You are on page 1of 13

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERWATAN
DENGAN CEDERA KEPALA RINGAN

Di susun oleh :

Nama : Aries Permatasari

NIM : 1920161006

Prodi : DIII Keperawatan

Kelas : IIB

Semester : IV

STIKES MUHAMMADIYAH KUDUS


TAHUN AJARAN 2016/2017
Alamat : Jl. Ganesha I, Purwosari, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah 59316
Website: http://www.stikesmuhkudus.ac.id Email: secretariat@stikesmuhkudus.ac.id

1
1. DEFINISI
a. Menurut Brain Injury Assosiation of America (2005), cedera kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi
disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau
mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan
fungsi fisik.
b. Cedera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau deselerasi
terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan tengkorak dan otak (Pierce & Neil.
2006).
c. Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau
tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas otak. (Muttaqin 2008)
d. Cedera kepala atau trauma kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma
baik trauma tumpul maupun trauma tajam. Defisit neorologis terjadi karena robeknya
substansia alba, iskemia dan pengaruh massa karena hemoragig, serta edema cereblal
disekitar jaringan otak. (B.Batticaca, 2008)

2. KLASIFIKASI
Cedera kepala dapat diklasifikasikan dalam berbagai aspek yang secara deskripsi dapat
dikelompokkan berdasarkan mekanisme, morfologi, dan beratnya cedera kepala. (IKABI,
2006)
Berdasarkan mekanismenya cedera kepala dikelompokkan menjadi dua yaitu :
1. Cedera kepala tumpul
Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas, jatuh/pukulan
benda tumpul.
2. Cedera tembus
Cedera tembus disebabkan oleh luka tembak atau tusukan.
Berdasarkan morfologi cedera kepala :
1. Laserasi kulit kepala
Laserasi kulit kepala sering didapatkan pada pasien cedera kepala. Diantara galea
aponeurosis dan periosteum terdapat jaringan ikat longgar yang memungkinkan
kulit bergerak terhadap tulang. Pada fraktur tulang kepala, sering terjadi robekan
pada lapisan ini.

2
2. Fraktur tulang kepala
Fraktur tulang tengkorak berdasarkan pada garis fraktur dibagi menjadi :
a. Fraktur linier
Fraktur linier merupakan fraktur dengan bentuk garis tunggal atau stellata pada
tulang tengkorak yang mengenai seluruh ketebalan tulang kepala.
b. Fraktur diastasis
Fraktur diastasis adalah jenis fraktur yang terjadi pada sutura tulang tengkorak
yang menyebabkan pelebaran sutura-sutura tulang kepala.
c. Fraktur kominutif
Fraktur kominutif adalah jenis fraktur tulang kepala yang memiliki lebih dari
satu fragmen dalam satu area fraktur.
d. Fraktur basis kranii
Fraktur basis kranii adalah suatu fraktur linier yang terjadi pada dasar tulang
tengkorak.
3. Cedera kepala di area intrakranial
Menurut (Tobing, 2011) yang diklasifikasikan menjadi :
a. Cedera otak fokal yang meliputi :
 Perdarahan epidural atau epidural hematoma (EDH)
adalah adanya darah di ruang epidural yaitu ruang potensial antara tabula
interna tulang tengkorak dan durameter.
 Perdarahan subdural akut atau subdural hematom (SDH) akut
adalah terkumpulnya darah di ruang subdural yang terjadi akut (3-6 hari).
Perdarahan ini terjadi akibat robeknya vena-vena kecil dipermukaan korteks
cerebri.
 Perdarahan subdural kronik atau SDH kronik
adalah terkumpulnya darah diruang subdural lebih dari 3 minggu setelah
trauma. Subdural hematom kronik diawali dari SDH akut dengan jumlah
darah yang sedikit.
 Perdarahan subarachnoid traumatika (SAH)
diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah kortikal baik arteri maupun vena
dalam jumlah tertentu akibat trauma dapat memasuki ruang subarahnoit.

3
b. Cedera otak difus yang meliputi :
 Cedera akson difus (difuse aksonal injury) DAI
Difus axonal injury adalah keadaan dimana serabut subkortikal yang
menghubungkan inti permukaan otak dengan inti profunda otak (serabut
proyeksi), maupun serabut yang menghubungkan inti-inti dalam satu
hemisfer (asosiasi) dan serabut yang menghbungkan inti-inti permukaan
kedua hemisfer (komisura) mengalami kerusakan.
 Kontusio cerebri
Kontusio cerebri adalah kerusakan parenkim otak yang disebabkan karena
efek gaya akselerasi dan deselerasi.
 Edema cerebri
Edema cerebri terjadi karena gangguan vaskuler akibat trauma kepala. Pada
edema cerebri tidak tampak adanya kerusakan parenkim otak namun terlihat
pendorongan hebat pada daerah yang mengalami edema.
 Iskemia cerebri
Iskemia cerebri terjadi karena suplai aliran darah ke bagian otak berkurang
atau terhenti.

4
Klasifikasi Cedera Kepala (CK) berdasarkan Skala Koma Glasgow
a. Cedera kepala ringan (Head Injury Grade I) GCS 13-15
 Termasuk didalamnya Laseratio dan Commotio Cerebri
 Tidak ada kehilangan kesadaran, atau jika ada tidak lebih dari 10 menit
 Pasien mengeluh pusing, sakit kepala
 Ada muntah, ada amnesia retrogad dan tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan
neurologist.
b. Cedera kepala sedang (Head Injury Grade II) GCS 9-12
 Ada pingsan lebih dari 10 menit
 Ada sakit kepala, muntah, kejang dan amnesia retrogad
 Pemeriksaan neurologis terdapat lelumpuhan saraf dan anggota gerak.
c. Cedera kepala berat  GCS  8
 Gejalanya serupa dengan CKS, hanya dalam tingkat yang lebih berat
 Terjadinya penurunan kesadaran secara progesif
 Adanya fraktur tulang tengkorak dan jaringan otak yang terlepas.
(Muttaqin, 2008)
Penilaian Kesadaran GCS (Glasgow Coma Scale)
No RESPON NILAI
1 Membuka Mata :
-Spontan 4
-Terhadap rangsangan suara 3
-Terhadap nyeri 2
-Tidak ada 1
2 Verbal :
-Orientasi baik 5
-Orientasi terganggu 4
-Kata-kata tidak jelas 3
-Suara tidak jelas 2
-Tidak ada respon 1
3 Motorik :
- Mampu bergerak 6
-Melokalisasi nyeri 5
-Fleksi menarik 4
-Fleksi abnormal 3
-Ekstensi 2
-Tidak ada respon 1
Total 3-15
(Smeltzer & Bare, 2001)

5
3. ETIOLOGI dan FAKTOR RESIKO
Rosjidi (2007), penyebab cedera kepala antara lain :
1. Jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau kecelakaan pada saat olah raga.
2. Cedera akibat kekerasan.
3. Kejatuhan benda berat.
4. Trauma benda tumpul.
5. Trauma benda tajam, misalnya tertembak peluru atau tertusuk benda tajam.
Cedera kepala disebabkan oleh :
1. Kecelakaan lalu lintas
2. Jatuh
3. Trauma benda tumpul
4. Kecelakaan kerja
5. Kecelakaan rumah tangga
6. Kecelakaan olahraga
7. Trauma tembak dan pecahan bom
(Ginsberg, 2007)

6
4. PATOFISIOLOGI
Benturan akibat kecelakaan / jatuh

Terjadi kerusakan Gangguan Timbul getaran


jaringan kulit integritas kulit
Kapiler darah otak pecah
Kerentanan
bakteri Perdarahan intraserebral

Resiko tinggi Hipoalbuminemia vaskuler otak


infeksi
Edema otak Terhambatnya
aliran darah ke otak
Peningkatan
TIK Gangguan perfusi
jaringan serebral

Menekan Menekan Menekan Menekan Menekan Menekan


nosireseptor batang otak hipofisis hipotalamus hipofisis kortek serebri
posterior anterior cereblum basal
Merangsang Penurunan Tidak ada ganglia batang
ujung syaraf kesadaran Penurunan stimulus Peningkatan otak
nyeri ADH endogen saraf sekresi steroid
Menurunnya simpatis adrenal Gangguan
Gangguan kekuatan Poliuri nervus (XII)
rasa nyaman kemampuan Penurunan Hiperaciditas hipoglasus
nyeri motorik Gangguan kontraksi lambung
keseimbangan vertikel Reflek
Gangguan cairan dan Mual, muntah mengunyah
mobilitas elektrolit Penurunan dan menelan
fisik COP Resti lemah
gangguan
Bendungan nutrisi Tersedak Resti cidera
atrium sinistra aspirasi
Aspirasi
Sumber : Edema paru
Depkes RI., 1996 Obstruksi
Price, 1995 jalan napas
Hudak dan Gallo, 1996 Pola napas
tidak efektif

7
5. MANIFESTASI KLINIS
Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala ringan, (Segun 2008):
a. Pasien tertidur atau kesadaran yang menurun selama beberapa saat kemudian sembuh.
b. Sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan.
c. Mual atau dan muntah.
d. Gangguan tidur dan nafsu makan yang menurun.
e. Perubahan keperibadian diri.
f. Letargik.

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap, urine, kimia darah, analisa gas darah.
b. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras: mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan,
determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak.
c. MRI : digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
d. Cerebral Angiography: menunjukkan anomali sirkulasi cerebral, seperti perubahan
jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
e. X-Ray : mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan, edema), fragmen tulang. Ronsent Tengkorak maupun thorak.
f. CSF, Lumbal Punksi : dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.
g. ABGs : Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernafasan (oksigenasi) jika
terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
h. Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intrakranial
(Musliha, 2010).

7. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan medik cedera kepala yang utama adalah mencegah terjadinya cedera
otak sekunder. Cedera otak sekunder disebabkan oleh faktor sistemik seperti hipotensi
atau hipoksia atau oleh karena kompresi jaringan otak (Tunner, 2000). Pengatasan nyeri
yang adekuat juga direkomendasikan pada pendertia cedera kepala (Turner, 2000).
Penatalaksanaan umum adalah:
1. Nilai fungsi saluran nafas dan respirasi
2. Stabilisasi vertebrata servikalis pada semua kasus trauma
3. Berikan oksigenasi

8
4. Awasi tekanan darah
5. Kenali tanda-tanda shock akibat hipovelemik atau neurogenik
6. Atasi shock
7. Awasi kemungkinan munculnya kejang.
Penatalaksanaan lainnya:
1. Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai
dengan berat ringannya trauma.
2. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat). Untuk mengurangi vasodilatasi.
3. Pemberian analgetika
4. Pengobatan anti oedema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20% atau glukosa 40
% atau gliserol 10 %.
5. Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisilin).
6. Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila terjadi muntah-muntah tidak dapat
diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5% , aminofusin, aminofel (18 jam
pertama dan terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian diberikana makanan lunak.
Pada trauma berat, hari-hari pertama (2-3 hari), tidak terlalu banyak cairan. Dextrosa 5%
untuk 8 jam pertama, ringer dextrose untuk 8 jam kedua dan dextrosa 5% untuk 8 jam ketiga.
Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah, makanan diberikan melalui ngt (2500-3000
tktp). Pemberian protein tergantung nilai urea.
Tindakan terhadap peningktatan TIK yaitu:
1. Pemantauan TIK dengan ketat
2. Oksigenisasi adekuat
3. Pemberian manitol
4. Penggunaan steroid
5. Peningkatan kepala tempat tidur
6. Bedah neuro.
Tindakan pendukung lain yaitu:
1. Dukungan ventilasi
2. Pencegahan kejang
3. Pemeliharaan cairan, elektrolit dan keseimbangan nutrisi
4. Terapi anti konvulsan
5. Klorpromazin untuk menenangkan klien
6. Pemasangan selang nasogastrik
(Mansjoer, dkk, 2000)

9
8. KOMPLIKASI
a. Kejang
Kejang yang terjadi dalam minggu pertama setelah trauma disebut early seizure, dan
yang terjadi setelahnya disebut late seizure. Early seizure terjadi pada kondisi risiko
tinggi, yaitu ada fraktur impresi, hematoma intrakranial, kontusio di daerah korteks;
diberi profilaksis fenitoin dengan dosis 3x100 mg/hari selama 7-10 hari.
b. Infeksi
Profilaksis antibiotik diberikan bila ada risiko tinggi infeksi, seperti pada fraktur
tulang terbuka, luka luar, fraktur basis kranii. Pemberian profilaksis antibiotik ini
masih kontroversial. Bila ada kecurigaan infeksi meningeal, diberikan antibiotik
dengan dosis meningitis.
c. Demam
Setiap kenaikan suhu harus dicari dan diatasi penyebabnya. Dilakukan tindakan
menurunkan suhu dengan kompres dingin di kepala, ketiak, dan lipat paha, atau tanpa
memakai baju.
d. Gastrointestinal
Pada pasien cedera kranio-serebral terutama yang berat sering ditemukan gastritis
erosi dan lesi gastroduodenal lain, 10-14% diantaranya akan berdarah. Kelainan tukak
stres ini merupakan kelainan mukosa akut saluran cerna bagian atas karena berbagai
kelainan patologik atau stresor yang dapat disebabkan oleh cedera kranioserebal.
Umumnya tukak stres terjadi karena hiperasiditas. Keadaan ini dicegah dengan
pemberian antasida 3x1 tablet peroral atau H2 receptor blockers (simetidin, ranitidin,
atau famotidin) dengan dosis 3x1 ampul IV selama 5 hari.
e. Gelisah
Kegelisahan dapat disebabkan oleh kandung kemih atau usus yang penuh, patah
tulang yang nyeri, atau tekanan intrakranial yang meningkat. Bila ada retensi urin,
dapat dipasang kateter untuk pengosongan kandung kemih.
f. Edema pulmonal
Saat tekanan intrakranial meningkat, tekanan darah sistematik meningkat untuk
mencoba mempertahankan aliran darah keotak, bila keadaan semakin kritis, denyut
nadi menurun dan bahkan frekuensi respirasi berkurang, tekanan darah semakin
meningkat. Peningkatan vasokonstriksi tubuh secara umum menyebabkan lebih

10
banyak darah dialirkan ke paru, perubahan permiabilitas pembuluh darah paru
berperan pada proses berpindahnya cairan ke alveolus.
g. Hilangnya kemampuan kognitif
Berfikir, akal sehat, penyelesaian masalah, proses informasi dan memori merupakan
kemampuan kognitif. Banyak penderita dengan cedera kepala mengalami masalah
kesadaran.
(Fransisca, 2008).

9. DIAGNOSA
a. Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera fisik
c. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual atau muntah

10. IMPLEMENTASI
Diagnosa Implementasi Rasional
1. Nyeri berhubungan dengan - Monitor tanda-tanda vital - Demam dapat mencerminkan
kerusakan jaringan kulit kerusakan pada hipotalamus
Kriteria hasil : - Kaji intensitas nyeri - Mengetahui tingkat perkembangan
a. Nyeri berkurang atau hilang nyeri
b. Pasien tampak tenang - Ajarkan tehnik distraksi dan - Meningkatkan perasaan kontrol yang
relaksasi dapat meningkatkan kemampuan
koping
- Kolaborasi pemberian analgesik - Analgetik akan mencapai pusat rasa
sakit, menimbulkan penghilang rasa
sakit yang lebih efektif
2. Resiko kekurangan volume - Monitor tanda-tanda vital - Suatu acuan untuk mengetahui tingkat
cairan berhubungan dengan perkembangan masalah, menentukan
mual atau muntah intervensi serta mengetahui kondisi
Kriteria hasil : pasien
a. Tanda-tanda vital normal - Awasi input dan output - Untuk mencegah pengeluaran cairan
b. Turgor kulit baik yang tidak terlihat
- Observasi membrane mukosa dan - Untuk mengetahui kadar cairan dalam
turgor kulit tubuh Interveni kolaborasi

11
- Kolaborasi pembeian cairan - Untuk menambah jumlah pemasukan
parenteral.
Kerusakan integritas kulit 1. Observasi tanda-tanda vital 1. Peningkatan TTV terutama suhu
klien tubuh dapat mengidentifikasikan
berhubungan dengan cedera
sebagai adanya proses peradangan.
fisik 2. Mempertahankan integritas kulit
yang baik dan kulit yang bersih
2. Jaga kebersihan kulit agar mencegah adanya mikroorganisme
tetap bersih dan kering pada kulit.
3. Meberikan rasa nyaman dan
mencegah penekanan pada
3. Anjurkan klien untuk memakai sirkulasi darah terutam pada daerah
pakaian yang longgar yang tertekan.
4. Therapy seperti prednisone dapat
menurunkan inflamasi dengan
Kolaborasi dengan tim medis dalam mengubah permeabilitas kapiler
dan menekan aktivitas PMN
pemberian therapy sesuai indikasi

12
DAFTAR PUSTAKA

Brain Injury Association of Michigan, 2005. Traumatic Brain Injury Provider. Training
Manual. Michigan Department Of Community Health.
Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dgn Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta : PT Salemba Medika.
B. Batticaca, Fransisca. (2008). Asuhan Keperawatan Pada Client Dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.
Cholik Harun Rosjidi, Saiful Nurhidayat. (2007). Asuhan klient Dengan Cedera Kepala.
Jogjakarta : Ardana Media.
Adhim. 2010. Diagnosis dan Penanganan Fraktur Servikal.http/www.fik-unipdu.web.id.
Devenport, Moira. 2010. Cervical Spine Fracture in Emergency Medicine.
http://www.medscape.com.
Eidelson, MD, Stewart G. 2010 . Lumbar Spine .www.spineuniverse.com/anatomy/lumbar-
spine.
Khosama, Herlyani. Diagnosis dan Penatalaksanaan Trauma Medula Spinalis.
http://neurology.multiply.com/journal/item/27.
Malanga, A.Gerrad. 2008. Cervical Spine Sprain/Strain Injuries. http://www.medscape.com .

13

You might also like