Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh :
22010117220111
Pembimbing :
SEMARANG
2017
HALAMAN PENGESAHAN
Pembimbing
PENDAHULUAN
Kemampuan menjaga jalan napas tetap bebas merupakan keterampilan yang harus
dimiliki dalam pengelolaan pasien kritis dan untuk melakukan tindakan anestesi yang
aman.
Pada penderita gawat darurat menjaga jalan napas tetap bebas merupakan prioritas
utama. Kegagalan oksigenasi merupakan pembunuh tercepat. Kematian dini karena jalan
napas disebabkan :
Henti napas primer (respiratory arrest) dapat disebabkan oleh banyak hal
misalnya serangan stroke, keracunan obat, tenggelam, inhalasi asap/uap/gas, obstruksi
jalan napas oleh benda asing, tesengat listrik, tersambar petir, serangan infark jantung,
radang epiglotis, tercekik (suffocation), trauma dan lain-lainnya.
Pada contoh laporan kasus ini, pasien perempuan usia 77 tahun dengan penurunan
kesadaran akibat stroke non hemoragik dengan tindakan pengelolaan jalan napas di
Instalasi Gawat Darurat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
b. Faring
Cavum nasi dan cavum oris dihubungkan dengan laring dan esophagus oleh
faring. Faring merupakan suatu musculo facial tube yang dapat dibagi menjadi
nasofaring, orofaring, dan hipofaring. Nasofaring dan orofaring dipisahkankan oleh
palatum, orofaring, dan hipofaring oleh epiglottis. Faring diinervasi N.IX
(glossopharyngeal) dan N. X (vagus).
c. Laring
Laring pada orang dewasa terletak antara vertebra cervical 3 sampai 6. Laring
disusun oleh otot,ligament, dan kartilago. Pita suara dibentuk dari ligament tiroaritenoid
dan merupakan bagian tersempit pada jalan napas orang dewasa. Laring diinervasi oleh
N. superior laryngeal dan N. recurrent laryngeal yang merupakan percabangan dari N. X
(Vagus). Hambatan yang sering terjadi karena obstruksi benda asing, laringospasme, dan
oedem mukosa.
d. Trakea
Trakea dimulai dari vertebra cervical 6 sampai carina yang rata-rata setinggi
vertebra thorakal 5. Panjang trakea 10-15 cm dan diperkuat oleh 16-20 cincin kartilago.
Hambatan jalan napas yang sering terjadi karena obstruksi benda asing.1
2.2 Menilai Jalan Napas
Pada pasien kritis jalan napas harus bebas. Untuk menilai hambatan jalan napas
harus menggunakan indera yang kita miliki. Kita lihat (look), dengar (listen), dan rasakan
(feel).
Tanda-tanda obstruksi total jalan nafa atas, serupa dengan obstruksi parsial, akan tetapi
gejalanya lebih hebat dan stridor justru menghilang :
Obstruksi jalan napas total harus segera dikoreksi. Henti napas lebih dari 5 menit
dapat menyebabkan kerusakan otak yang permanen dan henti jantung. Obstruksi napas
parsial harus segera dikoreksi. Hipoksia dapat menyebabkan oedema paru, oedema otak,
henti jantung, henti paru sekunder, dan kerusakan otak. Penderita dengan tanda-tanda
obstruksi jalan napas harus segera ditolong. Hal itu dilakukan dengan cara membersihkan
jalan napas dan membebaskan jalan napas.
Menjaga jalan napas tetap bebas dapat dilakukan tanpa alat, dengan alat atau
dengan tindakan operasi. Obstruksi karena lidah jatuh ke belakang dapat diatasi tanpa alat
dengan melakukan chin lift atau jaw thrust. Neck lift dan head tilt tidak boleh dilakukan
pada pasien trauma untuk menghindari bertambahnya trauma pada cedera cervical. Cara
yang paling aman adalah jaw thrust.
Apabila chin lift atau jaw thrust belum membebaskan jalan napas maka dapat
dibantu dengan alat. Tindakan yang dapat dilakukan adalah memasang oropharyngeal
airway, nasopharyngeal tube, Laryngeal Mask Airway (LMA), pemasangan endotracheal
tube (ET).
Ada beberapa indikasi khusus intubasi endotracheal tube pada pasien, diantaranya
adalah :
a. Trauma jalan napas berat atau obstruksi yang tidak memberikan pemasangan ET
yang aman.
b. Trauma cervical, diperlukan immobilisasi yang komplit
1. Magill Forsep
Dipakai jika ada kesulitan saat memasukkan ET dan digunakan untuk menjepit
ujung ET dan kemudian memasukkannya ke dalam trakea
2. Lubricans/jelly dan spray trakea
3. Suction cathether
4. Spuit
5. Plester
6. Stilet
7. Self-refilling bag-valve combination (misalnya ambu-bag) atau bag-valve unit
(ayres bag), konektor, tube, sumber oksigen.
8. Laringoskop dengan blade lengkung (tipe macintosh) atau lurus (tipe miller)
9. ET dengan berbagai ukuran
10. Nasopharyngeal airway atau oropharyngeal airway
11. Sarung tangan
Ketika akan melakukan intubasi dengan pasien, pastikan dilakukan dengan aman yaitu
STATICS.3
T = Tape; plester
C= Connector;
Kesulitan intubasi dapat diperkirakan dengan menggunakan standar dari Cormack dan
Lehan, yaitu :
b. Derajat/kelas II : Hanya glottis bagian posterior yang terlihat, hal ini yang
menyebabkan kesulitan ringan. Penekanan pada leher dapat memperbaiki
penglihatan terhadap laring.
c. Derajat/kelas III : Tidak ada bagian glottis yang terlihat, tetapi glottis terlihat.
Dapat menyebabkan kesulitan yang agak berat.
2. Mask ventilasi : diberikan oksigen dengan sungkup sebesar 10-15 L/menit. Pilih
ukuran masker yang sesuai, yang dapat menutupi mulut dan hidung dan tidak
terlalu lebar menutupi pipi.
3. Pilih ukuran ET yang sesuai, dan dua ET cadangan dengan satu buah ET ukuran
lebih kecil dan satu buah ET yang lain berukuran lebih besar.
5. Beri pelican atau jeli lidokain pada daerah cuff sampai ujung distal ET dan stilet,
paling tidak ujung stilet berada 1 cm mendekati ujung tube.
6. Pilih jenis dan ukuran laringoskop yang sesuai, periksa lampu laringoskop. Jika
nyala lampu laringoskop tidak terang, segera diganti dengan yang baru bersinar
terang. Periksa kedudukan laringoskop dan blade. Pastikan semua alat sudah
terpasang dan mudah dijangkau tangan.
7. Pasien terlentang dengan posisi sniffing untuk meluruskan aksis, aksis tersebut
perlu pengaturan posisi kepala, dimana oksiput ditinggikan ±10 cm dengan bantal,
dan kepala diekstensikan sehingga trakea dan daun laringoskop berada dalam satu
garis lurus dengan bahu tetap di meja, ekstensi kepala pada sendi atlanto-
occipital. Pasien dengan leher pendek, gigi penuh, mandibula yang tertarik ke
belakang, maksila yang menonjol dan mandibula yang sukar digerakkan, bisa
menghalangi/mengganggu kelurusan dari aksis oral, faring, dan laring sehingga
dapat menyebabkan kesulitan dalam melihat glottis dengan laringoskop
8. Letakan masker menutupi mulut dan hidung pasien dengan tangan kanan. Dengan
tangan kiri, letakkan jari kelingking dan jari manis pada mandibula pasien, dan
diangkat untuk membuka jalan napas bersamaan dengan menekan masker ke
wajah pasien dengan ibu jari dan jari telunjuk.
10. Oksigenasi pasien selama 3-5 menit, kemudian pasien ditidurkan atau dianestesi
11. Dada harus mengembangkan setiap pernapasan dan aliran udara sebaiknya tidak
terganggu. Bila tidak, perbaiki letak masker dan coba sekali lagi
12. Hentikan ventilasi waktu intubasi. Sebagai patokan, selama mengintubasi pasien
tahanlah napas dan hentikan upaya intubasi bila merasa tidak kuat menahan
napas. Hal ini untuk mencegah pasien kekurangan oksigen karena intubasi yang
terlalu lama.
13. Membuka mulut pasien dengan menggunakan ibu jari dan telunjuk tangan kanan
menyentuh premolar mandibula dan maksila kanan secara menyilang, lepaskan
gigi palsu jika ada.
14. Pegang laringoskop yang sudah menyala dengan tangan kiri dan masukkan blade
dari sudut kanan mulut pasien. Dorong dan geser lidah ke kiri sehingga lapang
pandangan tidak terhalang oleh lidah. Lindungi bibir dari cedera antara gigi dan
blade.
15. Perhatikan laring dengan cara geser dan angkat blade ke arah garis tengah sampai
terlihat uvula, faring, dan epiglottis. Bila memakai blade yang lengkung/curve
(Macintosh), ujung blade diletakkan pada valekula, sebelah anterior epiglottis,
didorong ke depan sampai terlihat rima glottis. Pemasukan yang terlalu dalam
akan mendorong epiglottis ke bawah. Bila memakai blade yang lurus (magill),
ujung blade ditempatkan di bagian posterior epiglottis, di dorong ke depan sampai
terlihat rima glottis. Pemasukan yang terlalu dalam ke esophagus akan
mengangkat seluruh laring keluar lapang pandang.
16. Penekanan kartilago krikoid sampai menyumbat esophagus kira-kira sebesar 30-
40 N atau 8-9 pound berat badan. Menekan krikoid tidak dianjurkan pada pasien
sadar karena tidak nyaman, merangsang muntah, obstruksi jalan napas.
17. Masukkan ET yang sesuai ukuran dengan tangan kanan melalui sudut kanan
mulut pasien ke dalam trakea. Sambil melihat melalui blade laringoskop,
memasukkan ET sampai cuff tidak terlihat dari belakang pita suara.
19. Cuff dikembang/diinflasi dengan udara lewat spuit sekitar 5-10 cc sesuai dengan
kebutuhan.
22. Auskultasi daerah apek dan basal paru kanan dan kiri untuk menyingkirkan
kemungkinan intubasi bronkus dengan cara membandingkan suara paru kanan
dan kiri.
Fiksasi ET dengan plester melingkar ditempatkan di bawah dan diatas bibir yang
diperpanjang sampai ke pipi matikan isolasi di sekitar tube.1
BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. AH
Umur : 77 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Alamat : Rasamala Barat IV RT 002/ RW 004 ,Banyumanik
No. CM : B125091
Tgl masuk : 4 September 2018
A. Keluhan utama:
Penurunan Kesadaran
V. CATATAN KEMAJUAN
Tanggal 4 September 2018 Pukul 14.00
Hasil Laboratorium (4 September 2018)
Hasil
Pemeriksaan Satuan Nilai Rujukan Keterangan
(12/8/2018)
Hematologi Paket
Hemoglobin 14.2 g/dL 13-16
Hematokrit 43.0 % 40-54
Eritrosit 4.53 106/uL 4,4-5,9
MCH 31.3 Pg 27-32
MCV 94.9 fL 76-96
MCHC 33.0 g/dL 29-36
Leukosit 32.45 103/uL 5-14,5 H
Trombosit 161 103/uL 150-400
RDW 13.3 % 11,6-14,8
MPV 11.5 fL 4-11
Kimia Klinik
Glukosa Sewaktu 97 mg/dL 80-160
Ureum 80 mg/dL 15-39 H
Kreatinin 1.7 mg/dL 0,6-1,3 H
Albumin 2.4 g/dL 3.4 – 5.0 L
SGOT 14 U/L 15 – 34 L
SGPT 80 U/L 15 - 60 H
Elektrolit
Natrium 134 mmol/L 136-145 L
Kalium 4.7 mmol/L 3,5-5,1
Chlorida 98 mmol/L 98-107
BGA Kimia
Temp 37.0 C
FiO2 60.0 %
pH 7,478 7,37-7,45
pCO2 25.8 mmHg 35-45 L
pO2 241.1 mmHg 83,0-108,0 H
pH (T) 7,478 7,35-7,45 H
pCO2(T) 25.8 mmHg
pO2(T) 241.1 mmHg
Koagulasi
PPT 16.7 detik 9,4-11,3
PPT Kontrol 13.8 Detik
PTTK 28.3 detik 27,7-40,2
APTT Kontrol 31.4 Detik
1. Pemeriksaan Penunjang
o X Foto Toraks AP Supine (4 September 2018)
Kesan : Cor tidak membesar
Gambaran Bronkopneumonia
Elongatio aorta diserta kalsifikasi arcus aorta
o MSCT Kepala tanpa Kontras (4 September 2018)
Klinis: Penurunan Kesadaran , riwayat Stroke
Kesan : - Infark lakuner pada thalamus kanan,crus posterior capsula
interna kanan, nucleus lentiformis kanan, pons paramedian kanan
kiri
- Tak tampak perdarahan maupun tanda-tanda peningkatan
intracranial
- Gambaran aging atrofi cerebri
- Hiperostosis os frontal kanan kiri
- Sphenoiditis kiri
VI. DIAGNOSIS
- Penurunan Kesadaran ec curiga Stroke Non Hemoragik
- Leukositosis
- Alkalosis
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, pasien seorang perempuan usia 77 tahun dengan penurunan
kesadaran ± 12 jam SMRS. Saat pasien datang dilakukan penilaian triage dan
pasien kemudian dimasukkan ke label merah oleh karena GCS 7 serta mengalami
distress nafas dan gangguan hemodinamik. Dilakukan penilaian ABC dan
didapatkan pasien mengalami distress nafas ditambah dengan kesadaran menurun
(GCS 7) sehingga dilakukan pemasangan endotracheal tube dan orofaringeal tube
untuk mencegah lidah jatuh dengan bantuan oksigen 8 lpm. Pasien mengalami
gangguan hemodinamik berupa takikardi. Sehingga pasien diberikan cairan
maintenance dengan RL yang menyerupai cairan isotonis tubuh dengan laju 20
tpm. Dicurigai penyebab dari penurunan kesadaran karena adanya stroke non
haemorrhage.
.
BAB V
KESIMPULAN
Pada kasus ini pasien merupakan pasien dengan penurunan kesadaran karena
stroke non haemorhagik. Pasien datang dengan penurunan kesadaran, impending
gagal nafas dan gangguan hemodinamik. Pada pasien dilakukan pemasangan
endotrakeal tube ,orofaringeal tube, bantuan ventilasi tekanan positif untuk
mengatasi gangguan nafas dan infus Ringer Lactat 500cc dengan 20 tpm untuk
maintenance cairan. Pasien diusulkan untuk dirawat lanjut di ruang rawat intensif.
Namun kondisi pasien memburuk dan mengalami cardiac arrest.
DAFTAR PUSTAKA
2. Kreit JW, Rogers RM. Approach to the patient with respiratory failure. In
Shoemaker, Ayres, Grenvik, Holbrook (Ed) Textbook of Critical Care. WB
Sauders, Philadelphia. 1995, p 680-7