You are on page 1of 16

PENGARUH LATIHAN FISIK DAN TERAPI KOGNITIF PERILAKU DALAM

PENGOBATAN DEPRESI

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Depresi merupakan kondisi emosional seseorang yang biasanya ditandai dengan kesedihan yang
amat sangat, perasaan tidak berarti dan bersalah, menarik diri dari orang lain, tidak dapat tidur,
kehilangan selera makan, hasrat seksual, dan minat serta kesenangan dalam aktivitas yang biasa
dilakukan (Davitson dkk 2010).
Epidemiologi depresi seumur hidup menunjukan prevalensi 7-12% untuk pria dan 20-25% untuk
wanita. Dilaporkan terdapat 5-10% prevalensi mayor depresi pada pelayanan kesehatan primer.
Angka prevalensi yang tinggi ini dapat disebabkan kerena masalah kesehatan pada pasien
seperti, penyakit yang berhubungan kuat dengan faktor biologikal dan psikologikal sebagai
faktor predisposisi untuk depresi. Usia yang biasanya terjadi depresi pada usia dibawah 40 tahun
(Cole dkk 2003). Selain itu, depresi ditandai dengan tingginya tingkat kekambuhan: 22% sampai
50% dari pasien menderita episode berulang dalam waktu 6 bulan setelah pemulihan (WHO
2004).
Di Indonesia, data Riskesdas tahun 2007 menunjukkan prevalensi nasional gangguan mental
emosional, meliputi depresi dan kecemasan, pada penduduk berusia di atas 15 tahun mencapai
11,6% atau diderita oleh sekitar 19 juta orang (APA, 2000).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Depresi
2.1.1 Definisi
Depresi adalah salah satu bentuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan (affective/mood
disorder), yang ditandai dengan kemurungan, kelesuan, ketiadaan gairah hidup, perasaan tidak
berguna dan putus asa (Hawari 2001).

2.1.2 Epidemiologi
Gangguan depresi berat merupakan gangguan depresi yang sering terjadi, dengan prevalensi
seumur hidup sekitar 15 persen. Sekitar 10% mendapatkan perawatan di perawatan primer dan
15% dirawat di rumah sakit. Pada anak sekolah didapatkan prevalensi sekitar 2%. Pada usia
remaja didapatkan prevalensi 5% dari komunitas memiliki gangguan depresif berat (Ismail dan
Siste, 2013).
1. Jenis Kelamin
Perempuan 2 kali lipat lebih besar disbanding laki-laki. Diduga adanya perbedaan hormon,
pengaruh melahirkan, perbedaan stresor psikososial antara laki-laki dan perempuan, dan model
perilaku yang dipelajari tentang ketidakberdayaan (Ismail dan Siste, 2013).
2. Usia
Rata-rata usia sekitar 40 tahun-an. Hampir 50% onset diantara usia 20-50 tahun. Gangguan
depresi berat dapat timbul pada masa anak atau lanjut usia. Data terkini menunjukkan gangguan
depresi berat diusia kurang dari 20 tahun. Mungkin berhubungan dengan meningkatnya
pengguna alkohol dan penyalahgunaan zat dalam kelompok usia tersebut (Ismail dan Siste,
2013).
Pada umumnya, rata-rata usia onset untuk gangguan depresif berat adalah kira-kira 40 tahun,
dimana 50% dari semua pasien mempunyai onset antara usia 20 dan 50 tahun. Gangguan
depresif berat juga memiliki onset selama masa anak-anak atau pada lanjut usia. Beberapa data
epidemiologis menyatakan bahwa insidensi gangguan depresif berat mungkin meningkat pada
orang-orang yang berusia kurang dari 20 tahun (Kaplan, 2010).

3. Status Perkawinan
Paling sering terjadi pada orang yang tidak mempunyai hubungan interpersonal yang erat atau
pada mereka yang bercerai atau berpisah.Wanita yang tidak menikah memiliki kecenderungan
lebih rendah untuk menderita depresi dibandingkan dengan wanita yang menikah namun hal ini
berbanding terbalik untuk laki-laki (Ismail dan Siste, 2013).
Pada umumnya, gangguan depresif berat terjadi paling sering pada orang yang tidak memiliki
hubungan interpersonal yang erat, pasangan yang bercerai atau berpisah (Kaplan, 2010).
4. Faktor Sosioekonomi dan Budaya
Tidak ditemukan korelasi antara status sosioekonomi dan gangguan depresi berat. Depresi lebih
sering terjadi di daerah pedesaan dibanding daerah perkotaan (Ismail dan Siste, 2013).

2.1.3 Etiologi
Faktor penyebab depresi antara lain:
a. Faktor Biologi
Neurotransmiter yang terkait dengan patologi depresi adalah serotonin norepineprin, dan
dopamin. Penurunan regulasi reseptor beta adrenergik, aktifnya reseptor b2-presinaptik yang
mengakibatkan pengurangan jumlah pelepasan norepinefrin mengakibatkan timbulnya depresi.
Aktivitas dopamin yang berkurang juga dapat mengakibatkan depresi. Pada beberapa penelitian
ditemukan bahwa jumlah serotonin yang berkurang di celah sinaps turut ikut serta dalam
menimbulkan depresi (Ismail dan Siste, 2013).
b. Faktor Genetik
Depresi bisa disebabkan oleh faktor keturunan. Resiko untuk terjadinya depresi meningkat antara
20 – 40 % untuk keluarga keturunan pertama. Dapat dikatakan bahwa anak-anak dari orangtua
yang depresi psikotik dan depresi non-psikotik terdapat insiden yang tinggi dari gejala depresi
ini. Memiliki satu orangtua yang mengalami depresi, meningkatkan resiko dua kali pada
keturunannya. Resiko itu meningkat menjadi empat kali bila kedua orangtuanya sama-sama
mengalami depresi (Sadock dan Sadock 2010).

c. Faktor Psikososial
Peristiwa kehidupan dan stressor lingkungan, kepribadian, psikodinamika, kegagalan yang
berulang, teori kognitif, dan dukungan sosial. Peristiwa kehidupan yang menyebabkan stres,
lebih sering mendahului episode pertama gangguan mood dari episode selanjutnya. Para klinisi
mempercayai bahwa peristiwa kehidupan memegang peranan utama dalam depresi, klinisi lain
menyatakan bahwa peristiwa kehidupan hanya memiliki peranan terbatas dalam onset depresi.
Stressor lingkungan yang paling berhubungan dengan onset suatu episode depresi adalah
kehilangan pasangan (Sadock dan Sadock 2010).
d. Faktor Kognitif
Adanya interpretasi yang keliru terhadap sesuatu, menyebabkan distorsi pikiran menjadi negatif
tentang pengalaman hidup, penilaian diri yang negatif, pesimisme dan keputusasaan. Pandangan
yang negatif tersebut menyebabkan perasaan depresi (Sadock dan Sadock, 2010).

2.1.4 Perjalanan penyakit


Sebelum episode pertama teridentifikasi, sekitar 50% gangguan depresi berat memperlihatkan
gejala depresi yang bermakna. Gejala depresi yang teridentifikasi dini dan dapat teratasi lebih
awal dapat mencegah berkembangnya gejala tersebut menjadi episode depresi penuh. Pada
pasien dengan gangguan depresi berat, meskipun gejala mungkin telah ada, umumnya belum
menunjukkan suatu premorbid gangguan kepribadian. Sekitar 50% pasien dengan episode
depresi pertama terjadi sebelum usia 40 tahun biasanya dihubungkan dengan tidak adanya
riwayat gangguan mood dalam keluarga, gangguan kepribadian antisocial dan penyalahgunaan
alkohol (Ismail dan Siste, 2013).
Episode depresi yang tidak ditangani akan berlangsung 6–13 bulan. Kebanyakan penanganan
episode depresi sekitar 3 bulan. Namun karena merujuk kepada prosedur baku penatalaksaan
gangguan depresi maka penatalaksanaan setidaknya dilakukan selama6 bulan agar tidak mudah
kambuh (Kaplan, 2010).
2.1.5 Gejala
Episode depresi. Mood terdepresi, kehilangan minat dan berkurangnya energy adalah gejala
utama dari depresi.Pasien mungkin mengatakan perasaannya sedih, tidak mempunyai harapan,
dicampakkan, atau tidak berharga.Emosi pada mood depresi kualitasnya berbeda dengan emosi
duka cita atau kesedihan yang normal (Ingram dkk, 1993).
Pasien dalam keadaan mood terdepresi memperlihatkan kehilangan energi dan minat, merasa
bersalah, sulit berkonsentrasi, hilangnya nafsu makan, berpikir mati atau bunuh diri. Tanda dan
gejala lain termasuk perubahan dalam tingkat aktivitas, kemampuan kognitif, bicara dan fungsi
vegetative (termasuk tidur, aktivitas seksual dan ritme biologik yang lain). Gangguan ini hampir
selalu menghasilkan hendaya interpersonal, sosial dan fungsi pekerjaan (Ismail dan Siste, 2013).
Pikiran untuk melakukan bunuh diri dapat timbul pada sekitar dua pertiga pasien depresi, dan 10-
15% melakukan bunuh diri. Mereka yang dirawat dirumah sakit dengan percobaan bunuh diri
dan ide bunuh diri mempunyai umur hidup lebih panjang disbanding yang tidak dirawat.
Beberapa pasien depresi terkadang tidak menyadari ia mengalami depresi dan tidak mengeluh
tentang gangguan mood meskipun mereka menarik diri dari keluarga, teman dan aktifitas yang
sebelumnya menarik bagi dirinya. Hampir semua pasien depresi (97%) mengeluh tentang
penurunan energi dimana mereka mengalami kesulitan menyelesikan tugas, mengalami kendala
disekolah dan pekerjaan, dan menurunnya motivasi untuk terlibat dalam kegiatan baru. Sekitar
80% pasien mengeluh masalah tidur, khusunya terjaga dini hari (terminal insomnia) dan sering
terbangun dimalam hari karena memikirkan masalah yang dihadapi. Kebanyakan pasien
menunjukkan peningkatan atau penurunan nafsu makan, demikian pula dengan bertambah dan
menurunnya berat badan serta mengalami tidur lebih lama dari yang biasa (Ismail dan Siste,
2013).

2.1.6 Diagnosis
2.1.6.1 Kriteria diagnosis PPDGJ-III
Gangguan depresi pada usia lanjut ditegakkan berpedoman pada PPDGJ III (Pedoman
Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa III) (Maslim 2001)
a. Gejala utama:
1) Afek depresif.
2) Kehilangan minat dan kegembiraan.
3) Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata
sesudah kerja sedikit saja) dan menurunya aktivitas.
b. Gejala Lainnya:
1) Konsentrasi dan perhatian berkurang
2) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
3) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
4) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
5) Gagasan atau perbuatan memebahayakan diri atau bunuh diri
6) Tidur terganggu
7) Nafsu makan berkurang
c. Diperlukan masa sekurang-kurangnyan2 minggu untuk penegakkan diagnosis, akan tetapi
periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.

2.1.6.2 Kriteria diagnosis DSM-IV-TR


DSM-IV-TR kriteria diagnosis episode depresi mayor
A. Lima (atau lebih) gejala yang ada berlangsung selama 2 minggu dan memperlihatkan
perubahan fungsi, paling tidak satu atau lainnya (1) mood depresi (2) kehilangan minat
1. Mood depresi terjadi sepanjang hari atau bahkan setiap hari, diindikasikan dengan laporan
yang subjektif (merasa sedih atau kosong) atau yang dilihat oleh orang sekitar. Note : pada anak
dan remaja, dapat mudah marah.
2. Ditandai dengan hilangnya minat disemua hal, atau hampir semua hal.
3. Penurunan berat badan yang signifikan ketika tidak diet, atau penurunan atau peningkatan
nafsu makan hamper setiap hari.
Note : pada anak-anak, berat badan yang tidak naik..
4. Insomnia atau hipersomnia hamper setiap hari.
5. Agitasi psikomotor atau retardasi hampir setiap hari (dilihat oleh orang lain, bukan perasaan
yang dirasakan secara subjektif dengan kelelahan atau lamban).
6. Cepat lelah atau kehilangan energi hampir setiap hari.
7. Merasa tidak berguna atau perasaan bersalah yang berlebihan (bisa terjadi delusi) hampir
setiap hari.
8. Tidak dapat berkonsentrasi atau berpikir hampir setiap hari.
9. Pemikiran untuk mati yang berulang, ide bunuh diri yang berulang tanpa perencanaan yang
jelas, atau ide bunuh diri dengan perencanaan.
B. Gejala-gejalanya tidak memenuhi episode campuran.
C. Gejala yang ada menyebabkan distress atau kerusakan yang signifikan secara klinis.
D. Gejala tidak disebabkan langsung oleh sebuah zat (penyalahgunaan obat, obat-obatan) atau
kondisi medis umum (hipotiroid).
E. Gejala yang muncul sebaiknya tidak dalam keadaang berkabung, seperti kehilangan orang
yang dicintai, gejala bertahan hingga lebih lama dari 2 bulan, atau ditandai hendaya fungsi yang
nyata, pemikiran mengenai ketidakberartian, gagasan bunuh diri, gejala psikotik, atau retardasi
psikomotor (Sadock dan Sadock 2010).

2.1.7 Tatalaksana
1. Rawat Inap
Indikasi yang jelas untuk rawat inap adalah untuk tujuan diagnostik, risiko bunuh diri bunuh diri
atau membunuh, dan kemampuan pasien yang menurun drastis untu mendapatkan makanan dan
tempat tinggal (Sadock dan Sadock 2010).
2. Farmakoterapi
Penggolongan Obat Anti Depresi (Rusdi 2007).
Golongan Nama Obat
Trisiklik Amitriptyline, Imipramine, Clomipramine Tianeptine
Tertrasiklik Maprotiline, Mianserine, Amoxapine
MAOI Moclobemide
SSRI
(Selective Serotonin Reuptake Inhibitors) Sertraline, Patoxetine, Fluvoxamine, Fluoxetine,
Duloxetine, Citalopram
Atypical Trazodone, Mirtazapine, Venlafaxine
SSRI adalah obat yang paling sering dipilih karena efektif, mudah digunakan, dan efek
simpangnya relatif lebih sedikit bahkan dalam dosis yang besar. Obat trisiklik dan tetrasiklik
dapat menimbulkan sedasi. MAOI dapat menyebabkan hipertensi krisis jika pasien mengonsumsi
makanan yang mengandung tiramin yang tinggi, oleh karena itu membutuhkan perhatian yang
baik dalam diet (Sadock dan Sadock 2010).
3. Terapi Psikososial
a. Terapi Perilaku
Terapi perilaku didasarkan oada hipotesis bahwa pola perilaku maladaptif mengakibatkan
seseorang menerima sedikit umpan balik positif dan mungkin sekaligus penolakan dari
masyarakat. Dengan memusatkan pada perilaku maladaptif di dalam terapi, pasien belajar
berfungsi di dalam dunia sedemikian rupa sehingga mereka memperoleh dorongan positif. Data
yang ada sampai saat ini menunjukkan bahwa terapi perilaku adalah terapi yang efektif untuk
gangguan depresi berat (Sadock dan Sadock 2010).
b. Terapi Berorientasi Psikoanalitik.
Tujuan psikoterapi psikoanalitik adalah memberi pengaruh apda perubahan struktur atau karakter
kepribadian seseorang, bukan hanya untuk meredakan gejala. Perbaikan kepercayaan
interpersonal, keintiman, kapasitas berduka adalah sejumlah tujuan terapi psikoanalitik (Sadock
dan Sadock 2010).
c. Terapi Keluarga
Terapi keluarga terbukti membantu pasien untuk mengurangi dan bisa untuk menghadapi stres
dan dapat mengurangi kekambuhan. Terapi keluarga diindikasikan jika gangguan merusak
perkawinan pasien atau fungsi keluarga. Terapi keluarga memeriksa peranan seluruh keluarga
dalam mempertahankan gejala pasien (Sadock dan Sadock 2010).
d. Terapi Kognitif
Tujuan terapi kognitif adalah meringankan episode depresif dan mencegah kekambuhan dengan
membantu pasien mengidentifikasi dan menguji kognisi negatif; mengembangkan cara berpikir
alternatif, fleksibel, dan positif; serta melatih respons perilaku dan kognitif yang baru (Sadock
dan Sadock 2010).
e. Terapi Interpersonal
Terapi interpersonal memfokuskan pada satu atau dua masalah interpersonal pasien saat ini.
Pertama, masalah interpersonal saat ini cenderung memiliki akar pada hubungan yang
mengalami disgungsi sejak awal. Kedua, masalah interpersonal saat ini cenderung terlibat di
dalam mencetuskan atau melanjutkan gejala depresif saat ini. Terapi interpersonal efektif dalam
penatalaksanaan gangguan depresif berat, khususnya mungkin membantu menyelesaikan
masalah interpersonal. Program terapi interpersonal biasanya terdiri atas 12 sampai 16 sesi dan
ditandai dengan pendekatan terapeutik yang aktif. Perilaku khas seperti tidak asertif,
keterampilan sosial terganggu, dan pikiran distorsi dapat diselesaikan dalam pengaruhnya
terhadap hubungan interpersonal (Sadock dan Sadock 2010).
2.1.8 Prognosis
Gangguan mood cenderung memiliki perjalanan penyakit yang panjang dan pasien cenderung
mengalami kekambuhan. Episode depresif yang tidak diobati berlangsung 6 sampai 13 bulan,
sementara sebagian besar episode yang diobati berlangsung kira-kira 3 bulan. Menghentikan
antidepresan sebelum 3 bulan hampir selalu menyebabkan kembalinya gejala (Kaplan, 2010).
Pasien yang dirawat di rumah sakit untuk episode pertama gangguan depresif berat memiliki
kemungkinan 50% untuk pulih dalam tahun pertama. Banyak penelitian telah berusaha untuk
mengidentifikasi indikator prognostik yang baik dan buruk di dalam perjalanan gangguan
depresif berat. Episode ringan, tidak adanya gejala psikotik, fungsi keluarga yang stabil, tidak
adanya gangguan kepribadian, tinggal dalam waktu singkat di rumah sakit dalam waktu yang
singkat, dan tidak lebih dari satu kali perawatan di rumah sakit adalah indikator prognostik yang
baik. Prognosis buruk dapat meningkat oleh adanya penyerta gangguan distimik,
penyalahgunaan alkohol dan zat lain, gejala gangguan kecemasan, dan riwayat lebih dari satu
episode sebelumnya (Kaplan, 2010).

2.2 Latihan Fisik


2.2.1 Definisi
Latihan fisik adalah bentuk fisik kegiatan yang secara khusus direncanakan, terstruktur, dan
berulang-ulang (National Institute on Aging 2009).

2.2.2 Manfaat Latihan Fisik


Latihan fisik bermanfaat bagi setiap bidang kehidupan, antara lain (National Institute on Aging
2009):
1. Membantu menjaga dan meningkatkan fisik serta kekuatan dan kebugaran.
2. Membantu meningkatkan keseimbangan.
3. Membantu mengelola dan mencegah penyakit seperti diabetes, penyakit jantung, kanker
payudara dan usus besar, dan osteoporosis.
4. Membantu mengurangi perasaan depresi, mungkin meningkatkan suasana hati dan
kesejahteraan secara keseluruhan, dan dapat meningkatkan atau mempertahankan beberapa aspek
fungsi kognitif, seperti kemampuan untuk menyelesaikan tugas, merencanakan aktivitas, dan
mengabaikan informasi yang tidak relevan.

2.2.3 Tipe-Tipe Aktivitas Fisik


Latihan umumnya terdiri dari empat kategori utama: daya tahan, kekuatan, keseimbangan, dan
fleksibilitas (National Institute on Aging 2009).
a. Daya Tahan (Endurance)
Daya tahan, atau aerobik, kegiatan meningkatkan pernapasan dan denyut jantung. Kegiatan ini
membantu agar tetap sehat, meningkatkan kebugaran, dan membantu dalam melakukan tugas-
tugas yang perlu dilakukan setiap hari. Kegiatan fisik yang melatih ketahanan meliputi :
1. Lari
2. Jogging
3. Renang
4. Bersepeda
5. Naik tangga atau bukit
6. Tenis
7. Basket
b. Kekuatan (Strenght)
Peningkatan kecil pada kekuatan otot dapat membuat perbedaan besar dalam kemampuan untuk
dapat melaksanakan kegiatan sehari-hari. Contoh kegiatan fisik untuk melatih kekuatan antara
lain angkat beban.
c. Keseimbangan
Latihan keseimbangan membantu mencegah agar tidak terjatuh. Latihan untuk meningkatkan
keseimbangan seperti berdiri dengan satu kaki.
d. Kelenturan
Peregangan dapat membantu tubuh agar tetap fleksibel dan lentur. Latihan ntuk meningkatkan
fleksibilitas antara lain:
1. Peregangan bahu dan lengan atas
2. Yoga

2.2.4 Latihan Fisik pada Pasien Depresi


Seperti yang telah disampaikan diatas, bahwa latihan fisik memiliki keuntungan terhadap
kesehatan fisik. Banyak penelitian yang membuktikan bahwa latihan fisik pada pasien depresi,
selain meningkatkan kesehatan fisik juga meningkatkan kesehatan mood. Sistematik review yang
dilakukan oleh Josefsson dkk pada tahun 2014 yang bertujuan untuk mencari bukti hubungan
antara latihan fisik dengan penurunan gejala depresi pada penderita, menunjukkan bahwa latihan
fisik yang diberikan pada penderita depresi dapat mengurangi gejala depresi (Josefsson dkk
2015).
Hallgren dkk pada tahun 2015, melakukan studi program latihan fisik pada penderita depresi
selama 3 bulan, dengan frekuensi 3 kali dalam satu minggu, setiap sesi berdurasi sekitar 60
menit. Hasilnya didapatkan bahwa terjadi pengurangan secara signifikan gejala depresi pada
penderita yang dinilai dengan menggunakan Montgomery-Äsberg Depression Rating Scale
(MADRS). Pada penelitian ini juga didapatkan bahwa terdapat perbedaan signifikan antara
kelompok dengan “terapi seperti biasa” dengan kelompok terapi dalam hal penurunan skor pada
MADRS (Hallgren dkk 2015).
Studi yang dilakukan oleh Peter dkk pada tahun 2009 juga menyatakan bahwa latihan telah
terbukti mengurangi gejala terkait dengan gangguan ini dan memiliki potensi untuk mengurangi
ketergantungan pada psikofarmakologi (Carex dkk 2011).

2.2.5 Mekanisme Latihan Fisik terhadap Gejala Depresi


Teori termogenik menjelaskan bahwa kenaikan suhu tubuh setelah melakukan olahraga berguna
untuk menurunkan gejala-gelaja depresi. Kenaikan suhu pada regio batang otak akan
menyebabkan relaksasi dan menurunkan tegangan otot (Craft dan Perna, 2011). Teori endorpin
menjelaskan bahwa olahraga akan memberikan efek positif sehubungan dnegan pelepasan ß-
endorpin setelah olahraga. Endorpin berhubungan dengan perasaan positif dan keseluruhan
meningkatkan perasaan sehat dan sejahtera (Dimeo dkk 2001). Teori lainnya menjelaskan bahwa
olahraga yang dilakukan secara rutin mampu menstimulasi otak melalui peningkatan protein
Brain Derived Neurotrophic Factor (BDNF). Protein ini berfungsi meningkatkan availabilitas
neurotransmiter, seperti serotonin, dopamin, dan norepinefrin yang menurun oada keadaan
depresi, sehingga akan memberi efek emosi menjadi stabil dan menurunkan kecemasan dan stres.
Sedangkan efek olahraga dari segi psikologi juga membuktikan bahwa olahraga akan
meningkatkan semangat, penghargaan terhadap diri, rasa puas terhadap kehidupan dan rasa
percaya diir terhadap kemmapuan fisik. Teori-teori tersebut diatas secara bersamaan dapat
mencegah timbulnya depresi dan membantu menurunkan gejala-gejala yang mengarah kepada
depresi (Craft dan Perna, 2011).

2.2.6 Penerapan Latihan Fisik


Seperti yang sudah dijelaskan, bahwa salah satu penyebab depresi adalah penurunan beberapa
neurotransmitter seperti serotonin, norepinefrin, dan dopamin, karena itu sudah banyak peneliti
yang melalukan penelitian untuk dapat menyeimbangkan neurotransmiter pada pasien depresi
tanpa obat-obatan, salah satunya adalah dengan melakukan aktivitas fisik senam aerobik low
impact secara teratur. Senam aerobik low impact memperlihatkan dapat mempertahankan aliran
darah otak, meningkatkan persediaan nutrisi otak, memfasilitasi metabolisme neurotransmiter
yang dapat menurunkan depresi serta dapat memicu perubahan aktivitas molekuler dan seluler
yang mendukung dan menjaga fungsi otak (Kuntaraf, 1998).
Pelatihan fisik yang akan diterapkan pada referat ini adalah pelatihan senam bugar Indonesia.
Pelatihan Senam Bugar Indonesia merupakan senam Low Impact Aerobics atau senam dengan
hentakan atau gerakan ringan. Gerakan impact merupakan gerakan yang menekankan
kekuatanpergelangan kaki, tulang kering, lutut dan pinggul (Brick, 2001). Low impact aerobic
adalah gerakan senam aerobik yang dilakukan secara kontinyu kurang lebih 30 – 60 menit di
mana gerakan kakinya tidak banyak melakukan lompatan-lompatan tetapi hanya berupa variasi
jalan di tempat sehingga aman dilakukan untuk segala usia dan tidak menyebabkan cedera pada
lutut dan punggung (Tilarso, 2008).
Senam memberikan stres fisik terhadap tubuh secara teratur, sistematik, berkesinambungan
sedemikian rupa sehingga dapat meningkatkan kemampuan di dalam melakukan kerja secara
teratur atau meningkatkan kebugaran fisik secara nyata (Sylvia 2013). Senam terdiri dari
pemanasan, latihan inti, dan pendinginan. Pemanasan merupakan upaya tubuh untuk
menyesuaikan diri dengan peningkatan sirkulasi secara bertahap serta meminimalkan
kekurangan oksigen dan pembentukan asam laktat. Latihan inti bertujuan untuk meningkatkan
denyut jantung dan masuk ke dalam zona latihan, menggerakan seluruh otot, tulang dan
persendian tubuh untuk mencapai kebugaran fisik yang diinginkan. Pendinginan berguna untuk
memulihkan dan melemaskan otot-otot yang digunakan dalam latihan dan mengeluarkan sisa
pembakaran (Kusmana 2007).
Senam Bugar Indonesia adalah senam yang disusun dan diluncurkan pada tahun 2006 oleh
Persatuan Wanita Olahraga Seluruh Indonesia (Perwosi) yang merupakan induk organisasi
cabang olahraga pada wanita di bawah naungan Komite Olahraga Nasional Indonesia yang
didukung oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga. Senam ini diciptakan untuk menciptakan
keselarasan dan keseimbangan gerak dalam membantu otot-otot tubuh meningkatkan kesehatan
dan kebugaran. Senam tersebut memiliki gerakan yang dinamis, mudah dilakukan, melibatkan
otot-otot gerak pada kedua ekstremitas, dan musiknya menimbulkan rasa gembira dan
bersemangat, selain itu kedua senam tersebut mengandung unsur budaya yang kental dalam
gerakan dan musiknya. Struktur Senam ini terdiri dari Pemanasan, Latihan Inti dan Pendinginan
(Sylvia 2013).
Pemanasan
Pemanasan diiringi ketukan musik 128 permenit dengan durasi 11 menit 4 detik.
Diawali dengan posisi sikap sempurna, yaitu :
1. Berdiri tegak, tumit rapat dengan ujung jari kaki terbuka selebar kepalan tangan.
2. 5 (lima) titik dimulai dari telinga, bahu, pinggul, lutut dan mata kaki merupa kan satu garis
tegak lurus dengan lantai.
3. Pandangan lurus ke depan.
4. Kedua lengan lurus di samping badan, telapak tangan menghadap ke dalam rapat di samping
paha, jari-jari rapat dan siap untuk olahraga.

Latihan Inti
Latihan inti di iringi ketukan musik 130 – 133 per menit dengan durasi 20 menit 26 detik.

Pendinginan
Pendinginan diiringi ketukan musik 125 per menit dengan durasi 6 menit 8 detik.

2.3 Terapi Kognitif Perilaku (Cognitive Behavioral Therapy)


2.3.1 Definisi
Terapi kognitif perilaku adalah perawatan psikologis yang membahas interaksi antara bagaimana
kita berpikir, merasa, dan berperilaku. Hal ini biasanya waktu terbatas (sekitar 10-20 sesi),
berfokus pada masalah saat ini dan mengikuti terstruktur gaya intervensi. Terapi kognitif perilaku
merupakan proses mengajar, pembinaan, dan memperkuat perilaku positif. Terapi kognitif
perilaku membantu orang untuk mengidentifikasi pola kognitif atau pikiran dan emosi yang
terkait dengan perilaku (Somers 2007).

2.3.2 Prinsip Terapi Kognitif Perilaku pada Penderita Depresi


Terapi kognitif perilaku sebagaimana diterapkan pada depresi, bergantung pada semua prinsip-
prinsip dasar dari terapi kognitif perilaku, dalam hal ini adalah kolaboratif, berorientasi, dan
fokus pada masalah. Biasanya prinsip terapi pada depresi terdiri dari (Somers 2007):
1. Membantu orang dalam pengobatan untuk menjalani kegiatan sehari-hari;
2. Mendorong orang untuk mengidentifikasi dan menantang pikiran negatif dan asumsi
karakteristik depresi mereka dan untuk mempertimbangkan bahwa terdapat pandangan yang
lebih realistis dari pengalaman mereka;
3. Membantu perubahan dari gejala fisik dan suasana hati yang negatif yang terkait dengan
depresi menjadi yang lebih positif lagi; dan
4. Membantu orang kembali ke rutinitas yang menyenangkan dan kegiatan yang produktif secara
perlahan.

2.3.3 Terapi Kognitif Perilaku Berbasis Internet


Terapi kognitif perilaku berbasis internet memiliki keunggulan dibandingkan dengan terapi
kognitif perilaku biasa untuk pasien dan terapis (Gega dkk 2004). Mereka dapat memperoleh
perawatan di setiap waktu dan tempat dan dpaat meninjau materi sesering yang pasien inginkan.
Dalam pengobatan berbasis internet, pasien dipandu oleh sebuah program. Tingkat keterlibatan
terapis dapat bervariasi dari tidak ada bantuan, atau menghubungi terapis melalui email atau
telepon, dengan jumlah keterlibatan seperti yang terlihat di terapi individu biasa. Dengan
demikian, dimungkinkan untuk mengurangi waktu terapis tetap menjaga efektivitas (Wright dkk
2005).
Cognitive Behavioral Therapy Berbasis Komputer
Perkembangan teknologi sistem informasi di bidang kesehatan memungkinkan untuk
dikembangkannya proses layanan kesehatan berbasis komputer. CBT berbasis komputer
merupakan program terapi yang melibatkan pengobatan berdasarkan manual CBT yang telah
disesuaikan dengan format komputerisasi. Pada beberapa kasus, terapi berbasis komputer
meliputi beberapa jenis kontak pribadi dengan terapis CBT yang mengikuti perkembangan
pasien dan selalu siap untuk menjawab pertanyaan, misalnya melalui e-mail, telepon, atau
pertemuan tatap muka yang sedikit terbatas. Beberapa program berbasis komputer hanya
melakukan kontak yang minimal dengan terapis CBT, sementara hal lainnya hanya digunakan
sebagai pelengkap yang diberikan oleh terapis. Pada CBT berbasis komputer belum ditetapkan
ukuran kelompok pasien gangguan depresi yang mungkin cocok untuk penerapan CBT berbasis
komputer (Zakiyah, 2014).
Christensen, Griffiths, dan Korten telah mengembangkan situs resmi gratis tentang CBT berbasis
internet, yang dikenal dengan MoodGYM. Situs ini dirancang untuk mengobati dan mencegah
depresi. Situs ini tersedia untuk semua pengguna internet, dan ditargetkan untuk orang-orang
yang mungkin tidak memiliki kontak resmi dengan bantuan layanan profesional (Zakiyah,
2014).
Situs ini terdiri dari satu set dari 5 modul pelatihan kognitif perilaku, buku kerja pribadi (berisi
29 latihan dan penilaian) untuk mencatat dan update tanggapan masing-masing pengguna,
sebuah permainan interaktif, dan bentuk evaluasi umpan balik (Zakiyah, 2014).
1. Modul 1; memperkenalkan situs “Characters” (pola model disfungsi pikiran) dan
menunjukkan bagaimana suasana hati dipengaruhi oleh pikiran, dengan menggunakan diagram
animasi dan latihan interaktif.
2. Modul 2; menjelaskan jenis pikiran disfungsional, metode untuk mengatasinya, dan
memberikan penilaian diri dari pikiran yang disfungsional.
3. Modul 3; menyediakan metode untuk mengatasi perilaku pikiran disfungsional, dan termasuk
bagian pada ketegasan dan pelatihan diri.
4. Modul 4; menilai kejadian stress dalam kehidupan, peristiwa yang menyenangkan, dan
kegiatan, serta menyediakan 3 kaset relaksasi yang dapat di download.
5. Modul 5; meliputi pemecahan masalah sederhana dan tanggapan yang khas terhadap
berakhirnya hubungan. Buku kerja latihan telah dipadukan secara utuh pada masing-masing
modul.
Setiap modul dirancang menghabiskan waktu sekitar 30 sampai 45 menit untuk diselesaikan,
namun pengguna situs dapat memilih untuk melewati bagian-bagian tertentu. Beberapa pendaftar
masuk dimulai dengan modul namun tidak selalu pengguna menyelesaikannya. Data pendaftar
pada situs ini tercatat dalam database Structured Query Language (SQL) pada server tersendiri
(Zakiyah, 2014).
Penilaian online termasuk di dalamnya skala cemas dan depresi menurut Goldberg (General
Health Questionnaire). Skala ini ideal untuk digunakan di internet karena singkat, diterima
dengan baik, keandalan dan validitas memuaskan. Sebelumnya telah digunakan dalam penelitian
survei epidemiologi menggunakan tatap muka komputer genggam (Zakiyah, 2014).

General Health Questionnaire


GHQ adalah kuesioner yang paling banyak digunakan untuk mendeteksi gangguan jiwa dan juga
menjadi menilai keadaan kejiwaan (López dan Dresch, 2008). Skor GHQ dapat diberikan
berdasarkan skala likert. Untuk skala likert, tiap jawaban diberi skor 0 bila opsi yang dipilih
lebih, 1 bila opsi yang dipilih sama, 2 bila opsi yang dipilih kurang, dan 3 bila opsi yang dipilih
sangat berkurang dari biasanya. Dengan demikian skor total akan terentang dari 0 sampai dengan
36 (Idaiani dan Suhardi, 2006).

Kuesioner GHQ-12 (Idaiani dan Suhardi, 2006):

No. Apakah Anda akhir-akhir ini : Lebih baik dari biasanya


(0) Sama seperti biasanya
(1) Kurang dari biasanya
(2) Sangat berkurang dari biasanya
(3)
1. Dapat berkonsentrasi pada apapun yang Anda kerjakan?
2. Sulit tidur karena khawatir?
3. Merasa bahwa Anda berperan dalam berbagai hal yang bermanfaat?

4 Merasa mampu untuk emmbuat suatu keputusan?


5. Merasa terus menerus di abwah tekanan?
6. Merasa tidak sanggup mengatasi kesulitan-kesulitan Anda?
7. Dapat menikmati aktivitas kegiatan sehari-hari?
8. Mampu menanggung masaah-masalah anda?
9. Merasa tidak bahagia dan tertekan?
10. Kehilangan kepercayaan diri?
11. Berpikir bahwa diri anda tidak berguna?
12. Setelah mempertimbangkan segala hal, saya merasa cukup bahagia?

Interpretasi skor (Goldberg et al. 1997) :


a. 1-10 : tekanan psikologis yang rendah
b. 11-12 : khas
c. 13-15 : lebih dari khas
d. 16-20 : Bukti adanya tekanan psikologis
e. Lebih dari 20 : distress berat

Jadi dapat disimpulkan bahwa, untuk pengobatan depresi melalui CBT berbasis internet dapat
digunakan akses internet melalui situs resmi gratis tentang CBT berbasis internet, contohnnya
MoodGYM, sedangkan apabila untuk komunikasi interpersonal antara terapis dan penderita
depresi guna melihat keadaan sehari-hari penderita dapat digunakan komunikasi tatap muka
melalui telepon genggam, bisa dengan video call atau penderita mengirim foto wajah dirinya
sendiri kepada terapis. Setelah itu terapis dapat mengirimkan kuesioner GHQ-12, yang nantinya
apabila sudah diisi oleh penderita, terapis dapat melihat keadaan kejiwaan pasien saat itu.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Depresi merupakan suatu gangguan mood yang memiliki karakteristik khusus. Depresi
dijelaskan sebagai kondisi emosional seseorang yang biasanya ditandai dengan kesedihan yang
amat sangat, perasaan tidak berarti dan bersalah, menarik diri dari orang lain, tidak dapat tidur,
kehilangan selera makan, hasrat seksual, dan minat serta kesenangan dalam aktivitas yang biasa
dilakukan. Penyebab dari gangguan depresi berkaitan dengan: biologi, genetik, psikososial,
psikodinamik, dan kognitif.
Latihan fisik didefinisikan sebagai bentuk fisik kegiatan yang secara khusus direncanakan,
terstruktur, dan berulang-ulang.
Terapi kognitif perilaku adalah perawatan psikologis yang membahas interaksi antara bagaimana
kita berpikir, merasa, dan berperilaku. Terapi kognitif perilaku berbasis internet memiliki
beberapa keunggulan, antara lain terapi dapat dilakukan setiap waktu dan tempat, bekerja pada
kecepatan mereka sendiri, dan meninjau materi sesering yang diinginkan serta mengurangi waktu
terapis tetap menjaga efektivitas.
Banyak penelitian menunjukkan bahwa latihan fisik dan terapi kognitif perilaku berbasis internet
berpengaruh dalam menurunkan gejala depresi pada penderita gangguan depresi, sehingga terapi
latihan fisik dan terapi kognitif perilaku dapat dipertimbangkan untuk menjadi tambahan terapi
pada penderita gangguan depresi selain tetap psikofarmaka menjadi terapi utama.

3.2 Saran
Penulis merasa banyak terdapat kekurangan dalam referat ini, sehingga kritik maupun saran guna
untuk kemajuan dalam penulisan referat ini. Diharapkan untuk dapat mengembangkan lagi dan
melanjutkan tentang isi referat ini yang lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
American Psychiatric Association (APA), 2000. Depression. Retrieved March 14, 2012,
from http://www.apa.org/health-reform/depression.html
Brick, L. 2001. Bugar Dengan Senam Aerobik (Terjemahan). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Carek PJ, Laibstain SE, Carek SM, 2011. Exercise for The Treatment of Depression and Anxiety.
Charleston: NT’L. J. PSYCHIATRY IN MEDICINE.
Cole S, Christensen J, Cole M, Feldman M, 2003. Mental & Behavior Disorder. In: Behavioral
Medicine in Primary Care. 2nd ed. New York: McGraw-Hill.
Craft LL, Perna F, 2009. The Benefits of Exercise for the Clinically Depressed. Prim Care
Companion J Clin Psychiatry.
Davison, Gerald C, Neale, John M, Kring, Ann M, 2010. Psikologi Abnormal. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Dimeo F, Bauer M, Varahram I, 2001. Benefits from Aerobic Exercise in Patients with Major
Depression. Tersedia dari: http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?
artid=1724301%too=pmcentrez&rendertype=abstract\nhttp://bjsportmed.com/content/35/2/114.s
hort
Gega L, Marks I, Mataix-Cols D, 2004. Computer-aided CBT Self-help for Anxiety and
Depressive Disorders: Experience of a London Clinic and Future Directions. Journal of Clinical
Psychology.
Goldberg DP, Gater R, Sartorius N, Ustun TB, Piccinelli M, Gureje O dan Rutter C, 1997. The
validity of two versions of the GHQ in the WHO study of mental illness in general health care.
Psychological Medicine.
Hallgren M, Kraepelien M, Öjehagen a, Lindefors N, Zeebari Z, Kaldo V, Forsell Y, 2015.
Physical Exercise and Internet-Based Cognitive-Behavioural Therapy in The Treatment of
Depression: Randomised Controlled Trial. The British Journal of Psychiatry.
Hawari, H, 2001. Manajemen Stress, Cemas dan Depresi. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
I.M Ingram. dkk. 1993. Catatan kuliah Psikiatri. Jakarta: buku kedokteran EGC.

Idaiani S. Dan Suhardi, 2006. Validitas dna Reliabilitas General Health Questionnaire utuk
Skrining Distres Psikologik dan Disfungsi Sosial di Masyarakat. Bul. Penel. Kesehatan.

Josefsson T, Lindwall M, Arche T, 2014. Physical Exercise Intervention in Depressive Disorders:


Meta-analysis and Systematic Review. Scand J Med Sci Sports.
Kusmana, 2007. Olahraga Untuk Orang Sehat dan Penderita Penyakit Jantung 2nd ed., Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Kuntaraf LK. 1992. Olahraga sumber kesehatan. Bandung: Percetakan Advent Indonesia.
Maslim, R, 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa : Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III.
Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya.
Maslim, R, 2007. Panduan Praktis, Penggunaan Klinis Obat Psikotropika. Jakarta: Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya.
R. Irawati Ismail dan Kristiana Siste, 2013. Dalam Buku Ajar Psikiatri Edisi Kedua. Jakarta:
FKUI.
Sadock BJ, Sadock VA, 2010. Kaplan dan Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis Edisi 2. Jakarta:
EGC.
Somers J, 2007. Cognitive Behavioural Therapy. CARMHA (Centre for Applies Research in
Mental and Addictions).
Sylvia, N., 2013. Pelatihan Senam Ayo Bergerak, Senam Bugar Indonesia, dan Senam Ayo
Bersatu Meningkatkan Kebugaran Fisik Wanita Anggota Klub Senam Lala Studio Denpasar.
Universitas Udayana.
Tilarso, B. 2008. Low Impact Aerobics. Availabe at :www.mahening.blogspot.com/2008/03/low-
impact-aerobic-bertytilarso. html.
World Health Organization, 2004. Prevention of Mental Disorders: Effective Interventions and
Policy Option: Summary Report. Geneva: World Health Organization.
Wright JH, Wright AS, Albano AM, Basco MR, Goldsmith LJ, Raffield T, Otto MW, 2005.
Computer-assisted Cognitive Therapy for Depression: Maintaining Efficacy while Reducing
Therapist Time. American Journal of Psychiatry.
Zakiyah, 2014. Pengaruh dan Efektifitas Cognitive Behavioral Therapy (Cbt) Berbasis Komputer
Terhadap Klien Cemas dan Depresi. E-Journal WIDYA Kesehatan dan Lingkungan.

You might also like