You are on page 1of 36

PENDEKATAN & MODEL KEBUTUHAN PROMOSI

KESEHATAN

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Promosi Kesehatan


Dosen Pengampu : Damon Wicaksi, SST, M. Kes

OLEH KELOMPOK 3 :

1. Anisa Oelifiyah H. (NIM. 17037140986)


2. Desita Yolanda Putri (NIM. 17037140994)
3. Firmansyah Adi W (NIM. 17037141004)
4. Nadiatul Qudsiyah (NIM. 17037141018)
5. Rysa Yuli Citra P (NIM. 17037141033)
6. Yusita Arisa Kurniawati (NIM. 17037141047)

PROGRAM STUDI DII KEPERAWATAN


UNIVERSITAS BONDOWOSO
2018
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas limpahan
Rahmat serta karunia-Nya semata, sehingga tugas mata kuliah ini dapat
terselesaikan dengan baik. Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Promosi Kesehatan dalam Keperawatan dengan baik. Tugas ni disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Promosi Kesehatan yang menjadi salah satu mata
kuliah wajib di Program Studi DIII Keperawatan Universitas Bondowoso.
Penulis yakin tanpa adanya bantuan dari semua pihak, maka tugas ini tidak
akan dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu penulis ingin megucapkan
terimakasih kepada:
1. Ibu Yuana Dwi Agustin, SKM, M. Kes sebagai Ketua Program Studi DIII
Keperawatan Universitas Bondowoso.
2. Bapak Damon Wicaksi, SST, M. Kes sebagai dosen pengampu mata kuliah
Promosi Kesehatan.
3. Semua pihak yang telah membantu pengerjaan makalah ini.
Semoga sumbangsih yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan
imbalan dari Allah SWT, dan penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak untuk bahan perbaikan penulisan makalah ini.

Bondowoso, 19 September 2018

Penulis

DAFTAR ISI

2
Halaman Judul i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
BAB I Pendahuluan 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah6
1.3 Tujuan 6
1.4 Manfaat 6
BAB II Pembahasan 8
2.1 Strategi Global 8
2.2 Strategi Ottawa Charter 11
2.3 Pendekatan Promosi Kesehatan 13
2.4 Model-Model Promosi Kesehatan 15
2.5 Perencanaan Promosi Kesehatan 22
2.6 Kebutuhan Promosi Kesehatan 26
BAB III Penutup 30
3.1 Kesimpulan 30
3.2 Saran 30
Daftar Pustaka31

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di era milenium ini, setiap hari bahkan setiap saat, kepada kita disajikan
perbagai macam iklan atau upaya pemasaran perbagai macam produk dan jasa.
Iklan-iklan itu dengan gencarnya menyapa kita melalui berbagai media, terutama TV
dan radio. Melalui internet, iklan-iklan itu juga datang silih berganti. Iklan juga
menyergap kita melalui telepon seluler. Jangan ditanya iklan melalui surat kabar dan
majalah. Juga melalui film layar lebar di gedung bioskop. Iklan-iklan juga mejeng
secara mentereng melalui billboard, spanduk, umbul-umbul, dll. Tentu saja iklan
juga muncul melalui poster, leaflet atau brosur. Belum lagi iklan melalui selebaran
yang secara berdesakan nongol di tembok-tembok, tiang listrik/telepon, pagar
rumah, dll. Ada juga iklan yang disamarkan melalui tulisan ilmiah atau tulisan
populer. Jangan dilupakan iklan atau pemasaran produk atau jasa yang dikemas
secara sangat professional dalam bentuk pameran, seminar atau pertemuan. Belum
lagi iklan atau upaya pemasaran yang dilakukan secara agresif melalui tatap mula
langsung dari rumah ke rumah dan secara berantai (multy level marketing).
Demikian pula upaya yang dilakukan melalui loby kepada pelbagai pihak,
khususnya pengambil kebijakan, agar produk atau jasanya dapat dipergunakan oleh
khalayak luas. Dan masih banyak lagi cara-cara kreatif yang dilakukan dalam rangka
menjajakan suatu produk atau jasa. Upaya-upaya itu mempunyai pengaruh yang
sangat besar terhadap lakunya suatu produk atau jasa. Produk atau jasa apa saja,
termasuk produk atau jasa di bidang kesehatan serta produk dan jasa yang
merugikan kesehatan seperti rokok, minuman keras, obat-obatan yang tidak layak,
dll. Itu semua termasuk upaya pemasaran atau upaya untuk mempromosikan produk
atau jasa. Pada zaman dulu upaya itu disebut propaganda.
Istilah propaganda sering dikaitkan dengan bidang politik. Namun
sebenarnya tidak selalu demikian. Bisa juga tentang masalah sosial, termasuk
kesehatan. Di zaman pra dan awal kemerdekaan dulu propaganda masalah kesehatan
itu sudah dilakukan. Pada waktu itu cara propaganda itulah yang dilakukan untuk
memberi penerangan kepada masyarakat tentang kesehatan. Propaganda pada waktu
itu dilakukan dalam bentuknya yang sederhana melalui pengeras suara atau dalam

1
bentuk gambar dan poster. Juga melalui film layar tancap. Cara-cara itu kemudian
berkembang, karena propaganda dirasakan kurang efektif apabila tidak dilakukan
upaya perubahan atau perbaikan perilaku hidup sehari-hari masyarakat. Maka
dilancarkanlah upaya pendidikan kesehatan masyarakat (health education) yang
dipadukan dengan upaya pembangunan masyarakat (community development) atau
upaya pengorganisasian masyarakat (community organization).
Upaya ini berkembang pada tahun 1960 an, sampai kemudian mengalami
perkembangan lagi pada tahun 1975 an, menjadi “Penyuluhan Kesehatan”. Meski
fokus dan caranya sama, tetapi istilah “Pendidikan kesehatan” itu berubah menjadi
“Penyuluhan Kesehatan”, karena pada waktu itu istilah “pendidikan” khusus
dibakukan di lingkungan Departemen Pendidikan. Pada sekitar tahun 1995 istilah
Penyuluhan kesehatan itu berubah lagi menjadi “Promosi Kesehatan”. Perubahan itu
dilakukan selain karena hembusan perkembangan dunia (Health promotion mulai
dicetuskan di Ottawa pada tahun 1986), juga sejalan dengan paradigma sehat, yang
merupakan arah baru pembangunan kesehatan di Indonesia. Istilah itulah yang
berkembang sampai sekarang, yang antara lain menampakkan wujudnya dalam
bentuk pemasaran atau iklan, yang marak pada era milenium ini.
Perjalanan dari propaganda, kemudian menjadi pendidikan, lalu penyuluhan
dan sekarang promosi kesehatan itu, merupakan sejarah. Dalam perjalanan dari
waktu ke waktu itu ada kejadian atau peristiwa yang patut dikenang, dan ada cerita
atau kisah yang menarik, mengharukan, atau juga lucu. Tetapi yang penting pastilah
ada hikmah, kebijaksanaan, nilai atau “wisdom” yang dapat diangkat dari rentetan
kisah atau cerita itu. Hikmah, kebijaksanaan, nilai atau “wisdom” itu tentulah sangat
besar manfaatnya bagi kita semua, terutama generasi muda yang merupakan penerus
pembangunan bangsa tercinta ini. Kebijaksanaan itu pula yang rasanya patut sekali
dapat dimiliki oleh para pembuat kebijakan, yang menentukan arah perkembangan
negara kita di masa y.a.d. Demikianlah, maka sejarah atau perkembangan tentang
promosi kesehatan di Indonesia itu perlu dituliskan. Penulisan sejarah atau
perkembangan promosi kesehatan di Indonesia itu dirasakan semakin perlu karena
nampaknya sejarah berulang. Apa yang kita pikirkan sekarang, rupanya sudah
pernah dipikirkan bahkan dilaksanakan pada waktu yang lalu. Melalui tulisan ini
diharapkan kita dapat lebih cepat belajar dan tidak mengulangi kesalahan-kesalahan
yang pernah kita lakukan pada waktu yang lalu itu.

2
Dengan demikian yang dimaksud dengan sejarah di sini bukan dalam arti
rentetan peristiwa dalam tanggal, bulan dan tahun. Tetapi sejarah adalah uraian
tentang peristiwa nyata berupa fakta dan data yang bisa dijadikan bahan analisa
untuk disimpulkan manfaat dan mudaratnya bagi pijakan untuk kegiatan masa kini
dan yang akan datang. Di sini sejarah lebih mempunyai arti ke depan. Dalam kaitan
itu beberapa negara sedang ribut dalam penulisan sejarah ini. Korea, Jepang dan
China berebut meluruskan sejarah dengan versi masing-masing. Pemerintah RI sejak
merdeka sampai sekarang juga sangat berkepentingan dengan penulisan sejarah. Ini
menunjukkan bahwa sejarah sering dibuat untuk kepentingan sesaat demi
pemenuhan si pembuat sejarah. Seharusnyalah bahwa sejarah itu netral. Yang
penting adalah tentang pembelajaran sejarah. Makna, nilai atau kebijaksanaan apa
yang dapat ditangkap di balik kejadian atau rentetan peristiwa itu. Para pembacalah
yang menganalisis sendiri, menyimpulkan dan mengambil makna sebagai landasan
untuk pengambilan kebijakan bagi langkah-langkah tindakannya masa kini dan yang
akan datang.
Sejarah, menurut Prof Nugroho Notosutanto, mengandung dua hal: fakta dan
persepsi. Di satu pihak merupakan rentetan peristiwa berdasar fakta. Tekanannya
pada uraian fakta yang bersifat deskriptif. Di pihak lain sejarah juga merupakan
persepsi dari para pelaku, para saksi dan para pengamatnya. Tekanannya berupa
analisis peristiwa bahkan dilanjutkan dengan prediksi ke depan. Demikianlah, maka
sejarah perkembangan Promosi Kesehatan di Indonesia ini ditulis senetral dan
seobyektif mungkin berdasarkan fakta sesuai rentetan peristiwa.
Namun demikian juga tidak dapat dihindari adanya pandangan subyektif
berupa analisis dan prediksi dari para pelaku, para saksi atau pengamat yang
kebetulan menjadi penulisnya. Sikap subyektif ini ditekan seminimal mungkin
karena buku ini ditulis oleh satu tim yang terdiri dari berbagai unsur dan lintas
generasi. Selanjutnya kebenaran deskripsi fakta, analisis dan prediksi tim penulis ini
diserahkan sepenuhnya kepada para pembaca. Para pembaca buku ini dapat siapa
saja : para pengambil kebijakan, praktisi lapangan, kalangan Perguruan Tinggi
khususnya mahasiswa, kalangan ilmuwan, para profesional, media massa, dan lain-
lain. Melalui tulisan ini, para pembaca diharapkan dapat menangkap makna, nilai
atau kebijaksanaan di setiap peristiwa itu dan memanfaatkannya untuk menghadapi
masalah sekarang dan yang akan datang, untuk peningkatan kesehatan masyarakat
pada khususnya dan pembangunan nasional pada umumnya. Setidak-tidaknya
3
tulisan ini diharapkan dapat menjadi dokumen tertulis yang memperkaya dokumen-
dokumen lain, yang ternyata tidak banyak jumlahnya.
Buku tentang sejarah atau perkembangan Promosi Kesehatan ini diberi nama
“Perkembangan Dan Tantangan Masa Depan Promosi Kesehatan Di Indonesia”,
dengan sub judul: “Dari Propaganda, Pendidikan dan Penyuluhan Sampai Promosi
Kesehatan”. Ini berarti bahwa meskipun buku ini ditulis berdasar rentetan peristiwa,
tetapi yang ingin diungkap terutama adalah makna yang dapat ditarik dari balik
rentetan peristiwa itu. Maka periodesasi atau kurun waktu perjalanan promosi
kesehatan dikaitkan dengan isu yang mengemuka serta “widom” yang dapat dipetik
di setiap periode atau kurun waktu itu. Sekali lagi yang diharapkan dari buku ini
adalah bahwa pembaca dapat belajar dari masa lalu, untuk menghadapi masalah
sekarang, serta terutama untuk menjajagi dan proaksi masa depan, sebagaimana
dikatakan oleh orang bijak yang dikutip pada awal tulisan ini.
Mengenai istilah Promosi Kesehatan sendiri juga mengalami perkembangan.
Mula-mula dicetuskan di Ottawa, Canada pada tahun 1986 (dikenal dengan “Ottawa
Charter”), oleh WHO promosi kesehatan didefinisikan sebagai: “the process of
enabling people to control over and improve their health”. Definisi tersebut
diaplikasikan ke dalam bahasa Indonesia menjadi : “Proses pemberdayaan
masyarakat untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya”.
Definisi ini tetap dipergunakan, sampai kemudian mengalami revisi pada konferensi
dunia di Bangkok pada bulan Agustus 2005, menjadi: “Health promotion is the
process of enabling people to increase control over their health and its
determinants, and thereby improve their health” (dimuat dalam The Bangkok
Charter). Definisi baru ini belum dibakukan bahasa Indonesia. Selain istilah
Promosi Kesehatan, sebenarnya juga beredar banyak istilah lain yang mempunyai
kemiripan makna, atau setidaknya satu nuansa dengan istilah promosi kesehatan,
seperti : Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE), Pemasaran sosial, Mobilisasi
sosial, Pemberdayaan masyarakat, dll. Istilah-istilah tersebut juga akan diulas dalam
buku ini, dalam bab-bab yang berkaitan.
Buku ini terdiri dari 11 bab. Masing-masing bab, mulai bab II sampai
dengan bab V mencoba menceritakan : peristiwa atau kejadian secara ringkas pada
waktu itu, pemikiran atau konsep yang mengemuka, pengalaman empirik di
lapangan, tokoh atau figur yang menonjol, serta pelajaran yang dapat ditarik dari
episode itu. Dalam beberapa bab itu ada juga diselipkan cerita atau kisah ringan
4
yang merupakan kenangan khusus pada waktu itu. Sedangkan bab VI khusus
bercerita tentang perkembangan Promosi Kesehatan dari segi organisasi, yang
mengalami pasang surut. Pernah menjadi jabatan yang berada langsung di bawah
Menteri Kesehatan (dapat disebut setara eselon I) di awal kemerdekaan, pernah pula
menjadi eselon III pada era 1960-1970 an.
Kemudian menjadi beberapa unit eselon II. Bab VII bercerita tentang
perkembangan Pendidikan Kesehatan di Perguruan Tinggi, baik di Jakarta maupun
di kota-kota lain, juga yang ada di PT Swasta. Bab VIII bercerita tentang
perkembangan tenaga profesional Penyuluh atau Promosi Kesehatan, yang ternyata
juga sudah dimulai di zaman awal kemerdekaan dulu, sampai pengembangannya
secara besar-besaran pada era 1970 an dan terus berlangsung sampai sekarang.
Dalam bab itu juga dikisahkan perkembangan organisasi profesi Tenaga Penyuluh
Kesehatan, baik sebagai jabatan profesional di lingkungan pemerintahan, maupun
sebagai organisasi profesi yang juga mempunyai hubungan dengan organisasi sejenis
di luar negeri. Bab IX tentang Proaksi Promosi Kesehatan di masa depan. Secara
ringkas diuraikan kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan yang dihadapi
dengan dilatar belakangi analisis situasi dan kecenderungan ke depan. Di dalamnya
termasuk kaitannya dengan “the Bangkok Charter” yang dihasilkan dalam
Konferensi Dunia Promosi Kesehatan ke-enam di Bangkok, Thailand pada bulan
Agustus 2005. Bab X mencoba mendokumentasikan kesan dan pesan dari para
pelaku atau mereka yang terkait dengan upaya promosi kesehatan, baik yang berada
di Jakarta maupun di kota-kota lain, yang berada di unit promosi kesehatan atau di
unit lainnya, di pemerintahan dan di luar pemerintahan. Terakhir bab XI adalah bab
Penutup, yang juga memuat kesimpulan dan sumbang saran yang berkaitan dengan
promosi kesehatan untuk masa sekarang dan yang akan datang. Dalam beberapa bab
terasa terjadi pengulangan, tetapi hal itu tidak dapat dihindari, bahkan semoga dapat
memperkuat cerita. Ini sesuai dengan salah satu jargon Health Education, bahwa
“Education is reenforcement”. Oleh karena itu, penulis merasa tertarik untuk
membahas sebuah makalah yang berjudul ‘’Model dan Pendekatan Kebutuhan
Promosi Kesehatan’’.

5
1.2 Rumusan masalah
‘’Bagaimana gambaran Model dan Pendekatan Kebutuhan Promosi Kesehatan
dalam dunia keperawatan ?’’

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
“ Mengetahui gambaran Model dan Pendekatan Kebutuhan Promosi
Kesehatan dalam dunia keperawatan”
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui gambaran Model dan Pendekatan Kebutuhan Promosi
Kesehatan dalam dunia keperawatan.
2. Mengidentifikasi gambaran Model dan Pendekatan Kebutuhan
Promosi Kesehatan dalam dunia keperawatan.
3. Menganalisis gambaran Model dan Pendekatan Kebutuhan Promosi
Kesehatan dalam dunia keperawatan.

1.4 Manfaat
Dengan pembuatan makalah ini penyusun berharap dapat memberikan
manfaat bagi semua pihak serta teman-teman yang berkepentingan antara lain :
1.4.1 Manfaat Teoritis
1. Mengetahui gambaran Model dan Pendekatan Kebutuhan Promosi
Kesehatan dalam dunia keperawatan.
2. Memahami gambaran Model dan Pendekatan Kebutuhan Promosi
Kesehatan dalam dunia keperawatan.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Bagi Penulis
Untuk memenuhi salah satu tugas sebagai Mahasiswa dalam mata
pelajaran Promosi Kesehatan serta menumbuh kembangkan wawasan
terkait dengan Promosi Kesehatan.

2. Bagi Pembaca

6
Untuk mengetahui serta menambah wawasan tentang Promosi
Kesehatan terutama tentang gambaran Model dan Pendekatan
Kebutuhan Promosi Kesehatan dalam dunia keperawatan.

BAB II
7
PEMBAHASAN

2.1 Strategi Global


Strategi global promosi kesehatan diperkenalkan oleh World Health
Organization (WHO) pada tahun 1984, di mana ada tiga strategi pokok untuk
mewujudkan visi dan misi promosi kesehatan yaitu Advokasi, Dukungan Sosial
(Social Support), dan Gerakan Masyarakat (Empowerment).

1. Advokasi
Melakukan pendekatan atau lobi (lobbying) dengan para pembuat
keputusan agar mereka menerima commited dan akhirnya mereka bersedia
mengeluarkan kebijakan atau keputusan-keputusan untuk membantu dan
mendukung program yang akan dilaksanakan. Kegiatan ini disebut advokasi.
Dengan kata lain, advokasi dapat diartikan sebagai upaya pendekatan
(approaches) terhadap orang lain yang dianggap mempunyai pengaruh terhadap
keberhasilan suatu program atau kegiatan yang dilaksanakan. Dalam pendidikan
kesehatan para pembuat keputusan baik baik di tingkat pusat maupun daerah
disebut sasaran tersier. Bentuk kegiatan advokasi bias dilakukan secara formal
dan informal.
Bentuk kegiatan advokasi antara lain adalah sebagai berikut :
a. Lobi politik (political lobbying)
Lobi adalah berbincang-bincang secara informal dengan para pejabat
untuk menginformasikan dan membahas masalah dan program kesehatan yang
akan dilaksanakan. Langkah-langkah yang akan dilaksanakan dimulai dari
penyampaian masalah kesehatan yang ada, dampak dari masalah kesehatan,
kemudian solusi untuk mengatasi masalah kesehatan tersebut. Pada saat lobi harus
disertai data yang akurat (evidence based) tentang masalah kesehatan tersebtu.
b. Seminar dan atau persentasi
Seminar atau persentasi menyajikan masalah kesehatan di hadapan para
pembuat keputusan baik lintas program maupun lintas sektoral. Penyajian
masalah kesehatan disajikan secara lengkap dengan data dan ilustrasi yang
menarik, serta rencana program dan pemecahannya. Kemudian masalah tersebut
dibahas bersama-sama dan pada akhirnya akan diperoleh komitmen dan dukungan
terhadap program yang akan dilaksanakan.
8
c. Media
Advokasi media adalah melakukan kegiatan advokasi dengan
menggunakan media, khusunya media massa (media cetak dan media elektronik).
Masalah kesehatan disajikan dalam bentuk tulisan dan gambar, berita, diskusi
interaksif, dan sebagainya. Media massa mempunyai kemampuan yang kuat untuk
membentuk opini publik dan dapat mempengaruhi bahkan merupakan tekanan
(pressure) terhadap para penentu kebijakan dan para pengambil keputusan.
d. Perkumpulan (asosiasi) peminat
Asosiasi atau perkumpulan orang-orang yang mempunyai minat atau
keterkaitan terhadap masalah tertentu, termasuk juga perkumpulan profesi.
Misalnya perkumpulan masyarakat peduli AIDS, kemudian kelompok ini
melakukan kegeiatan-kegiatan untuk menanggulangi AIDS. Kegiatan tersebut
dapat memberikan dampak terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil para
birokrat di bidang kesehatan dan para pejabat lain untuk peduli HIV/AIDS.
Advokasi adalah kegiatan untuk meyakinkan para penentu kebijakan atau
para pembuat keputusan sehingga mereka memberikan dukungan, baik kebijakan,
fasilitas, maupun dana terhadap program yang ditawarkan. Oleh sebab itu, ada
beberapa hal yang dapat memperkuat argumentasi pada saat melakukan advokasi,
yaitu sebagai berikut :
a. Meyakinkan (credible)
Program yang ditawarkan harus meyakinkan para penentu kebijakan dan
pembuat keputusan. Oleh karena itu, harus didukung oleh data dari sumber yang
dapat dipercaya. Dengan kata lain program yang diajukan harus didasari oleh
permasalahan yang utama dan factual artinya masalah tersebut memang
ditemukan di lapangan dan penting untuk segera diatasi. Kalau tidak diatasi akan
membawa dampak yang lebih besar dari masyarakat.
b. Layak (feasible)
Program yang diajukan harus tersebut secara teknis, politik, dan ekonomi
harus memungkinkan atau layak. Layak secara teknis artinya program tersebut
dapat dilaksanakan dengan sarana dan prasarana yang tersedia. Layak secara
politik artinya program yang diajukan tidak akan membawa dampak politik pada
masyarakat. Layak secara ekonomi artinya program tersebut didukung oleh dana
yang cukup, dan apabila program tersebut merupakan program layanan, maka
masyarakat mampu membayarnya.
9
c. Relevan (relevant)
Program yang diajukan tersebut minimal harus mencakup dua kriteria
yaitu memenuhi kebutuhan masyarakat dan benar-benar dapat memecahkan
masalah yang dirasakan masyarakat. Oleh sebab itu semua program harus
ditujukan untuk menyejahterakan masyarakat dengan cara membantu pemecahan
masalah masyarakat dan memenuhi kebutuhan masyarakat.
d. Penting (urgent)
Program yang diajukan tersebut harus mempunyai urgensi yang tinggi dan
harus segera dilaksanakan, kalau tidak akan menimbulkan masalah yang lebih
besar lagi. Oleh sebab itu, program yang diajukan adalah program yang paling
penting di antara program-program yang lain.
e. Prioritas tinggi (high priority)
Program mempunyai prioritas tinggi apabila feasible baik secara teknis,
politik maupun ekonomi, relevan dengan kebutuhan masyarakat dan mampu
memecahkan masalah kesehatan masyarakat.
2. Dukungan Sosial (Social Support)
Strategi dukungan social adalah suatu kegiatan untuk mencari dukungan
social melalui tokoh masyarakat (toma), baik formal maupun informal. Kegiatan
mencari dukungan social melalui toma pada dasarnya adalah menyosialisasikan
program-program kesehatan agar masyarakat mau menerima dan berpartisipasi
terhadap program kesehatan. Oleh sebab itu, strategi ini dapat dikatakan sebagai
upaya bina suasana atau membina suasana yang kondusif terhadap kesehatan
yaitu upaya untuk membuat suasana atau iklim yang kondusif atau menunjang
pembangunan kesehatan sehingga masyarakat terdorong untuk melakukan
perilaku hidup bersih dan sehat. Beberapa bentuk kegiatan tersebut adalah
pelatihan-pelatihan para toma, seminar, lokakarya, dan sebagainya. Sasaran pada
dukungan social adalah sasaran sekunder.
3. Pemberdayaan Masyarakat (Empowerment)
Pemberdayaan masyarakat artinya adalah mengembangkan kemampuan
masyarakat agar dapat berdiri sendiri, serta memiliki keterampilan untuk
mengatasi masalah-masalah kesehatan mereka sendiri. Pemberdayaan masyarakat
ditujukan kepada masyarakat langsung. Tujuan utamanya adalah mewujudkan
kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka

10
sendiri. Bentuk kegiatannya antara lain penyuluhan kesehatan, pengembangan
masyarakat, dan sebagainya. Sasaran gerakan masyarakat adalah sasaran primer.

2.2 Strategi Ottawa Charter


Konferensi internasional promosi kesehatan di Ottawa, Canada, pada tahun
1986 menghasilkan Piagam Ottawa (Ottawa Charter). Pada Piagam Ottawa
dirumuskan strategi pendekatan promosi kesehatan yang terdiri atas lima butir yaitu
sebagai berikut :

1. Kebijakan Berwawasan Kesehatan (Health Public Policy).


Strategi promosi kesehatan yang ditujukan kepada para penentu atau
pembuat kebijakan, agar mereka mengeluarkan kebijakan-kebijakan public yang
mendukung atau menguntungkan kesehatan. Dengan kata lain, agar kebijakan-
kebijakan dalam bentuk peraturan, peerundangan, surat keputusan dan
sebagainya selalu berorientasi kepada kesehatan public, misalnya undang-
undang/peraturan tenaga kerja yang mengatur adanya cuti bagi tenaga kerja
wanita yang akan melahirkan, undang-undang/peraturan tentang perlindungan
terhadap tenaga kerja yang mau bekerja di luar negeri, undang-undang/peraturan
tentang analisis dampak lingkungan pada saat akan mandirikan pabrik, dan
sebagainya.
2. Lingkungan yang Mendukung (Supportive Environment)
Tujuan promosi kesehatan tidak akan tercapai apabila tidak ada
lingkungan yang mendukung kesehatan. Oleh karena itu, strategi ini ditujukan
bagi siapapun para pengelola tempat umum, baik itu pemerintah maupun swasta,
agar mereka menyediakan sarana, prasarana, atau fasilitas yang mendukung
terciptanya perilaku sehat bagi masyarakat, atau pengunjung tempat umum.
Lingkungan yang mendukung kesehatan bagi tempat umum antara lain adalah
tersedianya ruangan unruk menyusui bayi di mall sehinggaprogram ASI eksklusif
akan berhasil, tersedianya tempat buang air besar/kecil dengan air bersih bagi
pekerja pabrik wanita, tersedianya ruangan merokok, tempat sampah, dan
sebagainya.

3. Reorientasi Pelayanan Kesehatan (Reorient Health Service)

11
Masyarakat memahami bahwa dalam pelayanan kesehatan ada istilah
provider atau penyelenggaraan kesehatan yaitu pemerintah dan swasta termasuk
juga petugas kesehatan dan consumer atau pemakai/pengguna pelayanan
kesehatan yaitu masyarakat. Pemahaman seperi ini harus diubah atau reorientasi,
bahwa masyarakat bukan hanya sekedar pengguna atau penerima pelayanan
kesehatan, tetapi sekaligus juga penyelenggara pelayanan kesehatan harus
melibatkan masyarakat bahkan memberdayakan masyarakat agar bersama-sama
dalam meningkatkan derajat kesehatan.
4. Keterampilan Individu (Personel Skill)
Individu merupakan bagian dari masyarakat, apabila individu terampil
mengenai kesehatan, maka kesehatan masyarakat pun akan terwujud. Strategi
promosi kesehatan untuk mewujudkan keterampilan individu memelihara dan
meningkatkan kesehatan sangatlah penting. Langkah awalnya adalah dengan
memberikan pemahaman-pemahaman kepada anggota masyarakat tentang cara-
cara memelihara kesehatan, mencegah penyakit, mengenal penyakit dan
sebagainya. Metode dan teknis pemberian pemahaman lebih bersifat individual
daripada kelompok. Sebagai contoh : ibu hamil tahu mengenai tanda-tanda bahaya
kehamilan dan akan segera ke petugas kesehatan apabila ditemukan adanya tanda-
tanda bahaya tersebut pada kehamilannya, ibu rumah tangga dapat membuat
larutan gula garam untuk anaknya yang terkena diare sebelum dibawa ke petugas
kesehatan, dan sebagainya.
5. Gerakan Masyarakat (Community Action)
Gerakan masyarakat dalam hal ini adalah upaya untuk memandirikan
individu, kelompok, dan masyarakat agar berkembang kesadaran, kemauan, dan
kemampuannya di bidang kesehatan dengan kata lain agar masyarakat secara
proaktif mempraktikkan hidup bersih dan sehat secara mandiri. Gerakan
masyarakat untuk kesehatan harus mendorong dan memacu kegiatan-kegiatan di
masyarakat dalam mewujudkan kesehatan mereka. Tanpa adanya kegiatan
masyarakat di bidang kesehatan, maka tidak akan terwujud perilaku yang
kondusif untuk kesehatan, misalnya : jimpitan beras untuk mendukung kegiatan
kebersihan di masyarakat, pos pelayanan terpadu untuk mendukung kesehatan ibu
hamil, bayi serta balita dan sebagainya.

2.3 Pendekatan Promosi Kesehatan

12
Dalam promosi kesehatan, tidak ada satu pun tujuan dan pendekatan atau
serangkaian kegiatan yang benar. Hal terpenting adalah bahwa kita harus
mempertimbangkan tujuan dan kegiatan yang kita miliki, sesuai dengan nilai-nilai
dan penilaian kita terhadap kebutuhan klien. Hal ini berarti bahwa nilai kita sebagai
seorang promotor kesehatan dan kebutuhan klien di sisi lain harus berada dalam
kesamaan persepsi agar tujuan dn kegiatan yang di lakukan dapat berfungsi optimal.
Beberapa model promosi kesehatan dan Pendidikan kesehatan adalah alat
analisis yang berguna, yang dapat membantu memperjelas tujuan dan nilai-nilai
yang dianut. Menurut Ewles dan Simnet (1994), terdapat kerangka lima pendekatan
yang menunjukkan nilai-nilai yang melekat pada masing-masing pendekatan
tersebut. Pendekatan itu meliputi pendekatan medik, perubahan perilaku,
Pendidikan, pendekatan berpusat pada klien, dan perubahan sosial.
1. Pendekatan Medik
Tujuan pendekatan medik adalah membebaskan dari penyakit dan
kecacatan yang di definisikan secara medik, seperti penyakit infeksi, kanker, dan
penyakit jantung. Pendekatan ini melibatkan intervensi kedokteran yang
mencegah atau meringankan kesakitan, mungkin dengan menggunakan pendektan
persuasif atau paternalistic ( missal, memberi tahu orang tua agar membawa anak
mereka untuk imunisasi, wanita untuk memanfaatkan KB, dan pria umur
pertengahan untuk melakukan screening tekanan darah). Pendekatan ini
memberikan arti penting terhadap tindakan pencegahan medik, dan merupakan
tanggung jawab profesi kedokteran membuat kepastian bahwa pasien patuh pada
prosedur yang dianjurkan.
2. Pendekatan Perubahan Perilaku
Perilaku merupakan hasil pengalaman dan proses interaksi dengan
lingkungannya, yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan
sehingga diperolah keadaan seimbang antara kekuatan pendorong dan kekuatan
penahan. Pendekatan perubahan perilaku individual masyarakat sehngga mereka
mangadopsi gaya hidup sehat.
Orang-orang yang menggunakan pendekatan ini akan merasa yakin bahwa
gaya hidup sehat merupakan hal paling baik bagi klien, dan akan melihatnya
sebagai tanggung jawab mereka untuk mendorong sebanyak mungkin orng guna
mengadopsi gaya hidup sehat yang mereka anjurkan. Contoh penggunaan
pendekatan perubahan perilaku antara lain mengajari orang bagaimana
13
menghentikan merokok, Pendidikan tentang minum alcohol, mendorong orang
melakukan kegiatan olahraga, memelihara kesehatan gigi, dan mengkonsumsi
makanan yang baik dan sehat.
3. Pendekatan Pendidikan
Pendekatan Pendidikan lebih dikenal sebagai Pendidikan kesehatan yang
bertujuan memberikan informasi dan memastikan pengetahuan dan pemahaman
tentang perilaku kesehatan, dan membuat keputusan yang di tepatkan atas dasar
informasi yang ada. Pendekatan ini menyajikan informasi mengenai kesehatan,
dan membantu individu menggali nilai dan sikap dan membuat keputusan mereka
sendiri. Bantuan dalam melaksanakan keputusan itu dan mengadopsi praktik
kesehatan baru dapat pula ditawarkan. Program Pendidikan kesehatan di sekolah,
misalnya menekankan upaya membantu murid mempelajari keterampilan hidup
sehat, tidak hanya memperoleh pengetahuan saja. Orang-orang yang mendukung
pendekatan ini akan memberi arti tinggi proses Pendidikan, menghargai hak
individu untuk memilih perilaku mereka sendiri, dan melihatnya sebagai
tanggung jawab mereka mengangkat bersama persoalan-persoalan kesehatan
yang mereka anggap menjadi hal paling baik bagi klien mereka.
4. Pendekatan Berpusat Pada Klien.
Tujuan pendekatan ini adalah bekerj dengan klien agar dapat membantu
mereka mengindetifikasi apa yang mereka ketahui dan lakukan, dan membuat
keputusan dan pilihan mereka sendiri sesuai kepentingan dan nilai mereka.
Promotor berperan sebagai fasilitator, membantu individu mengindentifikasi
kepedulian-kepedulian mereka dan memperoleh pengetahuan dan ketermpilan
yang mereka butuhkan supaya memungkinkan terjadinya perubahan.
Pemberdayaan diri sendiri klien menjadi sentra tujuan ini. Klien dihargai sebagai
individu yang mempunyai pengetahuan, keterampilan, kemampuan berkontribusi,
dan memiliki hak absolut untuk mengontrol tujuan kesehatan mereka sendiri.
5. Perubahan Sosial
Ruang lingkup perubahan sosial menurut Willian F. Ogburn (1922),
meliputi pengaruh besar unsur-unsur kebudayaan material terhadap unsur-unsur
immaterial. Kecenderungan terjadi perubahan-perubahan sosial merupakan gejala
wajar yang timbul dari pergaulan hidup manusia. Tujuan pendekatan ini adalah
melakukan perubahan-perubahan pada lingkungan fisik, sosial, dan ekonomi
dalam upaya membuatnya lebih mendukung untuk keadaan yang sehat.
14
Pendekatan ini pada prinsipnya mengubah masyarakat, bukan perilaku
setiap individu. Orang-orang yang menerapkan pendekatan ini memberikan nilai
penting bagi hak demokrasi mereka mengubah masyarakat, memiliki komitmen
pada penempatan kesehatan dalam agenda politik di berbagai tingkat dan pada
pentingnya pembentukan lingkungan yang sehat daripada pembentukan
kehidupan sehari-hari individu yang tinggal di tempat itu.

2.4 Model-Model Promosi Kesehatan


Pada bahasan sebelumnya, kita ketahui bahwa kesehatan di pengaruhi oleh
banyak faktor. Telah banyak model yang di kembangkan untuk mencoba
menerangkan bagaimana faktor-faktor itu dapan mempengaruhi kesehatan serta
bagaimana pengetahuan membantu memperbaiki intervensi pencegahan dan promosi
kesehatan.
Dalam memahami kontribusi perilaku manusia untuk mengembangkan dan
memelihara kesehatan dana kesakitan, terjadi perubahan dari pendekatan faktor
tunggal (model linier/model medis), mejadi pendektan yang lebih interaktif serta
komprehensif (multifactorial-systemic model). Para ahli kesehatan setuju bahwa kita
perlu mengadopsi sebuah model yang mampu mengenal hubungan timbal balik dan
interaksi dinamis antara faktor fisiologi, kognitif, perilaku, dan lingkungan yang
dapat mempengaruhi kesehatan. Hal ini dikenal dengan istilah BIOPSIKOSOSIAL.
Rangkuman dan contoh pendekatan promosi kesehatan ( sumber: Ewles dan Simnet, 1994:57-
58)
Pendekatan Tujuan Kegiatan Nilai yg penting Contoh kasus:
promosi Merokok
kesehatan
Medical Bebas dari Promosi Kepatuhan Tujuan:
penyakit dan intervensi pasien terhadap Bebas dari penyakit
kecacatan yang kedokteran untuk prosedur paru, jantung, dan
di definisikan mencegah atau kedokteran penyakit yang
secara medik mengurangi pencegahan berkaitan dengan
gangguan merokok
kesehatan Kegiatan:
mendorong
individu
15
mengupayakan
deteksi dini dan
pengobatan
gangguan terkait
merokok
Perubahan Perilaku yang Perubahan sikap Gaya hidup Tujuan:
perilaku mendukung dan perilaku yang sehat seperti Perubahan dari
bagi keadaan mendorong didefinisikan merokok jadi tidak
bebas penyakit penerimaan gaya oleh promotor merokok.
hidup yang lebih kesehatan Kegiatan:
sehat Pendidikan yang
persuasive untuk
mencegah bukan
perokok menjadi
perokok, dan
membujuk perokok
agar berhenti
merokok
Edukasional Individu Informasi dari Hak asasi Tujuan:
dengan sebab-akibat dari individu dalam Klien mengerti
pengetahuan faktor-faktor yang hal kebabasan efek merokok pada
dan pengertian menurunkan memilih. paru. Mereka
yang mampu derajat kesehatan. Tanggung jawab membuat
membuat Eksploitasi nilai promotor adalah keputusan dan
mereka dan mengindentifika mengambil sikap
mengambil sikap.pengemban si isi Pendidikan apakah mereka
keputusan dan gan keterampilan kesehatan merokok atau
sikap atas dasar yang di perlukan tidak.
informasi yang untuk kehidupan Kegiatan:
memadai yang sehat. Memberi informasi
pada klien tentang
efek merokok,
membantu mereka
dalam mengambil

16
nilai-nilai dan sikap
mereka hingga
sampai pada suatu
keputusan.
Membantu mereka
belajar bagaimana
menghentikan
merokok jika
mereka ingin
melakukannya
Berpusat pada Bekerja Bekerja dalam Klien dan Isu anti merokok
klien bersama klien hal-hal kesehatan provider baru dijadikan
untuk membuat pilihan (penyedia pertimbangan bila
kepentingan dan melakukan layanan) adalah klien
klien. tindakan yang di sejajar. Hak mengindentifikasi
indentifikasi oleh klien untuk apa yang ingin
klien. menetapkan mereka ketahui dan
Memberdayakan agenda. kerjakan berkaitan
klien Pemberdayaan dengan hal itu.
diri klien.
Perubahan Lingkungan Aksi politik/sosial Hak asasi dan Tujuan:
sosial. fisik dan sosial untuk mengubah kebutuhan akan Membuat merokok
yang lingkungan fisik penciptaan tidak di terima
memungkinkan dan sosial lingkungan yang secara sosial
pemilihan meningkatkan sehingga lebih
terhaday gaya derajat mudah tidak
hidup yang kesehatan merokok daripada
lebih sehat. merokok.
Kegiatan:
Kebijakan untuk
tidak merokok di
tempat umum.
Penjualan rokok
dibuat sulit di

17
jangkau, terutama
anak-anak,
mempromosikan,
tidak merokok
sebagai norma
sosial.
Membatasi dan
melawan iklan
rokok dan sponsor
pabrik rokok dalam
bidang olahraga

MODEL KESEHATAN TERAPAN.


Pendekatan dengan cara ini dapat menjadi dasar untuk kegiatan-kegiatan promosi
kesehatan professional. Beberapa model kesehatan yang digunakan adalah Health Belief
Model, Theory of Reasoned Action, and Health Field Concept. Penulis meyajikan tiga
model berikut ini :
1. Health Belief Model (HBM).
HBM dikembangkan sejak tahun 1950 oleh kelompok ahli psikologi sosial
dalam pelayanan kesehatan masyarakat amerika. Model ini digunakan sebagai upaya
menjelaskan secra luar kegagalan partisipasi masyarakat dalam program pencegahan
atau deteksi penyakit (Hauchbaum, 1958; Rosenstock, 1974 dalam glanz dkk., 1997).
HBM merupakan model kognitif, yang digunakan untuk meramalkan perilaku
peningkatan kesehatan. Menutur HMB, kemungkinan seseorang melakukan tindakan
pencegahan di pengaruhi secara langsung dari hasil dua keyakinan atau penilaian
kesehatan (helath beliefs), anatar lain sebagai berikut:
a. Ancaman yang dirasakan dari sakit atau luka (perceived threat of injury or
illness)
Hal ini mengacu pada sejauh mana seseorang berpikir bahwa penyakit
atau kesakitan betul-betul merupakan ancaman bagi dirinya. Oleh karena itu,
jika ancaman yang dirasakan didasarkan pada hal-hal berikut.

18
 Ketidakkebalan yang dirasakan ( perceived vulnerability). Individu
mungkin dapat menciptakan masalah kesehatannya sendiri sesuai dengan
kondisi.
 Keseriusan yang dirasakan (perceived severity). Individeu mengevaluasi
keseriusan penyakit jika penyakit tersebut muncul akibat ulah individu
tersebut atau penyakit dibiarkan tidak ditangani.
b. Keuntungan dan kerugian ( benefits and costs)
Pertimbangan antara keuntungan dan kerugian perilaku untuk
memutuskan melakukan tindakan pencegahan atau tidak.
c. Petunjuk berperilaku juga diduga tepat untuk memulai proses perilaku, yang
disebut, sebagai keyakinan terhadap posisi yang menonjol (silent position).
Hal ini berupa berbagai informasi dari luar atau nasihat mengenai
permasalahan kesehatan (mislnya medis massa, kampanye, nasihat orang lain,
penyakit dari anggota keluarga yang lain atau teman)
Penerapan HBM
HBM adalah perilaku pencegahan yang berkaitan dengan dunia medis yang
mencangkup berbagai perilaku, sperti check up, pencegahan, screening, dan imunisasi.
Contohnya kegunaan HBM dalam imunisasi memberi kesan bahwa orang yang mengikuti
program imunisasi, percaya hal-hal berikut.
a. Kemungkinan terkena penyakit tinggi (ketidakkebalan)
b. Jika terjangkit, penyakit tersebut membawa akibat serius.
c. Imunisasi merupakan cara paling efektif untuk pencegahan penyakit.
d. Tidak ada hambatan serius untuk imunisasi, tetapi hasil dari beberapa penelitian HBM
menunjukkan kebalikannya.
Dalam perkembangannya, HBM telah menggunakan ketertarikan dalam kebiasaan
seseorang dan sifat-sifat yang dikaitkan dengan perkembangan dari kondisi kronis,
termasuk gaya hidup tertentu seperti merokok, diet, olahraga, perilaku
keselamatan,penggunaan alcohol, penggunaan kondom untuk pencegahan AIDS, dan
gosok gigi.

2. Theory of Reasoned Action (TRA)/Behavioral Intention Theory (Teori Alasan


Tindakan/Teori Kehendak Perilaku).
Seperti HBM, model ini memakai pendekatan kognitif (pengetahuan), tetapi
memiliki keuntungan lebih dibandingkan HBM. Teori kehendak perilaku merupakan
teori perilaku manusia secara umum. Sebenarnya, teori ini digunakan dalam berbagai
perilaku manusia, khususnya berkaitan degan masalah sosiopsikologis, kemudian

19
berkembang dan banyak digunakan untuk menentukan faktor-faktor yang berkaitan
dengan perilaku kesehatan.
Teori ini menghubungkan antara keyakinin (beliefs), sikap (attitude),
kehendak (intention), dan prilaku. Kehendak merupakan prediktor terbaik perilaku,
artinya, jika ingin mengetahui apa yang akan dilakukan sesorang, cara terbaik adalah
mengetahui kehendak tersebut. Namun, seorang dapat membuat pertimbangan
berdasarkan alasan-alasan yang sama sekali berbeda (tidak selalu berdasarkan
kehendak). Konsep penting dalam teori ini adalah fokus perhatian (salience), yaitu
mempertimbangkan sesuatu yang dianggap penting.
Kehendak (intensi) ditentukan oleh sikap dan norma subjektif. Komponen
sikap merupakan hasil pertimbangan untung rugi dari perilaku tersebut (outcome of
the behavior), dan pentingnya konsekuensi-konsekuensi bagi individu (evaluation
regarding the outcome). Di pihak lain, komponen norma subjektif atau sosial
mengacu pada keyakinan seseorang terhadap bagaimana dan apa yang di pikirkan
orang-orang yang dianggap penting dan motivasi seseorang untuk mengikuti pikiran
tersebut. Contohnya, orang tua memiliki harapan tentang keikutsertaan pada program
imunisasi bagi anak-anaknya. Mereka percaya imunisasi dapat melindungi serangan
penyakit (keuntungan), tetapi juga menyebabkan pendekatan, model, dan Kebutuhan
Promosi Kesehatan rasa sakit atau tidak enak badan (kerugian). Orang tua akan
mempertimbangkan mana yang paling penting, perlindungan kesehatan atau tangisan
anak, atau mungkin panas. Jika orang yang dianggap penting (kelompok referensi)
setuju ( atau sebatas menasehati) dan orang tua mengikuti petunjuk tersebut, terdapat
kecenderungan positif untuk berperilaku. Pertanyaannya, atas dasar apa seseorang
mempunyai keyakinan dan mengevaluasi perilaku dan norma sosial? Respon
terhadap pertanyaan itu harus mencakup peran variabel eksternal, seperti variabel
demografi, jenis kelamin, dan usia yang tidak muncul dalam teori ini. Menurut
Fisgbein dan Middlestadt (1989) dalam Smet (1994), variabel ini bukannya tidak
penting, tetapi efeknya pada intensi dianggap di perantarai sikap, norma subjektif,
dan berat relatif dari komponen-komponen ini.
Menurut TRA, “keyakinan kesehatan” (seperti di gambarkan dalam HBM)
yang meliputi konsep ketidakebalan (mudah terjangkit penyakit), keseriusan dan
keuntungan atau kerugian, sebagai variabel yang secara langsung, dapat penting atau
tidak, mempengaruhi perilaku. Contohnya, TRA memandang persepsi kekebalan

20
akan memengaruhi perilaku jika hal itu memengaruhi sikap atau norma subjektif, dan
jika pengaruh komponen ini merupakan penentu intensi.
Berdasarkan sudut pandang yang berbeda, usulan-usulan untuk meningkatkan
penggunaan praktis (smet,1994) adalah sebagai berikut.
1. Beberapa penelitian tidakmenggunakan model secara komplet, tetapi hanya untuk
memahami dan menerangkan perilaku manusia. Akan tetapi, utnuk perubahan
perilaku, modelini lebih disukai karena perubahan perilaku memerlukan
pengambilan keputusan secara pasti, atau paling tidak, TRA digunakan sebagai
pelengkap model sebelumnya (HBM). Sebagai contoh, setelah tahap perubahan
perilaku dan peliharaan perilaku, digunakan model lain, seperti model dari
McGuire dan Rogers.
2. Konsep representasi mintal dari kesehatan, konrol yang dirasakan, dukungan
sosial, self-efficacy, ketidakberdayaan yang dipelajari, dianggap sebagai veriabel
atau teori sosial koknitif perantara yang menawarkan lebih banyak kesempatan
untuk menerangkan hubungan kesehatan dengan hasil kesehatan (health
outcome)
3. Untuk memperbaiki HMG dan TRA, dapat digunakan konsep self-efficacy.
Aplikasi TRA
TRA merupakan model untuk meramalkan perilaku preventif dan telah
digunakan dalam berbagai jenis perilaku sehat yang berainan, seperti pengaturan
penggunaan subtansi ertentu (merokok, alkohol, dan narkotik), perilaku makan dan
pengaturan makan, pencegahan AIDS dan penggunaan kondom, perilaku merokok,
penggunaan alkohol, penggunaan alat kontrasepsi, latihan kebugaran, dan praktik
olahraga. TRA juga digunakan untuk memenuhi persyaratan tindakan keselamatan
dan kesehatan kerja K3), seperti tindakan keselamatan dalam pertambangan
batubara, ketidakhadiran karyawan, dan perilaku konsumen.

Kelemahan TRA
Kelemahan TRA adalah bahwa kehendak dan perilaku hanya berkorelasi
sedang, kehendak tidak selalu menuju perilaku itu sendiri, terdapat hambatan-
hambatan yang mencampuri atau memengaruhi kehendak atau perilaku (Van Oost,
1991 dalam Smet, 1994). Meskipun demikian, kelebihan TRA dibandingkan HBM
adalah bahwa pengaruh TRA berhubungan dengan norma subjektif, Menutut TRA,
21
seseorang dapat membuat pertimbangan berdasarkan alasan-alasan yang sama sekali
berbeda. Hal ini berarti keputusan seseorang untuk melakukan sesuatu tindakan tidak
dibatasi pertimbangan-pertimbangan kesehatan.
3. Health Field Concept.
La Framboise, kemudian diadaptasi oleh Blum mengemukakan sebuah teori
yang menyatakan bahwa tingkat kesehatan di dalam suatu masyarakat dipengaruhi
oleh 4 faktor:
a. Genetik
b. Perilaku kesehatan
c. Pelayanan kedokteran/kesehatan
d. Lingkungan
Menurutnya dari keempat faktor di atas, faktor yang paling berpengaruh
terhadap tingkat kesehatan suatu masyarakat adalah faktor perilaku. Apabila perilaku
masyarakat dapat diarahkan menjadi perilaku yang sehat, tingkat kesehatan
masyarakat dapat ditingkatkan, demikian pula sebaliknya, apabila perilaku kesehatan
di masyarakat kurang baik, tingkat kesehatan masyarakat juga dapat menjadi buruk.

2.5 Perencanaan Promosi Kesehatan

Perencanaan promosi kesehatan adalah suatu proses diagnosis penyebab


masalah, penentuan prioritas masalah dan alokasi sumber daya yang ada untuk
mencapai tujuan. Dalam membuat perencanaan promosi kesehatan, perencanaan
harus terdiri dari masyarakat, profesional kesehatan dan promotor kesehatan.
Kelompok ini harus bekerja bersama-sama dalam proses perencanaan promosi
kesehatan sehingga dihasilkan program yang sesuai, efektif dalam biaya dan
berkesinambungan.

Perencanaan merupakan bagian dari siklus administrasi yang terdiri dari tiga
fase yaitu; perencanaan, implementasi dan evaluasi dimana ketiga fase tersebut akan
mempengaruhi hasil.
Perencanaan promosi kesehatan adalah suatu fase dimana secara rinci
direncanakan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang muncul, sedangkan
implementasi adalah suatu waktu dimana perencanaan dilaksanakan. Kesalahan-
kesalahan sewaktu membuat perencanaan akan terlihat selama proses implementasi,

22
demikian juga halnya dengan kekuatan dan kelemahan yang muncul selama periode
implementasi merupakan refleksi dari proses perencanaan.
Fase evaluasi adalah suatu masa dimana dilakukan pengukuran hasil dari
promosi kesehatan. Pada fase ini juga dilihat apakah perencanaan dan implementasi
yang telah dilakukan dilanjutkan.Selain itu evaluasi diperlukan untuk pemantauan
dari promosi kesehatan dan sebagi alat bantu untuk membuat perencanaan
selanjutnya. Langkah-langkah dalam perencanaan promosi kesehatan antara lain :
1. Menentukan kebutuhan promosi kesehatan
a. Diagnosa masalah
b. Menetapkan prioritas masalah
2. Mengembangkan komponen promosi kesehatan
a. Menentukan tujuan promosi kesehatan
b. Menentukan sasaran promosi kesehatan
c. Menentukan isi promosi kesehatan
d. Menentukan metode yang akan digunakan
e. Menentukan media yang akan digunakan
f. Menentukan rencana evaluasi
g. Menyusun jadwal pelaksanaan
Diagnosa masalah
Diagnosa masalah adalah proses penentuan persepsi masyarakat terhadap
kebutuhannya atau terhadap kualitas hidupnya dan aspirasi masyarakat untuk
meningkatkan kualitas hidupnya melalui partisipasi dan penerapan berbagai
informasi yang didesain sebelumnya. Dalam mengidentifikasi masalah perlu
adanya kajian sehingga masalah tersebut sesuai dengan kebutuhan. Untuk itu
kebutuhan perlu dibedakan menjadi 4 yaitu;
 Kebutuhan Normatif, yaitu kebutuhan yang ditetapkan oleh
professional.
 Kebutuhan yang dirasakan, yaitu kebutuhan yang diidentifikasi oleh
orang-orang terhadap keinginan mereka.
 Kebutuhan yang dinyatakan, yaitu kebutuhan yang dirasakan oleh
masyarakat yang dinyatakan oleh demand/permintaan.

23
 Kebutuhan komparatif yaitu, dengan membandingkan kelompok yang
sama, dimana kelompok yang belum mendapat promosi kesehatan
ditetapkan sebagai kelompok yang memiliki kebutuhan.
3. Menetapkan prioritas masalah
Langkah yang harus ditempuh untuk menetapkan prioritas masalah kesehatan adalah:
a. Menentukan status kesehatan masyarakat
b. Menentukan pola pelayanan kesehatan masyarakat yang ada
c. Menentukan hubungan antara status kesehatan dengan pelayanan kesehatan di
masyarakat.
d. Menentukan determinan maslah kesehatan masyarakat meliputi tingkat
pendidikan, umur, jenis kelamin, ras, letak geografis, kebiasaan/perilaku dan
kepercayaan yang dianut.
Dalam menentukan prioritas masalah kita harus mempertimbangkan beberapa faktor
seperti:
a. Berat masalah dan akibat yang ditimbulkannya
b. Pertimbangan politis
c. Sumber daya yang ada di masyarakat.
4. Menentukan Tujuan
Agar tujuan promosi kesehatan dapat dicapai dan dijalankan sesuai dengan apa yang
diinginkan, maka tujuan harus dibuat dengan persyaratan sebagai berikut:
a. Specific
b. Measurable
c. Appropriate
d. Reasonable
e. Time bound
Menurut Green (1990) tujuan promosi kesehatan terdiri dari tiga tingkatan yaitu:

a. Tujuan program (Program Objective)


Merupakan pernyataan apa yang akan dicapai dalam periode tertentu
dengan status kesehatan. Pada tujuan ini harus mencakup who will do how much
of what by when. Tujuan program sering disebut dengan tujuan jangka panjang.
b. Tujuan pendidikan (Educaional Objective)
24
Merupakan deskripsi perilaku yang akan dicapai dapat mengatasi masalah
kesehatan yang ada. Olehh sebab itu tujuan pendidikan sering disebut dengan
tujuan jangka menengah.
c. Tujuan perilaku (Behavioral objective)
Merupakan pendidikan atau pembelajaran yang harus dicapai agar tecapai
pperilaku yang diinginkan. Oleh sebab itu tujuan perilaku berhubungan dengan
pengetahuan dan sikap dan disebut dengan tujuan jangka pendek.
5. Menentukan sasaran promosi kesehatan
Sasaran promosi kesehatan dan sasaran pendidikan kesehatn tidak selalu sama, oleh
sebab itu kita harus menetapkan sasaran langsung dan sasaran tidak langsung.
Didalam promosi kesehatan yang dimaksud adalah kelompok sasaran yaitu individu,
kelompok maupun keduanya.
Ada 3 kelompok sasaran dalam promosi kesehatan yaitu;
a. Sasaran primer, yaitu kepala keluarga untuk kesehatan keluarga secara umum, ibu
hamil dan menyusui untuk masalah KIA, anak sekolah untuk kesehatan remaja.
b. Sasaran skunder, yaitu Tokoh masyarakat, agama ,adapt. Disebut sasaran skunder
karena dengan memberikan pendidika kesehatan kepada kelompok ini
diharapkan selanjutnya kelompok ini akan memberikan pendidikan kesehatan
pada masyarakatnya.
c. Sasaran Tersier, yaitu para pengambil kebijakan baik di tingkat pusat, maupun
daerah. Dengan kebijakan yang diambil oleh kelompok ini dihatrapkan
mempunyai dampak terhadap perubahan perilaku masyarakat.
6. Menentukan isi promosi kesehatan
Isi promosi kesehatan harus dibuat sesederhana mungkin sehingga mudah dipahami
oleh sasaran. Bila perlu isi pesan dibuat dengan menggunakan gambar dan bahasa
setempat sehingga sasaran merasa bahwa pesan tersebut memang benar-benar
ditujuakn untuknya sebagai akibatnya sasaran mau melaksanakan isi pesan tersebut.

7. Menentukan metode yang akan digunakan


Menentukan metode dalampromosi kesehatan harus dipertimbangkan tentang aspek
yan akan dicapia. Bila mencakup aspek pengetahuan maka dapat dilkukan dengan
cara penyuluhan langsung, pemasagan poster, spanduk, penyebaran leflet. Untuk
aspek sikap maka kit aperlu memberikan contoh konkret yang dapat menggugah

25
emosi, perasaan dan sikap sasaran. Bila untuk kemampuan ketrampilan tertentu
maka sasaran harus diberi kesempatan untuk mencoba ketrampilan tersebut.
8. Menentukan media yang akan digunakan
Teori pendidikan mengatakan bahwa belajar yang paling mudah adalah dengan
mnggunakan media, oleh karena itu hampir semua program pendidikan kesehatan
selalu menggunakan berbagai media.Media yang dipilih harus tergantung pada
sasarannya, tingkat pendidikannya, aspek yang ingin dicapai, metode yang digunkan
dan sumber data yang ada.
9. Menentukan rencana evaluasi
Disini baru dijabarkan tentang kapan evaluasi akan dilaksanakan, dimana akan
dilaksanakan, kelompok sasaran yang mana akan dievaluasi dan siapa yang akan
melaksanakan evaluasi tersebut.
10. Menyusun jadwal pelaksanaan
Merupakan penjabaran dari waktu tempat dan pelaksanaan yang biasanya disajikan
dalam bentuk bagan chart.

2.6 Kebutuhan Promosi Kesehatan


1. Konsep tentang kebutuhan
Sejak dilahirkan manusia mempunyai naluri untuk hidup bergaul dengan
sesamanya (gregariousness). Naluri ini merupakan salah satu kebutuhan manusia
yang paling mendasar untuk memenuhi kebutuhan hidup lainnya, yakni kebutuhan
afeksi, kebutuhan inklusi, dan kebutuhan kontrol,
a. Kebutuhan afeksi adalah kebutuhan akan cinta kasih sayang.
b. Kebutuhan inklusi adalah kebutuhan untuk mendapatkan kepuasan dan
mempertahankannya.
c. Kebutuhan kontrol adalah kebutuhan akan pengawasan dan kekuasaan.
Kebutuhan afeksi menimbulkan tingkahlaku afeksi yang berupa hubungan
persahabatan, kasih sayang, dan percintaan. Kebutuhan inklusi terwujud dalam
tingkah laku inklusi, yang mencerminkan keinginan untuk bergabung dengan
sesamanya, misalnya keinginan untuk menjadi bagian dari kelompok. Kebutuhan
kontrol akan menghasilkan tingkahlaku yang menunjuk pada proses pengambilan
keputusan, untuk memimpin, mempengaruhi, mengatur bahkan untuk melawan atau
memberontak. Melalui kebutuhan ini seseorang dapat memutuskan untuk menjadi
pemimpin, pengikut atau pemberontak.
26
2. Jenis Kebutuhan
a. Teori Kebutuhan Abraham Maslow
Kebutuhan dapat didefinisikan sebagai suatu kesenjangan atau
pertentangan yang alami antara suatu kenyataan dengan dorongan yang ada dalam
diri apabila kebutuhan pegawai tersebut menunjukkan perilaku tidak puas.
Sebaliknya, jika kebutuhannya terpenuhi maka pegawai tersebut akan
memperlihatkan perilaku yang gembira sebagai manifestasi dari rasa puasnya.
Kebutuhan merupakan fundamen yang mendasari perilaku pegawai. Kita tidak
mungkin memahami perilaku pegawai tanpa mengerti kebutuhannya. Hirarki
kebutuhan manusia menurut Abraham Maslow adalah sebagai berikut:
a) Kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan untuk makan, minum, bernafas, dan
seksual. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan tingkat terendah atau disebut
juga kebutuhan yang paling dasar
b) Kebutuhan rasa aman, yaitu kebutuhan akan perlindungan dari ancaman,
bahaya, pertentangan, dan lingkungan hidup.
c) Kebutuhan untuk merasa memiliki, yaitu kebutuhan untuk diterima oleh
kelompok, berafiliasi, berinteraksi, dan kebutuhan untuk mencintai serta
dicintai.
d) Kebutuhan akan harga diri, yaitu kebutuhan akan dihormati, dan dihargai oleh
orang lain.
e) Kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri, yaitu kebutuhan untuk
menggunakan kemampuan, skill, dan potensi. Kebutuhan untuk berpendapat
dengan mengemukakan ide-ide memberi penilaian dan kritik terhadap sesuatu
(Mangkunegara, 2002).
b. Teori Kebutuhan McClelland David McClelland dalam Thoha (2002)
Teori ini mengemukakan ada tiga macam kebutuhan manusia, yaitu
sebagai berikut:
a) Need for Achievement, yaitu kebutuhan untuk berprestasi yang merupakan
refleksi dari dorongan akan tanggung jawab untuk pemecahan masalah.
b) Need for Affiliation, yaitu kebutuhan untuk berafiliasi yang merupakan
dorongan untuk berinteraksi dengan orang lain, berada bersama orang lain,
dan tidak mau melakukan sesuatu yang merugikan orang lain.

27
c) Need for Power, yaitu kebutuhan untuk kekuasaan yang merupakan refleksi
dari dorongan untuk mencapai otoritas untuk memiliki pengaruh terhadap
orang lain.
c. Teori ERG (Existence, Relatedness, Growth)
Teori ERG adalah teori motivasi yang menyatakan bahwa orang bekerja
keras untuk memenuhi kebutuhan tentang eksistensi.
3. Identifikasi Kebutuhan Promosi Kesehatan
Menurut ewles dan simnett (1994), empat hal yang perlu dipertimbangkan
antara lain ruang lingkup tugas, perimbangan antara bersikap reaktif dan proaktif,
sejauh mana menempatkan kepentingan klien terlebih dahulu.
a. Ruang lingkup tugas
Bagi sebagian petugas, tugas mengidentifikasi kebutuhan dalam batas
tertentu telah dilakuakan. Contoh seorang perawat telah melakukan pelayanan
yang berorientasi pada pasien yang bersangkutan, tentu saja ia perlu
mengidentifikasi dan memberi tanggapan terhadap kebutuhan-kebutuhan
individual setiap pasien.
Semua promotor kesehatan memerlukan kompetensi untuk bersikap
responsive terhadap kebutuhan promosi kesehatan dari klien mereka. Meskipun
promotor kesehatan mampu melakukan kegiatan tertentu, tetapi perlu
mempertimbangkan apakah kegiatan tersebut dalam ruang lingkup tugasnya
sebagai promotor kesehatan.
b. Reaktif dan proaktif
Dalam mengidentifikasi kebutuhan, perlu dibedakan antara reaktif dan
proaktif. Bersikap reaktif adalah memberi tanggapan (bereaksi) terhadap
kebutuhan-kebutuhan dan permintaaan orang lain. Bersikap proaktif berarti
mengambil inisiatif dan keputusan tentang kawasan pekerjaan yang akan
dilakukan. Individu dapat mengatakan “tidak” terhadap permintaan orang lain jika
permintaan itu tidak cocok dengan kebijakan dan prioritas anda.
Bersikap reaktif dan proaktif berhubungan dengan pendekatan-pendekatan
promosi kesehatan. Sebagai contoh, penggunaan pendekatan berpusat pada klien
berarti bersikap reaktif terhadap kebutuhan yang dinyatakan klien, sedangkan
pendekatan perubahan prilaku atau medical berarti bersikap proaktif. Dalam
praktik selalu ada perimbangan yang harus diterima antara bersikap proaktif dan
proaktif.
28
c. Menempatkan kebutuhan penggunaan atau sasaran lebih dulu
Kebutuhan siapa yang harus didahulukan, pihak pengguna(sasaran) atau
pemberi layanan ? mungkin terdapat konflik diantara keduanya seperti sasaran
ingin pelayanan KB buka hari sabtu, tetapi pihak pemberi layanan tidak dapat
melakukannya karena kesulitan memperoleh staf yang bekerja di akhir minggu.
Meski demikian, terdapat beberapa kecenderungan yang berupaya menempatkan
pandangan dan kebutuhan pihak pengguna atau sasaran sebagai pusat kegi
beriatan pelayangan promosi keseahatan, antara lain sebagai berikut :
a) Penekanan pada pemakai sebagai individu yang unik
b) Kecenderungan professional bermitra dengan sasaran
c) Penekanan pada peningkatan penyediaan dan jangkauan terhadap pelayanan
yang mempromosikan kesehatan
d) Kecenderungan kearah pendekatan berorientasi klien dalam penyuluhan
lesehatan, dengan pemberdayaan diri klien sebagai tujuan.
e) Kecenderungan partisipasi pengguna dalam perencanaan dan evaluasi
kegiatan-kegiatan promosi kesehatan.
Cara paling penting dalam menetapkan kegiatan-kegiatan yang lebih
responsive bagi pengguna dan penerima adalah memberi kesempatan kepada
mereka untuk mengendalikan diri terhadap apa yang terjadi dalam dirinya. Hal ini
dapat dilakukan dengan memberi pemahaman dan pengertian pada pengguna dan
penerima berkaitan dengan ruang lingkup kebutuhan promosi kesehatan.

BAB III
PENUTUP

29
3.1 Kesimpulan

Promosi kesehatan adalah salah satu bentuk upaya pelayanan kesehatan yang
berorientasi pada penyampaian informasi tentang kesehatan guna penanaman
pengetahuan tentang kesehatan sehingga tumbuh kesadaran untuk hidup sehat.
Promosi kesehatan merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat
melalui proses pembelajaran dari oleh untuk dan bersama masyarakat, agar mereka
dapat menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya
masyarakat, sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat dan didukung oleh
kebijakan publik yang berwawasan kesehatan.
Strategi global promosi kesehatan diperkenalkan oleh World Health
Organization (WHO) pada tahun 1984, di mana ada tiga strategi pokok untuk
mewujudkan visi dan misi promosi kesehatan yaitu Advokasi, Dukungan Sosial , dan
Gerakan Masyarakat. Terdapat lima pendekatan bagi promosi kesehatan yang
menunjukkan nilai yang melekat pada masing-masing pendekatan tersebut, yaitu
pendekatan medik, pendekatan perubahan perilaku, pendekatan edukasi, pendekatan
yang berpusat pada klien, dan pendekatan perubahan sosial.

3.2 Saran
Kami menyadari makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan baik dari segi materi maupun penulisan, disebabkan karena kami
mempunyai keterbatasan dalam hal Ilmu dan Pengetahuan penulisan. Untuk itu
penulis mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan penulisan di masa mendatang, semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi penulis maupun pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

30
Bastable, Susan B. 2002. Perawat Sebagai Pendidik: Prinsip-Prinsip Pengajaran dan
Pembelajaran. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Maulana, Heri D.J. 2009. Promosi Kesehatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Novita Nesi & Fransiska Yunetra. 2011. Promosi Kesehatan dalam Pelayanan
Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.

31
32
33

You might also like