Professional Documents
Culture Documents
Keberadaan Daulah Khilafah Islamiyah ditujukan dalam rangka melanjutkan kembali kehidupan Islam dengan
menjadikan pemikiran dan hukum-hukum Islam sebagai pedoman dalam seluruh aspek kehidupan manusia. Daulah
Khilafah akan menerapkan Islam bagi seluruh rakyat dalam seluruh aspek kehidupan mereka. Penerapan hukum-hukum
Islam di bidang ekonomi, misalnya, akan menjadikan kegiatan ekonomi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
kehidupan Islam secara keseluruhan.
Berbagai kegiatan ekonomi berjalan dalam rangka mencapai satu tujuan, yakni
menciptakan kesejahteraan menyeluruh bagi setiap individu rakyat—Muslim dan
non-Muslim—yang hidup dalam naungan Daulah Khilafah. Hal ini karena semua
kegiatan ekonomi diarahkan untuk mewujudkan penerapan politik-ekonomi Islam,
yakni menjamin tercapainya pemenuhan semua kebutuhan pokok (primer) tiap
indidvidu masyarakat secara keseluruhan pemenuhan berbagai kebutuhan pelengkap
(sekunder dan tersier) sesuai dengan kemampuan mereka. Politik-ekonomi seperti
ini pada akhirnya akan menciptakan kehidupan ekonomi yang sejahtera, penuh
ketenangan dan kesederhanaan, namun tetap produktif dan inovatif.
Kondisi ini berbeda dengan kehidupan ekonomi dalam sistem ekonomi kapitalis.
Meskipun penerapan sistem ekonomi kapitalis berhasil menciptakan pertumbuhan
ekonomi, namun secara bersamaan, telah melahirkan gejolak, pertentangan
antarkelas yakni pemilik modal (kapitalis) kelompok pekerja. Akibatnya, akan
kita temukan berbagai dampak nyata dalam kehidupan ekonomi kapitalis; mulai dari
ketimpangan sosial yang parah, munculnya ketegangan, pertentangan, dan keresahan
diantara kelompok masyarakat; berkembangnya kehidupan materialistik yang penuh
dengan keserakahan yang didorong oleh semangat mencintai harta dan asyik dengan
kekayaan; hingga terjadinya proses dehumanisasi karena manusia tidak ubahnya
seperti binatang yang hanya berupaya memperebutkan materi semata. Merebaknya
kegiatan prostitusi, perjudian, pornografi pada berbagai media, bisnis hiburan
yang penuh maksiat, praktek riba, narkoba, miras, korupsi, sogok-menyogok, dan
lain-lain telah membuktikan hal itu. Selain itu, penguasaan aset umat dan
negara—seperti hutan, pertambangan, dan kepemilikan umum lainnya—oleh hanya
segelintir orang tertentu telah berdampak pula pada kerusakan dan terganggunya
berbagai kemaslahatan umum. Semua ini terjadi karena kehidupan ekonomi kapitalis
dibangun di atas nilai manfaat yang menghalalkan segala cara (bebas nilai).
Dari sisi pandangan ekonomi, akan dijelaskan perbedaan antara sistem ekonomi
Islam dan sistem ekonomi kapitalis dalam memandang ekonomi; dalam menetapkan apa
yang menjadi permasalahan (problematika) ekonomi yang sebenarnya; dan dalam
menentukan berbagai langkah dan strategi yang ditempuh untuk mengatasi
permasalahan ekonomi tersebut. Pada bagian akhir, akan dipaparkan gambaran real
dan praktis kehidupan ekonomi yang meliputi kegiatan ekonomi di berbagai pasar
komoditi—mencakup kegiatan produksi, investasi, perdagangan, konsumsi, dan
distribusi; pasar input yang mencakup sektor jasa (tenaga kerja), politik
pertanahan; sektor kegiatan keuangan dan perbankan; perdagangan luar negeri;
hingga pendapatan dan belanja negara.
Dalam banyak literatur modern, istilah ilmu ekonomi secara umum dipahami sebagai
suatu studi ilmiah yang mengkaji bagaimana orang-perorang atau kelompok-kelompok
masyarakat menentukan pilihan. Pilihan harus dilakukan manusia pada saat akan
memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari karena setiap manusia mempunyai
keterbatasan (kelangkaan) dalam sumberdaya yang dimilikinya. Pilihan yang
dimaksud menyangkut pilihan dalam kegiatan produksi, konsumsi, investasi, serta
kegiatan distribusi barang dan jasa di tengah masyarakat. Intinya, pembahasan
ilmu ekonomi ditujukan untuk memahami bagaimana masyarakat mengalokasikan
keterbatasan (kelangkaan) sumberdaya yang dimilikinya.
Ilmu ekonomi membahas aktivitas yang berkaitan dengan: alokasi sumberdaya yang
langka dalam kegiatan produksi untuk menghasilkan barang dan jasa; cara-cara
memperoleh barang dan jasa; kegiatan konsumsi, yakni kegiatan pemanfaatan barang
dan jasa untuk memenuhi kebutuhan hidup; kegiatan investasi, yakni kegiatan
pengembangan kepemilikan kekayaan yang dimiliki; serta kegiatan distribusi,
yakni bagaimana menyalurkan barang dan jasa yang ada di tengah-tengah
masyarakat. Seluruh kegiatan ekonomi—mulai dari produksi, konsumsi, investasi,
serta distribusi barang dan jasa tersebut—dibahas dalam ilmu ekonomi yang
sering dipaparkan dalam berbagai literatur ekonomi kapitalis.
Dua telapak kaki manusia akan selalu tegak (di hadapan Allah) hingga ia ditanya
tentang umurnya untuk apa ia habiskan; tentang ilmunya untuk apa ia pergunakan;
tentang hartanya dari mana ia peroleh dan untuk apa ia pergunakan; dan tentang
tubuhnya untuk apa ia korbankan. [HR .at-Tirmidzi dari Abu Barzah r.a.].
Akan tetapi, pengaturan Islam dalam bidang ekonomi tidak mencakup seluruh
kegiatan ekonomi. Dalam konteks pengadaan serta produksi barang dan jasa, Islam
tidak mengaturnya; bahkan menyerahkannya kepada manusia. Islam hanya mengatur
kegiatan ekonomi yang berkaitan dengan tatacara perolehan harta (konsep
kepemilikan); tatacara pengelolaan harta, mulai dari pemanfaatan (konsumsi)
hingga pengembangan kepemilikan harta (investasi); serta tatacara
pendistribusian harta di tengah-tengah masyarakat. Pembahasan tentang pengadaan
dan produksi barang dan jasa dipandang sebagai bagian dari ilmu ekonomi.
Sementara itu, pembahasan tentang tatacara perolehan, pengelolaan, dan
pendistribusian harta di pandang sebagai bagian dari sistem ekonomi. Atas dasar
ini, Islam memberikan pandangan yang berbeda terhadap ilmu ekonomi dan sistem
ekonomi.
Menurut An-Nabhani (1990), pandangan Islam terhadap masalah ekonomi dari segi
pengadaan dan produksi harta kekayaan (barang dan jasa) dalam kehidupan adalah
berbeda dengan pandangan Islam terhadap tatacara perolehan, pemanfaatan, dan
pendistribusiannya. Aspek yang pertama dimasukkan ke dalam pembahasan ilmu
ekonomi (‘ilmun iqtishadiyun) yang bersifat universal dan sama untuk setiap
bangsa di dunia, sementara aspek yang kedua dimasukkan ke dalam pembahasan
sistem ekonomi (nizhâmun iqtishadiyun) yang dapat berbeda di antara setiap
bangsa sesuai dengan pandangan hidupnya (ideologinya).
Menurut Islam, dari segi keberadaannya, harta kekayaan terdapat dalam kehidupan
secara alamiah; Allah Swt. telah menciptakannya untuk diberikan kepada manusia.
Allah Swt. berfirman dalam banyak ayat-Nya, antara lain:
Dialah Yang telah menciptakan untuk kalian semua apa saja yang ada di bumi. (Qs.
Al-Baqarah [2]: 29).
Allahlah Yang telah menundukkan untuk kalian lautan agar bahtera bisa berjalan
di atasnya dengan kehendak-Nya, juga agar kalian bisa mengambil kebaikannya.
(Qs. Al-Jatsiyah [45]: 12).
(Dialah) Yang menundukkan untuk kalian apa yang ada di langit dan apa yang ada
di bumi. (Qs. Al-Jatsiyah [45]: 13).
Ayat-ayat di atas serta ayat-ayat yang lain yang serupa menunjukkan bahwa Allah
Swt. menegaskan bahwa Dia-lah Yang telah menciptakan benda-benda (harta) agar
http://www.syariah.org/portal - komunitas rindu syariah Powered by Mambo Generated: 28 June, 2007, 06:44
bisa dimanfaatkan oleh manusia secara keseluruhan.
Agar harta kekayaan yang telah Allah Swt. ciptakan tersebut dapat dimanfaatkan
oleh manusia, manusia tentu harus melakukan berbagai kegiatan ekonomi untuk
dapat mengelolanya. Dalam hal bagaimana bagaimana manusia memproduksi harta
kekayaan dunia sekaligus meningkatkan produktivitasnya, Islam, sebagai sebuah
prinsip hidup, tidaklah menetapkan cara dan aturan pengelolaan yang khusus.
Tidak terdapat satu keterangan pun, baik yang berasal dari al-Qur’an maupun
as-Sunnah, yang menjelaskan bahwa Islam ikut campur dalam menentukan bagaimana
cara memproduksi harta kekayaan tersebut. Justru sebaliknya, kita malah
menemukan banyak keterangan yang menjelaskan bahwa syariat Islam telah
menyerahkan kepada manusia ihwal menggali dan memproduksi kekayaan tersebut.
Diriwayatkan bahwa Nabi saw. pernah memberi nasihat kepada orang yang sedang
melakukan penyerbukan kurma. Setelah orang tersebut mengikuti nasihat Nabi saw,
ternyata orang tersebut mengalami gagal panen. Setelah hal itu disampaikan
kepada Nabi saw., beliau bersabda:
Kalianlah yang lebih tahu tentang (urusan) dunia kalian. [HR. Muslim dari Anas
ra.].
Ada juga hadis yang menjelaskan bahwa Nabi saw. telah mengutus dua orang Muslim
berangkat ke Yaman untuk mempelajari industri persenjataan.
http://www.syariah.org/portal - komunitas rindu syariah Powered by Mambo Generated: 28 June, 2007, 06:44
Oleh karena itu, jelas bahwa Islam telah memberikan pandangan (konsep) tentang
sistem ekonomi, sementara tentang ilmu ekonomi Islam menyerahkannya kepada
manusia. Dengan kata lain, Islam telah menjadikan perolehan dan pemanfaatan
harta kekayaan sebagai masalah yang dibahas dalam sistem ekonomi. Sebaliknya,
secara mutlak, Islam tidak membahas bagaimana cara memproduksi kekayaan dan
faktor produksi yang bisa menghasilkan harta kekayaan, karena hal itu termasuk
dalam pembahasan ilmu ekonomi yang bersifat universal.
Menurut Az-Zein (1981) dan juga An-Nabhaniy (1995), Islam membedakan pembahasan
ekonomi dari segi pengadaan serta peningkatan produktivitas barang dan jasa
dengan pembahasan ekonomi dari segi tatacara memperoleh, memanfaatkan, dan
mendistribusikan barang dan jasa. Pembahasan ekonomi dari segi yang pertama
dimasukkan ke dalam pembahasan ilmu ekonomi. Sementara itu, pembahasan ekonomi
dari segi yang kedua dimasukan ke dalam pembahasan sistem ekonomi.
Ilmu ekonomi, menurut pandangan Islam, adalah ilmu yang membahas tentang prsoses
pengadaan dan peningkatan produktivitas barang dan jasa—artinya berkaitan
dengan aspek produksi. Harta kekayaan sifatnya ada secara alami. Upaya
mengadakan dan meningkatkan produktivitasnya pun dilakukan manusia secara
universal. Oleh karena itu, pembahasan tentang ilmu ekonomi merupakan pembahasan
yang universal pula sesuai dengan perkembangan sains dan teknologi. Karena ilmu
ekonomi tidak dipengaruhi oleh pandangan hidup (ideologi) tertentu dan bersifat
universal, maka ia dapat diambil dari manapun selama bermanfaat.
Sedangkan sistem ekonomi terkait dengan masalah kepemilikan harta kekayaan serta
bagaimana cara memanfaatkan, mengembang-kan, dan mendistribusikannya kepada
masyarakat.
Sementara itu, sistem ekonomi kapitalis menjadikan pembahasan ilmu ekonomi dan
sistem ekonomi sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Bahkan, sistem
ekonomi kapitalis telah menjadikan pembahasan sistem ekonomi sebagai bagian dari
ilmu ekonomi yang berlaku universal. Artinya, pembahasan ekonomi dari segi
pengadaan serta peningkatan produktivitas barang dan jasa serta dari segi
tatacara perolehan, pemanfaatan, dan pendistribusian-nya disatukan semuanya
dalam lingkup pembahasan ilmu ekonomi. Padahal, terdapat perbedaan mendasar di
antara keduanya.
Dengan penjelasan ini, dapat kita ketahui dan pahami, bahwa pembahasan sistem
ekonomi sangat dipengaruhi oleh pandangan hidup tertentu dan tidak berlaku
secara universal. Oleh karena itu, sistem ekonomi dalam pandangan ideologi Islam
tentu berbeda dengan sistem ekonomi dalam pandangan ideologi kapitalis ataupun
ideologi sosialis-komunis.
http://www.syariah.org/portal - komunitas rindu syariah Powered by Mambo Generated: 28 June, 2007, 06:44
Problematika Ekonomi dan
Solusinya
Terdapat perbedaan penting antara sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi
lainnya, khususnya Kapitalisme, dalam memandang apa sesungguhnya yang menjadi
permasalahan ekonomi manusia. Menurut sistem ekonomi kapitalis, permasalahan
ekonomi yang sesungguhnya adalah kelangkaan (scarcity) barang dan jasa.
Alasannya, setiap manusia mempunyai kebutuhan yang beranekaragam dan jumlahnya
tidak terbatas, sementara sarana pemuas (barang dan jasa) yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan manusia terbatas. Kebutuhan yang dimaksud mencakup kebutuhan
(need) dan keinginan (want). Menurut pandangan ini, pengertian antara kebutuhan
(need) dan keinginan (want) adalah dua hal yang sama, yakni kebutuhan itu
sendiri. Setiap kebutuhan yang ada pada diri manusia menuntut untuk dipenuhi
oleh alat-alat dan sarana-sarana pemuas kebutuhan yang jumlahnya terbatas.
Karena kebutuhan manusia jumlahnya tidak terbatas, sementara alat dan sarana
yang digunakan untuk memenuhinya terbatas, maka muncullah konsep kelangkaan.
Dari pandangan demikian, muncul pula solusi untuk memecahkan problem ekonomi
tersebut yang menitikberatkan pada aspek produksi dan pertumbuhan. Tujuannya
adalah untuk meningkatkan barang dan jasa agar dapat memenuhi kebutuhan
tersebut. Perhatian sistem ekonomi kapitalis yang begitu besar terhadap aspek
produksi dan pertumbuhan ekonomi ini justru sering mengabaikan aspek distribusi
dan kesejahteraan masyarakat banyak. Hal ini dapat dilihat dari keberpihakan
yang sangat besar kepada para konglomerat. Alasannya, pertumbuhan yang tinggi
dengan mudah dapat dicapai dengan jalan ekonomi konglomerasi, sebaliknya sulit
dan lambat jika ditempuh dengan mengandalkan ekonomi kecil dan menengah.
Karena sangat mengandalkan pada pertumbuhan ekonomi suatu negara, maka sistem
ekonomi kapitalis tidak lagi memperhatikan apakah pertumbuhan ekonomi yang
dicapai betul-betul real, yakni lebih mengandalkan sektor real, ataukah semu,
yakni mengandalkan sektor non-real (sektor moneter). Dalam kenyataannya, dalam
sistem ekonomi kapitalis, pertumbuhan yang terjadi lebih dari 85 persennya
ditopang oleh sektor non-real, sementara sisanya sektor real. Akibatnya, ketika
sektor moneter ambruk, ekonomi negara-negara yang menganut sistem ekonomi
kapitalis juga ambruk.
Berbeda dengan sistem ekonomi kapitalis, sistem ekonomi Islam menetapkan bahwa
problem ekonomi yang utama adalah masalah rusaknya distribusi kekayaan di tengah
masyarakat. Menurut Islam, pandangan sistem ekonomi kapitalis yang menyamakan
pengertian kebutuhan (need) dengan keinginan (want) adalah tidak tepat dan tidak
sesuai dengan fakta. Keinginan (want) manusia memang tidak terbatas dan
cenderung untuk terus bertambah dari waktu ke waktu. Sementara itu, kebutuhan
manusia ada yang sifatnya pokok (al-hâjât al-asasiyah) dan ada yang sifatnya
pelengkap (al-hâjât al-kamaliyah) yakni berupa kebutuhan sekunder dan tersier.
Kebutuhan pokok manusia berupa pangan, sandang, dan papan dalam kenyataannya
adalah terbatas. Setiap orang yang telah kenyang memakan makanan tertentu, pada
saat itu sebenarnya, kebutuhannya telah terpenuhi dan dia tidak menuntut untuk
memakan makanan lainnya. Setiap orang yang sudah memiliki pakaian tertentu,
meskipun hanya beberapa potong saja, sebenarnya kebutuhannya akan pakaian sudah
terpenuhi. Demikian pula jika orang telah menempati rumah tertentu untuk tempat
http://www.syariah.org/portal - komunitas rindu syariah Powered by Mambo Generated: 28 June, 2007, 06:44
tinggal, meskipun hanya dengan jalan menyewa, sebenarnya kebutuhannya akan rumah
tinggal sudah terpenuhi. Jika manusia sudah mampu memenuhi kebutuhan pokoknya
maka sebenarnya dia sudah dapat menjalani kehidupan ini tanpa mengalami
kesulitan yang berarti.
Sementara itu, kebutuhan manusia yang sifatnya pelengkap (sekunder dan tersier)
memang pada kenyataannya selalu berkembang terus seiring dengan tingkat
kesejahteraan individu dan peradaban masyarakatnya. Namun, perlu ditekankan di
sini, bahwa jika seorang individu atau suatu masyarakat tidak mampu memenuhi
kebutuhan pelengkapnya, namun kebutuhan pokoknya terpenuhi, maka individu atau
masyarakat tersebut tetap dapat menjalani kehidupannya tanpa kesulitan berarti.
Oleh karena itu, anggapan orang kapitalis bahwa kebutuhan manusia sifatnya tidak
terbatas adalah tidak tepat, karena ada kebutuhan pokok yang sifatnya terbatas
selain memang ada kebutuhan pelengkap yang selalu berkembang dan terus
bertambah.
Oleh karena itulah, permasalahan ekonomi yang sebenarnya adalah jika kebutuhan
pokok setiap individu masyarakat tidak terpenuhi. Sementara itu, barang dan jasa
yang ada, kalau sekadar untuk memenuhi kebutuhan pokok seluruh manusia, maka
jumlah sangat mencukupi. Namun demikian, karena distribusinya sangat timpang dan
rusak, maka akan selalu kita temukan—meskipun di negara-negara
kaya—orang-orang miskin yang tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok mereka
secara layak.
Atas dasar inilah, persoalan ekonomi yang sebenarnya adalah rusaknya distribusi
kekayaan di tengah-tengah masyarakat. Untuk mengatasinya, menurut sistem ekonomi
Islam, haruslah dengan jalan memberi perhatian yang besar terhadap upaya
perbaikan distribusi kekayaan di tengah-tengah masyarakat, namun aspek produksi
dan pertumbuhan tetap tidak diabaikan.
Kewajiban ayah adalah memberi makanan dan pakaian kepada para ibu dengan cara
yang baik…. (Qs. Al-Baqarah [2]: 233).
Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian
dengan penuh kerelaan. (Qs. An-Nisaa’ [4]: 4).
Berilah makan orang-orang yang sengsara lagi fakir. (Qs. Al-Hajj [22]: 28).
Sementara itu dalam hadis Rasulullah saw. yang dikutip Az-Zein (1981),
disebutkan demikian: Anak Adam tidak mempunyai kebutuhan selain sepotong roti
untuk menghilangkan laparnya, seteguk air untuk meredakan dahaganya, dan
sepotong pakaian untuk menutup auratnya. Lebih dari itu adalah keutamaan.
(Hadis)
Nash-nash al-Qur’an dan hadis di atas menunjukkan dengan jelas bahwa kebutuhan
pokok adalah kebutuhan yang tiga tersebut. Selain dari yang tiga tersebut
merupakan kebutuhan pelengkap (kamâliyât).
Demikian pula dengan kesehatan, tidak mungkin setiap manusia dapat menjalani
berbagai aktivitas sehari-hari tanpa mempunyai kesehatan yang cukup untuk
melaksanakannya. Pasalnya, kesehatan juga termasuk ke dalam kebutuhan jasa yang
pokok yang harus dipenuhi setiap manusia.
Dalil yang menunjukkan bahwa keamanan dan kesehatan merupakan salah satu
kebutuhan jasa pokok adalah sabda Rasulullah saw. berikut:
http://www.syariah.org/portal - komunitas rindu syariah Powered by Mambo Generated: 28 June, 2007, 06:44
Siapa saja yang bangun pagi dalam keadaan aman jiwanya, sehat badannya, dan di
sampingnya ada makanan hari itu, maka seakan-akan dunia ini telah dikumpulkan
baginya. (Hadis).
Sementara itu, dalil yang menunjukkan bahwa jasa pendidikan merupakan kebutuhan
pokok adalah adalah alasan bahwa tidak mungkin manusia mampu mencapai
kesejahteraan dan kebahagiaan di dunia, apalagi di akhirat, kecuali jika dia
memiliki ilmu pengetahuan yang diperlukan untuk mencapai kesejahteraan tersebut.
Dalam hal ini, Rasululah saw. bersabda:
Mencari ilmu adalah kewajiban atas setiap Muslim dan Muslimah. [HR. Thabrani].
Walhasil, tidak akan mungkin seseorang dapat mencapai kebahagiaan di dunia dan
di akhirat tanpa adanya ilmu. Ilmu pengetahuan sendiri tidak mungkin diperoleh
tanpa adanya pendidikan. Oleh karena itulah, pendidikan sebagai sarana untuk
menuntut ilmu termasuk juga dalam kebutuhan jasa yang pokok.
http://www.syariah.org/portal - komunitas rindu syariah Powered by Mambo Generated: 28 June, 2007, 06:44
Pertama, memerintahkan kepada setiap individu bekerja agar mampu memenuhi
kebutuhan hidupnya sendiri. Agar semua kebutuhan pokok (primer) tersebut bisa
terpenuhi secara menyeluruh serta dimungkinkan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan
pelengkap (sekunder dan tersier), maka barang-barang kebutuhan yang ada harus
bisa diperoleh oleh manusia sehingga mereka dapat memenuhi seluruh
kebutuhan-kebutuhan tersebut. Sementara itu, barang-barang pokok tersebut tidak
mungkin diperoleh, kecuali jika mereka berusaha mencarinya. Oleh karena itu,
Islam mendorong manusia agar bekerja, mencari rezeki dan berusaha. Bahkan, Islam
telah menjadikan hukum mencari rezeki, khususnya bagi orang yang harus
menangggung diri sendiri, adalah sebuah kewajiban sehingga mereka mampu memenuhi
kebutuhan hidupnya sendiri.
Mereka (para istri) mempunyai hak atasmu agar kamu memberi makan dan pakaian
kepada mereka. (Hadis).
Hak mereka atas kamu adalah kamu membaguskan bagi mereka dalam hal pakaian dan
makanan mereka. (Hadis).
Nash-nash ini menjelaskan kewajiban suami untuk menafkahi istrinya. Selain itu,
seorang ayah berkewajiban untuk menafkahi anak-anaknya berdasarkan firman Allah
Swt.:
Kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu. (Qs. Al-Baqarah [2]:
233).
Anak-anak juga berkewajiban untuk menafkahi kedua orang tua mereka. Dalam hal
ini, Allah Swt. berfirman:
Berbuat baiklah kepada kedua ibu bapak. (Qs. An-Nisaa’ [4]: 36).
http://www.syariah.org/portal - komunitas rindu syariah Powered by Mambo Generated: 28 June, 2007, 06:44
Sesungguhnya yang paling baik dimakan oleh seorang lelaki adalah sesudah
kasabnya (usahanya), dan anaknya itu termasuk kasabnya. (Hadis).
Dari nash-nash ini dapat disimpulkan bahwa anak-anak wajib menafkahi kedua
orangtuanya. Nafkah itu menurut syariat adalah pangan, sandang, dan papan.
Selain itu, kerabat yang mempunyai pertalian darah (mahram) juga berkewajiban
untuk menafkahi kerabatnya itu didasarkan pada firman-Nya:
Kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang
makruf…. dan ahli waris pun berkewajiban demikian. (Qs. Al-Baqarah [2]: 233).
Seorang Imam adalah pemelihara dan pengatur urusan (rakyat). Ia akan diminta
pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya. [HR. al-Bukhari dan Muslim].
Di dalam sebuah hadis disebutkan bahwa Rasulullah saw. pernah memberikan dua
dirham kepada seseorang, kemudian beliau saw. berkata kepadanya:
Makanlah dengan satu dirham, sisanya belikanlah kapak, lalu gunakanlah ia untuk
bekerja. (Hadis).
Di dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari juga disebutkan bahwa
ada seseorang yang mencari Rasulullah, dengan harapan Rasulullah saw. akan
memperhatikan masalah yang dihadapinya. Ia adalah sorang yang tidak mempunyai
sarana yang dapat digunakan untuk bekerja dalam rangka mendapatkan suatu hasil
(kekayaan), juga tidak mampu memenuhi kebutuhan pokoknya. Rasulullah saw. lantas
memanggilnya. Beliau menggenggam sebuah kapak dan sepotong kayu yang diambilnya
sendiri. Beliau kemudian menyerahkannya kepada orang tersebut. Beliau
memerintahkan kepadanya agar ia pergi ke suatu tempat yang telah beliau tentukan
http://www.syariah.org/portal - komunitas rindu syariah Powered by Mambo Generated: 28 June, 2007, 06:44
untuk krmudian bekerja di sana, dan nanti kembali lagi memberi kabar tentang
keadaannya. Setelah beberapa waktu, orang itu mendatangi Rasulullah saw. seraya
mengucapkan rasa terima kasih kepada beliau atas bantuannya. Ia menceritakan
tentang kemudahan yang kini ia dapati.
Suatu ketika, Amirul Mukminin, ‘Umar ibn al-Khaththab r.a. memasuki sebuah
masjid di luar waktu shalat lima waktu. Didapatinya ada dua orang yang sedang
berdoa kepada Allah Swt. ‘Umar r.a. lalu bertanya, “Apa yang sedang kalian
kejakan, sedangkan orang-orang di sana kini sedang sibuk bekerja?” Mereka
menjawab, “Amirul Mukminin, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang
bertawakal kepada Allah Swt.” Mendengar jawaban tersebut, marahlah ‘Umar
r.a. seraya berkata, “Kalian adalah orang-orang yang malas bekerja, padahal
kalian tahu bahwa langit tidak akan menurunkan hujan emas dan perak.” Kemudian
‘Umar r.a. mengusir mereka dari masjid setelah sebelumnya memberi mereka
setakar biji-bijian. Beliau berkata kepada mereka, “Tanamlah dan bertawakallah
kepada Allah.”
Dari sini, para ulama menyatakan bahwa wajib atas Waliyyul Amri (pemerintah)
memberikan sarana-sarana pekerjaan kepada para pencari kerja. Menciptakan
lapangan kerja adalah kewajiban negara dan merupakan bagian tanggung jawabnya
terhadap pemeliharaan dan pengaturan urusan rakyat. Itulah kewajiban yang telah
ditetapkan oleh syariat. Kewajiban ini telah diterapkan oleh para pemimpin
Negara Islam (Daulah Islamiyah), terutama di masa-masa kejayaan dan
kecemerlangan penerapan Islam dalam kehidupan.
Keempat, Memerintahkan kepada setiap ahli waris atau kerabat terdekat untuk
bertanggung jawab memenuhi kebutuhan pokok orang-orang tertentu, jika ternyata
kepala keluarganya sendiri tidak mampu memenuhi kebutuhan orang-orang yang
menjadi tanggungannya. Jika negara telah menyediakan lapangan pekerjaan dan
berbagai fasilitas pekerjaan, namun ternyata seorang individu tetap tidak mampu
bekerja sehingga tidak mampu mencukupi nafkah anggota keluarga yang menjadi
tanggungjawabnya, maka kewajiban nafkah itu dibebankan kepada para kerabat dan
ahli warisnya, sebagaimana firman Allah Swt.:
Kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang
makruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.
Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknysa dan seorang ayah
karena anaknya; ahli waris pun berkewajiban demikian…. (Qs. Al-Baqarah [2]:
233).
Ayat al-Qur’an di atas menjelaskan tentang adanya kewajiban atas ahli waris.
Seorang anak wajib memberikan nafkah kepada orangtuanya (yang tidak mampu) untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Maksud al-wârits pada ayat tersebut bukan
hanya orang yang telah mendapat warisan semata, tetapi semua orang yang berhak
mendapat warisan dalam semua keadaan. Rasulullah saw. telah bersabda:
Kamu dan hartamu adalah untuk (keluarga dan) bapakmu. [HR. Ibn Majah].
http://www.syariah.org/portal - komunitas rindu syariah Powered by Mambo Generated: 28 June, 2007, 06:44
Jika ada yang mengabaikan kewajiban memberi nafkah kepada orang-orang yang
menjadi tanggungjawabnya, sedangkan ia berkemampuan untuk itu, maka negara
berhak memaksanya untuk memberikan nafkah yang menjadi kewajibannya. Hukum-hukum
tentang nafkah ini telah banyak diulas panjang lebar dalam kitab-kitab fikih
Islam.
Kelima, mewajibkan kepada tetangga terdekat yang mampu untuk memenuhi sementara
kebutuhan pokok (pangan) tetangganya yang kelaparan. Jika seseorang tidak mampu
memberi nafkah terhadap orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya, baik
terhadap sanak keluarganya atau mahram-nya, sementara ia pun tidak memiliki
sanak-kerabat atau mahram yang dapat menanggung kebutuhannya, maka kewajiban
pemberian nafkah itu beralih kepada Baitul Mal (negara). Namun demikian, sebelum
kewajiban tersebut beralih kepada negara, dalam rangka menjamin hak hidup
orang-orang yang tidak mampu tersebut, Islam juga telah mewajibkan kepada
tetangga dekatnya yang Muslim untuk memenuhi kebutuhan kebutuhan pokok
orang-orang tersebut, khususnya berkaitan dengan kebutuhan pangan untuk
menyambung hidup. Dalam hal ini, Rasulullah saw. pernah bersabda:
Tidak beriman kepadaku, tidak beriman kepadaku, tidak beriman kepadaku, orang
yang pada malam hari tidur dalam keadaan kenyang sementara tetangganya kelaparan
dan dia mengetahui hal tersebut. [HR Al-Bazzar].
Meskipun demikian, bantuan tetangga itu tentunya hanya bersifat sementara agar
pihak yang dibantu tidak meninggal karena kelaparan. Untuk jangka panjang,
negara yang berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Alasannya, memang
negara (baitul mal) berfungsi menjadi penyantun orang-orang lemah dan butuh,
sedangkan pemerintah adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyatnya.
Keenam, negara secara langsung memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan dari
seluruh warga negara yang tidak mampu dan membutuhkan. Menurut Islam, negara
(Baitul Mal) berfungsi menjadi penyantun orang-orang lemah dan butuh, sedangkan
pemerintah adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyatnya. Dalam hal ini,
negara akan diminta pertanggungjawaban terhadap rakyat yang menjadi
tanggungannya. Dalam rangka memenuhi kebutuhan pokok individu masyarakat yang
tidak mampu memenuhi kebutuhan pokoknya secara sempurna—baik karena mereka
telah berusaha namun tidak cukup (fakir dan miskin) ataupun karena lemah dan
cacat sehingga tidak mampu untuk bekerja—maka negara harus menempuh berbagai
cara untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Negara dapat saja memberikan nafkah Baitul Mal tersebut berasal dari harta zakat
yang merupakan kewajiban syariat, dan diambil oleh negara dari orang-orang kaya,
sebagaimana firman Allah Swt.:
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan
dan mensucikan mereka…. (Qs. At-Taubah [9]: 103).
http://www.syariah.org/portal - komunitas rindu syariah Powered by Mambo Generated: 28 June, 2007, 06:44
Al-Amilûn adalah para pekerja yang ditugaskan oleh negara untuk menarik zakat.
Negara kemudian mendistribusikan kepada delapan golongan (asnaf) yang
jelas-jelas tersebut dalam al-Qur’an. Di antara mereka ada orang-orang fakir
(al-fuqarâ) dan orang-orang miskin (al-masâkin), sebagaimana dalam ayat 60
surat at-Taubah tersebut. Mereka adalah orang-orang yang berada dalam
kekurangan. Dalam hal ini negara berkewajiban menutupi kekurangan itu dari harta
benda Baitul Mal (di luar harta zakat) jika harta benda dari zakat tidak
mencukupi. Rasulullah saw bersabda:
Tidak ada seorang Muslim pun, kecuali aku bertanggungjawab padanya di dunia dan
akhirat.
Oleh karena itu, jika seorang Mukmin mati dan meninggalkan harta warisan,
dipersilakan orang-orang yang berhak mendapatkan warisan mengambilnya. Akan
tetapi, jika dia mati dan meninggalkan utang atau orang-orang yang terlantar,
maka hendaknya mereka datang kepadaku, sebab aku adalah penanggung jawabnya.
[HR. Pemilik Kitab Shahih yang Enam].
Jaminan Keamanan
Dijadikannya keamanan sebagai salah satu kebutuhan jasa yang pokok mudah
dipahami. Alasannya, tidak mungkin setiap orang dapat menjalankan seluruh
aktivitasnya—terutama yang wajib seperti ibadah, bekerja, bermuamalat secara
Islami, dan menjalankan aktivitas pemerintahan sesuai dengan ketentuan Islam
tanpa adanya keamananan yang menjamin pelaksanaannya. Untuk itu, negara harus
memberikan jaminan keamanan bagi setiap warga negara.
Dalil yang menunjukkan bahwa keamanan merupakan salah satu kebutuhan jasa pokok
adalah sabda Rasulullah saw.:
http://www.syariah.org/portal - komunitas rindu syariah Powered by Mambo Generated: 28 June, 2007, 06:44
Barangsiapa yang bangun pagi dalam keadaan aman jiwanya, sehat badannya, dan di
sampingnya ada makanan hari itu, maka seakan-akan dunia ini telah dikumpulkan
baginya. (Hadis).
Mekanisme untuk menjamin keamanan setiap anggota masyarakat adalah dengan jalan
menerapkan aturan yang tegas kepada siapa saja yang mengganggu keamanan jiwa,
darah, dan harta orang lain. Aturan yang tegas ini, selain berfungsi sebagai
upaya mencegah terjadinya tindakan gangguan keamanan, juga berfungsi sebagai
tindakan hukuman hingga membuat pelaku jera. Sebagai gambaran, kepada siapa saja
yang mengganggu keamanan jiwa orang lain, yakni dengan membunuhnya, maka
pelakunya, menurut Hukum Islam, harus dikenakan sanksi qishâsh, yakni hukum
balasan yang setimpal.
Menurut Al-Maliki (1990), Hukum Islam menetapkan bahwa siapa yang membunuh
dengan sengaja maka ia harus dikenakan hukum qishâsh, yakni dibunuh atau ahli
warisnya dapat menuntut ganti rugi berupa diyat (denda) yang besarnya senilai
dengan 100 ekor unta. Bahkan, pembunuhan yang tidak sengaja pun akan
mendatangkan hukuman bagi pelakunya. Dalilnya adalah firman Allah Swt.:
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian qishâsh berkenaan dengan
orang-orang yang dibunuh: orang merdeka dengan orang merdeka; hamba dengan
hamba; wanita dengan wanita. Barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari
saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan
hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan
cara yang baik (pula). Tindakan demikian adalah suatu keringanan dari Tuhan
kalian dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka
baginya siksa yang sangat pedih. (Qs. Al-Baqarah [2]: 178).
Tidak layak bagi seorang Mukmin membunuh seorang Mukmin (yang lain) kecuali
karena tidak sengaja. Barangsiapa yang membunuh seorang Mukmin karena tidak
sengaja hendaklah ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman dan membayar
diyat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka
(keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada
perjanjian (damai) antara mereka dengan kalian, maka (hendaklah si pembunuh)
membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta
memerdekakan hamba sahaya yang mukmin. Barangsiapa yang tidak meperolehnya,
hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai cara tobat
kepada Allah. Allah Mahatahu lagi Mahabijak. (Qs. An-Nisaa’ [4] : 92).
http://www.syariah.org/portal - komunitas rindu syariah Powered by Mambo Generated: 28 June, 2007, 06:44
Demikian juga siapa saja yang mengganggu keamanan harta orang lain dengan jalan
mencuri atau merampoknya; ia akan dikenakan hukuman yang tegas dan keras.
Sebagai gambaran, kepada pencurian barang yang besarnya ¼ dinar atau lebih (1
dinar=4,25 gram emas) atau setara dengan 3 dirham perak, maka Islam menetapkan
hukuman potong tangan. Dalam hal ini Allah Swt. berfirman:
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya
(sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksa dari Allah.
Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. (Qs. Al-Maa’idah [5]: 38).
jangan kamu potong kurang dari harga seperempat dinar. [HR. Ahmad].
Masih banyak ketentuan hukum Islam yang menjamin keamanan jiwa, darah, dan harta
setiap warga negara. Hukum-hukum itu diterapkan dengan tegas dalam rangka
mencegah masyarakat untuk tidak berbuat kejahatan.
Jamninan Kesehatan
Menurut Al-Badri (1990), dalam kaitannya dengan jaminan kesehatan, ada riwayat
yang menyatakan bahwa Mauquqis, Raja Mesir, pernah menugaskan (menghadiahkan)
seorang dokter (ahli pengobatan)-nya untuk Rasulullah saw. Oleh Rasulullah saw.,
dokter tersebut dijadikan sebagai dokter kaum Muslim dan untuk seluruh rakyat.
Ia bertugas mengobati setiap anggota masyarakat yang sakit. Tindakan Rasulullah
saw. itu menjadikan dokter tersebut sebagai dokter kaum Muslim menunjukkan bahwa
hadiah tersebut bukanlah untuk kepentingan pribadi. Dengan demikian, hadiah
semacam itu bukanlah khusus diperuntukkan bagi beliau, tetapi untuk kaum Muslim
atau untuk negara. Lain halnya jika hadiah tersebut dipakai oleh beliau pribadi,
seperti selimut bulu dan keledai hadiah dari Raja Aikah, misalnya. Hadiah
seperti itu memang khusus untuk pribadi, bukan untuk seluruh kaum Muslim.
http://www.syariah.org/portal - komunitas rindu syariah Powered by Mambo Generated: 28 June, 2007, 06:44
Rasulullah saw. pernah sangat marah kepada seorang pegawai negara yang mewakili
beliau dalam pengambilan zakat. Orang tersebut ternyata telah menerima hadiah
dari seseorang. ‘Urwah ibn Zubayr, menuturkan riwayat dari Abu Hamid
as-Sa’idi r.a. Disebutkan bahwa Rasulullah saw. telah mempekerjakan salah
seorang dari suku Azad untuk mengambil Zakat Bani Sulaym. Ketika ia kembali
dengan membawa sejumlah harta, Rasulullah menghitungnya. Orang tersebut berkata
kepada Rasul saw., “Ini adalah untukmu dan ini adalah hadiah yang diberikan
orang kepadaku.”
Apakah tidak lebih baik jika engkau duduk-duduk saja di rumah ibumu sampai
hadiah itu datang kepadamu? (Apakah mungkin hadiah itu akan datang jika engkau
duduk-duduk di rumah ayah-ibumu?).
Seketika itu juga beliau berdiri dengan maksud untuk menjelaskan aspek hukum
Islam tentang masalah tersebut kepada orang banyak. Setelah mengucapkan pujian
dan syukur kepada Allah Swt., beliau berkata:
Bagaimana mungkin ada seorang laki-laki yang telah aku pekerjakan mengerjakan
suatu tugas yang dipercayakan Allah kepadaku, kemudian ia berkata, “Ini
kuserahkan kepada Anda, sedangkan ini adalah hadiah yang diberikan orang
kepadaku.” Apakah tidak lebih baik jika ia duduk-duduk saja di rumah ayah atau
ibunya sampai hadiah itu datang kepadanya? (Apakah mungkin hadiah itu akan
datang bila engkau duduk-duduk di rumah ayah-ibumu?). Demi Zat yang jiwa
Muhammad ada di tangan-Nya, tidaklah aku menugaskan seseorang atau suatu
pekerjaan yang telah dipercayakan Allah kepadaku, kemudian ia berlaku curang,
maka pada Hari Kiamat ia akan datang dengan memikul unta yang mulutnya tidak
henti-hentinya meneteskan busa, atau sapi yang terus-terusan mengauk, atau
kambing yang tidak berhenti mengeluarkan kotoran.” Kemudian beliau mengangkat
kedua tangannya ke langit, hingga tampak putih ketiaknya, seraya berkata, “Ya
Allah, sungguh telah aku sampaikan, Ya Allah, saksikanlah!” [HR. Muslim].
Pada masa lalu, Daulah Islamiyah telah menjalankan fungsi ini dengan
sebaik-baiknya. Negara menjamin kesehatan masyarakat, mengatasi dan mengobati
orang-orang sakit, serta mendirikan tempat-tempat pengobatan. Rasulullah saw.
pernah membangun suatu tempat pengobatan untuk orang-orang sakit dan
membiayainya dengan harta benda Baitul Maal.
Pernah serombongan orang berjumlah delapan orang dari Urayrah datang mengunjungi
Rasulullah saw. di Madinah. Mereka kemudian menyatakan keimanan dan keislamannya
kepada Rasulullah, karena Allah. Di sana, mereka terserang penyakit dan
menderita sakit limpa. Rasulullah saw. memerintahkan mereka beristirahat di pos
penggembalaan ternak kaum Muslim milik Baitul Mal, di sebelah Quba’, di tempat
yang bernama “Zhi Jadr”. Mereka tinggal di sana hingga sembuh dan gemuk
kembali. Mereka diijinkan meminum susu binatang-binatang ternak itu (onta),
karena mereka memang berhak.
Dalam buku Târîkh al-Islâm as-Siyâsî diceritakan bahwa Sayidina Umar r.a.
http://www.syariah.org/portal - komunitas rindu syariah Powered by Mambo Generated: 28 June, 2007, 06:44
telah memberikan sesuatu dari Baitul Mal untuk membantu kaum yang terserang
penyakit lepra di jalan menuju Syam ketika melewati daerah tersebut. Hal yang
sama juga pernah dilakukan oleh para khalifah dan para pemimpin wilayah. Bahkan,
Khalifah Walid ibn ‘Abdul Malik telah memberikan bantuan secara khusus kepada
orang-orang yang terserang penyakit lepra.
Dalam bidang pelayanan kesehatan ini, Bani Ibn Thulun di Mesir memiliki masjid
yang dilengkapi dengan tempat-tempat untuk mencuci tangan, lemari tempat
menyimpan minuman dan obat-obatan, serta dilengkapi dengan ahli pengobatan
(dokter) untuk memberikan pengobatan gratis kepada orang-orang sakit.
Jaminan Pendidikan
Kita mengetahui bahwa barang tebusan tidak lain adalah hak milik Baitul Mal.
Tebusan itu nilainya sama dengan harta pembebasan dari tawanan lain dalam Perang
Badar itu. Dengan tindakan tersebut (yakni membebankan pembebasan tawanan itu ke
Baitul Mal dengan cara menyuruh para tawanan tersebut mengajarkan kepandaian
baca-tulis), berarti Rasulullah saw. telah menjadikan biaya pendidikan itu
setara dengan barang tebusan. Artinya, beliau memberi upah kepada para pengajar
itu dengan harta benda yang seharusnya menjadi milik Baitul Mal.
Mencari ilmu adalah kewajiban atas setiap Muslim dan Muslimah. [HR. Thabrani].
http://www.syariah.org/portal - komunitas rindu syariah Powered by Mambo Generated: 28 June, 2007, 06:44
Mengemban dakwah Islamiyah juga merupakan kewajiban atas segenap kaum Muslim
berdasarkan firman Allah Swt.:
Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. (Qs. An-Nahl [16]: 125).
Sampaikan apa yang berasal dariku walaupun hanya satu ayat. [HR. Bukhari].
Akan tetapi, mungkinkah tugas dakwah dan tablig itu dapat terlaksana tanpa
adanya pendidikan?
Al-Badri (1990) juga menyebutkan bahwa Imam Ibn Hazm, dalam Al-Ahkâm, telah
memberikan batas ketentuan untuk ilmu-ilmu yang tidak boleh ditinggalkan agar
ibadat dan muamalat kaum Muslim dapat diterima (sah). Beliau menjelaskan bahwa
seorang imam atau kepala negara berkewajiban memenuhi sarana-sarana pendidikan
sampai pada ungkapannya:
Diwajibkan atas seorang imam untuk menangani masalah itu dan menggaji
orang-orang tertentu untuk mendidik masyarakat.
Mencari ilmu adalah kewajiban yang yang harus dipikul oleh setiap individu
(fardhu ‘ain). Ilmu-ilmu lain yang bersifat fardhu kifayah tidak akan gugur
sebelum sebagian kaum Muslimin berhasil melaksanakannya dalam batas yang
mencukupi, misalnya ilmu ekonomi, kedokteran, industri, elektronika, mekanika,
serta ilmu-ilmu lain yang sangat bermanfaat dan dibutuhkan dalam kehidupan kaum
muslimin.
Semua itu merupakan kewajiban negara dan bagian dari tugasnya sebagai pemelihara
dan pengatur urusan rakyat. Negaralah yang melaksanakan dan menerapkan semua itu
berdasarkan syariat Islam.
Daftar Bacaan:
Al-’Assal, A.M dan Fathi Ahmad Abdul Karim, 1999. Sistem, Prinsip, dan Tujuan
Ekonomi Islam (terj.). Penerbit CV. Pustaka Setia, Bandung.
Al-Badri, A. A. 1992. Hidup Sejahtera dalam Naungan Islam (terj.). Penerbit Gema
Insani Press, Jakarta.
Budiono. 1998. Ekonomi Makro. Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No.2. Edisi
4. BPFE. Yogyakarta.
Chapra, M. U., 1999. Islam dan Tantangan Ekonomi: Islamisasi Ekonomi Kontemporer
(terj.). Penerbit Risalah Gusti, Surabaya.
Mannan, M.A., 1993. Teori dan Praktek Ekonomi Islam. Penerbit PT. Dana Bhakti
Wakaf, Yogyakarta.
http://www.syariah.org/portal - komunitas rindu syariah Powered by Mambo Generated: 28 June, 2007, 06:44
Mubyarto, 1999. Reformasi Sistem Ekonomi: Dari Kapitalisme Menuju Ekonomi
Kerakyatan. Penerbit Aditya Media, Yogyakarta.
Qardhawi, Y., 1995. Kiat Islam Mengentaskan Kemiskinan. (terj.). Penerbit. Gema
Insani Press. Jakarta.
Qardhawi, Y., 1995. Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam (terj.).
Penerbit Robbani Press. Jakarta.
Qureshi. A.I. 1985. Islam and The Theory of Interest. (terj.). Penerbit Titamas,
Jakarta.
Rahman, 1995. Doktrin Ekonomi Islam, Jilid II (terj.). Penerbit Dana Bhakti
Wakaf, Yogyakarta.
Tambunan, T., 1998. Krisis Ekonomi dan Masa Depan Reformasi. Penerbit Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
Ya’kub, H., 1999. Kode Etik Dagang Menurut Islam. Cetakan ke-3. (terj.).
Penerbit CV. Diponegoro. Bandung.
http://www.syariah.org/portal - komunitas rindu syariah Powered by Mambo Generated: 28 June, 2007, 06:44