You are on page 1of 10

Lidya Tri Aptesia et al Pemanfaatan Lactobacillus casei dan Tapioka

PEMANFAATAN Lactobacillus casei DAN TAPIOKA DALAM UPAYA


MENGHAMBAT KERUSAKAN TEMPE KEDELAI
[The use of Lactobacilus casei and tapioca to slow down soy tempeh deterioration]
Lidya Tri Aptesia 1), Suharyono 2) dan Harun Al Rasyid 2)
1
) Mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung
2
) Dosen Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung

ABSTRACT
The objective of this research was to test the
effectivenes on the use of L.casei and tapioca as the addition
nutrition to prevent the damage of soy tempeh. The experiment
was arranged in a complete randomized block design consisted
of two factors and 3 replications. The first factor was the
concentration of L.casei (0%, 1%, 1,5%, and 2%), the other
Diterima : 10 Juni 2013 factor was the concentration of tapioca (0%, 0,4%, 0,8%, and
Disetujui : 24 Juli 2013
1,2%). The data were analyzed with analysis of variance then
Korespondensi Penulis : continued with Honestly Significant Differences Test (HSD
suharyono_thp@unila.ac.id Test) with significance level of 5% and 1%. The result showed
that the concentration of L.casei 2% and tapioca 0,8% was able
to prevent the tempeh deterioration. The shelf-life reached 9
days of storage, the product had a longer shelf-life compared to
that of the control (soy tempeh with no treatment) which only
had 3 days of shelf life.
Key word : Lactobacillus casei, soybean, tapioca, tempeh

PENDAHULUAN kompak (Syarief et al., 1999). Jika


dilakukan inkubasi dilakukan dalam
Tempe adalah salah satu produk
jangka waktu yang terlalu lama, miselium
fermentasi yang berbahan baku kedelai
akan menjadi abu-abu atau hitam.
dan mempunyai nilai gizi yang baik.
Namun selama tidak timbul bau amonia,
Fermentasi pada pembuatan tempe terjadi
tempe tetap layak dikonsumsi. Apabila
karena aktivitas kapang yang dominan
tempe menjadi basah dan berlendir
Rhizopus sp. Tempe merupakan bahan
dengan warna kecoklatan, berbentuk
pangan yang cukup populer bagi rakyat
rapuh dan miselium tumbuh tidak merata
Indonesia. Kondisi ini dapat dilihat dari
serta dalam keadaan busuk dan berbau
aspek yaitu nilai gizi cukup tinggi,
amonia maka tempe tidak layak lagi
memiliki harga yang relatif terjangkau
untuk dikonsumsi (Sarwono, 2002).
oleh daya beli berbagai lapisan
Terbentuknya bau busuk disebabkan
masyarakat dan pembuatan tempe tidak
akibat aktivitas enzim proteolitik dalam
sulit dan dapat dilakukan dengan
menguraikan protein menjadi peptida
menggunakan alat-alat yang biasa
atau asam amino secara anaerobik
terdapat di rumah tangga.
kemudian diuraikan kembali oleh enzim
Tempe berkualitas tinggi adalah
deaminase menjadi senyawa-senyawa
kesatuan kacang kedelai dalam ikatan
berbau busuk seperti NH3, H2S, metil
miselium putih yang seragam dan
sulfida dan senyawa berbau busuk
memenuhi seluruh badan tempe
lainnya yang merupakan sumber
membentuk suatu susunan yang padat dan
kerusakan utama (Kemala, 2006).
Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Volume 18 No.2, September 2013 175
Pemanfaatan Lactobacillus casei dan Tapioka Lidya Tri Aptesia et al
Bakteri asam laktat berupa kultur didapatkan dari pusat produksi tempe di
Lactobacillus plantarum dengan media Gunung Sulah Bandar Lampung, air,
berupa tepung beras menghasilkan tempe tepung tapioka merek Bu Tani dan kultur
yang memiliki masa penyimpanan Lactobacillus casei yang sudah disimpan
maksimal 5 hari dan pemberian lalu dibiakan untuk digunakan dan MRS
Lactobacillus plantarum memiliki Broth.
pengaruh yang nyata terhadap pH dan Alat-alat yang digunakan terdiri dari
kadar air (Suharyono, 2008 ). Bakteri tampah besar, sarung tangan plastik,
asam laktat, seperti Lactobacillus panci, saringan, alumunium foil,
bulgaricus, Streptococcus thermophillus, timbangan, keranjang, pengaduk kayu,
Lactobacillus casei, Lactobacillus dandang, kompor, termometer dan plastik
acidophilus diketahui mampu merombak pengemas.
karbohidrat di dalam substrat untuk
menghasilkan asam laktat dalam jumlah Metode Penelitian
besar. a. Penelitian Pendahuluan
Penambahan starter Lactobacillus Penelitian ini terdiri dari dua
casei dan media berupa tapioka dianggap tahapan yaitu penelitian pendahuluan dan
penting karena diduga Lactobacillus penelitian utama. Penelitian pendahuluan
casei mampu menghambat kebusukan ini dilakukan untuk mengetahui lama
tempe kedelai karena bakteri ini dapat simpan yang memenuhi syarat uji
memproduksi senyawa anitibakteri organoleptik kemudian diterapkan pada
seperti bakteriosin dan asam organik hasil penelitian utama. Pengamatan dilakukan
fermentasi seperti asam asetat yang dapat ± 48 jam setelah tempe diragikan.
mencegah kebusukan pada tempe kedelai Pengamatan pada penelitian pendahuluan
(Fuller, 1989). Adapun tapioka dilakukan terhadap bau, tekstur dan
merupakan sumber karbohidrat yang baik warna dari tempe kedelai menggunakan
untuk substrat untuk Rhizopus tumbuh panca indera secara langsung. Data yang
karena memiliki kadar karohidrat yang didapat dibahas menggunakan analisis
tinggi yaitu sekitar 84,2% dengan kadar dekskriptif dengan uji nilai tengah.
amilosa sebesar 17%-23% (Ifandro,
2011). Kadar amilopektin pada tapioka b. Penelitian Utama
relatif tinggi yakni berkisar 76,26% - Penelitian utama dilakukan untuk
83% (Laga, 2001). mengetahui pengaruh penambahan
Oleh karena itu dalam pembuatan bakteri asam laktat dan penambahan
tempe perlu dicari konsentrasi yang tepat media berupa tepung tapioka yang
antara tapioka dan L.casei sehingga dapat memiliki lama simpan maksimal dan
menghambat kerusakan pada tempe masih memiliki sifat organoleptik sesuai
kedelai dan memperpanjang masa simpan SNI. Selanjutnya perlakuan terbaik akan
tempe kedelai. dianalisis kimia yang meliputi protein,
lemak, kadar air, kadar abu dan
BAHAN DAN METODE
karbohidrat. Rancangan percobaan yang
Bahan dan Alat digunakan dalam penelitian adalah
Bahan-bahan yang digunakan rancangan acak kelompok lengkap
meliputi kacang kedelai putih (Glycine (RAKL) yang disusun secara faktorial.
max) dan ragi tempe Prima yang Faktor utama adalah konsentrasi (v/b)

176 Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Volume 18 No.2, September 2013
Lidya Tri Aptesia et al Pemanfaatan Lactobacillus casei dan Tapioka
biakan L.casei 0% (b/v) (Lo), 1% (b/v) biji kedelai, selanjutnya tahap perebusan
(L1), 1,5% (b/v) (L2) dan 2% (b/v) (L3) . kedua pada suhu 1000C selama 30 menit.
Faktor dua adalah konsentrasi tapioka Kemudian dilakukan penirisan dan
(b/b) masing-masing 0% (b/b) (T0), 0.4% pendinginan, dilakukan tahap peragian
(b/b) (T1), 0.8% (b/b) (T2) dan 1.2% setiap 200 gram kedelai ditambahkan laru
(b/b) (T3) (Suharyono, 2008). Masing- tempe sebanyak 0,4 gram dan pemberian
masing faktor terdiri dari 4 taraf dengan 3 L.casei sebanyak 0 mL, 2mL, 3 mL dan
kali ulangan. Pengamatan dilakukan 4mL yang telah bercampur dengan MRS
terhadap lama simpan dan organoleptik. borth serta tapioka 0 g, 0, 4 g, 0,8 g dan
Perlakuan terbaik dianalisis proksimat 1,2 g. Selanjutnya dilakukan fermentasi
yang meliputi kadar protein, kadar selama 48 jam pada suhu ruang yaitu
karbohidrat, kadar lemak, kadar abu dan 37oC, kemudian dilakukan pengamatan
kadar air. terhadap hasil percobaan setelah
Data primer yang didapat dilakukan fermentasi selama dua hari.
dianalisa ragam dengan uji tuckey dan
barlet selanjutnya data primer dilakukan Pengamatan
analisis menggunakan uji lanjutan yaitu Pengamatan yang dilakukan
uji beda nyata jujur (BNJ) pada taraf terhadap produk tempe kedelai dengan
nyata 1% dan 5%. konsentrasi tapioka dan L.casei yang
berbeda-beda, dan pengamatan yang
Cara Kerja dilakukan adalah lama peyimpanan dan
a. Pembuatan starter Lactobacilus casei organoleptik. Perlakuan terbaik yang
Sebagai permulaan diawali diperoleh dari lama simpan dan
dengan persiapan starter sebanyak 1 ose organoleptik. selanjutnya dianalisis
kultur murni Lactobacillus casei kandungan kimianya berupa kadar air
dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi (AOAC, 1984), kadar lemak dengan
10 mL media MRS Broth steril dan metode sokhlet (Sudarmadji, 1984), kadar
diinkubasi selama 24 jam pada suhu protein dengan metode Kjeldahl
o
37 C. Setelah itu, sebanyak 5 mL kultur (Sudarmadji, 1984), kadar abu (AOAC,
murni dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 1984), dan kadar karbohidrat dengan
yang berisi 50 mL MRS Broth steril metode by difference (Winarno, 1992).
0
diinkubasi 24 jam dengan suhu 37 C dan
kultur siap digunakan. HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Lama Simpan
b. Pembuatan tempe kedelai
Tujuan penelitian utama adalah
Kedelai disortasi dari biji yang
menentukan daya tahan tempe kedelai
cacat dan muda. Lalu dilakukan
dengan penambahan L.casei serta tapioka
pencucian menggunakan air yang
setelah proses fermentasi 48 jam, sampai
mengalir sampai kotoran yang melekat
ditemukan lama simpan yang
terlepas dari biji kedelai. Selanjutnya
menunjukkan terjadinya perubahan sifat
kedelai direbus selama 30 menit dengan
organoleptik yang tidak memenuhi SNI
air yang mendidih sampai kulit ari dari
3144:2009. Adapun parameter yang
kedelai mudah terkelupas, selanjutnya
diamati adalah warna, bau dan tekstur
dilakukan tahap perendaman pada suhu
menggunakan panca indera (Gambar 1).
25oC selama 24 jam, kulit ari dikupas dari

Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Volume 18 No.2, September 2013 177
Pemanfaatan Lactobacillus casei dan Tapioka Lidya Tri Aptesia et al

Gambar 1.Pengaruh penambahan L.casei dan tapioka terhadap lama peyimpanan


pada tempe kedelai
Keterangan : T0L0 : Tapioka 0% dan L.casei 0%
T0L1 : Tapioka 0% dan L.casei 1%
T0L2 : Tapioka 0% dan L.casei 1,5%
T0L3 : Tapioka 0% dan L.casei 2%
T1L0 : Tapioka 0,4% dan L.casei 0%
T1L1 : Tapioka 0,4% dan L.casei 1%
T1L2 : Tapioka 0,4% dan L.casei 1,5%
T1L3 : Tapioka 0,4% dan L.casei 2%
T2L0 : Tapioka 0,8% dan L.casei 0%
T2L1 : Tapioka 0,8% dan L.casei 1%
T2L2 : Tapioka 0,8% dan L.casei 1,5%
T2L3 : Tapioka 0,8% dan L.casei 2%
T3L0 : Tapioka 1,2% dan L.casei 0%
T3L1 : Tapioka 1,2% dan L.casei 1%
T3L2 : Tapioka 1,2% dan L.casei 1,5%
T3L3 : Tapioka 1,2% dan L.casei 2%

Berdasarkan hasil pengamatan, bau, rasa, tekstur, dan penerimaan


tempe pada hari pertama memiliki keseluruhan normal masih layak untuk
kondisi yang sama seperti dengan tempe dikonsumsi. Pada penelitian pendahuluan
normal tanpa penambahan tapioka dan dan sesuai dengan SNI 3144:2009 tempe
L.casei dengan ciri-ciri memiliki tekstur tanpa penambahan tapioka dan L.casei
kompak dan padat, bewarna putih hanya bertahan 3 hari, sedangkan tempe
kekuningan, aroma khas tempe dan dengan penambahan tapioka 0,8% dan
belum timbul bau amonia. Lama L.casei 2% mampu bertahan hingga 9
peyimpanan maksimal tempe dengan hari. Menurut Fuller (1989), L.casei
konsentrasi tapioka 0,8% dan L.casei 2% mampu memproduksi senyawa
adalah 9 hari. Semakin panjang lama “bacteriocins” yang bersifat anti bakteri
peyimpanan, maka kondisi fisik tempe sehingga menghambat bakteri pembusuk
semakin menurun, akan tetapi tempe pada tempe kedelai, sedangkan menurut
dengan konsentrasi tapioka 0,8% dan Suharyono (2008) tapioka berperan
L.casei 2% memiliki daya tahan sebagai substrat nutrisi untuk Rhizopus
peyimpanan yang terbaik yaitu bertahan tumbuh karena memiliki kadar
sampai dengan 9 hari, yang mana kondisi karbohidrat yang tinggi yaitu 84,2% yang
fisik tempe kedelai yang meliputi warna, terdiri dari kadar amilosa sebesar 17-23%

178 Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Volume 18 No.2, September 2013
Lidya Tri Aptesia et al Pemanfaatan Lactobacillus casei dan Tapioka
dan amilopektin 76-83%, selain itu penambahan tapioka memberikan
tapioka juga dapat memperbaiki tekstur pengaruh nyata dan penambahan L.casei
tempe kedelai dengan memproduksi tidak memberikan pengaruh nyata.
miselium yang tinggi. Sedangkan interaksi tidak berbeda nyata.
Hasil uji lanjut BNJ pada taraf nyata 5%
1. Uji Organoleptik
memberikan hasil yang tidak berbeda
a. Tekstur
nyata terhadap tekstur tempe kedelai
Hasil analisis ragam
(Tabel 1).
menunjukkan bahwa perlakuan dengan

Tabel 1. Pengaruh penambahan tapioka yang berbeda nyata terhadap tekstur tempe
kedelai pada usia 9 hari
Faktor Tapioka μ 5%
T3 3,3 B
T1 3,5 A
T2 3,5 A
T0 3,4 Ab
Keterangan : Nilai tengah yang diikuti dengan huruf yang sama memiliki tidak berbeda nyata

Hasil uji lanjut BNJ pada taraf sedang. Selain itu, senyawa-senyawa
nyata 5% menunjukkan bahwa skor yang tidak larut hasil dari degradasi
tekstur pada seluruh perlakuan tempe enzimatik turut mempengaruhi tekstur.
kedelai dengan penambahan tapioka Hal ini didukung oleh Nout dan Kiers
memberikan pengaruh nyata dan L.casei (2005) menyatakan bahwa selama
tidak memberikan pegaruh nyata terhadap fermentasi tempe, ragi tempe
seluruh perlakuan tekstur tempe kedelai menghasilkan enzim-enzim, diantaranya
kedelai. Berdasarkan uji lanjut BNJ pada protease, lipase, berbagai karbohidrase,
taraf 5% tempe kedelai dengan dan phytase. Enzim-enzim tersebut
penambahan tapioka sebesar 1,2% (T3) mendegradasi molekul makro menjadi zat
berbeda nyata terhadap tempe kedelai berat molekul rendah, dinding sel dan
dengan penambahan tapioca sebesar 0,4% bahan selular intra yang sebagian
(T1) dan 0,8% (T2). Sedangkan tempe dilarutkan berkontribusi pada tekstur
kedelai tanpa penambahan tapioka tidak yang diinginkan yaitu rasa dan aroma
berbeda nyata dengan tempe kedelai produk.
dengan penambahan tapioka sebesar
b. Aroma
1,2% (T3), 0,8% (T2) dan 0,4% (T1).
Hal ini disebabkan bagian tekstur tempe Hasil analisis ragam
kedelai diduga mengandung kandungan menunjukkan bahwa perlakuan
serat kasar yang terdapat pada kulit ari penambahan tapioka dan L.casei
kedelai sehingga selama proses memberikan pengaruh yang nyata pada
fermentasi 48 jam diduga kulit kedelai aroma tempe kedelai.dan interaksi antara
sudah terdegradasi oleh enzim tapioka dan L.casei berbeda nyata. Hasil
karbohidrase utama dari R. oligosporus uji lanjut BNJ pada taraf nyata 5%
pada ragi tempe termasuk memberikan hasil yang berbeda nyata
poligalakturonase, endocellulase, xilanase terhadap aroma tempe kedelai yang
dan arabinase sehingga tekstur yang dihasilkan (Tabel 2).
dihasilkan tempe kedelai bertekstur

Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Volume 18 No.2, September 2013 179
Pemanfaatan Lactobacillus casei dan Tapioka Lidya Tri Aptesia et al
Tabel 2. Pengaruh penambahan tapioka dan L.casei terhadap aroma tempe kedelai pada
usia 9 hari
Perlakuan Nilai tengah
T2L0 Tapioka 0,8% dan L.casei 0% 3,600a
T0L1 Tapioka 0% dan L.casei 1% 3,600a
T2L3 Tapioka 0,8% dan L.casei 2% 3,600a
T1L1 Tapioka 0,4% dan L.casei 1% 3,500a
T2L1 Tapioka 0,8% dan L.casei 1% 3,500a
T1L2 Tapioka 0,4% dan L.casei 1,5% 3,500a
T0L2 Tapioka 0% dan L.casei 1,5% 3,500a
T3L1 Tapioka 1,2% dan L.casei 1% 3,400a
T0L3 Tapioka 0% dan L.casei 2% 3,400a
T2L2 Tapioka 0,8% dan L.casei 1,5% 3,400a
T1L3 Tapioka 0,4% dan L.casei 2% 3,400a
T3L2 Tapioka 1,2% dan L.casei 1,5% 3,400a
T1L0 Tapioka 0,4% dan L.casei 0% 3,300a
T3L0 Tapioka 1,2% dan L.casei 0% 3,300a
T3L3 Tapioka 1,2% dan L.casei 2% 3,200 b
T0L0 Tapioka 0% dan L.casei 0% 3,100 b
Keterangan : Nilai tengah yang diikuti dengan huruf yang sama memiliki arti tidak berbeda nyata

Berdasarkan Tabel 2, tempe fermentasi tempe, yang melibatkan


kedelai T2L0, T0L1, T2L3, T1L1, T2L1, kegiatan enzimatik Lactobacilus,
T1L2, T0L2, T3L1, T0L3, T2L2, T1L3, Leuconostocs, Pediococci, Yeasts, dan
T3L2, T1L0 dan T3L0 tidak berbeda Moulds adalah sama. Hasil metabolisme
nyata. Akan tetapi tempe kedelai tempe adalah produksi asam lemak seperti
kedelai T3L3 dan T0L0 berbeda nyata laktat, asam asetat, butirat, format, dan
terhadap tempe kedelai T2L0, T0L1, propionat. Asam asetat dan asam butirat
T2L3, T1L1, T2L1, T1L2, T0L2, T3L1, diacetyl yang membuat produk tempe
T0L3, T2L2, T1L3, T3L2, T1L0 dan memiliki rasa dan aroma yang khas.
T3L0. Hal ini disebabkan karena aroma
c. Rasa
khas tempe kedelai yang dihasilkan
Hasil analisis ragam
diduga terbentuk karena adanya aktivitas
menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan
enzim-enzim dari ragi tempe selama
konsentrasi tapioka memberikan
fermentasi tempe. Enzim-enzim ini akan
pengaruh yang nyata sedangkan
memecah protein dan lemak kedelai
penambahan L.casei pada tempe kedelai
membentuk aroma yang khas. Selama
tidak memberikan pengaruh nyata dan
fermentasi 48 jam diduga Rhizopus
interaksi antara tapioka dan L.casei
oligosporus sudah memproduksi enzim
berpengaruh nyata. Hasil uji lanjut BNJ
protease yang memegang peranan penting
pada taraf nyata 5%, rasa tempe kedelai
dalam menguraikan protein dan enzim
tanpa penambahan tapioka (T0) dan
lipase yang memegang peranan penting
tempe kedelai dengan penambahan
dalam menguraikan lemak yang terdapat
tapioka sebesar 1,2% (T3) berbeda nyata
pada kedelai sehingga menghasilkan
terhadap tempe kedelai dengan
aroma khas tempe kedelai. Hasil
penambahan tapioka sebesar 04% (T1)
penelitian Mensah et al. (2012),
dan 0,8% (T2) (Tabel 3).
menunjukan bahwa proses dasar dalam

180 Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Volume 18 No.2, September 2013
Lidya Tri Aptesia et al Pemanfaatan Lactobacillus casei dan Tapioka
Tabel 3. Pengaruh penambahan tapioka terhadap rasa tempe kedelai pada usia 9 hari
Faktor Μ 5%
T0 3,3 b
T1 3,5 a
T2 3,5 a
T3 3,3 b
Keterangan : Nilai tengah yang diikuti dengan huruf yang sama memiliki arti tidak berbeda nyata

Rasa yang berpengaruh nyata asetat dan asam butirat diacetyl yang
disebabkan karena rasa khas pada tempe membuat tempe memiliki rasa dan aroma
kedelai tejadi degradasi komponen- yang khas.
komponen dalam kedelai seperti
karbohidrat, lemak, dan protein oleh d. Warna
enzim-enzim yang dihasilkan ragi tempe Hasil analisis ragam
selama berlangsungnya proses menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan
fermentasi. Hasil penelitian Mensah et konsentrasi tapioka dan L.casei
al. (2012), proses dasar dalam fermentasi memberikan pengaruh yang nyata pada
tempe, yang melibatkan kegiatan tempe kedelai. Hasil uji lanjut BNJ pada
enzimatik Lactobacilus, Lieuconostocs, taraf nyata 5% memberikan hasil yang
Pediococci, Yeasts, dan Moulds adalah berbeda nyata terhadap warna tempe
sama, hasil metabolisme dalam produksi kedelai dan interaksi antara tapioka dan
asam lemak seperti laktat, asam asetat, L.casei berpengaruh nayata (Tabel 4).
butirat, format, dan propionat. Asam

Tabel 4. Pengaruh penambahan tapioka dan L.casei terhadap warna tempe kedelai
pada usia 9 hari

Perlakuan Nilai tengah


T0L1 Tapioka 0% dan L.casei 1% 4,333a
T2L3 Tapioka 0,8% dan L.casei 2% 4,156a
T2L1 Tapioka 0,8% dan L.casei 1% 4,133a
T2L0 Tapioka 0,8% dan L.casei 0% 4,111a
T3L2 Tapioka 1,2% dan L.casei 1,5% 4,078a
T2L2 Tapioka 0,8% dan L.casei 1,5% 4,067a
T0L3 Tapioka 0% dan L.casei 2% 4,044a
T0L2 Tapioka 0% dan L.casei 1,5% 3,989a
T1L0 Tapioka 0,4% dan L.casei 0% 3,944a
T3L0 Tapioka 1,2% dan L.casei 0% 3,944a
T1L2 Tapioka 0,4% dan L.casei 1,5% 3,911a
T3L3 Tapioka 1,2% dan .casei 2% 3,889a
T1L1 Tapioka 0,4% dan L.casei 1% 3,789a
T3L1 Tapioka 1,2% dan L.casei 1% 3,767b
T1L3 Tapioka 0,4% dan L.casei 2% 3,767b
T0L0 Tapioka 0% dan L.casei 0% 2,789b
Keterangan : Nilai tengah yang diikuti dengan huruf yang sama memiliki arti tidak berbeda nyata

Berdasarkan Tabel 4, hasil uji terhadap tempe kedelai T2L3, T2L1,


lanjut BNJ pada taraf nyata 5%, tempe T2L0, T3L2, T2L2, T0L3, T0L2, T1L0,
kedelai T0L1 tidak berbeda nyata T3L0, T1L2, T3L3 dan T1L1.
Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Volume 18 No.2, September 2013 181
Pemanfaatan Lactobacillus casei dan Tapioka Lidya Tri Aptesia et al
Sedangkan tempe kedelai T3L1 tidak e. Penerimaan Keseluruhan
berbeda nyata terhadap tempe kedelai Hasil analisis ragam
T1L3 dan T0L0. Tempe kedelai T0L1, menunjukkan bahwa pengaruh
T2L3, T2L1, T2L0, T3L2, T2L2, T0L3, konsentrasi tapioka memberikan
T0L2, T1L0, T3L0, T1L2, T3L3 dan pengaruh yang berbeda nyata dan
T1L1 berbeda nyata terhadap tempe konsentrasi L.casei tidak memberikan
kedelai T3L1, T1L3 dan T0L0. Warna pengaruh nyata pada tempe kedelai dan
kuning pada tempe kedelai disebabkan interaksi antara tapioka dan L.casei
adanya pigmen xantofil yang termasuk berpengaruh nyata. Hasil uji lanjut BNJ
dalam pigmen karotenoid pada biji pada taraf nyata 5% memberikan
kedelai akibat pertumbuhan L.casei dan pengaruh yang berbeda nyata terhadap
substrat tapioka untuk rhizopus penerimaan keseluruhan tempe kedelai
(Muhandri, 2009). (Tabel 5).

Tabel 5. Pengaruh penambahan tapioka terhadap penerimaan keseluruhan tempe


kedelai pada usia 9 hari dengan uji lanjut BNJ
5%
Faktor Μ
T0 3,1 B
T1 3,1 B
T2 3,4 A
T3 3,1 B
Keterangan : Nilai tengah yang diikuti dengan huruf yang sama memiliki arti tidak berbeda nyata

Berdasarkan Tabel 5, hasil uji 2. Analisis Kimia Hasil Perlakuan


lanjut BNJ pada taraf nyata 5% tempe Terbaik
kedelai dengan penambahan tapioka
Berdasarkan analisis organoleptik
sebesar 0% (T0), 0,4% (T1) dan 1,2%
diketahui bahwa parameter organoleptik
(T3) berbeda nyata terhadap tempe
yang terbaik dimiliki oleh tempe dengan
kedelai dengan penambahan tapioka
perlakuan penambahan tapioka sebanyak
sebesar 0,8% (T2).
0,8 % dan L.casei sebanyak 2 % (T2L3)
dengan lama peyimpanan 9 hari.

Tabel 6. Kandungan kimia tempe kedelai dengan penambahan tapioka 0,8% dan
Lactobacillus casei 2%
Zat Gizi T2L3 (%) Standar SNI (%)
Protein (wb) 17,78 Min 16
Lemak (wb) 3,57 Maks. 10
Kadar Air (wb) 64,83 Maks. 65
Kadar Abu (wb) 0,45 Maks.1,5
Karbohidrat (wb)* 13,37 -
Keterangan : * = By difference

Analisis kimia terhadap tempe analisis kimia tempe kedelai terbaik


kedelai terbaik yaitu meliputi analisis berdasarkan uji organoleptik meliputi
kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar kadar protein 17,78 %, kadar lemak 3,57
protein, dan kadar karbohidrat. Hasil %, kadar air 64,83 %, kadar abu 0,45 %,
182 Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Volume 18 No.2, September 2013
Lidya Tri Aptesia et al Pemanfaatan Lactobacillus casei dan Tapioka
dan kadar karbohidrat 13,37 % (Tabel 6). 0,8 % dan L.casei 2 % agar masa
Kadar protein, lemak, air, abu dan simpan tempe bertahan hingga 9 hari.
karbohidrat tempe kedelai masih dalan mampu menghambat kerusakan dan
batas normal persyaratan SNI 3144-2009 menambah masa simpan pada tempe
dan masih layak untuk di konsumsi. kedelai dari 3 hari (normal) menjadi 9
hari.
KESIMPULAN DAN SARAN 2. Pembuatan starter Lactobacilus casei
instan (mirip ragi tempe) juga perlu
Kesimpulan
dipikirkan pada masa mendatang, agar
Berdasarkan hasil penelitian yang mempermudah pengaplikasian oleh
telah dilakukan dapat disimpulkan pengerajin tempe kedelai.
bahwa: 3. Perlu pengkajian hasil penelitian ini
1. Konsentrasi Lactobacilus casei yang diaplikasikan dengan penyimpanan
tepat untuk menghambat kerusakan suhu dinggin untuk mengetahui masa
dan menambah masa simpan tempe simpan optimalnya.
kedelai adalah 2% . 4. Jenis bakteri asam laktat yang lain
2. Konsentrasi tapioka yang tepat untuk yang mempunyai kisaran pH
menghambat kerusakan dan pertumbuhan yang lebih luas dan
menambah masa simpan tempe nutrisi lain seperti glukosa perlu untuk
kedelai adalah 0,8% . dicoba.
3. Konsentrasi terbaik pada penelitian ini
adalah tapioka 0,8% dan L.casei 2 % DAFTAR PUSTAKA
dengan lama penyimpanan maksimal
pada produk tempe 9 hari. Pada AOAC. 1984.Official Methods of
kondisi ini fisik tekstur kompak padat, Analysis. Association of Official
Agricultural Chemist. 14th Ed.
tempe bewarna putih kekuningan,
AOAC. Inc. Arlington. Virginia.
belum timbul bau amonia. 210 page.
Penambahan tapioka memberikan Dinas Perindustrian dan Perdagangan
pengaruh yang nyata terhadap tekstur, Kota Bandar Lampung. 2010.
aroma, warna, rasa dan penerimaan Daftar Industri Tempe dan Tahu di
keseluruhan pada tempe kedelai Bandar Lampung. Bandar
dengan komposisi kimia protein Lampung. 21 hlm.
Fardiaz, Srikandi. 1987. Mikrobiologi
sebesar 17,78 %, lemak sebesar 3,57
Pangan I.Gramedia Pustaka Utama.
%, kadar air sebesar 66,83 %, kadar Jakarta. Hlm 180-223.
abu sebesar 0,45 % dan karbohidrat Ferdinandus, Louise. 1998. Analisis
sebesar 13,37%. dermatosis akibat kerja pada
4. Konsentrasi tapioka 0,8% dan L.casei pekerja industri tempe di Kelurahan
2% mampu menambah masa simpan Cipulir, Jakarta Selatan. (Tesis).
Universitas Indonesia.234 hlm.
sampai dengan 6 hari karena tempe
Ferlina, F. 2009. Tempe.
kedelai tanpa perlakuan hanya http://www.adln.lib.unair.ac.id/go.
bertahan 3 hari. php. Diakses pada tanggal 2 Januari
2012.4 hlm.
Saran Fuller, R. 1989. Probiotic in man and
1. Sebaiknya membuat tempe perlu animals. Journal Applied Bacteriol.
ditambah perlakuan tapioka sebanyak 66:365-378.

Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Volume 18 No.2, September 2013 183
Pemanfaatan Lactobacillus casei dan Tapioka Lidya Tri Aptesia et al
Hidayat, N. 2009. Tahapan Proses third millenium. Journal of
Pembuatan Tempe. Applied Microbiology 98:789–
http://www.nurhidayat.tip.wordpre 805.
ss.com. Diakses tanggal 23 Maret Sarwono, R. 2005. Pengering Suhu
2012. 4 hlm. Rendah Untuk Menjaga Mutu
Ifandro. 2011. Komposisi Tepung Bahan Pertanian. Teknologi dan
Tapioka. http://ifandro.com. Industri Pangan. 2 (XVI) : 168 –
Diakses tanggal16 Juli 2012. 3 hlm. 173 hlm.
Kasmidjo. 1990. Tempe Mikrobiologi Siswono. 2003. Tiada Hari Tanpa Tempe.
dan Biokimia Pengolahan serta http://www.gizi.net. 1 hlm.
Pemanfaatannya. Pusat Antar Diakses tanggal 2 Maret 2012.
Universitas Pangan dan Gizi UGM. hlm 2.
Yogyakarta. 147 hlm. Standar Nasional lndonesia, 2009. SNI
Kemala, Sari. 2006. Upaya 3144-2009 tentang Tempe
Memperpanjang Umur Simpan Kedelai. Jakarta. Hlm 1.
Tempe Dengan Metode Sudarmadji, S. 1984. Prosedur Analisis
Pengeringan Dan Sterilisasi. untuk Bahan Makanan dan
Departemen Teknologi Pangan Pertanian. Edisi ketiga. Liberty.
Dan Gizi Fakultas Teknologi Yogyakarta. 201-204 hlm.
Pertanian Institut Pertanian Suharyono, A.S. 2008. Pemanfaatan
Bogor. Bogor. 5 hlm. Lactobacillus plantarum Dan
Laga. 2001. Produksi siklodekstrin Tepung Beras Dalam
menggunakan substrat tapioca Menghambat Kerusakan Tempe
terlikuifikasi dengan aseptor Kedelai. 21-25 hlm.
minimal. Produksi Siklooekstrin Syarief, R., H, Joko., H, Purwiyatno., W,
dari Substrat Tapioka Dengan Sutedja., Suliantari, S, Dahrul., E,
Menggunakan Pullulanase dan S, Nugraha., dan Y,S, Pieter.
CGTase Secara Simultan. 1999. Wacana Tempe Indonesia.
Program Studi Ilmu dan Universitas Katolik Widya
Teknologi Pangan Universitas Mandala. Surabaya.
Hassanudin. Makassar. Hlm 134- Widianarko, B., A, Pratiwi., Rika, dan
135. Ch, Retnaningsih. 2000. Seri
Mensah, P., B. S. Drasan, T. J. Harrison, Iptek Pangan Volume I. Tempe
and A. M. Tomkins. Fermented Makanan Populer dan Bergizi
cereal gruels: towards a solution Tinggi. http://www.ristek.go.id.
of the weaning's dilemma. 3 hlm. Diakses tanggal 23
http://www.greenstone.org/. November 2010.
Diakses pada tanggal 13 Oktober Winarno, F.G.1992. Kimia Pangan dan
2012. Gizi. Gramedia. Jakarta. 43 hlm.
Muhandri, T. 2009. Pengembangan Yuliana, Erna. 2010. Tempe Sumber
proses pembuatan mie instan Antioksidan dan Antibiotika.
jagung. (Skripsi). IPB. Bogor. http://www.litbang.go.id. 105
Nout, M. J. R. and J. L .Kiers. 2005. hlm. Diakses Tanggal 10 Maret
Tempe fermentation, innovation 2012.
and functionality: update into the

184 Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Volume 18 No.2, September 2013

You might also like