You are on page 1of 49

MAMMOGRAPHY

Anatomi dan Fisiologi Payudara adalah pelengkap organ reproduksi pada wanita dan berfungsi untuk
mengeluarkan air susu. Organ ini merupakan modifikasi kelenjar keringat yang berkembang menjadi
susunan kompleks pada wanita, tetapi rudimeter pada pria, berasal dari penebalan epidermis. Payudara
berbentuk seperti setengah bulatan yang agak gepeng. Payudara terletak dalam fasia superfisialis di
daerah antara sternum dan axial, melebar dari iga kedua sampai iga ketujuh. Bagian tengah terdapat
putting susu yang dikelilingi areola mammae yang berwarna coklat. Dekat dasar putting susu terdapat
kelenjar montgomeri yang mengeluarkan zat lemak supaya putting tetap lemas. Putting mempunyai
lubang kurang lebih 15 sampai 20 tempat saluran air susu. A. Struktur payudara, meliputi : 1) Puting
susu Merupakan bagian tengah pada payudara. Putting susu terdiri dari jaringan yang dapat
menampung darah menjadi keras dan menegang. Air susu yang mengering juga dapat menimbulkan
kerak dan dapat merangsang kulit dan menimbulkan eczema. Kerusakan putting susu dapat
menimbulkan peradangan sehingga harus dijaga kebersihannya. 2) Areola Adalah daerah yang
berwarna cokelat atau merah muda di sekitar putting susu. Perubahan warna areola dapat menentukan
kemungkinan kehamilan tua dan perubahan-perubahan yang dipengaruhi hormon. 3) Kolostrum
Merupakan cairan kental yang berwarna kekuning-kuningan dan mengandung gizi serta antibodi.
Terdapat dalam payudara pada saat dua hari pertama nifas dan hamil. Selain itu kolostrum juga banyak
mengandung protein dan garam. 4) Air susu ekstra Setelah menyusui, payudara harus segera
dikosongkan dengan cara memijat untuk mengeluarkan air susu yang masih tertinggal. Hal ini
dikarenakan air susu yang tertinggal mengakibatkan penyumbatan duktus laktiferus. 5) Jaringan-
jaringan Terdapat banyak jaringan pada payudara antara lain jaringan payudara, jaringan ikat, dan
jaringan lemak. Pada radiograf jaringan lemak akan memberi gambaran opaq. Payudara terdiri atas
bahan-bahan kelenjar susu (kelenjar alveolar) tersusun atas lobus-lobus yang saling terpisah oleh
jaringan ikat dan jaringan lemak, setiap lobus bermuara ke dalam duktus laktiferus (saluran air susu).
Saluran limfe sebagai fleksus halus dalam ruang interlobular jaringan kelenjar bergabung mermbentuk
saluran lebih besar. Pada perempuan perubahan dan perkembangan buah dada terjadi setelah masa
remaja atau pubertas terdapat penambahan jaringan kelenjar. Seorang wanita mulai menstruasi
pertama terjadi sedikit perbesaran payudara disebabkan pengaruh hormon estrogen dan progresteron
yang dihasilkan oleh ovarium, lama kelamaan payudara berkembang penuh dan penimbunan lemak
menimbulkan pembesaran yang tetap. Pada masa menopause lama kelamaan ovarium berhenti
berfungsi dan jaringan payudara mengerut. Gambar 1. Anatomi Mammae B. Hal-hal fisiologis yang
mempengaruhi payudara yaitu : 1) Pertumbuhan dan involusi berhubungan dengan usia. Ø
Menjelang menarche, pertumbuhan berambah dengan terbentuknya percabangan duktus proliferasi
stroma di antara duktus. Ø Pada pubertas terjadi pertambahan stroma dan duktus stroma dan duktus
terminal yang kecil tumbuh menjadi alveolus-alvolus. Ø Pada saat menopouse payudara mengecil
kurang padat. Terjadi pengurangan jumlah dan besarnya lobulus serta tampak pertambahan jaringan
elastis. 2) Perubahan berhubungan dengan siklus haid. Ø Pada saat proliferasi setelah haid, pengaruh
estrogen meningkat mengakibatkan prolifersi duktus dan epitel alveolus, duktus melebar dan
hipertrofik. Ø Pada masa setelah ovulasi akibat pengaruh progesteron, stroma menjadi sembab dan
bertambah selnya. Ø Pada masa haid, akibat kadar estrogen dan progesterone yang menurun terjadi
kerusakan sel epitel, atrofi jaringan ikat, edema jaringan interstisium menghilang, pengecilan duktus dan
kelenjar. 3) Perubahan karena kehamilan dan laktasi. Pada masa kehamilan dan laktasi, tampak
perubahan pada payudara. Payudara akan menjadi penuh dan padat. Hal ini dikarenakan ukuran dan
jumlah lobulus bertambah. Hal-hal fisiologis tersebut dipengaruhi oleh hormon ovarium dan hipofisis.
Pada wanita terdapat Releasing Factor (RF) yang dikeluarkan dari hipotalamus ke hipofisis yang
merangsang pengeluaran Follicle Stimulating Hormon (FSH) dan Lutenising Hormon (LH), keduanya
dikeluarkan dari hipofisis anterior. Selain kedua hormon tersebut, estrogen mempunyai pengaruh
terhadap endometrium yang telah berpoliferasi dan menyebabkan kelenjar yang berlekuk-lekuk dan
bersekresi. C. Berikut adalah tahap-tahap perkembangan payudara yaitu : 1) Adolescent Bentuk dan
ukuran payudara ini terdapat pada anak-anak dan remaja (8 –18 tahun), beberapa jaringan belum
berkembang. 2) Prepregnancy Terdapat pada orang yang belum atau dalam masa hamil, lobus dan
kelenjar-kelenjar sudah berkembang dengan tujuan mepersiapkan masa menyusui. 3) Reproductive
Terjadi pada masa setelah atau tidak sedang menyusui tetapi belum menopouse. Keadaan lobus
menggumpal, terjadi pada umur 20 – 50 tahun. 4) Menopouse Keadaan lobus-lobus yang menyatu,
terjadi pada masa reproduksi akhir. 5) Senescent Terjadi pada masa tua atau tidak ada lagi kelenjar-
kelenjar susu yang berkembang. Gambar 2. Tahap-tahap perkembangan Mammae D. Pengeluaran air
susu (laktasi) terbagi menjadi 2 tahap yaitu : 1) Sekresi air susu Pada kehamilan minggu ke-16 mulai
terjadi sekresi cairan bening dalam saluran kelenjar payudara, disebut kolostrum. Setelah bayi lahir
pengeluaran kolostrum air susu dirangsang oleh hormo prolaktin. 2) Pengeluaran air susu Air susu
mendapat rangsangan dari bayi supaya keluar secara normal tergantung hisapan bayi, mekanisme dalam
payudara yang berkontraksi memeras air susu keluar dari alveoli masuk dalam air susu. Patologi A.
Kelainan congenital 1) Polymastia (jumlah yang berlebih) Akibat dari penebalan epidermis yang
persisten pada tempat lain sepanjang garis susu (milk line), maka dapat ditemukan payudara yang lebih
dari sepasang, atau putting susu yang lebih dari sepasang. 2) Accessorius, supernumerary (jaringan
payudara tambahan) Kelainan berupa jaringan payudara yang menonjol dari asalnya menuju ke garis
depan axilla, dapat juga sampai ketiak. Dapat mengalami dysplasi, namun berbeda dengan metastasis
tumor payudara pada kelenjar limfe. 3) Infersi konginetal puting susu Kelainan ini banyak ditemukan
pada wanita yang memiliki payudara besar dan menggantung. Penyebabnya dapat dikarenakan duktus
tidak dapat mengikuti pertumbuhan payudara, namun dapat hilang waktu hamil. Kelainan ini perlu
diketahui untuk membedakan dengan refraksi akibat radang atau karsinoma. B. Radang Radang pada
payudara biasanya jarang dijumpai, biasanya terjadi pada masa laktasi. 1) Mastitis akut dan abses
payudara Mastitis akut sering ditemukan pada masa laktasi. Pada permulaan masa lakasi sering terjadi
fisura pada puting susu yang kadang-kadang didahului aczema atau penyakit kulit lain dan sering terjadi
infeksi bakteri. Infeksi tersebut biasanya unilateral, dapat berupa abses yang soliter atau multiple. Bila
sembuh timbul jaringan perut yang mengakibatkan retraksi kulit atau putting susu. Jarang mengenai
daerah yang luas atau duktus ekskretorius sehingga kemudian hampir tidak pernah menimbulkan
kesukaran menyusui. 2) Ektasi duktus payudara (comedomastistis, plasmacell mastitis). Terjadi akibat
penyumbatan sekret dalam duktus sehingga terjadi radang infraduktus dan periduktus. Kelainan ini
perlu diketahui karena mengakibatkan nyeri, teraba suatu tumor dan mengakibatkan refraksi kulit atau
putting susu yang perlu dibedakan dengan karsinoma. C. Nekrosis lemak Merupakan kelainan yang
ditemukan sebagai lesi yang berbatas tegas, yaitu nekrosis fokal pada jaringan lemak payudara yang
diikuti reaksii radang. Penyebab nekrosis lemak ialah trauma. D. Tumor Tumor merupakan kelainan
terpenting karena tumor payudara menduduki tempat pertama di antara tumor-tumor ganas. Angka
kematian tertinggi juga disebabkan oleh karsinoma payudara. 1) Karsinoma payudara Disebabkan oleh
beberapa factor antara lain virus (air susu), keturunan, hiperestrinisme, dan trauma. 2) Fibroadenoma
Fibroadenoma adalah benjolan padat yang kecil dan jinak pada payudara terdiri dari jaringan kelenjar
dan fibrosa. Merupakan tumor jinak yang ditemukan pada masa reproduksi sebelum 30 tahun dan
merupakan pertumbuhan yang meliputi kelanjar dan stroma jaringan ikat. 3) Papiloma dan karsinoma
papiler Tampak pertumbuhan papiler dalam duktus atau duktus yang melebar kistik. Apabila berubah
manjadi ganas, epitel menjadi atipik, bertumpuk-tumpuk dan tampak infasi menembus membrana
basalis kedalam stroma, disebut karsinoma papiler. 4) Colloid atau mucoid carcinoma (karsinoma
berlendir) Merupakan jenis karsinoma yang jarang ditemukan dan tumbuh perlahan-lahan. Perabaan
agak lunak dan berbatas jelas, bagian tengah tumor biasanya mengalami pencairan dan pendarahan. 5)
Karsinoma infraduktus Berasal dari duktus, tepatnya di dalam membrana basalis duktus. Duktus dapat
melebar dan berisi secret dan jaringan nekrotik yang mengering seperti keju. 6) Giant fibroadenoma
(cystosarcoma phylloides) Yaitu fibroadenoma yang cepat tumbuh dan menjadi besar sehingga timbul
nekrosis pada kulit, serta anaplasi pada stroma. 7) Medullary carcinoma Membentuk massa tumor
yang lunak, bergaris tengah 5-10 cm. Tidak ditemukan jaringan ikat yang jelas. 8) Penyakit paget
Merupakan karsinomsa intraduktus pada saluran ekskresi utama yang menyebar ke kulit putting susu
dan areola, sehingga terjadi kelainan menyerupai eczema. E. Galactocele Ialah dilatasi kistik duktus
yang terjadi selama laktasi. Biasanya yang terkena ialah sebuah duktus dan menimbulkan kista. Pada
masa akut, kista tersebut nyeri tekan dan bila dikeluarkan terdiri atas sebuah kista berisi seperti susu,
dilapisi oleh epitel duktus yang menipis. Bila didiamkan maka kista menjadi lebih keras dan berisi zat
seperti keju. F. Ketidakseimbangan endokrin Kelainan yang paling sering ditemukan meliputi separuh
dari semua operasi payudara disebabkan perubahan siklus payudara melebihi yang normal terjadi pada
siklus haid. Dikenal dengan hiperplasi kistis (mammary dysplasia, fibrocystis disease) Gambaran penting
yang ditemukan yaitu: 1) Fibrosis (mazoplasia) Tampak pertumbuhan stroma yang berlebihan tanpa
hiperplasi epitel. 2) Kelainan kistik (boodgood’s disease, schimmel busch’s disease, blue dome cyst)
Merupakan jenis mammary dysplasia dengan ciri-ciri hiperplasia epitel dan stroma serta pembentukan
kista. Kista mempunyai sifat yang berbeda. Sering terjadi kista menghilang atau berubah ukurannya.
Pada umumya kista tersebut mudah bergerak, mirip fibroadenoma. Bentuknya bulat dan berbatas tegas.
3) Adenosis (hiperplasi duktus, papillomatosis duktus, sclerosing adenosis, adenomatosis) Sering
ditemukan pada usia 35-45 tahun, lebih dominasi dari pada hiperplasi epitel, juga ditemukan fibrosis
dan kelainan kistik. MAMMOGRAFI A. Pengertian Mammografi Mammografi merupakan pemeriksaan
radiografi untuk memperlihatkan struktur anatomis mammae dengan film khusus baik dengan
menggunakan media kontras atau tidak. B. Pesawat Mammografi Pemeriksaan mammografi
memerlukan seperangkat pesawat sinar-X yang mempunyai komponen khusus. Hal ini dikarenakan
organ yang diperiksa mempunyai struktur yang khusus berupa soft tissue atau jaringan lunak. Adapun
bagian-bagian pesawat mammografi adalah sebagai berikut: : 1) Kapasitas pesawat Pesawat
mammografi yang digunakan mempunyaii kapasitas tegangan tabung rendah ( 25 –35 kvp ) dan mAs
yang tinggi. Jenis-jenis mAs total pada pesawat mammografi adalah sebagai berikut: ØLow speed film (
2000 mAs ) Ø Intermediate non screen film ( 500 mAs ) Ø Convensional non screen film (200 mAs ).
Penggunaan factor eksposi berupa kV rendah diikuti dengan peningkatan mAs, dimaksudkan untuk
mendapatkan kontras yang tinggi dalam radiograf . 2) Ukuran focal spot Ukuran focal spot dari
pesawat mammografi antara 0,1 sampai 0,6 mm. Ukuran focal spot kecil diperlukan untuk mendapatkan
ketajaman yang baik dari organ. Pesawat mammografi biasanya dibuat sistem anoda putar dan bahan
dari tungsten atau molybdenum untuk memungkinkan penggunaan fokus kecil pada pembebanan arus
tabung. 3) Pembatas sinar Pembatas sinar pada pesawat mammografi berupa conus yang dapat
diganti-ganti sesuai dengan besarnya ukuran payudara. 4) Filter Filter pada pesawat mammografi
dimaksudkan untuk mendapatkan kualitas berkas yang sesuai dengan keperluan, sehingga sinar-X yang
mempunyai panjang gelombang tinggi akan diserap oleh filter. Filter yang digunakan adalah
molybdenum dengan ketebalan 0,03 sampai 0,5 mm Al. 5) Alat kompresi Alat kompresi pada pesawat
mammografi berfuingsi untuk menghilangkan kerutan–kerutan pada kulit, menahan bagian payudara
agar tidak bergerak, dan untuk mendapatkan penampang payudara yang lebih luas. Alat ini dibuat dari
bahan yang intensitasnya homogen sehingga tidak memberikan bayangan yang menganggu gambaran.
6) Grid Grid berfungsi untuk mengurangi sinar hambur diantara obyek dan film. Pesawat mammografi
biasanya menggunakan grid dengan ratio 3,5 : 1. Grid yang digunakan yaitu grid yang bergerak dan
pergerakannya sudah diatur oleh pesawat. 7) Film Film yang digunakan dalam mammografi biasanya
non screen dengan emulsi tunggal (single emulsi) tanpa lembaran penguat, diletakkan dalam suatu
amplop. Film ini berukuran 15 x 20 cm. Gambar . Pesawat mammografi Gambar .Bagian-bagian
pesawat mamografi C. Teknik kV rendah Merupakan pemeriksaan radiografi dengan menggunakan
tegangan tabung (kV) rendah (45 – 50 kV). Teknik ini bertujuan sebagai berikut : Ø Perbedaan kontras
jaringan lunak besar. Ø Kalsifikasi yang ada pada jaringan lunak, tendon dan arteri. Ø Invaginasi
penyakit yang berasal jaringan lunak yang menuju tulang atau sebaliknya. Penggunaan teknik kV rendah
yaitu : Ø Melihat jaringan lunak. Ø Mengetahui korpus alienum non opak. Ø Melihat pus atau nanah. Ø
Melihat ada tidaknya robekan ligamentum. Ø Melihat adanya kalsifikasi. D. Indikasi Mammografi
Tujuan klinik dari pemeriksaan mammografi secara umum adalah mendeteksi secara dini adanya
kelainan pada payudara. Pemeriksaan mammografi dilakukan apabila : Ø Screening test, pemeriksaan
penyaring terutama pada wanita yang berumur di atas 35 tahun. Ø Tiap kelainan benjolan pada
payudara kemungkinan dapat dibedakan ganas atau tidak. Ø Keluhan rasa tidak enak. Ø Keluhan
kelenjar getah bening axial. Ø Mempunyai riwayat keganasan. Ø Pada pasien-pasien pasca operasi
(mastektomi) payudara yang kemungkinan kambuh atau keganasan. Ø Diagnosa klinik Paget Disease of
The Nipple. E. Persiapan 1) Persiapan pasien Pada pemeriksaan mammografi tidak ada persiapan
pasien secara khusus. Persiapan yang diperlukan oleh radiografer antara lain : Ø Informasi yang jelas
tentang pelaksanaan pemeriksaan Ø Komunikasi yang baik Ø Melepas pakaian Ø Menjauhi benda opaq
pada daerah mammae 2) Persiapan alat dan bahan Ø Mammografi unit, mempunyai bagian-bagian
meliputi : · Anoda Mo · Kaset khusus · Ada conus · Filter Al Ø Film khusus
mammografi, mempunyai karakteristik : · Non screen · High definition Ø Baju pasien Ø Media
kontras (bila diperlukan) Ø Processing film F. Teknik Radiografi Mammografi 1) Proyeksi Supero
Inferior (Cranio Caudal) Untuk memperlihatkan struktur jaringan payudara dengan jelas dilihat dari
pandangan superior inferior. Posisi pasien : Duduk di atas kursi atau dapat juga berdiri Posisi obyek :
- Mammae diletakkan di atas kaset. - Film diatur horizontal - Tangan sebelah mammae yang difoto
manekan kaset ke arah dalam (posterior), tangan lain di belakang tubuh. - Sebaiknya dengan sistem
kompresi (mengurangi ketebalan mammae agar rata dan tipis) - Kepala menoreh ke arah yang
berlawanan Arah sinar : Vertical tegak lurus film Titik bidik : Pertengahan mammae FFD
: 35-40 cm Gambar. Posisi objek proyeksi cranio caudal Gambar 6. Hasil dan criteria
radiograf proyeksi cranio caudal 2) Proyeksi Medio Lateral Bertujuan memperlihatkan jaringan
payudara terutama daerah lateral. Posisi pasien : - Tidur atau berdiri miring, sedikit obliq ke
posterior. - Bagian mammae yang difoto terletak didekat kaset.
Posisi obyek : - Mammae diletakkan di atas kaset dengan posisi horizontal. -
Lengan posisi yang difoto diletakkan di atas sebagai ganjal kepala. - Lengan lain menarik mammae yang
tidak difoto ke arah medio lateral agar tidak superposisi dengan lobus lain. Arah sinar : Tegak
lurus mammae arah medio lateral Titik bidik : Pertengahan mammae FFD : Sedekat
mungkin (konuc menempel mammae), bila perlu kontak. (gambar proyeksi medio lateral) Gambar.
Posisi objek proyeksi medio lateral Gambar. Hasil dan criteria radiograf proyeksi medio lateral 3)
Proyeksi Latero Medial Bertujuan untuk memperlihatkan struktur payudara dengan jelas terutama pada
daerah medial. Posisi pasien : Berdiri atau duduk menghadap meja pemeriksaan Posisi obyek : -
Kedua tangan menyilang di atas penyangga kaset - Kaset ditempatkan merapat
dengan dinding dada pada tepi medial obyek yang diperiksa. - Dilakukan kompresi - Bidang vertical
payudara yang diperiksa sejajar dengan dinding dada. Arah sinar : Horisontal tegak lurus bidang
vertical payudara dan bidang kaset. Titik bidik : Menembus axis payudara yang berbatasan dengan
dinding dada. FFD : 14 - 20 inchi (35 - 50 cm) Ekposi pada saat tahan napas dan diam. Gambar.
Posisi pasien proyeksi latero medial 4) Proyeksi Axila Bertujuan untuk melihat penyebaran tumor di
bagian kelenjar axial. Posisi pasien : Berdiri dari posisi AP tubuh yang tidak difoto dirotasikan anterior
150-300 sehingga sedikit oblik. Posisi obyek : - Obyek diatur di tengah film - Film vertical pada tepi
posterior - Batas atas film yaitu iga 11-12 - Lengan sisi yang difoto diangkat ke atas dan fleksi denagn
tangan di belakang kepala, lengan yang tidak difoto diletakkan di samping tubuh. Arah sinar :
Horizontal tegak lurus film Titik bidik : 5 cm di bawah axila FFD : 35 – 50 cm Gambar.
Posisi pasien proyeksi axila 5) Proyeksi Obliq Memperlihatkan struktrur payudara dari pandangan
medio lateral. Posisi pasien : Duduk atau berdiri menghadap pesawat. Posisi obyek : - Payudara yang
diperiksa ditarik ke depan dan diletakkan di atas kaset. - Kaset membentuk sudut
450 dari horizontal, terletak pada tepi lateral bawah dari payudara yang diperiksa. - Dilakukan
kompresi. - Bidang tranversal payudara sejajar dengan Proyeksi Axila kaset. Arah sinar : 450 medio
lateral tegak lurus kaset. Titik bidik : Menembus axis payudara yang berbatasan dengan dinding
dada. FFD : 35 – 50 cm Gambar. Posisi pasien proyeksi oblik Gambar. Hasil dan kriteria
radiograf proyeksi oblik G. Kriteria Radiograf 1) Proyeksi Cranio Caudal Ø Tampak semua jaringan
payudara termasuk pada bagian sentral, subareola, dan bagian tengah dari payudara ( terkadang otot –
otot dada masuk dalam gambaran. Ø Posterior nipple line ( PNL ) dengan ukuran 1cm dari MLO ( medial
lateral oblik ). 2) Proyeksi Medio Lateral Tampak jaringan payudara dari arah lateral masuk daerah
axilla dan otot-otot dada. 3) Proyeksi Latero Medial Tampak jaringan payudara dari arah lateral masuk
daerah axilla dan otot-otot dada. 4) Proyeksi Axial Tampak jaringan payudara dibagian aksila. Tampak
otot-otot dada, central payudara dan jaringan subareola. 5) Proyeksi Oblik Ø Tampak jaringan
payudara dari otot–otot dada sampai nipple. Ø Tampak inframammary fold (IML) dan payudara tidak
boleh dalam keadan droop (kendor). H. Proteksi radiasi Tujuan dari proteksi radiasi pada pemeriksaan
mammografi antara lain : Ø Menghindari dosis yang diterima pasien melampaui batas yang diijinkan. Ø
Menghindari kerusakan organ tubuh lain yang peka terhadap radiasi. Macam-macam tindakan proteksi
radiasi pada pemeriksaan mammografi meliputi : Ø Dilakukan hanya bila ada perintah dari dokter. Ø
Luas lapangan pemeriksaan seminimal mungkin. Ø Bekerja seteliti mungkin dan mempergunakan
efisiensi waktu dengan baik. Prosedur Pemeriksaan A. Tujuan Pemeriksaan Adapun tujuan dari
pemeriksaan mammae ini adalah untuk melihat kelainan pada payudara bagian kiri yang
diidentifikasikan sebagai gejala yang mengarah ke penyakit fibrocystic. B. Persiapan Pemeriksaan 1)
Persiapan Pasien Persiapan yang diperlukan oleh radiografer pada pemeriksaan mammografi dengan
kasus fobrocystic yaitu : Ø Memberikan informasi tentang tata pelaksanaan pemeriksaan kepada pasien
terlebih dahulu sebelum pemeriksaan dimulai. Ø Memberi tahu pada pasien supaya melepas pakaian
dan berganti dengan baju pasien. Ø Meminta pasien supaya bersedia melepas perhiasan di sekitar
payudara. Ø Komunikasi yang baik antara radiografer dengan pasien selama pemeriksaan berlangsung.
2) Persiapan Alat Beberapa alat yang perlu disiapkan dalam pemeriksaan mammogrtafi ini adalah : Ø
Mammografi unit Ø Film khusus mammografi. Ø Baju pasien Ø Processing film Pada pemeriksaan ini
tidak menggunakan media kontras karena termasuk pemotretan biasa dan sudah memberikan diagnosa
yang cukup meski tanpa media kontras. C. Teknik Pemotretan Pemeriksaan mammografi pada kasus
Fibrocystic, menggunakan teknik pemotretan sebagai berikut : 1) Proyeksi Supero Inferior (Cranio
Caudal) perbandingan dex sin. Untuk memperlihatkan struktur jaringan payudara dengan jelas dilihat
dari pandangan superior inferior. Posisi pasien : Duduk di atas kursi atau dapat juga berdiri Posisi
obyek : - Mammae diletakkan di atas kaset - Film diatur horizontal - Tangan sebelah mammae yang
difoto manekan kaset ke arah dalam (posterior), tangan lain di belakang tubuh. - Sebaiknya dengan
sistem kompresi (mengurangi ketebalan mammae agar rata dan tipis) - Kepala menoreh ke arah yang
berlawanan Arah sinar : Vertical tegak lurus film Titik bidik : Pertengahan mammae FFD
: 35-40 cm 2) Proyeksi Lateral (Medio Lateral) perbandingan dex sin. Bertujuan memperlihatkan
jaringan payudara terutama daerah lateral. Posisi pasien : - Tidur atau berdiri miring, sedikit obliq ke
posterior. - Bagian mammae yang difoto terletak di dekat
kaset. Posisi obyek : - Mammae diletakkan di atas kaset dengan posisi
horizontal. - Lengan posisi yang difoto diletakkan di atas sebagai ganjal kepala. - Lengan lain menarik
mammae yang tidak difoto ke arah medio lateral agar tidak superposisi dengan lobus lain. Arah sinar
: Tegak lurus mammae arah medio lateral Titik bidik : Pertengahan mammae FFD :
Sedekat mungkin (konus menempel mammae), bila perlu kontak. Ballinger, P. W., 2000, Merril’s Atlas of
Radiographic Position and Radiologic Procedures, Eigth Edition, Volume Two, C. V. Mosby Company, St.
Louis. Bontrager, Kenneth L, 2001, Text Book of Radiograpjic Positioning and Related Anatomy, Fifth
Edition, The masby, United Stated of America Evelyn, C. P.,1989, Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis,
PT. Gramedia, Jakarta. Pearce, E.C., 1995, Anatomi dan Fisiologi Paramedis, PT Gramedia Pustaka Utama
, Jakarta http :// www.google.com/ www.konsultasikesehatan.com

Make Google view image button visible again: https://goo.gl/DYGbub


Mammografi Sebagai Pendeteksi Kanker Payudara

19.54 Wahid

Setelah kita membahas pesawat sinar-X dan MRI, kini akan kita bahas lagi mengenai suatu alat yang
tidak kalah pentingnya pada dunia medis. Alat itu adalah Mammograf / Mammogram. Sementara
prosesnya adalah Mammografi. Untuk lebih jelasnya langsung aja kita bahas.

Apa itu Mammografi ?

Mammografi merupakan suatu tes yang aman untuk melihat adanya masalah pada payudara
perempuan. Tes ini menggunakan mesin khusus dengan sinar X dosis rendah untuk mengambil gambar
kedua payudara. Hasilnya direkam dalam suatu film sinar X atau langsung menuju komputer untuk
dilihat oleh seorang ahli radiologi. Mammogram memungkinkan dokter untuk melihat dengan lebih jelas
benjolan pada payudara dan perubahan di jaringan payudara. Mammogram dapat menunjukkan
benjolan kecil atau pertumbuhan yang tak teraba baik oleh dokter atau perempuan itu sendiri ketika
melakukan pemeriksaan payudara. Mammografi adalah alat skrining terbaik yang dimiliki dokter untuk
menemukan kanker payudara. Jika suatu benjolan ditemukan, maka dokter Anda akan melakukan tes-
tes lainnya seperti USG atau biopsi, yaitu suatu tes untuk mengambil sejumlah kecil jaringan dari
benjolan dan daerah sekitar benjolan. Jaringan tersebut dikirim ke laboratorium untuk dicari adanya
kanker atau perubahan-perubahan yang dapat menunjukkan bahwa terdapat adanya kanker. Benjolan
atau pertumbuhan di payudara dapat bersifat jinak (bukan kanker) atau ganas (kanker). Jika kanker
payudara ditemukan secara dini berarti perempuan tersebut memiliki kemungkinan bertahan (survival)
dari penyakit ini lebih baik. Selain itu lebih banyak pilihan terapi yang tersedia bila kanker payudara
ditemukan dini.

Mammografi adalah proses pemeriksaan payudara manusia menggunakan sinar-X dosis rendah
(umumnya berkisar 0,7 mSv). Mammografi digunakan untuk melihat beberapa tipe tumor dan kista, dan
telah terbukti dapat mengurangi mortalitas akibat kanker payudara. Selain mammografi, pemeriksaan
payudara sendiri dan pemeriksaan oleh dokter secara teratur merupakan cara yang efektif untuk
menjaga kesehatan payudara. Beberapa negara telah menyarankan mammografi rutin (1-5 tahun sekali)
bagi perempuan yang telah melewati paruh baya sebagai metode screening untuk mendiagnosa kanker
payudara sedini mungkin.

sumber : wikipedia
Sebagaimana penggunaan sinar-X lainnya, mammogram menggunakan radiasi ion untuk menghasilkan
gambar. Radiolog kemudian menganalisa gambar untuk menemukan adanya pertumbuhan yang
abnormal. Walaupun teknologi mammografi telah banyak mengalami kemajuan dan inovasi, ada
komunitas medis yang meragukan penggunaan mammografi karena tingkat kesalahan yang masih tinggi
dan karena radiasi yang digunakan dapat menimbulkan bahaya.

Diketahui bahwa sekitar 10% kasus kanker tidak terdeteksi dengan mammografi (missed cancer). Hal itu
disebabkan antara lain oleh jaringan normal yang lebih tebal disekitar kanker, atau menutupi jaringan
kanker sehingga jaringan kanker tidak terlihat.

Pada saat ini, mammografi masih menjadi standar terbaik untuk screening dini kanker payudara.
Ultrasound, Ductography, dan Magnetic Resonance merupakan beberapa teknik lain yang juga
digunakan untuk memperkuat hasil mammografi. Ductogram digunakan untuk mengevaluasi darah yang
keluar dari puting. Magnetic resonance imaging (MRI) digunakan untuk evaluasi lanjutan atau sebelum
operasi untuk melihat adanya daerah abnormal lainnya.

Mammograf

Apakah terdapat jenis mammogram yang berbeda-beda?

Skrining mammografi dilakukan untuk perempuan yang tidak mempunyai gejala-gejala kanker payudara.
Ketika usia Anda mencapai 40, Anda sebaiknya menjalani mammografi setiap satu atau dua tahun.

Mammogram diagnostik dilakukan ketika seorang perempuan memiliki gejala-gejala kanker payudara
atau terdapat benjolan di payudara. Mammogram ini memakan waktu lebih lama karena gambar
payudara yang diambil lebih banyak.

Mammogram digital mengambil gambaran elektronik payudara dan menyimpannya langsung di


komputer. Penelitian terbaru tidak menunjukkan bahwa gambaran digital lebih baik dalam menemukan
kanker daripada film sinar X.
Bagaimana mammografi dilakukan?

Pasien berdiri di depan mesin sinar X khusus. Orang yang mengambil foto rontgen, disebut teknisi
radiologi, meletakkan payudara Anda (satu per satu) di antara dua bidang plastik. Bidang ini kemudian
menekan payudara untuk meratakannya. Anda akan merasakan tekanan pada payudara selama
beberapa detik. Ini akan membuat merasa tidak nyaman. Anda mungkin merasa diperas atau dijepit.
Tetapi, semakin rata payudara Anda, makin baik gambarnya. Paling sering dua gambar diambil dari
masing-masing payudara, satu dari samping dan satu dari atas. Mammogram skrining memakan waktu
sekitar 15 menit dari awal sampai akhir.

Proses mammografi

Mengapa Mammografi diperlukan ?

Melalui pemeriksaan Mammografi, angka kematian karena kanker payudara dapat diturunkan sampai
dengan 30%. Dalam metode Mammografi, Sinar X yang dipancarkan sangat kecil, sehingga metode ini
relatif aman, dan pelaksanaannya relatif mudah.

Tanda tanda kanker payudara dan gejalanya :

1. Terdapat perubahan kulit payudara, menjadi berkerut seperti kulit jeruk.

2. Adanya benjolan pada payudara, baik yang disertai rasa nyeri maupun tidak.

3. Adanya cairan atau darah yang keluar dari puting payudara.

4. Adanya rasa tidak enak disekitar payudara.


Sebaiknya, wanita yang memiliki resiko tinggi menderita kanker payudara, dapat melakukan
pemeriksaan Mammografi.

Adapun, wanita yang beresiko tinggi terhadap kanker payudara, yaitu :

1. Wanita yang tidak menikah.

2. Wanita yang berumur 35 tahun keatas.

3. Wanita yang tidak mempunyai anak.

4. Wanita yang memiliki riwayat keluarga yang menderita kanker payudara.

5. Wanita yang melahirkan anak pertama pada usia diatas 30 tahun.

6. Wanita pada masa menopause.

Kiri : Normal, Kanan: Ada Kanker

Masalah apa yang bisa terjadi dengan mammogram?

Seperti halnya tes medis lainnya, mammogram memiliki keterbatasan, meliputi:

Mammografi merupakan bagian dari pemeriksaan payudara lengkap. Dokter Anda harus melakukan
pemeriksaan payudara. Jika mammogram menunjukkan sesuatu yang abnormal, dokter Anda akan
melakukan pemeriksaan lainnya.

“Negatif palsu” dapat terjadi. Artinya, semuanya terlihat normal tetapi sebenarnya terdapat kanker.
Negatif palsu jarang terjadi. Perempuan yang lebih muda lebih cenderung mendapatkan hasil
mammogram negatif palsu daripada perempuan yang lebih tua. Hal ini disebabkan jaringan payudara
lebih padat sehingga kanker lebih sulit terlihat.
“Positif palsu” dapat terjadi. Hal ini terjadi ketika hasil mammogram menunjukkan adanya kanker,
walaupun sebenarnya tidak ada. Positif palsu lebih sering terjadi pada perempuan yang lebih muda
daripada perempuan yang lebih tua.
ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imunitas tubuh manusia maupun hewan, merupakan
disiplin ilmu yang dalam perkembangannya berakar dari pencegahan dan pengobatan penyakit infeksi.
Sedangkan Serologi ialah ilmu yang mempelajari reaksi antigen antibody secara invitro. Pemeriksaan
serologik sering dilakukan sebagai upaya menegakkan diagnosis. Walaupun saat ini pemeriksaan
serologik tidak terbatas pada penyakit infeksi, namun untuk menunjang diagnosis penyakit infeksi
memang hal yang sering dilkukan. memungkinkan dilakukannya pengamatan secara in vitro terhadap
perubahan kompleks antigen-antibodi (Ag-Ab).

ELISA (Enzyme-linked immunosorbent assay) atau 'penetapan kadar imunosorben taut-enzim'


merupakan uji serologis yang umum digunakan di berbagai laboratorium imunologi. Uji ini memiliki
beberapa keunggulan seperti teknik pengerjaan yang relatif sederhana, ekonomis, dan memiliki
sensitivitas yang cukup tinggi. ELISA diperkenalkan pada tahun 1971 oleh Peter Perlmann dan Eva
Engvall untuk menganalisis adanya interaksi antigen dengan antibodi di dalam suatu sampel dengan
menggunakan enzim sebagai pelapor (reporter label).

Teknik ELISA pertama kali diperkenalkan pada tahun 1971 oleh Peter Perlmann dan Eva Engvall. Mereka
menggunakan teknik ELISA ini dalam bidang imunologi (ELISA konvensional) untuk menganalisis interaksi
antara antigen dan antibodi di dalam suatu sampel, dimana interaksi tersebut ditandai dengan
menggunakan suatu enzim yang berfungsi sebagai pelapor/ reporter/ signal. (ELISA) adalah suatu teknik
biokimia yang terutama digunakan dalam bidang imunologi untuk mendeteksi kehadiran antibodi atau
antigen dalam suatu sampel. ELISA telah digunakan sebagai alat diagnostik dalam bidang medis, patologi
tumbuhan, dan juga berbagai bidang industri. Penggunaan ELISA melibatkan setidaknya satu antibodi
dengan spesifitas yang lebih tinggi dibandingkan metode imun lainnya. Berdasarkan uraian diatas maka
penulis akan membahas tentang ELISA

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang ada maka rumusan masalah yang dibahas dalam makala ini adalah :

1.2.1 Apa itu ELISA?

1.2.2 Bagaimana Jenis-jenis ELISA ?

1.2.3 Bagaimana prinsip kerja dari metode ELISA ?


1.2.4 Bagaimana contoh cara kerja metode ELISA ?

1.2.5 Apa kelebihan dan kekurangan dari metode ELISA ?

1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah yang ada maka tujuan dari makalah ini adalah :

1.3.1 Untuk mengetahui pengertian ELISA.

1.3.2 Untuk mengetahui jenis-jenis ELISA.

1.3.3 Untuk mengetahui prinsip kerja dari metode ELISA.

1.3.4 Untuk mengetahui contoh cara kerja dari ELISA.

1.3.5 Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari ELISA.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay)

Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) adalah suatu teknik biokimia yang terutama digunakan
dalam bidang imunologi untuk mendeteksi kehadiran antibodi atau antigen dalam suatu sampel. ELISA
telah digunakan sebagai alat diagnostik dalam bidang medis, patologi tumbuhan, dan juga berbagai
bidang industri. Dalam pengertian sederhana, sejumlah antigen yang tidak dikenal ditempelkan pada
suatu permukaan, kemudian antibodi spesifik dicucikan pada permukaan tersebut, sehingga akan
berikatan dengan antigennya. Antibodi ini terikat dengan suatu enzim, dan pada tahap terakhir,
ditambahkan substansi yang dapat diubah oleh enzim menjadi sinyal yang dapat dideteksi. Dalam ELISA
fluoresensi, saat cahaya dengan panjang gelombang tertentu disinarkan pada suatu sampel, kompleks
antigen/antibodi akan berfluoresensi sehingga jumlah antigen pada sampel dapat disimpulkan
berdasarkan besarnya fluoresensi.

Penggunaan ELISA melibatkan setidaknya satu antibodi dengan spesifitas untuk antigen tertentu.
Sampel dengan jumlah antigen yang tidak diketahui diimobilisasi pada suatu permukaan solid (biasanya
berupa lempeng mikrotiter polistirene), baik yang non-spesifik (melalui penyerapan pada permukaan)
atau spesifik (melalui penangkapan oleh antibodi lain yang spesifik untuk antigen yang sama, disebut
‘sandwich’ ELISA). Setelah antigen diimobilisasi, antibodi pendeteksi ditambahkan, membentuk
kompleks dengan antigen. Antibodi pendeteksi dapat berikatan juga dengan enzim, atau dapat dideteksi
secara langsung oleh antibodi sekunder yang berikatan dengan enzim melalui biokonjugasi. Di antara
tiap tahap, plate harus dicuci dengan larutan deterjen lembut untuk membuang kelebihan protein atau
antibodi yang tidak terikat. Setelah tahap pencucian terakhir, dalam plate ditambahkan substrat
enzimatik untuk memproduksi sinyal yang visibel, yang menunjukkan kuantitas antigen dalam sampel.
Teknik ELISA yang lama menggunakan substrat kromogenik, meskipun metode-metode terbaru
mengembangkan substrat fluorogenik yang jauh lebih sensitif .

2.2 Jenis-Jenis Metode ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay)

Secara umum, teknik ELISA dibedakan menjadi dua jenis, yaitu teknik ELISA kompetitif yang
menggunakan konjugat antigen-enzim atau konjugat antibodi-enzim, dan teknik ELISA nonkompetitif
yang menggunakan dua antibodi (primer dan sekunder). Pada teknik ELISA nonkompetitif, antibody
kedua (sekunder) akan dikonjugasikan dengan enzim yang berfungsi sebagai signal. Teknik ELISA
nonkompetitif ini seringkali disebut sebagai teknik ELISA sandwich.

Dewasa ini, teknik ELISA telah berkembang menjadi berbagia macam jenis teknik. Perkembangan ini
didasari pada tujuan dari dilakukannya uji dengan teknik ELISA tersebut sehingga dapat diperoleh hasil
yang optimal. Berikut ini adalah beberapa macam teknik ELISA yang relatif sering digunakan, antara lain :
ELISA Direct, ELISA Indirect, ELISA Sandwich, dll.

1. ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay) DIRECT

Teknik ELISA ini merupakan teknik ELISA yang paling sederhana. Teknik ini seringkali digunakan untuk
mendeteksi dan mengukur konsentrasi antigen pada sampel ELISA direct menggunakan suatu antibody
spesifik (monoklonal) untuk mendetaksi keberadaan antigen yang diinginkan pada sampel yang diuji.
Pada ELISA direct, pertama microtiter diisi dengan sampel yang mengandung antigen yang diinginkan,
sehingga antigen tersebut dapat menempel pada bagian dinding-dinding lubang microtiter, kemudian
microtiter dibilas untuk membuang antigen yang tidak menempel pda dinding lubang microtiter. Lalu
antibodi yang telah ditautkan dengan enzim signal dimasukkan ke dalam lubang-lubang microtiter
sehingga dapat berinteraksi dengan antigen yang diinginkan, yang dilanjutkan dengan membilas
microtiter untuk membuang antibody tertaut enzim signl yang tidak berinteraksi dengan antigen. Lalu,
ke dalam lubang-lubang microtiter tersebut ditambahkan substrat yang dapat bereaksi dengan enzim
signal, sehingga enzim yang tertaut dengan antibodi yang telah berinteraksi dengan antigen yang
diinginkan akan berinteraksi dengan substrat dan menimbulkan signal dapat dideteksi. Pendeteksian
interaksi antara antibodi dengan antigen tersebut selanjutnya dapat dihitung dengan menggunakan
kolorimetri, chemiluminescent, atau fluorescent end-point.

ELISA direct memiliki beberapa kelemahan, antara lain :

a. Immunoreaktifitas antibodi kemungkinan akan berkurang akibat bertaut dengan enzim.


b. Penautan enzim signal ke setiap antibodi menghabiskan waktu dan mahal.

c. Tidak memiliki fleksibilitas dalam pemilihan tautan enzim (label) dari antibodi pada percobaan yang
berbeda.

d. Amplifikasi signal hanya sedikit.

e. Larutan yang mengandung antigen yang diinginkan harus dimurnikan sebelum digunakan untuk uji
ELISA direct.

Sedangkan kelebihan dari ELISA direct antara lain :

a. Metodologi yang cepat karena hanya menggunakan 1 jenis antibody.

b. Kemungkinan terjadinya kegagalan dalam uji ELISA akibat reaksi silang dengan antibody lain
(antibody sekunder) dapat diminimalisasi.

2. ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay) INDIRECT

ELISA Indirect ini pada dasarnya juga merupakan teknik ELISA yang paling sederhana, hanya saja dalam
teknik ELISA indirect yang dideteksi dan diukur konsentrasinya merupakan antibody. ELISA indirect
menggunakan suatu antigen spesifik (monoklonal) serta antibody sekunder spesifik tertaut enzim signal
untuk mendeteksi keberadaan antibody yang diinginkan pada sampel yang diuji.

Tahap umum yang digunakan dalam indirect ELISA untuk mendeterminasi konsentrasi antibodi dalam
serum adalah:

1. Suatu antigen yang sudah dikenal dan diketahui konsentrasinya ditempelkan pada permukaan
lubang plate mikrotiter. Antigen tersebut akan menempel pada permukaan plastik dengan cara adsorpsi.
Sampel dari konsentrasi antigen yang diketahui ini akan menetapkan kurva standar yang digunakan
untuk mengkalkulasi konsentrasi antigen dari suatu sampel yang akan diuji.

2. Suatu larutan pekat dari protein non-interacting, seperti bovine serum albumin (BSA) atau kasein,
ditambahkan dalam semua lubang plate mikrotiter. Tahap ini dikenal sebagai blocking, karena protein
serum memblok adsorpsi non-spesifik dari protein lain ke plate.

3. Lubang plate mikrotiter atau permukaan lain kemudian dilapisi dengan sampel serum dari antigen
yang tidak diketahui, dilarutkan dalam buffer yang sama dengan yang digunakan untuk antigen standar.
Karena imobilisasi antigen dalam tahap ini terjadi karena adsorpsi non-spesifik, maka konsentrasi
protein total harus sama dengan antigen standar.

4. Plate dicuci, dan antibodi pendeteksi yang spesifik untuk antigen yang diuji dimasukkan dalam
lubang. Antibodi ini hanya akan mengikat antigen terimobilisasi pada permukaan lubang, bukan pada
protein serum yang lain atau protein yang terbloking.
5. Antibodi sekunder, yang akan mengikat sembarang antibodi pendeteksi, ditambahkan dalam lubang.
Antibodi sekunder ini akan berkonjugasi menjadi enzim dengan substrat spesifik. Tahap ini bisa dilewati
jika antibodi pendeteksi berkonjugasi dengan enzim.

6. Plate dicuci untuk membuang kelebihan konjugat enzim-antibodi yang tidak terikat.

7. Dimasukkan substrat yang akan diubah oleh enzim untuk mendapatkan sinyal kromogenik/
fluorogenik/ elektrokimia.

8. Hasil dikuantifikasi dengan spektrofotometer, spektrofluorometer atau alat optik/ elektrokimia


lainnya.
(Gambar Mekanisme Indirect ELISA)

Enzim bertindak sebagai amplifier, bahkan jika hanya sedikit antibodi terikat enzim yang tetap terikat,
molekul enzim akan memproduksi berbagai molekul sinyal. Kerugian utama dari metode indirect ELISA
adalah metode imobilisasi antigennya non-spesifik, sehingga setiap protein pada sampel akan
menempel pada lubang plate mikrotiter, sehingga konsentrasi analit yang kecil dalam sampel harus
berkompetisi dengan protein serum lain saat pengikatan pada permukaan lubang.

ELISA indirect memiliki beberapa kelemahan, antara lain :

a. Membutuhkan waktu pengujian yang relative lebih lama daripada ELISA direct karena ELISA indirect
membutuhkan 2 kali waktu inkubasi yaitu pada saat terjadi interaksi antara antigen spesifik dengan
antibody yang dinginkan dan antara antibody yang diinginkan dengan antibody sekunder tertaut enzim
signal, sedangkan pada ELISA direct hanya membutuhkan 1 kali waktu inkubasi yaitu pada saat terjadi
interaksi antara antigen yang diinginkan dengan antibody spesifik tertaut enzim signal.

Sedangkan kelebihan dari ELISA indirect antara lain :

a. Terdapat berbagai macam variasi antibody sekunder yang terjual secar komersial di pasar.

b. Immunoreaktifitas dari antibody yang diinginkan (target) tidak terpengaruh oleh penautan enzim
signal ke antibody sekunder karena penautan dilakuka pada wadah berbeda.

c. Tingkat sensitivitas meningkat karena setiap antibody yag diinginkan memiliki beberapa epitop yang
bisa berinteraksi dengan antibody sekunder.

3. ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay) SANDWICH

Teknik ELISA jenis ini menggunakan antibody primer spesifik untuk menangkap antigen yang diinginkan
dan antibody sekunder tertaut enzim signal untuk mendeteksi keberadaan antigen yang diinginkan.
Pada dasarnya, prinsip kerja dari ELISA sandwich mirip dengan ELISA direct, hanya saja pada ELISA
sandwich, larutan antigen yang diinginkan tidak perlu dipurifikasi. Namun, karena antigen yang
diinginkan tersebut harus dapat berinteraksi dengan antibody primer spesifik dan antibody sekunder
spesifik tertaut enzim signal, maka teknik ELISA sandwich ini cenderung dikhususkan pada antigen
memiliki minimal 2 sisi antigenic (sisi interaksi dengan antibodi) atau antigen yang bersifat multivalent
seperti polisakarida atau protein. Pada ELISA sandwich, antibody primer seringkali disebut sebagai
antibody penangkap, sedangkan antibody sekunder seringkali disebut sebagai antibody penangkap,
sedagkan antibody sekunder seringkali disebut sebagai antibody deteksi.

Dalam pengaplikasiannya, ELISA sandwich lebih banyak dimanfaatkan untuk mendeteksi keberadaan
antigen multivalent yang kadarnya sangat rendah pada suatu larutan dengan tingkat kontaminasi tinggi.
Hal ini disebabkan ELISA sandwich memiliki tingkat sensitivitas tinggi terhadap antigen yang diinginkan
akibat keharusan dari antigen tersebut untuk berinteraksi dengan kedua antibody.

Tahapan dalam Sandwich ELISA adalah sebagai berikut:

1. Disiapkan permukaan untuk mengikatkan antibodi ‘penangkap’

2. Semua non spesifik binding sites pada permukaan diblokir

3. Sampel berisi antigen dimasukkan dalam plate

4. Plate dicuci untuk membuang kelebihan antigen yang tidak terikat

5. Antibodi primer ditambahkan, supaya berikatan secara spesifik dengan antigen

6. Antibodi sekunder yang berikatan dengan enzim dimasukkan, yang akan berikatan dengan antibodi
primer

7. Plate dicuci, sehingga konjugat antibodi-enzim yang tidak terikat dapat dibuang.

8. Ditambahkan reagen yang dapat diubah oleh enzim menjadi sinyal berwarna/ berfluoresensi/
elektrokimia

9. Diukur absorbansinya untuk menetukan kehadiran dan kuantitas dari antigen

Dalam ELISA sandwich, terdapat beberapa faktor yng mempengaruhi tingkat sensitivitas dari hasil
pengujian, antara lain :

· Banyak molekul antibody penangkap yang berhasil menempel pada dinding-dinding microtiter.

· Avinitas dari antibody penangkap dan antibody detector terhadap antigen sebenarnya, teknik
ELISA sandwich ini merupakan pengembangan dari teknik ELISA terdahulu, yaitu ELISA direct.
Kelebihan teknik ELISA sandwich ini pada dasarnya berada pada tingkat sensitivitasnya yang relatif lebih
tinggi karena antigen yang diinginkan harus dapat berinteraksi dengan dua jenis antibody, yaitu
antibody penangkap dan antibody detector, kemampuannya menguji sampel yang tidak murni, dan
mampu mengikat secara selektif antigen yang dikehendaki. Tanpa lapisan pertama antibodi penangkap,
semua jenis protein pada sampel (termasuk protein serum) dapat diserap secara kompetitif oleh
permukaan lempeng, menurunkan kuantitas antigen yang terimobilisasi.

Namun demikian, teknik ELISA sandwich ini juga memiliki kelemahan, yaitu teknik ini hanya dapat
diaplikasikan untuk medeteksi antigen yang bersifat multivalent serta sulitnya mencari dua jenis
antibody yang dapat berinteraksi antigen yang sama pada sisi antigenic yang berbeda (epitopnya harus
berbeda).

Prinsip kerja sandwich ELISA dapat dilihat pada skema berikut ini:
4. ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay) Biotin Sterptavidin (Jenis ELISA Modern)

Pada perkembangan selanjutnya, teknik ELISA sandwich ini juga dikembangkan untuk mendeteksi
antibody dengan tingkat sensitivitas relatif lebih tinggi. Teknik ini dikenal sebagai teknik ELISA
penangkap antibody, dimana prinsip kerjanya sama dengan ELISA sandwich, hanya saja yang digunakan
dalam teknik ini adalah antigen penangkap dan antigen detector (antigen bertaut enzim signal, bersifat
opsional apabila antibody yang diinginkan tidak bertaut dengan enzim signal).

Contoh dari aplikasi teknik ini adalah teknik ELISA untuk mendeteksi vitamin biotin yang bertaut dengan
suatu antibody avidin dengan mengubah antibody avidin menjadi antibody streptavidin, dimana satu
molekul streptavidin dapat mengikat empat molekul biotin (pengembangan dari ELISA indirect),
sehingga signal yang teramplifikasi menjadi semakin kuat akibat interaksi antara biotin dengan enzim
yang menjadi semakin banyak.

5. ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay) Multiplex

Teknik ELISA merupakan pengembangan teknik ELISA yang ditujukan untuk pengujian secara
simultan,sedangkan prinsip dasarnya mirip dengan teknik ELISA terdahulu.

6. ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay) COMPETITIVE

Teknik ELISA jenis ini juga merupakan pengembangan teknik ELISA terdahulu.Prinsip dasar dari teknik ini
adalah dengan menambahkan suatu competitor ke dalam lubang mikrotiter.Teknik ELISA kompetitif ini
dapat diaplikasikan untuk mendeteksi keberadaan antigen atau antibody.

Pada pendeteksian antigen, pertama mikrotiter diisi antibody spesifik yang dapat berinteraksi dengan
antigen yang diinginkan maupun antigen spesifik bertaut enzim signal, sehingga antibody spesifik
tersebut dapat menempel pada bagian dinding-dinding lubangmikrotiter. Lalu larutan yang mengandung
antigen spesifik yang telah ditautkan dengan enzim signal dan larutan sampel yang mengandung antigen
yang diinginkan dimasukkan ke dalam lubang-lubang mikrotiter sehingga terjadi kompetisi antara
antigen spesifik bertaut enzim signal dengan antigen yang diinginkan untuk dapat berinteraksi dengan
antibody spesifik yang dilanjutkan dengan membilas mikrotiter untuk membuang antigen spesifik
tertaut enzim signal atau antigen yang tidak berinteraksi dengan antibody spesifik.
Lalu kedalam lubang-lubang mikrotiter tersebut ditambahkan substrat yang dapat bereaksi dengan
enzim signal yang tertaut pada antigen spesifik, sehingga enzim yang tertaut dengan antigen yang telah
berinteraksi dengan antibody spesifik akan bereaksi dengan substrat dan menimbulkan signal yang
dapat dideteksi. Pada proses pendeteksian ini, pendeteksian positif ditandai oleh tidak adanya signak
yang ditimbulkan, yang berarti bahwa antigen yang diinginkan telah menang berkompetisi dengan
antigen spesifik tertaut enzim signal dan berinteraksi dengan antibody spesifik.

Sedangkan pada pendeteksian antibody, pertama mikrotiter diisi antigen spesifik yang dapat
berinteraksi dengan anti bodi yang diinginkan maupun antibody spesifik tertaut enzim signal, sehingga
antigen spesifik tersebut dapat menempel pada bagian dinding-dinding mikrotiter, kemudian mikrotiter
dibilas untuk membuang antigen spesifik yang tidak menempel pada dinding-dinding mikrotiter.

Lalu larutan yang mengandung antibody spesifik yang telah ditautkan dengan enzim signal dan larutan
sampel yang mengandung antibody yang diinginkan dimasukkan ke dalam lubang-lubang mikrotiter,
sehingga terjadi kompetisi antara antibody spesifik tertaut enzim signal dengan antibody yang
diinginkan untuk dapatberinteraksi dengan antigen spesifik, yang dilanjutkan dengan membilas
mikrotiter untuk membuang antibody spesifik tertaut enzim signal atau antibody yang tidak berinteraksi
dengan antigen spesifik.

Lalu, kedalam lubang-lubang mikrotiter tersebut ditambahkan substrat yang dapat bereaksi dengan
enzim signal yang tertaut pada antibody spesifik, sehingga enzim yang tertaut dengan antibody yang
telah berinteraksi dengan antigen spesifik akan bereaksi dengan substrat dan menimbulkan signal yang
dapat dideteksi. Pada proses pendeteksian ini, pendeteksian positif juga ditandai oleh tidak adanya
signal yang ditimbulkan, yang berarti antibody yang diinginkan telah menang berkompetisi dengan
antibody spesifik tertaut enzim signal dan berinteraksi dengan antigen spesifik.

Dalam ELISA kompetitif, semakin tinggi konsentrasi antigen orisinal, semakin lemah sinyal yang
dihasilkan. Prinsip kerjanya dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Kelebihan dari teknik ELISA kompetitif ini adalah tidak diperlukannya purifikasi terhadap larutan sampel
yang mengandung antibody atau antigen yang diinginkan, tapi hasil yang diperoleh tetap memiliki
tingkat sensitivitas tinggi akibat sifat spesitifitas dari antibody dan antigen.

Secara singkat tahapan kerja dalam metode ELISA dapat digambarkan sebagai berikut:
2.3 Prinsip Kerja ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay)

Prinsip dasar dari teknik ELISA ini secara simple dapat dijabarkan sebagai berikut :

Pertama antigen atau antibodi yang hendak diuji ditempelkan pada suatu permukaan yang berupa
microtiter. Penempelan tersebut dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu penempelan secara non
spesifik dengan adsorbs ke permukaan microtiter, dan penempelan secara spesifik dengan
menggunakan antibody atau antigen lain yang bersifat spesifik dengan antigen atau antibodi yang diuji
(cara ini digunakan pada teknik ELISA sandwich). Selanjutnya antibodi atau antigen spesifik yang telah
ditautkan dengan suatu enzim signal (disesuaikan dengan sampel => bila sampel berupa antigen, maka
digunakan antibodi spesifik , sedangkan bila sampel berupa antibodi, maka digunakan antigen spesifik)
dicampurkan ke atas permukaan tersebut, sehingga dapat terjadi interaksi antara antibodi dengan
antigen yang bersesuaian. Kemudian ke atas permukaan tersebut dicampurkan suatau substrat yang
dapat bereaksi dengan enzim signal. Pada saat substrat tersebut dicampurkan ke permukaan, enzim
yang bertaut dengan antibodi atau antigen spesifik yang berinteraksi dengan antibodi atau antigen
sampel akan bereaksi dengan substrat dan menimbulkan suatu signal yang dapat dideteksi. Pada ELISA
flourescense misalnya, enzim yang tertaut dengan antibodi atau antigen spesifik akan bereaksi dengan
substrat dan menimbulkan signal yang berupa pendaran flourescense.

2.4 Contoh Cara Kerja ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay)

Berikut ini adalah contoh langkah kerja beberapa macam teknik ELISA, yaitu:

a. Pendeteksian antibody dengan ELISA indirect:

1. Melapisi mikrotiter plate dengan antigen yang sudah dimurnikan dengan membiarkan larutan berisi
antigen menempel pada dinding/ permukaan selama 30-60 menit.

2. Membilas antigen yang tidak terikat dengan buffer.


3. Melapisi sisi-sisi tertentuyang mungkin tidak spesifik dilekati oleh antigen dengan protein yang tidak
berhubungan/ tidak spesifik (seperti larutan susu bubuk).

4. Membilas protein yang tidak melekat.

5. Menambahkan sampel serum yang akan dideteksi antibodinya dan membiarkan antibody spesifik
untuk berikatan dengan antigen.

6. Membilas antibody yang tidak terikat.

7. Menambahkan anti-Ig yang akan berikatan pada daerah Fc pada antibody yang spesifik (sebagai
contoh, anti-rantai gamma manusia yang berikatan dengan IgG manusia). Daerah Fc pada anti-Ig akan
berikatan secara kovalen dengan enzim.

8. Membilas kompleks antibody-enzim yang tidak terikat.

9. Menambahkan substrat chromogenic: substrat yang tidak berwarna yang terikat ke enzim akan
dikonversi menjadi produk.

10. Inkubasi sampai muncul warna, dan

11. Ukur dengan spectrometer. Jka semakin pekat warna yang dideteksi, maka makin besar kadar
antibody spesifik dalam sampel.

b. Pendeteksian antigen dengan ELISA sandwich:

1. Melapisi mikrotiter plate dengan antibodi yang sudah dimurnikandimurnikan dengan membiarkan
larutan berisi antigen menempel pada dinding/ permukaan selama 30-60 menit.

2. Membilas antibodi yang tidak terikat dengan buffer.

3. Melapisi sisi-sisi tertentuyang mungkin tidak spesifik dilekati oleh antigen dengan protein yang tidak
berhubungan/ tidak spesifik (seperti larutan susu bubuk).

4. Membilas protein yang tidak melekat.

5. Menambahkan sampel yang akan dideteksi antigennya dan membiarkan antibodi untuk berikatan
dengan antigen spesifik dari sampel.

6. Membilas antigen yang tidak terikat.

7. Menambahkan antibody yang telah terlabeli dengan enzim dan bersifat spesifik untuk epitope yang
berbeda pada antigen sampel, sehingga terbentuk sandwich.
8. Membilas antibody-enzim yang tidak terikat.

9. Menambahkan substrat chromogenic: substrat yang tidak berwarna yang terikat ke enzim akan
dikonversi menjadi produk.

10. Inkubasi sampai muncul warna.

11. Ukur dengan spektrofotometer. Jika semakin pekat warna yang terdeteki, maka makin besar
kadarantigen spesifi dalam sampel.

Sebagai Contoh Aplikasi ELISA: Tes Kehamilan Menggunakan Hormon hCG :

Pada hari kesepuluh setelah sel telur dibuahi oleh sperma pada saluran Tuba fallopi, sel telur akan
bergerak menuju Rahim dan melekat pada dinding Rahim tersebut. Sejak saat itulah plasenta akan
mengalami perkembangan dan hCG mulai diproduksi. Human Chorionic gonadotropin (hCG) pada
dasarnya merupakan hormone glikoprotein yang diproduksi oleh sel normal trofoblat pada plasenta
selama kehamilan yang dapat ditemukan dalam darah dan air seni.

hCG terdiri dari 2 subunit polipeptida yang terikat secara nonkovalen dengan berat molekul total 39 kD.
Subunit rantai identic dengan subunit rantai dari hLH (human Luteinizing Hormone), hFSH (human
Follicle Stimulating Hormone) dan hTSH (human Thyreoidea Stimulating Hormone). Subunit bertanggung
jawab pada efek hormonal molekul hCG. Pengukuran hCG yang sempurna dan keberadaan subunit
memberi hasil yang sama pada darah dan urin, tapi tidak pada subunit . Produksi hormone hCG akan
bertambah banyak selama trimester pertama, dimana level hCG yang sempurna mempunyai rentang
dari 20000 mIU/ml sampai 50000 mIU/ml (1 ng = 15 mIU).

Keberadaan hCG sudah dapat dideteksi dalam darah sejak hari pertama keterlambatan haid, yaitu kira-
kira hari keenam sejak pelekatan janin pada dinding Rahim. Kadar hormone tersebut akan terus-
menerus bertambah hingga minggu ke 14-16 kehamilan, terhitung sejak hari terakhir menstruasi.
Sebagian besar ibu hamil akan mengalami penambahan kadar hormone hCG sebanyak dua kali lipat
setiap 3 hari.

Peningkatan kadar hormone ini biasanya ditandai dengan mual dan pusing yang sering dialami oleh para
ibu hamil. Selanjutnya kadar hCG akan menurun terus secara perlahan, dan hamper mencapai kadar
normal beberapa saat setelah persalinan. Pengetesan dapat dilakukan pada saat wanita mengalami
keterlambatan siklus haid atau kira-kira 7 hari setalah berhubungan.Sampel yang sigunakan pada
umumnya adalah urin. Biasanya dianjurkan menggunkan air seni yang keluar pertama kali setelah
bangun pagi, karena pada saat tersebut konsentrasi hormone hCG relatif tinggi. Sebenarnya uji darah
pada tes kehamilan yang dilakukan di laboratorium juga memiliki prinsip kerja yang relatif sama, yait
mendekati kadar hCG. Namun, tes darah mempunyai kelebihan berupa kemampuan untuk mendeteksi
usia janin bertumbuh di dalam Rahim seorang ibu.

Perkiraan Kadar hCG dalam Darah Kehamilan Trimester kedua

Perempuan yang tidak hamil dan laki-laki

Kurang dari 5 IU/L

(international units per liter)

IIbu hamil:

24-28 hari setelah haid terakhir

5-100 IU/L

4-5 minggu (1 bulan) setelah haid terakhir

50-500 IU/L

5-6 minggu setelah haid terakhir

100-10.000 IU/L

14-16 minggu (4 bulan) setelah haid terakhir

12.000-270.000 IU/L

kehamilan trimester ketiga

1.000-50.000 IU/L

Perempuan pasca menopause

Kurang dari 10 IU/L

Keuntungan test kehamilan dengan menggunakan uji kadar hormone hCG antara lain:
1. Analisa yang hemat dan efektif dengan kualitas tinggi dan harganya memadai.

2. Efisien dan fleksibel: sampel yang berbeda dapat dianalisa secara stimulant dengan jumlah cekungan
uji yang fleksibel.

3. Spesifik: sepasang antibody mempunyai selektivitas tinggi secara spesifik berikatan dengan -hCG.

4. Prosedur yang sederhana.

Dalam pengaplikasian teknik ELISA, serum hCG selain dapat digunakan sebagai test kehamilan untuk
mengetahui keberadaan janin dalam Rahim, juga dapat digunakan untuk berbagai uji kehamilan lainnya,
antara lain:

1. Prediksi kehamilan yang multiple/ lebih dari 1.

2. Diagnosis kehamilan yang abnormal.

3. Penentuan fase kehamilan/ masa kehamilan.

4. Diagnosis diferensial pada infertilitas/ ketidaksuburan pada wanita atau pria.

5. Invertigasi lanjut setelah terapi untuk tumor trofoblastik.

Alat tes hCG yang menggunakan teknik ELISA tersedia dalam 2 bentuk di pasaran, yaitu:

1. Berupa alat yang digunakan dengan cara memaparkannya pada aliran urin saat pertama berkemih
di pagi hari selama beberapa saat. Jenis alat ini sangat umum digunakan, karena dijual bebas di apotek,
dan penggunaannya mudah. Berikut ini adalah cara kerjanya:

a. Pada saat alat tes mulai bekerja, akan muncul garis pada jedela berbentuk lingkaran (Jendela
control).Dimana garis tersebut merupakan garis konttrol yang menunjukkan bahwa tes bekerja secara
benar.

b. Jendela berbentuk persegi akan menunjukkan hasil tes. Apabila garis muncul pada jendela berbentuk
persegi (jendela hasil) maka alat tes telah mendeteksi adanya hormone hCG dan mununjukkan adanya
kehamilan.

c. Hasil negatif: Munculnya satu garis pada jendela konttrol (berbentuk lingkaran) menandakan bahwa
anda tidak hamil dan tes telah dilakukan dengan benar.

d. Hasil positif: Muncul 2 garis pada jendela control (berbentuk lingkaran) dan jendela hasil (berbentuk
persegi) menandakan anda hamil

e. Hasil Tidak Valid: Apabila garis pada jendela control tidak muncul berarti tes tidak dilakukan dengan
benar.

Berupa alat digunakan dengan cara membubuhi beberapa tetes serum pada mikrotiter. Berikut ini
adalah cara kerjanya:
a. Mengandalkan antibody -hCG yang terimbolisasi pada media padat yang berikatan dengan -hCG
yang bebas dari sampel (urin)

b. Antibodi kelinci anti- -hCG berkonjungsi dengan horseladish peroxidase (HRP) sebagai larutan
konjugasi antibody-enzim.

c. Sampel tes dibiarkan untuk bereaksi simultan dengan antibody, menghasilkan -hCG antara fase
padat denga antibody-enzim.

d. Setelah inkubasi, cekungan dibilas untuk membilas antibody-enzim yang tidak terikat. Kemudian
substrat HRP, TMB, ditambahkan untuk menghasilkan warna biru.

e. Perkembangan warna dihentikan dengan penambahan stop solution yang akan mengubah warna
kuning.

f. Konsentrasi -hCG secara langsung proporsional terhadap intensitas warna yang dihasilkan dan
diukur absorbansinya dengan spektrofotometer.

2.5 Kelebihan dan Kekurangan ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay)

Teknik ELISA ini memiliki beberapa kelebihan, antara lain :

Ø Teknik pengerjaan relatif sederhana

Ø Relatif ekonomis (karena jenis a antibodi yang digunakan hanya satu saja, sehingga menghemat biaya
untuk membeli banyak jenis antibodi)

Ø Hasil memiliki tingkat sensitivitas yang cukup tinggi.

Ø Dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan antigen walaupun kadar antigen tersebut sangat
rendah (hal ini disebabkan sifat interaksi antara antibodi atau antigen yang bersifat sangat spesifik)

Ø Dapat digunakan dalam banyak macam pengujian.

Sedangkan kekurangan dari teknik ELISA antara lain :

Ø Jenis antibodi yang dapat digunakan pada uji dengan teknik ELISA ini hanya jenis antibodi monoklonal
(antibodi yang hanya mengenali satu antigen).

Ø Harga antibodi monoklonal relatif lebih mahal daripada antibodi poliklonal, sehingga pengujian teknik
ELISA ini membutuhkan biaya yang relatif mahal.

Ø Pada beberapa macam teknik ELISA, dapat terjadi kesalahan pengujian akibat kontrol negatif yang
menunjukkan respons positif yang disebabkan inefektivitas dari larutan blocking sehingga antibodi
sekunder atau antigen asing dapat berinteraksi dengan antibodi bertaut enzim signal dan menimbulkan
signal.
Ø Reaksi antara enzim signal dan substrat berlangsung relatif cepat, sehingga pembacaan harus
dilakukan dengan cepat (pada perkembangannya, hal ini dapat diatasi dengan memberikan larutan
untuk menghentikan reaksi).

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan tujuan yang ada maka dapat disimpulkan bahwa :

a. Imunologi adalah suatu cabang yang luas dari ilmu biomedis yang mencakup kajian mengenai
semua aspek sistem imun (kekebalan) pada semua organisme.

b. Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) adalah suatu teknik biokimia yang terutama
digunakan dalam bidang imunologi untuk mendeteksi kehadiran antibodi atau antigen dalam suatu
sampel.

c. Teknik ELISA yang relatif sering digunakan, antara lain : ELISA Direct, ELISA Indirect, ELISA Sandwich,
dll.

d. Pertama antigen atau antibodi yang hendak diuji ditempelkan pada suatu permukaan yang berupa
microtiter. Penempelan tersebut dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu penempelan secara non
spesifik dengan adsorbs ke permukaan microtiter, dan penempelan secara spesifik dengan
menggunakan antibody atau antigen lain yang bersifat spesifik dengan antigen atau antibodi yang diuji
(cara ini digunakan pada teknik ELISA sandwich). Selanjutnya antibodi atau antigen spesifik yang telah
ditautkan dengan suatu enzim signal (disesuaikan dengan sampel => bila sampel berupa antigen, maka
digunakan antibodi spesifik , sedangkan bila sampel berupa antibodi, maka digunakan antigen spesifik)
dicampurkan ke atas permukaan tersebut, sehingga dapat terjadi interaksi antara antibodi dengan
antigen yang bersesuaian. Kemudian ke atas permukaan tersebut dicampurkan suatau substrat yang
dapat bereaksi dengan enzim signal. Pada saat substrat tersebut dicampurkan ke permukaan, enzim
yang bertaut dengan antibodi atau antigen spesifik yang berinteraksi dengan antibodi atau antigen
sampel akan bereaksi dengan substrat dan menimbulkan suatu signal yang dapat dideteksi.

e. Contoh cara kerja metode dapat dilakukan pemeriksaan pada penentuan kadar HCG dalam urin
wanita hamil

f. Tehnik ELISA memiliki kelebihan dan kekurangan dalam proses pemeriksaannya.

3.2 Saran

Semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah wawasan terutama bagi penyusun.

DAFTAR PUSTAKA

Brahmana K. 1981. Immunologi, Serologi dan Tata Kerja Laboratorium. Medan.

Suryo. 1996. Genetika. Departemen P dan K Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Jakarta.

Arini Krisna Oktavia. 2012. TES ELISA Melalui http://pandalikespurple.blogspot.com/2012/04/test-


elisa.html Diakses 23 Desember 2014
Sabtu, 13 Agustus 2011

ELEKTROENSEFALOGRAFI (EEG)

BAB I PENDAHULUAN

Dalam melakukan fungsinya sehari-hari, neuron-neuron yang ada diotak menghantarkan impuls saraf
satu dengan yang lain, baik dari korteks serebri ke perifer maupun sebaliknya. Aktifitas listrik ini bersifat
ritmik, terus menerus dan diduga berasal dari talamus yang berfungsi semacam pacemaker, yang
dipancarkan ke korteks serebri melalui neuron dan sinaps-sinapsnya.1 Intensitas kegiatan listrik ini
berubah sesuai dengan tingkat aktivitas otak, tetapi selalu terdapat aktivitas listrik dasar yang
bersumber dari talamus tadi. Untuk merekam aktivitas listrik tersebut, dipakai alat Elektroensefalografi
(EEG) yang dapat merekam aktivitas listrik setelah sampai di korteks.

Otak manusia merupakan sumber dari segala pikiran, emosi, persepsi dan tingkah laku. Otak terdiri dari
jutaan elemen mikroskopik yang disebut saraf yang menggunakan bahan kimia dalam mengatur aktivitas
listrik di dalam otak. Tahapan embrional yang penting dalam perkembangan otak adalah neurulasi,
proliferasi, migrasi, mielinisasi dan sinatogenesis. Keadaan mulai lahir sampai usia 5 tahun akan terjadi
pertumbuhan fisik yang cepat diikuti dengan perkembangan otak. Maturitas dari otak yang paling tinggi
pada batang otak dan terakhir pada kortek serebri. Setelah usia 5 tahun maka pertumbuhan otak
berjalan lambat, dan progresivitasnya untuk mencapai usia pertengahan masa kanak-kanak biasanya
antara usia 6-8 tahun. Sinaptogenesis terjadi secara cepat pada kortek serebri saat 2 tahun dari
kehidupan. Myelinisai paling cepat saat usia 2 tahun pertama kemudian berlangsung lebih lambat
setelah itu. Neuron- neuron yang berhubungan (fungsi motorik, sensorik dan kognitif) mengalami
mielinisasi yang besar dimulai saat usia anak masuk sekolah (6 tahun) dan sel saraf area ini terjadi
mielinisasi yang lengkap antara usia 6-12 tahun. Lebih jauh lagi hal ini dekat sekali hubungannya dengan
maturasi hipokampus di mana terjadi mielinisasi pada anak-anak.1,2

BAB II ELEKTROENSEFALOGRAFI

2.1 Sejarah Elektroensefalografi

Richard Caton (1842-1926), seorang dokter yang bekerja di Liverpool, memperkenalkan temuan tentang
fenomena listrik dari belahan otak kelinci dan monyet dalam British Medical Journal pada 1875. Pada
tahun 1890, Adolf Beck, seorang ahli fisiologi,menerbitkan penelitiannya mengenai aktivitas listrik
spontan dari otak kelinci dan anjing termasuk tentang perubahan osilasi ritmik dengan bantuan cahaya.
1,2
Seorang fisiolog dan psikiater dari Jerman yang bernama Hans Berger (1873-1941), yang bekerja di kota
Jena, memulai studinya mengenai EEG pada manusia di tahun 1920. Hans melanjutkan penelitian
sebelumnya oleh Richard Caton, Hans Berger kemudian , mengumumkan bahwa sangatlah mungkin
untuk merekam arus listrik yang lemah yang dihasilkan oleh otak, tanpa membuka tengkorak, dan
hasilnya dapat dilihat di kertas. Hans menamakan format perekaman penemuannya dengan nama
elektroensefalogram. Karyanya kemudian dikembangkan oleh Edgar Douglas Adrian. Pada tahun 1934.
Fisher dan Lowenback merupakan orang pertama yang menunjukkan gambaran lonjakan epileptiform.
Selanjutnya, pada tahun 1936, Jasper Gibbs melaporkan lonjakan interiktal sebagai tanda fokus epilepsi.
Pada tahun yang sama, laboratorium EEG pertama dibuka di Massachusetts General Hospital. 2,3

Offner Franklin (1911-1999), profesor biofisika di Northwestern University mengembangkan sebuah


prototipe dari EEG yang tergabung dalam inkwriter piezoelektrik yang disebut Crystograph (seluruh
perangkat ini biasanya dikenal sebagai Dynograph Offner). Pada tahun 1947, society EEG Amerika
didirikan dan kongres pertama EEG Internasional diadakan. Pada tahun 1953 Aserinsky dan Kleitmean
menjelaskan mengenai gelombang REM saat tidur.

Terkesan dengan berbagai kemungkinan untuk membangun peta bidimensional menyangkut aktivitas
EEG di atas permukaan otak maka pada tahun 1950, William Grey Walter mengembangkan topografi
otak dengan nama toposkop. Alat ini memungkinkan untuk melakukan pemetaan aktivitas listrik di
permukaan otak. Toposcope adalah suatu alat yang kompleks. Toposcope mempunyai 22 tabung sinar
katoda (yang serupa dengan tabung TV), masing-masing di antara tabung sinar katoda itu dihubungkan
ke sepasang elektroda yang dipasang ke tengkorak.. Elektroda diatur di dalam suatu susunan geometri,
sehingga masing-masing tabung bisa melukiskan intensitas dari beberapa irama yang menyusun EEG di
dalam area otak tertentu. Susunan tabung CRT ini, sedemikian rupa sehingga display phosphorescent
spiral menunjukkan secara serempak irama yang menunjukkan bagian tertentu dari otak.

2.2 Pengertian EEG

Electroencephalogram ( EEG) adalah suatu test untuk mendeteksi kelainan aktivitas elektrik otak.
Sedangkan menurut dr. Darmo Sugondo membedakan antara Electroencephalogram dan
Electroencephalografi. Electroencephalografi adalah prosedur pencatatan aktifitas listrik otak dengan
alat pencatatan yang peka sedangkan grafik yang dihasilkannya disebut Electroencephalogram. Jadi
Aktivitas otak berupa gelombang listrik, yang dapat direkam melalui kulit kepala disebut Elektro-
Ensefalografi (EEG). Amplitudo dan frekuensi EEG bervariasi, tergantung pada tempat perekaman dan
aktivitas otak saat perekaman.6,7

Saat subyek santai, mata tertutup, gambaran EEG nya menunjukkan aktivitas sedang dengan gelombang
sinkron 8-14 siklus/detik, disebut gelombang alfa. Gelombang alfa dapat direkam dengan baik pada area
visual di daerah oksipital. Gelombang alfa yang sinkron dan teratur akan hilang, kalau subyek membuka
matanya yang tertutup. Gelombang yang terjadi adalah gelombang beta (> 14 siklus/detik). Gelombang
beta direkam dengan baik di regio frontal, merupakan tanda bahwa orang terjaga, waspada dan terjadi
aktivitas mental. Meski gelombang EEG berasal dari kortek, modulasinya dipengaruhi oleh formasio
retikularis di subkortek.

Formasio retikularis terletak di substansi abu otak dari daerah medulla sampai midbrain dan talamus.
Neuron formasio retikularis menunjukkan hubungan yang menyebar. Perangsangan formasio retikularis
midbrain membangkitkan gelombang beta, individu seperti dalam keadaan bangun dan terjaga. Lesi
pada formasio retikularis midbrain mengakibatkan orang dalam stadium koma, dengan gambaran EEG
gelombang delta. Jadi formasio retikularis midbrain merangsang ARAS (Ascending Reticular Activating
System), suatu proyeksi serabut difus yang menuju bagian area di forebrain. Nuklei reticular thalamus
juga masuk dalam ARAS, yang juga mengirimkan serabut difus kesemua area di kortek serebri.

ARAS mempunyai proyeksi non spesifik dengan depolarisasi global di kortek, sebagai kebalikan dari
proyeksi sensasi spesifik dari thalamus yang mempunyai efek eksitasi kortek secara khusus untuk
tempat tertentu. Eksitasi ARAS umum memfasilitasi respon kortikal spesifik ke sinyal sensori spesifik dari
thalamus. Dalam keadaan normal, sewaktu perjalanan ke kortek, sinyal sensorik dari serabut sensori
aferen menstimulasi ARAS melalui cabang-cabang kolateral akson. Jika sistem aferen terangsang
seluruhnya (suara keras, mandi air dingin), proyeksi ARAS memicu aktivasi kortikal umum dan terjaga.7

Gambar 1. Perangkat EEG


2.3 Tujuan EEG

Kalangan kedokteran menggunakan sinyal EEG untuk diagnosa penyakit yang berhubungan dengan
kelainan otak dan kejiwaan. Walaupun penggunaan teknik modern seperti CT Scan dan Magnetic
Resonance Imaging (MRI) dapat memeriksa otak, namun EEG tetap berguna mengingat sifatnya yang
non-destruktif, dapat digunakan secara on line dan sangat murah harganya dibandingkan kedua metoda.
Disamping keunggulan lain, sinyal EEG dapat mengidentifikasi kondisi mental dan pikiran, serta
menangkap persepsi seseorang terhadap rangsangan luar.

2.4 Indikasi EEG

EEG dilakukan untuk :

a. Mendiagnosa dan mengklasifikasikan Epilepsi

b. Mendiagnosa dan lokalisasi tumor otak, Infeksi otak, perdarahan otak, Parkinson

c. Mendiagnosa Lesi desak ruang lain

d. Mendiagnosa Cedera kepala

e. Periode keadaan pingsan atau dementia

f. Narcolepsy

g. Memonitor aktivitas otak saat seseorang sedang menerima anesthesia umum perawatan

h. Mengetahui kelainan metabolik dan elektrolit

Sebagai tambahan EEG juga dapat digunakan untuk membantu dalam memonitoring beberapa tindakan
seperti :

Untuk memantau kedalaman proses anestesI

Sebagai indicator langsung dari perfusi otak pada endarterektomi karotiS

Monitoring efek amobarbital selama tes WADA

Untuk monitoring kerusakan otak sekunder pada SAH.

2.5 Persiapan Pasien


Sebelum melakukan tindakan EEG, maka pasien ada beberapa hal yang harus dipersiapkan, diantaranya
yaitu :7,8

a. Identitas penderita harus dicatat lengkap

b. Tingkat kesadaran penderita harus dicatat, untuk menghindari salah interpretasi EEG

c. Obat-obatan yang dikonsumsi oleh pasien harus diidentifikasi, oleh karena beberapa obat-obatan
tertentu yang dapat mempengaruhi frekuensi maupun bentuk gelombang otak. -Saat terbaik perekaman
adalah pada saat bebas obat sehingga gelombang otak yang didapat adalah gelombang otak yang bebas
dari pengaruh obat

d. Premedikasi, dosis dan berapa lama sebelum perekaman harus diidentifikasi dengan jelas.

e. Pasien dalam keadaan tenang dan rileks

f. Kulit kepala dalam keadaan bersih, bebas kotoran, debu, minyak dan kulit yang mati. sampolah
rambut serta membilas dengan air bersih saat mandi sore atau pagi hari sebelum di lakukan test

g. Perhatikan adanya bekas luka, bekas kraniotomi

h. Hindari makanan yang mengandung kafein ( seperti kopi, teh, cola, dan coklat) sedikitnya 8 jam
sebelum test. Makanlah dalam porsi kecil sebelum test, sebab gula darah rendah ( hypoglycemia) dapat
menghasilkan test abnormal

i. Tidur dapat mempengaruhi hasil EEG maka ushakan agar pasien tidak tertidur saat dilakukan test,
jika anak-anak akan di EEG coba untuk tidur sebentar tepat sebelum dilakukan test

j. Penyuluhan penderita sebelum perekaman tentang tujuan dilakukannya EEG, apa yang dilakukan
teknisi terhadap dirinya sebelum dan saat perekaman, apa yang harus dilakukan penderita saat
perekaman dan apa yang akan dirasakan oleh penderita saat perekaman

k. Identifikasi hasil neuroimaging yang sudah dilakukan.

2.6 Sinyal Electroencephalogram (EEG)

Pada pembacaan hasil EEG perlu diperhatikan :

a. Lokasi / distribusi

b. Frekuensi

c. Pola / gambaran khas

d. Usia
e. Bangun

f. Tidur

Sinyal EEG dapat diketahui dengan menggunakan elektroda yang dilekatkan pada kepala. Tegangan
sinyalnya berkisar 2 sampai 200 μV, tetapi umumnya 50 μV. Frekuensinya bervariasi tergantung pada
tingkah laku. Daerah frekuensi EEG yang normal rata-rata dari 0,1 Hz hingga 100 Hz, tetapi biasanya
antara 0,5 Hz hingga 70 Hz. Variasi dari sinyal EEG yang terkait dengan frekuensi dan amplitudo
mempengaruhi diagnostik. Daerah frekuensi EEG dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian untuk
analisis EEG, yaitu :9,10

1. Gelombang di posterior :

a. Gelombang Alpha

Gelombang alfa mempunyai frekwensi 8-12 siklus per detik. Gelombang alfa terlihat normal pada saat
bangun dan mata tertutup (tidak tertidur)

Distribusi : bagian posterior kepala (oksipital, parietal dan temporal posterior) dapat meluas ke sentral,
verteks dan midtemporal

Karakteristik : sinusoidal, waxes and wanes, Amplitudo : 20 – 70 uV ( Ka>Ki)

Reaktivitas : Amplitudo berkurang saat buka mata, aktivitas mental sedangkan frekuensi berkurang
saat mengantuk

Anak : Frekuensi tergantung usia

3-4 bln : 3.5 – 4.5 Hz 3 thn : 8 Hz

12 bln : 5 – 6 Hz 9 thn : 9 Hz

24 bln : 7 Hz 15 thn: 10 Hz

Gambar 2. Gelombang Alpha

b. Gelombang lambda
Karakteristik : dapat terlihat saat bangun, buka mata, polaritas positif, asimetri (normal), di daerah
oksipital, jelas terlihat usia 2 – 15 thn, dan jarang terlihat pada usia tua . Gelombang Lambda
mempunyai amplitudo : 20 – 50 uV .

Reaktivitas : gelombang ini tampak jika melihat suatu objek,dan menghilang saat tutup mata.

Gambar 3. Gelombang Lambda

2. Gelombang Mu

Gelombang ini sering disebut juga comb rhythm, rolandic alpha. Frekuensi seperti Alpha (8-10 Hz)
terdapat pada 20 % orang dewasa, sering pada usia 8 – 16 tahun dan lokasinya di daerah sentral, dapat
tampak unilateral atau bilateral.

Karakteristik : Bentuk lengkung, amplitudonya 20 – 60 uV, gelombang ini akan menurun frekuensinya
atau hilang dengan gerakan aktif, pasif atau stimulus taktil kontralateral, maupun berpikir tentang
gerakan. Gelombang ini berasal dari korteks sensorimotor.

Gambar 4. Gelombang Mu

3. Gelombang Beta

Gelombang Beta mempunyai suatu frekwensi 13-30 siklus per detik. Gelombang ini secara normal
ditemukan ketika siaga atau menjalani pengobatan tertentu, seperti benzodiazepines atau pengobatan
anticonvulsants. Distribusi terutama frontal dan central dengan amplitudo : 10 – 20 uV (dewasa) dan 60
uV (anak usia 12-18 bulan). Gelombang Beta dapat lebih jelas terlihat saat mengantuk, maupun atas
pengaruh obat-obatan (barbiturat, benzodiazepin). Perbedaan amplitude kanan dan kiri lebih dari 35 %
merupakan suatu abnormalitas.

Gambar 5. Gelombang Beta

4. Gelombang Theta

Gelombang Theta mempunyai frekuensi : 4 – 7 Hz, di daerah frontal atau fronto-central (tutup mata) ,
dan Temporal (4 – 7 Hz) biasanya pada orang tua .Gelombang theta jelas terlihat saat
hiperventilasi,mengantuk dan tidur. Amplitudo : 30 – 80 uV
5. Gelombang Delta

Gelombang delta mempunyai suatu frekwensi kurang dari 3 siklus per detik. Gelombang secara normal
ditemukan hanya pada saat sedang tidur dan anak-anak muda

2. Aktivasi

Selama pemeriksaan EEG, dilakukan aktivasi yang bertujuan untuk mempermudah mendapatkan
gambaran EEG yang khas maupun yang abnormal. Aktivasi yang digunakan adalah Hiperventilasi dan
stimulasi fotik.

a. Hiperventilasi

Aktivasi ini digunakan untuk melihat gambaran EEG pada kejang bentuk Lena (absance). Saat
hiperventilasi pasien di suruh untuk nafas dalam, anak – anak biasanya disuruh untuk meniup balon,
atau kertas. Lama hiperventilasi ini 3 menit, tetapi bila kemumngkinan kejang bentuk lena, dilakukan
selama 5 menit. Gambaran normal akan terlihat gelombang lambat yang menyeluruh (Theta sampai
Delta). Hati-hati bila dilakukan pada pasien usia tua, kelainan serebrovaskuler, tumor otak dan tekanan
tinggi intra kranial.

b. Stimulasi Fotik.
Saat rekaman EEG diberikan stimulasi cahaya dengan frekuensi 1 – 20 kali / detik. Respon yang akan
didapat adalah photic driving yang terlihat di bagian oksipital bilateral. Bila photic driving tidak ada,
tidak dikatakan bahwa abnormal.

3. EEG Saat Tidur

Pada rekaman EEG diperlukan gambaran EEG saat bangun maupun saat tidur. Rekaman EEG saat tidur
dapat ditemukan gelombang yang abnormal, karena itu di dalam setiap rekaman EEG diusahakan pasien
dapat tidur. Gelombang Normal saat tidur perlu dikenali oleh para pembaca EEG, agar tidak keliru
dengan gelombang yang abnormal.

a. Gelombang Verteks ( gelombang)

Amplitudo maksimum di Central, monofasik, durasi 100 – 200 msec, amplitudo : 40 – 100 uV, terlihat
pada saat tidur stadium 1. Pada anak mulai terlihat saat usia 5 bulan .

b. Gelombang K Kompleks
Komponen gelombang sharp (gelombang tajam) diikuti gelombang lambat yang menyeluruh,
maksimum di Fronto-central, bifasik , durasi lebih atau sama dengan 500 msec, amplitudo lebih dari 100
µV, bersamaan dengan spindle, merupakan respon terhadap rangsang sensorik yang tiba-tiba (suara,
dibangunkan), tampak saat tidur stadium 2.

c. Gelombang Spindel

Frekuensi : 14 – 15 Hz, bilateral, sinkron, ritmis, terutama di Verteks, sentral juga Frontal. Pada anak usia
2 bulan dapat asinkron dan asimetris, tetapi saat anak berusia 18 bulan gel spindel sinkron bilateral, dan
saat usia 2 tahun, sudah seperti dewasa. Durasi 0.5 – 1 detik, jelas terlihat saat tidur stadium 2.

d. Gelombang Post

Gelombang tajam, monofasik dengan amplitudo : 20 – 70 µV, merupakan gelombang positif dengan
distribusi di oksipital bilateral, snkron, frekuensi 4-5 Hz, dan terlihat saat tidur stadium 1.

e. Hipnagogik Hipersinkroni

Saat transisi tidur – bangun berupa akktivitas Theta – delta, dengan amplitudo tinggi, menyeluruh,
maksimum di fronto-central, sinkron, ritmik. Terutama anak usia 1-5 thn, jarang setelah 11 thn

Tidur Stadium 1
Aktivitas Beta meningkat di Fronto-central dan tampak pula aktivitas Theta di posterior dan temporal.
Gelombang Verteks dan POSTs juga terlihat

Tidur Stadium 2

Gelombang yang tanpak saat tidur stadium 1 adalah : Spindel, K kompleks, Beta di fronto-central,
aktivitas theta di posterior dan temporal, dijumpai gelombang Vertex, POSTs. Aktivitas alpha tidak
terlihat.

Tidur Stadium 3 Dan 4

Pada tidur stadium 3, 20 – 50 % terdiri dari gelombang dgn frekuensi < 2 Hz, amplitude > 75 µV. Pada
tidur stadium 4, lebih dari 50 % terdiri dari gelombang dengan frekuensi kurang dari 2 Hz, tampak pula
gelombang Spindel, dan K kompleks. Tidak tampak gelombang Alpha , gelombang verteks dan POSTs .

2.7 Prinsip Kerja dari EEG

Elektroda EEG ukurannya lebih kecil daripada elektroda ECG. Elektroda EEG dapat diletakkan secara
terpisah pada kulit kepala atau dapat dipasang pada penutup khusus yang dapat diletakkan pada kepala
pasien.11,12
Untuk meningkatkan kontak listrik antara elektroda dan kulit kepala digunakan elektroda jelly atau
pasta. Bahan elektroda yang umumnya digunakan adalah perak klorida. EEG direkam dengan cara
membandingkan tegangan antara elektroda aktif pada kulit kepala dengan elektroda referensi pada
daun telinga atau bagian lain dari tubuh. Tipe merekam ini disebut monopolar. Tetapi tipe merekam
bipolar lebih populer dimana tegangan dibandingkan antara dua elektroda pada kulit kepala.

Berikut ini diperlihatkan blok diagram dari peralatan EEG.

a. Amplifier

Amplifier digunakan karena EEG harus memiliki penguatan yang tinggi dan karakteristik noise yang
rendah sebab amplitudo tegangan EEG sangat rendah. Amplifier yang digunakan harus bebas dari
interferensi sinyal dari kabel listrik atau dari peralatan elektronik yang lain. Noise sangat berbahaya di
dalam kerja EEG karena gelombang elektroda yang dilekatkan pada kulit kepala hanya beberapa
mikrovolt ke amplifier. Amplifier digunakan untuk meningkatkan amplitudo hingga beratus-ratus bahkan
beribu-ribu kali dari sinyal yang lemah yang hanya beberapa mikrovolt.

b. Kontrol Sensitivitas

Keseluruhan sensitivitas dari sebuah alat EEG adalah penguatan dari amplifier dikalikan dengan
sensitivitas dari alat penulisan. Jika sensitivitas alat penulisan adalah 1 cm/V, amplifier harus mempunyai
keseluruhan penguatan 20.000 untuk 50 μV sinyal untuk memantulkan untuk menghasilkan nilai
penguatan diatas. Langkah-langkahnya adalah kapasitor digabungkan. Sebuah alat EEG mempunyai dua
tipe dari kontrol penguatan. Pertama adalah variabel kontinu dan digunakan untuk menyamakan
sensitivitas semua channel. Kedua adalah kontrol beroperasi sejalan dan dimaksudkan untuk
meningkatkan atau mengurangi sensitivitas dari suatu channel oleh sesuatu yang dikenal. Kontrol ini
biasanya dikalibrasi dalam desibel. Penguatan amplifier normalnya diset sehingga sinyalnya sekitar 200
μV dipantulkan pena diatas daerah linearnya.
c. Filter

Ketika direkam oleh elektroda, EEG mungkin berisi kerusakan otot dalam kaitannya dengan kontraksi
dari kulit kepala dan otot leher. kerusakannya besar dan tajam sehingga menyebabkan kesulitan besar
dalam klinik dan interpretasi otomatis EEG. Cara paling efektif untuk mengurangi kerusakan otot adalah
dengan menyarankan pasien untuk rileks, tapi ini tidak selalu berhasil. Kerusakan ini umumnya
dihilangkan menggunakan low pass filter. Filter pada alat EEG mempunyai beberapa pilihan posisi yang
biasanya ditandai dengan tetapan waktu. Suatu nilai satuan tetapan waktu yang diset untuk kontrol
frekuensi rendah adalah 0,03; 0,1; 0,3; dan 1,0 detik. Tetapan waktu ini sesuai dengan 3 dB menunjuk
pada frekuensi 5,3; 1,6; 0,53; dan 0,16 Hz. Di atas frekuensi cut-off dan dikontrol dengan filter high-
frekuensi. Beberapa nilai dapat dipilih, diantaranya adalah 15, 30, 70, dan 300 Hz.

d. Sistem Penulisan

Sistem penulisan pada EEG umumnya menggunakan sistem ink writing tipe direct-writing ac
recorder yang menyediakan respon frekuensi hingga 60 Hz pada 40 mm puncak ke puncak. Tipe umum
dari direct-recorder adalah tipe stylus yang langsung menulis pada kertas yang digerakkan di bawahnya.
Pada umumnya di dalam sistem direct-writing recorder, digunakan galvanometer yang mengaktifkan
lengan penulis yang disebut pen atau stylus. Mekanismenya dimodifikasi dari pergerakan D’Arsonval
meter.

Sebuah kumparan dari kawat tipis berputar pada suatu bingkai aluminium segi-empat dengan
ruang udara antara kutub suatu magnet permanen. Poros baja yang dikeraskan dikaitkan dengan bingkai
kumparan sedemikian sehingga kumparan berputar dengan friksi minimum. Paling sering, jewel dan
poros digantikan oleh taut-band sistem. Suatu pen ringan terikat dengan kumparan. Spring berkait
dengan bingkai mengembalikan pen dan kumparan selalu ke suatu titik acuan. Ketika listrik mengalir
sepanjang kumparan, suatu medan magnet timbul yang saling berhubungan dengan medan magnet dari
magnet permanen. Hal itu menyebabkan kumparan mengubah sudut posisinya seperti pada suatu
motor listrik. Arah perputaran tergantung dari arah aliran arus di dalam kumparan. Besar defleksi dari
pen adalah sebanding dengan arus yang mengalir melalui kumparan.

Penulisan stylus dapat mempunyai tinta di ujungnya atau dapat mempunyai suatu ujung yang
menjadi kontak dengan suatu sensitif elektro, tekanan yang sensitif atau panas kertas sensitif. Jika suatu
penulisan lengan dari panjang yang ditetapkan digunakan, sumbu koordinat akan menjadi kurva. Dalam
rangka mengkonversi kurva linier dari ujung penulisan ke dalam kurva gerak lurus, berbagai mekanisme
telah dipikirkan untuk mengubah panjang efektif dari lengan penulisan sehingga bergerak ke tabel
perekaman. Instrumen taut-band lebih disukai dibandingkan dengan instrumen poros dan jewel karena
lebih menguntungkan untuk meningkatkan sensitivitas listrik, mengeliminasi friksi, lebih baik
pengulangannya dan meningkatkan daya tahannya.

e. Noise

Amplifier EEG dipilih untuk level minimum derau yang dinyatakan dalam kaitan dengan ekuivalen
tegangan masuk. Dua mikrovolt sering dinyatakan dapat diterima oleh perekam EEG. Noise berisi
komponen dari semua frekuensi dan perekaman noise dapat meningkatkan bandwith dari sistem. Oleh
karena itu, penting untuk membatasi bandwith yang dibutuhkan untuk menghasilkan sinyal.

f. Penggerak Kertas

Hal ini disediakan oleh suatu motor sinkron. Sebuah mekanisme penggerak kertas yang stabil dan akurat
perlu dan normal untuk mempunyai beberapa kecepatan kertas yang tersedia untuk dipilih. Kecepatan
pada 15, 30, dan 60 mm/s penting. Beberapa mesin juga menyediakan kecepatan di luar daerah ini.

g. Saluran

EEG direkam secara serempak dari sebuah susunan yang terdiri atas banyak elektroda. Elektroda
dihubungkan untuk memisahkan amplifier dan sistem penulisan. Mesin EEG komersial dapat memiliki
sampai 32 saluran, walaupun 8 atau 16 saluran lebih umum.

Sebelum melakukan prosedur perekaman EEG sebaiknya diketahui Standard Minimal. Perekaman EEG
menurut The American EEG Society Guidelines in EEG, yaitu memakai minimal 16 channel/elektrode
pencatat yang bekerja secara simultan. Setiap area di otak bisa memberikan pola yang sama atau
berbeda pada waktu yang bersamaan, dan menurut pengalaman diperlukan perekaman pada minima l8
area di otak secara simultan untuk mendapatkan distribusi pola EEG. Perekaman dengan 8 channel
secara simultan diperkirakan cukup mencakup permukaan otak untuk menghindari misinterpretasi.
Semua elektroda ini harus mencakup area frontal, central, parietal, oksipital, temporal, auricular atau
mastoid, vorteks dan elektroda ground. Kedua system monopolar (referensial) dan bipolar (diferensial)
harus digunakan secara rutin. Setiap system montage mempunyai keunggulan dan kekurangan, sehingga
penggunaan kedua system sekaligus adalah esensial untuk mendapatkan informasi yang akurat. Di
dalam pelaksanaan EEG, harus ada prosedur buka tutup mata. Aktifitas alfa dapat memberi informasi
tentang fungsi abnormal otak. Aktifitas paroksismal dapat pula dicetuskan oleh prosedur ini. Mesin EEG
harus dikalibrasi di awal dan di akhir rekaman. Perubahan setting alat selama perekaman harus dicatat.
Lama perekaman minimal 15-20 menit pada penderita sadar. Bila ada prosedur stimulasi fotik,
hiperventilasi dan tidur maka lama perekaman harus ditambah. EEG adalah sample waktu dari
kehidupan seseorang, dan waktu 20 menit adalah waktu yang sangat singkat untuk menarik suatu
kesimpulan dari suatu kerja atau suatu fungsi otak seseorang. Oleh karena itu semakin lama perekaman
maka semakin besar kemungkinan kita untuk menemukan abnormalitasnya.

EEG pada umumnya berlangsung selama 2 jam. Setelah test, pasien boleh beraktivitas seperti biasa.
Pasien dalam posisi tiduran berbaring pada suatu tempat tidur atau relax di kursi dengan mata tertutup.
Electroda EEG ditempelkan ke tempat berbeda di atas kepala dengan menggunakan suatu pasta lengket
agar electroda dapat menempel. Electroda dihubungkan lewat kawat suatu mesin yang memperkuat
suara dan arsip aktivitas dalam otak . Arsip aktivitas elektrik sebagai rangkaian berbentuk
ombak/keriting yang digambar oleh suatu baris pena pada kertas atau sebagai suatu gambaran pada
layar komputer.7,8 Coba untuk tenang, dengan mata tertutup sepanjang perekaman, dan yang
melakukan perekaman akan mengamati pasien secara langsung untuk memberi intruksi agar pasien :

a. Bernafas dengan cepat ( hyperventilasi). Pada umumnya lama pernapasan kurang lebih 20 x per
menit

b. Melihat cahaya terang untuk rangsangan stroboscopic atau photic

c. Tidur, Jika pasien tidak mampu untuk tertidur maka akan diberi suatu obat penenang, dengan
tujuan untuk mengevaluasi masalahpada saat tidur.
2.8 Fisologi Terjadinya Rekaman Pada EEG

EEG Normal adalah gambaran EEG tanpa adanya pola abnormal yang berhubungan dengan kelainan
secara klinik. EEG normal tidak menjamin fungsi dan struktur serebral yang normal, karena tidak semua
kelainan struktur dan fungsi otak menyebabkan abnormalitas pada EEG. Sedangkan EEG Abnormal tidak
selalu menggambarkan abnormalitas serebral.12.

Aktivitas listrik merupakan salah satu karakteristik dari semua sel hidup, termasuk sel-sel saraf.
Walaupun demikian, tidak keseluruhan sel saraf yang berjumlah 2,6 x 109 itu dianggap menyebabkan
gelombang-gelombang listrik di permukaan sebagaimana terekam dengan EEG. Jadi yang dapat
mengakibatkan gelombang-gelombang EEG adalah sel-sel saraf di korteks, walaupun diketahui juga
bahwa struktur-struktur subkortikal, seperti talamus dan formatio retikularis mempunyai pengaruh yang
kuat terhadap gelombang-gelombang kortikal itu.

Dari ketiga jenis bentuk sel-sel kortikal (spindle, stellatum dan piramidal), sel-sel piramidallah yang
dianggap merupakan sumber potensial listrik dari gelombang-gelombang permukaan. Dari berbagai
penyelidikan disimpulkan bahwa terdapat bukti kuat yang menyarankan bahwa gelombang-gelombang
permukaan itu merupakan penjumlahan (summation) daripada potensial listrik pascasinaptik, baik yang
bersifat inhibisi atau eksitasi, yang berasal dari soma dan dendrit-dendrit besar sel piramidal. Potensial
listrik pascasinaptik itu timbul akibat aktifitas neurotransmiter yang dilepaskan oleh ujung presinaptik,
yang melepaskannya setelah menerima tanda-tanda listrik dari hubungan-hubungannya. Acetilkholin
dianggap sebagai transmiter eksitasi yang penting, dan GABA sebagai transmiter inhibisi yang
terpenting di otak. Ujung-ujung presinaptik menerima lepas muatan listrik dari sel-sel di thalamus.

Menurut penyelidikan bahwa inti-inti nonspesifik di talamus merupakan the probable pacemaker dari
pada potensial listrik sel-sel pyramidal. Lepas muatan yang timbul pada soma dan dendrit-dendrit besar
itu kemudian melalui cairan dan jaringan tubuh sampai pada elektroda-elektroda EEG. Dengan demikian
jelaslah bahwa rekaman yang dihasilkan oleh electrode kulit kepala merupakan contoh dari pada
aktivitas dekat permukaan, yang tentunya telah banyak mengalami pelemahan, penyebaran,
penyimpangan dalam perjalanannya yang melalui cairan jaringan, jaringan otak, cairan serebrospinal,
tulang tengkorak dan kulit kepala itu.12,13
Salah satu penemuan Hans Berger adalah bahwa kebanyakan EEG orang dewasa normal mempunyai
irama dominant dengan frekuensi 10 siklus per detik, yang di sebutnya sebagai irama alfa. Pada
umumnya kini yang dimaksud dengan iarama alfa adalah irama dengan frekuensi antara 8-13 spd, yang
paling jelas terlihat di daerah parieto-oksipital, dengan voltase 10-150 mikrovolt, berbentuk sinusoid,
relative sinkron dan simetris antara kedua hemisfer. Suatu asimetri ringan dalam voltase adalah normal,
mengingat adanya dominasi hemisfer. Pada umumnya suatu perbedaan voltase 2 : 3 adalah dalam
batas-batas normal, asalkan voltase yang lebih tinggi terlihat pada hemisfer non dominant. Yang lebih
penting maknanya adalah bila terdapat perbedaan frekwensi antara kedua hemisfer. Suatu perbedaan
frekwensi yang konsisten dari 1 spd atau lebih antara kedua hemisfer mungkin sekali diakibatkan suatu
proses patologis di sisi dengan frekwensi yang lebih rendah.12

Irama alfa terlihat pada rekaman individu dalam keadaan sadar dan istirahat serta mata tertutup. Pada
keadaan mata terbuka irama alfa akan menghilang, irama yang terlihat adalah irama lamda yang paling
jelas terlihat bila individu secara aktif memusatkan pandangannya pada suatu yang menarik
perhatiannya.

Ditinjau dari irama alfanya dapat dibedakan tiga golongan manusia, sekelompok kecil yang
memperlihatkan sedikit sekali atau tidak mempunyai irama alfa, sekelompok kecil lagi yang tetap
memperlihatkan irama alfa walaupun kedua mata dibuka, dan diantara kedua ekstrem ini terletak
sebagian besar manusia yang menunjukkan penghilangan irama alfa ketika membuka mata. Berturut-
berturut ketiga kelompok ini disebut sebagai kelompok alfa M (minimal atau minus), alfa P (persisten),
alfa R (responsive).

Suatu irama yang lebih cepat dari irama alfa ialah irama beta yang mempunyai frekuensi di atas 14 spd,
dapat ditemukan pada hamper semua orang dewasa normal. Biasanya amplitudonya daopat mencapai
25 mikrovolt, tetapi pada keadaan tertentu bisa lebih tinggi. Pada keadaan normal terlihat terutama di
daerah frontal atau presentral.

Irama yang lebih lambat dari irama alfa adalah tidak jarang pula ditemukan pada orang dewasa normal.
Irama teta mempunyai frekuensi antara 4-7 spd. Suatu irama yang lebih pelan dari teta disebut irama
delta adalah selalu abnormal bila didapatkan pada rekaman bangun, tetapi merupakan komponen yang
normal pada rekaman tidur. Frekuensi irama delta ialah ½ - 3 spd.

Berbagai keadaan dapat mempengaruhi gambaran EEG. Perhatian cenderung untuk menghapuskan
irama alfa, merendahkan voltase secara umum dan mempercepat frekuensi. Termasuk perhatian ini
adalah usaha introspeksi dan kerja mental (misalnya berhitung). Demikian pula setiap stimulus visual,
auditorik dan olfaktorik akan merendahkan amplitudo dan menimbulkan ketidak teraturan irama alfa.
Penurunan kadar O2 dan atau CO2 darah cenderung menimbulkan perlambatan, sebaliknya peninggian
kadar CO2 menimbulkan irama yang cepat. Faktor usia juga mempunyai pengaruh penting pula dalam
EEG. Rekaman dewasa sebagaimana digambarkan di atas pada umumnya dicapai pada usia 20-40 tahun.
Rekaman neonatus berusia di bawah satu bulan memperlihatkan amplitude yang rendah dengan irama
delta atau teta. Antara usia 1-12 bulan terlihat peninggian voltase, walaupun irama masih tetap delta
atau teta. Antara 1-5 tahun terlihat amplitudo yang tinggi, irama teta yang meningkat dan mulai terlihat
irama alfa, sedangkan irama delta mengurang. Antara 6-10 tahun amplitude menjadi sedang, irama alfa
menjadi lebih banyak, teta berkurang, delta berkurang sampai hilang. Antara 11-20 tahun voltase
terlihat sedang sampai tinggi, dominsi alfa mulai jelas, teta minimal, delta kadang-kadang masih terlihat
di daerah belakang. Di atas 40 tahun mulai lagi terlihat gelombang lambat 4-7 spd di daerah temporal
dan di atas 60 tahun rekaman kembali melambat seperti rekaman anak-anak. Perubahan tahap-tahap
tidur berpengaruh besar pula terhadap rekaman EEG. Dalam keadaan mengantuk terlihat pengurangan
voltase dan timbul sedikit perlambatan. Pada keadaan tidur sangat ringan dapat terlihat adanya
gelombang-gelombang mirip paku bervoltase tinggi, bifasik dengan frekuensi 3-8 spd, simetris dan
terjelas di daerah parietal (parietal humps). Gambaran ini paling jelas pada usia 3-9 tahun dan terus
terlihat sampai usia 40 tahun. Pada keadaan tidur ringan terdapat (sleep spndle) terdapat gelombang
tajam berfrekuensi 12-14 spd yang sifatnya simetris. Pada keadaan tidur sedang sampai dalam rekaman
didominir oleh gelombnag-gelombang lambat tak teratur dengan frekuensi ½ - 3 spd.

2.9 Hasil

Pada pemeriksaan EEG

Normal

a. Hasil dua sisi otak menunjukkan pola serupa dari aktivitas elektrik

b. Tidak ada gambaran gelombang abnormal dari aktivitas elektrik dan tidak ada gelombang yang
lambat

c. Jika pasien dirangsang dengan cahaya (photic) selama test maka hasil gelombang tetap normal.
Abnormal

a. Hasil dua sisi otak menunjukkan pola tidak serupa dari aktivitas elektrik

b. EEG menunjukkan gambaran gelombang abnormal yang cepat atau lambat, hal ini mungkin
disebabkan oleh tumor otak, infeksi/peradangan, injuri, strok, atau epilepsi. Ketika seseorang
mempunyai epilepsi dengan pemeriksaan EEG ini bisa diketahui daerah otak bagian mana yang aktivitas
listriknya tidak normal. Namun pemeriksaan EEG saja tidak cukup, sebab EEG diambil selalu pada saat
tidak ada serangan kejang bukan pada saat serangan, karena tidak mungkin orang yang sedang
mengalami serangan epilepsi dibawa ke rumah sakit untuk diperiksa EEG. Maka, pemeriksaan EEG harus
ditunjang oleh pemeriksaan otak itu sendiri, yaitu melihat gambaran otaknya dengan teknik foto
Magnetic Resonance Imaging (MRI). Jadi EEG dengan sendirinya tidak cukup untuk mendiagnosa
penyakit neurology tetapi perlu dengan pemeriksaan yang lain

c. Berbagai keadaan dapat mempengaruhi gambaran EEG. EEG yang abnormal dapat disebabkan
kelainan di dalam otak yang tidak hanya terbatas pada satu area khusus di otak, misalnya intoksikasi
obat, infeksi otak (ensefalitis), atau penyakit metabolisme (Diabetik ketoasidosis)

d. EEG menunjukkan grlombang delta atau gelombang teta pada orang dewasa yang terjaga. Hasil ini
menandai adanya injuri otak

e. EEG tidak menunjukkan aktivitas elektrik di dalam otak ( a “ flat/” atau “ garis lurus” ). Menandai
fungsi otak telah berhenti, yang mana pada umumnya disebabkan oleh tidak adanya (penurunan) aliran
darah atau oksigen di dalam otak. Dalam beberapa hal, pemberian obat penenang dapat menyebabkan
gambaran EEG flat. Hal ini juga dapat dilihat di status epilepsi setelah pengobatan diberikan.

You might also like