You are on page 1of 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Tekanan Darah

1. Definisi Tekanan Darah

Tekanan darah adalah tekanan dari darah pada sistem

vaskular tubuh. Sistem vaskular membawa darah yang kaya oksigen

menjauhi jantung menuju pembuluh darah, arteri dan kapiler untuk

masuk ke jaringan. Setelah jaringan mendapatkan oksigen, darah

masuk ke vena dan dibawa kembali ke jantung dan paru-paru

(Braverman, 2009).

Tekanan darah adalah aktivitas otot-otot jantung dan aliran

darah secara keseluruhan di mana saat jantung memompa darah,

otot - otot jantung mengerut atau berkontraksi, sebaliknya saat

jantung beristirahat darah dari seluruh tubuh masuk ke jantung

(Ardiansyah, 2012).

Tekanan darah adalah kekuatan yang ditimbulkan oleh

jantung yang berkontraksi seperti pompa, untuk mendorong agar

darah terus mengalir ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah.

Tekanan darah ini diperlukan agar darah tetap mengalir dan mampu

melawan gravitasi, serta hambatan dalam dinding pembuluh darah.

Tekanan darah dibagi menjadi dua, yaitu tekanan darah sistolik dan

diastolik. Angka lebih tinggi yang diperoleh pada saat jantung

8
9

berkontraksi disebut tekanan darah sistolik. Angka yang lebih rendah

diperoleh pada saat jantung berelaksasi disebut tekanan darah

diastolik. Tekanan darah ditulis sebagai tekanan sistolik garis miring

tekanan diastolik (Khasanah, 2012).

2. Jenis Tekanan Darah

Menurut Potter & Perry (2010), tekanan darah digolongkan

menjadi dua jenis, yaitu tekanan darah sistolik dan tekanan darah

diastolik:

a. Tekanan darah sistolik

Tekanan darah sistolik adalah puncak dari tekanan

maksimum saat ejeksi terjadi. Tekanan maksimum yang

ditimbulkan di arteri 10 sewaktu darah disemprotkan masuk ke

dalam arteri selama sistol, atau tekanan sistolik, rata-rata adalah

120 mmHg.

b. Tekanan darah diastolik

Tekanan darah diastolik adalah terjadinya tekanan minimal

yang mendesak dinding arteri setiap waktu darah yang tetap

dalam arteri menimbulkan tekanan. Tekanan minimum di dalam

arteri sewaktu darah mengalir keluar selama diastol yakni tekanan

diastolik, rata-rata tekanan diastol adalah 80 mmHg.


10

3. Pengukuran Tekanan Darah

Pengukuran tekanan darah mengunakan

sphygmomanometer air raksa. Berikut adalah langkah-langkah

dalam mengukur tekanan darah :

a. Atur posisi klien yang nyaman

b. Letakkan lengan yang hendak diukur dalam posisi terlentang.

c. Jika klien menggunakan lengan baju sebaiknya dibuka.

d. Pasang manset pada lengan kanan/kiri atas sekitar 3 cm diatas

fossa cubiti (jangan terlalu ketat maupun terlalu longgar).

e. Tentukan denyut nadi arteri radialis dekstra/sinistra.

f. Pompa balon udara manset sampai denyut nadi arteri radialis

tidak teraba.

g. Pompa terus sampai manometer setinggi 200 mmHg dari titik

radialis tidak teraba.

h. Letakkan diaragma stetoskop diatas brangkialis dan

dengarkan.

i. Kempeskan balon udara manset secara perlahan dan

berkesinambungan dengan memutar sekrup pada pompa

udara berlawanan arah jarum jam.

j. Catat air raksa manometer saat pertama kali terdengar kembali

denyut.
11

k. Catat tinggi air raksa pada manometer yaitu suara korotkoff 1

menunjukan besarnya tekanan sistolik dan suara korotkoff 5

menunjukkan besarnya diastolik (Hidayat, 2012).

4. Mekanisme Pemeliharaan Tekanan Darah

Tekanan darah dikontrol oleh otak, sistem saraf otonom,

ginjal, beberapa kelenjar endokrin, arteri dan jantung. Otak adalah

pusat pengontrol tekanan darah di dalam tubuh. Serabut saraf

adalah bagian sistem saraf otonom yang membawa isyarat dari

semua bagian tubuh untuk menginformasikan kepada otak perihal

tekanan darah, volume darah dan kebutuhan khusus semua organ.

Semua informasi ini diproses oleh otak dan keputusan dikirim melalui

saraf menuju organ-organ tubuh termasuk pembuluh darah,

isyaratnya ditandai dengan mengempis atau mengembangnya

pembuluh darah. Saraf-saraf ini dapat berfungsi secara otomatis

(Hayens, 2003).

Ginjal adalah organ yang berfungsi mengatur fluida

(campuran cairan dan gas) di dalam tubuh. Ginjal juga memproduksi

hormon yang disebut renin. Renin dari ginjal merangsang

pembentukan angiotensin yang menyebabkan pembuluh darah

kontriksi sehingga tekanan darah meningkat. Sedangkan hormon

dari beberapa organ juga dapat mempengaruhi pembuluh darah

seperti kelenjar adrenal pada ginjal yang mensekresikan beberapa


12

hormon seperti adrenalin dan Universitas Sumatera Utara aldosteron

juga ovari yang mensekresikan estrogen yang dapat meningkatkan

tekanan darah. Kelenjar tiroid atau hormon tiroksin, yang juga

berperan penting dalam pengontrolan tekanan darah (Hayens,

2003).

Pada akhirnya tekanan darah dikontrol oleh berbagai proses

fisiologis yang bekerja bersamaan. Serangkaian mekanisme inilah

yang memastikan darah mengalir di sirkulasi dan memungkinkan

jaringan mendapatkan nutrisi agar dapat berfungsi dengan baik. Jika

salah satu mekanisme mengalami gangguan, maka dapat terjadi

tekanan darah tingggi (Hayens, 2003).

B. Tinjauan Umum Tentang Hipertensi

1. Definisi Hipertensi

Hipertensi merupakan peningkatan abnormal tekanan darah

di dalam pembuluh darah arteri dalam satu periode, mengakibatkan

arteriola berkonstriksi sehingga membuat darah sulit mengalir dan

meningkatkan tekanan melawan dinding arteri (Udjianti, 2010).

Hipertensi didefenisikan sebagai peningkatan tekanan darah

sistolik sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastoliknya sedikitnya 90

mmHg. Istilah tradisional tentang hipertensi “ringan” dan “sedang”

gagal menjelaskan pengaruh utama tekanan darah tinggi pada

penyakit kardiovaskular (Anderson, 2011).


13

Hipertensi adalah keadaan seseorang yang mengalami

peningkatan tekanan darah diatas normal sehingga mengakibatkan

peningkatan angka morbiditas maupun mortalitas, tekanan darah

fase sistolik 140 mmHg menunjukkan fase darah yang sedang

dipompa oleh jantung dan fase diastolik 90 mmHg menunjukkan fase

darah yang kembali ke jantung (Triyanto, 2014).

Berdasarkan pengertian oleh beberapa sumber tersebut,

maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hipertensi adalah peningkatan

tekanan darah sistolik dan diastolic, dengan tekanan darah sistolik

lebih dari 140 mmHg dan diastolic lebih dari 90 mmHg,hipertensi

juga merupakan faktor risiko utama bagi penyakit gagal ginjal, gagal

jantung, dan stroke.

2. Klasifikasi Hipertensi

Menurut The Joint National Commite (JNC) VIII klasifikasi

hipertensi sebagai berikut :

Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi Menurut JNC VIII

Kategori TDS (mmHg) TDD (mmHg)

Optimal < 120 < 80


Normal < 130 <85
Normal tinggi 130 - 139 85 – 89
Hipertensi derajat I 140 - 159 90 - 99
Hipertensi derajat II 160 - 179 100 - 109
Hipertensi derajat III ≥ 180 ≥110
Sumber : (Sani, 2008)
14

Berdasarkan World Health Organization (WHO) and International

Society of Hypertension Working Group (ISHWG) klasifikasi

hipertensi sebagai berikut :

Tabel 2.2. Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO dan ISHWG

Kategori TDS (mmHg) TDD (mmHg)

Optimal < 120 < 80


Normal < 130 <85
Normal tinggi 130 - 139 85 – 89
Hipertensi derajat I 140 – 159 90 – 99
(hipertensi ringan)
Sub group: perbatasan 140 – 149 90 – 94
Hipertensi derajat II 160 - 179 100 – 109
( hipertensi sedang)
Hipertensi derajat III ≥ 180 ≥110
(hipertensi berat )
Sumber : (Sani, 2008)

3. Etiologi Hipertensi

Berdasarkan penyebabnya hipertensi terbagi menjadi dua

golongan:

a. Hipertensi Primer

Hipertensi primer adalah tekanan darah 140/90 mmHg atau

lebih, pada usia 18 tahun ke atas dengan penyebab yang tidak di

ketahui. Pengukuran dilakukan 2 kali atau lebih dengan posisi

duduk, kemudian diambil reratanya, pada dua kali atau lebih

kunjungan (Chandra, 2014).


15

b. Hipertensi sekunder

Merupakan 10% dari seluruh kasus hipertensi adalah

hipertensi sekunder, yang didefinisikan sebagai peningkatan

tekanan darah karena suatu kondisi fisik yang ada sebelumnya

seperti penyakit ginjal atau gangguan tiroid. Faktor pencetus

munculnya hipertensi sekunder antara lain: penggunaan

kontrasepsi oral, coarcstation aorta, neurogenik (tumor otak,

ensefalitis, gangguan psikiatris), kehamilan, peningkatan volume

intravaskuler, luka bakar, dan stress Udjianti, 2011).

4. Faktor – Faktor Risiko Terjadi Hipertensi

Ada dua faktor yang dapat menyebabkan terjadinya hipertensi

yaitu faktor yang dapat dimodifikasi dan faktor yang tidak dapat

dimodifikasi.

a. Faktor-faktor yang dapat dimodifikasi antara lain:

1) Konsumsi lemak berlebih

Meskipun makan terlalu banyak lemak terutama lemak jenuh

yang ditemukan pada daging dan produk olahan susu tidak

secara langsung dapat mengakibatkan kenaikan tekanan

darah, tapi tetap merupakan slah satu faktor resiko penyakit

kardiovaskuler karena hal tersebut menyebabkan tingginya

kadar kolesterol di dalam darah (Anna & Bryan, 2007).


16

2) Obesitas

Menurut Jaya (2009), berat badan lahir dan indeks masa

tubuh berhubungan dengan tekanan darah, terutama tekanan

darah sistolik.

3) Merokok

Walaupun merokok hanya menyebabkan peningkatan

tekanan drah sesaat, namun merokok yang berlangsung lama

akan menyebabkan resiko terkena penyakit jantung dan

stroke (Anna & Bryan, 2007).

4) Stress

Stress akan mengakibatkan penurunan permukaan filtrasi,

aktivitas saraf simpatis yang berlebih serta produksi berlebih

rennin angiotensin. Aktivitas berlebih dari saraf simpatir

menyebabkan peningkatan kontraktilitas sehingga dapat

meningkatkan tekanan darah (Martuti, 2009).

5) Kurang olahraga

Berolahraga secara rutin seperti bersepeda, jogging dan

senam aerobik dapat memperlancar aliran darah sehingga

mengurangi resiko terkena tekanan darah tinggi. Orang yang

kurang aktif berolahraga juga menyebabkan kegemukan atau

obesitas. Berolahraga juga dapat mengurangi asupan garam

ke dalam tubuh, yang mana garam akan keluar dari dalam

tubuh bersama keringat (Setiawan, 2014).


17

b. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi antara lain:

1) Usia

Sejalan dengan bertambahnya usia seseorang, maka

memiliki resiko tinggi mengalami kenaikan tekanan darah.

Tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan

tekanan diatoliknya akan terus meningkat sampai usia 55-60

tahun (Ira, 2014).

2) Keturunan

Faktor keturunan mempunyai peranan penting, jika orang tua

menderita atau mempunyai riwayat penyakit hipertensi maka

garis keturunan berikutnya memiliki resiko hipertensi yang

lebih besar (Widharto, 2009).

3) jenis kelamin

Dikarenakan laki-laki dianggap lebih rentan terkena penyakit

hipertensi dibandingkan dengan perempuan. Hal ini

disebabkan gaya hidup yang buruk dan tingkat stress yang

dihadapi oleh laki-laki daripada perempuan (Jaya, 2009).

5. Manifestasi Klinis Hipertensi

Tekanan darah tinggi sering disebut sebagai silent killer, hal

ini diibaratkan sebagai bom waktu yang pada awal tidak

menunjukkan tanda dan gejala yang spesifik, sehingga orang

seringkali mengabaikannya. Walaupun menunjukan gejala, biasanya


18

ringan dan tidak spesifik, seperti pusing, muka merah, sakit kepala,

dan keluar darah dari hidung. Jika muncul gejala bersamaan dan di

yakini berhubungan dengan penyakit hipertensi. Namun gejala

tersebut tidak berkaitan dengan hipertensi. Namun demikian, jika

hipertensinya berat atau sudah berlangsung lama dan tidak

mendapat pengobatan, akan timbul gejala seperti: sakit kepala,

kelelahan, mual, muntah, sesak napas, tereengah-engah,

pandangan mata kabur dan berkunang-kunang. Terjadi

pembengkakan pada kaki dan pergelangan kaki, keluar keringat

yang berlebihan, kulit tampak pucat dan kemerahan, denyut jantung

yang kuat, cepat dan tidak teratur. Kemudian muncul gejala yang

menyebabkan gangguan psikologis seperti: emosional, gelisah dan

sulit tidur (Ira, 2014).

6. Patofisiologi Hipertensi

Menurut Ade Dian Brunner and suddarth (2002), Mekanisme

terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya aangiotensin II

dari angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE

memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah.

Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi di hati.

Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah

menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru,

angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang


19

memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua

aksi utama.

Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon

antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus

(kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur

osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat

sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga

menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya,

volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik

cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat

yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.

Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari

korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang

memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan

ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam)

dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya

konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara

meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya

akan meningkatkan volume dan tekanan darah.

7. Komplikasi Hipertensi

Komplikasi akibat hipertensi menurut Anna & Bryan (2007)

antara lain:
20

a. Jantung

Menyebabkan penyakit gagal jantung, angina, dan serangan

jantung. Penyakit hipertensi menyebabkan gangguan pada

jantung sehingga tidak dapat memompa darah ke seluruh tubuh

secara efisien dan kurangnya pasokan oksigen ke dalam

pembuluh darah jantung.

b. Ginjal

Menyebabkan gagal ginjal yang mana disebabkan kemampuan

ginjal yang berkurang dalam membuang zat sisa dan kelebihan

air. Jika bertambah buruk maka akan menyebabkan gagal ginjal

kronik.

c. Alat gerak

Menyebabkan penyakit arteri perifer. Timbul jika pembuluh arteri

berada dalam keadaan stress berat akibat peningkatan tekanan

darah dan penyempitan arteri tersebut menyebabkan aliran

darah berkurang. Hal ini akan mengakibatkan nyeri pada tungkai

dan kaki saat berjalan.

d. Otak

Menyebabkan penyakit stroke iskemik dan stroke hemoragik.

Pada stroke iskemik terjadi karena aliran darah yang membawa

oksigen dan nutrisi ke otak terganggu. Stroke hemoragik terjadi

karena pecahnya pembuluh darah di otak yang diakibatkan oleh

tekanan darah tinggi yang persisten.


21

e. Mata

Menyebabkan penyakit kerusakan retina (vascular retina), yang

terjadi karena adanya penyempitan atau penyumbatan pembuluh

arteri di mata.

8. Terapi Hipertensi

Terapi pada penyakit tekanan darah tinggi Menurut Marya

(2013) dibagi menjadi dua yaitu terapi farmakologis dan non

farmakologis,

a. Terapi farmakologi yaitu:

1) Diuretik

Peranan sentral retensi garam dan air dalam proses

terjadinya hipertensi essensial, penggunaan diuretic dalam

pengobatan hipertensi dapat masuk akal. Akan tetapi, akhir-

akhir ini rasio manfaat terhadap resikonya masih belum jelas.

Efek samping yang ditimbulkan dari penggunaan diuretik

seperti: hipokalemia, hiperurisemia, dan intoleransi

karbohidrat dapat meniadakan efek manfaat obat tersebut

dalam menurunkan tekanan darah tinggi.

2) Vasodilator

Peningkatan resistensi perifer merupakan kelainan utama

hipertensi essensial, maka pemberian obat vasodilator dapat

menjawab kelainan ini. Obat-obat vasodilator akan


22

menyebabkan vasodilatasi atau pelebaran pembuluh darah

yang akan menurunkan tekanan darah.

b. Terapi non farmakologis bagi penderita hipertensi yaitu:

1) Mengurangi atau menghilangkan faktor-faktor seperti: stress,

merokok, dan obesitas.

2) Melakukan aktivitas olahraga aerobik secara teratur.

3) Membatasi asupan jumlah kalori, garam, kolerterol, lemak dan

lemak jenuh dari makanan.

C. Tinjauan Umum Tentang Pepaya Mengkal Sebagai Terapi

1. Definisi Buah Pepaya

Menurut milind & gurditta (2011), mengungkapkan Buah

pepaya atau dalam bahasa latin carica papaya merupakan buah

tropis asli Amerika yang tersebar dari Meksiko sampai pegunungan

Andes. Kemudian pada abad 18 buah pepaya mulai diperkenalkan

ke berbagai belahan dunia seperti benua Eropa, Asia, Afrika dan

Australia. Buah pepaya adalah buah yang pertama kali dikonsumsi

oleh manusia untuk memenuhi nutrisi dan sebagi pengobatan.

Berdasarkan taksonominya, tanaman pepaya di klasifikasikan

sebagai berikut:

Tabel 2.3 Taksonomi Tanaman Pepaya

Domain Flowering plant

Kingdom Plantae
Subkingdom Tracheobionta
23

Class Magnoliopsida
Subclass Dillenidae
Division Magnoliophyta
Superdivision Spermatophte
Phylum Steptophyta
Family Caricaeae
Genus Carica
Botanical name Carica papaya linn
Sumber : (milind & gurditta, 2011)

2. Kandungan dan Manfaat Buah Pepaya

Pepaya (Carica papaya L.) merupakan salah satu komoditas

buah yang hampir semua bagiannya dapat dimanfaatkan. Denny

(2012) mengemukakan bahwa bagian tanaman buah pepaya seperti

akar, daun, buah dan biji mengandung fitokimia: polisakarida,

vitamin, mineral, enzim, protein, alkaloid, glikosida, saponin dan

flavonoid yang semuanya dapat digunakan sebagai nutrisi dan obat.

Buah Pepaya mengandung enzim papain, enzim ini dapat

mencegah protein arginine.L-arginine merupakan substrat untuk

produksi endothelial nitric oxide, regulator utama untuk tekanan

darah arterial melalui efek vasodilatasi potensial. L-arginine dapat

disintesis dari L-citrulline melalui siklus citrulline-NO yang

menyebabkan peningkatan produksi endothelial nitricoxide. Nitric

oxide disintesis dari bagian dalam pembuluh darah menyebabkan

relaksasi pembuluh darah sehingga menurunkan tekanan darah

(Figueroa et al, 2010).


24

Khasiatnya bisa dipetik dari hampir seluruh bagian

tanamannya, namun buahnyalah yang paling banyak digunakan

karena sangat mudah diperoleh dan mudah untuk mengolahnya.

Buah pepaya mengandung berbagai macam enzim, vitamin, dan

mineral. Bahkan, kandungan vitamin A-nya lebih besar daripada

wortel, dan kandungan vitamin C-nya lebih banyak daripada buah

jeruk. Pepaya juga kaya akan vitamin B kompleks dan vitamin E.

apalagi jika buah pepaya tersebut masih mengkal dibandingkan

dengan buah pepaya yang sudah matang (Denny, 2012).

Tabel 2.4 Kandungan Buah Pepaya

Informasi Gizi Per 100 gram (g)

Energi 163kj
39 kkal
Lemak Jenuh 0.043 g
Lemak tak Jenuh Ganda 0.031 g
Lemak tak Jenuh Tunggal 0.038 g
Kolestrol 0 mg
Protein 0.61 g
Karbohidrat 9.81 g
Serat 1.8 g
Gula 5.9 g
Sodium 3 mg
Kalium 257 mg
Sumber : (Denny, 2012)

Menurut Sri Hananto (2014), menyatakan bahwa pemberian

jus buah pepaya dapat menurunkan tekanan darah tinggi di desa

Sukoanyar kecamatan Turi kabupaten Lamongan. Hal ini

membuktikan bahwa kandungan gizi di dalam buah pepaya dapat

dijadikan sebagai terpai untuk menurunkan tekanna darah tinggi.


25

Pengaruh pemberian kalium dari buah-buahan pada penelitian ini

berpengaruh secara signifikan terhadap penurunan tekanan darah

sistolik maupun diastolik. Hal ini berkaitan dengan peranan kalium

dalam mekanisme penurunan tekanan darah yaitu menyebabkan

vasodilatasi yang dapat melebarkan pembuluh darah sehingga

darah dapat mengalir dengan lebih lancar.

You might also like