You are on page 1of 15

Referat Sindroma Guillain-Barre Devin Valerian Jaya (406162060)

BAB I
PENDAHULUAN

Sindroma Guillain Barre (SGB) merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai
adanya paralisis flasid yang terjadi secara akut berhubungan dengan proses autoimun dimana
targetnya adalah saraf perifer, radiks, dan nervus kranialis. ( Bosch, 1998 ).
Pada Sindrom ini sering dijumpai adanya kelemahan yang cepat atau bisa terjadi
paralysis dari tungkai atas, tungkai bawah, otot-otot pernafasan dan wajah. Sindrom ini dapat
terjadi pada segala umur dan tidak bersifat herediter dan dikenal sebagai Landry’s Paralisis
ascending. Pertama dideskripsikan oleh Landry, 1859 menyebutnya sebagai suatu penyakit
akut, ascending dan paralysis motorik dengan gagal napas.
Penyakit ini terdapat di seluruh dunia pada setiap musim, menyerang semua umur.
Insidensi SGB bervariasi antara 0.6 sampai 1.9 kasus per 100.000 orang pertahun. SGB
sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Insidensi kasus SGB yang
berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56% - 80%, yaitu 1 sampai 4 minggu sebelum
gejala neurologi timbul seperti infeksi saluran pernafasan atas atau infeksi gastrointestinal.
Kelainan ini juga dapat menyebabkan kematian, pada 3 % pasien, yang disebabkan oleh
gagal napas dan aritmia. Gejala yang terjadinya biasanya hilang 3 minggu setelah gejala
pertama kali timbul. Sekitar 30 % penderita memiliki gejala sisa kelemahan setelah 3 tahun.
Tiga persen pasien dengan SGB dapat mengalami relaps yang lebih ringan beberapa tahun
setelah onset pertama. Bila terjadi kekambuhan atau tidak ada perbaikan pada akhir minggu
IV maka termasuk Chronic Inflammantory Demyelinating Polyradiculoneuropathy (CIDP).
Sampai saat ini belum ada terapi spesifik untuk SGB. Pengobatan secara simtomatis dan
perawatan yang baik dapat memperbaiki prognosisnya.
Belum diketahui angka kejadian penyakit ini di Indonesia. Insidens Sindrom ini
termasuk jarang kira-kira 1 orang dalam 100.000. SGB jarang terjadi pada anak-anak,
khususnya selama 2 tahun pertama kehidupan dan setelah umur tersebut frekuensinya
cenderung meningkat. Frekuensi puncak pada usia dewasa muda. SGB tampil sebagai salah
satu penyebab kelumpuhan yang utama di negara maju atau berkembang seperti Indonesia.

Kepaniteraan Klinik Neurologi


RSPI Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 Agustus – 15 September 2018 1
Referat Sindroma Guillain-Barre Devin Valerian Jaya (406162060)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI1
Guillain Barre syndrome ( GBS ) adalah suatu kelainan sistem kekebalan tubuh
manusia yang menyerang bagian dari susunan saraf tepi dirinya sendiri dengan karekterisasi
berupa kelemahan atau arefleksia dari saraf motorik yang sifatnya progresif. Kelainan ini
kadang kadang juga menyerang saraf sensoris, otonom, maupun susunan saraf pusat. SGB
merupakan Polineuropati akut, bersifat simetris dan ascenden, yang biasanya terjadi 1 – 3
minggu dan kadang sampai 8 minggu setelah suatu infeksi akut.
 SGB merupakan Polineuropati pasca infeksi yang menyebabkan terjadinya demielinisasi
saraf motorik kadang juga mengenai saraf sensorik.
 SGB adalah polineuropati yang menyeluruh, dapat berlangsung akut atau subakut,
mungkin terjadi spontan atau sesudah suatu infeksi
SGB mempunyai banyak sinonim, antara lain :
Polineuritis akut pasca infeksi
 Polineuritis akut toksik
 Polineuritis febril
 Poliradikulopati,dan
 Acute Ascending Paralysis

2.2 EPIDEMIOLOGI2
Sepuluh studi melaporkan kejadian pada anak-anak (0-15tahun), dan menemukan
kejadian tahunan antara 0,34 dan 1.34/100 000. Kebanyakan penelitian menyelidiki populasi
di Eropa dan Amerika Utara dan melaporkan angka kejadian tahunan serupa, yaitu antara
0,84 dan 1.91/100, 000. Rata-rata pertahun 1-3/100.000 populasi dan perempuan lebih sering
terkena daripada laki-laki dengan perbandingan rasio perempuan : laki-laki = 1,5 : 1 untuk
semua usia. Sampai dengan 70% dari kasus Sindroma Guillain Barre disebabkan oleh infeksi
anteseden. Inflamasi akut demielinasi poliradikuloneuropati (AIDP) adalah bentuk paling
umum di negara-negara barat dan berkontribusi 85% sampai 90% kasus. Kondisi ini terjadi
pada semua umur, meskipun jarang pada masa bayi. Usia termuda dan tertua dilaporkan
adalah, masing masing 2 bulan dan 95 tahun. Usia rata onset adalah sekitar 40 tahun.
Sindroma Guillain Barre adalah penyebab paling umum dari acute flaccid paralysis

Kepaniteraan Klinik Neurologi


RSPI Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 Agustus – 15 September 2018 2
Referat Sindroma Guillain-Barre Devin Valerian Jaya (406162060)

pada anak - anak. Acute Motor Axonal Neuropathy (AMAN) sering didapatkan di daerah Jepang
dan Cina, terutama pada orang muda. Hal ini terjadi lebih sering selama musim panas,
persebaran AMAN di seluruh dunia mempengaruhi 10% sampai 20% pasien dengan
Sindroma Guillain Barre .

2.3 ETIOLOGI3,4
Etiologi GBS sampai saat ini masih belum dapat diketahui dengan pasti penyebabnya
dan masih menjadi bahan perdebatan. Beberapa keadaan/penyakit yang mendahului dan
mungkin ada hubungannya dengan terjadinya GBS, antara lain infeksi, vaksinasi,
pembedahan, penyakit sistematik seperti keganasan; systemic lupus erythematosus; tiroiditis;
penyakit Addison, serta kehamilan atau dalam masa nifas.
GBS sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Insidensi kasus
GBS yang berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56% - 80%, yaitu 1 sampai 4 minggu
sebelum gejala neurologi timbul seperti infeksi saluran pernafasan atas atau infeksi
gastrointestinal.

Tabel 1. Infeksi Akut yang Berhubungan dengan GBS


Infeksi Definite Probable Possible

Virus CMV HIV Influenza


EBV Varicella- Zoster Measles
Smallpox Mumps
Rubella
Hepatitis
Coxsackie

Bakteri Campylobacter Typhoid Paratyphoid


jejuni
Kepaniteraan Klinik Neurologi
RSPI Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 Agustus – 15 September 2018 3
Referat Sindroma Guillain-Barre Devin Valerian Jaya (406162060)

Mycoplasma Brucellosis
Chlamydia
Pneumonia
Legionella
Listeria

2.4 PATOGENESIS2,3
Mekanisme bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma, atau faktor lain yang
mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada GBS masih belum diketahui dengan pasti.
Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang terjadi pada sindrom ini
adalah melalui mekanisme imun. Bukti-bukti bahwa imunopatogenesis merupakan
mekanisme yang menimbulkan jejas saraf tepi pada sindrom ini adalah:
1. Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell mediated
immunity) terhadap agen infeksius pada saraf tepi,
2. Adanya auto-antibody terhadap sistem saraf tepi,
3. Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran pada pembuluh
darah saraf tepi yang menimbulkan proses demyelinisasi saraf tepi.
Proses demielinisasi saraf tepi pada GBS dipengaruhi oleh respon imunitas seluler dan
imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya, yang paling sering adalah
infeksi virus.

Kepaniteraan Klinik Neurologi


RSPI Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 Agustus – 15 September 2018 4
Referat Sindroma Guillain-Barre Devin Valerian Jaya (406162060)

Gambar 1. Patogenesis dan fase klinikal dari GBS

Kepaniteraan Klinik Neurologi


RSPI Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 Agustus – 15 September 2018 5
Referat Sindroma Guillain-Barre Devin Valerian Jaya (406162060)

Gambar 2. Lokasi GBS yang menyerang sistem nervus perifer.

Gambar 3. Stadium pada kerusakan saraf perifer pada GBS.

Peran imunitas seluler


Dalam sistem kekebalan seluler, sel limfosit T memegang peranan penting disamping
peran makrofag. Prekursor sel limfosit berasal dari sumsum tulang (bone marrow) steam cell
yang mengalami pendewasaan sebelum dilepaskan kedalam jaringan limfoid dan peredaran.
Kepaniteraan Klinik Neurologi
RSPI Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 Agustus – 15 September 2018 6
Referat Sindroma Guillain-Barre Devin Valerian Jaya (406162060)

Sebelum respon imunitas seluler ini terjadi pada saraf tepi, antigen harus dikenalkan pada
limfosit T (CD4) melalui makrofag. Makrofag yang telah memfagositosis antigen atau akibat
rangsangan oleh virus, allergen atau bahan imunogen lain akan memproses antigen tersebut
oleh penyaji antigen (antigen presenting cell = APC). Kemudian antigen tersebut akan
dikenalkan pada limfosit T (CD4). Setelah itu limfosit T tersebut menjadi aktif karena
aktivasi marker dan pelepasan substansi interlekuin (IL2), gamma interferon serta TNF-.
Kelarutan E selectin dan adesi molekul (ICAM) yang dihasilkan oleh aktifasi sel
endothelial akan berperan dalam membuka sawar darah saraf, untuk mengaktifkan sel
limfosit T dan pengambilan makrofag . Makrofag akan mensekresikan protease yang dapat
merusak protein myelin disamping menghasilkan TNF dan komplemen.

2.5 KLASIFIKASI1,2
1. Acute Motor-Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN)
Sering muncul cepat dan mengalami paralisis yang berat dengan perbaikan yang
lambat dan buruk. Seperti tipe AMAN yang berhubungan dengan infeksi saluran cerna C
jejuni. Patologi yang ditemukan adalah degenerasi akson dari serabut saraf sensorik dan
motorik yang berat dengan sedikit demielinisasi.
2. Acute Motor-Axonal Neuropathy (AMAN)
Berhubungan dengan infeksi saluran cerna C jejuni dan titer antibody gangliosid
meningkat (seperti, GM1, GD1a, GD1b). Penderita tipe ini memiliki gejala klinis motorik
dan secara klinis khas untuk tipe demielinisasi dengan asending dan paralysis simetris.
AMAN dibedakan dengan hasil studi elektrodiagnostik dimana didapatkan adanya aksonopati
motorik. Pada biopsy menunjukkan degenerasi ‘wallerian like’ tanpa inflamasi limfositik.
Perbaikannya cepat, disabilitas yang dialami penderita selama lebih kurang 1 tahun.

3. Miller Fisher Syndrome


Variasi dari SGB yang umum dan merupakan 5 % dari semua kasus SGB. Sindroma
ini terdiri dari ataksia, optalmoplegia dan arefleksia. Ataksia terlihat pada gaya jalan dan pada
batang tubuh dan jarang yang meliputi ekstremitas. Motorik biasanya tidak terkena.
Perbaikan sempurna terjadi dalam hitungan minggu atau bulan

Kepaniteraan Klinik Neurologi


RSPI Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 Agustus – 15 September 2018 7
Referat Sindroma Guillain-Barre Devin Valerian Jaya (406162060)

4. Chronic Inflammatory Demyelinative Polyneuropathy (CIDP)


CIDP memiliki gambaran klinik seperti AIDP, tetapi perkembangan gejala
neurologinya bersifat kronik. Pada sebagian anak, kelainan motorik lebih dominan dan
kelemahan otot lebih berat pada bagian distal.
5. Acute pandysautonomia
Tanpa sensorik dan motorik merupakan tipe SGB yang jarang terjadi. Disfungsi dari
sistem simpatis dan parasimparis yang berat mengakibatkan terjadinya hipotensi postural,
retensi saluran kemih dan saluran cerna, anhidrosis, penurunan salivasi dan lakrimasi dan
abnormalitas dari pupil.

2.6 PATOLOGI2
Pada pemeriksaan makroskopis tidak tampak jelas gambaran pembengkakan saraf
tepi. Dengan mikroskop sinar tampak perubahan pada saraf tepi. Perubahan pertama berupa
edema yang terjadi pada hari ketiga atau keempat, kemudian timbul pembengkakan dan
iregularitas selubung mielin pada hari kelima, terlihat beberapa limfosit pada hari kesembilan
dan makrofag pada hari kesebelas, poliferasi sel schwan pada hari ketigabelas. Perubahan
pada mielin, akson, dan selubung schwan berjalan secara progresif, sehingga pada hari
keenampuluh enam, sebagian radiks dan saraf tepi telah hancur. Kerusakan mielin disebabkan
makrofag yang menembus membran basalis dan melepaskan selubung mielin dari sel schwan
dan akson.

2.7 GEJALA KLINIS2,3


1. Kelemahan
Gambaran klinis yang klasik adalah kelemahan yang ascending dan simetris secara
natural. Anggota tubuh bagian bawah biasanya terkena duluan sebelum tungkai atas. Otot-
otot proksimal mungkin terlibat lebih awal daripada yang lebih distal. Tubuh, bulbar, dan otot
pernapasan dapat terpengaruh juga. Kelemahan otot pernapasan dengan sesak napas mungkin
ditemukan, berkembang secara akut dan berlangsung selama beberapa hari sampai minggu.
Keparahan dapat berkisar dari kelemahan ringan sampai tetraplegia dengan kegagalan
ventilasi.
2. Keterlibatan saraf kranial

Kepaniteraan Klinik Neurologi


RSPI Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 Agustus – 15 September 2018 8
Referat Sindroma Guillain-Barre Devin Valerian Jaya (406162060)

Keterlibatan saraf kranial tampak pada 45-75% pasien dengan SGB. Saraf kranial III-
VII dan IX-XII mungkin akan terpengaruh. Keluhan umum mungkin termasuk sebagai
berikut; wajah droop (bisa menampakkan palsy Bell), Diplopias, Dysarthria, Disfagia,
Ophthalmoplegia, serta gangguan pada pupil. Kelemahan wajah dan orofaringeal biasanya
muncul setelah tubuh dan tungkai yang terkena. Varian Miller-Fisher dari SGB adalah unik
karena subtipe ini dimulai dengan defisit saraf kranial.
3. Perubahan Sensorik
Gejala sensorik biasanya ringan. Dalam kebanyakan kasus, kehilangan sensori
cenderung minimal dan variabel. Kebanyakan pasien mengeluh parestesia, mati rasa, atau
perubahan sensorik serupa. Gejala sensorik sering mendahului kelemahan. Parestesia
umumnya dimulai pada jari kaki dan ujung jari, berproses menuju ke atas tetapi umumnya
tidak melebar keluar pergelangan tangan atau pergelangan kaki. Kehilangan getaran,
proprioseptis, sentuhan, dan nyeri distal dapat hadir.
4. Nyeri
Dalam sebuah studi tentang nyeri pada pasien dengan SGB, 89% pasien melaporkan
nyeri yang disebabkan SGB pada beberapa waktu selama perjalanannya. Nyeri paling parah
dapat dirasakan pada daerah bahu, punggung, pantat, dan paha dan dapat terjadi bahkan
dengan sedikit gerakan. Rasa sakit ini sering digambarkan sebagai sakit atau berdenyut.
Gejala dysesthetic diamati ada dalam sekitar 50% dari pasien selama perjalanan penyakit
mereka. Dysesthesias sering digambarkan sebagai rasa terbakar, kesemutan, atau sensasi
shocklike dan sering lebih umum di ekstremitas bawah daripada di ekstremitas atas.
Dysesthesias dapat bertahan tanpa batas waktu pada 5-10%pasien. Sindrom nyeri lainnya
yang biasa dialami oleh sebagian pasien dengan SGB adalah sebagai berikut; Myalgic, nyeri
visceral, dan rasa sakit yang terkait dengan kondisi imobilitas (misalnya, tekanan palsi saraf,
ulkus dekubitus).

5. Perubahan otonom
Keterlibatan sistem saraf otonom dengan disfungsi dalam sistem simpatis dan
parasimpatis dapat diamati pada pasien dengan SGB. Perubahan otonom dapat mencakup
sebagai berikut; Takikardia, Bradikardia, Facial flushing, Hipertensi paroksimal, Hipotensi
Kepaniteraan Klinik Neurologi
RSPI Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 Agustus – 15 September 2018 9
Referat Sindroma Guillain-Barre Devin Valerian Jaya (406162060)

ortostatik. Retensi urin karena gangguan sfingter urin, karena paresis lambung dan
dismotilitas usus dapat ditemukan.
6. Pernapasan
Empat puluh persen pasien SGB cenderung memiliki kelemahan pernafasan atau
orofaringeal. Keluhan yang khas yang sering ditemukan adalah sebagai berikut; Dispnea saat
aktivitas, Sesak napas, Kesulitan menelan, Bicara cadel. Kegagalan ventilasi yang
memerlukan dukungan pernapasan biasa terjadi pada hingga sepertiga dari pasien di beberapa
waktu selama perjalanan penyakit mereka.
Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang kuat menyokong diagnosa:
- Protein CSS meningkat setelah gejala 1 minggu atau terjadi peningkatan pada LP
serial;
- jumlah sel CSS < 10 MN/mm3; Varian ( tidak ada peningkatan protein CSS
setelah 1 minggu gejala dan Jumlah sel CSS: 11-50 MN/mm3 ).
Gambaran elektrodiagnostik yang mendukung diagnose adalah perlambatan konduksi saraf
bahkan blok pada 80% kasus. Biasanya kecepatan hantar kurang 60% dari normal.

2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG2


1. Pemeriksaan LCS
Dari pemeriksaan LCS didapatkan adanya kenaikan kadar protein ( 1 – 1,5 g/dl )
tanpa diikuti kenaikan jumlah sel. Keadaan ini oleh Guillain (1961) disebut sebagai
disosiasi albumin sitologis. Pemeriksaan cairan cerebrospinal pada 48 jam pertama
penyakit tidak memberikan hasil apapun juga. Kenaikan kadar protein biasanya terjadi
pada minggu pertama atau kedua. Kebanyakan pemeriksaan LCS pada pasien akan
menunjukkan jumlah sel yang kurang dari 10/mm3 (albuminocytologic dissociation).

2. Pemeriksaan EMG
Gambaran EMG pada awal penyakit masih dalam batas normal, kelumpuhan terjadi
pada minggu pertama dan puncaknya pada akhir minggu kedua dan pada akhir minggu ke
tiga mulai menunjukkan adanya perbaikan.
3. Pemeriksaan MRI
Kepaniteraan Klinik Neurologi
RSPI Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 Agustus – 15 September 2018 10
Referat Sindroma Guillain-Barre Devin Valerian Jaya (406162060)

Pemeriksaan MRI akan memberikan hasil yang bermakna jika dilakukan kira-kira
pada hari ke-13 setelah timbulnya gejala. MRI akan memperlihatkan gambaran cauda
equina yang bertambah besar.

2.9 TERAPI2,3
Sampai saat ini belum ada pengobatan spesifik untuk SGB, pengobatan terutama
secara simptomatis. Tujuan utama penatalaksanaan adalah mengurangi gejala, mengobati
komplikasi, mempercepat penyembuhan dan memperbaiki prognosisnya. Penderita pada
stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus dilakukan observasi tanda-tanda vital.
Penderita dengan gejala berat harus segera di rawat di rumah sakit untuk memdapatkan
bantuan pernafasan, pengobatan dan fisioterapi. Adapun penatalaksanaan yang dapat
dilakukan adalah :
1. Sistem pernapasan
Gagal nafas merupakan penyebab utama kematian pada penderita SGB. Pengobatan
lebih ditujukan pada tindakan suportif dan fisioterapi. Bila perlu dilakukan tindakan
trakeostomi, penggunaan alat Bantu pernapasan (ventilator) bila vital capacity turun dibawah
50%.
2. Fisioterapi
Fisioterapi dada secara teratur untuk mencegah retensi sputum dan kolaps paru.
Gerakan pasif pada kaki yang lumpuh mencegah kekakuan sendi. Segera setelah
penyembuhan mulai (fase rekonvalesen), maka fisioterapi aktif dimulai untuk melatih dan
meningkatkan kekuatan otot.
3. Imunoterapi
Tujuan pengobatan SGB ini untuk mengurangi beratnya penyakit dan mempercepat
kesembuhan ditunjukan melalui system imunitas.

a. Plasma exchange therapy (PE)


Plasmaparesis atau plasma exchange bertujuan untuk mengeluarkan faktor
autoantibodi yang beredar. Pemakaian plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang
baik, berupa perbaikan klinis yang lebih cepat, penggunaan alat bantu nafas yang lebih
sedikit, dan lama perawatan yang lebih pendek. Waktu yang paling efektif untuk melakukan

Kepaniteraan Klinik Neurologi


RSPI Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 Agustus – 15 September 2018 11
Referat Sindroma Guillain-Barre Devin Valerian Jaya (406162060)

PE adalah dalam 2 minggu setelah munculnya gejala. Jumlah plasma yang dikeluarkan per
exchange adalah 40-50 ml/kg dalam waktu 7-10 hari dilakukan empat sampai lima kali
exchange.
b. Imunoglobulin IV
Intravenous inffusion of human Immunoglobulin (IVIg) dapat menetralisasi
autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi auto antibodi tersebut. Pengobatan
dengan gamma globulin intravena lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena
efek samping/komplikasi lebih ringan. Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2 minggu setelah
gejala muncul dengan dosis 0,4 g / kgBB /hari selama 5 hari.
c. Kortikosteroid
Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat steroid tidak
mempunyai nilai/tidak bermanfaat untuk terapi SGB.

2.10 DIAGNOSIS BANDING3


 Poliomielitis
Pada poliomyelitis ditemukan kelumpuhan disertai demam, tidak ditemukan gangguan
sensorik, kelumpuhan yang tidak simetris, dan Cairan cerebrospinal pada fase awal tidak
normal dan didapatkan peningkatan jumlah sel.
 Myositis Akut
Pada miositis akut ditemukan kelumpuhan akut biasanya proksimal, didapatkan kenaikan
kadar CK (Creatine Kinase), dan pada Cairan serebrospinal normal.
 Myastenia gravis (didapatkan infiltrate pada motor end plate, lelumpuhan tidak bersifat
ascending)
 CIPD (Chronic Inflammatory Demyelinating Polyradical Neuropathy) didapatkan
progresifitas penyakit lebih lama dan lambat. Juga ditemukan adanya kekambuhan
kelumpuhan atau pada akhir minggu keempat tidak ada perbaikan.

2.11 KOMPLIKASI2,3
Komplikasi yang dapat terjadi adalah gagal napas, aspirasi makanan atau cairan ke
dalam paru, pneumonia, meningkatkan resiko terjadinya infeksi, trombosis vena dalam,
paralisis permanen pada bagian tubuh tertentu, dan kontraktur pada sendi.

2.12 PROGNOSIS2,3
Kepaniteraan Klinik Neurologi
RSPI Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 Agustus – 15 September 2018 12
Referat Sindroma Guillain-Barre Devin Valerian Jaya (406162060)

Pada umumnya penderita mempunyai prognosis yang baik, tetapi pada sebagian kecil
penderita dapat meninggal atau mempunyai gejala sisa. Penderita SGB dapat sembuh
sempurna (75-90%) atau sembuh dengan gejala sisa berupa dropfoot atau tremor postural
(25-36%). Penyembuhan dapat memakan waktu beberapa minggu sampai beberapa tahun.

Kepaniteraan Klinik Neurologi


RSPI Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 Agustus – 15 September 2018 13
Referat Sindroma Guillain-Barre Devin Valerian Jaya (406162060)

BAB III

KESIMPULAN
Guillain Barre syndrome ( GBS ) adalah suatu kelainan sistem kekebalan tubuh
manusia yang menyerang bagian dari susunan saraf tepi dirinya sendiri dengan karekterisasi
berupa kelemahan atau arefleksia dari saraf motorik yang sifatnya progresif. Kelainan ini
kadang-kadang juga menyerang saraf sensoris, otonom, maupun susunan saraf pusat. SGB
merupakan Polineuropati akut, bersifat simetris dan ascenden, yang,biasanya terjadi 1 – 3
minggu dan kadang sampai 8 minggu setelah suatu infeksi akut.
Pada Sindrom ini sering dijumpai adanya kelemahan yang cepat atau bisa terjadi
paralysis dari tungkai atas, tungkai bawah, otot-otot pernafasan dan wajah. Sindrom ini dapat
terjadi pada segala umur dan tidak bersifat herediter dan dikenal sebagai Landry’s Paralisis
ascending. Pertama dideskripsikan oleh Landry, 1859 menyebutnya sebagai suatu penyakit
akut, ascending dan paralysis motorik dengan gagal napas.
Gejala klinis SGB berupa kelemahan, gangguan saraf kranial, perubahan sensorik, nyeri,
perubahan otonom, gangguan pernafasan. Sampai saat ini belum ada pengobatan spesifik
untuk SGB, pengobatan terutama secara simptomatis. Tujuan utama penatalaksanaan adalah
mengurangi gejala, mengobati komplikasi, mempercepat penyembuhan dan memperbaiki
prognosisnya. Penderita pada stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus
dilakukan observasi tanda-tanda vital. Penderita dengan gejala berat harus segera di rawat di
rumah sakit untuk memdapatkan bantuan pernafasan, pengobatan dan fisioterapi
Pemeriksaan penunjang untuk Sindroma Guillain-Barre adalah pemeriksaan LCS, EMG
dan MRI. Penyakit ini memiliki prognosis yang baik. Komplikasi yang dapat menyebabkan
kematian adalah gagal nafas dan aritmia.

Kepaniteraan Klinik Neurologi


RSPI Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 Agustus – 15 September 2018 14
Referat Sindroma Guillain-Barre Devin Valerian Jaya (406162060)

DAFTAR PUSTAKA

1. Seneviratne U. Guillain-Barre Syndrome: Clinicopathological Types and


Electrophysiological Diagnosis. Departement of Neurology, National Neuroscience
Institute, SGH Campus; 2003.
2. Ropper HA, Brown HR. Adam’s and Victor, Principles of Neurological 8 th ed. United
States of America; 2005. p.1117-27
3. Yuki N, Hartung HP. Guillain–Barré Syndrome. N Engl J Med 2012;366:2294-304.
4. Pritchard J. Guillain–Barré Syndrome. Clinical Medicine 2010, Vol 10, No 4: 399–401

Kepaniteraan Klinik Neurologi


RSPI Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 Agustus – 15 September 2018 15

You might also like