You are on page 1of 30

PRAKTIKUM KIMIA KLINIK

“Quality Control”

Nama Anggota:
Fitri Bella Mustika S 13171017
Fitri Rizky Nurjanah 13171018
Fitria Saraswati 13171019
Hana Hanifah F 13171020
Hellena M. Kartika 13171021
Iin Sutami 13171023
Joice Adriana 13171024

Kelompok : 4 / G1
Kelas : Ekstensi FA-1
Semester :7

SEKOLAH TINGGI FARMASI BANDUNG


2018
PRAKTIKUM PIPETASI DAN QULITY CONTROL
Pembagian Tugas Tim
Pembagian Kerja Nama Penanggungjawab
1. Manager
Tugas: Mengatur/mengkoordinir Fitria Saraswati
keseluruhan, membagi tugas

2. Bagian Persiapan
Tugas:
- Kelengkapan anggota/tim Hellena Kartika
- Persiapan sampel Hellena Kartika
- Ketersediaan sampel Joice Adriani
3. Bagian Perbekalan
Tugas: Ketersediaan reagen dan alat Hana Hanifah
4. Bagian Pelaksana Kerja
Tugas:
- Pemipetan Iin Sutami
- Pengukuran Fitri Rizky
Fitri Bella
- Perhitungan

Prosedur Kerja Pipetasi


Prosedur Kerja Nama Penanggungjawab
Penentuan panjang gelombang maksimum
1. Pembuatan larutan baku KMnO4 50 ppm Hellena Kartika
2. Penentuan panjang gelombang maksimum KMnO4 Fitri Rizky
Pengukuran absorbansi larutan standar
1. Pengukuran larutan baku KMnO4 pada () max Hana Hanifah
2. Dicatat hasil dan dirata-ratakan nilai absorban Fitri Bella
BAB I
PENDAHULUAN

A. TUJUAN PERCOBAAN
1. Memastikan kualitas mutu hasil dari pipetasi menggunakan pipet piston dan pipet
volume.
2. Mengetahui dan mengerti cara pembacaan Westgard multirule system dan dapat
menarik kesimpulan dari hasil yang diperoleh.

B. PRINSIP PERCOBAAN
Berdasarkan volume yang diambil oleh pipet volume dan mikropipet sesuai standar
deviasinya untuk melihat akurasi dan presisi dari hasil uji serta menginterpretasikan hasil
pemantapan mutu dengan menggunakan aturan Westgard multirule system.
BAB II
DASAR TEORI

A. Quality Control
Quality control dilakukan sebagai pemntau mutu untuk memastikan kualitas hasil.
Quality control bukan satu-satunya penjamin kualitas hasil.
Sumber kesalahan di laboratorium:

69% : Proses pre analitik


13% : Proses analitik
19% : Proses post analitik
Contoh proses pre analitik:
1. Identitas sampel (nama, jenis kelamin, jenis pemeriksaan)
2. Jenis sampel
3. Persyaratan sampel (puasa, jumlah)
4. Kualitas sampel (plasma ada bekuan, hemolisis)
5. Salah sampel
6. Salah program (salah volume)
7. Kontrol tidak masuk (tidak melakukan kontrol)
Contoh proses post analitik:
1. Salah transfer hasil
2. Salah memberikan hasil
Laboratorium kesehatan adalah sarana kesehatan yang melaksanakan pengukuran,
penetapan dan pengujian terhadap bahan yang berasal dari manusia/mahluk hidup untuk
menentukan jenis penyakit (menegakan diagnosa), kondisi kesehatan dan faktor lain yang
berpengaruh pada kesehatan perorangan dan masyarakat. Misalnya untuk menentukan
pengobatan, evaluasi hasil pengobatan dan keputusan lainnya.
Hasil laboratorium dikatakan bermutu tinggi (dapat diterima) apabila data hasil uji
laboratorium tersebut dapat memuaskan pelanggan dengan memperhatikan aspek-aspek
teknis seperti presisi (ketepatan dan akurasi (ketelitian yang tinggi dan data tersebut harus
terdokumentasi dengan baik sehingga dapat dipertahankan secara ilmiah.
Pemantapan Mutu Internal (PMI) yang dilakukan oleh laboratorium klinik untuk
mengendalikan mutu analisisnya setiap hari.
Dari bahan kontrol dapat dihitung:
1. Mean (nilai rerata)
Nilai rata-rata dari pemeriksaan, diluar nilai yang sudah ditentukan oleh pabrik
2. Presisi
Presisi atau ketelitian adalah kesesuaian atau kemiripan hasil-hasil pemeriksaan
berulang pada satu bahan pemeriksaan. Presisi dinyatakan dalam koevisien variasi
(CV) dalam bentuk persen, dimana semakin kecil nilai CV berarti semakin baik.
3. Akurasi
Akurasi atau ketepatan adalah kesesuaian antara hasil pemeriksaan dengan
nila benar/sebenarnya (true value). Penilaian akurasi tidak harus selalu tepat sama
dengan (true value) karena ada rentang nilai yang bisa digunakan sebagai standar.
Rentang nilai (range) tersebut didapatkan dari hasil pemeriksaan berulang yang
sihitung secara statistik berdasarkan standar deviasi (SD) dimana akurasi dianggap
bagus jika hasil pemeriksaan berada pada ± 2 SD.
Uji akurasi biasanya digunakan bahan kontrol yang nilaiya sudah diketahui
dan didapatkan dari perusahaan reagen yang digunakan dalam pemeriksaan (nilai
sudah ditentukan oleh pabrik).
B. Aturan Westgard Mutirule System
Interpretasi hasil pemantapan mutu biasanya dianalisis menggunakan aturan ”Westgard
Multirule System”. Westgard Multirule System dapat mendeteksi adanya kesalahan
dengan ketentuan yang sangat sensitif untuk kesalahan acak maupun kesalahan
sistematik.
Aturan Westgard Multirule System meliputi 12S, 13S, 22S, R4S, 41S, dan 10x dengan
ketentuan sebagai berikut:
1. 12S
Terdapat 1 kontrol berada lebih dari x ± 2SD (masih terdapat di daerah ± 3SD)
dikategorikan sebagai warning (tidak untuk menolak suatu proses pemeriksaan, perlu
analisis lebih seksama).
Gambar 3. Westgard multirule 1-2s
2. 13S

Hasil pemeriksaan satu bahan kontrol melewati batas x ± 3SD. Merupakan “ketentuan
penolakan” yang mencerminkan adanya kesalahan acak.

Gambar 4. Westgard multirule 1-3s


3. 22S

Hasil pemeriksaan 2 kontrol berturut-turut keluar dari batas yang sama yaitu x+2SD
atau x-2SD. Merupakan “ketentuan penolakan” yang mencerminkan adanya
kesalahan sistematik.

Gambar 5. Westgard multirule 2-2s


4. R4S

Ada perbedaan antara 2 hasil kontrol yang berturut-turut melebihi 4 SD (satu kontrol
diatas +2SD; lainnya dibawah -2SD). Merupakan “ketentuan penolakan” yang
mencerminkan kesalahan acak.

Gambar 6. Westgard multirule R-4s


5. 41S

Bila 4 kontrol berturut-turut naik atau turun dan keluar dari batas yang sama baik
x+2SD maupun x-2SD. Merupakan “ketentuan penolakan” yang mencerminkan
kesalahan acak dan sistematik.

Gambar 7. Westgard multirule 4-1s


6. 10x

Bila 10 kontrol berturut-turut berada pada pihak yang sama dari nilai tengah.
Merupakan “ketentuan penolakan” yang mencerminkan kesalahan sistematik.

Gambar 8. Westgard multirule 10x

Dalam proses analisis dikenal 3 jenis kesalahan:


1) Inherent random error, merupakan kesalahan yang hanya disebabkan oleh
limitasi metodik pemeriksaan.
2) Systematik shift (kesalahan sistematik), yaitu kesalahan yang terus-menerus
dengan pola yang sama. Hal ini dapat disebabkan oleh standar kalibrasi atau
instrumentasi yang tidak baik. Kesalahan ini berhubungan dengan akurasi.
3) Random error (kesalahan acak), yaitu kesalahan dengan pola yang tidak tetap.
Penyebab kesalahan ini adalah ketidak-stabilan, misalnya pada inkubasi, reagen,
pipet dan lain-lain, kesalahan ini berhubungan dengan presisi.
BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN

PRE-ANALITIK
A. Persiapan Reagent
 KMnO4

 Aquadest

B. Perhitungan Jumlah Kebutuhan Sampel Dan
Reagent Larutan baku KMnO4 50 ppm :

50 ppm = 50 g = 5000 g = 5 mg = 0,005 g


ml 100 ml 100 ml 100 ml

KMnO4= 0,005 g; Aquadest = 100 ml


Pembuatan larutan KMnO4 40 ppm:

V1. N1 = V1 . N2

V1. 50 ppm = 5mL . 40 ppm

V = 4 mL dipipet dari 50 ppm, ad 5 mL / tambah 1 mL aquadest

Pembuatan larutan KMnO4 30 ppm:

V1. N1 = V1 . N2

V1. 50 ppm = 5mL . 30 ppm

V = 3 mL dipipet dari 50 ppm, ad 5 mL / tambah 2 mL aquadest

Pembuatan larutan KMnO4 20 ppm :

V1. N1 = V1 . N2

V1. 50 = 5000 l . 20

V = 2000 l dipipet dari 50 ppm, ad 1000 l / tambah 3000 l aquadest


Pembuatan larutan KMnO4 10 ppm :

V1. N1 = V1 . N2

V1. 50 = 5000 l . 20

V = 2000 l dipipet dari 50 ppm, ad 1000 l / tambah 3000 l aquadest

C. Kelengkapan Alat
Peralatan yang digunakan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
 Bersih, kering

 Tidak mengandung bahan kimia dan terbuat dari bahan yang tidak mengubah zat
aktif

 Tidak retak/pecah, mudah dibuka dan ditutup rapat, ukuran sesuai dengan volume
yang dibutuhkan
Alat:
Nama alat Jumlah
Spektrofotometer UV-VIS 1
Kuvet 2
Pipet piston (Clinipette) / mikropipet 1000  l 1
Pipet gelas (volume pipette) 1 ml 1
Labu ukur 100 ml 1
Tabung reaksi 6
Rak tabung 1
Batang pengaduk 2
Beaker glass 100 ml 1
Bahan:
1. Aquadest
2. KMnO4 konsentrasi 10 ppm, 20 ppm, 30 ppm dan 40 ppm

D. Persiapan Teknik Pipetasi


Teknik Pipetasi yang Benar
1. Sebelum digunakan Thumb Knob sebaiknya ditekan berkali-kali untuk
memastikan lancarnya mikropipet.
2. Dimasukkan yang bersih ke dalam Nozzle/ujung mikropipet.
3. Ditekan Thumb Knob sampai hambatan pertama/first stop, jangan ditekan lebih
ke dalam lagi.
4. Dimasukkan tip ke dalam cairan yang akan dipipet.
5. Ditahan pipet dalam posisi vertikal kemudian dilepaskan tekanan dari Thumb
Knob maka cairan akan masuk ke tip.
6. Dipindahkan ujung tip ke tempat penampung yang diinginkan.
7. Ditekan Thumb Knob sampai hambatan kedua/second stop atau ditekan
semaksimal mungkin maka semua cairan akan keluar dari ujung tip.
Teknik pemipetan dan ketelitian sangat berpengaruh terhadap hasil yang akan
didapat. Untuk pemipetan sampel yang sangat kecil (< 50 μl) maka sisa sampel
yang menempel sedikit saja, akan sangat berpengaruh terhadap hasil pemeriksaan.

Gambar 9. Stop Pertama dan Stop Kedua

ANALITIK
A. Detail Prosedur Analisis
1. Pengukuran Absorbansi Larutan Standar
a. Dibuat larutan KMnO4 50 ppm (0,005 g KMnO4 dilarutkan dalam 100 ml
aquadest).
b. Diukur larutan baku KMnO4 pada λ= 546 nm.
c. Dicatat hasil yang diperoleh.
d. Dirata-ratakan nilai absorban tersebut (nilai ini adalah nilai absorban standar).
2. Prosedur Pipetasi dan QC
a. Dari larutan baku KMnO4 50 ppm, dibuat larutan KMnO4 kadar 40 ppm dengan
mengencerkan 4 mL larutan baku ditambah 1mL menggunakan pipet volume.
b. Dari larutan baku KMnO4 50 ppm, dibuat larutan KMnO4 kadar 30 ppm dengan
mengencerkan 3 mL larutan baku ditambah 2 mL menggunakan pipet volume.
c. Dari larutan baku KMnO4 50 ppm, dibuat larutan KMnO4 kadar 20 ppm dengan
mengencerkan 2000 µL larutan baku ditambah 3000 µL menggunakan mikro
pipet.
d. Dari larutan baku KMnO4 50 ppm, dibuat larutan KMnO4 kadar 10 ppm dengan
mengencerkan 1000 µL larutan baku ditambah 4000 µL menggunakan mikro
pipet.
e. Dibuat masing-masing 5 tabung untuk setiap larutan yang diencerkan.
f. Diukur masing-masing larutan dan dicatat absorbannya.
g. Dihitung masing-masing larutan dengan menggunakan larutan baku sebagai
standar.
h. Dihitung mean dari setiap konsentrasi dengan rumus X= ∑x/n
Keterangan : X= nilai rata-rata
∑= jumlah
x= nilai tiap pengamatan
N= jumlah pengamatan
g. Dihitung SD (standar deviasi)/penyimpangan dari tiap pengukuran dengan rumus
∑(x − 𝑥̅ )2
𝑆𝐷 = √
𝑛−1
Dihitung KV (Koefisien Variasi) dari tiap pengukuran dengan rumus
𝑆𝐷
𝐾𝑉 = × 100%
𝑥̅
Dari data yang diperoleh dibuat grafik pemantapan ketelitian dengan
ditentukannya batas peringatan (x + 2SD) dan batas kontrolnya (x + 3SD).

B. Detail Setting Alat


Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
a. Dibuat larutan KMnO4 kadar 50ppm dengan menimbang 0,005 gram KMnO4
dilarutkan dengan 100 ml aquadest = > sebagai larutan baku.
b. Dilakukan penentuan panjang gelombang maksimum pada daerah visibel 400 –
800 nm. (panjang gelombang() max KmnO4 = 546 nm).
c. Dicatat panjang gelombang maksimum yang didapat.

C. Teknik Analisis
Teknik analisis yang digunakan pada percobaan pipetasi adalah dengan
menentukan parameter validasi dari data yang diperoleh. Validasi hasil analisis
dilakukan untuk menjamin hasil yang didapatkan adalah valid dan terpercaya.
Beberapa parameter yang dapat digunakan untuk mengevaluasi validitas yaitu standar
deviasi (SD) atau koefisien variasi (CV).
Standar deviasi dapat ditentukan berdasakan standar deviasi blanko pada
standar deviasi residual garis regresi linear atau dengan standar deviasi intersep y
pada garis regresi. Standar deviasi atau simpangan baku menunjukkan tingkat atau
derajat variasi kelompok data dari rata-ratanya. Standar devias ini digunakan untuk
memperlihatkan seberapa besar perbedaan data yang ada dibandingkan dari rata-rata
data itu sendiri.
Sedangkan koefisien variasi adalah perbandingan antara simpangan standar
dengan nilai rata-rata yang dinyatakan dalam persentase. Guna dari koefisien varians
untuk mengamati variasi atau sebaran data dari meannya. Semakin kecil koefisien
variannya maka data semakin seragam (homogen), sebaliknya semakin besar
koefisien varians maka data semakin bervariasi (heterogen).
Dengan melihat nilai standar deviasi, dimana nilai SD yang kecil akan
menunjukkan bahwa pengukuran yang dilakukan tersebut memiliki presisi yang
tinggi. Presisi merupakan suatu parameter yang digunakan untuk melihat tingkat
kedekatan hasil uji pada sampel yang sama, artinya nilai yang dihasilkan tiap
pengulangan yang dilakukan tidak jauh berbeda. Parameter ini bertujuan memperoleh
data keterulangan yang didapat memenuhi syarat keterimaannya. Ukuran presisi yang
sering digunakan adalah standar deviasi. Nilai presisi mengacu pada sejumlah angka
signifikan yang digunakan atau sebaran bacaan berulang pada alat ukur.
BAB IV
HASIL PERCOBAN DAN PERHITUNGAN

A. POST-ANALITIK
Tabel 1. Hasil pengukuran absorbansi larutan standar KmnO4
Pengukuran Absorbansi (A)
Larutan baku KMnO4 50 ppm 0,650
Tabel 2. Hasil pengukuran absorbansi larutan KmnO4 40 ppm dengan pipet volume
Tabung Absorbansi Konsentrasi (C) (x- x̅ ) (x- x̅ )2
1 0,533 41 0,22 0,0484
2 0,511 39,3 -1,47 2,1609
3 0,542 41,69 0,91 0,8281
4 0,539 41,46 0,68 0,4624
5 0,526 40,46 -0,32 0,1024
x̅ = 40,784 ∑= 3,6022

Perhitungan konsentrasi tabung 1-5


Rumus :
𝐴 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝐶 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = × 𝐶 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟
𝐴 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟
0,533
1. 𝐶1 = × 50 𝑝𝑝𝑚 = 41,00 𝑝𝑝𝑚
0,650
0,511
2. 𝐶2 = × 50 𝑝𝑝𝑚 = 39,30 𝑝𝑝𝑚
0,650
0,542
3. 𝐶3 = × 50 𝑝𝑝𝑚 = 41,69 𝑝𝑝𝑚
0,650
0,539
4. 𝐶4 = × 50 𝑝𝑝𝑚 = 41,46 𝑝𝑝𝑚
0,650
0,526
5. 𝐶5 = × 50 𝑝𝑝𝑚 = 40,46 𝑝𝑝𝑚
0,650

Perhitungan SD dan KV

∑(x − 𝑥̅ )2 3,6022
𝑆𝐷 = √ =√ = 0,95
𝑛−1 4
𝑆𝐷
𝐾𝑉 = × 100%
𝑥̅
0,95
= × 100%
40,784

= 2,33%

Interpretasi Westgard multirule


x̅ + SD = 40,78 + 0,95 = 41,73 ppm
x̅ - SD = 40,78 – 0,95 = 39,83 ppm
x̅ + 2SD = 40,78 + 1,90 = 42,68 ppm
x̅ - 2SD = 40,78 – 1,90 = 38,88 ppm
x̅ + 3SD = 40,78 + 2,85 = 43,72 ppm
x̅ - 3SD = 40,78 – 2,85 = 37,93 ppm
Kesimpulan :
1. Nilai SD memenuhi syarat < 2
2. Nilai KV memenuhi syarat <10% artinya sampel homogen dan presisi

Tabel 3. Hasil pengukuran absorbansi larutan KmnO4 30 ppm dengan pipet volume
Tabung Absorbansi Konsentrasi (C) (x- x̅ ) (x- x̅ )2
1 0,388 29,85 -1,04 0,108
2 0,413 31,77 0,88 0,77
3 0,416 32 1,11 1,23
4 0,399 30,70 -0,19 0,04
5 0,392 30,15 -0,74 0,55
x̅ = 30,89 ∑= 3,67

Perhitungan konsentrasi tabung 1-5


Rumus :
𝐴 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝐶 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = × 𝐶 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟
𝐴 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟
0,388
6. 𝐶1 = × 50 𝑝𝑝𝑚 = 29,85 𝑝𝑝𝑚
0,650
0,413
7. 𝐶2 = × 50 𝑝𝑝𝑚 = 31,77 𝑝𝑝𝑚
0,650
0,416
8. 𝐶3 = × 50 𝑝𝑝𝑚 = 32 𝑝𝑝𝑚
0,650
0,399
9. 𝐶4 = × 50 𝑝𝑝𝑚 = 30,70 𝑝𝑝𝑚
0,650
0,392
10. 𝐶5 = × 50 𝑝𝑝𝑚 = 30,15 𝑝𝑝𝑚
0,650

Perhitungan SD dan KV

∑(x − 𝑥̅ )2 3,67
𝑆𝐷 = √ =√ = 0,96
𝑛−1 4

𝑆𝐷
𝐾𝑉 = × 100%
𝑥̅
0,96
= × 100%
30,89

= 3,11%
Interpretasi Westgard multirule
x̅ + SD = 30,89 + 0,96 = 31,85 ppm
x̅ - SD = 30,89 – 0,96 = 29,93 ppm
x̅ + 2SD = 30,89 + 1,92 = 32,81 ppm
x̅ - 2SD = 30,89 – 1,92 = 28,97 ppm
x̅ + 3SD = 30,89 + 2,88 = 33,77 ppm
x̅ - 3SD = 30,89 – 2,88 = 28,01 ppm

Interpretasi Westgard Multirule dengan Pipet volume


33.71

32.76

31.81

30.86
1 2 3 4 5
29.91

28.96

28.01

Sampel 30 ppm

Gambar 10. Interpretasi Westgard Multirule Larutan KMnO4 dengan Pipet volume
Kesimpulan :
1. Nilai SD memenuhi syarat < 2
2. Nilai KV memenuhi syarat <10% artinya sampel homogen dan presisi

Tabel 5. Hasil pengukuran absorbansi larutan KMnO4 20 ppm dengan Mikro pipet
Tabung Absorbansi Konsentrasi (C) (x- x̅ ) (x- x̅ )2
1 0,256 19,692 -0,969 0,939
2 0,252 19,385 -1,276 1,628
3 0,255 19,615 -1,046 1,094
4 0,285 21,923 1,262 1,593
5 0,295 22,692 2,031 4,125
x̅ = 20,661 ∑= 9,379

Perhitungan konsentrasi tabung 1-5


Rumus :
𝐴 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝐶 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = × 𝐶 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟
𝐴 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟
0,256
1. 𝐶1 = × 50 𝑝𝑝𝑚 = 19,692 𝑝𝑝𝑚
0,650
0,252
2. 𝐶2 = × 50 𝑝𝑝𝑚 = 19,385 𝑝𝑝𝑚
0,650
0,255
3. 𝐶3 = × 50 𝑝𝑝𝑚 = 19,615 𝑝𝑝𝑚
0,650
0,285
4. 𝐶4 = × 50 𝑝𝑝𝑚 = 21,923 𝑝𝑝𝑚
0,650
0,295
5. 𝐶5 = × 50 𝑝𝑝𝑚 = 22,692 𝑝𝑝𝑚
0,650

Perhitungan SD dan KV

∑(x − 𝑥̅ )2 9,379
𝑆𝐷 = √ =√ = 1,53
𝑛−1 4

𝑆𝐷
𝐾𝑉 = × 100%
𝑥̅
1,53
= × 100%
20,661
= 7,41%

Interpretasi Westgard multirule


x̅ + SD = 20,66 + 1,53 = 22,19 ppm
x̅ - SD = 20,66 – 1,53 = 19,13 ppm
x̅ + 2SD = 20,66 + 3,06 = 23,72 ppm
x̅ - 2SD = 20,66 – 3,06 = 17,60 ppm
x̅ + 3SD = 20,66 + 4,59 = 25,25 ppm
x̅ - 3SD = 20,66 – 4,59 = 16,07 ppm
Kesimpulan :
1. Nilai SD memenuhi syarat < 2
2. Nilai KV memenuhi syarat <10% artinya sampel homogen dan presisi

Tabel 6. Hasil pengukuran absorbansi larutan KMnO4 dengan Mikro pipet


Tabung Absorbansi Konsentrasi (C) (x- x̅ ) (x- x̅ )2
1 0,177 13,6 -0,46 0,212
2 0,177 13,6 -0,46 0,212
3 0,178 13,7 -0,36 0,130
4 0,177 13,6 -0,46 0,212
5 0,205 15,8 1,74 3,030
x̅ = 14,06 ∑= 3,8

Perhitungan konsentrasi tabung 1-5


Rumus :
𝐴 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝐶 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = × 𝐶 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟
𝐴 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟
0,177
6. 𝐶1 = × 50 𝑝𝑝𝑚 = 13,6 𝑝𝑝𝑚
0,650
0,177
7. 𝐶2 = × 50 𝑝𝑝𝑚 = 13,6 𝑝𝑝𝑚
0,650
0,178
8. 𝐶3 = × 50 𝑝𝑝𝑚 = 13,7 𝑝𝑝𝑚
0,650
0,177
9. 𝐶4 = × 50 𝑝𝑝𝑚 = 13,6 𝑝𝑝𝑚
0,650
0,205
10. 𝐶5 = × 50 𝑝𝑝𝑚 = 15,8 𝑝𝑝𝑚
0,650

Perhitungan SD dan KV

∑(x − 𝑥̅ )2 3,8
𝑆𝐷 = √ =√ = 0,49
𝑛−1 4

𝑆𝐷
𝐾𝑉 = × 100%
𝑥̅
0,49
= × 100%
14,04

= 3,49%

Interpretasi Westgard multirule


x̅ + SD = 14,06 + 0,49 = 14,55 ppm
x̅ - SD = 14,06 – 0,49 = 13,57 ppm
x̅ + 2SD = 14,06 + 0,98 = 15,04 ppm
x̅ - 2SD = 14,06 – 0,98 = 13,08 ppm
x̅ + 3SD = 14,06 + 1,47 = 15,53 ppm
x̅ - 3SD = 14,06 – 1,47 = 12,59 ppm
x̅ + 4SD = 14,06 + 1,96 = 16,02 ppm
x̅ - 4SD = 14,06 – 1,96 = 12,10 ppm

Interpretasi Westgard Multirule


dengan Pipet volume
16.02
15.53
15.04
14.55
14.06
13.57 1 2 3 4 5
13.08
12.59
12.1

Sampel 10 ppm

Gambar 10. Interpretasi Westgard Multirule Larutan KMnO4 dengan Pipet volume
Kesimpulan :
1. Nilai SD memenuhi syarat < 2
2. Nilai KV memenuhi syarat <10% artinya sampel homogen dan presisi
BAB V PEMBAHASAN

Praktikum kedua kimia klinik dilakukan dengan pipetasi terlebih dahulu kemudian
dilanjutkan quality kontrol dengan metode Westgard Multirule System. Dalam percobaan kali
ini, nilai absorbansi yang didapatkan pada percobaan pipetasi akan di kualifikasi berdasarkan
nilai SD dan KV nya. Nilai standar deviasi (SD) digunakan untuk mengetahui akurasi yang
didapatkan. Akurasi adalah ukuran seberapa dekat suatu angka hasil pengukuran terhadap
angka sebenarnya (true value atau reference value). Presisi adalah ukuran seberapa dekat suatu
hasil pengukuran satu dengan yang lainnya dengan parameter Koefisien Variasi (KV) dalam
bentuk persen. Makin kecil nilai KV yang didapatkan, maka ketelitian makin baik.
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh hasil berikut:

Tabel 7. Perbandingan Standar Deviasi dan Koefesien variasi tiap metode


No Konsetrasi dan pipet yang digunakan SD KV (%)
1 10 ppm (pipet piston) 0,49 3,49
2 30 ppm (pipet volume) 0,95 3,1

Pada pipetasi dengan menggunakan pipet volume menunjukan nilai SD dan KV masih
sesuai dengan kriteria ketelitian yang baik. Nilai koefisien variasi (KV) < 10% dan dapat
dikatakan mempunyai presisi yang baik. Jadi dapat dinyatakan bahwa pipetasi pengujian kali
ini mempunyai presisi baik, karena KV <10%. Dilihat dari nilai standar deviasi dan koefisien
variasi yang diperoleh pada metode pipet piston dan metode pipet volume menunjukkan
bahwa penggunaan pipet piston relatif lebih baik dibanding dengan metode pipet volume. Hal
ini dikarenakan volume larutan yang akan diambil dapat kita tentukan terlebih dahulu pada alat
pengatur volume yang berada didalam pipet piston sehingga volume yang diambil akan
menghasilkan hasil volume yang lebih teliti dan benar. Dengan kata lain penggunaan pipet
piston lebih akurat dibandingkan dengan pipet volume.
Dalam penggunaan pipet piston ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar
penggunaan pipet piston ini lebih optimal, yaitu:
1. Konsisten speed dan kelancaran saat menekan dan melepaskan tombolnya
2. Konsisten tekanan pada plunger pada pertama
3. Konsisten dan cukup saat memasukkan tip ke dalam cairan
4. Posisi tip pada cairan “Posisinya Hampir Vertikal” dari pipet
5. Menghindari semua gelembung udara
6. Mengambil cairan dengan posisi tegak lurus atau tidak miring.
Hasil percobaan yang telah dilakukan sangat dipengaruhi oleh keterampilan praktikan
saat melakukan pipetasi dan pengenceran. Pipetasi menggunakan pipet volume yang tidak
tepat dalam pembacaan skala volumenya akan mengakibatkan nilai pengukuran menjadi salah,
pengukuran dapat bertambah maupun berkurang dari nilai sebenarnya. Pada pipet volume
harus tepat dalam pembacaan skala sedangkan pada pipet piston harus diperhatikan hal-hal
yang sebelumnya telah disebutkan diatas agar diperoleh hasil yang optimal. Seharusnya
pemipetan dilakukan oleh satu orang yang sama untuk semua pengenceran. Kemudian pada
saat praktikum berlangsung, sampel yang ada di tempat seperti pada saat pengenceran yang
terletak di dalam labu ukur, tidak boleh terkena sinar matahari langsung. Maka dari itu KMnO4
yang berada didalam labu ukur, harus dibalut dengan alumunium foil atau benda lain untuk
menutupinya dari cahaya lain atau sebaiknya dilakukan di tempat yang tidak dimasuki oleh
sinar matahari. Hal ini disarankan agar senyawa dalam sampel tidak terdenaturasi/terurai pada
saat prosesnya untuk diuji di dalam spektrofotometer.
Setelah menghitung SD dan KV, selanjutnya dilakukan interpretasi dengan Westgard
multirule system dengan menghitung nilai batas peringatan dan batas kontrol yang diperoleh
dari: X ̅+SD ,X ̅ +2SD, X ̅+3SD, X ̅−SD, X ̅−2SD, dan X ̅ −3SD. Tujuan dari menghitung nilai
batas peringatan dan batas kontrol adalah untuk memantapkan nilai ketelitian dari pipet
tersebut yang akan diplot pada grafik sehingga dapat mengetahui hasil pengujian yang telah
dilakukan. Seluruh pemeriksaan dari satu seri dinyatakan ditolak, apabila hasil pemeriksaan

terdapat 13S, 22S, R4S, 41S, dan 10x, serta peringatan jika terdapat 12s.
Interpretasi Westgard Multirule dengan Pipet volume
33.71

32.76

31.81

30.86
1 2 3 4 5
29.91

28.96

28.01

Sampel 30 ppm

Interpretasi Westgard multirule percobaan dengan pipet volume

Interpretasi Westgard Multirule dengan


Pipet volume
16.02
15.53
15.04
14.55
14.06
13.57 1 2 3 4 5
13.08
12.59
12.1

Sampel 10 ppm

Interpretasi Westgard multirule percobaan dengan pipet piston

Jika dilihat dari hasil grafik pipet volume menunjukan grafik tersebut tidak berada
dalam 12s, 13S, 22S, R4S, dan 41S. Sedangkan pada grafik pipet piston terdapat 14s yang
merupakan adanya penolakan. Ketentuan 12S artinya terdapat 1 kontrol berada lebih dari
x±2SD, dikategorikan sebagai peringatan (tidak untuk menolak suatu proses pemeriksaan,
perlu analisis lebih seksama/pengujian ulang). Sedangkan 13S artinya hasil pemeriksaan satu
bahan kontrol melewati batas x±3SD. Merupakan “ketentuan penolakan” yang mencerminkan
adanya kesalahan acak. Kemudian nilai 22S artinya hasil pemeriksaan 2 kontrol berturut-turut
keluar dari batas yang sama yaitu x±2SD. Merupakan “ketentuan penolakan” yang
mencerminkan adanya keslahan sistematik. Sedangkan ketentuan R4S artinya ada perbedaan
antara 2 hasil kontrol yang berturut-turut melebihi 4 SD (satu kontrol diatas +2SD, lainnya
dibawah -2SD). Merupakan “ketentuan penolakan” yang mencerminkan kesalahan acak.
Sehingga dari hasil percobaan pipetasi yang kemudian dilanjutkan dengan interpretasi data
menggunakan Westgard multirule system dari 2 konsentrasi dimana 30 ppm menggunakan
pipetasi volume dan 10 ppm menggunakan pipetasi piston yang dilakukan dapat disimpulkan
bahwa nilai yang dihasilkan pada pengujian pipetasi menggunakan pipet volume masih berada
dalam ketentuan yang baik atau dapat diterima karena tidak melanggar aturan Westgard
multirule system dibandingkan pipet piston.
BAB VI KESIMPULAN

Dari hasil percobaan yang telah dilakukan pada praktikum kimia klinik mengenai
pipetasi dan quality control kali ini dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1. Pipetasi dilakukan menggunakan pipet volume dan pipet piston dengan mengencerkan
larutan baku KMnO4 50 ppm menjadi larutan KMnO4 30 ppm dan 10 ppm yang kemudian
diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV-Vis.
2. Hasil perhitungan nilai SD (standar deviasi) dan KV (koefisien variasi) dari pipet volume
dan pipet adalah sebagai berikut:
 Pipet volume SD = 0,96 ppm ; KV= 3,11 %
 Pipet piston SD = 0,49 ppm ; KV= 3,49%
 Persyaratan= KV < 10%. Semakin kecil nilai SD (menunjukkan akurasi) dan KV
(menunjukan presisi) maka semaikin baik hasil yang diperoleh. Dari hasil disimpulakn
pipetasi yang dilakukan praktikan menggunakan pipet volume lebih baik dibanding
dengan menggunakan pipet piston.
3. Hasil quality control pipetasi mengguakan pipet volume memenuhi persyaratan karena
tidak melanggar aturan Westgard Multirule System. Dimana dari 6 kontrol yang
dilakukan tidak terjadi peringatan dan penolakan.
DAFTAR PUSTAKA

Cairns, D. 2009. Intisari Kimia Farmasi. Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta.
Gholib, I. dan R. Abdul. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Penerbit Pustaka Pelajar.
Yogyakarta.
Hamdani, S. 2013. Penggunaan Pipet Volume Dengan Piller. Tersedia
di:http://catatankimia.com/catatan/penggunaan-pipet-volume-dengan
piller.html. [diakses tgl 15 September 2018].
Nafarin, M. 2007. Penganggaran perusahaan. Edisi Ketiga. Penerbit Salemba Empat.
Jakarta.
Serra. 2010. Alat-alat Laboratorium. Tersedia di: http://antiserra.wen.su/alkes.html
[diakses tgl15 September 2018)].
LAMPIRAN

3.

4.
5.

Pipet Piston Pipet volume dan filling bulb

Penimbangan Larutan baku KMnO4 Pipetasi menggunakan


KMnO4 50ppm Pipet Volume

Pipetasi menggunakan Larutan KMnO4 10 ppm


Pipet Piston

You might also like