You are on page 1of 14

Setiap manusia dilahirkan atas dasar persamaan hak dan kewajiban.

Tidak
ada pembeda manusia yang satu dengan yang lain. Semua sama meskipun dari
suku yang berbeda. Semua manusia juga memiliki persamaan hak dalam
berpendapat dan persamaan di mata hukum yang dijamin dalam Undang-Undang
Dasar Negara Indonesia. Semua sudah diatur sedemikian rupa dalam hukum
tertulis mapun tidak tertulis. Hukum seharusnya menjadi pedoman bagi setiap
manusia yang ada di Indonesia tampa mengenal status maupun kedudukan
manusia dalam masyarakat, dan pelaksanan penegakan hukum tidak memihak
pada suatu golongan tertentu. Karena pada hakikatnya hukum diciptakan untuk
menjaga kemaslahatan hidup bersama.
Suatu negara yang dalam berkehidupan bernegara, berpemerintahan, dan
bermasyarakat, selalu mengacu kepada hukum yang berlaku sebagai pedomannya.
Oleh karena itu hukum bertujuan untuk mengatur hubungan antara negara atau
masyarakat dengan warganya dan hubungan antar manusia, agar supaya
kehidupan di dalam masyarakat berjalan dengan lancar dan tertib dan melindungi
kepentingan manusia atau masyarakat, karena dimana-mana bahaya selalu
mengancamnya sejak dulu sampai sekarang, baik secara makro maupun secara
mikro tampa membedakan antara manusia yang satu dengan manusia yang lain.
Hukum pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan ketertiban, kepastian
hukum serta rasa keadilan dalam masyarakat sehingga masyarakat merasa
mendapatkan pengayoman dan perlindungan akan hak-haknya tampa memandang
suatu golongan tertentu.
Akan tetapi pada kenyataannya hak-hak kebebasan dan persamaan di mata
hukum itu sendiri tidak pernah terwujud di Indonesia, hokum seakan hanya
memihak pada suatu golongan tertentu seperti penguasa dan orang-orang kaya
karena adanya penyalah gunaan wewenang dalam hukum. Terbukti, sejak Orde
Lama hukum itu telah dimanipulasi untuk kepentingan politik sesaat sang
“pemimpin Besar Revolusi”, karena politik di era Orde Lama merupakan
panglima. Orde Baru mengembangkan hukum untuk mendukung pembangunan

Penegakan Supremasi Hukum


1
ekonomi, sehingga hukum dimanipulasi untuk mengembangkan pembangunan
yang di sana-sini hukum menjadi bersifat represif, melanggar hak-hak asasi
masyarakat yang ujung-ujungnya untuk memberi legitimasi apa yang disebut
sebagai KKN dan kroniisme. Hukum menjadi hukumnya penguasa, yaitu
penguasa tunggal yang mengatasnamakan dirinya sebagai mandataris MPR dan
menjadikan hukum telah kehilangan dimensi etisnya. Sedangkan pada era
reformasi sekarang ini, hukum bukan lagi dijadikan sarana untuk membela atau
menegakkan kebenaran dan keadilan, melainkan hukum sudah dijadikan komoditi
untuk dipertukarkan sebagai alat pembayaran guna membeli hal-hal yang justru
untuk menentang kebenaran dan keadilan itu sendiri.
Sehingga hukum sudah tidak berfungsi sebagaimana mestinya akibat dari
penyalagunan wewenan dan jabatan yang dilakukan oleh para aparat penegak
sehingga hukum akan jauh dari yang masyarakat harapakn. Dari masalah tersebut
diatas maka kami berinisitif untuk mengangkat sebuah judul makalah dengan judul
“penegakan supremasi hukum di Indonesia”.

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, kami mengangkat


masalah tentang:
1. Apakah pengertian hukum ?
2. Bagaimana penegakan supremasi hukum Negara Indonesia?
3. Bagaimanakah problematika hokum di Indonesia ?
4. Bagaimanakah solusi dari penegakan hokum di Indonesia?

1. Untuk mengetahui apakah pengertian hukum ?


2. Untuk mengetahui bagaimana penegakan supremasi hukum Negara
Indonesia?
3. Untuk mengetahui bagaimanakah problematika hokum di Indonesia?
4. Untuk mengetahui bagaimanakh solusi dari penegakan hukum di Indonesia?

Penegakan Supremasi Hukum


2
Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian
kekuasaan kelembagaan dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang
politik, ekonomi dan masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai
perantara utama dalam hubungan sosial antar masyarakat terhadap kriminalisasi
dalam hukum pidana, hukum pidana yang berupayakan cara negara dapat
menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan kerangka kerja bagi
penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan memperluas kekuasaan
politik serta cara perwakilan di mana mereka yang akan dipilih.
Hukum memiliki beberapa pengertian atau definisi dari hukum, antara lain:
1. Peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan
oleh penguasa atau pemerintah;
2. Undang-undang, peraturan, dsb untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat;
3. Patokan (kaidah,ketentuan) mengenai peristiwa (alam, dsb) yang tertentu;
4. Keputusan (pertimbangan) yang diterapkan oleh hakim (di pengadilan); vonis.
Hukum adalah keseluruhan peraturan hidup yang bersifat memaksa untuk
melindungi kepentingan manusia di dalam masyarakat (Van Kan dalam Soeroso,
2009: 27). sedangkan Borst dalam Soeroso, (2009: 27) mengatakan hukum ialah
keseluruhan peraturan bagi kelakuan atau perbuatan manusia di dalam
masyarakat, yang pelaksanaannya dapat dipaksakan dan bertujuan mendapatkan
tata atau keadilan
Jadi, kebijakan penegakan hukum adalah usaha-usaha yang diambil oleh
pemerintah atau suatu otoritas untuk menjamin tercapainya rasa keadilan dan
ketertiban dalam masyarakat dengan menggunakan beberapa perangkat atau alat
kekuasaan negara baik dalam bentuk Undang-undang, sampai pada para penegak
hukum antara lain polisi, hakim, jaksa, serta pengacara.
Penegakan hukum yang dilakukan dengan nilai-nilai filosofis , pada
hakikatnya yang merupakan penegakan hukum yang menerapkan nilai-nilai
(Erwin, 2011:133) yakni sebagai berikut:
1. Nilai kesamaan, yang berarti bahwa kesamaan itu hanya sama dengan sama.

Penegakan Supremasi Hukum


3
2. Nilai kebenaran, yang berarti bahwa kebenaran itu benar dengan benar.
3. Nilai kemerdekaan, yang berarti bahwa sesuatu hal itu hanya merdeka dengan
merdeka.
Dalam pasal 27 UUD 1945 dengan jelas tercantum: “Segala warga negara
bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib
menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.” Rumusan
tersebut mengandung makna bahwa semua warga negara Republik Indonesia
memiliki persamaan hukum dan hak-hak yang sama di hadapan pemerintah.
Dengan demikian dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak boleh ada
yang dinamakan diskriminasi terhadap warga negara. Bahkan tafsiran tersebut
juga menyangkut prinsip persamaan itu berlaku bagi siapa saja, apakah ia seorang
warga negara atau bukan, selama mereka adalah penduduk Negara Republik
Indonesia
Asas penegakan hukum adalah pengelolaan pemerintahan yang professional
harus didukung oleh penegakan hukum yang berwibawa. Tanpa ditopang oleh
sebuah aturan hukum dan penegakannya secara konsekuen, pertisipasi publik
dapat berubah menjadi tindakan publik yang anarkis. Publik membutuhkan
ketegasan dan kepastian hukum. Tanpa kepastian dan aturan hukum, proses politik
tidak akan berjalan dan tertata dengan baik.

Supremasi berasal dari bahasa Inggris “supreme” yang berarti “highest in


degree”, yang dapat diterjemahkan “mempunyai derajat tinggi”. Dengan
demikian, dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, hukum
harus berada di tempat yang paling tinggi, hukum juga dapat mengatasi kekuasaan
lain termasuk kekuasaan politik. Dengan kata lain, negara yang dapat dikatakan
telah mewujudkan Supremasi Hukum adalah negara yang sudah mampu
menempatkan hukum sebagai panglima, bukannya hukum yang hanya menjadi
“pengikut setia kekuasaan” dan kepentingan politik tertentu yang jauh dari
kepentingan rakyat secara keseluruhan.
Istilah supremasi hukum juga dikenal dengan istilah “the rule of law” yang
diartikan sebagai pemerintah oleh hukum, bukan oleh manusia, bukan hukumnya
yang memerintah, karena hukum itu hanyalah keadah atau pedoman dan sekaligus
sarana atau alat, tetapi ada manusia yang harus menjalankannya secara konsisten
berdasarkan hukum, dan tidak sekehendak atau sewenang-wenang. Hukum itu

Penegakan Supremasi Hukum


4
diciptakan atau direkayasa oleh manusia, terutama hukum tertulis. Setelah hukum
itu tercipta maka manusia harus tunduk pada hukum. Hukum harus mempunyai
kekuasaan tertinggi demi kepentingan manusia itu sendiri, tetapi sebaliknya
manusia tidak boleh diperbudak oleh hukum. “Governance not by man but by law”
berarti bahwa tindakan-tindakan resmi (pemerintah) pada tingkat teratas sekalipun
harus tunduk pada peraturan-peraturan hukum. Jadi, supremasi hukum atau rule of
law merupakan konsep yang menjadi tanggungjawab ahli hukum untuk
melaksanakan dan yang harus dikerjakan tidak hanya melindungi dan
mengembangkan hak-hak perdata dan politik perorangan dalam masyarakat bebas,
tetapi untuk menyelenggarakan dan membina kondisi sosial, ekonomi, pendidikan,
dan kultural yang dapat mewujudkan aspirasi rakyat. Supremasi hukum atau Rule
of law dimaksudkan bahwa hukumlah yang berkuasa. Pengekangan kekuasaan
oleh hukum merupakan unsur esensial yang kebal terhadap kecaman.
Masyarakat kita yang dewasa ini sedang mengalami disintegrasi dalam
berbagai aspek kehidupan, sehingga menuntut adanya reorientasi dalam
pembinaan dan pengembangan hukum, tidak saja bila diinginkan agar hukum
memiliki supremasinya.
Oleh karena itu, dalam penegakkan Supremasi Hukum memiliki ciri-ciri
sebagai berikut :
1. Hukum harus dapat berperan sebagai panglima. Ini berarti dalam kehidupan
bernegara dan bermasyarakat Law Enforcement harus dapat diwujudkan
dalam Law Enforcement ini tidak ada kamus kebal hukum.
2. Hukum harus dapat berfungsi sebagai Center Of Action. Semua perbuatan
hukum, baik yang dilakukan oleh penguasa maupun individu harus dapat
dikembalikan kepada hukum yang berlaku. Hukum harus mampu berperan
sebagai sentral, bukan hanya sebagai instrumental yang fungsinya
melegitimasi semua kebijakan pemerintah.
4. Berlakunya asas semua orang didepan hukum (Equalty Before The Law).
Untuk menegakkan Supremasi Hukum dengan ciri-ciri tersebut diperlukan
pilar-pilar penyangganya. Semakin kokoh pilar-pilar ini semakin tegak
Supremasi Hukum, dan sebaliknya semakin lemah pilar-pilar tersebut
semakin rapuh Supremasi Hukum. (F. Sugeng Istanto)
Penegakan hukum (law enforcement) adalah sebuah masalah yang hampir
di hadapi oleh setiap negara di dunia, khususnya bagi negara-negara berkembang
seperti Indonesia yang mempunyai banyak permasalahan hukum baik

Penegakan Supremasi Hukum


5
kualifikasinya maupun modus operasinya. Hukum pada hakekatnya sebagai sarana
untuk mencapai apa yang dinamakan keadilan.
Penegakan hukum di Indonesia harus mampu membawa bangsa ini menuju
bangsa yang adil, tidak ada yang dinamakan ketimpangan hukum. Seluruh pihak
terutama para penegak hukum, serta para pengambil kebijakan dapat dengan bijak
menyikapi berbagai kasus hukum yang terjadi di sekitar mereka. Dibutuhkan pula
kepekaan para penegak hukum terkait dengan semakin banyaknya kasus
pelanggaran hukum yang tersaji. Hal ini perlu di dorong oleh political will serta
political action yang mesti diambil oleh para stakeholders atau pemerintah kita
sebagai titik awal menjalankan hukum yang adil bagi segenap bangsa Indonesia,
dan mereka juga merupakan pioneer yang bertanggung jawab apabila terjadi
pelanggaran terhadap hukum.
Kebijakan lain yang perlu dijalankan untuk menjamin penyelesaiaan kasus
hukum yang adil yakni masyarakat hendaknya menjadi orang-orang yang tertib
hukum sehingga hubungan antara penegak hukum itu sendiri tidak terjadi
ketimpangan-ketimpangan di dalamnya. Semua elemen bangsa hendaknya
menggunakan nurani, naluri, serta nalari terhadap penafsiran yang mereka buat
terhadap berbagai situasi dan kondisi.
Untuk dapat menemukan hukum yang benar dan tepat serta dapat
dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan Yang Maha Esa hakim harus melihat
kesadaran hukum masyarakat setempat, baik melalui kaca mata ilmu hukum
dengan segala cabang-cabangnya maupun melalui hukum agama yang dianut oleh
para pihak. Dengan demikian, hukum yang ditemukan benar-benar merupakan
pencerminan dari sistem sosial dan budaya hukum yang hidup dalam masyarakat,
dan putusan hakim pun akan dapat menyentuh rasa keadilan yang didambakan.
Dalam pelaksanaan kebijakan penegakan hukum, hakim harus menyadari
bahwa para pihak yang menghadap adalah manusia. Oleh sebab itu hakim harus
menghadapinya secara manusiawi dengan menerapkan asas manusiawi. Sebagai
manusia hakim harus memberikan pelayanan secara adil dan manusiawi, serta
dapat memberikan pelayanan yang simpatik dan memberikan bantuan sesuai
dengan apa yang diperlukan agar sengketa mereka dapat diselesaikan dengan
tuntas dan final.

Penegakan Supremasi Hukum


6
Pengaruh politik yang merambah pada pelaksanaan fungsi peradilan terjadi
pada berbagai tingkatan pengaruh sejumlah negara dengan pemerintahan yang
otoriter. Pengaruh kekuasaan pemerintahan tersebut terutama muncul dalam hal
proses peradilan bersinggungan dengan kepentingan pemerintah atau kepentingan
penguasa. Pengaruh pemerintah dapat berbentuk intervensi langsung terhadap
proses peradilan dengan cara memberitahu hakim agar membuat putusan yang
menguntungkan pemerintah atau mencegah eksekusi putusan pengadilan.
Pengaruh pemerintah terhadap peradilan juga dapat dilakukan melalui pembuatan
undang-undang tentang kekuasaan kehakiman, yang menempatkan sedemikian
rupa posisi lembaga peradilan di bawah pengaruh pemerintah atau ketergantungan
kepada pemerintah.
Banyak faktor yang menyebabkan sulitnya penegakan hukum di Indonesia,
yakni di antaranya:
1. Pertama, political will dan political action para pemimpin negara untuk secara
bersama-sama menjalankan hukum yang adil dan dapat menjamin hak setiap
warga negara masih kurang dimiliki oleh pemimpin bangsa ini.
2. Kedua, yakni berbagai undang-undang yang dibuat yang notabene-nya adalah
representatif dari hukum hanya mengutamakan kepentingan penguasa.
3. Ketiga, integritas yang dimiliki oleh setiap individu di negara Indonesia dapat
dikatakan masih rendah apabila dibandingkan beberapa negara-negara di Asia
seperti Jepang, serta Malaysia. Selain itu tingkat kredibilitas serta
profesionalisme yang dimiliki oleh bangsa ini masih sangat rendah buktinya
dalam kehidupan sehari-hari sering terjadi kesalahan yang disebabkan ketidak
patuhan terhadap suatu aturan.
5. Keempat, tidak dapat kita pungkiri sarana serta prasarana yang dimiliki oleh
bangsa Indonesia untuk menegakkan hukum yang adil bagi seluruh rakyat
Indonesia masih sangat kurang sehingga pelaksanaannya pun belum
maksimal.
6. Kelima. Budaya hukum yang dimiliki oleh bangsa Indonesia masih sangat
rendah buktinya sebagian besar masyarakat apabila menghadapi suatu
perkara, sudah jelas salah masih terus menyembunyikan kesalahan mereka.
Keenam, yakni adanya paradigma yang salah dari masyarakat terhadap
hukum. Serta yang ketujuh, berbagai kebijakan yang diambil oleh pemerintah

Penegakan Supremasi Hukum


7
atau (stakeholders) masih dilaksanakan secara parsial dan hanya
menguntungkan beberapa pihak saja.
Akhir-akhir ini banyak isu yang sedang hangat-hangat di perbincangkan
salah satunya adalah permasalahan korupsi. Kasus ini seakan sudah menjadi tradisi
yang mendarah daging di bangsa ini. Penyakit korupsi melanda seluruh lapisan
masyarakat bahkan yang menjadi perhatian saat ini adalah para aparat yang
seharusnya menjadi penegak dalam kasus ini juga ikut terkait di dalamnya. Salah
satu lembaga yang menjadi perhatian adalah lembaga peradilan. Salah satu contoh
lemahnya penegakan hukum di Indonesia adalah:
1. Kasus Arthalyta Suryani, yang menempati ruang tahanan yang terbilang
mewah dari tahanan yang lain karena lengkap dengan fasilitasnya
2. Kasus nenek Minah yang divonis 1,5 bulan penjara karena mencuri tiga buah
kakao
3. Kasus tilang polisi lalu lintas, ada beberapa oknum polisi yang mau atau
bahkan terkadang minta suap
4. Kasus Gayus Tambunan yang bisa keluar masuk penjara
Persamaan di hadapan hukum yang selama ini di kampanyekan oleh
pemerintah nyatanya tidak berjalan dengan efektif. Hukum yang berlaku sekarang
di Indonesia seakan-akan berpihak kepada segelintir orang saja. Supremasi hukum
di Indonesia masih harus diperbaiki untuk mendapat kepercayaan masyarakat dan
dunia internasional tentunya terhadap sistem hukum Indonesia. Masih banyak
kasus-kasus ketidakadilan hukum yang terjadi di negara kita. Keadilan harus
diposisikan secara netral, artinya setiap orang memiliki kedudukan dan perlakuan
hukum yang sama tanpa kecuali. Namun, keadaan yang sebaliknya terjadi di
Indonesia. Hukum seakan tajam kebawah namun tumpul keatas. Ini terbukti
dengan banyaknya kasus yang terjadi,
Para penegak hukum antara lain hakim, jaksa, polisi, advokat dan penasihat
hukum. Di tangan merekalah terletak suatu beban kewajiban untuk
mengimplementasikan suatu prinsip keadilan sebagaimana yang tercantum dalam
sila kedua secara optimal dan maksimal. Namun , hal sebaliknya terjadi di
Indonesia. Banyak kasus penegakan hukum yang tidak berjalan semestinya.
Banyak keganjalan yang terjadi didalam penegakan hukum itu seperti dengan
mudahnya seseorang yang mempunyai uang mendapatkan fasilitas di ruang
tahanan atau ada beberapa kasus yang sangat mengganjal keputusan yang di
putuskan seperti kasus pencurian sandal diatas.

Penegakan Supremasi Hukum


8
Hal tersebut menyebabkan bahwa suatu hukum di Indonesia walaupun
dibuat dengan berlandaskan pancasila serta UUD 1945 namun dalam
pelaksanaannya tidak ada jiwa pancasila yang melekat dalam setiap penegak
hukum serta pemerintah Indonesia. Dengan melemahnya hukum di Indonesia
tentu sedikit demi sedikit maka keadilan di Indonesia akan terkikis dengan adanya
sikap pemerintah yang seakan hanya mementingkan dirinya sendiri, jabatan dan
kekuasaan politik bagi diri dan partainya
Orang dapat menganggap lain atas istilah krisis penegakan hukum itu dan
memberi tekanan kepada faktor – faktor yang telah menentukan isis sesungguhnya
dari hukum. Namun untuk mencapai supremasi hukum yang kita harapkan bukan
faktor hukum saja, namun faktor aparat penegak hukum juga sangat berpengaruh
dalam penegakan supremasi hukum di indonesia. Orang mulai tidak percaya
terhadap hukum dan proses hukum ketika hukum itu sendiri masih belum bisa
memberikan perlindungan terhadap masyarakat.

Perubahan dalam supremasi hukum, harus dimulai dari diri sendiri. Begitu
juga denga pemerintah. Pemerintah harus tegas dalam menegakkan keadilan dan
kesetaraan dimata hukum. Tidak pandang bulu dalam mengatasi masalah. Harus
ada control yang jelas dari pemerintah kepada para penegak hukum dan aparatur
Negara. Bukan hanya di dalam pemerintahan pusat saja, tapi juga di dalam
pemerintahan yang dalam arti luas.
Lembaga peradilan, sebagai penegak hukum, harus melaksanakan tugasnya
dengan baik. Adili dengan seadil-adilnya. Tidak ada pengadilan secara sepihak.
Tegas dalam mengambil suatu keputusan dan mampu memberikan pelayananan
yang baik kepada masyarakat. Dalam mengambil keputusan juga harus benar-
benar dengan kebijaksanaan yang tinggi.
Sebagai mahasiswa, upaya yang dapat dilakukan dalam penegakan hukum
di negeri ini adalah dengan giat dan gemar dalam sosialisasi hukum di dalam
masyarakat. Sebagai control kepada pemerintah, karena kita tahu bahwa,
mahasiswa adalah sebagai agen perubahan. Sehingga diharapkan dari mahasiswa
sendiri dapat menjadi sebagai pembawa perubahan di Indonesia.
Kurangnya loyalnya para penegak hukum terhadap negara yang
menimbulkan masalah yang belum bisa diselesaikan dengan tuntas.

Penegakan Supremasi Hukum


9
Para penegak hukum antara lain hakim, jaksa, polisi, advokat dan penasihat
hukum. Di tangan merekalah terletak suatu beban kewajiban untuk
mengimplementasikan suatu prinsip keadilan sebagaimana yang tercantum dalam
sila kedua secara optimal dan maksimal (Azhary, 2004: 205).
Untuk menegakkan supermasi hukum maka perlu memperhatikan tiga
komponen utama menurut Lm. Friedman yaitu:
1. Substansi Hukum: Dalam teori Lawrence Meir Friedman hal ini disebut
sebagai sistem Substansial yang menentukan bisa atau tidaknya hukum itu
dilaksanakan. Substansi juga berarti produk yang dihasilkan oleh orang yang
berada dalam sistem hukum yang mencakup keputusan yang mereka
keluarkan, aturan baru yang mereka susun. Substansi juga mencakup hukum
yang hidup (living l-aw), bukan hanya aturan yang ada dalam kitab undang-
undang (law books).hukum adalah peraturan-peraturan yang tertulis
sedangkan peraturan-peraturan yang tidak tertulis bukan dinyatakan hukum.
Sistem ini mempengaruhi sistem hukum di Indonesia. Salah satu pengaruhnya
adalah adanya asas Legalitas dalam KUHP. Dalam Pasal 1 KUHP ditentukan
“tidak ada suatu perbuatan pidana yang dapat di hukum jika tidak ada aturan
yang mengaturnya”. Sehingga bisa atau tidaknya suatu perbuatan dikenakan
sanksi hukum apabila perbuatan tersebut telah mendapatkan pengaturannya
dalam peraturan perundang-undangan.
2. Struktur Hukum: Dalam teori Lawrence Meir Friedman hal ini disebut sebagai
sistem Struktural yang menentukan bisa atau tidaknya hukum itu dilaksanakan
dengan baik. Struktur hukum berdasarkan UU No. 8 Tahun 1981 meliputi;
mulai dari Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Badan Pelaksana Pidana
(Lapas). Kewenangan lembaga penegak hukum dijamin oleh undang-undang.
Sehingga dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya terlepas dari
pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh-pengaruh lain. Terdapat
adagium yang menyatakan “fiat justitia et pereat mundus” (meskipun dunia
ini runtuh hukum harus ditegakkan). Hukum tidak dapat berjalan atau tegak
bila tidak ada aparat penegak hukum yang kredibilitas, kompeten dan
independen. Seberapa bagusnya suatu peraturan perundang-undangan bila
tidak didukung dengan aparat penegak hukum yang baik maka keadilan hanya
angan-angan.
3. Budaya Hukum: Kultur hukum adalah sikap manusia terhadap hukum dan
sistem hukum-kepercayaan, nilai, pemikiran, serta harapannya. Kultur hukum

Penegakan Supremasi Hukum


10
adalah suasana pemikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan
bagaimana hukum digunakan, dihindari, atau disalahgunakan. Budaya hukum
erat kaitannya dengan kesadaran hukum masyarakat. Semakin tinggi
kesadaran hukum masyarakat maka akan tercipta budaya hukum yang baik
dan dapat merubah pola pikir masyarakat mengenai hukum selama ini. Secara
sederhana, tingkat kepatuhan masyarakat terhadap hukum merupakan salah
satu indikator berfungsinya hukum.
Salah satu yang menjadi masalah penegakan hukum di negara kita yakni
penyelesaian masalah korupsi. Pada hakikatnya korupsi tidak dapat ditangkal
hanya dengan satu cara. Penanggulangan korupsi harsu dilakukan dengan
pendekatan komprehensif, sistemis, dan terus-menerus. Penanggulangan tindakan
korupsi dapat dilakukan (Komaruddin dan Azyumardi, 2008:168-169) antara lain
dengan:
1. Adanya politic will dan politic action dari pejabat negara dan pimpinan
lembaga pemerintah pada setiap satuan kerja organisasi untuk melakukan
langkah proaktif pencegahan dan pemberantasan perilaku dan tindak pidana
korupsi. Tanpa kemauan kuat pemerintah untuk memberantas korupsi di
segala lini pemerintahan, kampanye pemberantasan korupsi hanya slogan
kosong belaka.
2. Penegakan hukum secara tegas dan berat. Proses eksekusi mati bagi koruptor
China, misalnya telah membuat sejumlah pejabat tinggi dan pengusaha di
negeri itu menjadi jera untuk melakukan tindak korupsi. Hal yang sama terjadi
pula di negara-negara maju di Asia, seperti Korea Selatan, Singapura, dan
Jepang termasuk negara yang tidak kenal kompromi dengan pelaku korupsi.
Tindakan tersebut merupakan shock therapy untuk membuat tindakan korupsi
berhenti.
3. Membangun lembaga-lembaga yang mendukung upaya pencegahan korupsi,
misalnya Komisi Ombudsman sebagai lembaga yang memeriksa pengaduan
pelayanan administrasi publik yang buruk. Pada beberapa negara, mandat
Ombudsman mencakup pemeriksaan dan inpeksi atas sistem administrasi
pemerintah dalam hal kemampuannya mencegah tindakan korupsi aparat
birokrasi. Di Indonesia telah dibentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),
Tim Penuntasan Tindak Pidana Korupsi (Timtastipikor) dengan tugas
melakukan investigasi individu dan lembaga, khususnya aparatur di
pemerintah yang melakukan korupsi. Selain lembaga bentukan pemerintah,

Penegakan Supremasi Hukum


11
masyarakat juga membentuk lembaga yang mengemban misi tersebut, seperti
Indonesia Corruption Watch (ICW) dan lembaga sejenis.
4. Membangun mekanisme penyelenggaraan pemerintahan yang menjamin
terlaksananya praktik good and clean governance, baik di sektor pemerintah,
swasta, atau organisasi kemasyarakatan.
5. Memberikan pendidikan antikorupsi, baik melalui pendidikan formal maupun
pendidikan nonformal. Dalam pendidikan formal, sejak pendidikan dasar
sampai perguruan tinggi diajarkan bahwa nilai korupsi adalah bentuk lain dari
kejahatan.
7. Gerakan agama antikorupsi, yaitu gerakan membangun kesadaran keagamaan
dan mengembangkan spiritual antikorupsi.
Secara filosofis, hukum tersebut sesuai dengan cita-cita hukum, sebagai nilai
positif yang tertinggi, misalnya Pancasila, masyarakat yang adil dan makmur, dan
seterusnya (Soekanto, 1983: 36). Ada empat faktor agar hukum dapat berfungsi
dengan baik diperlukan keserasian dari kempat tersebut yakni:
1. Hukum atau aturan itu sendiri
2. Metalitas petugas yang menegakkan hokum
3. Fasilitas yang diharapkan untuk mendukung pelaksanaan hokum
4. Kesadaran hukum, kepatuhan hukum dan perilaku warga masyarakat.
(Logemann dalam Soekanto, 1983: 36)
Maka kalau kita ingin melihat reformasi berhasil dan hukum kembali
menjadi tumpuan harapan kita, dengan menegakkan supermasi hukum sebaiknya
memperhatikan segala aspek kehidupan karena masalah hukum adalah masalah
yang komleks adanya dan akan membutuhkan solusi yang kompleks pula.

Penegakan Supremasi Hukum


12
Hukum diciptakan untuk mengatur segala aktivitas manusia dan sebagai
pedoman untuk menjalin hubungan dengan manusia yang lain dan juga sebagai
control sosial yang berlaku kepada seluruh ummat manusia demi terciptanya
ketentraman dan keadilan bersama didalam masyarakat.
Untuk mencapai hal tersebut diperlukan penegakan supermasi hukum yang
konsisten dengan memperhatikan hakikat hukum, struktur hukum dan budaya
hukum dalam masyarakat.

Dalam penegakan supremasi hukum di Indonesia, perlu adanya tatanan


hukum yang baik guna menegakkan hukum demi keadilan dan kesetaraan di mata
hukum sesuai dengan undang-undang. Yang melibatkan semua elemen seperti
pemerintah, penegak hukum, masyarakat dan mahasiswa.

Penegakan Supremasi Hukum


13
Soeroso. 2009. Upaya Meningkatkan Supremasi Hukum. Jakarta : Justitia Et Pax.

http://samun88.blogspot.co.id/2016/04/penegakan-supremasi-hukum-di-
indonesia.html

Penegakan Supremasi Hukum


14

You might also like