You are on page 1of 6

Al Fajr 15 -16

KALAU IMAN TIDAK ADA

Pada kedua ayat ini digambarkan jiwa manusia bila Iman tidak ada; “Maka adapun manusia itu,
apabila diberi percobaan akan dia oleh Tuhannya, yaitu diberi-Nya dia kemuliaan dan diberi-Nya
dia nikmat.” (pangkal ayat 15). Diberi dia kekayaan atau pangkat tinggi, disegani orang dan
mendapat kedudukan yang tertonjol dalam masyarakat; yang di dalam ayat itu disebutkan bahwa
semuanya itu adalah cobaan; “Maka berkatalah dia: “Tuhanku telah memuliakan daku.” (ujung
ayat 15). Mulailah dia mendabik dada, membanggakan diri, bahwa Tuhan telah memuliakan dia.
Dia masih menyebut nama Tuhan, tetapi bukan dari rasa Iman. Sehingga kalau kiranya datang
orang minta tolong kepadanya, orang itu akan diusirnya, karena merasa bahwa dirinya telah
diistimewakan Tuhan.

“Dan adapun apabila Tuhannya memberikan percobaan kepadanya, yaitu dijangkakan-Nya


rezekinya.” (pangkal ayat 16). Dijangkakan, atau diagakkan, atau dibatasi; dapat hanya sekedar
penahan jangan mati saja. Kehidupan miskin, dapat sekedar akan dimakan, dan itu pun payah;
“Maka dia berkata: “Tuhanku telah menghinakan daku.” (ujung ayat 16).

Di dalam ayat ini bertemu sekali lagi bahwa kemiskinan itu pun cobaan Tuhan juga. Kaya
percobaan, miskin pun percobaan.
Dalam Surat 21, Al-Anbiya’ ayat 35 ada tersebut:

“Tiap-tiap diri akan merasakan mati, dan Kami timpakan kepada kamu kejahatan dan kebaikan
sebagai ujian; dan kepada Kamilah kamu semua akan kembali.”

Buruk dan baik semuanya adalah ujian. Kaya atau miskin pun ujian. Kalau Allah memberikan
anugerah kekayaan berlimpah-ruah, tetapi alat penyambut kekayaan itu tidak ada, yaitu Iman;
maka kekayaan yang melimpah-ruah itu akan membawa diri si kaya ke dalam kesengsaraan
rohani. Harta yang banyak itu akan jadi alat baginya menimbun-nimbun dosa.

Sebaliknya orang miskin, hidup hanya sekedar akan dimakan. Kalau alat penyambut kemiskinan
itu tidak ada, yaitu Iman; maka kemiskinan itu pun akan membawanya menjadi kafir! Asal
perutnya berisi, tidak peduli lagi mana yang halal dan mana yang haram.

Oleh sebab itu dapatlah kita lihat di kota-kota besar sebagai Jakarta dan kota-kota lain; ada orang
yang mengendarai mobilnya dengan sombong, dengan kaki tidak berjejak di tanah, tidak tahu dia
ke mana rezeki yang banyak itu hendak dibelanjakannya. Lalu dia pun lewat di atas jembatan. Di
bawah jembatan tadi kelihatan orang-orag yang tidak ada rumah tempat tinggalnya lagi, tidur
dengan enaknya siang hari. Karena jika hari telah malam, yang laki-laki pergi menggarong dan
yang perempuan pergi menjual diri. Namun nilai di sisi Tuhan di antara yang berbangga
berpongah di atas mobil mengkilap itu sama saja dengan yang tidur di bawah jembatan.
Keduanya tidak ada alas Iman dalam hatinya untuk menerima percobaan rezeki melimpah atau
rezeki terbatas.

Syeikh As Sa'di dalam Kitab Tafsir Taisirul Karimur Rahman fi Kalamil Mannan
menjelaskan Surat Al Fajr ayat ke 15 dan 16 sebagai berikut:

Allah subhanawataala menerangkan tabiat dasar manusia, jahil dan dzalim, tidak
paham akibat dari perbuatannya. Dia mengira bahwa keadaan yang ia dapati sekarang
ini akan berlanjut terus dan tidak berubah. dia menyangka bahwa segala kemuliaan dan
kenikmatan yang diberikan Allah kepadanya adalah bukti bahwa dia telah mendapat
karamah atau posisi mulia dan dekat dengaNya. Dan jika rizkinya dipersempit, sehingga
hanya memiliki bahan makanan yang terbatas tidak ada kelebihan, dia merasa Allah
telah menghinakannya.

Al Imam Ibnu Katsir dalam kitab Tafsirul Quranil karim menjelaskan ayat tersebut
demikian:
Allah mengingkari anggapan manusia yang menganggap bahwa ia telah dimuliakan
oleh Allah ketika dia diberi rizki yang lapang, padahal itu sebagai ujian dan bisa menjadi
bencana, sebagaimana firman Allah "Apakah mereka mengira bahwa ketika diluaskan
bagi mereka harta dan anak keturunan, kami mensegerakan mereka dengan berbagai
kebaikan (sebagai ujian) namun mereka tidak menyadarinya (Al Mukminun: 55-56).
Demikian juga di sisi lain, ketika manusia diuji dengan disempitkan rizki mereka,
mereka menganggap bahwa itu penghinaan.
Perkara tersebut bukanlah seperti yang mereka sangka, bukan seperti anggapan
golongan pertama bukan pula seperti golongan yang kedua, sesungguhnya Allah
memberi harta bagi yang Dia cintai maupun yang tidak Dia cintai, dan menyempitkan
rizki orang yang Dia cintai maupun orang yang tidak Dia cintai. Sesungguhnya inti dari
persoalan diatas adalah pada ketaatan pada Allah dalam kedua kondisi tersebut, jika ia
kaya maka hendaknya bersyukur, jika ia faqir hendaknya ia bersabar.

Renungan:
Apapun kondisi yang kita temui saat ini mari tetap jaga syukur dan sabar kita, bagi kita
yang saat ini sedang lapang rizki monggo tetap bersyukur dan selalu ingat untuk
menggunakan harta dalam ketaatan, jangan sampai jadi orang yang mubadzir, yaitu
orang menggunakan harta untuk maksiat, walaupun sedikit disebut tetap saja disebut
mubadzir. Seperti seorang yang mengeluarkan uang Rp 500 untuk membeli sebatang
rokok, walaupun sedikit tetap itu adalah perbuatan mubadzir, perbuatan yang tercela,
Allah menegaskan sesungguhnya orang yang melakukannya adallah teman setan.
Mari memohon pada Allah agar kita dijauhkan dari sifat lalai dari nikmat kesehatan,
lupa bersyukur atas rizki yang diberi Allah, sifat tidak sabar menjalani ujian hidup dan
sifat suka berbuat sia-sia.

Manajemen Hati dalam Menghadapi Kelapangan


dan Kesempitan
Sudah menjadi sunnatullah dalam kehidupan, setiap orang tidak akan terlepas dari bahagia dan sedih,
lapang dan sempit, senang dan susah. Keadaan seperti itu merupakan proses kehidupan yang tidak akan
mungkin dihindari oleh siapapun. Karena tujuan dalam hidup di dunia ini hanya untuk diuji dan dicobai,
supaya ketahuan siapa yang baik amalannya dan yang tidak baik.

Allah berfirman dalam surat al Mulk ayat 2: “Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji
kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.

Dalam surat al Anbiya’ ayat 35 Allah juga berkata: “Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan
kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kami lah kamu dikembalikan.”

Karena kelapangan dan kesempitan itu merupakan ujian maka ia bukanlah standar kasih sayang atau
kemarahan Allah kepada seorang hamba. Orang yang hidupnya lapang, senang, kaya dan bahagia belum
tentu disayang Allah, begitu juga sebaliknya, orang yang hidupnya sempit, susah, miskin dan sedih belum
tentu dimarahi Allah.

Kesalah pahaman ini sering terjadi pada sebagian orang. Hal itu ditegaskan Allah dalam surat al Fajr ayat
15-16: “Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan,
maka dia berkata: “Tuhanku telah memuliakanku. Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi
rezekinya maka dia berkata: “Tuhanku menghinakanku. Sekali-kali tidak (demikian),…..”.
Kepedihan selama berpuluh tahun kerena harus berpisah dengan anak tercinta –Nabi Yusuf- bukanlah
tanda kemarahan Allah kepada Nabi Ya’qub. Sakit selama belasan tahun yang diderita Nabi Ayyub
tidaklah pertanda bencinya Allah kepada beliau. Penderitaan dan kesedihan yang silih berganti tanpa henti
yang diderita Rasulullah tidaklah karena kegeraman Allah kepada baginda. Begitu juga sebaliknya,
kekayaan yang tiada tandingan, yang kunci gudangnya saja harus dipikul sekian banyak orang-orang
bertubuh kuat, bukanlah alamat cintanya Allah kepada Qarun. Kekuasaan yang tiada tandingan bukan
tanda sayang Allah kepada Fir’aun. Semua itu hanyalah ujian untuk membuktikan siapa yang terbaik
amalannya.

Oleh karena itu, tidak sepantasnya kita merasa lagi di atas angin, bangga dan sombong bila kehidupan
dilapangkan Allah. Dan tidak seharusnya kita sedih dan berputus asa bila kehidupan dalam keadaan
sempit. Sebagaimana yang dijelaskan Allah dalam ayat berikut ini:

“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah
tertulis dalam kitab (Lauhmahfuz) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu
adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap
apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya
kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri,” (Al Hadid:
22-23 )

Berdasarkan hal itulah makanya bagaimanapun keadaan yang dilalui oleh seorang muslim, baik baginya,
asalkan ditanggapi dengan cara yang benar. Sebagaimana yang dikatakan oleh Rasulullah: ” Sungguh
menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusannya baik baginya dan kebaikan itu tidak dimiliki
kecuali oleh seorang mukmin. Apabila ia mendapat kesenangan ia bersyukur dan itulah yang terbaik
untuknya. Dan apabila mendapat musibah ia bersabar dan itulah yang terbaik untuknya.”. (Shahih
Muslim)

Pemahaman bahwa lapang dan sempit itu bukanlah standar kasih sayang Allah atau benci-Nya, kemudian
ia harus dihadapi dengan proposional, semestinya dimiliki oleh setiap muslim. Karena standar kwalitas
seorang muslim diukur dengan kemampuannya dalam menghadapi dua hal itu. Bila ia sukses dalam
menghadapi kelapangan itulah dia orang yang sukses di mata Allah, yang berhak mendapatkan kasih
sayang dan rahmat-Nya, begitu juga bila ia berhasil menjalani kesempitan, dialah orang yang akan
selamat dari azab Allah. Tapi kalau ia gagal, maka murka Allah akan menimpanya, baik di dunia maupun
di akhirat.

Banyak orang sukses dalam menghadapi kesempitan, tapi sedikit orang yang mampu lulus dengan ujian
kelapangan. Ketika diuji dengan kematian, penyakit, kemiskinan dan kesusahan hidup, banyak orang
yang mampu bertawakkal kepada Allah. Bahkan musibah itu membuat mereka tersadar atas kesalahan-
kesalahan sebelumnya, sehingga mereka mampu memperbaiki diri untuk hari-hari selanjutnya. Namun
ketika diberi kelapangan hidup, kekayaan, kesehatan, kemakmuran, dan kebahagiaan, sedikit orang yang
merasa bahwa ia lagi diuji oleh Allah. Mereka mengira ujian hanya dalam bentuk kesempitan, dan tidak
ada ujian pada kelapangn. Padahal Rasulullah sudah mewanti-wanti dengan sabdanya: “Dua nikmat yang
banyak manusia tertipu olehnya; kesehatan dan kelapangan”.

Allah juga mengingatkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat)
kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.
(Ibrahim: 7)

Allah sangat mengutuk orang yang tidak mampu menggunakan nikmat kesempatan dan kelapangan
dengan sebaik-baiknya, seperti yang pernah terjadi pada seorang ahli ibadah di antara umat Nabi Musa.
Di mana pada Bani Israil ada seorang laki-laki sederhana yang dikarunia tiga do’a mustajab oleh Allah.
Apapun yang ia minta dengan tiga do’a itu akan langsung dikabulkan Allah saat itu juga. Di samping itu
ia mempunyai seorang istri yang bernama al-Basus. Dari istri itu ia dikarunia seorang anak laki-laki yang
sangat ia sayangi.

Suatu kali istrinya meminta supaya dido’akan dengan do’a mustajabnya itu. Ia minta dijadikan wanita
paling cantik di Bani Israil. Dengan senang hati laki-laki itu mendo’akan istrinya. Waktu itu juga istrinya
berubah menjadi wanita yang sangat cantik.

Setelah melihat dirinya sendiri dan merasa bangga dengan kecantikannya, perempuan itu mulai merasa
tidak senang kepada suaminya. Syetan mulai membisiki hatinya. Ia merasa tidak pantas bersuamikan laki-
laki sederhana seperti dia. Lalu ia pergi dari rumah untuk mencari laki-laki lain, yang kaya raya lagi
bangsawan. Karena ia merasa orang seperti itulah yang pantas baginya, bukan laki-laki lugu yang
kampungan itu. Ia lupa kalau kecantikan yang ia miliki berkat do’a dari suaminya.

Setelah laki-laki itu mengetahui pengkhianatan istrinya, ia teringat dengan do’anya. Tanpa pikir panjang
ia langsung mendo’akan istrinya menjadi seekor anjing. Tiba-tiba istrinya berubah menjadi seekor anjing,
tapi akalnya tetap akal manusia.

Ketika itu ia sadar bahwa ia sudah terkena do’a suaminya. Dengan segera ia lari kembali ke rumah
suaminya dan menggonggong-gonggong di depan rumah. Dengan harapan suaminya mau menggunakan
satu lagi do’anya yang masih tersisa untuk menyelamatkan dirinya dari kutukan itu. Melihat ada anjing
selalu menggonggong di hadapan rumah, anaknya bertanya kenapa gerangan anjing itu menggonggong
terus. Ia mengatakan bahwa itu adalah ibunya yang sudah berubah menjadi anjing.

Melihat hal itu anaknya menjadi sedih. Ia berkata, tidak ada gunanya hidup, karena ibunya sudah menjadi
anjing yang selalu menggonggong. Ia menjadi malu di depan orang. Setelah didesak terus oleh anaknya
supaya ibunya dido’akan lagi menjadi manusia, hatinya menjadi hiba. Ia pun mendo’akan istrinya
menjadi manusia lagi. Akhirnya tiga do’a mustajab itu hilang begitu saja.

Jangankan orang yang mengalami kisah ini, kita yang mendengarkannya saja merasa sangat geram,
betapa bodoh dan sia-sianya perbuatan suami-istri ini. Beginilah gambaran orang yang tidak punya
plening dan tujuan yang jelas dalam hidup. Kesempatan emas yang datang berlalu begitu saja,
meninggalkan bekas penyesalan dan kegeraman. Di balik itu, kemarahan Allah lebih dahsyad dari pada
sekedar rasa sesal yang dirasakan oleh setiap orang yang mendengar kisah memprihatinkan ini. Sehingga
Allah menurunkan firmannya, supaya kisah itu jadi pelajaran bagi orang yang datang sesudahnya.
Terkhusus bagi umat Nabi Muhammad SAW.

“Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami
(pengetahuan tentang isi Al Kitab), kemudian dia melepaskan diri daripada ayat-ayat itu lalu dia diikuti
oleh syetan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat. Dan kalau Kami
menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat) nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung
kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika
kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya
(juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah
(kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berpikir”. (Al A’raf: 175-176)

Ini baru penyesalan di dunia. Tidak terbayangkan bagaimana penyesalan, kesedihan, dan kegeraman
orang-orang yang sudah diperlihatkan kepadanya neraka Jahannam atas kelalaian mereka tidak
menggunakan kesempatan semasa hidup di dunia. Cerita yang akan terjadi di akhirat nanti itu
berulangkali diinformasikan Allah kepada kita, di antaranya bermula ketika Malaikat Maut datang
mencabut roh: “(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada
seseorang dari mereka, dia berkata: “Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal
yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang
diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan. (Al
Mukminun: 99-100)

Amat terasa nuansa penyesalan atas penyia-nyiaan kesempatan selama hidup di dunia pada ayat di atas,
yang akan dilanjutkan dengan penyesalan yang lebih dahsyat lagi, di saat mereka sudah masuk ke dalam
api neraka. Allah menceritakan perkara gaib yang pasti akan kita saksiakan nanti di akhirat melalui
firmannya: “Dan mereka berteriak di dalam neraka itu: “Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami niscaya kami
akan mengerjakan amal yang saleh berlainan dengan yang telah kami kerjakan”. Dan apakah Kami tidak
memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berpikir bagi orang yang mau berpikir, dan
(apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan? maka rasakanlah (azab Kami) dan tidak ada bagi
orang-orang yang lalim seorang penolongpun”. (Fathir: 37)

Tiada jalan bagi kita selain menyetir kelapangan dan kesempitan itu sesuai dengan yang diridai Allah,
supaya ia bisa menjadi fasilitas dan kendaraan kita menuju kesuksesan yang sebenarnya nan abadi di
kehidupan seberang sana.

Sahih International
And as for man, when his Lord tries him and [thus] is generous to him and
favors him, he says, "My Lord has honored me."
Indonesian
Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dia dimuliakan-Nya dan
diberi-Nya kesenangan, maka dia akan berkata: "Tuhanku telah
memuliakanku".

Sahih International
But when He tries him and restricts his provision, he says, "My Lord has
humiliated me."
Indonesian
Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezekinya maka dia
berkata: "Tuhanku menghinakanku".

You might also like