami maksudnya secara jelas. Salah satu
bukti yang jelas bahwa kurikulum di Al-Kuttab Islam berisi bahan-bahan ilmu
pengetahuan yang wajib dihapal dan diingat.Di dalam al-Kuttab itu hanya diajarkan
ilmu-ilmu alquran tulis menulis nahwu, bahasa Arab, syair, dan sejarah bangsa Arab
(Islam) yang termasuk ilmu-ilmu lafdziyah. Ilmu-ilmu itu harus dibaca,dipahami dan
diingat-ingat. Maka jelaslah bahwa kurikulum al-Kuttab itu mementingkan
penggunaan metode hafalan. Karena menurut al-Qabisi menghafal merupakan salah
satu metode yang paling baik dan sesuai dengan pendapat modern yang menyatakan
bahwa metode hafalan didasarkan atas pengulangan, kecenderungan dan pemahaman
terhadap bahan pelajaran.13

Al-Qabisi menjelaskan bahwa pertam-tama anak harus diajari membaca dan


menghafal al-Qur’an. Jika kedua skil ini sudah mantap, kemudian baru diajari menulis,
ditambah lagi dengan pelajaran-pelajaran lainnya. Metode menghafal yang dianjurkan
oleh al-Qabisi itu didasarkan pada pemahaman sebuah hadits Nabi Saw. tentang
menghafal al-Qur’an. Nabi mengumpakan orang yang menghafal al-Qur’an bagaikan
unta yang diikat dengan tali, jika pemiliknya mengokohkan ikatannya, unta itu akan
12
Ibid., 207.
13
Mansur. “Pemikiran Al-Qabisi tentang Pemikiran islam”. http://menzour.blogspot.com/2018/05/makalah-
pemikiran-al-qabisi-tentang.html. di akses tanggal 11/10/2018.

8
terikat erat pula, dan jika ia melepaskan tali ikatannya, maka ia akan pergi.” Jika orang
yang menghafal al-Qur’an di waktu malam dan di siang hari mengulangngulanginya,
maka ia akan tetap mengingatnya, dan jika ia tidak pernah membacanya, maka ia akan
melupakannya (hilang hafalannya).14

d). Percampuran Belajar Antara Murid Laki-laki dan Perempuan

Percampuran belajar antara murid laki-laki dan perempuan dalam satu tempat atau
yang dikenal dengan istilah Co-Educational Classes juga menjadi perhatian al-Qabisi.
Ia tidak setuju bila murid laki-laki dicampur dengan murid perempuan di kuttab,
sehingga anak itu harus tetap belajar sampai usia baligh (dewasa). Menurut al-Qabisi
bahwa bercampurnya anak laki-laki dan perempuan di kuttab untuk belajar adalah
suatu hal yang tidak baik. Pendapat ini tampak kelihatan kuno dan tidak dapat diterima
masyarakat modern yang menuntut kesamaan derajat dan kemitraan sejajar. Dalam
hubungan ini al-Qabisi menilai sesungguhpun pendapatnya terkesan kuno, namun
pendapat itulah yang sesuai dengan garis ajaran agama Islam. Karena anak yang
berusia muharriqah (masa puberitas/remaja) tidak memiliki ketenangan jiwa dan
timbul dorongan kuat untuk mempertahankan jenis kelaminnya hingga sampai waktu
dewasa.15

Al-Qabisi sebagaimana halnya Ibnu Sahnun (abad 3 H), sependapat bahwa guru
yang paling tidak disukai adalah guru yang megajarkan anak-anak perempuan remaja,
kemudian mereka dicampur dengan anak laki-laki remaja. Hal demikian akan
menimbulkan kerusakan bagi anak perempuan remaja. Salah satu alasan mengapa Al-
Qabisi berpegang teguh pada pendapatnya itu adalah karena ia kawatir kalau anak-
anak itu menjadi rusak moralnya. Ia memperingatkan agar tidak mencampurkan anak
kecil dengan remaja yang telah dewasa (telah bermimpi coitus), kecuali bila anak
remaja yang telah baligh tidak akan merusak anak kecil. Sikap al-Qabisi yang tidak
sependapat dengan bercampurnya anak laki-laki dengan perempuan dalam satu tempat
dalam belajar itu, antara lain didasarkan pada pandangannya bahwa dorongan syahwat
biologis (seksual) termasuk dorongan yang paling kuat, dan jika berdekatan dengan
wanita dikhawatirkan akan terjadi pelanggaran seksual yang dapat merendahkan
14
Abudin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, 35.
15
Ibid., 37.

9
martabatnya dan menjauhkan dari keimanan dan ketaqwaan yang ada dalam dirinya.
Dengan demikian, sikapnya itu tampak lebih didasarkan pada sikap yang amat berhati-
hati dalam menjaga moral agama. Di sini terlihat dengan jelas betapa prinsipnya yang
demikian kuat berpegang kepada agama dan taat beribadah kepada Allah.16

e). Pendidikan Akhlak

Menyangkut dengan pendidikan akhlak, Al-Qabisi meminta para pendidik agar


berpegang pada nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang didasarkan kepada al-Qur`an dan
Sunnah. Ia berkata bahwa siapa yang mengajar anaknya dan memperbagus
pengajarannya dan siapa saja yang mendidik anaknya serta memperbagus
pendidikannya, orang tersebut telah berbuat baik kepada anaknya dan akan mendapat
pahala di sisi Allah. Al-Qabisi menyatakan bahwa antara pendidikan dengan
pengajaran saling mengisi. Akhlak mesti dibina oleh keluarga, lembaga pendidikan
dan masyarakat umum. Kalau anak menyimpang ataupun melakukan hal-hal yang
buruk, itu lebih disebabkan oleh keluarga yang tidak melaksanakan kewajiban mereka.
Anak-anak yang telah menyimpang dari perilaku agama perlu diberikan hukuman
serta mendidik ke arah yang benar.17

D. Relevansi pemikiran pendidikan Islam Al-Qabisi dengan pendidikan Islam


sekarang

Relevansi dari pemikiran Al-Qabisi dalam pendidikan Islam diera Modern ini
sangat bisa di pakai didunia pendidikan sekarang. Melihat realita pendidikan sekarang
yang sudah jauh dari kata prilaku baik dalam menghasilkan generasi yang berakhalak
baik, tapi mulai banyak dari pemikiran Al-Qabisi yang di pakai dan di terapkan pada
pendidikan modern ini. Mesikpun ada yang mengkritik pemikiran dari Al-Qabisi seperti
Al-Qabisi tidak mengungkapkan dengan jelas tentang psikologi dalam kurikulumnya.
Tapi, kalau kita ulas dan periksa kembali lebih dalam, Al-Qabisi sebenarnya juga sangat
peduli dengan anak-anak psikologi. Hal ini terlihat dari miliknya pernyataan dalam
mendidik anak-anak. Dia berkata bahwa orang harus mempertimbangkan kesesuaiannya
bahan dengan tingkat usia anak-anak. Lebih jelas lagi, materi Al-Qur’an itu diajarkan

16
Ibid.,
17
Abdullah al-Amin al-Nu‟my, Kaedah dan Tekhnik Pengajaran Menurut Ibnu Khaldun dan AlQabisy, 203-205.

10
kepada anak-anak harus sesuai untuk kemampuan menghafal anak-anak. Anak-anak yang
lebih lemah dalam menghafal seharusnya tidak perlakukan juga anak-anak yang lebih
kuat dalam menghafal Padahal, anak-anak yang ada keterampilan yang lebih lemah
dalam menghafal tidak seharusnya dimasukkan dalam kelompok yang sama dengan anak-
anak yang kuat memori, berdasarkan penjelasan ini, itu tidak masuk akal jika sebagian
besar orang menilai Al-Qabisi Kurikulum tidak termasuk psikologi anak-anak, salah
satunya diklaim oleh Ali al- Jumbulati & Al-Futuh di-Tuwanisi.18

Keakuratan Al-Qabisi dalam memilih bahan belajar sesuai dengan kapasitas


intelektual dan kesiapan anak-anak untuk menerima pengetahuan, secara implisit, itu
menjadi bukti bahwa dia sangat berhati-hati dan cerdas membuat dan menerapkan
kurikulum. Sejak dia adalah pengikut Sunnah, ia setuju bahwa sebuah kurikulum harus
sesuai dengan kondisi anak-anak, sehingga akan membuat mereka lebih mudah untuk
mencapai tujuan mereka, yaitu mengembangkan kekuatan moral anak-anak, untuk
membangun rasa cinta agama, mengikuti semua ajarannya, dan berperilaku sebaik nilai-
nilai agama. Selain itu, Al-Qabisi ingin jika mengajar dan proses belajar harus bisa
berkembang dan mengembangkan kepribadian anak-anak di sesuai dengan nilai-nilai
Islam yang benar. Di dalam kasus, penerapan yang sesuai kurikulum dengan kemampuan
anak-anak dari dari waktu ke waktu ditentukan keberhasilan pendidikan pada waktu itu.19

18
Al-Husaini M.Daud. “Al-Qabisi’s Thoughts about Curriculum”. TAWARIKH: International Journal for Historical
Studies, 5(2) April 2014. 194.
19
Ibid., 195.

11
BAB III

PENUTUP

Al-Qabisiy lahir di Kota Qairawan Tunisia pada tahun 324 H-935M dan
meninggal dunia pada tahun 1012 M. Semasa kecil dan remajanya belajar di Kota
Qairawan. Ia mulai mempelajari Al-Qur’an, hadits, fikih, ilmu-ilmu bahasa Arab dan
Qira’at dari beberapa ulama yang terkenal di kotanya. Al-Qabisiy pernah sekali melawat
ke wilayah Timur Islam dan menghabiskan waktu selama 5 tahun, untuk menunaikan
ibadah haji dan sekaligus menuntut ilmu. Ia pernah menetap di bandar-bandar besar
seperti Iskandariyah dan Kairo (Negara Mesir) serta Hejaz dalam waktu yang relatif
tidak begitu lama.

Al-Qabisi adalah seorang ilmuan sekaligus sebagai pemikiran pendidikan yang


sangat jenius, di mana banyak karya-karya yang ditinggalkannya dalam berbagai
disiplin ilmu pengetahuan sebagai khazanah bagi intelektual muslim.

Pemikiran Al-Qabisi tentang pendidikan Islam antara lain Pendidikan Anak-anak,


Kurikulum, kurikulum menurut al-Qabisi dibagi kepada dua macam yaitu: kurikulum
pokok dan kurikulum pilihan (penunjang). Al-Qabisi juga mengemukakan metode
belajar yang efektif, yaitu menghafal, melakukan latihan dan demonstrasi. Percampuran
belajar antara murid laki-laki dan perempuan dalam satu tempat atau yang dikenal
dengan istilah Co-Educational Classes juga menjadi perhatian al-Qabisi. Ia tidak setuju
bila murid laki-laki dicampur dengan murid perempuan di kuttab, sehingga anak itu
harus tetap belajar sampai usia baligh (dewasa). Dan yang selanjutnya yakni
menyangkut dengan pendidikan akhlak, Al-Qabisi meminta para pendidik agar
berpegang pada nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang didasarkan kepada al-Qur`an dan
Sunnah.

Relevansi dari pemikiran Al-Qabisi dalam pendidikan Islam diera Modern ini
sangat bisa di pakai didunia pendidikan sekarang. Melihat realita pendidikan sekarang
yang sudah jauh dari kata prilaku baik dalam menghasilkan generasi yang berakhalak
baik, tapi mulai banyak dari pemikiran Al-Qabisi yang di pakai dan di terapkan pada
pendidikan modern ini.

12
DAFTAR PUSTAKA

Al-Jumbulati, Ali, Dirasatun Muqaranatun fit Tarbiyyatil Islamiyyah, terj. M. Arifin,


dengan judul Perbandingan Pendidikan Islam, Jakarta: Rineka Cipta, 1994.

Al-Nu’my. Abdullah al-Amin, Kaedah dan Tekhnik Pengajaran Menurut Ibnu Khaldun
dan Al-Qabisy, Jakarta: t.pt., 1995.

Al-Hanafi. Mushthafa ‘Abdullah al-Qasthanthani al-Rumi al-Hanafi, Kasyf al-Zhunun ‘an


Asami al-Kutub wa al-Funun, Jilid 5, Beirut : Dar al-Fikr, 1994.
Mansur. “Pemikiran Al-Qabisi tentang Pemikiran islam”.
http://menzour.blogspot.com/2018/05/makalah-pemikiran-al-qabisi-tentang.html. di
akses tanggal 11/10/2018.
M.Daud. Al-Husaini. “Al-Qabisi’s Thoughts about Curriculum”. TAWARIKH: International
Journal for Historical Studies, 5(2) April 2014.
Nata. Abuddin, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Raja Grapindo
Persada, 2003.

Nasir. Gamal Abdul, Prinsip-prinsip Pendidikan Islam Menurut Ibn Sahnun, al-Qabisi dan
Ibn Khaldun, Kuala Lumpur: Cergas, 2003.

Syamsudin, Din, “Mengapa Pembaruan Islam?”, dalam Jurnal Ulumul Qur’an, No. 3 Vol.
IV Tahun 1993.

13

You might also like