You are on page 1of 37

LAPORAN TUTORIAL

BLOK XIV REPRODUKSI

SKENARIO 1

KELOMPOK A9

ADVENDANU NUR KRISTA G0015007


HAN YANG G0015101
MUHAMMAD FADHLY G0015163
TEGAR UMAROH G0015223
ANISA FITRIANI MUBAROKAH G0015023
DANA ASTERINA G0015051
FAHIMA ALLA ILMA G0015075
GITA SANTHIKA PUTRI G0015097
KHALIDA IKHLASIYA T G0015127
MISKA RAIHANA G0015155
RAHMADHANI BELLA K.P G0015195
TAMYANA AMALIA C G0015221

TUTOR :
Istar Yuliadi, dr., M.Si
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2017
BAB I

PENDAHULUAN

“Mengapa Kencing Saya Tidak Lancar?”

Sering mengunjungi panti pijat, seorang laki-laki berusia 38 tahun datang


ke puskesmas dengan keluhan kencing tidak lancar. Dari anamnesis didapatkan
keluhan sudah dirasakan selama dua minggu terakhir. Pasien juga mengeluh dari
ujung kemaluan keluar nanah yang terjadi hilang timbul sejak 8 tahun yang lalu.
Pasien sudah pernah berobat ke dokter tetapi keluhan tidak pernah sembuh total.
Pasien bekerja sebagai reporter dan sering keluar kota dalam waktu yang lama.
Pasien mengaku dan sering berhubungan seksual dengan PSK. Dari pemeriksaan
fisik didapatkan duh tubuh mukopurulen di orificium urethra eksterna.

Dokter mengirim pasien untuk pemeriksaan pengecatan gram duh tubuh


tersebut. Hasil pemeriksaan ditemukan kuman diplokokkus gram negative intra dan
ekstra sel, leukosit PMN 30 per lapangan pandang. Pemeriksaan urin didapatkan
urin keruh, leukosituria, dan bakteriuria ++. Pemeriksaan darah didapatkan Hb 13
gr/dl, leukosit 10.000 gr/dl.

Setelah melihat hasil pemeriksaan lab, dokter kemudian memberikan


rujukan ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut. Ketika di rumah sakit pasien
diperiksa ronsen, fungsi ginjal, pemeriksaan kultur, dan uji sensitivitas anti mikroba
dari duh tubuh untuk menentukan pengobatan yang tepat pada pasien.
BAB II

DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA

A. Langkah I : Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa


istilah dalam skenario.
Dalam skenario ini kami mengklarifikasi istilah sebagai berikut yaitu:
1. Duh Tubuh : Discharge yang keluar dari organ vital, bukan urin, bukan
darah, dan bukan sperma. Discharge bersifat mukus atau serous.
2. Mukopurulen : Cairan kental seperti susu berwarna kehijauan. Muko =
mucus, purulent = nanah.
3. Bakteriuria : suatu keadaan dimana air kecing mengandung bakteri. urin
seharusnya steril dari bakteri.
4. Pemeriksaan Kultur : pemeriksaan yang dilakukan dengan cara
membiakkan bakteri yang berada pada organ atau daerah yang dicurigai
terinfeksi suatu mikroorganisme, sekaligus menguji sensitivitasnya.
5. Leukosituria : kehadiran leukosit yang tinggi pada urin.
6. Diplococcus : Diplo = berpasangan, coccus = bulat. Mikroorganisme yang
memiliki struktur bulat dan saling berpasangan seperti gambaran biji kopi.

B. Langkah II : Menentukan / mendefinisikan permasalahan


Dari skenario, ditentukan permasalahan yang akan dibahas yaitu:
1. Mengapa nanah yang keluar bisa hilang timbul?
2. Bagaimanakah hubungan pekerjaan pasien dengan keluhan yang ada?
3. Apa saja penyebab kencing yang tidak lancar?
4. Mengapa ditemukan adanya peningkatan leukosit pada pemeriksaan urin?
Dan mengapa bisa terjadi leukosituria?
5. Mengapa diperlukan adanya rontgen dan FU ginjal?
6. Bagaimanah interpretasi dari pemeriksaan lab?
7. Mengapa pasien sering mengunjungi panti pijat?
8. Bagaimanakah cara penegakkan diagnosis pada scenario diatas?
9. Apakah hubungan pekerjaan pasien dengan keluhan pasien?
10. Bagaimanakah pathogenesis dari ISK?
11. Apa saja different diagnosis dari kasus di atas?
12. Mengapa masih diperlukan rujukan?
13. Bagaimanakah proses pertahanan system urogenital?
14. Apakah terapi awal yang paling cocok?
15. Apakah ada kemungkinan terjadinya resistensi obat pada pasien?

C. Langkah III : Menganalisis permasalahan dan membuat pertanyaan


sementara mengenai permasalahan (tersebut dalam langkah II)
Berikut adalah jawaban sementara untuk pertanyaan yang telah disusun di
langkah II.
1. Terdapat kemungkinan bahwa pasien minum obat tidak teratur sehingga
mikroorganisme penyebab keluhan pasien masih ada dan dapat terjadi
resisten pada mikroorganisme tersebut. Pasien juga tetap berhubungan
seksual dengan PSK sehingga tetap terjadi penularan lagi walaupun sudah
diberi obat. Dan juga terdapat masa inkubasi dari bakterinya sehingga ujung
kemaluan keluar nanah yang terjadi hilang timbul.

2. Pasien bekerja sebagai reporter dan sering keluar kota dalam waktu lama
dapat menjadi salah satu penyebab keluhan pasien. Terlebih lagi pasien juga
sering berhubungan seksual dengan PSK yang merupakan media penularan
infeksi menular seksual. Penyebab dari infeksi menular seksual yaitu
berhubungan seksual yang tidak sehat seperti berganti-ganti pasangan,
berhubungan dengan PSK yang memiliki riwayat IMS, tidak mengunakan
kondom dan sebagainya.
3. Ada beberapa penyebab kencing sulit keluar yaitu :
- Pembengkakan prostat yang disebabkan oleh infeksi menular seksual
- Sistem saraf yang mengatur reflek berkemih terganggu
- Bekas operasi pada daerah urogenital
- Psikologis
- Terkena efek samping obat

4. Pada pemeriksaan lab ditemukan leukosit yang cukup tinggi yaitu 10.000
gr/dl yang mengindikasikan bahwa sistem imun pasien sedang dalam kadar
yang tinggi yang dapat disebabkan oleh infeksi dari bakteri atau patogen
sehingga tubuh meresponnya dengan meningkatkan leukosit dalam tubuh.

5. Rontgen pada bagian urogenital yang diperiksa


- Side (Batas-batas)
- Skeleton (Terdapat perubahan, metastasis)
- Soft tissue (Pembengkakan)
- Stone (Terdapat radio opact atau tidak, kalsifikasi)

Fungsi ginjal dilakukan dengan tujuan untuk menilai ginjalnya masih baik
atau tidak, sudah terkena infeksi atau belum.

6. Dalam pemeriksaan ditemukan diplokokkus gram negatif intra dan ekstra


sel yang mengarah ke infeksi dari bakteri Neisherria Gonorrhea. PMN 30
per lapang pandang menunjukkan bahwa adanya infeksi ( lebih dari 5 per
lapang pandang).

7. Faktor-faktor yang menyebabkan pasien sering berkunjung ke panti pijat :


- Lelah, letih yang disebabkan pekerjaan yang berat
- Terdapat masalah rumah tangga
- Terdapat masalah kepuasan batin
- Faktor lingkungan hidup dan terdapat kesempatan

8. Yang pertama kali harus dilakukan adalah menggali riwayat penyakit dan
hubungan dengan keluarga atau lingkungan. Setelah melakukan diagnosis
awal dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik, seperti adanyanya discharge,
inspeksi, nyeri palpasi, dll. Kemudian dilakukan pemeriksaan penunjang,
seperti pada skenario melakukan pengecatan gram, pemeriksaan darah,
kultur jika diperlukan, foto polos, pemeriksaan urin, dan lain-lain untuk
mengetahui jenis bakteri dan jenis infeksinya sendiri.

9. Pasien jauh dari keluarga, sehingga pasien jarang mendapatkan rasa


kehangatan dalam sebuah keluarga. Selain itu pasien memiliki kesempatan
yang lebih besar untuk “jajan”.

10. Patogenesis ISK sangat kompleks, menyangkut interaksi dari berbagai


faktor baik dari pihak pejamu (host) maupun virulensi kuman. Secara
teoritis ISK dapat terjadi melalui berbagai jalur, yaitu secara ascendens,
hematogen, limfogen, dan perkontinuitatum. Pada anak dan dewasa
umumnya ISK terjadi melalui jalur ascendens yaitu dari daerah perineum
melalui orificium uretra ke vesika urinaria dan ginjal. Jalur hematogen
diduga berperan penting dalam patogenesis ISK pada neonatus.
Pada faktor host pada dasarnya urin merupakan media yang baik
untuk pertumbuhan bakteri. Mekanisme ini secara umum dapat
diklasifikasikan menjadi mekanisme fungsional, anatomis, dan imunologis.
- Pada keadaan anatomi yang normal, pengosongan vesika urinaria
menjamin pengeluaran urin dan mikroorganisme patogen yang ada.
Pengosongan buli-buli yang tidak sempurna akan menyebabkan
terbentuknya urin residu (sisa). Hal ini terjadi apabila terdapat refluks
vesiko-ureter atau obstruksi. Refluks vesiko-ureter,obstruksi, dan
beberapa kelainan uronefropati kongenital juga merupakan faktor
predisposisi terjadinya ISK.
- Demikian pula kelainan fungsional saluran kemih seperti buli-buli
neurogenik dan nonneurogenik atau inkontinensia merupakan
predisposisi terjadinya ISK.
- Respon imunologis tubuh terhadap ISK dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti usia, lokasi infeksi, paparan sebelumnya terhadap bakteri
patogen sejenis dan virulensi bakteri yang menginfeksi. Respon
inflamasi diaktifkan oleh mediator kemotaktik yang dilepaskan pada
saat bakteri patogen melekat ke dinding sel uroepitel. Mediator ini akan
menarik leukosit polimorfonuklear ke lokasi terjadinya infeksi sehingga
terjadi respon inflamasi lokal. Leukosit yang tertarik ke lokasi infeksi
disaluran kemih menyebabkan pyuria. Pyuria juga bisa terjadi pada
keadaan non infeksi.
Menurut virulensi bakteri, patogen yang berhasil masuk ke saluran
kemih harus mempunyai kemampuan untuk berkembangbiak dalam urin
dan mampu mengatasi derasnya aliran urin saat miksi serta mekanisme
pertahanan alamiah lainnya di saluran kemih. Bakteri uropatogen adalah
strain bakteri yang mempunyai faktor virulensi spesifik untuk menimbulkan
kolonisasi pada uroepitel. Melalui tahap awal yaitu terjadinya perlekatan
bakteri pada sel epitel. Kemudian penetrasi bakteri ke jaringan, proses
inflamasi dan kerusakan sel.

11. Syphillis, Chlamydia, Escherichia coli, Herpes, dll. Pada skenario telah
mengarahkan kami ke bakteri gonorrhea

12. Selain diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang lain, juga dikarenakan


adanya kemungkinan resistensi terhadap obat tertentu karena pada riwayat
penyakitnya pasien telah mengalami hal yang sama sebelumnya.

13. Mekanisme pertahanan urogenital terhadap ISK dengan cara:


- Mekanisme pengosongan urin (wash out)
- Gerak peristaltik ureter
- Keasaman pH urin
- Ureum dalam urin
- Osmolalitas urin meningkat
- Esterogen
- Panjang uretra
- PAF (mengandung Zn)
- Uromukoid (sebagai bakterisida)
Pengosongan urin (wash out) merupakan mekanisme pertahanan urogenital
terhadap ISK paling efektif dikarenakan melalui mekanisme ini aliran urin
akan selalu keluar sehingga memperkecil kemungkinan mikroorganisme
untuk tumbuh.

14. Dari hasil anamnesis, pemeriksaan, fisik, dan pemeriksaan penunjang dapat
diketahui bahwa pasien mengalami infeksi, sehingga terapi awal yang
pasien butuhkan ialah untuk membunuh mikroorganisme penyebab infeksi
tersebut. Pada scenario ini penyebabnya ialah bakteri, sehingga antibiotika
merupakan terapi awal yang dibutuhkan oleh pasien

15. Dikarenakan gaya hidup pasien yang sering berganti pasangan dan tidak
pernah sembuh total saat berobat, maka kemungkinan dapat terjadi
resistensi yang disebabkan oleh ketidaktuntasan pasien dalam meminum
obat karena obat yang diminum hanya ditujukan untuk mencegah terjadinya
infeksi, sedangkan bakteri sudah dapat ditularkan meski gejala klinis belum
terlihat

D. Langkah IV. Membuat skema.


Dari seluruh pembahasan yang telah kami lakukan, maka bahasan tersebut
dapat digambarkan melalui skema sebagai berikut:

UROGENITALI

Anatomi Histologi Fisiologi

Infeksi Fisiologi

Mekanisme
Patogenesis
Pertahanan

Pemeriksaan

Diagnosis banding Tanda, gejala,


dan diagnosis predisposisi

Tatalaksana
E. Langkah V: Merumuskan tujuan pembelajaran
Kami sudah mendapatkan learning objectives, antara lain:
1. Menjelaskan anatomi, histologi, dan fisiologi sistem urogenitalia
2. Menjelaskan infeksi yang dapat terjadi pada sistem urogenitalia
3. Menjelaskan patogenesis infeksi pada sistem urogenitalia
4. Menjelaskan pemeriksaan yang menunjang diagnosis infeksi pada sistem
urogenitalia
5. Menjelaskan diagnosis banding dan diagnosis (gejala, tanda, masa inkubasi,
faktor predisposisi) infeksi pada sistem urogenitalia
6. Menjelaskan tatalaksana terkait infeksi pada sistem urogenitalia

F. Langkah VI: Mengumpulkan informasi baru.


Learning Objective (LO) atau tujuan pembelajaran yang telah ditentukan di
Jump ke-5 kemudian kami cari pembahasannya dari sumber pustaka yang teruji
validitasnya.Sumber pustaka yang digunakan yaitu jurnal ilmiah (internet),
textbook, bahan kuliah, serta artikel dari pakar. Dengan begitu diharapkan
pembahasan yang didapat teruji kebenarannya.

G. Langkah VII: Melaporkan, membahas, dan menata kembali informasi


baru yang diperoleh.

i. Menjelaskan anatomi, histologi, dan fisiologi sistem urogenitalia

ANATOMI
1. ORGANA GENITALIA MASCULINA
Sedangkan organ genitalia maskulina terbagi menjadi dua yaitu genetalia
eksterna dan interna.Genitalia eksterna terdiri dari penis dan skrotum.
Sedangkan genetalia interna terdiri dari testis, epididymis, dan ductus
deferens. Selain itu pada sistem genitalia maskulina juga terdapat glandula
accessoria yang berupa vesikula seminalis, glandula prostat, dan
glandula bulbourethralis.
 Genetalia Eksterna
a. Penis
Adalah organ genitalia eksterna yang berfungsi sebagai alat koitus dan
juga sebagai saluran untuk pembuangan sperma dan urin. Penis terdiri
dari pars fixa dan pars libera. Pars fixa adalah bagian yang terfiksasi
(tidak bisa bergerak) terdiri dari crus dan bulbus penis yang ditutupi oleh
musculus ischiocavernosus dan musculus bulbospongiosum. Pars libera
terdiri dari 3 bagian yaitu dua yang besar di atas ialah corpora cavernosa
yang berisi arteriae helicinae cabang dari arteri profunda penis
yang berfungsi ketika ereksi serta satu bagian yang lebih kecil di
bawah yakni corpus spongiosum yang berisi urethra dan berfungsi
sebagai saluran urin ketika berkemih serta saluran sperma ketika
ejakulasi. Glans penis adalah bagian depan atau kepala penis yang
biasanya ditutupi oleh preputium. Antara corpus dengan glans penis
dipisahkan oleh sulcus corona glandis yang merupakan batas
pemotongan preputium saat sirkumsisi.

b. Skrotum
Adalah sebuah kantung kulit yang menggantung di bawah penis.
Skrotum berfungsi untuk melindungi testis, epididimis, serta struktur
penting di sekitarnya. Lapisan pada skrotum dariluar ke dalam
diantaranya: kutis, tunika dartos, musculus dartos, fascia spermatica
eksterna,musculus cremasterica, serta fascia spermatica interna. Lebih
lanjut, skrotum akan bergabung dengan lapisan pembungkus testis.
Musculus cremasterica dan tunika dartos bekerja sama dalam
menjalankan fungsinya melindungi testis. Diantaranya sebagai respon
terhadap kenaikan ataupun penurunan suhu, musculus cremasterica bisa
membuat penggantung testis.

 Genetalia Interna
a. Testis
Testis merupakan organ kelamin jantan yang berfungsi sebagai tempat
sintesis hormon androgen (terutama testosteron) dan tempat
berlangsungnya proses spermatogenesis. Testis merupakan sepasang
struktur berbentuk oval, agak gepeng dengan panjang sekitar 4 cm dan
diameter sekitar 2,5 cm. Bersama epididimis, testis berada di dalam
skrotum yang merupakan sebuah kantung ekstra abdomen tepat di
bawah penis. Dinding pada rongga yang memisahkan testis dengan
epididimis disebut tunika vaginalis. Tunika vaginalis dibentuk dari
peritoneum intra abdomen yang bermigrasi ke dalam skrotum primitif
selama perkembangan genitalia interna pria. Setelah migrasi ke dalam
skrotum, saluran tempat turunnya testis (prosesus vaginalis) akan
menutup. Kedua testis terletak di dalam skrotum dan menghasilkan
spermatozoa dan hormon, terutama testosteron. Permukaan masing-
masing testis tertutup oleh lamina viseralis tunika vaginalis, kecuali
pada tempat perlekatan epididimis dan funikulus spermatikus. Tunika
vaginalis ialah sebuah kantong peritoneal yang membungkus testis dan
baerasal dari processus vaginalis embrional. Sedikit cairan dalam
rongga tunika vaginalis memisahkan lamina visceralis terhadap lamina
parietalis dan memungkinkan testis bergerak secara bebas dalam
skrotum. Arteria testikularis berasal dari aorta pars abdominalis, tepat
pada kaudal arteria renalis. Vena-vena meninggalkan testis dan
berhubungan 16 dengan plexus pampiriformis yang melepaskan vena
tetikularis dalam canalis inguinalis. Aliran limfe dari testis disalurkan
ke nodi lymphoide lumbalis dan nodi lymphoidei preaortici. Saraf
otonom testis berasal dari plexus testicularis sekeliling arteria
testicularis.

b. Epididimis
Epididimis merupakan suatu struktur berbentuk koma yang menahan
batas posterolateral testis. Epididimis dibentuk oleh saluran yang
berlekuk-lekuk secara tidak teratur yang disebut duktus epididimis.
Duktus epididimis memiliki panjang sekitar 600 cm. Duktus ini berawal
pada puncak testis yang merupakan kepala epididimis. Setelah 19
melewati jalan yang berliku-liku, duktus ini berakhir pada ekor
epididimis yang kemudian menjadi vas deferens. Epididimis terletak
pada bagian dorsal lateral testis, merupakan suatu struktur memanjang
dari bagian atas sampai bagian bawah testis. Organ ini terdiri dari bagian
kaput, korpus dan kauda epididimis

c. Vas deferens
Vas deferens merupakan suatu saluran yang menghubungkan epididimis
dan uretra. Letak vas deferens dimulai dari ujung kauda epididimis yang
ada dalam kantung skrotum, lalu naik ke bagian atas lipat paha. Pada
bagian ujungnya, vas deferens dikelilingi oleh suatu pembesaran
kelenjar-kelenjar yang disebut ampula. Sebelum masuk ke uretra, vas
deferens ini bergabung terlebih dahulu dengan saluran ekskresi vesika
seminalis membentuk duktus ejakulatoris. Pada saat ejakulasi sperma
dari epididimis diangkut melalui vas deferens dengan 20 suatu seri
kontraksi yang dikontrol oleh syaraf Vas deferens akan melalui kanalis
inguinalis masuk ke dalam rongga tubuh dan akhirnya menuju uretra
penis. Uretra penis dilalui oleh sperma dan urin. Sperma akan melalui
vas deferens oleh kontraksi peristaltik dindingnya. Sepanjang saluran
sperma terdapat beberapa kelenjar yang menghasilkan cairan semen.
Sebelum akhir vas deferens terdapat kelenjar vesikula seminalis. Pada
bagian dorsal buli-buli, uretra dikelilingi oleh kelenjar prostat. Selain itu
terdapat juga kelenjar ketiga yaitu kelenjar Cowper. Keluar dari saluran
reproduksi pria berupa semen yang terdiri dari sel sperma dan sekresi
kelenjar-kelenjar tersebut (semen plasma)
 Glandula Accessoria
Kelenjar-kelenjar aksesoris menghasilkan plasma semen yang
memungkinkan sperma dapat bergerak aktif dan hidup untuk waktu tertentu.
Kelenjar-kelenjar aksesoris tersebut adalah kelenjar Bulbourethra, kelenjar
prostat, dan vesikula seminalis.
a. Vesikula seminalis atau kantung semen (kantung mani) merupakan
sepasang kelenjar berlekuk-lekuk yang terletak di belakang kantung
kemih. Dinding vesikula seminalis menghasilkan zat makanan yang
merupakan sumber makanan bagi sperma. Vesikula seminalis
menyumbangkan sekitar 60% dari total volime semen ( cairan yang
diejakulasikan ). Cairannya kental, kekuning-kuningan dan bersifat
alkalis.
b. Kelenjar prostat melingkari bagian atas uretra dan terletak di bagian
bawah kantung kemih. Cairannya encer sperti susu, mengandung enzim
antikoagulan.
c. Kelenjar bulbouretralis (kelenjar Cowper) merupakan sepasang kelenjar
yang salurannya langsung menuju uretra. Sebelum ejakulasi, kelenjar
Cowper mensekrasikan mucus bening yang menetralkan setiap urin
asam yang masih tersisa dalam uretra.
2. SISTEM UROGENITALIA
Sistem urinaria atau disebut juga dengan sistem ekskretori adalah sistem
organ yang memproduksi, menyimpan dan mengalirkan urin. Pada manusia
normal, organ ini terdiri dari ginjal beserta sistem pelvikalises, ureter, buli-
buli dan uretra. Sistem organ genitalia atau reproduksi pria terdiri atas testis,
epididimis, vas deferens, vesikula seminalis, kelenjar prostat dan penis.
Pada umumnya organ urogenitalia terletak di rongga retroperitoneal dan
terlindungi oleh organ lain yang berada disekitarnya, kecuali testis,
epididimis, vas deferens, penis dan uretra.

a. Ginjal
Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga
retroperitoneal bagian atas. Bentuk menyerupai kacang, dengan sisi
cekungnya menghadap ke arah medial. Cekungan ini disebut hilus
renalis yang di dalamnya terdapat apeks pelvis renalis dan struktur lain
yang merawat ginjal yakni pembuluh darah, sistem limfatik dan sistem
saraf. Berat dan besar ginjal sangat bervariasi, hal ini tergantung pada
jenis kelamin, umur, serta ada tidaknya ginjal pada sisi yang lain. Dalam
hal ini, ginjal lelaki relatif lebih besar ukurannya daripada perempuan.
Struktur ginjal dibagi menjadi 2 bagian, yaitu korteks dan medula
ginjal. Korteks ginjal terletak lebih superfisial dan di dalamnya terdapat
berjuta-juta nefron. Nefron merupakan unit fungsional terkecil ginjal.
Medula ginjal yang terletak lebih profundus banyak terdapat duktuli
atau saluran kecil yang mengalirkan hasil ultrafiltrasi berupa urin.
Nefron terdiri atas glomerulus, tubulus kontortus proksimalis, tubulus
kontortus distalis dan duktus kolegentes. Darah yang membawa sisa
hasil metabolisme tubuh difiltrasi (disaring) di dalam glomerulus dan
kemudian setelah sampai di tubulus ginjal, beberapa zat yang masih
diperlukan tubuh mengalami reabsorbsi dan zat sisa metabolisme yang
tidak diperlukan oleh tubuh mengalami sekresi membentuk urin. Urin
yang terbentuk di dalam nefron disalurkan melalui piramida ke sistem
pelvikalis ginjal untuk kemudian disalurkan ke dalam ureter. Sistem
pelvikalis ginjal terdiri atas kaliks minor, infundibulum, kaliks mayor
dan pelvis renalis. Mukosa sistem pelvikalis terdiri atas epitel
transisional dan dindingnya terdiri atas otot polos yang mampu
berkontraksi untuk mengalirkan urin sampai ke ureter.Suplai darah ke
ginjal diperankan oleh arteri dan vena renalis. Arteri renalis merupakan
cabang langsung dari aorta abdominalis dan vena renalis yang bermuara
langsung ke dalam vena kava inferior. Vena dan arteri renalis keduanya
membentuk pedikel ginjal. Arteri renalis memasuki ginjal dan vena
keluar dari ginjal di dalam area yang disebut hilus renalis. Arteri renalis
bercabang menjadi arteri interlobaris, yang berjalan di dalam kolumna
Bertini (diantara piramida renalis), kemudian membelok membentuk
busur mengikuti basis piramida sebagai arteri arkuata, dan selanjutnya
menuju korteks sebagai arteri lobularis. Arteri ini bercabang kecil
menuju ke glomeruli sebagai arteri afferen dan dari glomeruli keluar
arteri eferen yang menuju ke tubulus ginjal. Sistem arteri ginjal adalah
end arteries, yaitu arteri yang tidak mempunyai anastomosis dengan
cabang dari arteri lain.Ginjal mendapatkan persarafan melalui pleksus
renalis, yang seratnya berjalan bersamaan dengan arteri renalis. Input
dari sistem simpatetis menyebabkan vasokontriksi yang menghambat
aliran darah ke ginjal. Impuls sensorik dari ginjal berjalan menuju korda
spinalis segmen T10-11.
Fungsi ginjal diantaranya (1) mengkontrol sekresi hormon
aldosteron dan ADH (Anti Diuretic Hormone) yang berperan dalam
mengatur jumlah cairan tubuh, (2) mengatur metabolisme ion kalsium
dan vitamin D, (3) menghasilkan beberapa hormon antara lain:
eritropoetin yang berperan dalam pembentukan sel darah merah, renin
yang berperan dalam mengatur tekanan darah, serta hormon
prostaglandin yang berguna dalam berbagai mekanisme tubuh.

b. Ureter
Ureter adalah organ berbentuk tabung kecil yang berfungsi
mengalirkan urin dari pielum (pelvis) ginjal ke dalam buli-buli. Pada
orang dewasa panjangnya lebih kurang 25-30 cm, dan diameternya 3-4
mm. Dindingnya terdiri atas (1) mukosa yang dilapisi oleh sel
transisional, (2) otot polos sirkuler, dan (3) otot polos logitudinal.
Kontraksi dan relaksasi kedua otot itulah yang memungkinkan
terjadinya gerakan peristaltik ureter guna mengalirkan urin ke dalam
buli-buli.
Ureter membentang dari pielum hingga buli-buli, dan secara
anatomis terdapat beberapa tempat yang ukuran diameternya relatif
lebih sempit daripada tempat lain. Tempat penyempitan itu antara lain
adalah (1) pada perbatasan antara pelvis renalis dan ureter atau
pelvicureter junction, (2) tempat pada saat ureter menyilang arteri iliaka
di rongga pelvis, dan (3) pada saat ureter masuk ke buli-buli. Ureter
masuk ke buli-buli dalam posisi miring dan berada di dalam otot buli-
buli (intramural); keadaan ini mencegah terjadinya aliran balik urin dari
buli-buli ke ureter pada saat buli-buli berkontraksi.
Persarafan simpatetik ureter terdiri dari serabut preganglionik dari
segmen spinal T10-L2; serabut postganglionik berasal dari coeliak,
aortikorenal, mesentrika superior dan pleksus otonomik hipogastrik
inferior. Parasimpatetik terdiri dari serabut vagal melalui coeliac ke
ureter sebelah atas; sedangkan serabut dari S2-4 ke ureter bawah.

c. Buli-Buli
Buli-buli atau vesika urinaria adalah organ berongga yang terdiri
atas 3 lapisan otot detrusor yang saling beranyaman, yakni (1) terletak
paling dalam adalah otot longitudinal, (2) di tengah merupakan otot
sirkuler, dan (3) paling luar merupakan otot longitudinal. Mukosa buli-
buli terdiri atas sel transisional yang sama seperti pada mukosa pelvis
renalis, ureter dan uretra posterior. Pada dasar buli-buli kedua muara
ureter dan meatus uretra internum membentuk suatu segitiga yang
disebut trigonum buli-buli.
Buli-buli terdiri atas 3 permukaan, yaitu (1) permukaan superior
yang berbatasan dengan rongga peritoneum, (2) dua permukaan
inferiolateral, dan (3) permukaan posterior. Permukaan superior
merupakan lokus minoris (daerah terlemah) dinding buli-buli.Pada saat
kosong, buli-buli terletak di belakang simfisis pubis dan pada saat penuh
berada di atas simfisis sehingga dapat di palpasi dan di perksusi. Buli-
buli mendapatkan vaskularisasi dari cabang arteria iliaka interna yakni
arteria vesikalis superior, yang menyilang di depan ureter. Sistem vena
dari buli-buli bermuara ke dalam vena iliaka interna.

d. Uretra
Uretra secara anatomis terbagi 2 bagian, yaitu uretra posterior dan
uretra anterior. Uretra dilengkapi dengan sfingter uretra interna yang
terletak pada perbatasan buli-buli dan uretra, serta sfingter uretra
eksterna yang terletak pada perbatasan uretra anterior dan posterior.
Sfingter uretra interna terdiri atas otot polos yang dipersarafi oleh sistem
simpatetik sehingga pada saat buli-buli penuh sfingter terbuka.Sfingter
uretra eksterna terdiri atas otot bergaris yang dipersarafi oleh sistem
somatik. Aktifitas sfingter uretra eksterna ini dapat diperintah sesuai
dengan keinginan seseorang. Panjang uretra wanita kurang lebih 3-5 cm,
sedangkan uretra pria dewasa kurang lebih 23-25 cm.
Uretra posterior pada pria terdiri atas 1) uretra pars prostatika, yakni
bagian uretra yang di lingkupi oleh kelenjar prostat, dan 2) uretra pars
membranasea. Uretra anterior adalah bagian uretra yang dibungkus oleh
korpus spongiosum penis. Uretra anterior terdiri atas (1) pars bulbosa,
(2) pars pendularis, (3) fossa navikularis, dan (4) meatus uretra eksterna.
Panjang uretra wanita lebih kurang 4 cm dengan diameter 8 mm. Berada
dibawah simfisis pubis dan bermuara di sebelah anterior vagina. Kurang
lebih sepertiga medial uretra, terdapat sfingter uretra eksterna yang
terdiri atas otot bergaris. Tonus otot sfingter uretra eksterna dan tonus
otot levator ani berfungsi mempertahankan agar urin tetap berada di
dalam buli-buli pada saat perasaan ingin miksi.

HISTOLOGI

1. SISTEM REPRODUKSI PRIA


a. Skrotum
- Testis terletask di luar tubuh di dalam skrotum yang suhunya 2
sampai 3 derajat lebih rendah daripada suhu tubuh
- Suhu yang lebih rendah di skrotum disebabkan oleh penguapan
keringat dan pleksus pampiniformis
- Mekanisme arus balik pertukaran panas di vena mendinginkan darah
artero sewaktu darah masuk ke testis
b. Testis
- Jaringan ikat tebal tunika albugenia mengelilingi setiap testis dan
membentuk mediastinum testis.
- Septum jaringan ikat yang tipis dari mediastinum testis menjadi
lobules-lobulus testis
- Lobules testis mengandung tubuli seminiferi contorti dan dilapisi
oleh epitel germinal
- Epitel germinal mengandung sel spermatogenik dan sel sertoli
- Di antara tubuli seminiferi terdapat sel interstisial (leydig)
penghasil-testosteron
c. Duktus ekskretorius
- Sperma yang dilepaskan berjalan melalui tubulus rectus dan rete
testis ke ductuli efferents
- Ductuli efferentes muncul dari mediastinum dan menyelurkan
sperma ke kaput duktus epididymis
- Epitel ductuli efferentes tidak rata karena adanya sel bersilia dan
tidak bersilia di lumen
- Silia di ductuli efferentes mendorong sperma dan cairan dari tubuli
seminiferi ke duktus epididymis
- Sel tidak bersilia mengabsorbsi sebagian besar cairan testis sewaktu
cairan melewati duktus epididymis
- Duktus epididymis berlanjut sebagai duktus (vas) deferens yang
menyalurkan sperma k uretra penis
- Otot polos disekitar ductuli efferentes, duktus epididymis, dan
duktus deferens berkontraksi untuk mendorong sperma
- Epitel bertingkat semu dengan epitheliocytus (principal cell) dan
epitheliocytus basalis melapisi ductuli efferentes dan epididymis
- Stereosilia melapisi permukaan sel di duktus epididymis dan duktus
deferens
- Stereosilis mengabsorbsi cairan testis dan epitheliocytus
stereociliatus memfagosit sitoplasma residual
- Epitheliocytus stereociliatus di duktus epididymis juga
menghasilkan glikoprotein yang menghambat kapasitasi sperma

2. KELENJAR REPRODUKSI TAMBAHAN


a. Vesikula seminalis
- Terletak di belakang kandung kemih dan di atas kelenjar prostat
- Duktus ekskretorius bergabung dengan ampulla ductus deferens
untuk membentuk duktus ejakulatorius
- Duktus ejakulatorius menembus kelenjar prostat untuk bermuara ke
dalam uretra pars prostetika
- Menghasilkan cairan dengan fruktosa pengaktif-sperma, sumber
energy utama untuk motilitas sperma
- Menghasilkan cairan paling banyak di dalam semen
b. Kelenjar prostat
- Terletak di bawah leher kandung kemih
- Uretra keluar dari kandung kemih dan berjalan menembus prostat
sebagai uretra pars prostatika
- Duktus ekskretorius dari kelenjar prostat masuk ke uretra pars
prostatika
- Uretra pars prostatika dilapisi oleh epitel transisional
- Ditandai oleh stroma fibromyoelasticum dan concretio prostatika di
dalam kelenjar
- Menghasilkan cairan encer dengan banyak zat kimiawi, termasuk
antigen spesifik-prostat
c. Kelenjar bulbouretra
- Kelenjar kecil yang terletak di radix penis dan otot rangka diafragma
urogenital
- Duktus ekskretorius masuk ke bagian proksimal uretra penis
- Menghasilkan secret mirip-mukus yang berfungsi sebagai pelumas
uretra penis
d. Penis
- Terdiri dari jaringan erektik atau rongga vaskuler yang dilapisi oleh
endotel
- Corpora cavernosa yang erektil terletal di sisi dorsal dan corpus
spongiosum di sisi ventral
- Tunika albugenia mengelilingi corpus yang erektil
- Arteri dorsalis dan arteri profunda mendarahi corpus yang erektil

3. SISTEM URINARIUS
a. Ginjal
- System terdiri dari dua ginjal, dua ereter, satu kandung kemih, dan
satu uretra
- Hilus mengandung arteri renalis, vena renalis, dan pelvis renalis
yang dikelilingi oleh sinus renalis
- Bagian luar ginjal yang lebih gelap adalah korteks; bagian dalam
yang lebih terang adalah medulla
- Medulla mengandung banyak pyramid, yang menghadap korteks di
taut kortikomedular
- Apeks setiap pyramid yang bulat meluas kea rah pelvis renalis
berupa papilla renalis
- Korteks yang meluas di masing-masing sisi pyramid ginjal
membentuk kolumna renalis
- Setiap papilla dikelilingi oleh kaliks minor yang menyatu menjadi
kaliks mayor
- Keliks mayor menyatu untuk membentuk pelvis renalis bentuk
corong yang menyempit menjadi ureter yang berotot
- Urine di bentuk sebagai hasil filtrasi darah, dan absorbs dari dan
ekskresi ke dalam filtrat
- Hamper semua filtrate direabsorbsi ke dalam sirkulasi sistemik dan
sekitar 1% filtart dikeluarkan berupa urine
- Menghasilkan renin yang mengatr tekanan filtrasi dan eritropoietin
untuk pembentukan eritrosit
b. Korpuskulum ginjal
- Darah disaring di kapiler glomerulus korpuskulum untuk
membentuk ultrafiltrat
- Terdiri dari kapiler yaitu glomerulus dan kapsul bowman berlapis-
dua
- Stratum viscerale kapsul mengandung podosit yang mengelilingi
kapiler glomerulus yang berfenestra
- Podosit memperlihatkan cytotrabbeculae dan cytopodium yang
membentuk diaphragm rimae di sekitar kapiler
- Stratum perietale diilapisi oleh epitel selapis gepeng pada kapsul
glomerulus
- Diantara stratum viscerale dan parietale terdapat spatium capsulare
(urinarium) yang menahan filtrate glomerulus
- Di polus vascularis, arteriol aferen dan eferen masuk dan keluar dari
korpuskulum ginjal
- Di polus urinarius yang berlawanan, ultrafiltrat masuk ke tubulus
kontortus proksimal
c. Tubulus ginjal
- Filtart glomerulus meninggalkan korpuskulum ginjal dan masuk ke
tubulus ginjal yang terbentang hingga duktus koligens
- Tubulus awal adalah tubulus kontortus proksimal yang bermula di
polus urinarius korpuskulum ginjal
- Ansa henle terdiri dari tubulus-tubulus desendens yang tebal,
lengkung yang tipis, dan asendens yang tebal
- Tubulus kontortus distal naik ke dalam korteks ginjal dan menyatu
dengan tubulus koligens
- Nefron jukstamedularis memiliki ansa henle yang sangat panjang
- Tubulus koigens bukan merupakan bagian nefron, tetapi menyatu
dengan duktuss koligens yang lebih besar untuk membentuk duktus
papilaris
- Jauh di dalam medulla, duktus papilaris dilapisi oleh epitel silindris
dan keluar di area kribosa
- Radius medullaris di korteks adalah duktus koligens, pembuluh
darah, dan bagian lurus nefron

4. SEL DAN TUBULUS GINJAL


a. Tubulus kontortus proksimal
- Tubulus kontortus proksimal dilapisis oleh limbus microvillosus dan
mengabsopsi sebagian besar filtrate
- Lipatan basal pada membrane sel menganudng banyak mitokondria
dan pompa natrium
- Mitokondria menyalurkan energy untuk transport ion menembus
membrane sel ke dalam interstisium
- Semua glukosa, protein, dan asam amino, hamper semua
karbohidrat, dan 75 sampai 85% air diarbsorbsi disini
- Sekresi produk sisa metabolic, higrogen, ammonia, pewarna, dan
obat ke dalam filtrate untuk dikeluarkan melalui urin
- Lebih panjang daripad tubulus kontortus distal dan lebih sering
dijumpai di korteks dekat korpuskulum ginjal
b. Ansa henle
- Dinefron jukstamedularis menghasilkan urine hipertonik karena
countercurrent multiplier system
- Osmolaritas interstisial yainggi menarik air dari filtart
- Kapiler vasa rekta menyerap air dari intterstisium dan
mengembalikannya ke sirkulasi sistemik
c. Tubulus kontortus distal
- Lebih pendek daripada tubulus kontortus proksimal, jarrang
ditemukan di korteks, dan tidak memiliki limbus microvillosus
- Membrane basolateral memperlihatkan lipatan ke dalam dan
mengandung banyak mitokondria
- Dibawah pengaruh aldosterone, ion natrium diabsorpsi secara aktif
dari filtrate
- Kapiler peritubuler mengembalikan ion ke sirkulasi sistemik unutk
mempertahankan keseimbangan yang vital
d. Apparatus jukstaglomerular
- Terletak di dekan korpuskulum ginjal dan tubulus kontortus distal
- Terdiri dari sel jukstaglomerular di arteriol aferen dan macula densa
di tubulus kontortus distal
- Fungsi utama adalah mempertahankan tekanan darah yang sesuai
untuk fiiltrasi darah di korpuskulum ginjal
- Berespons terhadap perubahan konsentrasi natrium klorida di filtart
glomerulus
- Penurunan tekanan darah dan kandungan ion menyebabkan
pelepasan enzim renin oleh sel jukstaglomerular
- Renin yang dibebaskan akhirnya mengubah protein plasma menjadi
angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat
- Angiotensin II merangsang pelepasan aldosterone, yang bekerja di
tubulus kontortus distal
- Tubulus kontortus distal mengabsorpsi NaCl dengan air,
meningkatkan volume dan tekanan darah

FISIOLOGI

Ginjal (Ren)
Fungsi ginjal adalah memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis
atau racun, mempertahankan suasana keseimbangan cairan, mempertahankan
keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, dan mengeluarkan sisa-sisa
metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan amoniak.
 Proses pembentukan urin:
a. Proses filtrasi, di glomerulus
Terjadi penyerapan darah yang tersaring adalah bagian cairan darah
kecuali protein. Cairan yang tersaring ditampung oleh simpai bowmen
yang terdiri dari glukosa, air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat, dll,
diteruskan ke tubulus ginjal. Cairan yang disaring disebut filtrat
glomerulus.
b. Proses reabsorbsi
Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa,
sodium, klorida fosfat dan beberapa ion bikarbonat. Prosesnya terjadi
secara pasif (obligator reabsorbsi) di tubulus proximal. Sedangkan pada
tubulus distal terjadi kembali penyerapan sodium dan ion bikarbonat
bila diperlukan tubuh. Penyerapan terjadi secara aktif (reabsorbsi
fakultatif) dan sisanya dialirkan pada papilla renalis.

c. Proses augmentasi
Sisa dari penyerapan kembali yang terjadi di tubulus distal dialirkan ke
papilla renalis selanjutnya diteruskan ke luar.

 Mikturisi
Mikturisi ialah proses pengosongan kandung kemih setelah terisi dengan
urin. Mikturisi melibatkan 2 tahap utama, yaitu:
a. Kandung kemih terisi secara progesif hingga tegangan pada dindingnya
meningkat melampaui nilai ambang batas, keadaan ini akan
mencetuskan tahap ke-2.
b. Adanya refleks saraf (disebut refleks mikturisi) yang akan
mengosongkan kandung kemih. Pusat saraf miksi berada pada otak dan
spinal cord (tulang belakang). Sebagian besar pengosongan diluar
kendali tetapi pengontrolan dapat dipelajari “latih”. Sistem saraf
simpatis : impuls menghambat vesika urinaria dan gerak spinchter
interna, sehingga otot detrusor relax dan spinchter interna konstriksi.
Sistem saraf parasimpatis : impuls menyebabkan otot detrusor
berkontriksi, sebaliknya spinchter relaksasi terjadi mikturisi
(Universitas Sumatera Utara, 2011)

 Reflex berkemih
1. Saat volume urine mencapai volume ±300 ml, vesical urinaria akan
tergang dan mengirimkan impuls afferent menuju otak, sehingga pada
saat ini, orang tersebut sadar ingin berkemih.
2. Impuls afferent dibawa serabut afferent melalui nervi splanichi pelvici
menuju medulla spinalis sampai sacral II-IV. Sebagian serabut afferent
berjalan bersama saraf simpatis masuk ke medulla spinalis segmen
lumbal I dan II
3. Impuls afferent berjalan melaui medulla spinalis segmen I-IV yang akan
meningkatkan kontraksi muculus detrusor vesicae dan merelaksasi
musculus spinchter vesical. Impuls efferent lainnya yang dikirim nervus
pudendus akan merelaksasi musculus spinchter urethra (Keluarga Besar
Asisten Anatomi 2013, 2016)

ii. Menjelaskan infeksi menular seksual pada saluran kemih


Infeksi yang ditandai dengan gejala keluarnya discharge atau duh tubuh
seperti susu, dapat dikerucutkan menjadi 2 penyakit IMS, yaitu Gonorrhoea
dan urethtritis chlamydia (chlamydiasis).
Gonorrhoea
a. Morfologi :
- Coccus berpasangan, tidak berspora, tidak motil, tidak berkapsul
- Gram (-)
b. Uretritis GO
- Masa inkubasi 2-5 hari
- Gejala pada pria : disuria, sekret uretra purulen, OUE (hiperemi,
oedem, ectropion)
- Gejala pada wanita gejala tersembunyi (CARRIER) : rasa
sakit kurang, genetalia luar tenang, lekore purulen (servisitis
gonoroika)
c. Komplikasi
- Laki-laki :
Prostatitis
Epididimitis
Vesikulitis
Orchitis  mandul
- Wanita :
Bartholinitis
Cystitis
Salfingitismandul
d. Penularan: melalui kontak seksual dan lewat jalan lahir
e. Diagnosis:
- Anamnesis: sakit tenggorokan, discharge uretra atau anus, disuria, sakit
ketika melakukan hubungan seksual
- Pemeriksaan fisik: kulit, faring, abdomen bawah, genitalia eksterna,
rectum
- Pemeriksaan penunjang: pemeriksaan gram, kultur, dan NAATs

Chlamydiasis
a. Morfologi :
- Gram (-) tanpa peptidoglikan
b. Chlamydiasis
- Gejala pada pria : disuria, sekret uretra purulen,
- Gejala pada wanita: asymptomatik, infeksi kronis dan berulang dapat
menyebabkan infertilitas, PID
c. Komplikasi
- Laki-laki :
Prostatitis
Epididimitis
- Wanita :
Cervisitis
Salfingitismandu
d. Penularan: melalui kontak seksual dan lewat jalan lahir
e. Diagnosis:
- Anamnesis: discharge uretra, disuria
- Pemeriksaan fisik: kulit, faring, abdomen bawah, genitalia
eksterna, rectum
- Pemeriksaan penunjang: urinalisis, kultur urin, PCR
iii. Menjelaskan patogenesis infeksi pada sistem urogenitalia
Terjadi pemaparan terhadap multipel antigen secara terus menerus dan
menyebabkan penempelan dari bakteri ke permukaan sel epitel. Bakteri
yang telah menempel, akan melalui endositosis oleh fagosit dan bertahan
hidup. Bakteri gonococcus menghambat reaksi antara fagosom dengan
lisosom di dalam fagosit dan PMN.

iv. Menjelaskan pemeriksaan yang menunjang diagnosis infeksi pada


sistem urogenitalia
Pemeriksaan Fisik
 Tampak eritem, edema dan ektropion pada orifisium uretra eksterna,
terdapat duh tubuh mukopurulen, serta pembesaran KGB inguinal
uniatau bilateral.
 Apabila terjadi proktitis, tampak daerah anus eritem, edem dan tertutup
pus mukopurulen.
 Pada pria: Pemeriksaan rectal toucher dilakukan untuk memeriksa
prostat: pembesaran prostat dengan konsistensi kenyal, nyeri tekan dan
bila terdapat abses akan teraba fluktuasi.
 Pada wanita: Pemeriksaan in speculo dilakukan apabila wanita tesebut
sudah menikah.Pada pemeriksaan tampak serviks merah, erosi dan
terdapat secret mukopurulen.

Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan mikroskopis sediaan langsung duh tubuh dengan
pewarnaan gram untuk menemukan kuman gonokokus gram negarif,
intra atau ekstraseluler.Pada pria sediaan diambil dari daerah fossa
navikularis, dan wanita dari uretra, muara kelenjar bartolin, serviks dan
rektum.
 Pemeriksaan lain bila diperlukan: kultur, tes oksidasi dan fermentasi, tes
betalaktamase, tes thomson dengan sediaan urin.
Peralatan
1. Senter
2. Lup
3. Sarung tangan
4. Alat pemeriksaan in spekulo
5. Kursi periksa genital
6. Peralatan laboratorium sederhana untuk pemeriksaan Gram

Penegakan Diagnostik (Assessment)


Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
Klasifikasi Berdasarkan susunan anatomi genitalia pria dan wanita:
1. Uretritis gonore
2. Servisitis gonore (pada wanita)
Diagnosis Banding
Infeksi saluran kemih, Faringitis, Uretritis herpes simpleks, Arthritis
inflamasi dan septik, Konjungtivitis, endokarditis, meningitis dan uretritis
non gonokokal
Komplikasi
Pada pria : Lokal  tynositis, parauretritis, litritis, kowperitis. Asendens
 prostatitis, vesikulitis, funikulitis, vasdeferentitis, epididimitis,
trigonitis.
Pada wanita: Lokal  parauretritis, bartolinitis. Asendens  salfingitis,
Pelvic Inflammatory Diseases (PID).
Disseminata: Arthritis, miokarditis, endokarditis, perkarditis, meningitis,
dermatitis.

v. Menjelaskan diagnosis banding dan diagnosis (gejala, tanda, masa


inkubasi, faktor predisposisi) infeksi pada sistem urogenitalia
Uretritis Gonore
Gejala Klinis
Sekali kontak dengan wanita yang terinfeksi, 25% akan terkena
uretritis gonore dan 85% berupa uretritis yang akut. Setelah masa tunas yang
berlangsung antara 2-10 hari, penderita mengeluh nyeri dan panas pada
waktu kencing yang kemudian diikuti keluarnya nanah kental berwarna
kuning kehijauan. Pada keadaan ini umumnya penderita tetap merasa sehat,
hanya kadang-kadang dapat diikuti gejala konstitusi ringan. Sebanyak 10%
pada laki-laki dapat memberikan gejala yang sangat ringan atau tanpa gejala
klinis sama sekali pada saat diagnosis, tetapi hal ini sebenarnya merupakan
stadium presimtomatik dari gonore, oleh karena waktu inkubasi pada laki-
laki bisa lebih panjang ( 1-47 hari dengan rata-rata 8,3 hari ) dari laporan
sebelumnya.
Bila keadaan ini tidak segera diobati, maka dalam beberapa hari
sampai beberapa minggu maka sering menimbulkan komplikasi lokal
berupa epididymitis, seminal vesiculitis dan prostatitis, yang didahului oleh
gejala klinis yang lebih berat yaitu sakit waktu kencing, frekuensi kencing
meningkat, dan keluarnya tetes darah pada akhir kencing. Pada wanita
gejala uretritis ringan atau bahkan tidak ada, karena uretra pada wanita
selain pendek, juga kontak pertama pada cervix sehingga gejala yang
menonjol berupa cervicitis dengan keluhan berupa keputihan. Karena gejala
keputihan biasanya ringan, seringkali disamarkan dengan penyebab
keputihan fisiologis lain, sehingga tidak merangsang penderita untuk
berobat.
Dengan demikian wanita seringkali menjadi carrier dan akan
menjadi sumber penularan yang tersembunyi. Pada kasus-kasus yang
simtomatis dengan keluhan keputihan harus dibedakan dengan penyebab
keputihan yang lain seperti trichomoniasis, vaginosis, candidiasis maupun
uretritis non gonore yang lain. Pada wanita, infeksi primer tejadi di
endocerviks dan menyebar kearah uretra dan vagina, meningkatkan sekresi
cairan yang mukopurulen. Ini dapat berkembang ke tuba uterine,
menyebabkan salpingitis, fibrosis dan obliterasi tuba. Ketidak suburan (
infertilitas ) terjadi pada 20% wanita dengan salpingitis karena gonococci.
Pada bayi Ophtalmia neonatorum yang disebabkan oleh gonococci, yaitu
suatu infeksi mata pada bayi yang baru lahir yang didapat selama bayi
berada dalam saluran lahir yang terinfeksi. Conjungtivitis inisial dengan
cepat dapat terjadi dan bila tidak diobati dapat menimbulkan kebutaan.
Untuk mencegah ophtalmia neonatorum ini, pemberian tetracycline atau
erythromycin ke dalam kantung conjungtiva dari bayi yang baru lahir
banyak dilakukan.

Syphillis
Treponema dapat masuk (porte d’entrée) ke tubuh calon penderita
melalui selaput lendir yang utuh atau kulit dengan lesi. Kemudian masuk ke
peredaran darah dari semua organ dalam tubuh.Penularan terjadi setelah
kontak langsung dengan lesi yang mengandung treponema.3–4 minggu
terjadi infeksi, pada tempat masuk Treponema pallidum timbul lesi primer
(chancre primer) yang bertahan 1–5 minggu dan sembuh sendiri.
Tes serologik klasik positif setelah 1–4 minggu. Kurang lebih 6
minggu (2– 6 minggu) setelah lesi primer terdapat kelainan selaput lendir
dan kulit yang pada awalnya menyeluruh kemudian mengadakan konfluensi
dan berbentuk khas. Penyembuhan sendiri biasanya terjadi dalam 2–6
minggu. Keadaan tidak timbul kelainan kulit dan selaput dengan tes
serologik sifilis positif disebut Sifilis Laten. Pada seperempat kasus sifilis
akan relaps. Penderita tanpa pengobatan akan mengalami sifilis lanjut
(Sifilis III 17%, kordiovaskular 10%, Neurosifilis 8%).
Banyak orang terinfeksi sifilis tidak memiliki gejala selama
bertahun- tahun, namun tetap berisiko untuk terjadinya komplikasi akhir
jika tidak dirawat. Gejala- gejala yang timbul jika terkena penyakit ini
adalah benjolan-benjolan di sekitar alat kelamin. Timbulnya benjolan sering
pula disertai pusing-pusing dan rasa nyeri pada tulang, mirip seperti gejala
flu. Anehnya, gejala-gejala yang timbul ini dapat menghilang dengan
sendirinya tanpa pengobatan.
Sifilis dapat dikatakan sebagai musuh dalam selimut karena selama
jangka waktu 2-3 tahun pertama tidak akan menampakkan gejala
mengkhawatirkan. Namun, setelah 5-10 tahun sifilis baru akan
memperlihatkan keganasannya dengan menyerang sistem saraf, pembuluh
darah, dan jantung.

Chlamydia
Manifestasi klinik untuk infeksi klamidia pada perempuan dapat
berupa sindroma urethral akut, uretritis, bartolinitis, servisitis, infeksi
saluran genital bagian atas (endometritis, salfingo-oophoritis, atau penyakit
radang panggul), perihepatitis (sindroma Fitz-Hugh- Curtis), dan arthritis.
Kehamilan ektopik juga dapat terjadi oleh karena infeksi klamidia, yang
biasanya didahului dengan penyakit radang panggul. Gejala tergantung dari
lokasi infeksinya. Infeksi dari urethra dan saluran genital bagian bawah
dapat menyebabkan disuria, duh vagina yang abnormal, atau perdarahan

post koital. Pada saluran genital bagian atas (endometritis, atau salphingitis,
kehamilan ektopik) dapat menimbulkan gejala seperti perdarahan rahim
yang tidak teratur dan abdominal atau pelvic discomfort.
vi. Menjelaskan tatalaksana terkait infeksi pada sistem urogenitalia

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


Penatalaksanaan
1. Memberitahu pasien untuk tidak melakukan kontak seksual hingga
dinyatakan sembuh dan menjaga kebersihan genital.

2. Pemberian farmakologi dengan antibiotik: Tiamfenikol, 3,5 gr per oral


(p.o) dosis tunggal, atau Ofloksasin 400 mg (p.o) dosis tunggal, atau
Kanamisin 2 gram Intra Muskular (I.M) dosis tunggal, atau Spektinomisin
2 gram I.M dosis tunggal. Tiamfenikol, ofloksasin dan siprofloksasin
merupakan kontraindikasi pada kehamilan dan tidak dianjurkan pada anak
dan dewasa muda.

Kriteria Rujukan
1. Apabila tidak dapat melakukan tes laboratorium.
2. Apabila pengobatan di atas tidak menunjukkan perbaikan dalam jangka
waktu 2 minggu, penderita dirujuk ke dokter spesialis karena kemungkinan
terdapat resistensi obat.

Prognosis
Prognosis umumnya tidak mengancam jiwa, namun dapat menimbulkan
gangguan fungsi terutama bila terjadi komplikasi. Apabila faktor risiko
tidak dihindari, dapat terjadi kondisi berulang.
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

Dari skenario, dapat diketahui bahwa pasien mengeluh kencing tidak lancar,
ujung kemaluan keluar nanah, dan mengaku sering berhubungan seksual dengan
PSK. Dari pemeriksaan fisik didapatkan mukoporulen di orificium urethra eksterna,
juga dari hasil pemeriksaan lab, ditemukan kuman diplokokkus gram negative dan
bakteriuria +++ yang menandakan telah terjadi infeksi dari bakteri Neisseria
gonnorhoea. Pasien menderita Gonnorhoea (kencing nanah). Dokter memberikan
rujukan ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut dan untuk menentukan
pengobatan yang tepat pada pasien.

SARAN

Tutor memberikan saran kepada kelompok kami, untuk menjadikan tutorial


sebagai kesempatan untuk saling belajar dan berbagi ilmu dengan cara berdiskusi,
yang berfokus pada permasalahan atau kasus yang terjadi. Tutor juga berharap agar
kami bisa lebih rajin lagi membaca buku
DAFTAR PUSTAKA

DeCherney, A.H., et al. 2007. Current Diagnosis and Treatments in Obstetrics and
Gynecology 10th Edition. US: McGraw-Hill.

Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.Edisi
kelima. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Ernawati. (2010). ‘Uretritis Gonore’. 1:4-5


Eroschenko, V.P. (2014). Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional Edisi
11. Jakarta: EGC

F.Paulsen & J.Waschke. 2014. Atlas Anatomi Manusia “Sobotta”, Edisi 23 Jilid 2.
Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta:EGC.

James, W.D., Berger, T.G., Elston, D.M. 2000.Andrew’s Diseases of the Skin:
Clinical Dermatology. 10th Ed. Canada. Saunders Elsevier.

Jong, C.E., et al. 2012. Netter’s Infectious Disease. US: Elsevier.

Keluarga Besar Asisten Anatomi 2013. (2016). Rangkuman Anatomi Umum


Lengkap (RAUL) Semester 4. Surakarta: LAboratorium Anatomi dan
Embriologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.

Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin.2011.Pedoman Pelayanan


Medik. Jakarta.

UNILA. Sistem Reproduksi pria. Available at: http://digilib.unila.ac.id /9878/11


/BAB % 20II%20plg%20br.pdf [Accessed: 22 Maret 2017]

Universitas Sumatera Utara. (2011). Anatomi dan Fisiologi Sistem Perkemihan.


Tersedia di
[http://repository.usu.id/bitstream/123456789/39905/4/Chapter%252011.p
df]. diakses pada 20 Maret 2017.

You might also like