You are on page 1of 19

UNIVERSAL PRECAUTIONS

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah


Manajeman Keperawatan

Disusun Oleh :

Lutfhi Ahmad Fikri (NIM. 213215002)


Midiam Yeimo (NIM. 213216015)
Nilawati (NIM. 213216018)
Citra Rahmawati (NIM. 213216021)
Anggiani Nur Intan (NIM. 213216030)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan taufik-Nya sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Universal Precaution”.
Penulis menyadari bahwa masih banyak sekali kekurangan yang belum
terjangkau oleh penulis, maka penulis mengharapkan kritik dan saran serta masukan
yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga amal baik yang telah diberikan kepada kami mendapat imbalan yang
setimpal dari Allah SWT, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca semua.

Serang, Oktober 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... 2


DAFTAR ISI...................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 4
A. Latar Belakang ............................................................................................................. 4
B. Tujuan .......................................................................................................................... 4
1. Tujuan Umum ......................................................................................................... 4
2. Tujuan Khusus ........................................................................................................ 4
BAB II TINJAUAN TEORITIS ........................................................................................ 5
A. Konsep Universal Precaution ...................................................................................... 5
B. Standar Universal Precaution Dalam Fasilitas Pelayanan Kesehatan ......................... 9
C. Pelaksanaan Universal Precaution dalam Tatanan Pelayanan Kesehatan ................. 14
BAB III PENUTUP ......................................................................................................... 18
A. Kesimpulan ................................................................................................................ 18
B. Saran .......................................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 19

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada dasarnya setiap pasien yang berada di rumah sakit terinfeksi terhadap suatu
penyakit dan perlu dilakukan tindakan pencegahan. Namun beberapa rumah sakit
sering mengabaikan tindakan pencegahan tersebut sehingga memungkinkan petugas
kesehatan mengalami resiko terinfeksi. Depkes RI tahun 2005 menekankan upaya
pencegahan paparan resiko penyakit terhadap petugas kesehatan yang dikenal
kewaspadaan universal.
Kewaspadaan universal atau Universal Precaution merupakan upaya pencegahan
infeksi yang telah mengalami proses perjalanan panjang sejak infeksi nosokomial
(infeksi yang ditimbulkan dari tindakan medis) dan terus menjadi ancaman bagi
petugas kesehatan dan pasien. Kewaspadaan ini dimaksudkan agar mengurangi resiko
penularan dari sumber yang diketahui atau tidak diketahui. Perlunya standar
kewaspadaan universal dalam sarana dan prasarana pelayanan kesehatan dilakukan
sebagai pendukung program K3 (Kesehatan dan Keselamatan kerja) bagi petugas
kesehatan khususnya perawat.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu mengenal dan meningkatkan pengetahuan mengenai universal
precaution kepada petugas kesehatan dan mengaplikasikan pada upaya
penerapan pengendalian infeksi nosokomial di rumah sakit atau puskesmas.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui konsep Universal Precaution.
b. Mengetahui standar Universal Precaution dalam fasilitas pelayanan
kesehatan.
c. Mengetahui dan menerapkan Universal Precaution dalam pelaksanaan
upaya pengendalian infeksi nosokomial di rumah sakit dan puskesmas.

4
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Universal Precaution


1. Pengertian Universal Precaution
Menurut WHO dalam Nasronudin (2007), universal precautions merupakan
suatu pedoman yang ditetapkan oleh the Centers for Disease Control and
Prevention CDC Atlanta dan the Occupational Safety and Health Administration
(OSHA), untuk mencegah transmisi dari berbagai penyakit yang ditularkan melalui
darah di lingkungan fasilitas pelayanan kesehatan.
Universal Precaution adalah tindakan pengendalian infeksi sederhana yang
digunakan oleh seluruh petugas kesehatan, untuk semua pasien, setiap saat pada
semua tempat, pelayanan dalam rangka pengurangi risiko penyebaran infeksi
(Nursalam, 2007).
Universal Precautions adalah upaya pencegahan transmisi dari beberapa
penyakit yang berhubungan dengan kontak langsung baik pasien maupu cairan
tubuh dalam pelayanan kesehatan.
2. Tujuan Penerapan Universal Precaution
Menurut Nursalam (2007), Universal precautions bertujuan :
a. Mengendalikan infeksi secara konsisten
b. Memastikan standar adekuat bagi mereka yang tidak didiagnosis atau tidak
terlihat seperti berisiko
c. Mengurangi risiko bagi petugas kesehatan dan pasien
d. Asumsi bahwa risiko atau infeksi berbahaya
3. Alasan Penerapan Universal Precaution
Potensi terhadap penularan penyakit berpengaruh besar pada kesehatan orang
sekitar melalui darah atau kontak cairan tubuh. Prinsip Universal Precautions adalah
bahwa darah dan semua jenis cairan tubuh, sekret, kulit yang tidak utuh dan selaput
lendir penderita dianggap sebagai sumber potensial untuk penularan infeksi

5
terrnasuk HIV (Depkes, 2010). HIV/AIDS telah menjadi ancaman global. Ancaman
penyebaran HIV menjadi lebih tinggi dan Angka pengidap HIV di Indonesia terus
meningkat. Penyakit hepatitis B dan C keduanya potensial untuk menular melalui
tindakan pada pelayanan kesehatan.

Gambar 1 Rantai Penularan HIV/Hepatitis B/C


Bagi masyarakat umum, sarana kesehatan merupakan tempat pemeliharaan
kesehatan. Pasien mempercayakan sepenuhnya kesehatan dirinya atau keluarganya
kepada petugas kesehatan maka kewajiban petugas kesehatan adalah menjaga
kepercayaan tersebut. Pelaksanaan Universal Precaution merupakan langkah
penting untuk menjaga sarana kesehatan (Rumah sakit, Puskesmas ) sebagai tempat
penyembuhan, bukan menjadi sumber infeksi.
Berdasarkan survei menunjukkan masih ditemukan beberapa tindakan petugas
kesehatan yang potensial meningkatkan penularan penyakit. Hal tersebut dapat
meningkatkan resiko petugas kesehatan tertular karena tertusuk jarum, terpajan
darah/cairan tubuh terinfeksi. Sementara pasien dapat tertular melalui peralatan
terkontaminasi atau menerima darah atau produk darah yang mengandung virus.

6
Gambar 2 Rantai Penularan Infeksi di Sarana Kesehatan
4. Universal Precaution Sebagai Bagian Upaya Dari Pengendalian Infeksi
Penerapan kewaspadaan Universal merupakan bagian pengendalian infeksi
yang tidak terlepas dari peran masing-masing pihak yang terlibat didalamnya yaitu
pimpinan termasuk staf administrasi, staf pelaksana pelayanan, staf penunjang dan
para pengguna pelayanan yaitu pasien dan pengunjung sarana kesehatan.
a. Peran pimpinan dalam pengendalian infeksi
Untuk dapat bekerja secara maksimal, tenaga kesehatan harus selalu
mendapat perlindungan dari resiko tertular penyakit. Pimpinan berkewajiban
menyusun kebijakan mengenai kewaspadaan universal dapat dilaksanakan tenaga
kesehatan dengan baik. Pimpinan bertanggung jawab atas penganggaran dan
ketersediaan sarana untuk menunjang kelancaran pelaksanaan Universal
Precaution di unit yang dipimpinan.
b. Peran tenaga kesehatan dalam pengendalian infeksi
Tenaga kesehatan wajib menjaga kesehatan dan keselamatan dirinya dan
orang lain serta bertanggung jawab sebagai pelaksana kebijakan yang ditetapkan
pimpinan. Tenaga kesehatan juga bertanggung jawab dalam menggunakan sarana
yang disediakan dengan baik dan benar serta memelihara sarana agar selalu siap
pakai dan dapat dipakai selama mungkin.
Secara rinci berkewajiban dan tanggung jawab meliputi :
1) Bertanggung jawab melaksanakan dan menjaga keselamatan kerja di
lingkungannya, wajib mematuhi instruksi yang diberikan dalam rangka

7
kesehatan dan keselamatan kerja, dan membantu mempertahankan
lingkungan bersih dan aman
2) Mengetahui kebijakan dan menerapkan prosedur kerja, pencegahan infeksi,
dan mematuhinya dalam pekerjaan sehari-hari
3) Tenaga kesehatan yang menderita penyakit dapat meningkatkan resiko
penularan infeksi baik dari dirinya kepada pasien atau sebaliknya sebaiknya
tidak merawat pasien secara langsung
4) Sebagai contoh, pasien penyakit kulit yang basah seperti eksim, bernanah,
harus menutupi dengan plester kedap air, bila tidak memungkinkan maka
tenaga kesehatan sebaiknya tidak merawat pasien
5) Bagi tenaga kesehatan yang mengidap HIV mempunyai kewajiban moral
untuk memberitahu atasannya tentang status serologi bila dalam pelaksanaan
pekerja status serologi tersebut dapat menjadi resiko pada pasien, misalnya
tenaga kesehatan dengan status HIV positif dan menderita eksim basah
c. Peran pasien dan keluarganya dalam pengendalian infeksi
Setiap orang berhak atas privasi dan sekaligus berkewajiban menjaga
keselamatan orang lain. Bila pasien yang mengetahui dengan pasti menderita
penyakit yang dapat menular pada orang lain, moral untuk memberitahukannya.
Dalam hal ini petugas kesehatan wajib memberikan penyuluhan yang jelas
tentang penerapan tanpa berlebihan dan tidak menyinggung perasaan pasien
agar dapat membangkitkan rasa tanggung jawab pasien mengenai resiko yang
sedang mereka hadapi. Pasien akan suka rela membuka diri, memberi informasi
serta memberikan izin pemeriksaan yang diperlukan dalam persiapan tindakan
beresiko .
Peran keluarga dalam pengendalian infeksi sangatlah penting. Ketika ada
salah satu anggota keluarga di rawat maka anggota keluarga lain akan membantu
dengan cara menunggu di rumah sakit atau menjenguk setiap saat sehingga akan
berpotensi untuk menjadi sarana penyebaran infeksi. Keluarga perlu dilibatkan
dalam upaya penyembuhan atau upaya lain yang terkait dengan perawatan

8
pasien. Banyak informasi yang dapat digali dari keluarga dalam upaya
memberikan pelayanan ataupun upaya pencegahan infeksi. Anggota keluarga
pasien berhak untuk tidak mendapatkan penularan infeksi selama mereka
menjalankan fungsi sosialnya baik sebagai penunggu ataupun pengunjung.
Anggota keluarga pasien berhak pula untuk mendapatkan informasi secukupnya
agar dapat melindungi diri mereka dari infeksi tanpa mengabaikan hak pasien
untuk tetap terjaga kerahasiaannya.

B. Standar Universal Precaution Dalam Fasilitas Pelayanan Kesehatan


Universal Precaution merupakan bagian upaya pengendalian infeksi di sarana
pelayanan kesehatan. Surveilans, penanggulangan KLB, pengembangan kebijakan dan
prosedur kerja serta pendidikan dan pelatihan merupakan hal pencegahan infeksi yang
tidak dapat dipisahkan. Prinsip utama dalam pelayanan kesehatan adalah menjaga
higiene sanitasi penduduk, higiene sanitasi ruangan dan sterilisasi peralatan. Standar
Universal Precaution dalam fasilitas pelayanan kesehatan adalah
1. Cuci Tangan
Kebersihan tangan merupakan komponen penting dan metode paling efektif
dalam upaya pencegahan penularan patogen yang berhubungan dengan pelayanan
kesehatan. Ada tiga cara cuci tangan yang dapat dilaksanakan yaitu cuci tangan
higienik atau rutin untuk mengurangi kotoran dan flora yang ada di tangan dengan
menggunakan sabun atau deterjen, cuci tangan aseptik dilakukan sebelum tindakan
aspetik dengan menggunakan antiseptik, cuci tangan bedah (surgical handscrub)
dilakukan sebelum tindakan bedah dengan prinsip steril. Cuci tangan dapat
dilakukan sebelum dan sesudah kontak langsung dengan pasien, segera setelah
sarung tangan dilepas, sebelum memegang peralatan, setelah menyentuh darah atau
cairan tubuh lain, selama merawat pasien, saat bergerak dari sisi terkontaminasi ke
sisi bersih dari pasien, setelah kontak dengan benda-benda di samping pasien.
Sarana untuk cuci tangan adalah air mengalir, sabun dan deterjan dan larutan
antiseptik

9
Gambar 3 Prosedur Cuci Tangan
2. Pemakaian Alat Pelindung
Alat pelindung tubuh digunakan untuk melindungi kulit dan selaput lendir
petugas dari resiko pajanan darah, semua jenis cairan tubuh, sekret, ekskreta, kulit
yang tidak utuh dan selaput lendir pasien. Jenis tindakan beresiko mencakup
tindakan rutin, tindakan bedah tulang, otopsi atau perawatan gigi dimana
menggunakan bor dengan kecepatan putar yang tinggi. Jenis alat pelindung biasa
digunakan seperti sarung tangan, pelindung wajah/Masker/Kacamata, penutup
kepala, gaun pelindung dan sepatu pelindung. Jenis pelindung tubuh yang dipakai
tergantung pada jenis tindakan atau kegiatan yang akan dikerjakan seperti tindakan
bedah minor (vasektomi, memasang/mengangkat implan) cukup memakai sarung
tangan steril atau DTT saja. Namun untuk kegiatan operatif di kamar bedah atau
melakukan pertolongan persalinan sebaiknya semua pelindung tubuh dipakai oleh
petugas untuk mengurangi terpajan darah/cairan tubuh lainnya.

Gambar 4 Alat Pelindung

10
3. Pengelolaan alat kesehatan bekas pakai
Pengelolaan alat-alat bertujuan untuk mencegah penyebaran infeksi melalui
alat kesehatan, atau untuk menjamin alat tersebut dalam kondisi steril dan siap
pakai. Semua alat, bahan dan obat yang akan dimasukkan ke dalam jaringan
dibawah kulit harus dalam keadaan steril. Proses penatalaksanaan peralatan
dilakukan melalui empat tahap kegiatan yaitu dekontaminasi (menghilangkan
mikroorganisme patogen dan kotoran), pencucian, sterilisasi atau DTT dan
penyimpanan.

Gambar 5 Bagan Alur Pengelolaan Alat Kesehatan


Pemilihan cara pengelolaan alat kesehatan/bedah tergantung pada kegunaan
alat tersebut dan berhubungan dengan tingkat resiko penyebaran infeksi.
Tabel 1 Pemilihan Cara Pengelolaan Alat Kesehatan Sesuai Resiko Infeksi dan Jenis
Penggunaan Alat.

11
4. Pengelolaan jarum dan alat tajam
Benda tajam sangat beresiko menyebabkan perlukaan sehingga meningkatkan
resiko terjadi penularan penyakit. Untuk menghindari perlukaan atau kecelakaan
kerja maka semua benda tajam harus digunakan sekali pakai dan tidak boleh didaur
ulang. Jarum suntik dan alat tajam merupakan tanggungjawab petugas kesehatan
dari mulai persiapan, prosedur, sampai pembuangan ke penampungan khusus. Perlu
diperhatikan ketika perpindahan alat tajam dari satu orang ke orang lain tidak
dianjurkan menyerahkan secara langsung melainkan menggunakan teknik tanpa
sentuh yaitu menggunakan nampan atau alat perantara dan membiarkan petugas
mengambil sendiri ke tempatnya. Tidak dianjurkan untuk menutup kembali jarum
suntik setelah tindakan melainkan langsung dibuang ke tempat penampungan
khusus, tanpa menyentuh atau memanipulasi bagian tajamnya seperti dibengkokkan,
dipatahkan atau ditutup kembali. Jika jarum terpaksa ditutup kembali, gunakan cara
penutupan satu tangan untuk mencegah jari tertusuk jarum. Perlu menyediakan
wadah limbah tajam/tempat pembuangan alat tajam di setiap ruangan seperti ruang
tindakan atau perawatan yang mudah dijangkau oleh petugas kesehatan.

Gambar 6 Cara menutup Jarum dengan Satu Tangan


5. Pengelolaan limbah
Limbah yang berasal dari rumah sakit/sarana kesehatan secara umum
dibedakan menjadi dua yaitu Limbah rumah tangga atau limbah non medis adalah
limbah yang tidak kontak dengan darah atau cairan tubuh sehingga disebut sebagai
resiko rendah, limbah medis adalah bagian dari sampah rumah sakit/sarana
kesehatan yang berasal dari bahan yang mengalami kontak dengan darah atau cairan

12
tubuh pasien dan dikategorikan sebagai limbah beresiko tinggi dan bersifat
menularkan penyakit, serta limbah bahaya adalah limbah kimia yang mempunyai
sifat beracun seperti produk pembersih, desinfektan, obat-obatan sitotoksik dan
senyawa radio aktif. Upaya penanganan limbah di pelayanan kesehatan meliputi
pemisahan, penanganan, penampungan sementara dan pembuangan.

Gambar 7 Pengelolaan Limbah dengan Cara Menimbun Sampah Medis


6. Kecelakaan Kerja
Apabila kecelakaan terjadi harus didokumentasikan dan dilaporkan kepada
atasan, panitia Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dan panitia infeksi
nosokomial secepatnya, sehingga dapat dilakukan tindakan selanjutnya. Imunisasi
dapat dilakukan apabila tersedia, diberikan kepada semua staf yang beresiko
mendapat perlukaan karena benda tajam. Setelah terjadi kecelakaan harus diberikan
konseling.
7. Kewaspadaan Khusus
Kewaspadaan khusus merupakan tambahan pada kewaspadaan universal, yang
terdiri dari tiga jenis yaitu kewaspadaan terhadap penularan melalui udara (berupa
bintik percikan di udara dan partikel debu berisi agen infeksi), melalui percikan
(berupa batuk dan bersin), dan melalui kontak (berupa kontak tangan dan kulit).
Dalam penerapan kewaspadaan khusus dapat berupa kombinasi dari kewaspadaan
universal dan salah satu jenis kewaspadaan khusus tersebut sesuai dengan indikasi.

13
C. Pelaksanaan Universal Precaution dalam Tatanan Pelayanan Kesehatan
Universal Precaution merupakan upaya pengendalian penyakit sebagai tindakan
pencegahan ketika memberikan pertolongan pertama atau perawatan kesehatan.
Pelaksanaan universal precaution dapat ditemukan di tatanan pelayanan kesehatan
khususnya rumah sakit dan puskesmas. Insiden dan pravelensi terjadinya infeksi
nosokomial pada petugas kesehatan masih terbilang tinggi. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan di negara berkembang mengenai pengetahuan, sikap dan kepatuhan petugas
kesehatan terhadap tindakan pencegahan standar didapat 23,24% dari jumlah petugas
kesehatan yang ada. Perawat adalah kelompok yang paling mengalami luka jarum suntik
sekitar 5% dan luka tertusuk jarum dilaporkan sebagai kesehatan kerja yang paling
bahaya sekitar 23,25%. Di Nigeria telah melaporkan bahwa pengetahuan universal
precaution di antara petugas kesehatan masih minim. WHO memperkirakan bahwa
sekitar 2,5% dari kasus HIV dan 40% dari kasus HBV dan HCV menunjukkan bahwa
petugas kesehatan di seluruh dunia rentan terhadap paparan di tempat kerja sekitar 26%.
Di Indonesia masih ada petugas kesehatan yang belum menyadari pentingnya
penerapan universal precaution di tatanan pelayanan kesehatan. Di beberapa rumah sakit
dan puskesmas masih menunjukkan tindakan petugas kesehatan yang berpotensi
meningkatkan penularan penyakit.
Berdasarkan studi yang dilakukan di Puskesmas Paniki, Kecamatan Mapangat,
ditemukan 100% petugas kesehatan mencuci tangan menggunakan sabun tapi tidak
mencuci tangan sebelum melakukan kontak dengan pasien sekitar 6,67%. Untuk alat
pelindung, sekitar 3,33% petugas kesehatan tidak menggunakan sarung tangan pada saat
melalukan tindakan dan sekitar 90% petugas kesehatan tidak menggunakan masker
untuk menangani pasien TBC. Untuk pengelolaan alat kesehatan, benda tajam dan
limbah masih tergolong baik.

14
Tabel 2 Pelaksanaan Kewaspadaan Universal di Puskesmas Paniki Bawah

Hasil studi yang dilakukan di Rumah Sakit Islam Malang UNISMA, didapat 90%
petugas kesehatan melakukan cuci tangan tapi 20% tidak melakukan cuci tangan
sebelum melakukan tindakan. Beberapa kesalahan yang ditemukan dalam cuci tangan
yaitu melakukan cuci tangan tidak sesuai dengan prosedur. Dalam penggunaan sarung
tangan, ditemukan 100% petugas kesehatan tidak menggunakan sarung tangan pada saat
mengambil sputum, 90% pada perawatan infus, dan 70% pada saat melakukan tindakan
pengambilan darah. Alasan tidak menggunakan sarung tangan karena sudah menjadi
kebiasaan dan merasa terganggu saat melakukan tindakan. Pelaksanaan tindakan
sterilisasi terhadap instrumen logam, didapat 100% petugas kesehatan melakukan
sterilisasi terhadap instrumen logam tidak sesuai dengan standar prosedur. Kesalahan
dalam melakukan sterilisasi adalah tidak mencuci tangan, tidak menggunakan sarung
tangan, tidak melakukan dekomentasi, dan tidak melakukan peredaman. Penggunaan
alat tajam, didapat 100% perawat menerapkan penggunaan jarum suntik hanya satu kali
dan menyediakan tempat penyimpanan jarum spuit. Pengelolaan limbah medis, didapat
90% petugas tidak pernah melakukan sendiri pengelolaan limbah medis karena sudah
ada petugas khusus mengelola limbah medis.
15
Tabel 3 Pelaksanaan Kewaspadaan Universal di Rumah Sakit Islam Malang UNISMA

16
Penerapan Universal Precaution dalam tatanan pelayanan kesehatan masih rendah.
Adanya pengetahuan, sikap, kepatuhan petugas kesehatan terhadap Universal
Precaution masih tergolong minimal. Pemerintah telah mengupayakan penerapan
Universal Precaution harus dilakukan melalui kebijakan Departeman Kesehatan. Salah
satu kebijakan yang perlu diterapkan adalah mengupayakan pengendalian infeksi
nosokomial sebagai salah satu tolak ukur akreditasi rumah sakit khususnya penerapan
Universal Precaution. Penerapan Universal Precaution tidak hanya dilakukan di unit
perawatan tapi juga diterapkan di ruang khusus seperti ICU, IGD, ruang tindakan
operasi, ruang isolasi dan yang berkaitan dengan sarana pelayanan kesehatan. Penerapan
Universal Precaution juga perlu dilakukan di lingkungan sekitar unit perawatan dengan
adanya peraturan dalam melakukan kunjungan. Peraturan dalam berkunjung harus
dipatuhi bagi pengunjung yang berada di lingkungan sekitar unit perawatan seperti
membatasi waktu dan jumlah berkunjung, tidak memperbolehkan anak usia dibawah 12
tahun untuk masuk ke unit perawatan, dan hal-hal yang sudah tercantum dalam
peraturan tertulis di sekitar lingkungan unit perawatan. Penerapan Universal Precaution
harus dijalankan pada seluruh kegiatan petugas kesehatan untuk semua pasien karena
pasien dianggap berpotensi untuk menularkan infeksi sehingga perlu diambil langkah
pencegahan yang memadai.

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Universal Precaution merupakan upaya pengendalian yang perlu dilakukan oleh
petugas kesehatan dalam rangka pelindungan, pencegahan dan meminimalkan infeksi
nosokomial. Standar yang digunakan dalam penerapan Universal Precaution pada
tatanan pelayanan kesehatan adalah cuci tangan , pemakaian alat pelindung, pengelolaan
alat kesehatan bekas pakai, jarum dan alat tajam, limbah, kecelakaan kerja, dan
kewaspadaan khusus.
Universal Precaution harus digunakan oleh petugas kesehatan saat merawat pasien
atau menangani cairan tubuh. Namun berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan di
rumah sakit dan puskesmas bahwa petugas kesehatan masih belum menerapkan
Universal Precaution. Faktor yang mendasari petugas kesehatan tidak menerapkan
Universal Precaution adalah pengetahuan mengenal Universal Precaution, kemampuan
dalam pengelolaan Universal Precaution dan kepatuhan dalam penerapan Universal
Precaution masih tergolong rendah. Pemerintah mengupayakan penerapan Universal
Precaution wajib diikuti untuk seluruh petugas kesehatan dalam ruang lingkup
pelayanan kesehatan.

B. Saran
Penerapan Universal Precaution perlu disosialisasikan pada petugas kesehatan
melalui pelatihan dan pendidikan berkelanjutan. Perlu adanya pengawasan dan evaluasi
mengenai pelaksanaan Universal Precaution baik dilakukan langsung maupun melalui
tim khusus yang menangani infeksi nosokomial. Pemerintah perlu menindaklanjuti
terhadap kebijakan melalui strategi pemberdayaan petugas kesehatan mengenai
pentingnya mengutamakan keselamatan dan pelindungan terhadap infeksi nosokomial
dengan menerapkan Universal Precaution.

18
DAFTAR PUSTAKA

Berhitu, Fergina Stefany. Dkk. 2013. Gambaran Pelaksanaan Kewaspadaan Universal


di Puskesmas Paniki Bawah Kecamatan Mapanget. Manado : Jurnal Kedokteran
Komunitas dan Tropik Volume 1.

Depkes. 2010. Pedoman Pelaksanaan Kewaspadaan Universal di Pelayanan Kesehatan.


Jakarta : Departeman Kesehatan.

Nasronudin. 2007. HIV dan AIDS Pendekatan Biologi Molekuler Klinis dan Sosial.
Surabaya : Airlangga University Press.

Nursalam. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta


:Salemba Medika

Sholikhah, Hidayat Heny dan Andryansyah Arifin. 2005. Pelaksanaan Universal


Precautions Oleh Perawat Dan Pekarya. Surabaya : Buletin Penelitian Sistem
Kesehatan. 29-39

WHO. 2008. Standard Precautions In Health Care. Switzerland : World Health


Organization.

19

You might also like