Professional Documents
Culture Documents
KELOMPOK B-7
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2018
KEMBUNG PADA ANAK
Seorang bayi perempuan berumur 6 bulan dibawa ibunya ke UGD dengan keluhan sejak
satu hari yang lalu BAB berupa lender bercampur darah tanpa feses sebanyak tigakali dan
muntah berwarna hijau lima kali. Anak rewel dan sering menangis mengangkat kaki, tidak mau
makan dan minum, serta badan panas. Hasil pemeriksaan fisik keadaan tampak sakit sedang,
tekanan darah 100/60 mmHg; frekuensi nadi 150x/menit; frekuensi nafas 36x/menit; suhu 39C.
Rectal toucher ditemukan ampula collaps dan tidak ditemukan feses. Darah positif lender current
jelly positif. Pemeriksaan penunjang BNO 3 posisi ditemukan adanya tanda-tanda step ladder
dan herring bone serta air fluid level. USG abdomen ditemukan donut sign positif.
2
KATA-KATA SULIT
PERTANYAAN
1. Mengapa muntah berarna hijau?
2. Mengapa pada pemeriksaan rectal toucher tidak ditemukan feses?
3. Kenapa BAB berupa lender bercampur darah tanpa feses?
4. Mengapa terjadi ampulla collaps?
5. Kenapa bayi menangis sambil mengankat kaki?
6. Kenapa disertai demam?
7. Apa diagnosisnya?
8. Bagaimana tatalaksananya?
9. Apakah komplikasi pada kasus diatas?
10. Bagaimana cara pemeriksaan BNO 3 posisi?
11. Mengapa denyut nadi 150x/menit, RR 36x/menit, dan suhu 39 derajat celsius?
12. Apakah usia bayi ada pengaruhnya dengan kondisi pada kasus ini?
13. Apakah pola makan pada bayi mempengaruhi kondisi ini?
3
JAWABAN
1. Karena tekanan intraabdominal yang meningkat dan warna hijau berasal dari cairan empedu juga
cairan asam lambung.
2. Karena terjadi obstruksi usus bagian atas.
3. Kemungkinan adanya obstruksi, adanya luka pada mukosa, dan bakteri, sehingga feses berupa
lender dan bercampur darah.
4. Karena terjadi gerakan peristaltic yang terus menerus, sementara ususnya kosong. Dapt juga
dikarenakan sudah terjadinya iskemi akibat dari obstrruksinya.
5. Refleks dari rasa sakitnya.
6. Karena dicurigai adanya infeksi, dan dehidrasi.
7. Intususepsi.
8. Dipasang NGT, resusitasi cairan pakai ringer laktat, dan tindakan operasi (Laparatomi).
9. Syok hipovolemik, asidosis, dan perforasi usus.
10. - Abdomen AP supine dengan posisi terlentang
- Abdomen AP dengan setengah duduk
- Abdomen LD dengan posisi tidur miring ke kiri
11. Laju metabolisme yang meningkat dan bersifat anaerob
12. Ya, ada.
13. Tidak ada pengaruh khusus dari pola makan.
HIPOTESIS
Intususepsi dapat disebabkan oleh adanya invaginasi usus halus, sehingga dapat
menimbulkan rasa nyeri. Bila tidak ditangani segera dapat menyebabkan syok hipovolemik,
asidosis, dan perforasi usus halus. Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu BNO 3 posisi, dan
penatalaksanannya yaitu dengan resusitasi cairan, pemakaian selang NGT, dan tindakan operasi
atau laparatomi.
4
SASARAN BELAJAR
5
LO. 1.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Intususepsi
Intususepsi adalah suatu proses di mana segmen intestin masuk ke dalam bagian lumen
usus yang dapat menyebabkan obstruksi pada saluran cerna. Intususepsi artinya prolapsus suatu
bagian usus ke dalam lumen bagian yang tepat berdekatan. Bagian usus yang masuk disebut
intususeptum dan bagian yang menerima intususepturn dinamakan intususipiens. Oleh karena
itu, invaginasi disebut juga intususepsi.
Insidens pada bulan Maret-Juni dan bulan September-Oktober meninggi. Hal tersebut
mungkin berhubungan dengan perubahan musim dimana pada saat tersebut insidens infeksi
saluran nafas dan gastroenteritis meninggi, sehingga banyak ahli yang menganggap bahwa
hypermotilitas usus merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya invaginasi.
6
2. Colo-kolika: kolon masuk ke dalam kolon
3. Ileo-colica: ileum terminal yang masuk ke dalam kolon asendens
4. Ileosekal: ileum terminal masuk ke dalam sekum di mana lokus minorisnya adalah katup
ileosekal.
Invaginasi umumnya berupa intususepsi ileosekal yang masuk naik ke kolon asendens dan
mungkin terus sampai keluar dari rektum.
Idiopatik
Menurut kepustakaan 90 – 95 % invaginasi pada anak dibawah umur satu tahun tidak dijumpai
penyebab yang spesifik sehingga digolongkan sebagai “infatile idiphatic intussusceptions”. Pada
waktu operasi hanya ditemukan penebalan dari dinding ileum terminal berupa hyperplasia
jaringan follikel submukosa yang diduga sebagai akibat infeksi virus. Penebalan ini merupakan
titik awal (lead point) terjadinya invaginasi.
Kausal
Pada penderita invaginasi yang lebih besar (lebih dua tahun) adanya kelainan usus sebagai
penyebab invaginasi seperti : inverted Meckel’s diverticulum, polip usus, leiomioma,
leiosarkoma, hemangioma, blue rubber blep nevi, lymphoma, duplikasi usus. Gross mendapatkan
titik awal invaginasi berupa : divertikulum Meckel, polip,duplikasi usus dan lymphoma pada 42
kasus dari 702 kasus invaginasi anak.
Ein’s dan Raffensperger, pada pengamatannya mendapatkan “Specific leading points” berupa
eosinophilik, granuloma dari ileum, papillary lymphoid hyperplasia dari ileum hemangioma dan
perdarahan submukosa karena hemophilia atau Henoch’s purpura.
Lymphosarcoma sering dijumpai sebagai penyebab invaginasi pada anak yang berusia
diatas enam tahun. Invaginasi dapat juga terjadi setelah laparotomi, yang biasanya timbul setelah
7
dua minggu pasca bedah, hal ini terjadi akibat gangguan peristaltik usus, disebabkan manipulasi
usus yang kasar dan lama, diseksi retroperitoneal yang luas dan hipoksia lokal.
Penyakit ini sering terjadi pada umur 3 – 12 bulan, di mana pada saat itu terjadi perubahan diet
makanan dari cair ke padat, perubahan pemberian makanan ini dicurigai sebagai penyebab
terjadi invaginasi. Invaginasi kadang – kadang terjadi setelah / selama enteritis akut, sehingga
dicurigaiakibat peningkatan peristaltik usus. Gastroenteritis akut yang dijumpai pada bayi,
ternyata kuman rota virus adalah agen penyebabnya, pengamatan 30 kasus invaginasi bayi
ditemukan virus ini dalam fesesnya sebanyak 37 %. Pada beberapa penelitian terakhir ini
didapati peninggian insidens adenovirus dalam feses penderita invaginasi.
Sebagian besar kasus invaginasi yang terjadi pada anak dibawah 1 tahun adalah idiopatik.
Pada 30 % kasus diikuti dengan virus gastroenteritis atau ISPA. Pada waktu operasi hanya
ditemukan penebalan dinding ileum terminal berupa hipertrophi jaringan limfoid (plaque payer)
akibat infeksi virus (limfadenitis) yang mengkuti suatu gastroenteritis atau infeksi saluran nafas.
Keadaan ini menimbulkan pembengkaan bagian intusupseptum, edema intestinal dan obstruksi
aliran vena -> obstruksi intestinal -> perdarahan. Penebalan ini merupakan titik permulaan
invaginasi. Pada anak dengan umur > 2 tahun disebabkan oleh tumor seperti limpoma, polip,
hemangioma dan divertikel Meckeli. Penyebab lain akibat pemberian anti spasmolitik pada diare
non spesifik. Pada umur 4-9 bulan terjadi perubahan diet makanan dari cair ke padat, perubahan
pola makan dicurigai sebagai penyebab invaginasi. Pada orang tua sangat jarang dijumpai kasus
invaginasi, serta tidak banyaktulisan yang membahas tentang invaginasi pada orangtua secara
rinci.
8
menjadi suatu iskemik terjadi oleh karena penekanan dan penjepitan pembuluh-pembuluh darah
segmen intususeptum usus atau mesenterial. Bagian usus yang paling awal mengalami iskemik
adalah mukosa. Ditandai dengan produksi mucus yang berlebih dan bila berlanjut akan terjadi
strangulasi dan laserasi mukosa sehingga timbul perdarahan. Campuran antara mucus dan darah
tersebut akan keluar anus sebagai suatu agar-agar jeli darah (red currant jelly stool). Iskemik dan
distensi sistem usus akan dirasakan nyeri oleh pasien dan ditemukan pada 75% pasien. Adanya
iskemik dan obstruksi akan menyebabkan sekuestrisasi cairan ke lumen usus yang distensi
dengan akibat lanjutnya adalah pasien akan mengalami dehidrasi, lebih jauh lagi dapat
menimbulkan syok. Mukosa usus yang iskemik merupakan port de entry intravasasi
mikroorganisme dari lumen usus yang dapat menyebabkan pasien mengalami infeksi sistemik
dansepsis.
Intususepsi pada dewasa kausa terbanyak adalah keadaan patologi pada lumen usus, yaitu
suatu neoplasma baik yang bersifat jinak dan atau ganas, seperti apa yang pernah dilaporkan ada
perbedaan kausa antara usus halus dan kolon sebab terbanyak intususepsi pada usus halus adalah
neoplasma yang bersifat jinak (diverticle meckel’s, polip) 12/25 kasus sedangkan pada kolon
adalah bersifat ganas (adenocarsinoma)14/16 kasus. Etiologi lainnya yang frequensinya lebih
rendah seperti tumor extra lumen seperti lymphoma, diarea , riwayat pembedahan
abdomen sebelumnya, inflamasi pada apendiks juga pernah dilaporkan intususepsi terjadi pada
penderita AIDS , pernah juga dilaporkan karena trauma tumpul abdomen yang tidak dapat
diterangkan kenapa itu terjadi dan idiopatik .
9
akan menyebabkan dinding usus yang terjepit sehingga akan mengakibatkan aliran darah
menurun dan keadaan akhir adalah akan menyebabkan nekrosis dinding usus.
Sesudah beberapa kali serangan dan setiap kalinya memerlukan tenaga, maka di luar
serangan si penderita terlihat lelah dan lesu dan tertidur sampai atang serangan datang kembali.
Proses intususepsi pada mulanya belum terjadi gangguan pasase isi usus secara total, anak masih
10
dapat defekasi berupa feses biasa, kemudian feses bercampur darah segar dan lendir, kemudian
defekasi hanya berupa darah segar bercampur lendir tanpa feses. BAB darah dan lendir (red
currant jelly stool) baru dijumpai sesudah 6-8 jam serangan sakit yang pertama kali, kadang-
kadang sesudah 12 jam. BAB darah lendir ini bervariasi jumlahnya dari kasus per kasus, ada
juga yang dijumpai hanya pada saat melakukan colok dubur.
Karena sumbatan belum total, perut belum kembung dan tidak tegang, dengan demikian
mudah teraba gumpalan usus yang terlibat intususepsi sebagai suatu massa tumor berbentuk
Curved Sausage di dalam perut di bagian kanan atas, kanan bawah, atas tengah atau kiri bawah.
Tumor lebih mudah teraba pada waktu terdapat peristaltik, sedangkan pada perut bagian kanan
bawah teraba kosong yang disebut “Dance’s Sign”. Hal ini akibat caecum dan kolon naik ke atas,
mengikuti proses intususepsi.
Sesudah 18-24 jam serangan sakit yang pertama, usus yang tadinya tersumbat partial
berubah menjadi sumbatan total, diikuti proses oedem yang semakin bertambah, sehingga pada
pasien dijumpai tanda-tanda obstruksi, seperti perut kembung dengan gambaran peristaltik usus
yang jelas, muntah warna hijau dan dehidrasi.
Oleh karena perut kembung maka massa tumor tidak dapat diraba lagi dan defekasi hanya
berupa darah dan lendir. Apabila keadaan ini berlanjut terus akan dijumpai muntah feses, dengan
demam tinggi, asidosis, toksis dan terganggunya aliran pembuluh darah arteri. Pada segmen yang
terlibat menyebabkan nekrosis usus, gangren, perforasi, peritonitis umum, shock dan kematian.
11
Perlu diperhatikan bahwa untuk penderita malnutrisi, gejala-gejala intususepsi tidak khas.
Tanda-tanda obstruksi usus baru timbul dalam beberapa hari. Pada penderita ini tidak jelas tanda
adanya sakit berat. Pada defekasi tidak ada darah. Intususepsi dapat mengalami prolaps melewati
anus. Hal ini mungkin disebabkan pada pasien malnutrisi, memiliki tonus yang melemah,
sehingga obstruksi tidak cepat timbul.
LO. 1.7 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding Intususepsi
Diagnosis
Penegakkan diagnosis intususepsi didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium
dan radiologi. Gejala klinis yang menonjol dari intususepsi adalah suatu trias gejala yang terdiri
dari:
a. Nyeri perut yang datangnya secara tiba-tiba, nyeri bersifat hilang timbul. Nyeri
menghilang selama 10-20 menit, kemudian timbul lagi serangan baru.
b. Teraba massa tumor di perut bentuk Curved Sausage pada bagian kanan atas, kanan
bawah, atas tengah, kiri bawah atau kiri atas.
c. Buang air besar campur darah dan lendir yang disebut Red Currant Jelly Stool
1. Anamnesis
Pada penderita yang mengalami invaginasi keluhan-keluhan yang dapat didapatkan pada
saat anamnesis adalah:(14)
a. Sebelum sakit bayi atau anak ada riwayat pijat dan diberi makanan padat padahal umur
bayi dibawah 4 bulan.
b. Bayi yang awalnya sehat mendapatkan serangan nyeri perut yang terjadi secara tiba-tiba
dan berlangsung dalam beberapa menit
c. Serangan nyeri perut yang diikuti dengan muntah berisi cairan dan makanan
d. Lelah dan Lesu
e. Feses bercampur darah segar dan lendir
2. Pemeriksaan Fisik
12
Hasil pemeriksaan fisik pada pasien yang mengalami invaginasi adalah seperti yang
tertera berikut:(14)
a. Inspeksi
Os kelihatan lemah dan lesu
b. Auskultasi
Bising usus terdengar meninggi selama serangan kolik dan menjadi normal kembali
di luar serangan
c. Palpasi
Perut di bagian kanan atas, kanan bawah, atas tengah atau kiri bawah teraba suatu
massa tumor berbentuk curved sausage
Perut bagian kanan bawah teraba kosong yang disebut “dance’s sign”.
d. Perkusi
Pada tempat invaginasi terkesan suatu rongga kosong.
e. Pemeriksaan Rectal Toucher
Tonus sphincter melemah, mungkin invaginat dapat diraba berupa massa seperti
portio(pseudoportio)
Bila jari ditarik, keluar darah bercampur lendir.
3. Pemeriksaan Penunjang
A. Pemeriksaan Laboratorium
Meskipun hasil laboratorium tidak spesifik untuk menegakkan diagnosis intususepsi,
sebagai proses dari progresivitas, akan didapatkan abnormalitas elektrolit yang berhubungan
dengan dehidrasi, anemia dan atau peningkatan jumlah leukosit (leukositosis >10.000/mm3).
B. Pemeriksaan Radiologi
1. Foto Polos ABdomen
Didapatkan distribusi udara di dalam usus tidak merata, usus terdesak ke kiri atas, bila
telah berlanjut terlihat tanda-tanda obstruksi usus dengan gambaran “air fluid level”. Dapat
terlihat “free air” bila terjadi perforasi
13
Gambaran Radiologi Usus Terdesak Ke Kiri Atas
2. Barium Enema
Pemeriksaan dengan barium enema adalah untuk tujuan diagnosis dan terapi, untuk
diagnosis dikerjakan bila gejala-gejala klinik meragukan. Pada barium enema akan tampak
gambaran "Cupping, Coiled Spring Appearance".
C. Ultrasonography Abdomen
Tanda invaginasi yang dapat terlihat pada USG tampilan transversal berupa Target
Lesion atau bisa juga disebut Doughnut Sign.
14
Gambaran USG Transversal: Target Lesion atau Doughnut Sign
Tanda invaginasi yang dapat terlihat pada USG tampilan logitudinal berupa
Pseudokidney Sign.
D. CT-Scan
Intususepsi yang digambarkan pada CT scan merupakan gambaran klasik seperti pada
USG yaitu Target Sign. Intususepsi temporer dari usus halus dapat terlihat pada CT maupun
USG, dimana sebagian besar kasus ini secara klinis tidak signifikan.
15
Gambaran CT-Scan Invaginasi berupa Target Sign
Diagnosis Banding
Beberapa diagnosis banding dari invaginasi adalah seperti yang tertera berikut ini:
1. Gastroenteritis
Bila diikuti dengan intususepsi dapat ditandai jika dijumpai perubahan rasa sakit,
muntah dan perdarahan.
2. Divertikulum Meckel
Biasanya dengan perdarahan, biasanya tidak ada rasa nyeri.
3. Disentri Amoeba
Diare mengandung lendir dan darah, serta adanya obstipasi, bila disentri berat disertai
adanya nyeri di perut, tenesmus dan demam.
4. Enterokolitis
16
Pada enterocolitis terdapat feses yang bercampur darah disertai kram abdomen,
namun hal ini dapat dibedakan dari invaginasi karena sakit cenderung lebih jarang,
disertai diare, dan tetap adanya rasa sakit diantara nyeri.
6. Henoch-Schonlein Purpura
Terkadang terdapat gejala perdarahan pada pasien Henoch-Schönlein purpura, namun
yang dapat membedakannya adalah ditemukannya purpura pada penderita Henoch-
Schonlein purpura.
Pada bayi maupun anak yang dicurigai intususepsi atau invaginasi, penatalaksanaan lini
pertama sangat penting dilakukan untuk mencegah komplikasi yang lebih lanjut. Selang lambung
(Nasogastric tube) harus dipasang sebagai tindakan kompresi pada pasien dengan distensi
abdomen sehingga bisa dievaluasi produksi cairannya. Setelah itu, rehidrasi cairan yang adekuat
dilakukan untuk menghindari kondisi dehidrasi dan pemasangan selang catheter untuk memantau
ouput dari cairan. Pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit darah dapat dilakukan.
“Pneumatic” atau Kontras Enema masih menjadi pilihan utama untuk diagnosa maupun
terapi reduksi lini pertama pada intususepsi di banyak pusat kesehatan. Namun untuk
17
meminimalisir komplikasi, tindakan ini harus dilakukan dengan memperhatikan beberapa
panduan. Salah satunya adalah menyingkirkan kemungkinan adanya peritonitis, perforasi
ataupun gangrene pada usus. Semakin lama riwayat perjalanan penyakitnya, semakin besar
kemungkinan kegagalan dari terapi reduksi tersebut.
a. Hydrostatic Reduction
Metode reduksi hidrostatik tidak mengalami perubahan signifikan sejak dideskripsikan
pertama kali pada tahun 1876. Reduksi hidrostatik dengan menggunakan barium di bawah
panduan fluoroskopi telah menjadi metode yang dikenal sejak pertengahan 1980. Berikut ini
adalah tahapan pelaksanaannya:
a. Masukkan kateter yang telah dilubrikasi ke dalam rectum dan difiksasi kuat diantara
pertengahan bokong.
b. Melalui kateter, barium dialirkan dari kontainer
c. Pengembangan balon kateter kebanyakan dihindari oleh para radiologis sehubungan
dengan risiko perforasi dan obstruksi loop tertutup.
d. Pelaksanaannya memperhatikan “Rule Of Three” yang terdiri atas:
(1) Reduksi hidrostatik dilakukan setinggi 3 kaki di atas pasien
e. Pengisian dari usus dipantau dengan fluoroskopi dan tekanan hidrostatik konstan
dipertahankan sepanjang reduksi berlangsung.
f. Reduksi hidrostatik telah sempurna jika media kontras mengalir bebas melalui katup
ileocaecal ke ileum terminal. Reduksi berhasil pada rentang 45-95% dengan kasus tanpa
komplikasi.
Pengobatan dianggap berhasil bila barium sudah mencapai ileum terminalis, serta pada
saat itu, pasase usus kembali normal, norit yang diberikan akan keluar melalui dubur. Seiring
dengan pemeriksaan zat kontras kembali dapat terlihat coiled spring appearance. Gambaran
tersebut disebabkan oleh sisa-sisa barium sepanjang bekas tempat invaginasi.
18
Berikut merupakan beberap indikasi dan kontraindikasi dalam penatalaksanaan invaginasi
dengan barium enema yakni:
1. Indikasi
a. Tidak terdapat gejala & tanda rangsangan peritoneum
b. Tidak terdapat obstruksi yang tinggi
c. Tidak dehidrasi
d. Gejala invaginasi kurang dari 48 jam
2. Kontraindikasi
a. Distensi abdomen yang berlebihan
b. Invaginasi rekuren
c. Gejala invaginasi lebih dari 48 jam
d. Peritonitis
e. Perforasi
b. Pneumatic Reduction
Reduksi udara pada intususepsi pertama kali diperkenalkan pada tahun 1897 dan cara
tersebut telah diadopsi secara luas hingga akhir tahun 1980. Prosedur ini dimonitor secara
fluroskopi sejak udara dimasukkan ke dalam rectum. Tekanan udara maksimum yang aman
adalah 80 mmHg untuk bayi dan 110-120 mmHg untuk anak. Penganut dari model reduksi ini
meyakini bahwa metode ini lebih cepat, lebih aman dan menurunkan waktu paparan dari radiasi.
Pengukuran tekanan yang akurat dapat dilakukan, dan tingkat reduksi lebih tinggi
daripada reduksi hidrostatik. Berikut ini adalah prosedure Pneumatic Reduction:
a. Sebuah kateter yang telah dilubrikasi ditempatkan ke dalam rectum dan direkatkan
dengan kuat.
b. Sebuah manometer dan manset tekanan darah dihubungkan dengan kateter, dan udara
dinaikkan perlahan hingga mencapai tekanan 70-80 mmHg (maksimum 120 mmHg)
dan diikuti dengan fluoroskopi. Kolum udara akan berhenti pada bagian intususepsi,
dan dilakukan sebuah foto polos.
19
c. Jika tidak terdapat intususepsi atau reduksinya berhasil, udara akan teramati melewati
usus kecil dengan cepat. Foto lain selanjutnya dibuat pada sesi ini, dan udara akan
dikeluarkan terlebih dahulu sebelum kateter dilepas.
d. Untuk melengkapi prosedur ini, foto post reduksi (supine dan decubitus/upright
views) harus dilakukan untuk mengkonfirmasi ketiadaan udara bebas.
e. Reduksi yang sulit membutuhkan beberapa usaha lebih. Penggunaan glucagon (0.5
mg/kg) untuk memfasilitasi relaksasi dari usus memiliki hasil yang beragam dan tidak
rutin dikerjakan.
1. Pre-Operatif
Penanganan intususepsi melalui tindakan operasi secara umum sama seperti penangan
pada kasus obstruksi usus lainnya yaitu perbaikan keadaan umum seperti rehidrasi dan koreksi
elektrolit bila sudah terjadi defisit elektrolit. Pembedahan sudah dapat dilakukan jika perfusi
jaringan sudah cukup yang dapat diukur secara klinis dari produksi urin, yaitu 0,5 - 1
ml/kgBB/jam melalui kateter. Kriteria lainnya adalah suhu tubuh kurang dari 38ºC, nadi kurang
dari 120 kali per menit, pernapasan tidak lebih dari 40 kali/ menit, turgor kulit membaik, dan
paling utama kesadaran yang baik. Biasanya dengan pemberian cairan sejumlah 50% dari
kebutuhan (untuk koreksi & kebutuhan normal), perfusi jaringan sudah dapat dicapai.
2. Operatif
a. Insisi
Antibiotik intravena preoperatif profilaksis harus diberikan 30 menit sebelum insisi kulit.
Pasien diposisikan terlentang dan sayatan kulit sisi kanan perut melintang dibuat sedikit
lebih rendah daripada umbilikus. Sayatan bisa dibuat sejajar, di bawah atau di atas
umbilikus, tergantung pada derajat intususepsi
20
b. Diseksi
Teknik pemisahan otot dimulai dari eksternal, obliqus internus, dan fascia transversalis.
Usus yang mengalami intususepsi secara hati-hati dijangkau dari luka operasi dan reduksi
dilakukan dengan lembut dengan teknik ”milking”, meremas usus distal ke apex
bersamaan dengan tarikan lembut dari usus proksimal untuk membantu reduksi.Traksi
yang kuat atau menarik usus intususeptum dari intususipien harus dihindari, karena ini
dapat dengan mudah mengakibatkan cedera lebih lanjut pada usus besar
Setelah reduksi, kondisi umum ileum terminal yang mengalami intususepsi harus dinilai
dengan hati-hati. Evaluasi Ileum Terminal dengan Seksama untuk Menilai
Viabilitas Usus
c. Reseksi
Kadang-kadang, reseksi usus segmental diperlukan jika reduksi tidak dapat dicapai atau
usus nekrotik diidentifikasi setelah reduksi.
21
Batas reseksi pada umumnya adalah 10 cm dari tepi - tepi segmen usus yang terlibat,
pendapat lainnya pada sisi proksimal minimum 30 cm dari lesi, kemudian dilakukan
anastosmose end to end atau side to side.
Umumnya, ileum terminal yang direduksi akan muncul kehitaman dan menebal pada
palpasi. Penempatan spons yang hangat dan lembab selama beberapa menit dapat
meningkatkan perfusi jaringan lokal, sehingga, berpotensi menghindari reseksi bedah yang
tidak perlu.
Apabila terdapat kerusakan usus yang cukup luas, dan banyak bagian dari usus itu yang
harus diangkat. Maka pada kasus ini tidak dapat dilakukan anastomosis end to end, harus
colostomy supaya proses digestive tetap berjalan.
Appendektomi standar dilakukan jika dinding cecal berdekatan adalah normal.
22
d. Menutup
Setelah reduksi dicapai atau reseksi dilakukan (jika diperlukan) dan hemostasis dipastikan,
penutupan fasia perut dilakukan di lapisan menggunakan benang absorbable 3-0.
Kulit reapproximated dengan jahitan subcuticular 5-0 yang diserap
3. Post-Operatif
Pada kasus tanpa reseksi, Nasogastric tube berguna sebagai dekompresi pada saluran
cerna selama 1-2 hari dan penderita tetap dengan pemasangan infus. Setelah oedem dari intestine
menghilang, pasase dan peristaltik akan segera terdengar. Kembalinya fungsi intestine ditandai
dengan menghilangnya cairan kehijauan dari nasogastric tube. Abdomen menjadi lunak, tidak
distensi. Dapat juga didapati peningkatan suhu tubuh pasca operasi yang akan turun secara
perlahan. Antibiotika dapat diberikan satu kali pemberian pada kasus dengan reduksi. Pada kasus
dengan reseksi perawatan menjadi lebih lama. Hal-hal yang perlu diperhatikan setelah
dilakukannya operasi pada penderita adalah:
a. Hindari Dehidrasi
b. Pertahankan stabilitas elektrolit
c. Pengawasan akan inflamasi dan infeksi
d. Pemberian analgetika yang tidak menggangu motilitas usus
1. Memperhatikan pola makan bayi. tidak memberikan makanan padat selain asi pada bayi
dibawah 6 bulan karena sistem pencernaan dan daya tahan tubuh bayi belum sempurna.
2. Hindari tindakan masyarakat tradisional berupa pijat perut
3. Vaksin rotavirus generasi lama diketahui dapat menimbulkan intususepsi pada bayi/anak
yang mendapatkannya. Akibatnya pemakaian vaksin ini kemudian dilarang. Vaksin
rotavirus generasi yang baru telah diantisipasi untuk tidak menyebabkan hal yang sama
sebelum dipakai secara massal pada bayi dan anak
23
1. Adynamis usus yang berkepanjangan
2. Demam, infeksi pada luka operasi, urinary tract infection
3. Enterostomy stenosis, subhepatic abses
4. Gangguan keseimbangan elektrolit
5. Sepsis.
Kematian disebabkan oleh intususepsi idiopatik akut pada bayi dan anak-anak sekarang jarang di
negara maju. Sebaliknya, kematian terkait dengan intususepsi tetap tinggi di beberapa negara
berkembang. Pasien di negara berkembang cenderung untuk datang ke pusat kesehatan
terlambat, yaitu lebih dari 24 jam setelah timbulnya gejala, dan memiliki tingkat intervensi
bedah, reseksi usus dan mortalitas lebih tinggi.
Mortalitas secara signifikan lebih tinggi (lebih dari sepuluh kali lipat dalam kebanyakan
studi) pada bayi yang ditangani 48 jam setelah timbulnya gejala daripada bayi yang ditangani
dalam waktu 24 jam setelah onset pertama. Angka rekurensi dari intususepsi untuk reduksi
nonoperatif dan operatif masing-masing rata-rata 5% dan 1-4%.
24
DAFTAR PUSTAKA
M. Towsend Jr, Courtney. Sabiston Text Book of Surgery 18th Ed. USA : Saunders
Syamsuhidayat, R dan Wim De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed.2. Jakarta: Penerbit
http://www.bedahugm.net/Bedah-Anak/Invaginasi.html
http://www.health-yahoo.com/digestive-treatment/intussusception-treatment-
overview/healthwise--hw43897.html
25