You are on page 1of 11

PENINGKATAN KOMPETENSI GURU SEKOLAH INKLUSIF

DALAM PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN PENDIDIKAN KHUSUS


MELALUI PEMBELAJARAN KOLABORATIF

Sari Rudiyati
FIP Universitas Negeri Yogyakarta
email: sarirudiyati@yahoo.com

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kompetensi profesional guru sekolah inklusif
dalam menangani anak berkebutuhan pendidikan khusus melalui pembelajaran kolaboratif. Jenis
penelitian ini adalah penelitian tindakan. Subjek penelitian ini adalah 20 guru reguler dan 10 guru
pembimbing khusus di 10 sekolah-sekolah dasar inklusif. Teknik pengumpulan data menggunakan tes,
pengamatan berperan serta, wawancara mendalam, dan analisis dokumen. Analisis data dilakukan
dengan analisis deskriptif. Pelaksanaan penelitian dilakukan lewat dua siklus yang diawali dengan
pretes. Siklus ke-1 berupa pelatihan dan workshop dan siklus ke-2 berupa pendampingan pelaksanaan
pembelajaran kolaboratif. Temuan hasil penelitian ini adalah bahwa pembelajaran kolaboratif terbukti
dapat meningkatkan kompetensi profesional guru sekolah inklusif dalam penanganan anak berke-
butuhan pendidikan khusus

Kata Kunci: kompetensi guru, anak berkebutuhan pendidikan khusus, sekolah inklusif, pembelajaran
kolaboratif

IMPROVING TEACHERS’ COMPETENCIES IN TREATING CHILREN


WITH SPECIAL EDUCATIONAL NEEDS IN INCLUSIVE SCHOOLS
THROUGH COLLABORATIVE INSTRUCTION

Abstract: This study aimed to improve professional teachers’ competencies in treating children with
special educational needs in inclusive schools through collaborative instruction.The study was action
research. The subjects of this study were 20 regular teachers and 10 special guidance teachers 10 in-
clusive schools. The data, collected using a test, participant observation, in-depth interview, and a
document analysis, were analyzed using the descriptive analysis provided by descriptive analysis. The
study was carried out in two cycles with a pretest. The first cycle was in the form of workshops and
the second cycle was in the form of providing support for the implementation of the collaborative
instruction. The findings of this study showed that the collaborative instruction could improve the the
teachers’ professional competencies in inclusive schools in treating children with special educational
needs.

Keywords: teacher competencies, children with special educational needs, inclusive school,
collaborative instruction

PENDAHULUAN pasi dalam belajar, budaya dan masyarakat, ser-


Sekolah inklusif adalah sekolah yang ta mengurangi eksklusi atau pengenyampingan
mengakomodasi semua anak tanpa menghirau- dalam dan dari pendidikan. Dengan demikian
kan kondisi phisik, intelektual, sosial, emosio- diperlukan perubahan dan modifikasi dari isi,
nal, linguistik atau kondisi lain mereka, terma- pendekatan, struktur, strategi, dengan pandang-
suk anak berkebutuhan pendidikan khusus. Se- an wajar yang melindungi semua anak; dan me-
kolah inklusif sebagai sarana yang ditujukan rupakan tanggung jawab dari sistem pendidikan
untuk menanggapi berbagai kebutuhan dari se- reguler untuk mendidik semua anak. Pendidik-
mua peserta didik melalui peningkatan partisi- an inklusif merupakan pendekatan yang melihat

296
297

bagaimana mengubah sistem pendidikan dalam pada anak berkebutuhan pendidikan khusus.
rangka menanggapi keanekaragaman peserta Pujian yang jarang dilakukan, harapan yang ren-
didik. Hal ini memungkinkan baik guru maupun dah, penolakan secara aktif, sering ditujukan
peserta didik merasa nyaman dengan keaneka- kepada anak berkebutuhan pendidikan khusus
ragaman dan melihatnya sebagai tantangan dan dibandingkan dengan anak pada umumnya
pengayaan dalam lingkungan belajar, daripada (Pavri & Luftig, 2000:32). Lopes dkk (2004)
sebagai problem. juga mengemukakan hal serupa bahwa guru
Gagasan bahwa guru perlu merubah kelas reguler merasakan banyak beban ketika meng-
dan lingkungan belajar agar semua anak bisa hadapi anak berkebutuhan pendidikan khusus
belajar, menjadi tuntutan di sekolah inklusif. yang membutuhkan waktu dan perhatian yang
Oleh karena itu, harapan bahwa guru akan me- lebih banyak daripada teman-teman yang lain
lakukan apapun untuk menjamin bahwa setiap dan tidak menunjukkan hasil yang sesuai ha-
siswa akan belajar dengan baik. Perubahan rapan.
praktek mengajar secara efektif menuntut ini- Pengabaian kebutuhan khusus anak ber-
siatif dan tanggung jawab tingkat tinggi. Para kebutuhan pendidikan khusus menjadi penga-
Guru membutuhkan keleluasaan waktu dan laman serta pembelajaran konkrit bagi anak
energi untuk mengejar pengembangan profesio- yang lain tentang minoritas yang tersisihkan
nalitas dan adaptasi praktek secara kontinu. dan hal ini bertolak belakang dengan esensi
Untuk itu, menurut Weiner (2003:12) guru perlu pendidikan. Perubahan paradigma diperlukan
menumbuhkan hal-hal seperti: (1) belajar dari untuk memandang keberadaan anak berke-
pengalaman secara terus-menerus; (2) melaku- butuhan pendidikan khusus bukan sebagai anak
kan refleksi; (3) melakukan teoritisasi tentang yang bermasalah dan merepotkan melainkan
bagaimana yang terbaik untuk menemukan ke- sebagai tantangan. Keberadaan mereka merupa-
butuhan siswa, baik secara individual maupun kan peluang bagi guru untuk meningkatkan
secara kolektif; (4) belajar melalui kolaborasi kompetensi dan sumber belajar bagi teman-te-
dengan kolega secara terus menerus. Guru perlu man lain untuk mengembangkan sikap-sikap
melihat keragaman siswa sebagai tantangan positif. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat
yang dapat mereka hadapi secara sukses. De- Vaidya & Zaslavsky (2000:17) yang mengemu-
ngan dukungan, para guru dapat berusaha untuk kakan bahwa keberadaan anak dengan kebutuh-
melatih komitmen moral mereka untuk me- an khusus di kelas reguler membawa dampak
nangani semua siswa sebagai kecakapan untuk positif bagi anak-anak yang lain, antara lain: (1)
menemukan standar prestasi yang tinggi. kehangatan dan kemampuan menjalin persa-
Dalam keterbatasan pemahaman dan pe- habatan; (2) mengembangkan pemahaman per-
nerimaan akan keberadaan anak berkebutuhan sonal tentang keragaman anak; (3) meningkat-
pendidikan khusus, guru membutuhkan penge- kan kepedulian kepada anak lain; (4) pengem-
tahuan dan pengalaman dalam menangani anak bangan kemampuan sosial; dan (5) penurunan
berkebutuhan pendidikan khusus. Latar bela- kecemasan akan perbedaan manusia yang me-
kang pendidikan yang tidak memberi bekal nimbulkan kenyamanan dan kesadaran. Oleh
tentang anak berkebutuhan pendidikan khusus karena itu, penanganan anak berkebutuhan pen-
menyebabkan hampir semua guru reguler di se- didikan khusus sejak jenjang sekolah dasar me-
kolah dasar menghadapi permasalahan dalam lalui kolaborasi pembelajaran perlu dilakukan.
menangani mereka. Selain itu, pengetahuan Hal ini tidak saja bermanfaat bagi anak berke-
yang terbatas, penerimaan guru juga dapat butuhan pendidikan khusus, namun bagi anak
mempengaruhi perlakuan guru terhadap anak yang lain juga dapat belajar untuk menghargai
berkebutuhan pendidikan khusus. Penerimaan keragaman potensi.
tersebut juga masih jarang dijumpai (Pavri & Guru sebagai aktor utama dan yang paling
Luftig, 2000:24) sehingga tidak mengherankan menentukan situasi kelas menjadi fokus dalam
bila pandangan negatif masih banyak tertuju penelitian ini. Oleh karena itu, guru diharapkan

Cakrawala Pendidikan, Juni 2013, Th. XXXII, No. 2


298

mampu menerima, menyesuaikan diri dan me- menangani anak berkebutuhan pendidikan
ngembangkan strategi yang sesuai dengan kon- khsusus di sekolah inklusif melalui pembela-
disi maupun kebutuhan anak dalam belajar. Hal jaran kolaboratif.
tersebut menjadi landasan kuat dalam upaya Pembelajaran kolaboratif adalah proses
peningkatan kompetensi guru dalam melakukan pembelajaran yang dilakukan oleh guru umum/
kolaborasi pembelajaran. Penelitian ini berupa- reguler dan guru pembimbing khusus dalam
ya membantu guru dalam memenuhi kebutuhan menciptakan kegiatan bersama yang terkoor-
anak berkebutuhan pendidikan khusus tanpa dinasi untuk bersama-sama melakukan pembe-
mengorbankan anak-anak yang lain dengan ba- lajaran terhadap kelompok siswa yang hetero-
nyak mengkaji permasalahan yang terkait de- gen, termasuk anak berkebutuhan pendidikan
ngan kolaborasi pembelajaran di kelas inklusif. khsusus dalam setting pendidikan inklusif. Da-
Penyelenggaraan pendidikan yang berkua- lam pembelajaran kolaboratif, baik guru umum/
litas untuk semua siswa dalam setting inklusif reguler maupun guru pembimbing khusus se-
merupakan tantangan, kepentingan dan isu da- cara simultan hadir di kelas umum memelihara
lam pendidikan. Oleh karena itu, inklusifitas tanggung jawab bersama untuk menspesifikasi-
akan merupakan karakteristik dari sekolah di kan pembelajaran yang terjadi dalam setting
masa mendatang. Pada masa mendatang se- pembelajaran inklusif dimaksud. Selain itu,
kolah perlu menyiapkan guru yang dapat meng- “Collaboration is an going process whereby
ajar pada setting inklusif dan menemukan ke- educators with difference areas of expertise
butuhan semua siswa. Salah satu usaha dalam voluntary work together to create solutions to
mengatasi permasalahan kompetensi guru seko- problems that impeding students success, as
lah inklusif adalah melalui pembelajaran kola- well as to carefully monitor and refine those
boratif. solution... collaboration is a process rather
Pembelajaran kolaboratif anak berkebu- than a specific service delivery model (Walker,
tuhan pendidikan khusus merupakan bagian Kay, & Ovington (2007:3).
integral dari pembelajaran semua anak di se- Bauwens, Hourcade, & Friend, (1989:36)
kolah inklusif, namun demikian apakah para menyatakan bahwa: Collaborative teaching is
guru reguler dan guru pembimbing khusus telah a proactive educational approach in which ge-
melaksanakan pembelajaran kolaboratif sesuai neral and special educators and related service
dengan kondisi dan kebutuhan anak berkebu- providers work in co-active and coordinated
tuhan pendidikan khusus. Fenomena menun- fashion to jointly assess, plan for, teach, and
jukkan bahwa belum semua guru reguler dan evaluate academically and behaviorally hete-
guru pembimbing khusus telah melaksanakan rogeneous groups of students in an educatio-
pembelajaran kolaboratif sesuai dengan kondisi nally integrating setting (i.e.regular class-
dan kebutuhan anak berkebutuhan pendidikan room). Dengan demikian, pembelajaran kolabo-
khusus di sekolah inklusif. Berdasarkan peng- ratif dapat dimaknai sebagai pendekatan dalam
amatan peneliti hal ini disebabkan oleh berbagai pendidikan pro-aktif yang mana guru umum/
faktor, antara lain bahwa guru reguler dan guru reguler dan guru khusus serta penyelenggara
pembimbing khusus belum mempunyai kom- layanan terkait, menciptakan kegiatan bersama
petensi dalam melaksanakan pembelajaran ko- yang terkoordinasi untuk bersama-sama mela-
laboratif terhadap anak berkebutuhan pendidik- kukan akses, rencana pembelajaran dan evaluasi
an khusus. Oleh karena itu, penelitian tentang akademik serta perilaku terhadap kelompok sis-
peningkatan kompetensi guru dalam penangan- wa yang heterogen termasuk siswa berkebutuh-
an anak berkebutuhan pendidikan khusus di se- an pendidikan khusus dalam setting pendidikan
kolah inklusif melalui pembelajaran kolaboratif terintegrasi/inklusif.
penting untuk dilakukan.
Penelitian ini bertujuan untuk mening-
katkan kompetensi profesional guru dalam

Peningkatan Kompetensi Guru Sekolah Inklusif dalam Penanganan Anak Berkebutuhan Pendidikan Khusus
299

METODE telah pengumpulan data. Data yang diperoleh


Jenis penelitian yang dilakukan dalam kemudian dilakukan analisis secara deskriptif .
penelitian ini adalah penelitian tindakan. Pe-
nelitian ini dilakukan dengan tindakan pelatih- HASIL DAN PEMBAHASAN
an, workshop, dan pendampingan bagi guru re- Hasil Penelitian
guler dan guru pembimbing khusus sekolah Siklus ke-1
inklusif anak berkebutuhan pendidikan khusus Dalam perencanaan penelitian ini telah
dalam meningkatkan kompetensi profesional dilakukan identifikasi masalah, yaitu kurangnya
penanganan anak berkebutuhan pendidikan kompetensi profesional guru reguler dan guru
khusus melalui pembelajaran kolaboratif pembimbing khusus sekolah inklusif terutama
Desain yang dirancang dalam penelitian dalam pelaksanaan pembelajaran kolaboratif
ini adalah desain penelitian tindakan, dengan untuk menangani anak berkebutuhan pendidik-
pokok-pokok kegiatan diadop dari model yang an khusus dan penetapan alternatif pemecahan
dikembangkan oleh Kemmis & McTaggart masalah, yaitu dengan pelatihan dan workshop
(1990:14) sebagai berikut. pembelajaran kolaboratif anak berkebutuhan
Pertama, perencanaan ”planning”: dila- pendidikan khusus dalam setting sekolah inklu-
kukan identifikasi masalah dan penetapan alter- sif. Setelah itu, dilakukan kegiatan sebagai beri-
natif pemecahan masalah, kemudian dilakukan kut.
hal-hal sebagai berikut. (1) Merencanakan pe-  Merencanakan pelatihan dan workshop yang
latihan dan workshop yang akan diterapkan diterapkan dalam tindakan. Dalam meren-
dalam tindakan. (2) Menentukan pokok bahasan canakan pelatihan dan workshop yang di-
materi pelatihan dan workshop. (3) Mengem- terapkan dalam tindakan peneliti melakukan
bangkan skenario pelatihan dan workshop. (4) studi pendahuluan ke sekolah-sekolah dasar
Menyusun Lembar Kerja Guru/LKG. (5) Me- inklusif untuk memperoleh masukan dari
nyiapkan sumber belajar. (6) Mengembangkan Kepala Sekolah tentang materi pelatihan dan
format evaluasi tindakan. (7) Mengembangkan workshop yang diperlukan oleh para guru
format pengamatan. reguler dan guru pembimbing khusus.
Kedua, tindakan dan pengamatan “act &  Menentukan pokok bahasan materi pelatih-
observe”: mengacu pada skenario yang telah an. Dari hasil studi pedahuluan tersebut di
disusun dan LKG, sekaligus dengan melakukan atas dapat ditentukan pokok bahasan materi
pengamatan dengan penjelasan sebagai berikut: pelatihan guru yang meliputi: (1) pengertian
(1) Pengamatan dilakukan dengan mengguna- tentang pembelajaran kolaboratif dalam
kan format pengamatan. (2) Menilai hasil tin- setting inklusif; (2) karakteristik pembela-
dakan dengan menggunakan format LKG. (3) jaran kolaboratif; (3) model-model pembela-
Refleksi “reflect” yang terdiri atas (a) evaluasi jaran kolaboratif; (4) manfaat pembelajaran
tindakan yang telah dilakukan meliputi evaluasi kolaboratif; (5) implementasi pembelajaran
kualitas, kuantitas dan waktu dari setiap jenis kolaboratif yang efektif; (6) langkah-lang-
tindakan; (b) membahas hasil evaluasi tentang kah memulai pembelajaran kolaboratif; (7)
hasil tindakan; (c) membenahi pelaksanaan tin- keberlangsungan implementasi, evaluasi dan
dakan sesuai dengan hasil evaluasi untuk di- perbaikan/peningkatan pembelajaran kola-
gunakan pada siklus berikutnya. boratif.
Subjek penelitian adalah 20 orang guru  Mengembangkan skenario tindakan pelatih-
reguler dan 10 orang guru pembimbing khusus an dan workshop. Skenario pelatihan dan
dari 10 sekolah inklusif. Pengumpulan data da- workshop meliputi: (1) pembukaan sebagai
lam penelitian ini dilaksanakan dengan teknik pengantar pelatihan dan workshop; (2) pretes
tes, pengamatan berperanserta, wawancara men- tentang pembelajaran kolaboratif; (3) pem-
dalam dan analisis dokumen. Kegiatan analisis berian materi pelatihan tentang pembela-
data dilakukan dua tahap, yaitu selama dan se- jaran kolaboratif dalam penanganan anak

Cakrawala Pendidikan, Juni 2013, Th. XXXII, No. 2


300

berkebutuhan pendidikan khusus; (4) work- atau memenuhi target standar minimal nilai
shop tentang implementasi, evaluasi dan persentase yang dinyatakan baik atau efektif
peningkatan pembelajaran kolaboratif; (5) yaitu mencapai 76%.
postes tentang pembelajaran kolaboratif; (6) Setelah dilakukan tindakan berupa pela-
penutup sebagai rangkuman dan pemberian tihan dan workshop, diberikan postes terhadap
tugas implementasi pembelajaran kolabo- guru sekolah inklusif tentang pembelajaran
ratif. kolaboratif dalam penanganan anak berkebu-
 Menyusun Lembar Kerja Guru/LKG. Lem- tuhan pendidikan khusus.
bar kerja guru disusun berdasarkan hasil stu- Setelah tindakan pelatihan dan workshop
di pendahuluan dan hasil kajian teori yang tentang pembelajaran kolaboratif guru sekolah
digunakan dalam melaksanakan tugas imple- inklusif dalam penanganan anak berkebutuhan
mentasi pembelajaran kolaboratif dari guru pendidikan khusus, hasil postes pada siklus 1
reguler dan guru khusus. secara kumulatif menunjukkan bahwa kompe-
 Menyiapkan sumber belajar tentang pem- tensi profesional pembelajaran kolaboratif guru
belajaran kolaboratif. dalam menangani anak berkebutuhan pendi-
 Mengembangkan format & instrumen peng- dikan khusus telah meningkat 44,29% dari skor
amatan pelaksanaan pembelajaran kolabo- 2,10 menjadi skor 3,03 termasuk dalam kate-
ratif. gori cukup. Namun demikian, hal itu belum me-
 Mengembangkan format & instrumen eva- menuhi target standar minimal skor/bobot 3,5
luasi hasil pembelajaran kolaboratif. atau nilai persentase yang dinyatakan baik yaitu
Tindakan dan pengamatan “act & obser- mencapai 76%. Jadi, masih diperlukan tindak-
ve”, mengacu pada skenario yang telah disusun an perbaikan pada siklus ke-2.
dan LKG, sekaligus dengan melakukan peng- Subjek A, B dan F secara kumulatif telah
amatan dengan penjelasan sebagai berikut. Se- mencapai kompetensi profesional pembelajaran
belum dilakukan tindakan, dilakukan pretes kolaboratif dalam penanganan anak berkebutuh-
terhadap guru reguler dan guru pembimbing an pendidikan khusus dengan skor terrendah
khusus sekolah inklusif tentang kompetensi 2,71; dan skor tertinggi 3,43, dicapai oleh sub-
profesional pembelajaran kolaboratif dalam jek W dan AB. Baik skor terendah maupun skor
penanganan anak berkebutuhan khusus. tertinggi semuanya masih termasuk dalam
Hasil pretes siklus ke-1 terhadap ke-30 kategori cukup atau cukup efektif karena belum
orang guru secara kumulatif mencapai kompe- mencapai skor/bobot 3,5 atau memenuhi target
tensi profesional pembelajaran kolaboratif da- standar minimal nilai persentase yang dinyata-
lam penanganan anak berkebutuhan pendidikan kan baik atau efektif yaitu mencapai 76%. Ha-
khusus dengan skor rata-rata 2,1, termasuk da- sil yang dimaksud dapat ditunjukkan pada gra-
lam kategori kurang karena belum mencapai fik Gambar 1.
skor/bobot 3,5 atau memenuhi target standar Dalam refleksi telah dilakukan hal-hal
minimal nilai persentase yang dinyatakan baik, sebagai berikut. (1) Evaluasi tindakan yang te-
yaitu mencapai 76%. Jadi, masih diperlukan lah dilakukan, yaitu berupa pelatihan dan work-
tindakan perbaikan. shop bagi guru sekolah inklusif tentang pembe-
Subjek E, J, O, T, Y, dan AD secara ku- lajaran kolaboratif dalam penanganan anak
mulatif telah mencapai kompetensi profesional berkebutuhan pendidikan khusus. (2) Pertemu-
pembelajaran kolaboratif dalam penanganan an dengan kepala sekolah untuk membahas ha-
anak berkelainan/berkebutuhan pendidikan khu- sil evaluasi dari tindakan pelatihan dan work-
sus dengan skor terrendah 2,0; dan skor ter- shop bagi guru tentang pembelajaran kolabo-
tinggi 2,2, dicapai oleh subjek C, H, M, R, W, ratif bagi anak berkebutuhan pendidikan khu-
AB. Baik skor terrendah maupun skor tertinggi sus. (3) Pembenahan pelaksanaan tindakan se-
semuanya masih termasuk dalam kategori ku- suai hasil evaluasi untuk digunakan pada siklus
rang, karena belum mencapai skor/bobot 3,5 berikutnya.

Peningkatan Kompetensi Guru Sekolah Inklusif dalam Penanganan Anak Berkebutuhan Pendidikan Khusus
301

3
Pre-tes
2 Pos-tes

0
A C E G I K M O Q S U W Y AA AC

Gambar 1: Grafik Peningkatan Kompetensi Profesional Pembelajaran Kolaboratif Guru


Sekolah Inklusif dalam Penanganan Anak Berkebutuhan Pendidikan Khusus dari Pretes ke
Postes

Hasil tindakan siklus ke-1 yang dilaku- pendidikan khusus dan penetapan alternatif
kan dengan tindakan pelatihan dan workshop pemecahan masalah, yaitu dengan melakukan
tentang pembelajaran kolaborasi untuk mening- pendampingan pelaksanaan pembelajaran kola-
katkan kompetensi profesional guru sekolah boratif guru sekolah inklusif dalam penangan-
inklusif dalam menangani anak berkebutuhan an anak bekebutuhan pendidikan khusus, ke-
khusus, didahului dengan pretes yang mencapai mudian dilakukan hal-hal sebagai berikut.
skor 2,1 dan diakhiri dengan postes yang men-  Perencanaan pendampingan yang akan di-
capai skor 3,03. Walaupun sudah mengalami terapkan dalam tindakan. Dalam merencana-
peningkatan 44,29%, belum memenuhi target kan pendampingan yang akan diterapkan
standar minimal skor/bobot 3,5 atau nilai per- dalam tindakan, peneliti juga melakukan
sentase yang dinyatakan baik atau efektif yaitu studi lapangan ke sekolah-sekolah dasar in-
mencapai 76%. Jadi, masih diperlukan tindakan klusif untuk memperoleh masukan dari para
perbaikan siklus ke-2. Tindakan perbaikan perlu Kepala Sekolah tentang materi pendamping-
dilakukan karena semua permasalahan yang an yang diperlukan oleh para guru reguler
menyangkut anak berkebutuhan pendidikan dan guru pendamping khusus.
khusus masih cenderung ditangani oleh Guru  Penentuan pokok bahasan materi pendam-
Pembimbing Khusus, jadi keterlibatan guru pingan. Dari hasil studi pedahuluan tersebut
reguler dalam pembelajaran kolaboratif belum di atas dapat ditentukan pokok bahasan ma-
memadai, atau masih dalam kategori cukup. teri pendampingan guru sebagai berikut. (1)
Oleh karena itu, diperlukan upaya perbaikan Pengertian tentang pembelajaran kolaboratif
tindakan pada siklus 2 dengan pendampingan dalam setting inklusif. (2) Karakteristik pem-
pada pelaksanaan pembelajaran kolaboratif da- belajaran kolaboratif. (3) Model-model pem-
lam penanganan anak berkebutuhan pendidikan belajaran kolaboratif. (4) Manfaat pembelaj-
khusus di sekolah inklusif. aran kolaboratif. (5) Implementasi pembel-
ajaran kolaboratif yang efektif. (6) Langkah-
Siklus ke-2 langkah memulai pembelajaran kolaborasi.
Dalam perencanaan siklus ke-2 penelitian (7) Keberlangsungan implementasi, evaluasi
ini dilakukan berdasarkan identifikasi masalah, dan perbaikan/peningkatan pembelajaran ko-
yaitu masih belum terpenuhinya standar mi- laboratif.
nimal kompetensi profesional guru sekolah  Pengembangan skenario tindakan pendam-
reguler terutama melakukan pembelajaran ko- pingan. Skenario pendampingan telah di-
laboratif dalam penanganan anak berkebutuhan susun sebagai berikut. (1) Menemui Kepala

Cakrawala Pendidikan, Juni 2013, Th. XXXII, No. 2


302

Sekolah. (2) Menemui Guru reguler/kelas 4,17 termasuk dalam kategori baik atau efektif,
dan Guru pembimbing khusus. (3) Melaku- dan telah melebihi target standar minimal skor/
kan pengamatan di kelas inklusif. (4) Me- bobot 3,5, atau nilai persentase yang dinyatakan
lakukan pembenahan pelaksanaan pembe- baik atau efektif yaitu mencapai 76%. Dengan
lajaran kolaboratif. (5) Diskusi dan refleksi demikian, walaupun tidak mencapai predikat
pelaksanaan pembelajaran kolaboratif. (6) sangat baik atau sangat efektif, tindakan sudah
Penutup sebagai rangkuman dan pemberian dianggap cukup dan tidak perlu tindakan per-
tugas implementasi pembelajaran kolabo- baikan pada siklus ke-3.
ratif. Subjek C dan F secara kumulatif telah
 Penyusunan Lembar Kerja Guru (LKG). mencapai kompetensi profesional pembelajaran
Lembar kerja guru disusun berdasarkan hasil kolaboratif dalam menangani anak berkebutuh-
studi lapangan dan hasil kajian teori yang an pendidikan khusus dengan skor terrendah
digunakan dalam melaksanakan tugas im- yaitu 3,86; dan skor tertinggi 4,28, dicapai oleh
plementasi pembelajaran kolaboratif dari subjek H,M,O,R,T,U,V,W, X,Y,Z, AA, AB dan
guru reguler dan guru khusus. AD. Baik skor terrendah maupun skor tertinggi
 Penyiapan sumber belajar tentang pendam- semuanya masih termasuk dalam kategori baik
pingan pembelajaran kolaboratif. atau efektif, dan belum ada yang mencapai
 Pengembangan format pengamatan pelak- skor/bobot lebih dari 4,20 atau memenuhi pre-
sanaan pendampingan pembelajaran kolabo- dikat sangat baik atau sangat efektif atau nilai
ratif. persentase yang dinyatakan sangat baik atau
 Pengembangan format evaluasi hasil pen- sangat efektif, yaitu mulai 86%-100%. Hal ter-
dampingan pembelajaran kolaboratif. sebut ditunjukkan pada grafik Gambar 2.
 Dalam pelaksanaan tindakan siklus 2 ini Dalam Refleksi telah dilakukan hal-hal
mengacu pada skenario yang telah disusun sebagai berikut. (1) Evaluasi tindakan yang te-
dan LKG, sekaligus dengan melakukan lah dilakukan, yaitu berupa tindakan pendam-
pengamatan. pingan pelaksanaan pembelajaran kolaboratif
Hasil tindakan pendampingan pada siklus guru sekolah inklusif dalam penanganan anak
ke-2 kompetensi profesional pembelajaran kola- berkebutuhan pendidikan khusus. (2) Pertemu-
boratif terhadap ke-30 guru dalam menangani an dengan para kepala sekolah inklusif untuk
anak berkebutuhan pendidikan khusus secara membahas hasil evaluasi dari tindakan pendam-
kumulatif telah mencapai skor 4,17. Jadi, telah pingan pelaksanaan pembelajaran kolaboratif
meningkat dari skor 3,03 menjadi 4,17 atau guru sekolah inklusif dalam penanganan anak
mengalami peningkatan sebesar 37,62%. Skor berkebutuhan pendidikan khusus.

3
Pos-tes
2 Pendampingan

0
A C E G I K M O Q S U W Y AA AC

Gambar 2: Grafik Peningkatan Kompetensi Profesional Pembelajaran Kolaboratif Guru


Sekolah Inklusif dalam Penanganan Anak Berkebutuhan Pendidikan Khusus dari Postes ke
Pendampingan

Peningkatan Kompetensi Guru Sekolah Inklusif dalam Penanganan Anak Berkebutuhan Pendidikan Khusus
303

3 Pre-tes
Pos-tes
2
Pendampingan
1

0
A D G J M P S V Y AB

Gambar 3: Grafik Peningkatan Kompetensi Profesional melalui Pembelajaran Kolaboratif Guru


Sekolah Inklusif dalam Penanganan Anak Berkebutuhan Pendidikan Khusus mulai Pretes, Pos-
tes, dan Pendampingan

Hasil evaluasi tindakan pendampingan didikan khusus secara kumulatif baru mencapai
pelaksanaan pembelajaran kolaboratif guru se- skor rata-rata 2,1 masih termasuk dalam kate-
kolah inklusif dalam penanganan anak berke- gori kurang atau kurang efektif, karena belum
butuhan pendidikan khusus pada siklus ke-2 mencapai skor/bobot 3,5 atau memenuhi target
secara kumulatif dapat disampaikan bahwa standar minimal nilai persentase yang dinyata-
kompetensi profesional pembelajaran kolabo- kan baik atau efektif, yaitu mencapai 76%.
ratif terhadap ke-30 guru sekolah inklusif dalam Subjek E, J, O, T, Y, dan AD secara kumulatif
menangani anak berkebutuhan pendidikan telah mencapai kompetensi profesional pembe-
khusus telah meningkat. Hal ini dibuktikan de- lajaran kolaboratif dalam menangani anak ber-
ngan adanya peningkatan skor yaitu dari skor kebutuhan pendidikan khusus dengan skor te-
rata-rata 3,03 menjadi 4,17 atau mengalami rendah, yaitu 2,0; dan skor tertinggi 2,2, dicapai
peningkatan sebesar 37,62%. Skor 4,17 telah oleh subjek C, H, M, R, W, AB. Baik skor
melebihi target standar minimal skor/bobot 3,5 terrendah maupun skor tertinggi semuanya ma-
atau nilai persentase yang dinyatakan baik atau sih termasuk dalam kategori kurang atau kurang
efektif yaitu mencapai 76%; tetapi belum men- efektif, karena belum mencapai skor/bobot 3,5
capai predikat sangat baik atau sangat efektif atau memenuhi target standar minimal nilai
karena skor belum melebihi 4,2. Secara kumu- persentase yang dinyatakan baik atau efektif,
latif, kompetensi profesional pembelajaran ko- yaitu mencapai 76%. Jadi, masih perlu ada tin-
laboratif ke-30 guru dalam menangani anak dakan perbaikan.
berkebutuhan khusus telah mencapai predikat Hasil pos-tes pada siklus ke-1 setelah tin-
baik, oleh karena itu peneliti memutuskan tidak dakan pelatihan dan workshop pembelajaran
perlu ada tindakan siklus ke-3. Hal tersebut di- kolaboratif menunjukkan bahwa secara kumu-
tunjukkan pada grafik Gambar 3. latif kompetensi profesional pembelajaran kola-
boratif terhadap ke-30 guru dalam menangani
Pembahasan anak berkebutuhan pendidikan khusus telah
Hasil pre-tes siklus ke-1 dalam penelitian meningkat 44,29% dari skor rata-rata 2,10 me-
ini menunjukkan bahwa kompetensi profesional ningkat menjadi skor 3,03 termasuk dalam ka-
pembelajaran kolaboratif ke-30 guru dalam me- tegori cukup atau cukup efektif. Namun de-
nangani anak berkelainan/berkebutuhan pen- mikian, masih belum memenuhi target standar

Cakrawala Pendidikan, Juni 2013, Th. XXXII, No. 2


304

minimal skor/bobot 3,5, atau nilai persentase efektif, dan telah melebihi target standar mini-
yang dinyatakan baik atau efektif yaitu men- mal skor/bobot 3,5 atau nilai persentase yang
capai 76%. Baik skor yang terendah maupun dinyatakan baik atau efektif yaitu mencapai
skor yang tertinggi masih termasuk dalam ka- 76%. Subjek C dan F secara kumulatif telah
tegori cukup atau cukup efektif karena belum mencapai kompetensi profesional pembelajaran
mencapai skor/bobot 3,5 atau memenuhi target kolaboratif dalam menangani anak berkebutuh-
standar minimal nilai persentase yang dinyata- an pendidikan khusus dengan skor terrendah
kan baik atau efektif yaitu mencapai 76%. Jadi, 3,86; dan skor tertinggi 4,28, dicapai oleh
masih diperlukan tindakan perbaikan, yaitu de- subjek H, M, O, R, T, U, V, W, X, Y, Z, AA,
ngan tindakan pendampingan pelaksanaan pem- AB dan AD. Baik skor terrendah maupun skor
belajaran kolaboratif dalam penanganan anak tertinggi semuanya masih termasuk dalam kate-
berkebutuhan pendidikan khusus pada siklus gori baik atau efektif, dan belum ada yang men-
ke-2. capai skor/bobot lebih dari 4,20 atau memenuhi
Sesuai dengan pendapat Walther-Thomas predikat sangat baik atau sangat efektif atau
dkk (2000:182) yang antara lain menyatakan nilai persentase yang dinyatakan sangat baik
bahwa pembelajaran kolaboratif adalah pende- atau sangat efektif yaitu mulai 86%-100%.
katan dalam pendidikan proaktif dengan guru Tindakan sudah dianggap cukup dan tidak perlu
umum/reguler, guru khusus, serta penyeleng- tindakan perbaikan pada siklus ke-3 karena su-
gara layanan terkait menciptakan kegiatan ber- dah mencapai target tindakan, walaupun belum
sama yang terkoordinasi untuk bersama-sama mencapai predikat sangat baik atau sangat efek-
melakukan akses, rencana pembelajaran dan tif.
evaluasi akademik serta perilaku terhadap ke- Dalam melakukan pembelajaran kolabo-
lompok siswa yang heterogen termasuk siswa ratif guru telah proaktif yang mana ditunjukkan
berkebutuhan pendidikan khusus dalam setting baik oleh guru reguler maupun guru pembim-
pendidikan terintegrasi/inklusif. Namun demi- bing khusus, telah menciptakan kegiatan ber-
kian, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sama yang terkoordinasi untuk bersama-sama
dalam melakukan pembelajaran kolaboratif melakukan akses, membuat rencana pembe-
guru reguler masih kurang pro-aktif, masih ku- lajaran dan melakukan evaluasi akademik serta
rang menciptakan kegiatan bersama yang terko- perilaku terhadap kelompok siswa yang hete-
ordinasi untuk bersama-sama melakukan akses, rogen termasuk siswa berkebutuhan pendidikan
belum membuat rencana pembelajaran dan me- khusus dalam setting pendidikan terintegrasi/
lakukan evaluasi akademik serta perilaku terha- inklusif. Selain itu, hasil penelitian ini juga di-
dap kelompok siswa yang heterogen termasuk dukung oleh hasil penelitian Bauwen, Hour-
siswa berkebutuhan pendidikan khusus. Hal ini cade, & Friend, (1989:36) bahwa dalam pem-
juga dudukung oleh hasil penelitian Friend belajaran kolaboratif baik guru umum/reguler
(2000:133) bahwa: teacher, themselves, remark maupun guru pembimbing khusus secara si-
on ‘how difficult collaboration is, how little multan telah hadir di kelas umum memelihara
attention was paid to collaboration in their pro- tanggung jawab bersama untuk menspesifikasi-
fessional preparation, and how few staff deve- kan pembelajaran yang terjadi dalam setting
lopment opportunities are offered related to it. pembelajaran inklusif dimaksud. Berbeda de-
Oleh karena itu, tindakan perbaikan melalui ngan hasil penelitian McCormick, Noonan,
pendampingan perlu dilakukan. Ogata, & Heck (2001:130) bahwa walaupun te-
Hasil tindakan pendampingan pada siklus lah menunjukkan kolaborasi pengetahuan dan
ke-2 menunjukkan bahwa kompetensi profesio- keterampilan mereka. Namun, guru masih me-
nal pembelajaran kolaboratif ke-30 guru seko- merlukan pelatihan dan praktek dalam “bagai-
lah inklusif dalam menangani anak berkebutuh- mana bekerja, berkomunikasi dan berkolaborasi
an pendidikan husus telah mencapai skor rata- dengan pihak lain”. Oleh karena itu, hasil pe-
rata 4,17 termasuk dengan predikat baik atau nelitian ini memerlukan tindak lanjut, yaitu

Peningkatan Kompetensi Guru Sekolah Inklusif dalam Penanganan Anak Berkebutuhan Pendidikan Khusus
305

adanya pelatihan dan praktik dalam bekerja, target standar minimal skor/bobot 3,5 atau
berkomunikasi dan berkolaborasi dengan pihak nilai persentase yang dinyatakan baik atau
lain seperti orang tua siswa dan anggota masya- efektif, yaitu mencapai 76%. Dalam mela-
rakat yang terkait dengan pendidikan bagi anak kukan pembelajaran kolaboratif guru telah
berkebutuhan pendidikan khusus dalam setting proaktif yang mana ditunjukkan dengan baik
inklusif. oleh guru reguler maupun guru pembimbing
Dengan demikian, pembelajaran kolabo- khusus, telah menciptakan kegiatan bersama
ratif telah terbukti dapat meningkatkan kompe- yang terkoordinasi untuk bersama-sama me-
tensi profesional guru reguler dan guru pem- lakukan akses, membuat rencana pembe-
bimbing khusus dalam penanganan anak ber- lajaran dan melakukan evaluasi akademik
kebutuhan pendidikan khusus, walaupun masih serta perilaku terhadap kelompok siswa yang
perlu ada tindak lanjut. beragam termasuk siswa berkebutuhan pen-
didikan khusus, dan baik guru umum/reguler
PENUTUP maupun guru pembimbing khusus secara
Pembelajaran kolaboratif terbukti dapat simultan hadir di kelas umum memelihara
meningkatan kompetensi profesional guru da- tanggung jawab bersama untuk menspesifi-
lam penanganan anak berkelainan/berkebutuhan kasikan pembelajaran yang terjadi dalam
pendidikan khusus dan telah dilakukan dengan setting pembelajaran inklusif dimaksud;
dua siklus tindakan di sekolah inklusif. namun masih belum dapat mencapai pre-
 Tindakan siklus ke-1 yang dilakukan dengan dikat sangat baik atau sangat efektif karena
pelatihan dan workshop pembelajaran kola- belum mencapai skor 4,2 -5.0 atau 86% -
boratif telah dapat meningkatkan kompeten- 100%. Oleh karena itu, temuan hasil pene-
si profesional guru dalam menangani anak litian ini perlu ditindaklanjuti.
berkebutuhan pendidikan khusus dalam pe-
nanganan anak berkebutuhan pendidikan UCAPAN TERIMA KASIH
khusus yang diawali dengan pretes dan di- Terima kasih kepada semua pihak yang
akhiri dengan pos-tes, menunjukkan bahwa telah membantu terselenggaranya penelitian dan
ke-30 guru sekolah inklusif secara kumulatif publikasi ini, terutama Dekan dan para Wakil
mencapai skor rata-rata 2,1 pada pre-tes dan Dekan FIP UNY dan Dewan Redaksi Cakra-
pos-tes mencapai skor rata-rata 3,03. Namun wala Pendidikan.
demikian, secara kumulatif telah mengalami
peningkatan sebesar 44,29%, tetapi belum DAFTAR PUSTAKA
memenuhi target standar minimal skor/bobot Kemmis, S. & McTaggart, R. 1988. The Action
3,5 atau nilai persentase yang dinyatakan Research Planner. (3nd. ed.). Victoria,
baik atau efektif yaitu mencapai 76%. Jadi, Australia: Deakin University.
masih diperlukan tindakan siklus ke-2, yaitu
dengan tindakan pendampingan pelaksanaan Bauwens, J., & Hourcade, J.J. 1995. Coope-
pembelajaran kolaboratif dalam penanganan rative Teaching: Rebuilding the school-
anak berkebutuhan pendidikan khusus. house for All Students. Austin, TX: Pro-
 Tindakan siklus ke-2 yang dilakukan dengan Ed. ED 383 130.
pendampingan pelaksanaan pembelajaran
kolaboratif telah meningkatkan kompetensi Bauwen, J., Hourcade, J.J., & Friend, M. 1989.
profesional pembelajaran kolaboratif dalam “Cooperative Teaching: A Model for Ge-
menangani anak berkebutuhan pendidikan neral and Special Education Integration”.
khusus yaitu ke-30 guru secara kumulatif Remedial and Special Education, 10 (2),
mencapai skor rata-rata dari skor 3,03 me- 17-22,EJ 390 640.
ningkat 37,62% menjadi skor rata-rata 4,17
dengan predikat baik dan telah melebihi

Cakrawala Pendidikan, Juni 2013, Th. XXXII, No. 2


306

Friend, M. 2000. “Myths and Misunderstan- Vaughn, S., et al. 2001. Intervention in School
dings about Professional Collaboration”. and Clinic[Online], vol 36, no.3, janu-ary
Remedial and Special Education, 21, 2001, dari http:\\www.ldonline. Diunduh
130-134. 3 Januari 2004.

Lopes, J.A., et al. 2004. “Teachers’ Perception Vaidya, W & Zaslavsky. 2000. “Inclusion
About Teaching Problem Students in Classrooms: Knowledge Versus Peda-
Regular Classrooms”. Education & gogy. Teacher education reform effort
Treatment of Children; Nov 2004; 27, 4; for”. Fall 2000;121,1; Proquest Educa-
ProQuest Education Journals pg. 394. tion Journals Pg.145.

McCormick, L., Noonan, M,J., Ogata,V., & Walker, Kay E & Ovington. 2007. Teacher-
Heck, R. 2001. “Co-Teacher Relationship teacher collaboration. dari http://www.
and Program Quality: Implication for cehs.wright.edu/resources/publication/eji
Preparing Teacher For Inclusive Pres- e/Winer_Spring_2007/HTML_Files/4
chool Settings”. Education and training Teacher -Teacher htm. Diunduh 12-12-
in mental retardation, 36, 119-132. 2007.

Pavri, S & Luftig, R. 2000. “The Social Face of Walther-Thomas, C.S, Korinek, L., Mc Laugh-
Inclusive Education; Are Students with lin,V.L.,& William,B.T. 2000. Colla -
Learning Disability Really Included in boration for Inclusive Education. Boston:
the Classroom?”. Preventing School Allyn & Bacon.
Failure; Fall 2000; 45,1; ProQuest Edu-
cation Journals. Pg 8. Weiner, Howard M. 2003. “Effective Inclusion
(Professional Development in Context
Stainback, W. & Stainback, S. 1990. Support of the Classroom)”. Teaching Exceptio-
Networks for Inclusive Schooling. Inde- nal Children Journal, 36, 12-18.
pendent Integrated Education. Baltimore:
Paul H. Brooks.

Stevens, Brenda, et all. 2007. What are Teach-


ers Doing Accommodate for Special Stu-
dents in the Classroom. dari http://www.-
ed. Wright edu/-prenick/Bredast.htm.
Diunduh pada tanggal 12-28-2007.

Peningkatan Kompetensi Guru Sekolah Inklusif dalam Penanganan Anak Berkebutuhan Pendidikan Khusus

You might also like