You are on page 1of 62

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga Proposal Karya Tulis Ilmiah

yang berjudul “Gambaran Asuhan Keperawatan Klien Trauma Kepala Dalam

Pemenuhan Kebutuhan Nyaman Nyeri Di Ruang Kemuning 2a Bedah Saraf Rsup

Dr Hasan Sadikin Bandung” ini dapat diselesaikan. Proposal Karya Tulis Ilmiah

ini membahas tentang gambaran asuhan keperawatan yang diberikan kepada

pasien trauma kepala berfokus pada pemenuhan kebutuhan nyaman nyeri.

Ucapan terimakasih disampaikan kepada Ibu Nyayu Nina Putri C

,S.Kep.,Ners.,M.Kep selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan

bimbingan dan mendukung penulis, serta pihak-pihak yang telah membantu

dalammenyelesaikan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini . Harapan akan Proposal

Karya Tulis Ilmiah semoga dapat menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman

bagi penulis, serta menambah keluasan ilmu dan teknologi terapan bidang

keperawatan dalam pemenuhan kebetuhan nyaman nyeri pada pasien trauma

kepala.

Penulis menyadari bahwa Proposal Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari

kesempurnaan dan masih banyak kekurangan yang mendasar. Oleh karena itu

kritik dan saran penulis harapkan agar kedepannya dapat memperbaiki bentuk

maupun menambah isi Proposal Karya Tulis Ilmiah ini agar menjadi lebih baik

lagi.

Bandung, Mei 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG ............................................................................................ 1
B. RUMUSAN MASALAH ........................................................................................ 4
C. TUJUAN ................................................................................................................. 4
D. MANFAAT ............................................................................................................. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 6
A. Trauma Kepala ................................................................................................ 6
1. Pengertian Trauma Kepala ................................................................................. 6
2. Jenis- Jenis Trauma Kepala................................................................................. 6
3. Klasifikasi ......................................................................................................... 13
4. Etiologi .............................................................................................................. 15
5. Mekanisme cedera kepala ................................................................................. 16
6. Patofisiologi ...................................................................................................... 19
7. Pethway ............................................................................................................. 23
8. Manifestasi Klinis ............................................................................................. 24
9. Pemeriksaan penujang....................................................................................... 27
10. Penatalaksanaan medis...................................................................................... 28
B. Asuhan Keperawatan dalam Kebutuhan nyaman nyeri ................................. 29
1. Pengkajian ............................................................................................................. 29
2. Pengkajian Fisik .................................................................................................... 32
3. Pemeriksaan Laboratorium ................................................................................... 35
4. Pemeriksaan Diagnostik........................................................................................ 36
5. Diagnosa Keperawatan ............................................................................................ 38
6. Perencanaan Keperawatan .................................................................................... 42
C. Kebutuhan Nyaman Nyeri Pada Cedera Kepala ........................................... 46
1. Pengertian Nyeri ............................................................................................... 46

ii
2. Gangguan Kebutuhan nyaman nyeri ................................................................. 47
3. Edukasi Mobilisasi Fisik Pada Cedera Kepala.................................................. 48
BAB III METODELOGI PENELITIAN .............................................................. 50
A. Rancangan Studi Kasus......................................................................................... 50
B. Subyek Studi Kasus .............................................................................................. 51
C. Fokus Studi ........................................................................................................... 51
D. Definisi Operasional ............................................................................................. 52
E. Tempat dan Waktu ................................................................................................ 52
F. Pengumpulan Data ................................................................................................ 53
G. Penyajian Data .................................................................................................. 54
H. Etika Studi Kasus .............................................................................................. 54
DAFTAR PUSTAKA

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1. Daftar Diagnosis Keperawatan Kebutuhan Nyaman Nyeri………....39

Tabel 2. 2. Perencanaan Keperawatan Kebutuhan Nyaman Nyeri Pasien Trauma


kepala………………………………………………………………44

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Skala Intensitas Nyeri Numerik (0-10)………………………………31

v
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Trauma kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang

disertai atau tampa disertai perdarahan intertisial dalam substansi otak tampa

diikuti terputusnya kontinuitas otak (Bouma,2003 dalam Padila, 2012).

Trauma kepala yaitu adanya deformitas berupa penyimpangan bentuk atau

penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan

(acceralasi-descelarasi) dipengaruhi oleh perubahan peningakatan pada

percepatan factor dan penuruan percepatan, serat rotasi yaitu pergeraklan pada

kepala dirasakan juga oleh otak sebagi akibat perputaran pada tindakan

pencegahan (Bajamal,2001;Padila,2012). Nyeri adalah suatu sensori subjektif

dan pendalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan

kerusakan jaringan yang bersifat aktual atau potentsial atau yang di rasakan

dalam kejadian-kejadian dimana terjadi kerusakan ( Internasioan Association

For Study Of Pain dalam Prastyo, 2010)

Prevalesi kejadian trauma kepala di Amerika Serikat insiden trauma

kepala adalah 200 per 100.000 orang per tahun. Di Indonesia walaupun belum

tersedia data secara nasional , trauma kepala merupakan kasus yang sangat

sering di jumpai di setiap rumah sakit. Pada tahun 2005 ,di RSCM terdapat

434 pasien trauma kepala ringan, 315 psien trauma kepala sedang, dan 28

pasien trauma kepala berat , sedangkan di RS Siloam Gleaneagles terdapat

1
2

347 kasus trauma kepala secara keseluruhan. Di rumah sakit Atma Jaya

(RSAJ), pada tahun 2007, jumlah pasien trauma kepala mencapai 125 orang

dari 256 orang pasien rawat inap bagian bedah saraf. Di Indonesia, cedera

kepala berdasarkan hasil Riskesdas 2013 menunjukkan insiden cedera kepala

dengan CFR sebanyak 100.000 jiwa meninggal dunia (Depkes RI, 2013).

Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, sebagai salah satu

rumah sakit rujukan di Jawa Barat mencatat kasus rawat inap akibat cedera

kepala yang dirawat di SMF Bedah Saraf FKUP/RSHS Bandung ,sebanyak

1127 orang dengan cedera kepala ringan 59%, cedera kepala sedang 30%,

cedera kepala berat 11%. Adapun jumlah pasien yang meninggal

sebanyak 101 orang ( Jurnal Kesehatan Kartika vol 11, 2016). Distribusi

kasus cedera kepala lebih banyak melibatkan kelompok usia produktif, yaitu

di antara 15-44 tahun ( dengan usia rata – rata sekitar tiga puluh tahun) dan

lebih di dominasi oleh kaum laki laki di bandingkan kaum perempuan.

(Satyanegara,2014)

Pada pasien trauma kepala nyeri diakibatkan oleh suatu rangkaian proses

neurofisiologis komplek yang secara langsung menjadikan empat komponen

yaitu, tranduksi, tranmisi, modulasi dan persepsi. terjadinya stimulus yang

kuat di perifer sampai dirasakannya nyeri di susunan saraf pusat. Nyeri Kepala

diakibatkan juga oleh peningkatan tekanan tingi intrakranial (TIK),

menkanisme terjadinya peningkatan tekanan intrakranial diawali ketika terjadi

suatu trauma kepala yang menyebabkan terputusnya kontinuitas jaringan

otak,tulang,vaskuler sehingga terjadi suatu perdarahan/hematoma didalam


3

otak,terjadilah vasodilatasi pembuluh darah sehingga menyebabkan edema

serebri dan meningkatkanya tekanan intrakranial (TIK) , edema serebri dan

TTIK mengakibatkan suplai okisigen kedalam otak menurun sehingga terjadi

iskemia atau kekurangan suplai oksigen ke daerah otak , mekanisme

dekompensasi otak ketika kekurangan oksigen terjadinya Metabolisme

Anaerob menghasilkan Asam Laktat yang bersifat iritan atau melukai dan

nyeri di persepsikan (Satyanegra,2014). Setiap pasien yang mengalami

trauma berat (tekanan, suhu, kimia) atau pasca pembedahan harus dilakukan

penanganan nyeri yang sempurna, karena dampak dari nyeri itu sendiri akan

menimbulkan respon stres metabolik (MSR) yang akan mempengaruhi semua

sistem tubuh dan memperberat kondisi pasiennya. Hal ini akan merugikan

pasien akibat timbulnya perubahan fisiologi dan psikologi pasien itu sendiri.

(International Association For The Study of Pain (IASP, 2012).

Keluhan nyeri kepala yang kerap timbul pasca cedera kepala perlu

mendapatkan perlakuan dan perhatian khusus. Jumlah kejadiannya cukup

signifikan, sehingga manajemen terhadap gejala dan keluhan pasca cedera

kepala khususnya nyeri kepala harus ditingkatkan. Tenaga kesehatan

khususnya perawat yang merawat pasien trauma kepala memerlukan

pengetahuan dan keterampilan untuk memenuhi kebutuhan pasien terutama

apabila pasien disertai dengan metabolisme strees respon ( MSR) dan

peningkatan tekanan intrakranial (TIK) pernapasan, saturasi oksigen, sirkulasi

dan status neurologis pasien perlu selalu di pantau dan diberi tindakan

keperawatan untuk mempertahankan perfusi serebral. Menurut penelitan


4

terbaru di buktikan tindakan manajemen nyeri tidak hanya dengan terapi

farmakologis , namun dengan non farmakologis seperti terapi murotal,terapi

relakasi, terapi distraksi, hipnoterapi, terapi es dingin/ terapi kompres panas,

akupuntur dan stimulasi saraf elekteris transkutan (TENS).( Andarmoyo,2013)

Berdasarkan latar belakang di atas , peneliti ingin melakuan perbandingan

konsep asuhan keperawatan antara teori dan keadaan klinik pada pasien

trauma kepala dengan gangguan nyaman nyeri.

B. RUMUSAN MASALAH

Bagaimanakah gambaran asuhan keperawatan pasien trauma kepala

terhadap pemenuhan kebutuhan nyaman nyeri ?

C. TUJUAN

Menggambarkan asuhan keperawatan pasien trauma kepala

terhadap pemenuhan kebutuhan nyaman nyeri.

D. MANFAAT

Study kasus ini ,diharapkan memberikan manfaat bagi :

1. Masyarakat

Supaya masyarakat mengetahui pengelolaan yang tepat untuk

diberikan pada pasien trauma kepala oleh petugas kesehatan khususnya

perawat dalam pemenuhan kebutuhan nyaman nyeri.


5

2. Bagi pengembangan ilmu dan teknologi keperawatan

Menambah keluasan ilmu dan teknologi terapan di bidang

keperawatan dalam pemenuhan kebutuhan nyaman nyeri pada pasien

Truma Kepala.

3. Penulis

Memperoleh pengalaman dalam mengaplikasikan hasil riset

keperawatan, khususnya study kasus tentang pelaksnaaan pemenuhan

kebutuhan nyaman nyeri pada pasien Trauma Kepala.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Trauma Kepala

1. Pengertian Trauma Kepala

Trauma kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang

disertai atau tampa disrtai perdarahan intertisil dalam substansi otak tampa

diikuti terputusnya kontinuitas otak (Bouma,2003 dalam Padila, 2012).

Trauma kepala yaitu adanya deformitas berupa penyimpangan bentuk atau

penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan

(acceralasi-descelarasi) dipengaruhi oleh perubahan peningakatan pada

percepatan factor dan penuruan percepatan, serat rotasi yaitu pergeraklan pada

kepala dirasakan juga oleh otak sebagi akibat perputaran pada tindakan

pencegahan (Bajamal,2001 dalam Padila,2012). Cedera kepala adalah suatu

gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai

perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya

kontinuitas otak. (Muttaqin, 2008).

2. Jenis- Jenis Trauma Kepala

Luka pada kulit dan tulang dapat menunjukkan lokasi (area) dimana terjadi

trauma (Lemone, 2017). Cedera yang tampak pada kepala bagian luar terdiri

dari dua, yaitu secara garis besar adalah trauma kepala tertutup dan terbuka.

Trauma kepala tertutup merupakan fragmen-fragmen tengkorak yang masih

6
7

intak atau utuh pada kepala setelah luka. The Brain and Spinal Cord

Organization 2009, mengatakan trauma kepala tertutup adalah apabila suatu

pukulan yang kuat pada kepala secara tiba-tiba sehingga menyebabkan

jaringan otak menekan tengkorak.

Trauma kepala terbuka adalah yaitu luka tampak luka telah menembus sampai

kepada dura mater. Kemungkinan kecederaan atau trauma adalah seperti

berikut;

a) Fraktur

Menurut American Accreditation Health Care Commission, terdapat 4 jenis

fraktur yaitu simple fracture, linear or hairline fracture, depressed fracture,

compound fracture. Pengertian dari setiap fraktur adalah sebagai berikut:

 Simple : retak pada tengkorak tanpa kecederaan pada kulit

 Linear or hairline: retak pada kranial yang berbentuk garis halus

tanpa depresi, distorsi dan ‘splintering’.

 Depressed: retak pada kranial dengan depresi ke arah otak.

 Compound : retak atau kehilangan kulit dan splintering pada

tengkorak. Selain retak terdapat juga hematoma subdural (Brunner,

2014).

Terdapat jenis fraktur berdasarkan lokasi anatomis yaitu terjadinya retak

atau kelainan pada bagian kranium. Fraktur basis kranii retak pada basis

kranium. Hal ini memerlukan gaya yang lebih kuat dari fraktur linear pada

kranium. Insidensi kasus ini sangat sedikit dan hanya pada 4% pasien yang

mengalami trauma kepala berat Terdapat tanda-tanda yang menunjukkan


8

fraktur basis kranii yaitu rhinorrhea (cairan serobrospinal keluar dari rongga

hidung) dan gejala raccoon’s eye (penumpukan darah pada orbital mata).

Tulang pada foramen magnum bisa retak sehingga menyebabkan kerusakan

saraf dan pembuluh darah. Fraktur basis kranii bisa terjadi pada fossa anterior,

media dan posterior (Satyanegra,2014).Fraktur maxsilofasial adalah retak atau

kelainan pada tulang maxilofasial yang merupakan tulang yang kedua terbesar

setelah tulang mandibula. Fraktur pada bagian ini boleh menyebabkan

kelainan pada sinus maxilari .

b) Luka memar (kontosio)

Luka memar adalah apabila terjadi kerusakan jaringan subkutan dimana n

pembuluh darah (kapiler) pecah sehingga darah meresap ke jaringan

sekitarnya, kulit tidak rusak, menjadi bengkak dan berwarna merah kebiruan.

Luka memar pada otak terjadi apabila otak menekan tengkorak. Biasanya

terjadi pada ujung otak seperti pada frontal, temporal dan oksipital. Kontusio

yang besar dapat terlihat di CT-Scan atau MRI (Magnetic Resonance Imaging)

seperti luka besar. Pada kontusio dapat terlihat suatu daerah yang mengalami

pembengkakan yang di sebut edema. Jika pembengkakan cukup besar dapat

mengubah tingkat kesadaran .

Umumnya, individu yang mengalami cidera luas mengalami fungsi

motorik abnormal,gerakan mata abnormal,dan peningkatan TIK yang

merupakan prognosis buruk.


9

c) Cedera kepala ringan (Komosio)

Setelah cidera kepala ringan,akan terjadi kehilangan fungsi neurologis

sementara dan tanpa kerusakan struktur. Komosio (commotio) umumnya

meliputi suatu periode tidak sadar yangberakir sselama beberapa detik sampai

beberapa menit. Kedaaan komosio ditunjukan dengan gejala pusing atau

berkunang-kunang. Dan terjadi kehilangan kesadaran penuh sesaat. Jika

jaringan otak dilobus frontal terkena klien akan berperilaku sedikit

aneh,sementara jika lobus temporal yang terkena maka akan menimbulkan

amnesia dan disoreintasi.

Penatalaksanaan meliputi kegiatan:

 Mengobservasi klien terhadap adanya sakit kepala,pusing,peningkatan

kepekaan terhadap rangsang dan cemas.

 Memberikan informasi,penjelasan,dan dukungan terhadap klien

tentang dampak paskacomosio.

 Melakukan perawatan 24 jam sebelum klien dipulangkan klien

dipulangkan.

 Memberitahukan klien/keluarga untuk segera membawa klien

kerumah sakit jika ditemukan tanda-tanda sukar bangun,konvulsi

(kejang),sakit kepala berat,muntah,dan kelemahan pada salah satu

sistem tubuh.

 Mengajurkan klien untuk melakukan untuk melakukan kegiatan

normal perlahan dan bertahap.


10

d) Laserasi (luka robek atau koyak)

Luka laserasi adalah luka robek tetapi disebabkan oleh benda tumpul atau

runcing. Dengan kata lain, pada luka yang disebabkan oleh benda bermata

tajam dimana lukanya akan tampak rata dan teratur. Luka robek adalah apabila

terjadi kerusakan seluruh tebal kulit dan jaringan bawah kulit. Luka ini

biasanya terjadi pada kulit yang ada tulang dibawahnya pada proses

penyembuhan dan biasanya pada penyembuhan dapat menimbulkan jaringan

parut.

e) Abrasi

Luka abrasi yaitu luka yang tidak begitu dalam, hanya superfisial. Luka ini

bisa mengenai sebagian atau seluruh kulit. Luka ini tidak sampai pada jaringan

subkutis tetapi akan terasa sangat nyeri karena banyak ujung-ujung saraf yang

rusak.

e) Avulsi

Luka avulsi yaitu apabila kulit dan jaringan bawah kulit terkelupas,tetapi

sebagian masih berhubungan dengan tulang kranial. Dengan kata lain intak

kulit pada kranial terlepas setelah kecederaan .


11

1. Perdarahan Intrakranial

a. Perdarahan Epidural (Hematoma Epidural)

Setelah cedera kepala ringan, darah terkumpul diruan epidural

(ekstradural) diantara tengkorak dan durameter. Keadaan ini sering

diakibatkan karena terjadinya fraktur tulang tengkorank yang

menyebabkan arteri meningeal tengah putus atau rusak (laserasi)-dimana

arteri ini berada diantara dura meter dan tengkorak menuju bagian tipis

tulang temporal-dan terjadi hemoragik sehingga terjadi penekanan pada

otot.

Penatalaksanaan untuk hematoma epidural dipertimbangkan sebagai

keadaan darurat yang ekstrem,dimana deficit neurologis atau berhentinya

pernafasan dapat terjadi dalam beberapa menit. Tindakan yang dilakukan

terdiri atas membuat lubang pada tulang tengkorak (burr),mengangkat

bekuan dan mengontrol titik pendarahan.

b. Perdarahan Subdural

Perdarahan subdural adalah pengumpulan darah pada ruang diantara

dura meter dan dasar otak,yang pada keadaan normal diisi oleh cairan.

Hematoma subdural paling dering disebabkan karena trauma,tetapi dapat

juga terjadi akibat kecenderungan pendarahan yang serius dan aneurisma.

Hematoma subdural lebih sering terjadi pada venadan merupakan akibat

dari putusnya pembuluh darah kecilyang menjebatani ruang subdural.

Hematoma subdural bisa terjadi akut,subakut,dan kronis tergantung


12

padaukuran pembuluh darah yang terkena dan jumlah pendarahan yang

terjadi.

1. Perdarahan subdural akut

Hematomasubdural akut dihubungkan dengan cedera kepala mayor

yang meliputi kontusio atau laserasi. Biasanya klien dalam

keadaankomaatau mempunyai keadaan klinis yang sama dengan

hematoma epidural tekanan darah meningkat dan frekuensi nadi lambat

dan pernafasan cepat sesuai dengan peningkatan hematoma yang cepat.

 Gejala klinis berupa sakit kepala, perasaan mengantuk, dan

kebingungan, respon yang lambat, serta gelisah.

 Keadaan kritis terlihat dengan adanya perlambatan reaksi ipsilateral

pupil.

2. Perdarahan subdural subakut

Hematoma subdural subakut adakah sekuel dari kontusio sedikit berat

dan dicurigai pada klien dengan kegagalan untuk meningkatkan kesadaran

setelah trauma kepala. Tanda-tanda dan gejalanya hampir sama pada

hematoma subdural akut yaitu:

 Nyeri kepala

 Bingung

 Mengantuk

 Menarik diri

 Berfikir lambat
13

 Kejang

 Oedema pupil

3. Perdarahan subdural kronis

Hematoma subdural kronis menyerupai kondisi lain yang mungkin

dianggap sebagai stroke. Pendarahan sedikit menyebar dan mungkin dapai

kompresi pada intracranial. Darah dalam otak mengalami perubahan

karakter dalam 2-4 hari,menjadi kental dan lebih gelap. Dalam beberapa

minggu bekuan mengalami warna serta konsistensi seperti minyak mobil.

Otak beradaptasi pada invasi benda asing ini,tanda serta gejala klinis klien

berfluktuasi seperti terdapat sering sakit kepala hebat,kejang fokal.

Tindakan terhadap hematoma subdural kronis terdiri atas bedah

pengangkatan bekuan dengan dengan menggunakan penghisap dan

pengirigasian area tersebut. Proses ini dapat dilakukan melalui pembuatan

lubang (burr) ganda atau kraniotomi yang dilakukan untuk lesi massa

subdural yang cukup besar yang dapat dilakukan melalui pembuatan

lubang (burr).

3. Klasifikasi

Secara garis besar cedera kepala cedera kepala di bagi 3 gradasi yaitu :

1) Cedera kepala ringan (CKR)

Tanda-tandanya adalah:

a) Skor glasgow coma scale 15 (sadar penuh, atentif, dan

orientatif)
14

b) Tidak ada kehilangan kesadaran (misalnya konkusi)

c) Tidak adanya intoksikasi alkohol atau obat terlarang

d) Pasien dapat mengeluh sakit dan pusing

e) Pasien dapat menderita laserasi, abrasi, atau hematoma kulit

kepala.

2) Cedera kepala sedang (CKS)

Tanda-tandanya adalah:

a) Skor glasgow coma scale 9-14 (konfusi, letargi, atau stupor)

b) Konkusi

c) Amnesia pasca trauma

d) Muntah

e) Kejang

3) Cedera kepala berat (CKB)

Tanda-tandanya adalah:

a) Skor glasgow coma scale 3-8 (koma)

b) Penurunan derajat kesadaran secara progresif

c) Tanda neurologis fokal

d) Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi kranium.


15

4. Etiologi
mekanisme cedera kepala meliputi cedera akselerasi , deseralsi, akselerasi

– deserelasi, couop – countre coup, dan cedera rotasional. ( Padila,2012)

1. Cedera akselerasi

Terjadi jika objek bergerak mengahntam,kepala yang tidak bergerak (

seperti alat pemukul yang menghantam kepala atau peluru yang di

tembakan).

2. Cedera deselerasi

Terjadi jika kepala yang bergerak membentur obyek diam, seperti pada

kasus jatuh atau tabrakan mobil ketika kepala membentur kaca depan

mobil.

3. Cedera akselerasi-deselerasi

Terjadi pada kasus kecelakaan kendaraan bermotor dan episode kekerasan.

4. Cedera couop – countre coup

Terjadi jika kepla terbentur yang menyebabkan otak bergerak dalam ruang

kranial dan dengan kuat mengenai area tulang tengkorak yang berlawanan

serta area kepala yang pertama kali terbentur. Sebagai contoh pasien yang

dipukul bagian kepala belakang.

5. Cedera rotasional

Terjadi jika pukulan / berbenturan menyebabkan otak berputar dalam

rongga tengkorak, yang mengakibatkan peregangan atau robeknya neuron

dalam substasia alba serta robeknya pembuluh darah yang memfikasi otak

dengan bagian dalam rongga tengkorak.


16

5. Mekanisme cedera kepala

Menurut Setyanegara, 2014 mekanisme cedera kepala secara garis

besar mekanisme cedera kepala dapat di kelompokan dalam dua tipe yaitu

beban static (static loading)dan beban dinamik ( dynamic loading). Beban

dynamic terdiri dari beban benturan ( inpact loading ) dan beban

guncangan ( impulsive loading). Beban benturan terjadi akibat kontak,

dapat mekibatkan tiga hal yaitu kerusakan pada tylang tengkorak ( skul

bending ), pendarahan intracranial, dan gelombang energy benturan.

Sedangkan beban guncangan( impulsive loading) terjadi akibat gaya

inersia (inertialporces) pada gerakan translasi dan rotasi, angualsi.

a. Beban Statik ( Static Loading)

Beban static timbul perlahan-lahan yang dalam hal ini tenaga

tekanan mengenai kepala secara bertahap. Walaupun sebenarnya

mekanisme ini tidak lazim, namun hal ini terjadi ketika terdapat tekanan

lambat mengenai kepala yang sedang diam ( statis ) yang berlangsung

dalam periode waktu yang lebih dari 200 mili/detik. Bila kekuatan tenaga

tersebut cukup besar dapat mengakibatkan terjadinya keretakan tulang (

egg-selshll fracture ), fraktur multiple atau kominutif dari tengkorak atau

dasar tulang tengkorak .

b. Beban Dinamik ( Dinamic Loading )

Mekanisme trauma kepala yang lebih umum terjadi adalah akibat beban

dinamik dimana peristiwa ini berlangsung dalam waktu yang lebih singkat

( kurang dari 200 mili/detik). Beban dinamik ini dibagi menjadi dua jenis
17

yaitu beban benturan ( impact loading ) dan beban guncangan ( impulsive

loading).

Beban benturan (impact loading) merupakan jenis beban dinamik

yang lebih sering terjadi dan pada umum yang merupakan kombinasi

kekuatan kontak ( kontak forces) dan kekuatan lanjut akibat gaya inersial (

inertial forces). Kontak forces atau benturan kontak langsung pada

cranium dapat mengakibatkan distorsi local dan distribusi gelombang

tekanan dari permukaan cranium sampai kebagian otak yang lebih dalam (

scalep – cranium selaput otak- parenkim ). Biasnya cedera benturan

melibatkan energy benturan berkekuatan tinggi dalam durasi yang sangat

singkat ( > 50 mili / detik). Objek –objek yang lebih besar dari 5cm akan

mengakibatkan deformitas local tengkorak yang cendrung melekuk ke

dalam tepat pada daerah benturan. Biala derajat deformitas tersebut

melebihi toleransi tengkorak, akan gterjadi fraktur. Penetrasi,perforasi,

atau fraktur defresi local kebanyakan disebabkan oleh objek – objek

permukaan yang luasnya kurang dari 5cm.

Beban guncangan (impulsive loading) terjadi jika kepala

mengalami kombinasi antara pecepatan – perlambatan ( akselarasi dan

deselerasi) secara mendadak, kepala yang diam secara tiba- tiba digerakan

secara mendadak. Atau sebaliknya bila kepala yang sedang bergerak tiba –

tiba di hentikan tampa mengalami suatu benturan. Inertial force, gaya

inersia adalah bentuk resistensi yang terjadi pada suatu objek ketika

terdapat gerakan ( latin ; iners = malas). Otak berhenti sejenak ketika


18

terjadi benturan yng mendadak kemudian akan bergerak ketika tengkorak

suddah berhenti bergerak ( cedeara aselerasi dan deselerasi ). Bagian

dalam basis cranii memiliki beberapa penonjolan terutama pada posa

cranii anterior,media,dan alaminor sphenoid. Oleh karena itu, otak dapat

mengalami cedera pada tirtik yang tidak sesuai dengan tempat benturan (

contusion contra-coup). Lokasi contusion contra – coup yang paling serng

adalah polus frontal, polus temporal, dan parsorbitalis lobus frontal,

permukaan inferior dan lateral lobus temporal, serta kortek serebri

disekitar sulkus lateralis selain itu juga disebabkan oleh adanya perubahan

teknan pada parenkim otak,terutama pada bagian polus pada saat terjadi

gerakan tiba – tiba .

Tekanan negative terjadi pada saat awal gerakan , ketika otak

masih tertinggal disisi yang berlawanan dari bernturan , kemudiaan

tekanan menjadi positif saat otak yang masih bergerak membentur rongga

kranial yang sudah berhenti bergerak. Ketika terjadi peregangan otak dan

shokwafe akibat tekanan melebihi batas toleransi parenkim dan pembuluh

darah otak, kontusio kontra – kup, kontusio intermediate – kup ( kontusio

yang muncul didaerah otak nonkonveksitas ), perdarahaan intraserebral

traumatika , dan cedera aksonal difus akibat trauma yang dapat terjadi.

Pergeseran otak yang mendadak juga mengakibatkan reatif bergeser

terhadap tulang tengkorak dan duramater, sehingga terjadi cedera pada

permukaanya, terutama pada vena – vena jembatan ( bridging veins ) .


19

mekanismenya ini merupakan slah satu penyebab subdural hematoma.

(Satyanegara,2014).

6. Patofisiologi

Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan

glukosa dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan di dalam sel-sel saraf

hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai

cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar

akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan

oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20

mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25

% dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa

plasma turun sampai 70% akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi

cerebral. Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi

kebutuhan oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat

menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau

kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolism

anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik. Dalam keadaan

normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml/menit/100 gr.

Jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output dan akibat adanya

perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan

tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi.

trauma kepala terjadi karena cidera kepala, kulitkepala, tulang kepala,


20

jaringan otak. Trauma langsung bila kepala langsungterluka. Semua itu

berakibat terjadinya akselerasi, deselerasi dan pembentukan rongga.

Trauma langsung juga menyebabkan rotasi tengkorak dan

isinya,kekuatan itu bisa seketika/menyusul rusaknya otak dan

kompresi,goresan/tekanan. Cidera akselerasi terjadi bila kepala kena

benturan dariobyek yang bergerak dan menimbulkan gerakan. Akibat dari

akselerasi,kikisan/konstusio pada lobus oksipital dan frontal batang otak

dan cerebellum dapat terjadi. Sedangkan cidera deselerasi terjadi bila

kepala membentur bahan padat yang tidak bergerak dengan deselerasi

yang cepat dari tulang tengkorak.Pengaruh umum cidera kepala dari

tengkorak ringan sampai tingkat berat ialah edema otak, deficit sensorik

dan motorik. Peningkatan TIK terjadi dalam rongga tengkorak (TIK

normal 4-15 mmHg). Kerusakan selanjutnya timbul masa lesi, pergeseran

otot.Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin

karenamemar pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera

robekan atauhemoragi. Sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi

sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area

cedera. Konsekuensinya meliputi hiperemi (peningkatan volume darah)

pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial,

semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya

peningkatan tekanan intrakranial(TIK). Beberapa kondisi yang dapat

menyebabkan cedera otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan

hipotensi. Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera kepala


21

“fokal”dan “menyebar” sebagai kategori cedera kepala berat pada upaya

untuk menggambarkan hasil yang lebih khusus. Cedera fokal diakibatkan

dari kerusakan fokal yang meliputi kontusio serebral dan hematom

intraserebral,serta kerusakan otak sekunder yang disebabkan oleh

perluasan massa lesi, pergeseran otak atau hernia. Cedera otak menyebar

dikaitkan dengan kerusakan yang menyebar secara luas dan terjadi dalam

empat bentuk yaitu:cedera akson menyebar, kerusakan otak hipoksia,

pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multipel pada seluruh otak.

Jenis cedera ini menyebabkan koma bukan karena kompresi pada batang

otak tetapi karena cedera menyebar pada hemisfer serebral, batang otak,

atau dua-duanya. trauma pada kepala menyebabkan tengkorak beserta

isinya bergetar, kerusakan yang terjadi tergantung pada besarnya getaran

makin besar getaran makin besar kerusakan yang timbul, getaran dari

benturan akan diteruskan menuju Galia aponeurotika sehingga banyak

energi yang diserap oleh perlindungan otak, hal itu menyebabkan

pembuluh darah robek sehingga akan menyebabkan haematoma epidural,

subdural, maupun intracranial, perdarahan tersebut juga akan

mempengaruhi pada sirkulasi darah ke otak menurun sehingga suplay

oksigen berkurang dan terjadi hipoksia jaringan akan menyebabkan odema

cerebral.
22

Akibat dari haematoma diatas akan menyebabkan distorsi pada

otak, karenaisi otak terdorong ke arah yang berlawanan yang berakibat

pada kenaikanT.I.K (Tekanan Intra Kranial) merangsang kelenjar pituitari

dan steroidadrenal sehingga sekresi asam lambung meningkat akibatnya

timbul rasa mualdan muntah dan anaroksia sehingga masukan nutrisi

kurang (Satyanegara, 2014)


23

7. Pethway
24

8. Manifestasi Klinis

1) Cedera kepala ringan-sedang

- Disorientasi ringan

- Amnesia post traumatik

- Hilang memori sesaat

- Sakit kepala

- Mual dan muntah

- Vertigo dalam perubahan posisi

- Gangguan pendengaran

2) Cedera kepala sedang-berat

- Oedema pulmonal

- Kejang

- Infeksi

- Tanda herniasi otak

- Hemiparese

- Gangguan akibat saraf kranial

Manifestasi Klinis Spesifik

1) Gangguan Otak

a) Comotio Otak/ geger otak

- Tidak sadar < 10 menit

- Muntah-muntah, pusing

- Tidak ada tanda defisit neurologi


25

b) Contusio cerebri/ memar otak

- Tidak sadar > 10 menit, bila area yang terkena luas dapat

berlngsung 2-3 hari setelah cedera

- Muntah-muntah, amnesis retrograde

- Ada tanda-tanda defisit neurologis

2) Pendarahan Epidural/ hematoma epidural

a) Suatu akumulasi darah pada ruang antara tulang tengkorak

bagian dalam dan meningen paling luar. Terjadi akibat robekan

arteri meningeal

b) Gejala: penurunan kesadaran ringan, gangguan neurologis dari

kacau mental sampai koma

c) Peningkatan TIK yang mengakibatkan gangguan pernafasan,

bradikardi, penurunan TTV

d) Herniasi otak yang menimbulkan:

- Dilatasi pupil dan reaksi cahaya hilang

- Isokor dan anisikor

- Ptosis

3) Hematoma Subdural

- Akumulasi darah antara duramater dan araknoid, karen robekan

vena .

- Gejala: sakit kepala, letargi, kacau mental, kejang, disfagia .

- Akut: gejala 24-48 jam setelah cedera kepala, perlu intervensi

segera .
26

- Subakut: gejala terjadi 2 hari sampai 2 minggu setelah cedera

- Kronis: 2 minggu s/d 3-4 bulan setelah cedera .

4) Hematoma Intrakranial

- Pengumpulan darah > 25 ml dalam parenkim otak

- Penyebab: fraktur depresi tulang tengkorak, cedera penetrasi

peluru, gerakan akselerasi-deselerasi tiba-tiba

5) Fraktur Tengkorak

a) Fraktur liner/simple

- Melilbatkan Os temporal dan parietal

- Jika garis fraktur meluas kearah orbita/sinus paranasal -> resiko

pendarahan

b) Fraktur basiler

- Fraktur pada dasar tengkorak

- Bisa menimbulkan kontak CSS dengan sinus, memungkinkan

bakteri masuk .
27

9. Pemeriksaan penujang

1) Pemeriksaan Diagnostik

a) X ray / CT Scan

Hematom serebral, edem serebral, pendarahan intrakranial, fraktur

tulang tengkorak.

b) MRI

Dengan atau tanpa menggunakan kontras.

c) Angiografi serebral

Menunjukan kelainan sirkulasi serebral.

d) EEG

Memperilihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang

patologis.

e) BAER (Brain Auditory Evoked Respon)

Menentukan fungsi korteks dan batang otak.

f) PET (Positron Emission Tomograpfy)

Menunjukan perubahan aktivitas metabolisme pada otak.

2) Pemeriksaan Laboratorium

a) AGD : PO2, PH, HCO3

Untuk mengkaji keadekuatan ventilasi (mempertahankan AGD dalam

rentang normal untuk menjamin aliran darah serebral adekuat) atau

untuk masalah oksigenisasi yang dapat meningkatkan TIK.


28

b) Elektrolit serum

Cedera kepala dapat dihubungkan dengan gangguan regulasi natrium,

retensi Na berakhir dapat beberapa hari, diikuti dengan diuresis Na,

peningkatan letargi, konfusi dan kejang akibat ketidakseimbangan

elektrolit.

c) Hematologi

Leukosit, Hb, albumin, globulin, protein serum.

d) CSS

Menentukan kemungkinan adanya perdarahan subarakhnoid (warna,

komposisi, tekanan).

e) Pemeriksaan toksikologi

Mendeteksi obat yang mengakibatkan penurunan kesadaran.

f) Kadar Antikonvulsan darah

Untuk mengtahui tingkat terapi yang cukup efektif mengatasi kejang.

10. Penatalaksanaan medis

Penatalaksanan klien dengan cedera kepala meliputi:

1) Non pembedahan

- Penggunaan glukokortikoid (dexametasone) untuk mengurangi

edema.

- Diuretik osmotik (manitol) diberikan melalui jarum dengan filter

untuk mengeluarkan kristal-kristal mikroskopik.

- Diuretik loop (furosemide) untuk mengatasi peningkatan tekanan

intrakranial.
29

- Obat paralitik (pancuronium) digunakan jika klien dengan

ventilasi mekanik untuk mengontrol kegelisahan atau agitasi yang

dapat meningkatkan resiko peningkatan tekanan intrakranial.

2) Pembedahan

Kraniotomi diindikasikan untuk:

- Mengatasi subdural atau epidural hematoma.

- Mengatasi peningkatan tekanan kranial yang tidak terkontrol.

- Mengobati hidrosefalus.

B. Asuhan Keperawatan dalam Kebutuhan nyaman nyeri

1. Pengkajian

Pengkajian nyeri yang faktual (terkini), lengkap dan akurat akan

memudahkan perawat di dalam menetapkan data dasar, menegakkan

diagnose keperawatan yang tepat, merencanakan terapi pengobatan

yang cocok, dan memudahkan perawat dalam mengevaluasi respon

klien terhadap terapi yang di berikan. Tindakan perawat yang perlu

dilakukan dalam mengkaji pasien selama nyeri akut adalah:

1. Mengkaji perasaan klien (respon psikologis yang muncul).

2. Menetapkan respon fisiologis klien terhadap nyeri dan lokasi

nyeri.

3. Mengkaji tingkat keparahan dan kualitas nyeri.


30

Pengkajian selama episode nyeri akut sebaiknya tidak dilakukan

saat klien dalam keadaan waspada (perhatian penuh pada nyeri),

sebaiknya perawat berusaha untuk mengurangi kecemasan klien

terlebih dahulu sebelum mencoba mengkaji kuantitas persepsi klien

terhadap nyeri. Sedangkan untuk pasien dengan nyeri kronis maka

pengkajian yang lebih baik adalah dengan memfokuskan pengkajian

pada dimensi perilaku, afektif, kognitif, komponen-komponen tersebut,

diantaranya:

1. Penentuan ada tidaknya nyeri.

Dalam melakukan pengkajian terhadap nyeri, perawat harus

mempercayai ketika pasien melaporkan adanya nyeri, walaupun

dalam observasi perawat tidak menemukan adanya cedera atau

luka.

a. Karakteristik nyeri (Metode P, Q, R, S, T).

1) Faktor Pencetus (P: Provocate),

Perawat mengkaji tentang penyebab atau stimulus-stimulus

nyeri pada klien, dalam hal ini perawat juga dapat melakukan

observasi bagian-bagian tubuh yang mengalami cedera.

2) Kualitas (Q: Quality),

Kualitas nyeri merupakan seseuatu yang subjektif yang

diungkapkan oleh klien. Misal kalimat-kalimat: tajam, tumpul,

berdenyut, berpindah-pindah, seperti tertindih, perih, dan tertusuk.


31

3) Lokasi (R: Region),

Untuk mengkaji lokasi nyeri maka perawat meminta klien

untuk menunjukkan semua bagian atau daerah yang dirasakan tidak

nyaman oleh klien.

4) Keparahan (S: Severe),

Tingkat keparahan pasien tentang nyeri merupakan

karakteristik yang paling subjektif. Pada pengkajian ini klien

diminta untuk menggambarkan nyeri yang ia rasakan sebagai nyeri

ringan, nyeri sedang atau berat.

Gambar 1 Skala Intensitas Nyeri Numerik (0-10)

Skala Numerik (Numerical Rating Scale, NRS) digunakan

sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini psien

menilai nyeri dngan skala 0 sampai 10. Angka 0 diartikan kondisi

klien tidak merasakan nyeri, angka 10 mengindikasikan nyeri

paling berat yang dirasakan klien. Skala ini efektif digunakan

untuk mengkaji intensitas nyeri sebelum dan sesudah intervensi

terapeutik.
32

5) Durasi (T: Time).

Perawat menanyakan pada pasien untuk menentukan awitan,

durasi, dan rangkaian nyeri

2. Pengkajian Fisik

 Kulit kepala

Seluruh kulit kepala diperiksa.Sering terjadi pada penderita

yang datang dengan cedera ringan, tiba-tiba ada darah di lantai

yang berasal dari bagian belakang kepala penderita. Lakukan

inspeksi dan palpasi seluruh kepala dan wajah untuk adanya

pigmentasi, laserasi, massa, kontusio, fraktur dan luka termal,

ruam, perdarahan, nyeri tekan serta adanya sakit kepala

(Andarmoyo,2013)

 Wajah

Ingat prinsip look-listen-feel.Inspeksi adanya kesimterisan

kanan dan kiri. Apabila terdapat cedera di sekitar mata jangan lalai

memeriksa mata, karena pembengkakan di mata akan

menyebabkan pemeriksaan mata selanjutnya menjadi sulit.

Reevaluasi tingkat kesadaran dengan skor GCS.

1) Mata : periksa kornea ada cedera atau tidak, ukuran pupil

apakahisokor atau anisokor serta bagaimana reflex cahayanya,

apakah pupil mengalami miosis atau midriasis, adanya ikterus,

ketajaman mata (macies visus dan acies campus), apakah


33

konjungtivanya anemis atau adanya kemerahan, rasa nyeri,

gatal-gatal, ptosis, exophthalmos, subconjunctival perdarahan,

serta diplopia.

2) Hidung :periksa adanya perdarahan, perasaan nyeri,

penyumbatan penciuman, apabila ada deformitas

(pembengkokan) lakukan palpasi akan kemungkinan krepitasi

dari suatu fraktur.

3) Telinga :periksa adanya nyeri, tinitus, pembengkakan,

perdarahan, penurunan atau hilangnya pendengaran, periksa

dengan senter mengenai keutuhan membrane timpani atau

adanya hemotimpanum.

4) Rahang atas :periksa stabilitas rahang atas.

5) Rahang bawah : periksa akan adanya fraktur

6) Mulut dan faring : inspeksi pada bagian mucosa terhadap

tekstur, warna, kelembaban, dan adanya lesi; amati lidah

tekstur, warna, kelembaban, lesi, apakah tosil meradang,

pegang dan tekan daerah pipi kemudian rasakan apa ada massa/

tumor, pembengkakkan dan nyeri, inspeksi amati adanya

tonsil meradang atau tidak (tonsillitis/amandel). Palpasi adanya

respon nyeri.

 Vertebra servikalis dan leher

Pada saat memeriksa leher, periksa adanya deformitas

tulang atau krepitasi, edema, ruam, lesi, dan massa , kaji adanya
34

keluhan disfagia (kesulitan menelan) dan suara serak harus

diperhatikan, cedera tumpul atau tajam, deviasi trakea, dan

pemakaian otot tambahan. Palpasi akan adanya nyeri, deformitas,

pembekakan, emfisema subkutan, deviasi trakea, kekakuan pada

leher dan simetris pulsasi. Tetap jaga imobilisasi segaris dan

proteksi servikal.Jaga airway, pernafasan, dan oksigenasi.Kontrol

perdarahan, cegah kerusakan otak sekunder.

 Toraks

Inspeksi : Inspeksi dinding dada bagian depan, samping dan

belakang untuk adanya trauma tumpul/tajam,luka, lecet, memar,

ruam , ekimosis, bekas luka, frekuensi dan kedalaman pernafsan,

kesimetrisan expansi dinding dada, penggunaan otot pernafasan

tambahan dan ekspansi toraks bilateral, apakah terpasang pace

maker, frekuensi dan irama denyut jantung.

Palpasi : seluruh dinding dada untuk adanya trauma tajam/tumpul,

emfisema subkutan, nyeri tekan dan krepitasi.

Perkusi : untuk mengetahui kemungkinan hipersonor dan

keredupan

Auskultasi : suara nafas tambahan (apakah ada ronki, wheezing,

rales) dan bunyi jantung (murmur, gallop, friction rub)

 Neurologis

Pemeriksaan neurologis yang diteliti meliputi pemeriksaan tingkat

kesadaran, ukuran dan reaksi pupil, pemeriksaan motorik dan


35

sendorik. Perubahan dalam status neurologis dapat dikenal dengan

pemakaian GCS, Adanya paralisis dapat disebabakan oleh

kerusakan kolumna vertebralis atau saraf perifer.Imobilisasi

penderita dengan short atau long spine board, kolar servikal, dan

alat imobilisasi dilakukan samapai terbukti tidak ada fraktur

servikal.Kesalahan yang sering dilakukan adalah untuk melakukan

fiksasai terbatas kepada kepala dan leher saja, sehingga penderita

masih dapat bergerak dengan leher sebagai sumbu.Jelaslah bahwa

seluruh tubuh penderita memerlukan imobilisasi.Bila ada trauma

kepala, diperlukan konsultasi neurologis.Harus dipantau tingkat

kesadaran penderita, karena merupakan gambaran perlukaan intra

cranial.Bila terjadi penurunan kesadaran akibat gangguan

neurologis, harus diteliti ulang perfusi oksigenasi, dan ventilasi

(ABC). Perlu adanya tindakan bila ada perdarahan epidural

subdural atau fraktur kompresi ditentukan ahli bedah syaraf, Pada

pemeriksaan neurologis, inspeksi adanya kejang, twitching, parese,

hemiplegi atau hemiparese (ganggguan pergerakan), distaksia

(kesukaran dalam mengkoordinasi otot), rangsangan meningeal

dan kaji pula adanya vertigo dan respon sensori.

3. Pemeriksaan Laboratorium

Selain pemeriksaan laboratorium Hb, leukosit dan lain- lain

yang dilakukan secara rutin, juga dilakukan pemeriksaan sputum

guna melihat kuman dengan cara mikroskopis. Uji resistansi dapat


36

dilakukan secara kultur, untuk melihat sel tumor dengan

pemeriksaan sitologi. Bagi pasien yang menerima pengobatan

dalam waktu lama, harus dilakukan pemeriksaan sputum secara

periodik. Pemeriksaan Analisa gas darah (AGD) perlu dilakukan

untuk mengetahui kondisi asidosis ataupun alkalosis.

4. Pemeriksaan Diagnostik

(a) Rontgen Dada

Penapisan yang dapat dilakukan, misalnya untuk melihat lesi

paru pada penyakit tuberculosis, mendeteksi adanya tumor,

benda asing, pembengkakan paru, penyakit jantung, dan untuk

melihat struktur yang abnormal. Juga penting untuk

melengkapi pemeriksaan fisik dengan gejala tidak jelas,

sehingga dapat menentukan besarnya kelainan, lokasi, dan

keadaannya.

(b) Fluroskposi

Pemeriksaan ini dolakukan untuk mengetahui mekanisme

kardiopulmonum. Misalnya, kerja jantung, diafragma, dan

kontraksi paru.

(c) Bronkografi

Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat secara visual bronkus

sampai dengan cabang bronkus pada penyakit gangguan

bronkus atau kasus displacement dari bronkus.


37

(d) Angiografi

Pemeriksaan ini untuk membantu menegakkan diagnosis

tentang keadaan paru, emboli atau tumor paru, aneurisma,

emfisema, kelainan kongenital, dan lain- lain.

(e) Endoskopi

Pemeriksaan ini bertujuan untuk melakukan diagnostik dengan

cara mengambil secret untuk pemeriksaan, melihat lokasi

kerusakan, biopsy jaringan, untuk pemeriksaan sitologi,

mengetahui adanya tumor, melihat letak terjadinya perdarahan,

untuk terapeutik, misalnya mengambil benda asing dan

menghilangkan secret yang menutupi lesi.

(f) Radio Isotop

Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai lobus paru, melihat

adanya emboli paru. Ventilasi Scanning untuk mendeteksi

ketidaknormalan ventilasi, misalnya pada emfisema. Scanning

gallium untuk mendeteksi peradangan pada paru. Pada keadaan

normal, paru hanya menerima sedikit atau sama sekali tidak

gallium yang lewat, tetapi gallium sangat banyak terdapat pada

infeksi.

(g) Mediastinoskopi

Mediastinoskopi merupakan endoskopi mediastinum untuk

melihat penyebaran tumor.


38

5. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang kemungkinan terjadi pada masalah

kebutuhan nyaman nyeri pada pasien trauma kepala, sebagaimana dalam

NANDA- Internasional 2015-2017, tersaji dalam tabel 2.1.

Tabel 2. 3. Daftar Diagnosis Keperawatan Kebutuhan Nyaman Nyeri

Diagnosa Faktor yang


Btasan Karakteristik (Data
Keperawatan Berhubungan
subjektif/Objektif/Symptom/S)
(Problem/ P) (Etiologi)

Nyeri Akut Faktor agen cedera( fisik - Bukti nyeri dengan mengunakan

(00132) biologis,zat standar daftar periksa nyeri untuk

kimia,psikologis) pasien yang tidak dapat

mengungkapkannya (mis.,

neonatal infant pain scale, pain

assessment check list for senior

with limited abilitd to comunicate)

- Diforesis

- Dilatasi pupil

- Ekspresi wajah nyeri (mis., mata

kurang bercahaya, tampak kacau,

gerakan mata berpencar atau tetap

pada satu fokus, meringis)

- Fokus menyempit (mis., persepsi

waktu, proses berpikir, interaksi


39

dengan orang dengan lingkungan)

- Fokus pada diri sendiri

- Keluhan tentang intensitas

menggunakan standar skala nyeri

(mis., skala Wong-Baker FACES

skala analog visual, skala

penilaian numerik)

- Keluhan tentang karakteristik

nyeri dengan menggunakan

standar instrumen nyeri Laporan

tentang perilaku nyeri/perubahan

aktifitas (mis., anggota keluarga,

pemberi asuhan)

- Mengekspresikan perilaku (mis.,

gelisa, merengek, menangis,

waspada)

- Perilaku distraksi

- Perubahan pada parameter

fisiologis (mis., tekanan darah,

frekuensi jantung, frekuensi

pernapasan, saturasi oksigen,

end/tidal karbondioksida (C02)

- Perubahan sisi untuk menghindari


40

nyeri

- Perubahan selera makan

- Purtus asa

- Sikap melindungi area nyeri

- Sikap tubuh melindungi

Gangguan Rasa Faktor yang - Ansietas

Nyaman (00214) Berhubungan - Menangis

- Gejala terkait - Ganguan pola tidur

penyakit - Takut

- Kurang kontrol - Ketidakmampuan untuk rileks

situasi lingkungan - Iritabilitas

- Kurang privasi - Merintih

- Program pengobatan - Melaporkan merasa dingin

- Stimuli lingkungan - Melaporkan merasa panas

yang mengganggu - Melaporkan perasaan tidak

- Sumber daya tidak nyaman

adekuat (mis., - Melaporkan rasa nyeri

finansia, - Melaporkan rasa gatal

pengetahuan, dan - Melaporkan kurang senang dengan

sosial) situasi tersebut

- Gelisah

- Berkeluh kesah.
41
42

6. Perencanaan Keperawatan

Tabel 2. 4. Perencanaan Keperawatan Kebutuhan Nyaman Nyeri Pasien Trauma


kepala

Dx. Tujuan & Kriteria Perencanaan


No
Keperawatan Evaluasi Keperawatan

1. Nyeri Akut Setelah dilakukan Pain Management

(00132) tindakan keperawatan, - Lakukan pengkajian nyeri

diharapkan nyeri dapat secara komprehensif

bekurang. termasuk lokasi,

Kriteria Evaluasi: karakteristik, durasi

- Mampu mengontrol frekuensi, kualitas dan

nyeri (tahu penyebab faktor presipitasi

nyeri, mampu - Observasi reaksi nonverbal

menggunakan tehnik dan ketidaknyamanan

nonfarmakologi untuk - Gunakan teknik

mengurangi nyeri, komunikasi terapeutik

mencari bantuan) untuk mengetahui

- Melaporkan bahwa pengalaman nyeri pasien

nyeri berkurang - Evaluasi pengalaman nyeri

dengan menggunakan masa lampau

manajemen nyeri - Evaluasi bersama pasien

- Mampu mengenali dan tim kesehatan lain

nyeri (skala, intensitas, tentang ketidakefektifan


43

frekuensi dan tanda kontrol nyeri masa Iampau

nyeri) - Kontrol lingkungan yang

- Menyatakan rasa dapat mempengaruhi nyeri

nyaman setelah nyeri seperti kebisingan

berkurang - Pilih dan lakukan

penanganan nyeri

(farmakologi, non

farmakologi dan inter

personal)

- Kaji tipe dan sumber nyeri

untuk menentukan

intervensi

- Ajarkan tentang teknik non

farmakologi (skala 1-5)

- Berikan anaIgetik untuk

mengurangi nyeri

- Evaluasi keefektifan

kontrol nyeri

- Tingkatkan istirahat

- Kolaborasikan dengan

dokter jika ada keluhan dan

tindakan nyeri tidak

berhasil
44

- Monitor penerimaan pasien

tentang manajemen nyeri

Analgesic Administration

- Tentukan lokasi,

karakteristik, kualitas, dan

derajat nyeri sebelum

pemberian obat

- Cek instruksi dokter

tentang jenis obat, dosis,

dan frekuensi

- Cek riwayat alergi

- Pilih analgesik yang

diperlukan atau kombinasi

dari analgesik ketika

pemberian lebih dari satu

- Tentukan pilihan analgesik

tergantung tipe dan

beratnya nyeri

- Tentukan analgesik pilihan,

rute pemberian, dan dosis

optimal

- Pilih rute pemberian secara

IV, IM untuk pengobatan


45

nyeri secara teratur

- Monitor vital sign sebelum

dan sesudah pemberian

analgesik pertama kali

- Berikan analgesik tepat

waktu terutama saat nyeri

hebat

- Evaluasi efektivitas

analgesik, tanda dan gejala

2. Gangguan Rasa Setelah dilakukan Anxiety Reduction

Nyaman (00214) tindakan keperawatan, (penurunan kecemasan)

diharapkan perfusi tingkat - Gunakan pendekatan yang

kenyamanan klien dapat menenangkan

ditingkatkan. - Jelaskan semua prosedur

Kriteria Evaluasi: dan apa yang dirasakan

- Mampu mengontrol selama prosedur

kecemasan - Pahami prespektif pasien

- Status lingkungan terhadap situasi stres

yang nyaman - Temani pasien untuk

- Mengontrol nyeri memberikan keamanan dan

- Kualitas tidur dan mengurangi takut

istirahat adekuat - Dorong keluarga untuk

- Agresi pengendalian menemani anak


46

diri - Lakukan back/neck rub

- Respon terhadap - Dengarkan dengan penuh

pengobatan perhatian

- Control gejala - Identifikasi tingkat

- Status kenyamanan kecemasan

meningkat - Bantu pasien mengenal

- Dapat mengontrol situasi yang menimbulkan

ketakutan kecemasan

- Support social - Dorong pasien untuk

- Keinginan untuk hidup mengungkapkan perasaan,

ketakutan, persepsi

- Instruksikan pasien

menggunakan teknik

relaksasi

- Berikan obat untuk

mengurangi kecemasan

C. Kebutuhan Nyaman Nyeri Pada Cedera Kepala

1. Pengertian Nyeri

Nyeri adalah suatu sensori subjektif dan pendalaman emosional yang

tidak menyenangkan berkaitsn dengan kerusakan jaringan yang bersifat

actual atau potentsial atau yang di rasakan dalam kejadian-kejadian di


47

mana terjadi kerusakan ( Internasioan Association For Study Of Pain

dalam Prastyo, 2010)

2. Gangguan Kebutuhan nyaman nyeri

Beberapa diagnosis keperawatan mungkin sesuai untuk menujukan

kebutuhan nyaman nyeri pasien diantaranya: (Vaughans, 2013)

1) Nyeri akut

2) Ketidak efektifan perfusi serebral

3) ansietas

4) Integritas kulit rusak

Menurut NANDA (2015-2017), diagnosis keperawatan yang terkait

dengan masalah aktifitas dan olahraga antara lain:

1) Nyeri akut

2) Gangguan Rasa Nyaman


48

3. Edukasi Mobilisasi Fisik Pada Cedera Kepala

Hampir semua pasien membutuhkan bantuan dan bimbingan untuk

mengetahui, memahami,serta mempertahankan mekanika tubuh yang

tepat. Dalam hal ini perawat dapat mengajarkan anggota keluarga berbagai

teknik untuk mengurangi nyeri yang dialami pasien. Sebagai bagian dari

asuhan keperawatan, setelah mengkaji pasien dan menentukan diagnosa,

perawat membuat perencanaan dan di implementasikan, salah satu dari

implementasinya yaitu pemberian pendidikan kesehatan tentang

manajemen nyeri non famakologis . Yaitu dengan mendemonstrasikan

cara relaksasi nafas dalam dan distraksi. (Mubarak, Indrawati, & Susanto,

2015). Menurut Andarmoyo (2014) dalam manajemen nyeri terdapat

beberapa teknik yaitu sebagai berikut:

1) Distraksi

Teknik distraksi adalah teknik yang dilakukan untuk mengalihkan

perhatian klien dari nyeri. Teknik distraksi yang dapat dilakukan

adalah:

a. Melakukan hal yang sangat disukai, seperti membaca buku,

melukis, menggambar dan sebagainya, dengan tidak meningkatkan

stimuli pada bagian tubuh yang dirasa nyeri.

b. Melakukan kompres hangat pada bagian tubuh yang dirasakan

nyeri.

c. Bernapas lembut dan berirama secara teratur.

d. Menyanyi berirama dan menghitung ketukannya.


49

2) Relaksasi.

Relaksasi otot rangka dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan

merelaksasikan keteganggan otot yang mendukung rasa nyeri. Teknik

relaksasi mungkin perlu diajarkan bebrapa kali agar mencapai hasil

optimal. Dengan relaksasi pasien dapat mengubah persepsi terhadap

nyeri.

Latihan Relaksasi

a. Ambil posisi senyaman mungkin, jangan silangkan tangan dan

kaki anda.

b. Mulailah dengan konsentrasi untuk menarik nafas dalam.

c. Jika pikiran anda terpecah, kembalilah dengan konsentrasi pada

nafas anda.

d. Jadikan diri anda menyadari dan merasakan irama nafas anda.

e. Rasakan setiap tarikan nafas anda melalui seluruh tubuh anda,

memberikan energi yang dapat membantu menyembuhkan diri

anda.

f. Saat anda menghembuskan nafas, lepaskan ketegangan diri

anda, lepaskan semua keluhan anda.


BAB III

METODELOGI PENELITIAN

A. Rancangan Studi Kasus

Dalam bukunya, Nursalam (2013), menyebutkan bahwa rancangan

penelitian studi kasus merupakan rancangan penelitian yang mencakup

pengkajian suatu unit penelitian secara intensif misalnya satu klien,

keluarga, kelompok, komunitas, atau institusi. Meskipun jumlah subjek

cenderung sedikit, namun jumlah variabel yang diteliti sangat luas.

Rancangan dari suatu studi kasus bergantung dari keadaan kasus namun

tetap mempertimbangkan faktor penelitian waktu. Riwayat dan pola

perilaku sebelumnya biasanya dikaji secara rinci, meskipun jumlah

respondennya sedikit, namun akan didapatkan gambaran suatu unit subjek

secara jelas.

Sedangkan, rancangan penelitian dekriptif bertujuan untuk

mendeskripsikan (memaparkan) peristiwa- peristiwa penting yang terjadi

pada masa kini. Deskripsi peristiwa dilakukan secara sistematis dan lebih

menekankan pada data faktual daripada penyimpulan. Fenomena disajikan

secara apa adanya tanpa manipulasi dan peneliti tidak mencoba

menganalisis bagaimana dan mengapa fenomena tersebut bias terjadi.

Oleh karena itu, penelitian jenis ini tidak memerlukan adanya suatu

hipotesis. Hasil penelitian deskriptif sering digunakan atau dilanjutkan

dengan melakukan penelitian analitik (Nursalam, 2013)

50
51

Jadi, peneliti mengambil rancangan studi kasus deskriftif karena penelitian

mencakup pengkajian klien secara intensif, serta lebih terpaku kepada data faktual

yang terjadi di lapangan. Penelitian ini mendeskripsikan atau menggambarkan

tentang bagaimana penerapan asuhan keperawatan gangguan nyaman nyeri pada

pasien dengan trauma kepala.

B. Subyek Studi Kasus

a. Kriteria Inklusi

1. Pasien dengan trauma kepala

2. Pasien dengan jenis trauma kepala moderate head

injury dan mild head injury

3. Pasien trauma kepala yang koferatif /mampu daiajak

bicara

b. Kriteria Eklusi

1.Jenis trauma kepala severe head injury

2. Pasien trauma kepala tidak koperatif/tidak mampu diajak

bicara

C. Fokus Studi

Fokus studi pada penelitian ini adalah kebutuhan nyaman nyeri pada

pasien trauma kepala.


52

D. Definisi Operasional

1. Kebutuhan nyaman nyeri merupakan salah satu kebutuhan yang

paling penting bagi kebutuhan manusia, karena suatu respon

ketidaknyamanan yang harus segera ditangani supaya tidak terjadi

respon nyeri yang berlebihan pada manusia yang dapat

menyebabkan respon stress metabolik (MSR) yang dapat

mempengaruhi semua system metabolisme dalam tubuh.

2. Pasien trauma kepala adalah pasien yang mengalami trauma

kepala. Trauma kepala sendiri merupakan suatu gangguan

traumatik dari fungsi otak tampa dikuiti kontinuitas otak. Hal ini

disebabkan oleh suatu benturan langsung atau tidak langsung.

E. Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Agar

penelitian ini sesuai dengan apa yang diharapkan, maka penulis membatasi

ruang lingkup penelitian, yaitu 2 pasien di RSUP Dr. Hasan Sadikin

Bandung Ruang Neurologi.

Adapun penelitian di lokasi tersebut karena penulis berkepentingan

dengan masalah ini dalam rangka penyusunan Karya Tulis Ilmiah (KTI)

untuk menyelesaikan program pendidikan Diploma III Keperawatan

Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Jawa Barat. Waktu penelitian ini berlangsung selama kurang lebih 3 hari

terhitung dari tanggal 15 mei 2018 sampai dengan 17 mei 2018.


53

F. Pengumpulan Data

Adapun prosedur pengumpulan data yang dilakuklan pada penulisan

kaya tulis ini adalah sebagai berikut.

1. Biofisiologis

Pengukuran yang dipergunakan pada tindakan keperawatan

yang berorientasi pada dimensi fisiologi. Instrumen pengumpulan

data pada fisiologis dibedakan menjadi dua bagian, yaitu:

1. In- Vivo: observasi proses fisiologis tubuh, tanpa

pengambilan bahan/ specimen dari tubuh klien.

2. In- Vitro: pengambilan suatu bahan/ specimen dari klien.

2. Observasi

Melakukan pengamatan respon pasien terhadap penyakitnya,

dengan menggunakan instrumen:

3. Wawancara

Memperoleh data dan informasi dengan melakukan teknik

wawancara kepada klien, keluarga, dan pihak yang terkait.

a. Studi Dokumentasi

Memperoleh data dengan mempelajari dari catatan medis

pasien serta catatan- catatan yang berkaitan dengan penyakit

pasien.

b. Studi Literatur: Membaca buku referensi yang berkaitan

dengan kasus.
54

G. Penyajian Data

Penyajian data dalam karya tulis ilmiah ini, disajikan secara

tekstular/ narasi dan disertai cuplikan ungkapan verbal dari subjek

studi kasus yang merupakan data pendukungnya.

H. Etika Studi Kasus

1. Informed Consent

Sebelum melakukan penelitian diedarkan lembar persetujuan

untuk menjadi responden dengan tujuan agar subyek mengerti

maksud dan tujuan penelitian, jika subyek bersedia maka harus

menandatangani lembar persetujuan dan jika responden tidak

bersedia maka peneliti harus menghormati hak responden.

2. Anonymity (Tanpa Nama)

Menjelaskan bentuk alat ukur dengan tidak perlu mencantumkan

nama pada lembar pengumpulan data, hanya menuliskan kode

pada lembar pengumpulan data.

3. Confidentiality (Kerahasiaan)

Menjelaskan masalah- masalah responden yang harus dirahasiakan

dalam penelitian. Kerahasiaan informasi yang telah

dikumpulkan dijamin kerahasiaan oleh peneliti, hanya kelompok

data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset


DAFTAR PUSTAKA

Andarmoyo, s. (2013). Konsep & Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta.ar-ruzz

media

Brunner & Suddarth. (Eds. 15). (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:

EGC..

Keliat, B. A. (Eds.). (2015). Nanda International Inc. Diagnosis Keperawatan:

Definisi Klasifikasi 2015-2017. Edisi 10. Jakarta: EGC.

Kementrian Kesehatan RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Badan

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI.

LeMone, dkk. (2017). Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Neurologi. Edisi

5. Jakarta: EGC.

Mubarak, w. i., indrawati, l., & susanto , j. (2015). Buku 1 Buku Ajar Ilmu

Keperawatan Dasar. jagakarsa, jakarta selatan: Salemba

Medika

Moorhead S. , Marion J., Meridean L. M. & Elizabeth S. (2013). Nursing

Outcomes Classification (NOC). Indonesia: Mocomedia.

Nursalam. (2013). Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba

Medika.

Padila. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta . Media Nursing

Satyanegara. (2014). ilmu bedah saraf edisi 5. jakarta: gramedia pustaka utama.

Vaughans, b. w. (2013). Keperawatan Dasar.Jakarta. Rapha Publishin

55
56

World Health Organization. (2014). Global Status Report on Noncommunicable

Disease. Switzerland: WHO Library Cataloguing-in-

Publication.
40

You might also like