You are on page 1of 15

ANALISIS GAMBARAN MASALAH KESEHATAN DBD DI

WILAYAH JAWA TENGAH DENGAN TEORI BLUM

TUGAS

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Epidemiologi dan Ekologi

DOSEN : IBU SUGIH WIJAYATI,SKP.NS.MKES

Oleh :

FRANZESKA SUNAR PRAMUDITA

P1337430215016

PRODI DIV TEKNIK RADIOLOGI

JURUSAN TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

2017
Situasi Derajat Kesehatan :

“Angka Kesakitan Demam Berdarah Dengue (DBD) per 100.000

Penduduk Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015”

Sumber : Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015

Demam Berdarah Dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

Dengue dan ditularkan oleh vektor nyamuk Aedes aegypty. Penyakit ini sebagian

besar menyerang anak berumur <15 tahun, namun dapat juga menyerang orang

dewasa. Penyakit DBD masih merupakan permasalahan serius di Provinsi Jawa

Tengah, terbukti 35 kabupaten/kota sudah pernah terjangkit penyakit DBD. Angka

kesakitan/Incidence Rate (IR) DBD di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2015 sebesar

47,9 per 100.000 penduduk, mengalami peningkatan bila dibandingkan tahun 2014

yaitu 36,2 per 100.000 penduduk. Hal ini berarti bahwa IR DBD di Jawa Tengah

lebih rendah dari target nasional (<51/100.000 penduduk, namun lebih tinggi jika

dibandingkan dengan target RPJMD (< 20/100.000). Setiap penderita DBD yang

dilaporkan dilakukan tindakan perawatan penderita, penyelidikan epidemiologi di

lapangan serta upaya pengendalian. IR DBD selama lima tahun terakhir dapat dilihat

pada gambar 3.30


Tingginya angka kesakitan DBD disebabkan karena adanya iklim tidak stabil

dan curah hujan cukup banyak pada musim penghujan yang merupakan sarana

perkembangbiakan nyamuk Aedes Aegipty yang cukup potensial. Selain itu juga

didukung dengan tidak maksimalnya kegitan PSN di masyarakat sehingga

menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit DBD di beberapa kabupaten/kota.

IR DBD menurut kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2015 dapat dilihat

pada gambar 3.31.


Berdasarkan gambar 3.31, kabupaten/kota dengan Incidence Rate Tertinggi

adalah Kota Magelang 158,14 per 100.000 penduduk, diikuti Jepara 123,96 per

100.000 penduduk, dan Kota Semarang 99,46 per 100.000 penduduk. Kabupaten/kota

dengan Incidence Rate terrendah adalah Wonosobo 3,60 per 100.000 penduduk,

diikuti Wonogiri 6,32 per 100.000 penduduk, dan Kota Pekalongan 9,44 per 100.000

penduduk.
Analisis Gambaran Masalah Kesehatan DBD di Wilayah Jawa

Tengah Dengan Teori Blum :

1. Faktor Lingkungan

Lingkungan merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap derajat

kesehatan masyarakat, disamping perilaku dan pelayanan kesehatan. Program

Lingkungan Sehat bertujuan untuk mewujudkan mutu lingkungan hidup yang

lebih sehat melalui pengembangan sistem kesehatan kewilayahan untuk

menggerakkan pembangunan lintas sektor berwawasan kesehatan. Adapun

kegiatan pokok untuk mencapai tujuan tersebut adalah melaksanakan : (1)

Pengawasan Kualitas air dan sanitasi dasar; (2) Pengawasan Hygiene dan Sanitasi

Tempat Tempat Umum (TTU); (3) Pengawasan Hygiene dan Sanitasi Tempat

Pengolahan Makanan (TPM).

Faktor lingkungan dapat ditinjau dari kondisi :


a. Fisik

Faktor lingkungan fisik yang berperan terhadap timbulnya penyakit

DBD meliputi kelembaban nisbi, cuaca, kepadatan larva dan nyamuk dewasa,

lingkungan di dalam rumah, lingkungan di luar rumah dan ketinggian tempat

tinggal. Unsur-unsur tersebut saling berperan dan terkait pada kejadian infeksi

Virus Dengue. Depkes (2004) menyatakan bahwa faktor lingkungan yang

berperan terhadap timbulnya penyakit DBD diantaranya lingkungan

pekarangan yang tidak bersih, seperti bak mandi yang jarang dikuras, pot

bunga, genangan air di berbagai tempat, ban bekas, batok kelapa, potongan

bambu, drum, kaleng-kaleng bekas serta botol-botol yang dapat menampung

air dalam jangka waktu yang lama. Lingkungan non fisik yang berperan

dalam penyebaran DBD adalah kebiasaan menyimpan air serta mobilitas

masyarakat yang semakin meningkat.

Rumah Sehat

Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang berfungsi

sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Rumah

haruslah sehat dan nyaman agar penghuninya dapat berkarya untuk

meningkatkan produktivitas. Konstruksi rumah dan lingkungan yang tidak

memenuhi syarat kesehatan merupakan faktor risiko penularan berbagai jenis

penyakit khususnya penyakit berbasis lingkungan seperti Demam Berdarah

Dengue. Rumah yang dibina di Jawa Tengah selama tahun 2015 sebanyak

1.969.973 unit. Dari keseluruhan yang dibina yang menjadi rumah memenuhi
syarat sebesar 48,79 persen, sehingga total rumah memenuhi syarat di tahun

2015 sebesar 75,37 persen dari keseluruhan rumah yang ada.

Penduduk yang Memiliki Akses Sanitasi yang Layak

Capaian penduduk dengan akses sanitasi layak (jamban sehat) pada

tahun 2015 adalah 78,70 persen dan target capaian yang telah ditetapkan 76

persen, sehingga pada tahun 2015 pencapaiannya memenuhi target. Jenis

sarana sanitasi dasar yang dipantau sebagai akses jamban sehat meliput

Jamban Komunal (77,47 persen), Leher Angsa (91,66 persen), Plengsengan

(70,43 persen) dan Cemplung (75,39 persen)

Desa STBM

Sanitasi Total Berbasis Masyarakat yang selanjutnya disingkat STBM

adalah pendekatan untuk mengubah perilaku higienis dan saniter melalui

pemberdayaan masyarakat dengan cara pemicuan. Pemicuan adalah cara

untuk mendorong perubahan perilaku higiene dan sanitasi individu atau

masyarakat atas kesadaran sendiri dengan menyentuh perasaan, pola pikir,

perilaku, dan kebiasaan individu atau masyarakat.

Kegiatan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) meliputi 5 pilar

yaitu : (1) Stop Buang Air Besar Sembarangan, (2) Cuci Tangan Pakai Sabun,

(3) Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga, (4) Pengelolaan

Sampah Rumah Tangga, (5) Pengelolaan Limbah cair Rumah Tangga.


Kelima pilar tersebut menjadi perhatian dan prioritas kegiatan dari

Kabupaten/Kota, baik dari lembaga pemerintah maupun Lembaga Non

Pemerintah (PLAN, IWASH, PNPM, AUSAID, dll )

Dukungan dana dari berbagai sektor inilah yang menimbulkan daya

ungkit luar biasa dalam pencapaian target, sehingga pada tahun 2015 capaian

desa yang melaksanakan STBM 5.356 desa (61,4 persen), mengalami

peningkatan bila dibandingkan capain tahun 2014 sebanyak 4.765 desa (55,5

persen) dan sudah melampaui target yang telah ditetapkan yaitu sebesar 2.347

desa (27 persen).

Air Bersih

Penyediaan air bersih untuk masyarakat mempunyai peranan yang

sangat penting dalam meningkatkan kesehatan masyarakat, yakni mempunyai

peranan dalam menurunkan angka kejadian penyakit, khususnya yang

berhubungan dengan air, dan berperan dalam meningkatkan standar atau

taraf/kualitas hidup masyarakat.

Salah satu indikator kesehatan lingkungan yang berhubungan dengan

air bersih adalah penduduk dengan akses berkelanjutan terhadap air minum

berkualitas (layak). Sarana air minum terdiri atas sumur gali, sumur bor,

terminal air, mata air terlindung, penampungan air hujan, dan perpipaan.

Cakupan penduduk dengan akses berkelanjutan terhadap air minum

berkualitas di Jawa Tengah tahun 2015 sebesar 78,12 persen.

b. Biologis
Lingkungan biologi yang mempengaruhi penularan DBD terutama

adalah banyaknya tanaman hias dan tanaman pekarangan, yang

mempengaruhi kelembaban dan pencahayaan didalam rumah. Adanya

kelembaban yang tinggi dan kurangnya pencahayaan dalam rumah merupakan

tempat yang disenangi nyamuk untuk hinggap beristirahat. Upaya

pencegahan biologi yaitu berupa intervensi yang dilakukan dengan

memanfaatkan musuh-musuh(predator) nyamuk yang ada di alam seperti ikan

pemakan jentik (ikan cupang, dll), dan bakteri.

c. Sosial

Kebiasaan masyarakat yang merugikan kesehatan dan kurang

memperhatikan kebersihan lingkungan seperti kebiasaan menggantung baju,

kebiasaan tidur siang, kebiasaan membersihkan TPA, kebiasaan

membersihkan halaman rumah, dan juga partisipasi masyarakat khususnya

dalam rangka pembersihan sarang nyamuk, maka akan menimbulkan resiko

terjadinya transmisi penularan penyakit DBD di dalam masyarakat. Kebiasaan

ini akan menjadi lebih buruk dimana masyarakat sulit mendapatkan air bersih,

sehingga mereka cenderung untuk menyimpan air dalam tandon bak air,

karena TPA tersebut sering tidak dicuci dan dibersihkan secara rutin pada

akhirnya menjadi potensial sebagai tempat perindukan nyamuk Ae. aegypti.

d. Ekonomi

Pada tahun 2015, angka beban tanggungan laki-laki sebesar 48,25,

yang berarti bahwa 100 orang penduduk laki-laki yang produktif, di samping
menanggung dirinya sendiri, akan menanggung beban 48,5 penduduk laki-laki

yang belum/sudah tidak produktif lagi. Sedangkan angka beban tanggungan

perempuan sebesar 47,95, yang berarti bahwa 100 orang perempuan

produktif, disamping menanggung dirinya sendiri, akan menanggung beban

47,95 penduduk perempuan yang belum/sudah tidak produktif lagi.

Ekonomi tidak memberikan pengaruh terhadap masalah kesehatan

DBD, karena dapat terjadi di segala kalangan.

e. Kultur / Budaya / Politik

Setiap suku bangsa mempunyai kebiasaan masing-masing, hal ini

dapat mempengaruhi penularan DBD.

f. Pendidikan

Pendidikan yang ditamatkan merupakan salah satu ukuran kualitas

Sumber Daya Manusia (SDM). Semakin tinggi tingkat pendidikan yang

dicapai, maka semakin tinggi pula kualitas sumber daya manusia yang

dimiliki, sehingga selain bisa memperoleh pekerjaan yang layak dengan

gaji/upah yang sesuai, tingginya tingkat pendidikan juga dapat mencerminkan

taraf intelektualitas suatu masyarakat.

Tingkat pendidikan dapat berkaitan dengan kemampuan menyerap dan

menerima informasi kesehatan serta kemampuan dalam berperan serta dalam

pembangunan kesehatan. Masyarakat yang memiliki pendidikan yang lebih

tinggi, pada umumnya mempunyai pengetahuan dan wawasan yang lebih luas

sehingga lebih mudah menyerap dan menerima informasi, serta dapat ikut
berperan serta aktif dalam mengatasi masalah kesehatan dirinya dan

keluarganya.

Presentase tertinggi adalah penduduk yang tamat SD/MI sebesar 31,26

persen, diikuti tamat SMP/MTs sebesar 21,40 persen, dan tamat SM/MA

sebesar 19,59 persen. Sedangkan persentase penduduk yang tamat PT sebesar

5,50 persen. Disamping itu masih terdapat sebesar 6,89 persen penduduk 15

tahun ke atas yang belum pernah mengenyam pendidikan dan sebesar 15,36

persen pernah bersekolah di SD/MI namun tidak tamat.

Bila dibandingkan dengan tahun 2013, pada tahun 2014 persentase

penduduk tamat SD semakin menurun, sedangkan yang tamat SMP dan SMA

semakin meningkat. Peningkatan tersebut berimbas pada kemampuan baca

tulis penduduk yang tercermin dari angka melek huruf.

2. Faktor Penduduk

Kepadatan penduduk turut menunjang atau sebagai salah satu faktor risiko

penularan penyakit DBD. Semakin padat penduduk, semakin mudah nyamuk

Aedes menularkan virusnya dari satu orang ke orang lainnya. Pertumbuhan

penduduk yang tidak memiliki pola tertentu dan urbanisasi yang tidak terencana

serta tidak terkontrol merupakan salah satu faktor yang berperan dalam

munculnya kembali kejadian luar biasa penyakit DBD (WHO, 2000).

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah, jumlah

penduduk Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2015 (angka proyeksi) sebesar

33.774.141 jiwa, dengan luas wilayah sebesar 32.544,12 kilometer persegi (km²),
rata-rata kepadatan penduduk sebesar 1.038 jiwa untuk setiap km². Wilayah

terpadat adalah Kota Surakarta, dengan tingkat kepadatan penduduk sekitar

11.633 jiwa per km². Wilayah terlapang adalah Kabupaten Blora, dengan tingkat

kepadatan penduduk sekitar 475 jiwa per km², dengan demikian persebaran

penduduk di Jawa Tengah belum merata. Jumlah rumah tangga sebanyak

9.066.252, maka rata-rata jumlah anggota rumah tangga adalah 3,73 jiwa untuk

setiap rumah tangga. Penduduk terbanyak di Kabupaten Brebes 1.781.555 jiwa

(5,27 persen) dan paling sedikit di Kota Magelang 120.779 jiwa (0,36 persen).

3. Faktor Perilaku

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di rumah tangga pun merupakan

upaya untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar sadar, mau, dan mampu

melakukan PHBS dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya, mencegah

risiko terjadinya penyakit dan melindungi diri dari ancaman penyakit serta

berperan aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat. Yang dimaksud rumah

tangga sehat adalah proporsi rumah tangga yang memenuhi minimal 11 indikator

dari 16 indikator PHBS tatanan rumah tangga.

Berdasarkan data hasil kajian PHBS Tatanan Rumah Tangga yang dilaporkan

oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di Jawa Tengah tahun 2015 persentase

rumah tangga yang dipantau sebesar 46,45 persen. Rumah tangga sehat yaitu yang

diwakili oleh rumah tangga yang mencapai strata sehat utama dan sehat paripurna

tahun 2015 telah mencapai 76,73 persen.

a. Sikap
Sikap masyarakat terhadap penyakit DBD, yaitu semakin masyarakat

bersikap tidak serius dan tidak berhati-hati terhadap penularan penyakit DBD

akan semakin bertambah risiko terjadinya penularan penyakit DBD. Secara

sederhana, sikap dapat dikatakan adalah respons terhadap stimuli sosial yang

telah terkondisikan. Disimpulkan bahwa semakin kurang sikap seseorang atau

masyarakat terhadap penanggulangan dan pencegahan penyakit DBD maka

akan semakin besar kemungkinan timbulnya KLB penyakit DBD.

b. Gaya Hidup

Gaya hidup yang senang akan kebersihan dan cepat tanggap dalam

masalah akan mengurangi

4. Faktor Pelayanan

Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) merupakan bentuk

partisipasi/peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan

kesehatan. Bentuk peran serta masyarakat dapat diwujudkan dalam berbagai

bentuk yaitu manusianya, pendanaannya, aktivitasnya dan kelembagaannya

seperti posyandu, pos lansia, polindes, PKD, pos UKK, poskestren, KP-KIA,

Toga, BKB, posbindu, Pos malaria desa, Pos Tb desa dan masih banyak lainnya.

Upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat yang dibahas pada bagian ini adalah

Posyandu, Pos Kesehatan Desa.

a. Promotif

Tindakan promotif pelayan kesehatan DBD di Wilayah Jateng dengan

mengadakan Poliklinik Kesehatan Desa. Poliklinik Kesehatan Desa (PKD)


adalah wujud upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat yang merupakan

program unggulan di Jawa Tengah dalam rangka mewujudkan desa siaga.

PKD merupakan pengembangan dari Pondok Bersalin Desa. Dengan

dikembangkannya Polindes menjadi PKD maka fungsinya menjadi tempat

untuk memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan masyarakat, sebagai

tempat untuk melakukan pembinaan kader/pemberdayaan masyarakat, forum

komunikasi pembangunan kesehatan di desa, memberikan pelayanan

kesehatan dasar termasuk kefarmasian sederhana dan untuk deteksi dini serta

penanggulangan pertama kasus gawat darurat.

b. Preventif

Tindakan preventif pelayan kesehatan yang dapat dilakukan yaitu

tindakan pembersihan sarang nyamuk meliputi tindakan : masyarakat

menguras air kontainer secara teratur seminggu sekali, menutup rapat

kontainer air bersih, dan mengubur kontainer bekas seperti kaleng bekas,

gelas plastik, barang bekas lainnya yang dapat menampung air hujan sehingga

menjadi sarang nyamuk (dikenal dengan istilah tindakan ‘3M’) dan tindakan

abatisasi at au menaburkan butiran temephos (abate) ke dalam tempat

penampungan air bersih dengan dosis 1 ppm atau 1 gram temephos SG dalam

1 liter air yang mempunyai efek residu sampai 3 bulan.

c. Curatif

Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan

Bersumberdaya Masyarakat yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh,


untuk dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan

kesehatan guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan

kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar, utamanya

lima program prioritas yang meliputi (KIA; KB; Gizi; Imunisasi;

penanggulangan diare dan ISPA) dengan tujuan mempercepat penurunan

angka kematian ibu dan bayi.

Berdasarkan laporan kabupaten/kota, jumlah posyandu mengalami

peningkatan dari 48.477 pada tahun 2014 menjadi 48.615 pada tahun 2015.

Posyandu yang mencapai Strata Mandiri tahun 2015 sebesar 21,30 persen,

lebih tinggi dibandingkan tahun 2014 yaitu 20,85 persen.

Persentase Posyandu strata mandiri cenderung meningkat, hal tersebut

dapat terjadi seiring dengan dikembangkannya Posyandu Model (Kegiatan

Posyandu yang sudah diintegrasikan dengan minimal satu kelompok kegiatan

yang sesuai dengan karakteristik daerah, misal kegiatan BKB, PAUD, UP2K).

d. Rehabilitatif

Diadakannya program pokok puskesmas pengobatan (kuratif dan

rehabilitatif) yaitu bentuk pelayanan kesehatan untuk mendiagnosa,

melakukan tindakan pengobatan pada seseorang pasien dilakukan oleh

seorang dokter secara ilmiah berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh

selama anamnesis dan pemeriksaan.

You might also like