You are on page 1of 18

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN

ASMA BRONKHIAL
Di Susun Oleh :
Dewi Kusuma Widyastuti
720153058

SI Keperawatan/4B

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH KUDUS

Jalan Ganesha 1 Purwosari Kudus Telp./Faks.(0291)442993/437218 Kudus 59316 Website :


http://www.stikesmuhkudus.ac.id

A. PENGERTIAN

Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus

terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan napas yang luas

dan derajatnya dapat berubah-ubah, baik secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan

(Muttaqin, 2008).

Asma adalah wheezing berulang dan atau batuk persisten dalam keadaan dimana asma

adalah yang paling mungkin, sedangkan sebab lain yang lebih jarang telah disingkirkan

(Mansjoer, 2008).

Asma adalah suatu penyakit yang dicirikan oleh hipersensitivitas cabang-cabang

trakeobronkhial terhadap berbagai jenis rangsangan (Pierce, 2007).

Sedangkan Asma Bronkhial merupakan suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif

yang bersifat reversible, ditandai dengan terjadinya penyempitan bronkus, reaksi obstruksi

akibat spasme otot polos bronkus, obstruksi aliran udara, dan penurunan ventilasi alveoulus

dengan suatu keadaan hiperaktivitas bronkus yang khas.

B. ETIOLOGI

Sampai saat ini etiologi dari Asma Bronkhial belum diketahui. Suatu hal yang yang
menonjol pada penderita Asma adalah fenomena hiperaktivitas bronkus. Bronkus

penderita asma sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun non imunologi.

Adapun rangsangan atau faktor pencetus yang sering menimbulkan Asma adalah:

1. Faktor ekstrinsik (alergik) : reaksi alergik yang disebabkan oleh alergen atau alergen

yang dikenal seperti debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang.

2. Faktor intrinsik(non-alergik) : tidak berhubungan dengan alergen, seperti common

cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan dapat

mencetuskan serangan.

3. Asma gabungan

Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik

dari bentuk alergik dan non-alergik (Smeltzer & Bare, 2002).

Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya

serangan Asma Bronkhial yaitu :

 Faktor predisposisi Genetik

Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui

bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi

biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena

adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit Asma

Bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersensitivitas

saluran pernapasannya juga bisa diturunkan.

 Faktor presipitasi

a). Alergen

Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :

a. Inhalan : yang masuk melalui saluran pernapasan

contoh : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
b. Ingestan : yang masuk melalui mulut

Contoh : makanan dan obat-obatan

c. Kontaktan : yang masuk melalui kontak dengan kulit

Contoh : perhiasan, logam dan jam tangan

b) Perubahan cuaca

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi Asma.

Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan

Asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti musim

hujan, musim kemarau.

c) Stres

Stres atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan Asma, selain itu

juga bisa memperberat serangan Asma yang sudah ada. Disamping gejala Asma

yang timbul harus segera diobati penderita Asma yang mengalami stres atau

gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya.

Karena jika stresnya belum diatasi maka gejala belum bisa diobati.

d) Lingkungan kerja

Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan Asma. Hal

ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di

laboratorium hewan, industri. tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini

membaik pada waktu libur atau cuti.

e) Olah raga atau aktifitas jasmani

Sebagian besar penderita Asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani

atau olah raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan Asma.

Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

C. MANIFESTASI KLINIK
Gejala-gejala yang lazim muncul pada Asma Bronkhial adalah batuk, dispnea, dan

wheezing. Serangan seringkali terjadi pada malam hari. Asma biasanya bermula mendadak

dengan batuk dan rasa sesak dalam dada, disertai dengan pernapasan lambat,wheezing.

Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang dibanding inspirasi, yang mendorong pasien unutk

duduk tegak dan menggunakan setiap otot-otot aksesori pernapasan. Jalan napas yang

tersumbat menyebabkan dispnea. Serangan Asma dapat berlangsung dari 30 menit sampai

beberapa jam dan dapat hilang secara spontan. Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal,

kadang terjadi reaksi kontinu yang lebih berat, yang disebut “status asmatikus”, kondisi ini

mengancam hidup (Smeltzer & Bare, 2002).

D. PATOFISIOLOGI

Suatu serangan Asma merupakan akibat obstruksi jalan napas difus reversible. Obstruksi

disebabkan oleh timbulnya tiga reaksi utama yaitu kontraksi otot-otot polos baik saluran napas,

pembengkakan membran yang melapisi bronki, pengisian bronki dengan mukus yang kental.

Selain itu, otot-otot bronki dan kelenjar mukusa membesar, sputum yang kental, banyak

dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi, dengan udara terperangkap didalam jaringan

paru.Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan

ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibody, menyebabkan pelepasan

produk sel-sel mast (disebut mediator) seperti histamine, bradikinin, dan prostaglandin serta

anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat (SRS-A). Pelepasan mediator ini dalam jaringan

paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas, menyebabkan bronkospasme,

pembengkakan membrane mukosa, dan pembentukan mucus yang sangat banyak. Selain

itu, reseptor α- dan β- adrenergik dari sistem saraf simpatis terletak dalam bronki. Ketika reseptor

α- adrenergic dirangsang, terjadi bronkokonstriksi, bronkodilatasi terjadi ketika reseptor β-

adrenergik yang dirangsang. Keseimbangan antara reseptor α- dan β- adrenergik dikendalikan

terutama oleh siklik adenosine monofosfat (cAMP). Stimulasi reseptor α-


mengakibatkan penurunan cAMP, yang mengarah pada peningkatan mediator kimiawi yang

dilepaskan oleh sel-sel mast bronkokonstriksi. Stimulasi reseptor β- mengakibatkan peningkatan

tingkat cAMP yang menghambat pelepasan mediator kimiawi dan menyebabakan

bronkodilatasi. Teori yang diajukan adalah bahwa penyekatan β- adrenergik terjadi pada

individu dengan Asma. Akibatnya, asmatik rentan terhadap peningkatan pelepasan mediator

kimiawi dan konstriksi otot polos (Smeltzer & Bare, 2002).


E. PATHWAY

Pencetus serangan

(alergen,emosi/stress,obat-obatan,infeksi)

Reaksi antigen dan antibody

Release vasoactive substance

(histamine,brodikinin,anafilatoxin

Kontriksi otot polos Permeabilitas kapiler sekresi mucus

Brochopasme kontraksi otot polos produksi


mucus

Edema mukosa

Bersihan jalan Hipersekresi


Ketidakseimbangan
nafas tak efektif
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Obstruksi saluran nafas (resiko/actual)

Hipoventilasi

Distribusi ventilasi tak merata dengan sirkulasi darah paru

Gangguan difusi gas dialveoli


Kerusakan
pertukaran gas
Hipxemia

Hiperkapnia
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan spirometri

Pemeriksaan spirometri dilakukan sebelum dan sesudah pemberian

bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan

adrenergik.Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak >20%

menunjukkan diagnosis Asma.

b. Pemeriksaan tes kulit

Untuk menunjukkan adanya antibodi IgE yang spesifik dalam

tubuh.

c. Pemeriksaan radiologi

Pemeriksaan radiologi dilakukan bila ada kecurigaan terhadap

proses patologik di paru atau komplikasi Asma, seperti

pneumothorak, pneumomediastinum, atelektasis, dan lain-lain.

d. Pemeriksaan analisa gas darah

Pemeriksaan analisa gas darah hanya dilakukan pada penderita

dengan serangan Asma berat.

e. Pemeriksaan sputum

Untuk melihat adanya eosinofil, kristal Charcot Leyden, spiral

Churschmann, pemeriksaan sputum penting untuk menilai

adanyamiselium Aspergilus fumigatus.

f. Pemeriksaan eosinofil

Pada penderita Asma, jumlah eosinofil total dalam darah sering

meningkat. Jumlah eosinofil total dalam darah membantu untuk

membedakan Asma dari Bronchitis kronik (Sundaru, 2006)


G. PENATALAKSANAAN MEDIS

1. Farmakologi

pengobatan Asma diarahkan terhadap gejala-gejala yang timbul saat

serangan, mengendalikan penyebab spesifik dan perawatan pemeliharaan

keehatan optimal yang umum. Tujuan utama dari berbagai macam pengobatan

adalah pasien segera mengalami relaksasi bronkus. Terapi awal, yaitu:

a. Memberikan oksigen pernasal

b. Antagonis beta 2 adrenergik (salbutamol mg atau

fenetoral 2,5 mg atau terbutalin 10 mg). Inhalasi

nebulisasi dan pemberian yang dapat diulang setiap 20

menit sampai 1 jam. Pemberian antagonis beta 2

adrenergik dapat secara subcutan atau intravena dengan

dosis salbutamol 0,25 mg dalam larutan dekstrose 5%

c. Aminophilin intravena 5-6 mg per kg, jika sudah

menggunakan obat ini dalam 12 jam sebelumnya maka

cukup diberikan setengah dosis.

d. Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg intravena jika

tidak ada respon segera atau dalam serangan sangat berat

e. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas,

termasuk didalamnya golongan beta adrenergik dan anti

kolinergik.

2. Pengobatan secara sederhana atau non farmakologis


Menurut doenges (2000) penatalaksanaan nonfarmakologis asma yaitu:

1. Fisioterapi dada dan batuk efektif membantu pasien untuk

mengeluarkan sputum dengan baik

2. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik

3. Berikan posisi tidur yang nyaman (semi fowler)

4. Anjurkan untuk minum air hangat 1500-2000 ml per hari

5. Usaha agar pasien mandi air hangat setiap hari

6. Hindarkan pasien dari faktor pencetus

H. PENGKAJIAAN

1. Pola pemeliharaan kesehatan

Gejala Asma dapat membatasi manusia untuk berperilaku hidup

normal sehingga pasien dengan Asma harus mengubah gaya

hidupnya sesuai kondisi yang memungkinkan tidak terjadi serangan

Asma

2. Pola nutrisi dan metabolic

Perlu dikaji tentang status nutrisi pasien meliputi, jumlah,

frekuensi, dan kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhnnya.

Serta pada pasien sesak, potensial sekali terjadinya kekurangan

dalam memenuhi kebutuhan nutrisi, hal ini karena dispnea saat

makan, laju metabolism serta ansietas yang dialami pasien.


3. Pola eliminasi

Perlu dikaji tentang kebiasaan BAB dan BAK mencakup warna,

bentuk, konsistensi, frekuensi, jumlah serta kesulitan dalam pola

eliminasi.

4. Pola aktifitas dan latihan

Perlu dikaji tentang aktifitas keseharian pasien, seperti olahraga,

bekerja, dan aktifitas lainnya. Aktifitas fisik dapat terjadi faktor

pencetus terjadinya Asma.

5. Pola istirahat dan tidur

Perlu dikaji tentang bagaiman tidur dan istirahat pasien meliputi

berapa lama pasien tidur dan istirahat. Serta berapa besar akibat

kelelahan yang dialami pasien. Adanya wheezing dan sesak dapat

mempengaruhi pola tidur dan istirahat pasien.

6. Pola persepsi sensori dan kognitif

Kelainan pada pola persepsi dan kognitif akan mempengaruhi

konsep diri pasien dan akhirnya mempengaruhi jumlah stresor yang

dialami pasien sehingga kemungkinan terjadi serangan Asma yang

berulang pun akan semakin tinggi.

7. Pola hubungan dengan orang lain

Gejala Asma sangat membatasi pasien untuk menjalankan

kehidupannya secara normal. Pasien perlu menyesuaikan kondisinya

berhubungan dengan orang lain.

8. Pola reproduksi dan seksual

Reproduksi seksual merupakan kebutuhan dasar manusia, bila


kebutuhan ini tidak terpenuhi akan terjadi masalah dalam kehidupan

pasien. Masalah ini akan menjadi stresor yang akan meningkatkan

kemungkinan terjadinya serangan Asma.

9. Pola persepsi diri dan konsep diri

Perlu dikaji tentang pasien terhadap penyakitnya.Persepsi yang salah

dapat menghambat respon kooperatif pada diri pasien. Cara

memandang diri yang salah juga akan menjadi stresor dalam

kehidupan pasien.

10. Pola mekanisme dan koping

Stres dan ketegangan emosional merupakan faktor instrinsik

pencetus serangan Asma maka prlu dikaji penyebab terjadinya stress.

Frekuensi dan pengaruh terhadap kehidupan pasien serta cara

penanggulangan terhadap stresor.

11. Pola nilai kepercayaan dan spiritual

Kedekatan pasien pada sesuatu yang diyakini di dunia dipercayai

dapat meningkatkan kekuatan jiwa pasien.Keyakinan pasien

terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta pendekatan diri pada-Nya

merupakan metode

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d tachipnea, peningkatan

produksi mukus, kekentalan sekresi dan bronchospasme.

2. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membrane kapiler

alveolar
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d

penurunan masukan oral

J. INTERVENSI KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA NOC NIC (intervensi)


KEPERAWATAN
1 Bersihan Setelah dilakukan NIC :
jalan nafas tidak tindakan keperawatan
efektif b.d selama 3 x 24 jam, pasien Airway
tachipnea, mampu : Management
peningkatan -Buka jalan nafas,
produksi mukus, o Respiratory status :
guanakan teknik chin
kekentalan sekresi Ventilation
lift atau jaw thrust bila
dan o Respiratory status perlu.
bronchospasme.
o Airway patency - Posisikan pasien untuk
memaksimalkan
o Aspiration Control, ventilasi

Dengan kriteria hasil -Identifikasi pasien


perlunya pemasangan
- Mendemonstrasikan
alat jalan nafas buatan
batuk efektif dan
suara nafas yang -Pasang mayo bila
bersih, tidak ada perlLakukan fisioterapi
sianosis dan dyspneu dada jika perlu
(mampu
- Keluarkan sekret
mengeluarkan
dengan batuk atau
sputum, mampu
suction
bernafas dengan
mudah, tidak ada -Auskultasi suara nafas,
pursed lips) catat adanya suara
tambahan
- Menunjukkan jalan
nafas yang paten -Lakukan suction pada
(klien tidak merasa mayo
tercekik, irama nafas,
frekuensi pernafasan -Berikan bronkodilator
dalam rentang
normal, tidak ada bila perlu
suara nafas
- Berikan pelembab
abnormal)
udara Kassa basah NaCl
- Mampu Lembab
mengidentifikasikan
-Atur intake untuk
dan mencegah
cairan mengoptimalkan
factor yang dapat
keseimbangan.
menghambat jalan
nafas -Monitor respirasi dan
status O2

2 Gangguan Setelah dilakukan NIC :


pertukaran gas b.d tindakan keperawatan
perubahan selama 3 x 24 jam, pasien Airway
membrane kapiler mampu : Management
alveolar
Respiratory Status : -Buka jalan nafas,
Gas exchange gunakan teknik chin lift
atau jaw thrust bila
Respiratory Status : perlu
ventilation
- Posisikan pasien untuk
Vital Sign Status memaksimalkan
Dengan kriteria hasil : ventilasi

Mendemonstrasikan -Identifikasi pasien


 peningkatan ventilasi dan perlunya pemasangan
oksigenasi yang adekuat alat jalan nafas buatan

Memelihara -Pasang mayo bila perlu


kebersihan paru paru dan
-Lakukan fisioterapi
bebas dari tanda tanda
dada jika perlu
distress pernafasan
- Keluarkan sekret
Mendemonstrasikan
dengan batuk atau
 batuk efektif dan suara
suctio
nafas yang bersih, tidak ada
sianosis dan dyspneu - Auskultasi suara nafas,
(mampu mengeluarkan catat adanya suara
sputum, mampu bernafas tambahan
dengan mudah, tidak ada
-Lakukan suction pada
pursed lips)
mayo
Tanda tanda vital
-Berika bronkodilator
dalam rentang normal
bial perlu

-Barikan pelembab
udara

- Atur intake untuk


cairan mengoptimalkan
keseimbangan.

-Monitor respirasi dan


status O2

Respiratory
Monitoring

- Monitor rata – rata,


kedalaman, irama dan
usaha respirasi

- Catat pergerakan
dada,amati
kesimetrisan,
penggunaan otot
tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan
intercostal

-Monitor suara nafas,


seperti dengkur

-Monitor pola nafas :


bradipena, takipenia,
kussmaul,
hiperventilasi, cheyne
stokes, biot
- Catat lokasi trakea

-Monitor kelelahan otot


diagfragma (gerakan
paradoksis)

- Auskultasi suara nafas,


catat area penurunan /
tidak adanya ventilasi
dan suara tambahan

-Tentukan kebutuhan
suction dengan
mengauskultasi crakles
dan ronkhi pada jalan
napas utama

- Auskultasi suara paru


setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya

3 Ketidakseimb NOC: - Kaji adanya alergi


angan nutrisi makanan
kurang dari Nutritional status:
-Kolaborasi dengan ahli
kebutuhan tubuh Adequacy of nutrient
b/d penurunan gizi untuk menentukan
masukan oral · - Nutritional jumlah kalori dan
Status : food and Fluid nutrisi yang dibutuhkan
Intake pasien

-Weight Control - Yakinkan diet yang


dimakan
Kriteria hasil mengandung tinggi
serat untuk mencegah
- Albumin serum
konstipasi
-Pre albumin serum
-Ajarkan pasien
-Hematokrit bagaimana
membuat catatan
-Hemoglobin makanan harian.
-Total iron binding - Monitor adanya
capacity penurunan BB dan
-Jumlah limfosit gula darah

- Monitor turgor kulit

-Monitor kekeringan,
rambut kusam,
total protein, Hb dan
kadar Ht

- Monitor mual dan


muntah

- Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva

-Monitor intake nuntrisi

-Informasikan pada
klien dan
keluarga tentang
manfaat nutrisi

- Anjurkan banyak
minum

- Catat adanya edema,


hiperemik,
hipertonik papila lidah
dan cavitas oval
DAFTAR PUSTAKA

nonymous. (2009). Asma Bisa Sembuh atau Problem Seumur Hidup. Diperoleh tanggal
29 Juni 2009, dari http://www.medicastore.com/asma/

Carpenito, L.J. (2000). Diagnosa keperawatan. (Edisi 6). Jakarta: EGC

Espeland, N. (2008). Petunjuk Lengkap Mengatasi Alergi dan Asma pada Anak. Jakarta:
Prestasi Pustakaraya

Hidayat, A.A.A.(2006). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Surabaya: Salemba Medika

Mansjoer, A. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. (Edisi 3), Jilid 1. Jakarta: Media
Aesculapius

Ngastiyah. (2005). Perawatan Anak Sakit. (Edisi 2). Jakarta: EGC

Nursalam. (2001). Proses dan Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC

Price, S.A & Wilson, L.M. (2005). Patofisiologi. (Edisi 6). Jakarta: EGC

Riyadi, S. (2009). Asuhan Keperawatan pada Anak. Yogyakarta: Graha Ilmu

You might also like