You are on page 1of 7

NAMA : 1.

Ahmad Zaini T S (160722614625)


2. Faris Fachrul Islam (160722614666)
Offering : G/16

Komoditas Tanaman Karet

1. Identifikasi Komoditas Karet


1.1. Sejarah Komoditas Pertanian Karet
Dalam sejarah perkaretan, diketahui bahwa penduduk asli Amerika Selatan,
yaitu bangsa Indian telah memanfaatkan karet untuk membuat bola, botol, sepatu
karet dan atap atau tutup kepala. Perhatian terhadap karet bertambah meningkat
ketika Priestly, seorang ahli fisika-kimia berkebangsaan Inggris, pada tahun 1770
menemukan bahwa karet dapat digunakan untuk menghapus tulisan dari grafit,
sehingga orang Inggris kemudian menyebutnya dengan sebutan rubber.
Perkembangan selanjutnya yakni sekitar tahun 1839 Charles Goodyear menemukan
proses pengolahan karet menjadi suatu produk sejenis karet namun lebih tahan dari
karet aslinya. Pada tahun 1988, Dunlop menemukan ban pompa Michelin serta
Goodrich, menemukan ban mobil. Dengan ditemukannya mobil, permintaan akan
karet melonjak dengan cepat, sehingga dilakukan pencarian tanaman penghasil
karet yang berasal dari tanaman selain Hevea brasiliensis, pada berbagai kawasan
seperti Amerika Selatan, Asia, dan Afrika (Hariyadi, et al tanpa tahun)
Adanya kebutuhan akan permintaan karet yang semakin pesat, maka ada
inisiatif untuk melakukan penanaman karet di luar Brasil. Untuk maksud tersebut,
Inggris dan Belanda yang mempunyai wilayah jajahan di kawasan tropis berupaya
pula memasukkan karet ke wilayah jajahannya. Tercatat pada tahun 1876, Henry
A. Wickham memasukkan biji karet yang berasal dari Amerika Selatan ke Ceylon
(Sri Langka), Malaya dan beberapa biji ke kebun percobaan pertanian di Bogor,
Jawa Barat. Kemudian, terbukti bahwa pertumbuhan tanaman karet di Bogor cukup
memuaskan sehingga pada tahun 1890 dan tahun 1896 didatangkan biji-biji baru,
baik dari Kew Garden maupun Brasil dan ditanam di beberapa tempat di Pulau Jawa
(Hariyadi, et al tanpa tahun)
Pergantian abad XIX merupakan tahun-tahun yang kurang baik bagi
perusahaan tanaman perkebunan teh dan kopi karena terjadi serangan penyakit. Di
lain pihak, harga karet terus meningkat sebagai dampak perkembangan industri
mobil. Faktor-faktor inilah yang merangsang perhatian para pengusaha perkebunan
untuk berpaling ke usaha perkebunan karet (Hevea). Mula-mula karet berkembang
di Malaysia dan Ceylon (Sri Langka). Di Indonesia perkebunan besar karet baru
dimulai pada tahun 1902 di Sumatera dan pada tahun 1906 di Jawa. Dan sejak itulah
perkebunan karet mengalami perluasan yang cepat (Hariyadi, et al tanpa tahun)
1.2. Sebaran Daerah Asal Komoditas Karet
Semula tanaman karet tumbuh liar di hutan-hutan tropis sekitar aliran sungai
Amazone tepatnya di Brasil sumber utama bahan tanaman karet alam dunia
(Budiman, 2012) tetapi kemudian dapat disebarkan ke berbagai wilayah tropis
lainnya termasuk ke Indonesia (Haritadi, et al tanpa tahun). Sebelum dipopulerkan
sebagai tanaman budidaya yang dikebunkan secara besar-besaran, penduduk asli
Amerika Selatan, Afrika, dan Asia sebenarnya telah memanfaatkan beberapa jenis
tanaman penghasil getah. Karet masuk ke Indonesia pada tahun 1864 pada masa
penjajahan Belanda. Pada awalnya karet ditanam di kebun Raya Bogor sebagai
tanaman koleksi. Karet kemudian berkembang dari tanaman koleksi, selanjutnya
dikembangkan ke beberapa daerah sebagai tanaman perkebunan komersial
(Setiawan dan Andoko, 2005).
1.3. Data Ekspor Komoditas Karet Indonesia
Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan mempunyai peranan yang
cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari
kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar yaitu
sekitar 13,45 persen pada tahun 2016. Salah satu sub sektor yang cukup besar
potensinya adalah sub sektor perkebunan. Kontribusi sub sektor perkebunan dalam
PDB yaitu sekitar 3,46 persen pada tahun 2016 atau merupakan urutan pertama di
sektor pertanian, peternakan, perburuan dan jasa pertanian. Sub sektor ini
merupakan penyedia bahan baku untuk sektor industri, penyerap tenaga kerja, dan
penghasil devisa (BPS, 2016).
Salah satu komoditas unggulan ekspor Indonesia ialah Karet. Karet
merupakan salah satu komoditi hasil perkebunan yang mempunyai peran cukup
penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Karet juga salah satu
komoditas ekspor Indonesia yang cukup penting sebagai penghasil devisa negara
selain minyak dan gas. Indonesia merupakan negara produsen dan eksportir karet
terbesar dunia. Selain peluang ekspor yang semakin terbuka, pasar karet di dalam
negeri masih cukup besar. Pasar potensial yang akan menyerap pemasaran karet
adalah industri ban, otomotif, aspal, dan lain-lain (BPS, 2016).
Tabel 1.3.1.
Ekspor Karet dalam Bentuk Remah Menurut Negara Tujuan Utama, 2010-2015
Negara Tujuan 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Berat Bersih (Ribu Ton)


Jepang 307,6 381,6 384,1 418,9 401,6 419,7
Korea Selatan 90,1 119,1 141,9 146,6 158,4 182,8
Cina 406,6 394,8 425,8 500,0 357,8 281,3
Singapura 110,3 96,7 57,2 17,7 14,2 27,3
Amerika Serikat 507,4 570,8 545,6 576,7 571,2 594,8
Kanada 65,2 71,5 70,3 65,9 70,1 71,7
Brasilia 107,3 92,3 68,5 86,6 102,8 94,4
Perancis 47,2 64,5 48,1 48,3 51,2 46,0
Jerman 54,6 57,8 57,5 70,0 72,4 68,3
Spanyol 42,4 58,5 39,3 35,7 33,6 34,7
Italia - - - - - -
Polandia - - - - - -
Belanda - - - - - -
Inggris - - - - - -
Belgium and Luxembourg - - - - - -
Lainnya 490,5 528,0 501,4 623,8 687,8 690,2
Jumlah 2.229,2 2.435,6 2.339,7 2.590,2 2.521,1 2.511,2
(Sumber: BPS, 2016)
Karet sebagai bahan baku berbagai industri merupakan salah satu komoditi
perkebunan yang mempunyai peran strategis dalam perekonomian di Indonesia.
Produksi karet Indonesia pada tahun 2016 diperkirakan mencapai 3 862,1 juta ton.
Provinsi Sumatera Selatan merupakan provinsi penghasil karet terbesar di
Indonesia dengan jumlah produksi mencapai 1 319,22 juta ton. Produksi karet
Indonesia diperkirakan pada tahun 2016 naik 32,29% dibanding tahun sebelumnya
(BPS, 2016)
(Sumber: BPS, 2016)

1.4. Data Penunjang Lain


Tanaman karet (Hevea Brasiliensis) merupakan tanaman perkebunan yang
bernilai ekonomis tinggi. Tanaman tahunan ini dapat disadap getah karetnya
pertama kali pada umur tahun ke-5. Dari getah tanaman karet (lateks) tersebut
bisa diolah menjadi lembaran karet (sheet), bongkahan (kotak), atau karet remah
(crumb rubber) yang merupakan bahan baku industri karet. Kayu tanaman karet,
bila kebun karetnya hendak diremajakan, juga dapat digunakan untuk bahan
bangunan, misalnya untuk membuat rumah, furniture dan lain-lain (Purwanta,
2008).
Hariyadi, et al (tanpa tahun), persyaratan tumbuh tanamana karet yakni:
1. Iklim, daerah yang cocok adalah pada zone antara 150 LS dan 150 LU,
dengan suhu harian 25 – 30°C. Sesuai dengan habitat aslinya di Amerika
Selatan, terutama di Brazil yang beriklim tropis, maka karet juga cocok
ditanam di daerah tropis lainnya. Di Indonesia, daerah yang cocok buat
penanaman karet adalah Pulau Jawa, Sumatera dan Kalimantan yang
terletak pada zona diantara 6° Lintang Utara (LU) dan 9° Lintang Selatan
(LS). Diluar zona tersebut menghasilkan pertumbuhan tanaman yang
lambat dan karena itu umur panen (umur matang sadap) pun akan lambat.
Tanaman karet tidak tahan terhadap kondisi suhu udara yang dingin dan
kelembabapan udara yang tinggi. Suhu udara rata-rata yang baik bagi
pertumbuhan dan pembentukan yang optimal adalah 28°C (Cahyono, 2010).
2. Curah hujan, tanaman karet memerlukan curah hujan optimal antara 2.000-
2.500 mm/tahun dengan hari hujan berkisar 100 s/d 150 HH/tahun.
Tanaman karet tumbuh baik pada curah hujan sekitar 1.500-3.000
mm/tahun. Karet masih dapat tumbuh dikawasan dengan curah hujan
>4.000 mm/tahun, namun pengelolaan kebun akan menghadapi gangguan
penyakit daun dan penyadapan. Dikawasan dengan curah hujan sekitar
1.500-2.000 mm/tahun, diperlukan distribusi curah hujan yang merata
sepanjang tahun. Curah hujan 2.000-3.000 mm/tahun diperlukan 1 (satu)
bulan kering dan curah hujan 3.000-.4.000 mm/tahun diperlukan 2-3 bulan
kering (Siregar dan Suhendry, 2013).
3. Tinggi tempat, tumbuh optimal pada dataran rendah dengan ketinggian 200
m – 400 m dari permukaan laut (dpl). Pada ketinggian > 400 m dpl dan suhu
harian lebih dari 30°C, akan mengakibatkan tanaman karet tidak bisa
tumbuh dengan baik.
4. Angin, Kecepatan angin yang terlalu kencang pada umumnya kurang baik
untuk penanaman karet. Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh
tinggi dan berbatang besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15 - 25 m.
Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang
tinggi di atas.
5. Jenis tanah, berbagai jenis tanah dapat sesuai dengan syarat tumbuh
tanaman karet baik tanah vulkanis maupun alluvial. Pada tanah vulkanis
mempunyai sifat fisika yang cukup baik terutama struktur, tekstur, solum,
kedalaman air tanah, aerasi dan drainase, tetapi sifat kimianya secara umum
kurang baik karena kandungan haranya rendah. Sedangkan tanah alluvial
biasanya cukup subur, tetapi sifat fisikanya kurang baik sehingga drainase
dan aerasenya kurang baik

Daftar Rujukan
Badan Pusat Statistik. 2016. Statistik Karet Indonesia 2016. Jakarta : Badan Pusat
Statistik.
Budiman, H. 2012. Budidaya Karet Unggul. Pustaka Baru Press, Yogyakarta.
Cahyono, B. 2010. Cara Sukses Berkebun Karet. Cetakan Pertama. Jakarta :
Pustaka Mina.
Hariyadi, I., & Setjamidjaja, I. D. Sejarah, Sifat-sifat Botani, Aspek-aspek Ekonomi
dan Persyaratan Tumbuh Tanaman Karet.
Purwanta, H.J. 2008. Teknologi Budidaya Karet. Balai Besar Pengkajian dan
Pengembangan Teknologi Pertanian, Badan Litbang Pertanian.
Setiawan, H.D dan Andoko, A. 2005. Petunjuk Lengkap Budi daya Karet. PT
Agromedia Pustaka. Solo.
Siregar, T dan Suhendry,I. 2013. Budidaya dan Teknologi Karet. Penebar Swadaya.
Jakarta

You might also like