You are on page 1of 9

BAB II

MENGHITUNG SAMBUNGAN

Sebelum membuat antena, kita perlu melakukan perhitungan sambungan antara access
point dan antena. Adapun beberapa perhitungan yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut:

A. Perhitungan Daya
Teknik terpenting untuk menghitung daya adalah melakukan perhitungan dengan
desibel (dB). Tidak ada teori fisika baru dibelakang dB, ini hanyalah cara yang dikembangkan
agar proses perhitungan menjadi sangat sederhana. Desibel (Lambang Internasional = dB)
adalah sebuah unit tanpa dimensi, yang di defisinikan berupa hubungan antara dua daya yang
kita ukur. Satu desibel ekuivalen dengan sepersepuluh Bel. Huruf "B" pada dB ditulis dengan
huruf besar karena merupakan bagian dari nama penemunya, yaitu Bell. Desibel juga
merupakan sebuah unit logaritmis untuk mendeskripsikan suatu rasio. Untuk mengukur rasio
dengan menggunakan dB dapat digunakan logaritma. Desibel didefinisikan sebagai:
dB = 10 * log (P1 / P0)

dimana P1 dan P0 adalah dua nilai yang akan kita bandingkan. Dalam kasus yang kita
tangani, nilai tersebut adalah daya.

Semua radio akan mempunyai daya pancar tertentu. Daya pancar ini menentukan
energi yang ada sepanjang lebar bandwidth tertentu. Biasanya di ukur dengan salah satu
satuan berikut:
dBm – daya relative terhadap satu (1) milliwatt
W – daya linier sebagai Watts

Hubungan antara dBm dan Watts dapat dihitung melalui persamaan berikut:
Daya (dBm) = 10 x log[Daya (W) / 0.001W]

Daya (W) = 0.001 x 10^[Daya (dBm) / 10 dBm]

Mungkin Anda bertanya-tanya, mengapa desibel menjadikan proses perhitungan


menjadi mudah? Banyak fenomena alam terjadi dalam bentuk-bentuk exponensial. Sebagai
contoh, telinga manusia akan merasakan suara dua kali suara yang lain jika suara tersebut
secara fisik sepuluh kali lebih besar. Contoh lain, yang cukup dekat dengan apa yang kita akan
bahas, adalah absorpsi/serapan. Misalnya ada sebuah tembok pada jalur sambungan wireless.
Setiap meter dari tembok akan mengambil setengah dari sinyal yang tersedia. Hasil
perhitungan akan sebagai berikut:
0 meter = 1 (full signal)
1 meter = 1/2
2 meter = 1/4
3 meter = 1/8
4 meter = 1/16
n meter = 1/2^n = 2^-n
Hal ini merupakan perilaku exponensial.
Jika kita telah mulai terbiasa dengan trik perhitungan menggunakan logaritma (log),
maka segala sesuatu akan menjadi lebih mudah, dari pada mengambil pangkat n, kita cukup
mengalikan dengan n. Daripada mengalikan nilai, kita cukup menambahkan nilai. Berikut
adalah beberapa nilai yang sering penting untuk di ingat:
+3 dB = daya dobel
-3 dB = daya setengah
+10 dB = daya sepuluh kali lebih besar
-10 dB = daya seper sepuluh kali lebih
kecil

Contoh lain dari unit yang tanpa dimensi adalah persen (%) yang juga digunakan
dalam banyak besaran dan angka. Memang hasil pengukuran seperti meter atau gram adalah
tetap, tapi unit tanpa dimensi memperlihatkan sebuah hubungan. Lebih lanjut tentang unit
tanpa dimensi dB, ada besaran relatif yang berbasis pada besaran P0 tertentu. Yang sangat
relevan dengan apa yang kita akan gunakan adalah:
dBm relatif ke P0 = 1 mW
dBi relatif ke antenna isotropik yang ideal

Antena isotropik adalah sebuah antena ideal yang mendistribusikan daya secara merata
ke segala arah. Antena isotropik dapat di dekati dengan sebuah dipole, tapi sebuah antena
isotropik tidak mungkin dapat dibuat pada kenyataannya. Sebuah model antena isotropik
sangat bermanfaat untuk menjelaskan penguatan relatif sebuah antena di dunia nyata.
Cara yang umum digunakan untuk mengekspresikan daya adalah dalam miliwatt
(mW). Berikut adalah ekuivalen daya yang di ekspresikan dalam miliwatt (mW) dan dBm.
1 mW = 0 dBm
2 mW = 3 dBm
100 mW = 20 dBm
1 W = 30 dBm

B. Redaman Udara Bebas ( Free Space Loss)

Redaman ruang bebas (Free Space Loss) didefinisikan sebagai redaman


yang dihasilkan oleh suatu media transmisi, berupa ruang bebas, sebagai akibat
dari penyebaran energi sinyal yang dipancarkan. Pada saat sinyal meninggalkan antena, sinyal
akan berpropagasi atau lepas ke udara. Antena yang kita gunakan akan menentukan
bagaimana propagasi akan terjadi. Pada frekuensi 2.4 GHz sangat penting sekali untuk
menentukan agar jalur antara dua antena ini tidak ada penghalang. Kita kemungkinan besar
akan melihat adanya degradasi dari sinyal yang berpropagasi di udara jika ada hambatan di
jalur. Pohonan, bangunan, tiang PLN, tower, gunung semua merupakan contoh dari
penghalang. Tetapi sebagian besar redaman dalam sistem wireless adalah redaman karena
sinyal harus merambat diudara. Pada saat sinyal radio berpropagasi di udara akan mengalami
redaman dari udara. Besarnya redaman yang terjadi dapat dihitung secara empiris. Dua
parameter utama yang dibutuhkan untuk menghitung FSL, yaitu:
• Frekuensi Kerja (MHz)
• Jarak antar Antena (Miles)

Persamaan dari redaman Free Space (Free Space Loss / FSL) adalah sebagai berikut:
Free Space Loss (dB) = 36.6 + 20 Log10 F + 20 Log10 D
dimana D adalah jarak dalam mil dan F adalah frekuensi kerja dalam Mhz.
Free Space Loss (dB) = 32.5 + 20log(D) + 20log(F)
dimana D adalah jarak dalam km dan F adalah frekuensi kerja dalam Mhz.
Free Space Loss (dB) = 92.5 + 20log(D) + 20log(F)
dimana D adalah jarak dalam km dan F adalah frekuensi kerja dalam Ghz.
Contoh Free Space Loss pada jarak satu (1) km pada frekuensi 2.4 GHz adalah:
FSL (dB) = 32.45 + 20Log10(2400) + 20Log10(1)
= 32.45 + 67.6 + 0
= 100.05 dB
100+ dBm Free Space Loss (FSL) lumayan tinggi. Mengingat Effective Isotropic Radiated
Power (EIRP) yang di ijinkan untuk terbang dari antena hanya 30-36 dBm. Oleh karenanya
kita melihat sekitar –70 sampai –80 dBm daya yang di terima. Cukup sempit margin yang ada
mengingat sensitifitas penerima hanya sekitar -85 dBm.
Tabel Free Space Loss pada frekuensi 2.4GHz untuk beberapa jarak yang banyak
digunakan di RT/RW-net dilampirkan di bawah ini.
Jarak Free Space Loss (dB)
(km)
1 99.8
2 105.8
3 109.8
4 112.2
5 114.0
6 115.6
7 116.9

C. Sistem Operating Margin (SOM)


System Operating Margin (SOM) merupakan perhitungan selisih antara sinyal yang di
terima dengan sensitifitas penerima.
Tampak pada gambar adalah perhitungan System Operating Margin (SOM). Ada
banyak parameter input yang dibutuhkan, sementara ada tiga output yang dihasilkan, yaitu:
• Level sinyal RX (dBm)
• Free Space Loss (dB)
• Theoretical System Operating Margin (dB)

Pastikan kita mempunyai paling tidak 10-15 dB System Operating Margin (SOM)
untuk memberikan sedikit ruang bagi sinyal yang naik turun / fading. Untuk dapat
menghitung ke tiga (3) output tersebut, kita perlu memasukan parameter-parameter berikut,
yaitu:
• Frequency (MHz) yang digunakan pada komunikasi.
• Distance (Miles) antara dua stasiun.
• TX Power (dBm), WLAN biasanya mempunyai daya sekitar 30-100mW.
• TX Cable Loss (dB), redaman di kabel coax & konektor antara pemancar ke antena.
Sebaiknya tidak menggunakan coax sama sekali, hubungan antara antena dan
pemancar hanya menggunakan pigtail yang tidak lebih dari satu (1) meter.
• TX Antena Gain (dBi)
• Free Space Loss (FSL)
• RX Antenna Gain (dBi)
• RX Cable Loss (dB), redaman di kabel coax dari antena ke penerima.
• RX Sensitivity (dBm), sensitivitas penerima.
Setelah kita mempunyai semua data/parameter yang dibutuhkan kita dapat menghitung
System Operating Margin (SOM) untuk meyakinkan bahwa sistem yang kita kerjakan akan
bekerja secara benar. Kita dapat menggunakan rumus:
SOM = Rx signal level - Rx sensitivity

Sementara sinyal yang di terima (Rx signal level) dapat dihitung dengan
menambahkan dan mengurangi daya pancar (TX power) dengan berbagai parameter yang ada
dalam sebuah persamaan yang sederhana, yaitu:
Rx signal level = Tx power - Tx cable loss + Tx antenna gain –
FSL
+ Rx antenna gain - Rx cable loss

Umumnya semua data yang dibutuhkan ada di manual/spesifikasi peralatan yang kita
gunakan. Jika tidak maka di perintah iwconfig di Linux dapat dengan mudah melihat
parameter TX power yang kita gunakan. Umumnya card WLAN mempunyai daya sekitar 15-
20 dBm (sekitar 30-100mW). Pastikan minimal kita mempunyai 10-15 dB operating margin
untuk memberikan tempat yang aman bagi fading, refleksi, multipath pada sinyal radio.

E. Fresnel Zone Clearance


Perhitungan Fresnel Zone Clearence (FZC) dilakukan untuk mengetahui berapa
ketinggian minimal yang perlu disediakan agar antena dapat bekerja dengan baik. Teori
Fresnel Zone digunakan untuk mengkuantifikasi Radio Line of Sight. Radio LOS
berhubungan dengan kemampuan penerima radio untuk “melihat” sinyal dari pemancar radio.
Bayangkan sebuah Fresnel Zone sebagai lorong berbentuk bola rugby dengan antena
pemancar dan penerima di ujung-ujungnya. Teori sesungguhnya dari Fresnel Zone sebetulnya
cukup kompleks. Tapi konsep Fresnel cukup mudah untuk dipahami, kita mengetahui dari
prinsip Huygens bahwa setiap titik dari barisan gelombang adalah tempat berawalnya
gelombang sirkular. Kita mengetahui bahwa pancaran gelombang mikro akan melebar saat dia
meninggalkan antena. Kita juga tahu bahwa gelombang pada satu frekuensi akan
berinterferensi satu sama lain.

Dari sudut yang sederhana, Teori Fresnel zone melihat garis lurus antara A dan B, dan
ruang di sekitar garis lurus tersebut untuk melihat apa yang akan terjadi pada saat sinyal
sampai di B. Beberapa gelombang akan merambat langsung dari A ke B, beberapa lainnya
akan merambat keluar garis lurus. Akibatnya jalur yang di tempuh menjadi lebih panjang, hal
ini menimbulkan perbedaan fasa antara sinyal yang langsung dengan yang tidak langsung.
Pada saat perbedaan fasa adalah satu panjang gelombang, kita akan melihat interferensi
konstruktif, sinyal pada dasarnya bertambah. Melihat kondisi ini dan menghitung, kita akan
melihat adanya daerah lingkaran sekitar garis lurus antara A dan B yang akan berkontribusi
terhadap sinyal yang tiba di B.
Perlu di catat bahwa ada banyak kemungkinan Fresnel zone, tapi kita hanya akan
fokus pada wilayah/zone satu (1) saja. Jika di wilayah zone 1 terhalang oleh penghalang,
seperti, pohon atau bangunan, maka sinyal yang akan tiba di ujung yang akan semakin kecil.

Pada saat kita membuat hubungan wireless, kita perlu memastikan bahwa
wilayah/zone tersebut bebas dari hambatan. Tentunya saja tidak ada yang sempurna, dalam
jaringan wireless biasanya kita memastikan bahwa 60 persen dari radius dari Fresnel zone
yang pertama bebas dari penghalang.

Berikut adalah rumus untuk menghitung Fresnel zone yang pertama:


r = 17.31 * sqrt((d1*d2)/(f*d))
Keterangan : r = jari-jari (m)
d1 = jarak dari penghalang ke ujung1 dari sambungan wireless (m)
d2 = jarak dari penghalang ke ujung 2 dari sambungan wireless (m)
d = jarak total sambungan (m)
f = frekuensi (Mhz)
Perlu di catat bahwa rumus di atas akan memberikan jari-jari/radius dari zone, bukan
ketinggian dari atas tanah. Untuk menghitung ketinggian dari atas tanah, kita perlu
mengurangi dari ketinggian garis lurus antara dua tower wireless yang saling berhubungan.
Sebagai contoh, kita hitung jari-jari Fresnel zone yang pertama di tengah sambungan wireless
yang panjangnya 2 km, bekerja pada frekuensi 2.437 GHz:
r = 17.31 sqrt((1000 * 1000) / (2437 * 2000))
r = 17.31 sqrt(1000000 / 4874000)
r = 7.84 meter

Jika kita asumsikan ke dua tower di kedua ujung tingginya 10 meter, maka Fresnel zone yang
pertama akan berada sekitar 2.16 meter di atas tanah pada lokasi tengah-tengah sambungan.
Berapa ketinggian bangunan pada titik tersebut jika 60% dari Fresnel zone yang pertama
harus bebas hambatan?
r = 0.6 * 17.31 sqrt((1000 * 1000) / (2437 * 2000))
r = 0.6 * 17.31 sqrt(600000 / 4874000)
r = 4.70 meter

bagikan hasil di atas ke 10 meter, kita dapat melihat bahwa sebuah bangunan dengan
ketinggian 5.3 meter di tengah sambungan akan memblok sampai 40% dari Fresnel zone yang
pertama. Hal ini biasanya dapat di terima, tapi untuk memperbaiki kondisi sambungan kita
perlu menaikan antena lebih tingi, atau mengubah arah sambungan untuk menghindari
penghalang.
Beberapa orang menggunakan consensus bahwa jika 60% dari Fresnel Zone di tambah
tiga meter bebas dari halangan maka Radio LOS baik. Sebagian mengapopsi bahwa harus
80% dari Fresnel Zone tida ada yang menghalangi untuk memperoleh Radio LOS yang baik.
Jika ada halangan di wilayah Fresnel Zone maka performance system akan terganggu.
Beberapa efek yang akan terjadi adalah:
1. Reflection (Refleksi). Gelombang yang menabrak merambat menjauhi bidang datar &
mulus yang di tabrak. Multipath fading akan terjadi jika gelombang yang datang
secara langsung menyatu di penerima dengan gelombang pantulan yang juga datang
tapi dengan fasa yang berbeda.
2. Refraction (Refraksi). Gelombang yang menabrak merambat melalui bidang yang
dapat memudarkan (scattering) pada sudut tertentu. Pada frekuensi di bawah 10GHz
kita tidak terlalu banyak terganggu oleh hujan lebat, awan, kabut dsb. Redaman pada
2.4GHz pada hujan 150mm/jam adalah sekitar 0.01dB/km.
3. Diffraction (Difraksi). Gelombang yang menabrak melewati halangan dan masuk ke
daerah bayangan.
Untuk memperoleh Line of Sight yang baik, minimal sekali 60% dari Fresnel Zone
yang pertama di tambah tiga meter harus bebas dari berbagai hambatan/rintangan. Sebagai
gambaran, clearence yang dibutuhkan untuk beberapa jarak antara pemancar dan penerima
dapat dilihat pada tabel berikut.

80% FZC
Jarak (km)
(m)
1 4.32
2 6.20
3 7.80
4 8.94
5 9.96
6 10.88
7 11.73
10 14.08
15 17.25
20 19.92
30 24.39
Clearance ini menentukan tinggi antena minimal yang perlu di siapkan agar sinyal
dapat di terima dengan baik di penerima. Untuk memperoleh sinyal yang baik, ketinggian
tower biasanya lebih tinggi daripada clearence di atas. Untuk jarak sekitar 4 km dibutuhkan
tower dengan ketinggian 10 meter-an.

You might also like