You are on page 1of 21

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
”Jas Merah’ jangan sekali-kali melupakan sejarah” begitulah kata bung
Karno sosok proklamator Indonesia. Dengan perkataan tersebut seakan-akan kita
sebagai anak cucu beliau diingatkan untuk selalu mengenang dan belajar dari
sejarah untuk kebaikan bangsa dan negara kita di masa depan. Sejarah dapat
menjadi motivasi tersendiri bagi suatu bangsa untuk bangkit dari keterpurukan
ataupun mempertahankan kejayaannya yang sudah lama dibangun oleh para
pendahulunya. Bangsa Indonesia seharusnya banyak bercermin ke peristiwa-
peristiwa terdahulu. Apalgi ditengah kegaduhan yang tengah melanda bangsa ini.
Sejarah memberikan kita banyak pelajaran tentang bagaimana kita menyikapi
kehidupan berbangsa dan bernegara.Sebagai generasi penerus bangsa dan yang
nantinya akan menerima estafet tonggak kepeminpinan mahasiswa seharusnya tau
betul bagaimana perjuangan para pendahulu mendirikan bangsa Indonesia dan
bagaimana mereka mempertahankannya.
Salah satu contoh sejarah yang sangat penting untuk dipelajari dan di
ambil hikmahnya adalah sejarah tentang perkembangan politik dan proses
pemerintahan di Indonesia. Seharusnya kita tau bagaimana Bapak Bung Karno
berusaha membuat bangsa Indonesia yang terpinpin demi bangsa Indonesia yang
lebih baik kedepannya menurut beliau di masa orde lama. Bagaimana Bapak
Soeharto mempertahnkan puncak keuasaannya agar senantiasa bisa memantau
bangsa dari sudut yang paling bagus dan mampu mengontrol penuh perkebangan
ekonomi bangsa di masa orde baru. Hingga bagaimana masa reformasi yang
menerapkan kebebasan yang demokratis bagi seluruh aspek masyarakat seperti
yang kita rasakan saat ini.
1.2 Rumusan Masalah
Permasalahan yang ingin diangkat di makalah ini adalah tentang
bagaimana sebenarnya peran orde lama, orde baru dan reformasi dalam
perkembangan politik, pemerintahan dan sosial di Indonesia. Sejauh mana
masing-masing orde/masa memberikan perannya untuk membantu memajukan
bangsa Indonesia atau dampak buruk apa yang ditimbulkan dari masa/orde
tersebut.
1.3 Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah untuk menjelaskan perkembangan politik pada
masa orde lama, orde baru dan redormasi. Selain itu makalah ini juga bertujuan
untuk memberikan penjelasan bagaimana dampak positif dan negatif masing-
masing orde/masa bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Diharapkan dengan
adanya penjelasan seperti ini semakin menambah rasa nasionalisme dari pembaca
dan menambah kecintaannya kepada bangsa Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Orde Lama


Orde lama adalah sebuah sebutan yang ditujukan bagi Indonesia di bawah
kepemimpinan presiden Soekarno. Soekarno memerintah Indonesia dimulai sejak
tahun 1945-1968. Sedangkan orde baru adalah periode setelah berlangsungnya
orde lama. Orde baru di Indonesia adalah sebutan untuk mewakili sistem di bawah
kepemimpinan presiden Soeharto. Era presiden Soeharto berkuasa di Indonesia
dimulai sejak runtuhnya orde lama pada tahun 1968 sampai dengan dimulainya
orde reformasi pada tahun 1998.Terbentuknya Negara Kesatuan Republik
Indonesia ditandai dengan proklamasi kemerdekaan pada tahun 1945, tidak
membuat Belanda menyerah untuk merebut kembali kekuasaan di Indonesia.
Terdapat banyak agresi militer yang dilancarkan oleh Belanda sejak tahun 1945
sampai dengan 1949. Pada tahun 1949, akhirnya Belanda secara resmi mengakui
kemerdekaan Indonesia.
Sejak merdeka, Indonesia sudah memiliki presiden yaitu Ir.Soekarno. pada
masa-masa sulitnya, Soekarno banyak memberikan pemikiran-pemikiran agar
dapat mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Baru pada tahun 1950, Soekarno
menetapkan sistem pemerintahan bagi Indonesia. Sistem yang dipakai adalah
sistem pemerintahan demokrasi liberal. Di dalam sistem ini, presiden hanya
bertindak sebagai kepala Negara, presiden hanya berhak mangatur formatur
pemilihan kabinet. Oleh karena itu, tanggung jawab pemerintahan ada di tangan
kabinet. Presiden tidak dapat bertindak sewenang-wenang terhadap jalannya
pemerintahan. Adapun kepala pemerintahan dipegang oleh seorang Perdana
Menteri.
Pada masa demokrasi liberal ini, partai-partai seperti PNI, PKI, Masyumi
memiliki partisipasi yang sangat besar di dalam pemerintahan. Mereka
mendapatkan kursi-kursi di dalam parlemen (Dewan Perwakilan Rakyat) sebagai
perwakilan rakyat Indonesia. Atas dasar amanat Undang-undang Dasar Sementara
1950, maka dibentuklah kabinet yang bertanggung jawab kepada parlemen. Setiap
kabinet yang berkuasa harus mendapatkan dukungan mayoritas dari perlemen,
jika tidak mandate yang telah diberikan haru sdikembalikan lagi kepada presiden.
Setelah itu, dibentuk kembai kabinet baru untuk menggantikan kabinet
selanjutnya agar dapat menjalankan roda pemerintahan. Kabinet-kabinet yang
pernah berkuasa sejak dimulainya penerapan sistem pemerintahan demokrasi
liberal adalah kabinet Natsir (1950-1951), kabinet Sukiman-Suwirjo (1951-1952),
kabinet Wilopo (1952-1953), kabinet Ali Sastroamidjojo I (1953-1955), kabinet
Burhanuddin Harahap (1955-1956), kabinet Ali Sastroamidjojo II (1956-1957),
dan kabinet Djuanda (1957-1959). Oleh karena itu, satu hal yang menjadi ciri
dasar pada sistem pemerintahan ini adalah kabinet yang sering berubah-ubah.
Dalam menjalankan kebijakannya, kabinet-kabinet yang terbentuk banyak
mengalami hambatan terutama dari tubuh parlemen itu sendiri. Bentuk Negara
yang belum sempurna, adanya beberapa daerah yang masih dibawah kekuasaan
Belanda, dan adanya perbedaan kepentingan politik antar anggota parlemen
membuat kabinet yang ada susah untuk menjalankan kebijakan-kebijakannya.
Pada masa demokrasi liberal ini, Indonesia berhasil menjalankan pemuli pertama
pada tanggal 29 september 1955 dengan agenda untuk memilih anggota parlemen
yang akan dilantik pada 20 Maret 1956. Pada pemilu ini juga, Indonesia berhasil
membentuk suatu badan yang bertugas untuk menyusun konstitusi tetap dari
Negara Indonesia yang diberi nama dengan Badan Konstituante.
2.2 Sistem Pemerintahan Demokrasi Terpimpin
Berbagai kekacauan yang terjadi saat diterapkannya demokrasi liberal,
memaksa Indonesia untuk mulai membentuk suatu sistem pemerintahan baru yang
lebih baik. Maka pada tahun 1959, Soekarno selaku presiden pada saat itu
memperkenalkan suatu sistem pemerintahan baru yang diberi nama Demokrasi
Terpimpin. Perbedaan mendasar antara sistem pemerintahan demokrasi liberal dan
demokrasi terpimpin terletaj pada kekuasaan presiden. Di dalam demokrasi
liberal, parlemen memili kekuasaan yang luas untuk menjalankan pemerintahan
dan pengambilan keputusan Negara. Namun di dalam sistem demokrasi
terpimpin, presidenlah yang memiliki kekuasaan tersebut, bahkan presiden
memikili kekuasaan hampir seluruh bidang pemerintahan. Secara resmi, Indonesia
mulai menerapkan sistem demokrasi terpimpin sejak dikeluarkannya Dekrit
Presiden 5 Juli 1959 oleh presiden Soekarno. Maka pada saat itu, kabinet Djuanda
dibubarkan dan digantikan dengan kabinet kerja yang dipimpin oleh Soekarno
sendiri selaku perdana menteri dan Ir.Djuanda selaku menteri pertama. Pada masa
pemerintahan ini, focus kebijakan berada di sector pangan, sandang, dan
pembebasan Irian Barat. Di masa ini juga, Indonesia membentuk badan-badan
eksekutif maupun legislative seperti MPRS, DPRS, DPA, Depernas, dan Front
Nasional.
2.3 Gerakan 30 September 1965.
Salah satu peristiwa yang paling membekas dalam sejarah perjalanan bangsa
Indonesia adalah peristiwa G30S/PKI yang masih menuai kontroversi sampai
sekarang. Salah satu versi tentang pergerakan ini timbul dari pemerintahan orde
baru yang menyatakan bahwasanya gerakan ini dilakukan untuk merebut
kekuasaan tertinggi yang berada di tangan Soekarno selaku pimpinan tertinggi
Angkatan Bersenjata dan Presiden Seumur Hidup berdasarkan konsep dalam
sistem Demokrasi terpimpin. Tindakan ini dipimpin oleh Partai Komunis
Indonesia (PKI) dengan bantuan beberapa organisasi-organisasi underbouw yang
masih tersisa pasca peristiwa 1948.
Dampak-dampak yang ditimbulkan akibat gerakan ini antara lain adalah :
2.3.1 Timbulnya Demonstrasi Menentang PKI.
Penyelesaian terhadap G30S/PKI ini sejatinya akan diputuskan saat sidang
Dwikora pada tanggal 6 Oktober 1965. Namun, massa yang sudah tidak sabar
menuntut agar penyelasaian ini dilaksanakan secepatnya dengan cara seadil-
adilnya. Maka timbullah berbagai demonstrasi massa menuntut hal tersebut.

2.3.2 Mayjen Soeharto Diangkat Menjadi Panglima AD


Pada saat tengah berlangsungnya sidang Kabinet Dwikora yang dipimpin
oleh Presiden Soekarno, ajudan presiden melaporkan bahwa diluar istana terdapat
pasukan yang tidak dikenal. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan,
Soekarno menyerahkan pimpinan sidang kepada Wakil Perdana Menteri
Dr.Johannes Leimena dan beliau berangkat menuju istana Bogor didampingi oleh
Waperdam I Dr.Subandrio dan Waperdam II Chairul Saleh.Di tempat yang lain,
tiga orang perwira tinggi Angkatan Darat yaitu Mayor Jenderal Basuki Rachmat,
Brigadi rJenderal M.Yusuf, dan Brigadir Jenderal Amir Mahmud bertemu dengan
Letnan Jenderal Soeharto selaku Panglima Kostrad/Pangkopkamtib untuk
meminta izin menghadap Presiden. Setelah mendapatkan izin, merek aberangkat
menuju Bogor dan melaporkan kepada Soekarno bahwa ABRI khususnya AD
sudah dalam kondisi siap siaga, namun merek ajuga meminta presiden untuk
mengambil kebijakan untuk mengatasi keadaan ini.
Menanggapi laporan tersebut, presiden Soekarno Surat Perintah Sebelas
Maret atau yang lebih dikenal dengan nama Supersemar yang ditujukan kepada
Letjen Soeharto selaku Pangkopkamtib untuk mengambil tindakan dalam rangka
menjamin keamanan, ketenangan, dan stabilitas pemerintahan demi keutuhan
NKRI.
2.4 Jatuhnya Kekuasaan Orde Lama
Dalam rangka menjalankan Supersemar, Soeharto menjalankan beberapa
kebijakan untuk menangkap dan meruntuhkan rezim PKI dan pengikut-
pengikutnya di Indonesia. Kebijakan-kebijakan tersebut meliputi :
 Pembubaran dan pelarangan PKI dan ormas-ormasnya
 Menangkap 15 orang menteri kabinet Dwikora yang dicurigai terlibat
PKI
 Membersihkan DPRGR dan MPRS dari orang-orang PKI
 Pembentukan Kabinet Ampera
Kebijakan-kebijakan ini dirasa cukup untuk menanggapi Tiga Tuntutan
Rakyat (Tritura) yang dilancarkan untuk menjaga stabilitas Negara sejak
dilancarkannya G30S/PKI. Di dalam Kabinet Ampera itu sendiri, Soekarno
medapatkan tempat selaku pimpinan. Akan tetapi, pelaksanaan kebijakan tetap
dipegang oleh Presidium Kabinet yang dipimpin oleh Jend.Soeharto. akibatnya,
terjadi dualisem kepemimpinan yang menjadi kondisi kurang menguntungkan
mengingat stabilitas Negara yang belum normal. Soekarno kala itu masih
memiliki pengaruh politik, namun kekuatannya perlahan-lahan dilemahkan.
Kalangan militer kebertaan dengan kebijakan-kebijakan yang dimabil oleh
Soekarno yang dirasa berpihak kea rah komunisme. Ditambah dengan
mengalirnya bantuan dari Uni Soviet dan Tiongkok semakin menambha
kecurigaan mereka terhadap presiden Soekarno.
Akibatnya, pada 22 februari 1967, dalam rangka untuk mengatasi konflik
yang semakin memanas, presiden Soekarno menyerahkan kekuasaan kepada
Jend.Soeharto. penyerahan kekuasaan ini dilengkapi dengan Pengumuman
Presiden Mandataris MPRS, Panglima Tertinggi ABRI tanggal 20 februari 1967.
Pengumuman tersebut dilatarbelakangi atas ketetapan MPRS No.XV/MPRS/1966
yang menyatakan apabila presiden berhalangan, maka pemegang Supersemar
yang memegang jabatan presiden. Pada 4 Maret 1967, Jenderal Soeharto
memberikan keterangan pemerintah di hadapan sidang DPRHR mengenai
terjadinya penyerahan kekuasaan. Namun, pemerintah tetap berpendirian bahwa
sidang MPRS perlu dilaksanakan agar penyerahan kekuasaan tetap konstitusional.
Karena itu, diadakanlah Sidang Istimewa MPRS pada tanggal 7-12 Maret 1967 di
Jakarta, yang akhirnya secara resmi mengangkat Soeharto sebagai presiden
Republik Indonesia hingga terpilihnya presiden oleh MPR hasil pemilihan umum.
2.5 Sejarah Orde Baru
Sebagaimana yang tercantum dalam blog.friendster.com menjelaskan
sebagai beriku: Dengan adanya peristiwa Gerakan 30 September 1965 keadaan
politik dan keamanan Negara menjadi kacau ditambah dengan adanya konflik di
Angkatan Darat yang sudah berlangsung lama. Selain itu keadaan perekonomian
semakin memburuk dimana inflasi mencapai 600% sedangkan upaya pemerintah
melakukan devaluasi rupiah dan kenaikan harga bahan bakar menyebabkan
keresahan masyarakat. Reaksi keras dan meluas dari masyarakat yang mengutuk
peristiwa pembunuhan besar-besaran yang dilakukan oleh PKI. Rakyat melakukan
demonstrasi menuntut agar PKI beserta organisasi masanya dibubarkan serta
tokoh-tokohnya diadili. Kesatuan aksi (KAMI,KAPI,KAPPI,KASI,dsb) yang ada
di masyarakat bergabung membentuk kesatuan aksi berupa “Front Pancasila”
yang selanjutnya lebih dikenal dengan “Angkatan 66” untuk menghancurkan
tokoh yang terlibat dalam Gerakan 30 September 1965. Kesatuan aksi “Front
Pancasila” pada 10 Januari 1966 di depan gedung DPR-GR mengajukan tuntutan
“TRITURA” (Tiga Tuntutan Rakyat) yang berisi :

a. Pembubaran PKI beserta Organisasi Massanya


b. Pembersihan Kabinet Dwikora
c. Penurunan Harga-harga barang
Upaya reshuffle kabinet Dwikora pada 21 Februari 1966 dan pembentukan
Kabinet Seratus Menteri tidak juga memuaskan rakyat sebab rakyat menganggap
di kabinet tersebut duduk tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa Gerakan 30
setelah upaya untuk mengadili tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa Gerakan
30 September 1965 tidak berhasil dilakukan meskipun telah dibentuk Mahkamah
Militer Luar Biasa (Mahmilub).

2.5.1 Sidang Paripurna Kabinet Dalam Rangka Mencari

Solusi dari masalah yang sedang bergejolak tidak juga berhasil. Maka
Presiden mengeluarkan Surat Perintah Sebelas Maret 1966(SUPERSEMAR) yang
ditujukan bagi Letjen Soehato guna mengambil langkah yang dianggap perlu
untuk mengatasi keadaan Negara yang semakin kacau dan sulit dikendalikan. Atas
dasar Surat Perintah Sebelas Maret 1966 ini,maka lahirlah Orde Baru. Suatu
ideologi bangsa merupakan kesepakatan bersama atas nama bangsa, ideologi masa
orde lama yang mengakibatkan berbagai penyimpangan-penyimpangan yang tidak
berdasarkan pancasila akan tetapi ideologi yang berdasarkan otoriter. Masa orde
lama yang menyimpang seperti contoh gerakan pemberontakan PKI yang lupa
akan pancasila norma-norma yang ada untuk mewujudkan bangsa yang damai dan
sejahtera.Hal-hal lain yang merupakan bentuk munculnya orde baru dalam hal
ideologi ialah

a. Terjadinya gerakan pemberontakan PKI


b. Keadaan poliik yang kacau karena pemberontakan PKI
c. Keadaan perekonomian yang memburuk adanya inflasi mencapai
600%
d. Adanya kesatuan aksi(Kami, kapi, kappi, kasi dsb) masyarakat yang
bergabung dengan aksi”front pancasila” yang disebut angkatan 1966
untuk menghancurkan PKI
e. Kesatuan aksi “front pancasila” mengajukan tuntutan kepada DPR-GR
seperti turunkan harga, pembersihan kabinet, pembubaran PKI
f. Upaya ressuffle karena dalam kabinet ada PKI
g. Sidang paripurna kabinet dalam rangka mencari solusi dari masalah
yang sedang bergejolak tak juga berhasil.
2.6 Efektifitas Pelaksanaan Pemerintahan
Pemerintahan bekerja dari lembaga-lembaga negara, lembaga-lembaga
negara saling melengkapi dalam pelaksanaannya. Tatacara pelaksanaan
pemerintahan orde baru untuk penataan pemerintahan agar lebih baik lagi ialah

2.6.1 Penataan politik dalam negri

a. Pembentukan kabinet pembangunan


Kabinet ini awal l pada peralihan kekuasaan (28 juli 1966) adalah
kabinet ampera dengan tugas yang terkenal dengan nama dwi darma
kabinet ampera yaitu untuk menciptakan stabilitas politik dan ekonomi
sebagai persyaratan untuk melaksenakan pembangunan nasional. Kabinet
pembangunan pada tahun 1968 dalam sidang MPRS ada tugas lain pula
yang di sebut pancakrida.

b. Pembubaran PKI dan organisasinya


Soeharto sebagai pengemban supersemar guna menjamin keamanan,
ketenangan, serta kestabilan jalannya pemerintahan dengan pembubaran
PKI dan organisasinya.

c. Penyederhanaan dan pengelompokan Partai Politik


Pemilu 1971 dilakukan penyederhanaan dan pengelompokan partai
politik. Partai politik di kelompokan atas dasar persamaan seperti partai
persatuan pembangunan merupakan fusi dari NU, PARMUSI,pssi dan
partai islam lainnya. partai demokrasi Indonesia fusinya PNI, partai
katolik, IPKI, Parkindo partai lainnya Golkar.

d. Pemilihan umum
Selama masa orde baru melaksanakan pemilihan umum sebanyak enam
kali yang di selenggarakan lima tahun sekali.yaitu tahun 1971, 1977, 1982,
1987, 1992, 1997.

e. Peran ganda ABRI


ABRI menciptakan stabilitas politik maka pemerintahan menerapkan
peran ganda yaitu sebagai peran hankam dan sosial.
f. Pemasyarakatan P4
Pada tanggal 12 april 1976, presiden soeharto mngemukakan
gagasantentang pedoman pancasila.pelaksanan P4 menunjukkan bahwa
pancasila dimanfaatkan orde baru. Himbauan tahun 1985 kepada semua
organisasi agar mengamalkan pancasila sebagai fungsi tunggal.

2.6.2 Penataan Politik Luar Negeri


Pada masa Orde Baru, politik luar negeri Indonesia diupayakan kembali
kepada jalurnya yaitu politik luar negeri yang bebas aktif. Untuk itu maka MPR
mengeluarkan sejumlah ketetapan yang menjadi landasan politik luar negeri
Indonesia. Dimana politik luar negeri Indonesia harus berdasarkan kepentingan
nasional, seperti permbangunan nasional, kemakmuran rakyat, kebenaran, serta
keadilan.

a. Kembali menjadi anggota PBB


Indonesia kembali menjadi anggota PBB dikarenakan adanya desakan
dari komisi bidang pertahanan keamanan dan luar negeri DPR GR
terhadap pemerintah Indonesia. Pada tanggal 3 Juni 1966 akhirnya
disepakati bahwa Indonesia harus kembali menjadi anggota PBB dan
badan-badan internasional lainnya dalam rangka menjawab kepentingan
nasional yang semakin mendesak. Keputusan untuk kembali ini
dikarenakan Indonesia sadar bahwa ada banyak manfaat yang diperoleh
Indonesia selama menjadi anggota PBB pada tahun 1950-1964. Indonesia
secara resmi akhirnya kembali menjadi anggota PBB sejak tanggal 28
Desember 1966. Kembalinya Indonesia mendapat sambutan baik dari
sejumlah negara Asia bahkan dari pihak PBB sendiri hal ini ditunjukkan
dengan ditunjuknya Adam Malik sebagai Ketua Majelis Umum PBB untuk
masa sidang tahun 1974. Kembalinya Indonesia menjadi anggota PBB
dilanjutkan dengan tindakan pemulihan hubungan dengan sejumlah negara
seperti India, Filipina, Thailand, Australia, dan sejumlah negara lainnya
yang sempat remggang akibat politik konfrontasi Orde Lama.

b. Normalisasi hubungan dengan beberapa Negara


a) Pemulihan hubungan dengan Singapura
Sebelum pemulihan hubungan dengan Malaysia Indonesia telah
memulihkan hubungan dengan Singapura dengan perantaraan Habibur
Rachman (Dubes Pakistan untuk Myanmar). Pemerintah Indonesia
menyampikan nota pengakuan terhadap Republik Singapura pada
tanggal 2 Juni 1966 yang disampaikan pada Perdana Menteri Lee Kuan
Yew. Akhirnya pemerintah Singapurapun menyampikan nota jawaban
kesediaan untuk mengadakan hubungan diplomatik.

b) Pemulihan hubungan dengan Malaysia


Normalisasi hubungan Indonesia dan Malaysia dimulai dengan
diadakan perundingan di Bangkok pada 29 Mei-1 Juni 1966 yang
menghasilkan perjanjian Bangkok, yang berisi:

 Rakyat Sabah diberi kesempatan menegaskan kembali keputusan


yang telah mereka ambil mengenai kedudukan mereka dalam
Federasi Malaysia.
 Pemerintah kedua belah pihak menyetujui pemulihan hubungan
diplomatik.
 Tindakan permusuhan antara kedua belah pihak akan dihentikan.
 Peresmian persetujuan pemulihan hubungan Indonesia-Malaysia
oleh Adam Malik dan Tun Abdul Razak dilakukan di Jakarta
tanggal 11 agustus 1966 dan ditandatangani persetujuan Jakarta
(Jakarta Accord). Hal ini dilanjutkan dengan penempatan
perwakilan pemerintahan di masing-masing negara..

c. Pendirian ASEAN(Association of South-East Asian Nations)


Indonesia menjadi pemrakarsa didirikannya organisasi ASEAN pada
tanggal 8 Agustus 1967. Latar belakang didirikan Organisasi ASEAN
adalah adanya kebutuhan untuk menjalin hubungan kerja sama dengan
negara-negara secara regional dengan negara-negara yang ada di kawasan
Asia Tenggara. Tujuan awal didirikan ASEAN adalah untuk membendung
perluasan paham komunisme setelah negara komunis Vietnam menyerang
Kamboja. Hubungan kerjasama yang terjalin adalah dalam bidang politik,
ekonomi, sosial, dan budaya. Adapun negara yang tergabung dalam
ASEAN adalah Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, dan Filipina.

d. Integrasi Timor-Timur ke Wilayah Indonesia


Timor- Timur merupakan wilayah koloni Portugis sejak abad ke-16 tapi
kurang diperhatikan oleh pemerintah pusat di Portugis sebab jarak yang
cukup jauh. Tahun 1975 terjadi kekacauan politik di Timor-Timur antar
partai politik yang tidak terselesaikan sementara itu pemerintah Portugis
memilih untuk meninggalkan Timor-Timur. Kekacauan tersebut membuat
sebagian masyarakat Timor-Timur yang diwakili para pemimpin partai
politik memilih untuk menjadi bagian Republik Indonesia yang disambut
baik oleh pemerintah Indonesia. Secara resmi akhirnya Timor-Timur
menjadi bagian Indonesia pada bulan Juli 1976 dan dijadikan provinsi ke-
27. Tetapi ada juga partai politik yang tidak setuju menjadi bagian
Indonesia ialah partai Fretilin. Hingga akhirnya tahun 1999 masa
pemerintahan Presiden Habibie melakukan jajak pendapat untuk
menentukan status Timor-Timur. Berdasarkan jajak pendapat tersebut
maka Timor-Timur secara resmi keluar dari Negara Kesatuan republik
Indonesia dan membentuk negara tersendiri dengan nama Republik
Demokrasi Timor Lorosae atau Timur Leste.

2.7 Sejarah Masa Reformasi


Reformasi merupakan perubahan yang radikal dan menyeluruh untuk
perbaikan. Ketika terjadi krisis ekonomi, politik, hukum dan krisis kepercayan,
maka seluruh rakyat mendukung adanya reformasi dan menghendaki adanya
pergantian pemimpin yang diharapkan dapat membawa perubahan Indonesia di
segala bidang ke arah yang lebih baik. Selain itu reformasi juga merupakan suatu
gerakan yang menghendaki adanya perubahan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara ke arah yang lebih baik secara konstitusional. Artinya,
adanya perubahan kehidupan dalam bidang politik, ekonomi, hukum,sosial dan
budaya yang lebih baik, demokratis berdasarkan prinsip kebebasan, persamaan
dan persaudaraan. Gerakan Reformasi lahir sebagai jawaban atas krisis yang
melanda berbagai segi kehidupan. Krisis politik, ekonomi, hukum dan krisis sosial
merupakan faktor-faktor yang mendorong lahirnya gerakan reformasi. Bahkan
krisis kepercayaan telah menjadi salah satu indikator yang menentukan.
Reformasi dipandang sebagai gerakan yang tidak boleh ditawar-tawar lagi dan
karena itu, hampir seluruh rakyat indonesia mendukung sepenuhnya gerakan
reformasi tersebut.

Gerakan reformasi lahir sebagai jawaban atas krisis yang melanda berbagai
segi kehidupan. Krisis politik, ekonomi, hukum, dan krisis sosial merupakan
faktorfaktor yang mendorong lahirnya gerakan reformasi. Bahkan, krisis
kepercayaan telah menjadi salah satu indikator yang menentukan. Reformasi
dipandang sebagai gerakan yang tidak boleh ditawar- tawar lagi dan karena itu,
hampir seluruh rakyat Indonesia mendukung sepenuhnya gerakan reformasi
tersebut. Dengan semangat reformasi, rakyat Indonesia menghendaki adanya
pergantian kepemimpinan nasional sebagai langkah awal menuju terwujudnya
masyarakat yang adil dan makmur. Pergantian kepemimpinan nasional diharapkan
dapat memperbaiki kehidupan politik, ekonomi, hukum, sosial, dan budaya.
Indoenesia harus dipimpin oleh orang yang memiliki kepedulian terhadap
kesulitan dan penderitaan rakyat (BBC Indonesia, 2008).

2.8 Tujuan Reformasi


Atas kesadaran rakyat yang dipelopori mahasiswa, dan cendikiawan
mengadakan suatu gerakan reformasi dengan tujuan memperbaharui tatanan
kehidupan masyarakat, berbangsa, bemegara, agar sesuai dengan nilai-nilai
Pancasila dan UUD 1945. Agenda reformasi yang disuarakan mahasiswa
diantaranya sebagai berikut: (1)adili Soeharto dan kroni-kroninya; (2) amandemen
Undang-Undang dasar 1945; (3) penghapusan dwifungsi ABRI; (4) otonomi
daerah yang seluas-luasnya; (5) Supermasi hukum; (6) pemerintahan yang bersih
dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Dengan kata lain, secara umum dan singkat,
bahwa tujuan reformasi adalah adalah terciptanya kehidupan dalam bidang politik,
ekonomi, hukum, dan sosial yang lebih baik dari masa sebelumnya.
2.9 Faktor Pendorong Terjadinya Reformasi

2.9.1 Faktor Politik


Krisis politik yang terjadi pada tahun 1998 merupakan puncak dari berbagai
kebijakan politik pemerintahan Orde Baru. Berbagai kebijakan politik yang
dikeluarkan pemerintahan Orde Baru selalu dengan alasan dalam kerangka
pelaksanaan demokrasi Pancasila. Namun yang sebenarnya terjadi adalah dalam
rangka mempertahankan kekuasaan Presiden Suharto dan kroni-kroninya.
Artinya, demokrasi yang dilaksanakan pemerintahan Orde Baru bukan demokrasi
yang semestinya, melainkan demokrasi rekayasa. Dengan demikian, yang terjadi
bukan demokrasi yang berarti dari, oleh, dan untuk rakyat, melainkan demokrasi
yang berarti dari, oleh, dan untuk penguasa. Pada masa Orde Baru, kehidupan
politik sangat represif, yaitu adanya tekanan yang kuat dari pemerintah terhadap
pihak oposisi atau orang-orang yang berpikir kritis.

2.9.2 Faktor Hukum


Rekayasa-rekayasa yang dibangun pemerintahan Orde Baru tidak terbatas
pada bidang politik. Dalam bidang hukumpun, pemerintah melakukan intervensi.
Artinya, kekuasaan peradilan harus dilaksanakan untuk melayani kepentingan
para penguasa dan bukan untuk melayani masyarakat dengan penuh keadilan.
Bahkan, hukum sering dijadikan alat pembenaran para penguasa. Kenyataan itu
bertentangan dengan ketentuan pasa 24 UUD 1945 yanf menyatakan
bahwa‘kehakiman memiliki kekuasaan yang merdeka dan terlepas dari kekuasaan
pemerintah (eksekutif) (Dijk, 2001).

2.9.3 Faktor Ekonomi


Krisis moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara sejak Juli 1996
mempengaruhi perkembangan perekonomian Indonesia. Ternyata, ekonomi
Indonesia tidak mampu menghadapi krisis global yang melanda dunia. Krisis
ekonomi Indonesia diawali dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar
Amerika Serikat. Pada tanggal 1 Agustus 1997, nilai tukar rupiah turun dari Rp
2,575.00 menjadi Rp 2,603.00 per dollar Amerika Serikat. Pada bulan Desember
1997, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat turun menjadi Rp
5,000.00 per dollar. Bahkan, pada bulan Maret 1998, nilai tukar rupiah terus
melemah dan mencapai titik terendah, yaitu Rp 16,000.00 per dollar Krisis
ekonomi yang melanda Indonesia tidak dapat dipisahkan dari berbagai kondisi,
seperti: 1)Hutang luar negeri Indonesia yang sangat besar menjadi penyebab
terjadinya krisis ekonomi. Meskipun, hutang itu bukan sepenuhnya hutang negara,
tetapi sangat besar pengaruhnya terhadap upaya-upaya untuk mengatasi krisis
ekonomi (Dijk, 2001).

2.9.4 Krisis Sosial


Krisis politik, hukum, dan ekonomi merupakan penyebab terjadinya krisis
sosial. Pelaksanaan politik yang represif dan tidak demokratis menyebabkan
terjadinya konflik politik maupun konflik antar etnis dan agama. Semua itu
berakhir pada meletusnya berbagai kerusuhan di beberapa daerah. Ketimpangan
perekonomian Indonesia memberikan sumbangan terbesar terhadap krisis sosial.
Pengangguran, persediaan sembako yang terbatas, tingginya harga-harga
sembako, rendahnya daya beli masyarakat merupakan faktor-faktor yang rentan
terhadap krisis sosial.

2.9.5 Krisis Kepercayaan


Krisis multidimensional yang melanda bangsa Indonesia telah mengurangi
kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan Presiden Suharto.
Ketidakmampuan pemerintah dalam membangun kehidupan politik yang
demokratis, menegakkan pelaksanaan hukum dan sistem peradilan, dan
pelaksanaan pembangunan ekonomi yang berpihak kepada rakyat banyak telah
melahirkan krisis kepercayaan.

2.10 Amnesti Hukum dan Kebebasan Berpendapat


Setelah era orde baru kehidupan social politik masyarakat banyak berubah.
Salah satunya adalah perubahan pada bidang kebebasan berpendapat. Baik
dimuka umum maupun melalui media lainnya. Kebebasan berpendapat setelah
masa orde baru atau biasa disebut dengan masa reformasi memberikan hak
sebebas-bebasnya kepada masyarakat untuk menyuarakan pendapatnya. Baik
dalam bentuk dukungan pada perintah maupun bentuk kritikan. Diharapkan
dengan adanya kebebasan berpendapat ini masyarakat semakin cerdas dan dapat
berperan sebagai pengawas jalannya pemerintahan. Tetunya kita tidak
menginginkan adanya penyelewengan kekuasaan oleh sebagian pejabat sehingga
selain badan yudikatif yang ada di pemerintahan seharusnya masyarakat yang
berpendidikan juga mampu menjadi pengawas jalannya roda pemerintahan
(Muryanti, 2016).Dengan adanya sistem pemerintahan demokrasi rakyat
Indonesia merasa bahwa mereka telah diberikan kesempatan untuk menyuarakan
pendapat mereka. Seiring dengan berjalannya waktu, rakyat Indonnesia semakin
memanfaatkan sistem demokrasi tersebut untuk menyampaikan saran, kritik, dan
aspirasi rakyat kepada pemerintah. Hal ini dapat membantu pemerinntah untuk
menyejahterakan rakyatnya melalui suara-suara rakyat. Selain itu setelah adanya
sistem demokrasi ini banyak kegiatan politik yang didasarkan pada sistem
pemerintahan Demokrasi.

2.11 Permasalahan Dwifungsi Abri

Ketika gelombang reformasi digulirkan para mahasiswa tahun 1998, ABRI


menjadi sasaran utama kaum reformis. Meskipun reformasi waktu itu awalnya
diarahkan untuk menurunkan presiden Soeharto, tetapi perkembangan
selanjutnya, juga menuntut “perombakan” dalam tubuh ABRI, yang kemudian
dikenal dengan reformasi internal ABRI. Pada masa-masa itu, ABRI berada dalam
posisi yang sangat sulit. Dwifungsi ABRI yang dijalankan waktu itu, telah
menempatkan ABRI sebagai tumpuan “kesalahan”. Citra institusi ABRI dimata
masyarakat pun sangat negatif, semua yang diperbuat dan dikerjakan ABRI oleh
masyarakat selalu dianggap salah. ABRI dinilai sebagai biang kesalahan dan
kebobrokan negara. Peran ABRI dalam era reformasi cukup signifikan. Sebelum
Soeharto meletakkan jabatan dan Orde Baru runtuh, tuntutan reformasi di
kalangan masyarakat sudah sangat besar dan meluas. Kondisi tidak baik seperti itu
ditambah lagi dengan situasi negara yang menghadapi krisis keuangan, yang juga
melanda Indonesia.

Di tengah kritik yang datang dari dalam dan luar ABRI tersebut, pada
pertengahan 1998 ABRI melontarkan redefinisi, reposisi dan reaktualisasi peran
ABRI. Ini merupakan salah satu wujud reformasi internal ABRI. Adapun yang
dimaksud dengan redefinisi, reposisi, dan reaktualisasi peran ABRI dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a. Redefinisi
Hal ini dimaksudkan bahwa Dwi Fungsi ABRI di masa reformasi telah
diubah terminologinya menjadi peran ABRI, hal ini dimaksudkan untuk
menghindari salah tafsir. Selama ini Dwi Fungsi diidentikkan dengan
kekaryaan. Istilah peran ABRI mengandung pemahaman adanya integrasi
fungsi pertahanan keamanan dan sosial politik secara utuh sehingga tidak
ada lagi peran dikotomis dan distingtif.
b. Reposisi
Reposisi diformulasikan sebagai penataan kembali posisi ABRI yang
diletakkan pada wacana kehidupan bangsa, yang berpangkal dan berujung
pada titik kebebasan dan transparansi dengan ketertiban dan kepastian
sebagai pagar kebebasan. Pengambilan posisi tersebut menggambarkan
betapa ABRI disamping pro aktif dalam menjamin keamanan dan
mendorong terwujudnya kehidupan demokratis, ABRI juga concern dalam
pembangunan nasional. ABRI telah membuka diri terhadap saran dan
kritikan. Sikap terbuka ini bermakna bahwa ABRI dapat menerima
perkembangan pemahaman pemikiran untuk berhasilnya reformasi
internalnya.
c. Reaktualisasi
Dalam reaktualisasi akan dituangkan upaya penataan kembali
implementasi peran ABRI pada masa mendatang. Sudah menjadi
komitmen ABRI untuk menerapkan perannya di masa depan secara tepat
sesuai perkembangan zaman dan aspirasi masyarakat. Ini dikarenakan
peran ABRI pada masa lalu dipandang sudah tidak aktual dan ketinggalan
zaman.
Selain itu ABRI juga melakukan perubahan yang sangat signifikan dalam
Peran ABRI abad 21 yang meliputi:

 Pemisahan Polri dari ABRI yang telah dilakukannya pada tanggal 1 Apri1
1999.
 Mengubah Staf Sosial Politik ABRI menjadi Staf Teritorial TNI.
 Menghapus Dewan Sosial Politik di Pusat dan di Daerah.
 Memutuskan untuk melikuidasi Staf Kekaryaan ABRI.
 Memerintahkan para anggota ABRI aktif yang bertugas di luar organisasi
ABRI untuk memilih pensiun atau alih status atau kembali ke ABRI tanpa
jabatan agar tidak ada standar ganda dalam bertugas.
 Setuju pengurangan Fraksi ABRI di DPR dari 75 menjadi 38.
 ABRI keluar dari politik praktis.
 ABRI bersikap netral dan mengambil jarak yang sama dengan semua
partai politik.
 Pemutusan hubungan organisatoris dengan Golkar.
 Pembubaran Badan Koordinasi dan Strategi Nasional (Bakorstanas) dan
Badan Koordinasi dan Strategi Daerah (Bakorstanasda).

2.12 Reformasi Hukum Dan Perundang-Undangan

Pada masa reformasi konfigurasi politik di DPR dan MPR tidak berubah,
sama dengan konfigurasi politik yang dihasilkan melalui Pemilu 1997, yang tetap
didominasi oleh Golkar dan ABRI. Tetapi karena adanya reformasi disertai
penggantia n presiden maka merubah sifat lama anggota MPR dan DPR tersebut
dan mengikuti tuntutan reformasi antara lain : keterbukaan, demokratisasi,
peningkatan perlindungan HAM, pemeberantasan KKN, reformasi sistem politik
dan ketatanegaraan, termasuk amanddemen atas UUD 1945.

Program kabinet reformasi pembangunan disesuaikan dengan tuntutan


masyarakat pada saat itu (realitas sosial). Adapun program kabinet antara lain :

1. Memperbarui peraturan perundang-undangan di bidang politik agar sesuai


dengan tuntutan reformasi sehingga pelaksanaan pemilu 1999 dapat
berlangsung secara demokratis;
2. Meninjau kembali undang-undang tentang subversi dan merencakan
pembentukan peraturan perundang-undangan yang menjamin
perlindungan akan HAM, kebebasan mengeluarkan pendapat dan
pemberdayaan daerah-daerah melalui desentralisasi;
3. Memperbarui peraturan perundang-undangan di bidang ekonomi, melalui
pembaharuan peraturan di bidang ekonomi ini akan diupayakan mencegah
praktik-praktik monopoli dan persaingan tidak sehat. Dalam rangka
pembaharuan perundang-undangan dibidang ekonomi ini, pemerintah juga
merencanakan perubahan perundang-undnagan mengenai perbankan dan
juga membentuk peraturan perundang-undangan yang mencegah KKN.

Hukum yang dibentuk dalam rangka politik hukum dalam masa reformasi melalui
bentuk Ketetapan MPR antara lain adalah :

1. Tap MPR No. XIII/1998 tentang masa jabatan Presiden dan Wapres yang
hanya dapat memegang jabatan untuk dua periode saja
2. Tap MPR XIV/1998 tentang Pemilu, yang ditentukan pada bulan Mei
1999 yang sedianya dilaksankan pada tahun 2002
3. Tap. MPR No. XI/MPR/1998, yang berisi pelaksanaan dan
penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dari unsure korupsi, kolusi,
dan nepotisme (KKN).
4. Tap. MPR No. XV/MPR/1998, yang berisi proses penyelenggaraan
Otonomi Daerah.
5. Tap. MPR No. XVI/MPR/1998, yang berisi tentang kehidupan politik
ekonomi dalam rangka melanggengkan konsep demokrasi ekonomi.
6. Tap. MPR No. XVII/MPR/1998, yang berisi mengenaipenegakan Hak
Asasi Manusia (HAM).

Dalam rangka demokratrisasi, keterbukaan dan menegakkan hukum maka politik


hukum yang ditempuh dalam bentuk undang-undang:

1. UU No. 9/1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di depan


umum
2. UU No. 39/1998 tentang HAM
3. UU No. 2/1999 tentang partai politik
4. UU No. 3/1999 tentang pemilihan umum
5. UU No. 4/1999 tentang susunan dan kedudukan majelis permusyawaratan
rakyat (MPR), dewan perwakilan rakyat (DPR) dan dewan perwakilan
rakyat daerah (DPRD).
Hukum yang dibentuk dalam bentuk Undang Undang dalam rangka menata
kembali perekonomian yang terpuruk pada masa Orde Baru antara lain:
1. UU No.10 Tahun 1998 Tentang Perbankan. Undang-undang ini perubahan
atas UU No.7 Tahun 1992.
2. UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Undang-undang ini
sebagai perubahan atas UU No. 13 tahun 1968 tentang Bank Sentral.
3. UU No. 30 Tahun 1999 tentang arbitrasi dan alternatif penyelesaian
sengketa.
4. UU No.5 Tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan
usaha tidak sehat.
Politik hukum pemberantasan KKN sepertinya merupakan prioritas dalam
Pelaksanaan UU No 28 dan UU No 31 Tahun 1999 tersebut dalam bentuk
peraturan pemerintah (PP) adalah:
1. PPNo. 65 Tahun 1999 tentang tata cara pemeriksaan kekayaan
penyelenggara negara.
2. PP No. 67 Tahun 1999 tentang persyaratan dan tata cara pengangkatan
serta pemberhentian anggota komisi pemeriksa.
3. PP No. 67 Tahun 1999 tentang tata cara dan evaluasi pelaksanaan tugas
wewenang dan komisi pemeriksa.
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang memiliki tatanan atau aturan


pemerintahan. waktu ke waktu dari masa ke masa, dalam pemerintahan orde baru
yakni tahun 1966 sampai 1998 mempunyai latar belakang yang meliputi Sejarah,
ideologi, politik dan hukum. Pada masa orde baru sistem kelembagaan negara
terdiri dari MPR, DPR, DPA, BPK, Presiden dan MA. Hubungan diantara
lembaga negara banyak didominasi oleh kekuasaan eksekutif yang dipegang oleh
presiden. Oleh karena itu efektifitas pelaksanaan pemerintah tidak berjalan secara
efektif karena hanya didominasi kekuasaan presiden.
DAFTAR PUSTAKA

BBC Indonesia. (2008, Mei 9). Masa Reformasi. Retrieved Maret 1, 2017, from
BBC: http://news.bbc.co.uk/2/hi/asia-pacific/country_profiles/1260546.stm

Dijk, k. V. (2001). A Country in Despair. Indonesia Between 1997 and 2000.


Leiden: KITLV Press.

Muryanti, L. (2016, Desember 08). Kebebasan Berpendapat di Era Reformasi.


Retrieved Maret 01, 2017, from Kompasiana:
http://www.kompasiana.com/laelymuryanti/kebebasan-berpendapat-di-era-
reformasi_58489540337b61930fa9c7f1

Nugroho, B. T. (2006). Prahara Reformasi Mei 1998. Semarang: UPT UNNES


Press.

You might also like