You are on page 1of 10

LAPORAN TUGAS BACA 2

BERPIKIR KRITIS

DISUSUN OLEH :

 Dolo Rosa I1011181003


 Tasya Fathia Zhafira I1011181013
 Afiyah Sephi Marshanda I1011181024
 Wahyu Putranda Gustyarbi I1011181033
 Agatha I1011181034
 Muhammad Riyadi Piliang I1011181068
 Siti Hanna I1011181073
 Nailah Arih Fadhilah I1011181075
 Afifah Marwah AlQadrie I1011181076
 Jason Feredico I1011181086
 Risky Sandy A.K -
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

PONTIANAK

2018
A. PENDAHULUAN
Berpikir merupakan kegiatan yang tentu saja sudah tidak asing lagi, dan tentu
dilakukan setiap harinya.Setiap hari,otak kita berpikir dan mengolah informasi
yang diterima sehingga dapat menentukan keputusan apa yang akan kita lakukan.
Tetapi, berpikir kritis bukan sekadar itu. Berpikir kritis merupakan suatu hal yang
memerlukan kompetensi dan keterampilan.Berpikir kritis merupakan suatu
metode untuk menganalisa suatu masalah secara mendalam melalui penalaran
dan penelusuran secara lanjut. Dan hal tersebutlah yang menyebabkan berpikir
kritis menjadi hal yang begitu kompleks dan sangat layak untuk dibahas, terutama
bagi mahasiswa kedokteran, yang kelak akan menerapkan konsep berpikir kritis
dalam pekerjaan di masa yang akan datang. Di era globalisasi, Mahasiswa dituntut
untuk memiliki kemampuan berpikir kritis karena perkembangan zaman yang
semakin pesat.
B. TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi Berpikir

Berpikir adalah suatu proses tanya jawab pada diri sendiri untuk dapat
menentukan hubungan antara pengetahuan yang kita tahu dengan tepat dan
memutuskan apa yang akan kita lakukan. Dalam kamus besar bahasa
indonesia (KBBI) berpikir artinya menggunakan akal budi untuk
mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu.

2. Definisi Berpikir Kritis

Beberapa definisi berpikir kritis berdasarkan berbagai jurnal, antara


lain menurut Dewey (1909) mendefinisikan berpikir kritis sebagai
pertimbangan yang aktif, persistent (terus menerus), dan teliti mengenai
sebuah keyakinan atau bentuk pengetahuan yang diterima begitu saja
dipandang dari sudut alasan-alasan yang mendukungnya dan kesimpulan-
kesimpulan lanjutan yang menjadi kecenderungannya. Glaser (1941)
sejalan dengan pendapat Dewey, mengemukakan definisi berpikir kritis
sebagai: (1) suatu sikap mau berpikir secara mendalam tentang masalah-
masalah dan hal-hal yang berada dalam jangkauan pengalaman seseorang;
(2) pengetahuan tentang metode-metode pemeriksaan dan penalaran yang
logis; (3) suatu keterampilan untuk menerapkan metode-metode tersebut.
Dewey dan Ennis (1991) mendefinisikan berpikir kritis sebagai cara
berpikir rasional dan reflektf dalam membuat keputusan tentang hal yang
harus dipercayai atau dilakukan. Rasional berarti mempunyai keyakinan
dan pandangan yang disertai oleh bukti yang standar, aktual, cukup dan
relevan; reflekif berarti harus mempertimbangkan secara ktif, hati-hati dan
tekun segala alternatif solusi pemecahan masalah sebelum mengambil
keputusan.
Definisi lain tentang berpikir kritis adalah menurut Lipman (1988)
mengemukakan bahwa berpikir kritis adalah kecakapan berpikir yang dapat
dipertanggungjawabkan untuk memfasilitasi dalam mengambil keputusan
yang tepat. Menurut Ozdemir (2005) berpikir kritis adalah keterampilan
mental atau intelekual individu seperti memfervikasi pengetahuan atau
pernyataan, menggunakan beberapa kriteria saat memutuskan subyek,
mencoba menyampaikan bukti tentang sesuatu yang dibaca dan didengar,
sebelum menrima klaim atau gagasan oranglaian yang dan meminta mereka
membuktikan sesuai dengan berbagai dasar dan menjadikan mereka
individu yang konsisten serta berintegritas tinggi. Berpikir kritis menurut
The national Council For Exxelent in Critical Thunking dalam Theodurus
M. Tuanakota (2011) merupakan proses disiplin berpikir yang bersumber
pada aktifitas dan kemampuan mengkonsep, mengaplikasi, menganalisis,
sistesis, dan mengevaluasi informasi yang diperoleh berdasarkan
pengamatan refleksi ataupun komunikasi serta tindakan.
Secara umum dari definisi keterampilan berpikir kritis yang
dikemukakan oleh para pakar dapat dirangkum oleh Fascione (2015) yang
mengemukakan bahwa inti berpikir kritis merupakan bagian dari cognitive
skill yang meliputi interpretasi (interpretation), analisis (analysis), evaluasi
(evaluation),inferensi (inference), penjelasan (explanation), serta
pengaturan diri (self regulation). Interpretation merupakan kemampuan
seseorang untuk memahami dan menyatakan arti atau maksud dari
pengalaman yang bervariasi situasi, data, peristiwa, keputusan, konvensi,
kepercayaa aturan, prosedur atau kriteria. Analysis kemampuan untuk
mengidentifikasi maksud dan kesimpulan yang benar antara pernyataan,
pertanyaan, konsep, deskripsi berdasarkan kepercayaan, keputusan,
pengalaman, alasan, informasi atau pendapat. Evaluation kemampuan
menilai kredibiitas pernyataan atau penyajian lain dengan menilai atau
menggambarkan persepsi seseorang, pengalaman, situasi, kepercayaan,
keputusan dan menggunakan kekuatan logika dari hubungan inferensial
yang diharapkan atau hubungan inferensial yang aktual diantara pernyataan,
pertanyaan, deskripsi maupun bentuk representasi lainya. Inference adalah
kemampuan siswa untuk mengidentifikasi dan memilih unsur-unsur yang
diperlukan untuk membentuk kesimpulan yang beralasan atau untuk
membentuk hipotesis dengan memperhatikan informasi relevan dan
mengurangi konsekuensi yang ditimbulkan dari data, pernyataan, prinsip,
bukti, penilaian, opini, deskripsi, penyataan, keyakinan, maupun bentuk
representasi lainnya. Explanation kemampuan seseorang untuk menyatakan
hasil proses pertimbangan, kemampuan untuk membenarkan bahwa suatu
alasan itu berdasarkan bukti, metodologi, konsep, atau suatu kriteria tertentu
dan pertimbangan yang masuk akal, dan kemampuan untuk
mempresentasikan alasan berupa argumen yang meyakinkan. Self
regulation berkaitan dengan kesadaran seseorang untuk memonitor kognisi
dirinya, elemen –elemen yang digunakan dalam pro, berpikir dan hasil yang
dikembangkan, khususnya dengan mengaplikasikan keteramplan dalam
mengevaluasi kemampuan dirinya dalam mengambil kesimpulan dalam
bentuk pertanyaan, konfirmasi, validasi dan koreksi.

C. ANALISIS MASALAH
Berpikir
Kritis

Definisi Melibatkan Cara Indikator Manfaat

Dosen Mahasiswa Lingkungan Belajar

Peran Belajar

Deep Surface
D. PEMBAHASAN

1. DEFINISI
Berpikir kritis, atau lebih dikenal dengan berpikir rasional atau
berpikir logis adalah suatu keterampilan kognitifyang dapat
dikembangkan secara mandiri ataupun melalui pelatihan oleh mentor
yang berkompetendalam hal ini berpikir kritis dapat dipelajari dan dapat
diajarkan. Itu berarti orang yang memilki kemampuan berpikir kritis
dapat mengambil sebuah keputusan yang tepat dan baik, memiliki
kemampuan dalam memecahkan masalah, dan tentunya lebih
profesional dan kompetensi yang sangat baik terutama dalam
menganalisis suatu masalah. Definisi berpikir kritis secara umum adalah
keterampilan dalam mengonseptualisasikan, menerapkan, menganalisis,
atau mengevaluasi informasi / pengetahuan dengan mengamati,
pengalaman, menalarkan, atau berkomunikasi satu sama lain guna
bertujuan untuk memaparkan pengetahuan secara aktif. Di dalam dunia
profesi dokter, berpikir kritis diperlukan karena menyangkut anamnesa
dan diagnosis terhadap pasien, dan sebagai seorang dokter, haruslah
memiliki kemampuan yang mumpuni dalam berpikir secara kritis dan
ilmiah. Berpikir kritis juga perlu dilatih karena akan sangat berguna
dalam dunia keprofesian dokter.Komunitas Berpikir Kritis adalah
landasan untuk berpikir kritis yang didirikan di Amerika Serikat. peneliti
pusat melakukan penelitian lanjutan dan mengumpulkan informasi
tentang berpikir kritis. Hal ini diakui dengan baik bahwa
mengembangkan keterampilan berpikir kritis adalah usaha seumur
hidup. Mereka melaporkan telah melakukan tiga studi yang
menunjukkan berpikir kritis saat ini tidak efektif diajarkan di tempat
sekolah menengah atas, perguruan tinggi dan universitas; Namun, hal
itu mungkin saja untuk dilakukan. Banyak sekolah kedokteran berusaha
mengembangkan keterampilan berpikir kritis pada siswa melalui kursus
tunggal: (mis. obat berbasis bukti dan proyek penelitian). Referensi yang
bagus adalah Praktik Berbasis Bukti: Logika dan Berpikir Kritis dan
Pengobatan oleh Miloas Jenicek dan David L. Hitchcock (2005). Tetapi
berpikir kritis adalah kebiasaan yang membutuhkan lebih dari satu
pengembangan kursus. Beberapa definisi berpikir kritis berdasarkan
berbagai jurnal, antara lain menurut John Dewey (1909) mendefinisikan
berpikir kritis sebagai pemikiran reflektif, yaitu merupakan
pertimbangan yang aktif, persistent (terus menerus), dan teliti
mengenai sebuah keyakinan atau bentuk pengetahuan yang diterima
begitu saja dipandang dari sudut alasan-alasan yang mendukungnya dan
kesimpulan-kesimpulan lanjutan yang menjadi kecenderungannya agar
dapat mengambil keputusan yang tepat dalam membuat suatu
keputusan tentang hal yang diyakini. Edward Glaser (1941) sejalan
dengan pendapat Dewey, ia mengemukakan definisi berpikir kritis
sebagai:
(1) suatu sikap mau berpikir secara mendalam tentang masalah-
masalah dan hal-hal yang berada dalam jangkauan pengalaman
seseorang;
(2) pengetahuan tentang metode-metode pemeriksaan dan
penalaran yang logis;
(3) suatu keterampilan untuk menerapkan metode-metode
tersebut.
2. MAHASISWA DAN JENIS PEMBELAJARAN
Ada 2 jenis pembelajaran yang biasa dilakukan oleh mahasiswa,
yaitu secara mendalam dan dangkal.
Belajar secara mendalam berarti belajar untuk benar benar
memahami sebuah materi. Sementara Belajar secara dangkal
berarti belajar agar dapat mengingat kembali sebuah materi dan
menciptakan pemahaman dasar.

Mahasiswa mungkin pilih pilih untuk menggunakan jenis


pembelajaran yang sesuai terhadap suatu materi, tetapi kedua jenis
pembelajaran ini pastinya dipakai dalam belajar di kuliah.

3. DOSEN
Dibandingkan mahasiswa kedokteran, seorang dosen tentu lebih
unggul dalam hal sebagai berikut :
A. Lebih baik dalam mengingat materi
B. Berusaha untuk menjadi lebih baik
C. Lebih baik dalam merepresentasikan masalah
D. Memiliki wawasan yang lebih banyak
E. Menjadi ahli melalui belajar rutin
F. Mampu berpikir kritis dengan baik sesuai bidang
keahliannya

Maka dari itu, dosen harus membantu mahasiswa untuk


memiliki pengetahuan yang terstruktur, strategi pemecahan
masalah, kebijakan, dan ketulusan untuk menyembuhkan penyakit
pasien, yaitu dengan cara dosen harus mendorong mahasiswa agar
mampu berpikir kritis.

4. METODE KURIKULER

Menurut Papa dan Harasym ada 5 metode kurikuler yang


dikembangkan di Amerika Utara, yaitu:

a. Berbasis magang - 1765


b. Berbasis disiplin - 1871
c. Berbasis sistem – 1951
d. Berbasis PBL - 1971
e. Berbasis presentasi klinis -1991

Setiap perkembangan metode selanjutnya dibuat dengan


mempertahankan aspek positif dan juga menutupi kelemahan dari
metode sebelumnya. Diperkirakan ada perbedaan drastis dalam jumlah
penyakit yang dapat mahasiswa pecahkan pada setiap metode kurikuler
yang digunakan. Berpikir kritis pertama kali digunakan dalam metode
berbasis disiplin dan tetap dipertahankan sebagai aspek penting dari
pemecahan masalah dalam metode selanjutnya. Tiga metode dari
berpikir kritis yaitu berbasis disiplin, berbasis sistem, dan berbasis
kasus/masalah mengajarkan mahasiswa dalan penalaran deduktif
meyimulkan hipotesis sementara pemecahan masalah. Sedangkan
metode terbaru, metode berbasis presentasi klinis lebih mendorong
mahasiswa untuk terlibat dalam strategi canggih skema penalaran
induktif yang digunakan oleh para ahli.

5. INDIKATOR BERPIKIR KRITIS


Ciri-ciri berpikir kritis sebagai berikut:
A. Mengenal secara rinci bagian-bagian dari keputusan;
B. Pandai mendeteksi permasalahan;
C. Mampu membedakan ide yang relevan dengan ide yang tidak
relevan;
D. Mampu membedakan fakta dengan fiksi atau pendapat;
E. Dapat membedakan antara kritik yang membangun dan
merusak;
F. Mampu mengidentifikasi atribut-atribut manusia, tempat, dan
benda, seperti dalam sifat, bentuk, wujud, dan lain-lain;
G. Mampu mendaftarkan segala akibat yang mungkin terjadi atau
alternatif terhadap pemecahan masalah, ide dan situasi;
H. Mampu membuat hubungan yang berurutan antara satu
masalah dengan masalah lainnya;
I. Mampu menarik kesimpulan generalisasi
dari data yang telah tersedia dengan data yang diperoleh
di lapangan;
J. Mampu membuat prediksi dari informasi yang tersedia;

6. LINGKUNGAN PEMBELAJARAN
Lingkungan yang diciptakan oleh guru merupakan unsure penting dalam
rangka memicu pemikiran kritis. Cara guru dalam menciptakan
lingkungan tersebut adalah dengan membuat strategi pembelajaran
yang spesifik, sesuai dengan kompetensi yang dimiliki oleh murid.
Contohnya, menerapkan metode belajar yang berfokus pada siswa,
pembelajaran aktif, penilaian terbuka, dan beberapa metode lainnya
yang dirasa layak untuk diterapkan dalam rangka meningkatkan
penalaran siswa.
Mahasiswa biasanya menanggapi suatu lingkungan belajar mereka
berdasarkan banyaknya tugas, waktu untuk mengerjakan tugas
tersebut, panduan dosen dalam mengerjakan tugas, dan
ketersediaan bahan belajar.

E. KESIMPULAN

Dari hasil diskusi kelompok kami, disimpulkan bahwa berpikir kritis


merupakan keterampilan yang harus dimiliki oleh setiap mahasiswa kedokteran,
dikarenakan pesatnya kemajuan dan perkembangan zaman maupun ilmu
pengetahuan serta masalah masalah rumit atau kompleks yang akan dihadapi
langsung oleh mahasiswa kedokteran menuntut untuk berpikir kritis agar
mahasiswa dapat memperoleh ilmu pengetahuan dan kemampuan secara
optimal serta dapat beradaptasi ketika terjun kedunia kerja mahasiswa
kedokteran dapat menjadi dokter yang profesional dan kompeten.
Daftar Pustaka

Harasym PH, Tsai TC, Hemmati P. Current Trends in Developing Medical


Student’s Critical Thinking Abilities. Kaohsiung J Med Sci 2008;24:341–55

Susilowati , Sajidan , Murni Ramli. (2017). Analisis Keterampilan Berpikir Kritis


Siswa Madrasah Aliyah Negeri di Kabupaten Magetan. Diakses dari
http://www.jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/snps/article/viewFile/11417/8102

Ardiyanti, Yusi. (2016). Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Berbasis


Masalah Berbantuan Kunci Determinnasi. Universitas Singaperbangsa Karawang.
Indonesia

You might also like